Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Kawasan Ekowisata Mangrove

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Partisipasi Masyarakat
Menurut Soelaiman 1985 (dalam Surotinojo, 2009) bahwapartisipasi
masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat dalam proses
pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan
pembangunan masyarakat, yang dilaksanakan di dalam maupun di luar
lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggungjawab.Hal senada
diutarakan oleh Soetrisno (dalamRochman 2009) bahwa partisipasi adalah
kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan,
melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan.
Partisipasi menurut Sutarto (dalam Yulianti 2006) adalah turut sertanya
seseorang baik secara langsung maupun emosional untuk memberikan
sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan keputusan terutama mengenai
persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang yang bersangkutan
melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal tersebut.
Partisipasi

masyarakat


merupakan

pendekatan

pembangunan

yangmemandang masyarakat dalam konteks dinamis yang mampu memobilisasi
sumber daya sesuai dengan kepentingan, kemampuan dan aspirasi yang
dimiliki,baik secara individu maupun komunal. Begitu pula menurut Uphoff,

Universitas Sumatera Utara

Cohen, dan Goldsmith (dalam Agustin, 2016)bahwa partisipasi sebagai
keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan tentang apa
yang akan dilakukan dan bagaimana cara kerjanya, keterlibatan masyarakat dalam
keterlibatan program dan pengambilan keputusan yang telah ditetapkan melalui
sumbangan

sumber


daya

atau

bekerja

sama

dalam

suatu

organisasi,

keterlibatanmasyarakat menikmati hasil dari pembangunan, serta dalam evaluasi
pada pelaksanaan program.
Pengertian

partisipasi


masyarakat

sebagai

suatu

konsep

dalam

pengembangan masyarakat, digunakan secara umum dan luas. Didalam kamus
besar bahasa Indonesia partisipasi adalah perihal turut berperan serta dalam suatu
kegiatan (keikutsertaan), sedangkan dalam kamus sosiologi participation ialah
setiap proses identifikasi atau menjadi peserta suatu proses komunikasi atau
kegiatan bersama dalam suatu situasi sosial tertentu. Definisi lain menyebutkan
partisipasi adalah kerja sama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan,
melaksanakan, melestarikan, dan mengembangkan hasil pembangunan.
Suatu definisi partisipatif baik deskriptif maupun normatif terutama harus
menekankan bahwa segala perkembangan masyarakat dan pembangunan

merupakan proses yang hanya bisa berhasil jika hanya dijalankan bukan saja bagi
tetapi juga bersama dengan dan oleh rakyat sendiri, terlebih orang miskin.
Masyarakat harus ikut secara aktif dalam menentukan dan menjalankan upaya dan
program bantuan dari pemerintah, dan dengan demikian dapat menentukan
keadaan hidup mereka sendiri mulai dari saat pengambilan keputusan,
pelaksanaan, pengawasannya hingga perawatan suatu program.

Universitas Sumatera Utara

Tabel. 2.1.
Perbedaan Partisipasi Masyarakat
Partisipasi Sebagai Cara
Partisipasi Sebagai Tujuan
•Berimplikasi pada penggunaan
•Berupaya memberdayakan rakyat
partisipasi untuk mencapai

untuk berpartisipasi dalam

tujuan atau sasaran yang telah


pembangunan mereka sendiri

ditetapkan sebelumnya.

secara lebih berarti.

•Merupakan suatu upaya

•Berupaya untuk menjamin

pemanfaatan sumber daya yang ada peningkatan peran rakyat dalam
untuk mencapai tujuanprogram.
inisiatif-inisiatif pembangunan.
•Penekanan pada mencapai tujuan dan
•Fokus pada peningkatan
tidak terlalu pada aktifitas partisipasi
kemampuan rakyat untuk
itu sendiri.
•Lebih umum dalam program- program

pemerintah,
yang
pertimbangan
utamanya adalah untuk menggerakkan
masyarakat dan melibatkan mereka
dalam meningkatkan efisiensi system
penyampaian.

berpartisipasi bukan sekedar
mencapai tujuan-tujuan proyek
yang sudah ditetapkan
•Partisipasi dipandang sebagai
suatu proses jangka panjang.

•Partisipasi umumnya jangka pendek.

•Partisipasi sebagai tujuan relatif
•Partisipasi sebagai cara merupakan
lebih aktif dan dinamis.
bentuk pasif daripartisipasi.

Sumber : https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1105315030-3-BAB%20II.pdf
Berdasarkan perbandingan partisipasi diatas yang lebih condong pada
pemberdayaan masyarakat adalah pada partisipasi sebagai tujuan. Seperti yang
disebutkan partisipasi sebagai tujuan bahwa masyarakat lebih diutamakan dalam
pembangunan. Dalam hal ini tidak hanya sebatas program berjalan saja tetapi
sampai berkelanjutan dengan proses jangka panjang. Sedangkan pada partisipasi
sebagai cara hanya membutuhkan program berjalan saja tetapi masyarakat tidak
peduli baik tidaknya untuk ke depan dan proses yang dibutuhkan jangka pendek.

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Tingkatan Partisipasi
Menurut (Cohen dan Uphoff (1977) dalamNugroho (2015))Partisipasi,
yaitu peran serta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses
pembangunan dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan
dengan memberikan masukan berupa pikiran, tenaga, waktu, keahlian,
modal atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil
pembangunan. Partisipasi dalam penelitian ini memiliki beberapa indikator
dengan makna sebagai berikut :
a. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan merupakan tahap dimana

masyarakat ikut dilibatkan dalam suatu perencanaan suatu program.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa masyarakat perlu
terlibat atau dilibatkan secara aktif sejak tahap perencanaan
pembangunan sehingga pada tahapan selanjutnya diharapkan akan
tetap ada partisipasi masyarakat. Indikator dalam rangka mengukur
dimensi keterlibatan masyarakat dalam perencanaan khususnya dalam
perencanaan program pembangunan dapat dilihat melalui 5 indikator
sebagai berikut, 1) keterlibatan dalam rapat atau musyawarah, 2)
kesediaan dalam memberikan data dan informasi, 3) keterlibatan
dalam penyusunan

rancangan

rencana

pembangunan,

dan

4)


keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
b. Keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan merupakan suatu tahap
dimana masyarakat ikut dalam pelaksanaan suatu program. Hal

Universitas Sumatera Utara

tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator di dalamnya seperti : 1)
keaktifan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, 2) kesediaan
memberikan sumbangan berupa pikiran, keahlian dan ketrampilan, 3)
kesediaan memberikan sumbangan berupa uang, materi dan bahanbahan, dan 4) tanggung jawab terhadap keberhasilan pembangunan.
c. Keterlibatan masyarakat dalam penerimaan dan pemanfaatan hasil
yaitu : tahap dimana masyarakat ikut merasakan manfaat dari adanya
pembangunan atau suatu program seperti beberapa indikator berikut
:1) pemahaman tentang hakikat pembangunan, 2) kesediaan dalam
menerima dan memanfaatkan hasil pembangunan, 3) kesediaan dalam
melestarikan

hasil-hasil


pembangunan,

4)

kesediaan

dalam

mengembangkan hasil pembangunan.
d. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan dan penilaian hasil yaitu :
dimana masyarakat merasakan kekuasaan dimiliki oleh masyarakat
dalam

hal

mengawasi

dan

memberi


penilaian

untuk

hasil

pembangunan yang dibangun bersama oleh masyarakat lainnya. Agar
pengawasan dapat berlangsung, diperlukan beberapa syarat atau
kondisi, yaitu, 1) adanya norma, aturan dan standar yang jelas, 2)
adanya usaha pemantauan kegiatan yang diatur dengan norma atau
aturan tersebut, 3) adanya informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan
tersedia pada waktunya, tentang kegiatan dan hasil kegiatan yang
dimaksud, 4) adanya evaluasi kegiatan, yaitu sebagai pembanding
antara norma dengan informasi, 5) adanya tindakan pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

keputusan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam rangka mengukur
dimensi keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan
ditetapkan 7 indikator yang meliputi, 1) adanya norma atau aturan
standar, 2) adanya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan
pengawasan, 3) keaktifan dalam melakukan pengawasan 4) dampak
terhadap penciptaan lapangan kerja dan penyerapan tenaga kerja, 6)
dampak terhadap pengembangan sektor lain, 7) penilaian dari pihak
luar.
2.2. Potensi Hutan Mangrove

Keberadaan hutan mangrove ini memiliki fungsi ekologis diantaranya
menjaga keseimbangan ekosistem perairan pantai, melindungi pantai terhadap
abrasi/erosi pantai, hempasan angin, pengendali banjir (reservoir/tempat
penampungan air), menyaring bahan-bahan beracun, tempat berlindung dan
berpijah/daerah asuhan berbagai jenis udang, ikan dan berbagai biota laut lainnya
serta menyediakan sumber makanan biota laut (Rizka, 2010).

Fungsi dan manfaat hutan bakau secara biologi antara lain: • Tempat hidup
berbagai satwa lain, misal kera, buaya, dan burung. Fungsi dan manfaat hutan
bakau secara ekonomi antara lain: • Tempat rekreasi dan pariwisata. • Sumber
bahan kayu untuk bangunan dan kayu bakar. • Penghasil bahan pangan seperti
ikan, udang, kepiting, dan lainnya. • Bahan penghasil obat-obatan seperti daun
dapat digunakan sebagai obat penghambat tumor. • Sumber mata pencarian

Universitas Sumatera Utara

masyarakat sekitar seperti dengan menjadi nelayan penangkap ikan dan petani
tambak (Kharuniastuti, 2013).

Selain itu fungsi hutan mangrove adalah sebagai habitat berbagai satwa
liar, termasuk satwa yang dilindungi untuk dimanfaatkan bagi kepentingan
penelitian, pendidikan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang budidaya
berupa pemanfaatan sumber plasma nutfah (genetik) dalam pemuliaan jenis dan
penangkaran (konservasi ex-situ). Pertambahan penduduk yang demikian cepat
terutama mengakibatkan adanya perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan
sumberdayaalam secara berlebihan, sehingga keberadaan hutan mangrove dengan
cepat menjadi semakin menipis dan rusak.
Berbagai potensi mangrove yang dimiliki oleh masyarakat kelurahan
Sicanang seperti tumbuhan api-api, daun tumbuhan mangrove yang dapat
dimanfaatkan sebagai kerupuk, emping dan jenis pengelolahan makanan lainnya,
buah nipah yang dapat dimanfaatkan bahan pembuat berbagai jenis minuman dan
makanan lainnya. Dengan berbagai manfaat dan kelebihan tersebut bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bentuk usaha pengelolahan makanan yang
dapat memberi keuntungan bagi masyarakat selain itu cara itu juga dapat
membantu melestarikan alam yang ada disekitar masyarakat.
Aktivitas manusia yang banyak merusak alam seperti hutan mangrove bisa
diatasi dengan berbagai cara seperti pengelolahan yang baik dan benar. Mengelola
sebuah hutan mangrove harus dalam kawasan lindung, namun tidak kemudian
berarti menutup peluang usaha yang bisa mendatangkan nilai ekonomi. Selama

Universitas Sumatera Utara

dilakukan dengan menerapkan strategi konservasi (perlindungan, pengawetan,
dan pelestarian pemanfaatan) serta dibuatnya ketentuan hukum yang akan
mengaturnya, sehingga jelas dan tegas apa hak, kewajiban dan pengenaan sanksi
bagi yang melanggarnya, adalah sah-sah saja berusaha dikawasan lindung. Model
pengelolaan yang bisa dilakukan antara lain dikelola dengan baik sebagai suatu
kawasan hutan wisata.
2.3. Konsep Ekowisata
Ekowisata adalah jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan, melalui
aktivitas yang berkaitan dengan alam, wisatawan diajak melihat alam dari dekat,
menikmati keaslian alam dan lingkungannya sehingga membuat mereka tergugah
untuk mencintai alam, dan semuanya sering disebut back to nature.
Priono (2012) Secara konsepsual, ekowisata merupakan suatu konsep
pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upayaupaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sehingga memberi manfaat ekonomi kepada
masyarakat setempat. Secara konseptual ekowisata menekankan pada prinsip
dasar sebagai berikut yang terintergrasi :
1. Prinsip konservasi Pengembangan ekowisata harus mampu memelihara,
melindungi dan atau berkontribusi untuk memperbaiki sumber daya alam.
Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhdap pelestarian
lingkungan alam dan budaya, melaksanakan kaidah-kaidah usaha yang
bertanggung jawab dan ekonomi berkelanjutan.

Universitas Sumatera Utara

a. Prinsip Konservasi Alam Memiliki kepedulian, tanggung jawab dan
komitmen terhadap pelestarian alam serta pembangunan harus mengikuti kaidah
ekologis. Kriteria Konservasi Alam antara lain b.Memperhatikan kualitas daya
dukung lingkungan kawasan tujuan, melalui permintakatan (zonasi).c. Mengelola
jumlah pengunjung, sarana dan fasilitas sesuai dengan daya dukung lingkungan
daerah tujuan. d. Meningkatkan kesadaran dan apresiasi para pelaku terhadap
lingkungan alam dan budaya. e. Memanfaatkan sumber daya secara lestari dalam
penyelenggaraan kegiatan ekowisata. f. Meminimumkan dampak negatif yang
ditimbulkan, dan bersifat ramah lingkungan. g. Mengelola usaha secara sehat.
2. Prinsip Konservasi Budaya Peka dan menghormati nilai-nilai sosial
budaya dan tradisi keagamaan masyarakat setempat. Kriteria Konservasi Budaya
antara lain : a. Menerapkan kode etik ekowisata bagi wisatawan, pengelola dan
pelaku usaha ekowisata. b. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak
lainnya (multi stakeholders dalam penyusunan kode etik wisatawan, pengelola
dan pelaku usaha ekowisata. c. Melakukan pendekatan, meminta saran-saran dan
mencari masukan dari tokoh/pemuka masyarakat setempat pada tingkat paling
awal sebelum memulai langkah-langkah dalam proses pengembangan ekowisata.
d. Melakukan penelitian dan pengenalan aspek-aspek sosial budaya masyarakat
setempat sebagai bagian terpadu dalam proses perencanaan dan pengelolaan
ekowisata.
3. Prinsip partisipasi masyarakat pengembangan harus didasarkan atas
musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati
nilai-nilai social budaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat setempat

Universitas Sumatera Utara

di sekitar kawasan. Kriteria : a. Melakukan penelitian dan perencanaan terpadu
dalam pengembangan ekowisata. b. Membangun hubungan kemitraan dengan
masyarakat setempat dalam proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. c.
Menggugah prakarsa dan aspirasi masyarakat setempat untuk pengembangan
ekowisata. d. Memberi kebebasan kepada masyarakat untuk bias menerima atau
menolak pengembangan ekowisata. e. Menginformasikan secara jelas dan benar
konsep dan tujuan pengembangan ekowisata. f. Membuka kesempatan untuk
melakukan dialog dengan seluruh pihak yang terlibat (multistakeholders) dalam
proses perencanaan dan pengelolaan ekowisata. g. Membentuk kerjasama dengan
masyarakat setempat untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap
dilanggarnya peraturan yang berlaku.
4. Prinsip ekonomi pengembangan ekowisata harus mampu memberikan
manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan
ekonomi di wilayahnya untuk memastikan bahwa daerah yang masih alami dapat
mengembangkan pembangunan yang berimbang (balance development) antara
kebutuhan pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak. Pengembangan
Ekowisata juga harus mampu memberikan manfaat yang optimal kepada
masyarakat setempat dan berkelanjutan.
5. Prinsip edukasi pengembangan ekowisata harus mengandung unsur
pendidikan untuk mengubah sikap atau perilaku seseorang menjadi memiliki
kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan.
Pengembangan ekowisata juga harus meningkatkan kesadaran dan apresiasi
terhadap alam, nilai-nilai peninggalan sejarah dan budaya, serta memberikan nilai

Universitas Sumatera Utara

tambah dan pengetahuan bagi pengunjung, masyarakat dan para pihak yang
terkait. Kriteria : Pengembangan dan produk ekowisata harus : a. Mengoptimalkan
keunikan dan kekhasan daerah sebagai daya tarik wisata. b. Memanfaatkan dan
mengoptimalkan pengetahuan tradisional berbasis pelestarian alam dan budaya
serta nilai-nilai yang dikandung dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sebagai
nilai tambah. c. Mengoptimalkan peran masyarakat sebagai interpreter lokal dari
produk ekowisata. d. Memberikan pengalaman yang berkualitas dan bernilai bagi
pengunjung. e. Dikemas ke dalam bentuk dan teknik penyampaian yang
komunikatif dan inovatif.
6. Prinsip wisata pengembangan ekowisata harus dapat memberikan
kepuasan pengalaman kepada pengunjung untuk memastikan usaha ekowisata
dapat berkelanjutan. Selain itu pengembangan ekowisata juga harus mampu
menciptakan rasa aman, nyaman dan memberikan kepuasan serta menambah
pengalaman bagi pengunjung. Kriteria : a. Mengoptimalkan keunikan dan
kekhasan daerah sebagai daya tarik wisata. b. Membuat Standar Prosedur Operasi
(SPO) untuk pelaksanaan kegiatan di lapangan. c. Menyediakan fasilitas yang
memadai

sesuai

dengan

kebutuhan

pengunjung,

kondisi

setempat

dan

mengoptimalkan kandungan material lokal. d. Memprioritaskan kebersihan dan
kesehatan dalam segala bentuk pelayanan, baik fasilitas maupun jasa. e.
Memberikan kemudahan pelayanan jasa dan informasi yang benar. f.
Memprioritaskan keramahan dalam setiap pelayanan. Mereka termasuk yang
berbasis alam, berkelanjutan secara ekologis, lingkungan edukatif, dan lokal
wisatawan bermanfaat dan menghasilkan kepuasan. a) Nature based (Berbasis

Universitas Sumatera Utara

alam) Pengembangan ekowisata ecotourism didasarkan pada lingkungan alam
dengan focus pada lingkungan biologi, fisik dan budaya. b) Ecologically
sustainable (Berkelanjutan secara ekologis) Ecotourism dapat memberikan acuan
terhadap pariwisata secara keseluruhan dan dapat membuat ekologi yang
berkesinambungan.
2.4. Pembangunan Ekowisata Berbasis Swadaya Masyarakat
Hijriati (2014) Pembangunan ekowisata berbasis masyarakat merupakan
usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut
didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang
alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata,
sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak.
Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam
mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun
sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan
berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009
bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi: (1) kesesuaian antara jenis dan
karakteristik ekowisata; (2) konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan
memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata;
(3) ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi
penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan; (4) edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan

Universitas Sumatera Utara

untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab,
dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya; (5) memberikan
kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (6) partisipasi masyarakat, yaitu
peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai- nilai sosial-budaya dan
keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan (7) menampung kearifan lokal.
Konsep pembangunan komunitas berwawasan masyarakat diartikan
sebagai konsep yang menekankan pada ekonomi masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat. Konsep alternatif ini digunakan sebagai reaksi atas kegagalan model
modernisasi yang diterapkan selama ini di negara-negara berkembang. Konsep
pengambilan kebijakan top down dianggap telah melupakan konsep dasar
pembangunan itu sendiri sehingga masyarakat bukannya semakin memperoleh
peningkatan

kualitas

hidup

tetapi

semakin

dirugikan

dan

cenderung

termarginalkan di lingkungan miliknya sendiri. Keterlibatan masyarakat setempat
dalam setiap tahap pengembangan dan pengelolaan kepariwisataan di suatu
kawasan objek wisata merupakan syarat utama dalam konsep pembangunan
berbasis masyarakat.
Kunci utama dalam pembangunan yaitu adanya keseimbangan dan
keharmonisan antara lingkungan hidup dan sumber daya, serta kepuasan
wisatawan yang diciptakan oleh kemauan masyarakat, sehingga ketiga faktor
tersebut menjadi prioritas untuk keberlanjutan sistem sosial, budaya, lingkungan,
dan ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

2.5.Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah mengilhami penelitian
ini, baik sebagai referensi, pembanding maupun sebagai dasar pemilihan topik
penelitian. Di antaranya yaitu :
1. Rujukan Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Kurnia (2010),
yang menganalisis bagaimana berhasilnya program rehabilitasi mangrove
yang ditawarkan oleh Pemerintah dengan berbasis partisipatif dari
masyarakat. Dari hasil penelitian ini di nyatakan bahwa pelestarian
lingkungan di Kota Probolinggo menggunakan strategi berbasis partisipasi
masyarakat (Participation Rural Appraisal/PRA). Penerapan PRA di Kota
Probolinggo dapat dikatakan cukup berhasil. Hal ini didasarkan pada
kondisi masyarakat Kota Probolinggo yang sudah terlihat cukup mandiri
dalam pelestarian lingkungan, khususnya hutan mangrove. Berbagai
kalangan dan kelompok masyarakat sudah mulai banyak melakukan
penanaman. Dengan adanya konsep PRA ini kesadaran dan kepedulian
masyarakat Kota Probolinggo terhadap pelestarian hutan mangrove ini
dapat dibina. Dengan konsep ini pula masyarakat dapat dilatih
kemandiriannya dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat dapat dilatih
untuk berinsiatif, berinovasi serta berorganisasi. Keberhasilan Kota
Probolinggo dalam konsep PRA ini ditunjukkan dengan semakin
antusiasnya masyarakat apabila dilibatkan dalam pelestarian lingkungan.
Strategi yang disusun oleh pemerintah Kota Probolinggo cukup
mampu

menggerakkan

partisipasi

masyarakat.

Masyarakat

Kota

Universitas Sumatera Utara

Probolinggo menjadi cukup aktif dalam pelestarian hutan mangrove.
Adapun strategi PRA yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Probolinggo
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan membangun
partisipasi masyarakat itu sendiri yaitu dengan menggerakkan berbagai
elemen masyarakat (kalangan pendidikan, aparatur pemerintah dan
kelompok masyarakat serta pihak swasta), merintis kerja sama dengan CEI
(Caretakers of Environmental International), melakukan sosialisasi baik
secara langsung terjun ke lapangan maupun media elektronik seperti radio
dengan mengadakan program talkshow pelestarian lingkungan di radio
Suara Kota Probolinggo serta adanya program unggulan bseperti
pembentukan kelompok masyarakat.
Strategi yang kedua adalah dengan adanya pemfasilitasan pembibitan
yaitu dengan mempunyai kebun bibit mangrove sendiri yang dinamakan
Kebun Bibit Rakyat (KBR). KBR ini merupakan program pemerintah
yang bekerja sama dengan Dinas Pertanian. KBR ini dikelola secara
mandiri oleh kelompok masyarakat yakni Kelompok Petani Mangrove.
Strategi yang ketiga adalah adanya pembangunan jembatan oleh BLH
Kota Probolinggo. Untuk pasca penanaman, BLH Kota Probolinggo juga
bekerja sama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan. Dimana dinas ini
membentuk suatu kelompok masyarakat yaitu Kelompok Masyarakat
Pengawas Pesisir (Pokmaswas). Pokmaswas ini juga dikelola oleh
masyarakat,

khususnya

masyarakat

nelayan.

Kelompok

ini

Universitas Sumatera Utara

bertanggungjawab atas pemeliharaan dan pengawasan hutan mangrove
pasca penanaman oleh BLH bersama masyarakat.
2. Rujukan Kedua adalah penelitianyang dilakukan Eva Septriana (2012),
yang mendeskripsikan dan menganalisis strategi LSM Mitra Bentala
dalam pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengelolaan kawasan
hutan mangrove Pulau Pahawang serta kendala kendalayang dihadapinya.
Data diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.
Hasilnya adalah strategi LSM Mitra Bentala yang terdiri dari upaya
pelestarian hutan mangrove Pulau Pahawang, peningkatan kapasitas
kelembagaan BPDPM, peningkatan ekonomi melalui pemanfaatan
mangrove dirasa kurang maksimal karena pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan hanya berfokus pada upaya pencapaian kelestarian hutan
mangrovenya saja, sedangkan pencapaian kesejahteraan masyarakat belum
tercapai secara optimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sebagian
besar pendapatan masyarakat yang masih terbilang rendah yaitu berkisar
Rp.600.000 perbulan, jauh dibawah standar kebutuhan hidup layak
Provinsi Lampung yang saat itu berkisar Rp.1008.109 perbulan. Hal
tersebut disebabkan faktor internal organisasi sendiri yaitu minimnya
kualitas SDM organisasi serta masalah pendanaan, sedangkan dari faktor
eksternal yaitu kurangnya respons pemerintah terhadap potensi pulau dan
pengelolaan hutan, kondisi SDM lokal dan fasilitas kegiatan yang kurang
memadai.

Universitas Sumatera Utara

Dari kedua referensi penelitian di atas terdapat kaitan dengan penelitian
yang akan dilakukan kepada masyarakat yang ada di Kelurahan Sicanang.
Persamaan tersebut adalah sama-sama meneliti lingkungan dengan konsep
ekowisata sebagai pariwisata berbasis masyarakat. Perbedaannya terletak pada
fokus permasalahan, lokasi dan objek penelitian. Seperti pada penelitian rujukan
pertama yang membahas bagaimana keberhasilan konsep PRA (Participation
Rural Appraisal/PRA) yang dilakukan pemerintah berhasil membangkitkan
partisipasi masyarakat Probolinggo. Hal tersebut juga terkait dengan judul
penelitian ini yang hendak melihat bagaimana partisipasi masyarakat dalam
pembangunan ekowisata mangrove yang ada di Sicanang. Demikian juga beranjak
dari penelitian rujukan kedua mengenai analisis strategi LSM dalam
pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengelolaan kawasan hutan mangrove
Pulau Pahawang. Alasan penelitian ini juga menjadi referensi dalam penelitian ini
dikarenakan pada latar belakang penelitian ini juga membahas bagaimana
mangrove juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasilan bagi masyarakat Sicanang
untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Penelitian pada masyarakat pesisir di pulau Pahawang di anggap kurang berhasil
karena pengembangan ekowisata mangrove hanya di pusatkan kepada
kepentingan kelestarian lingkungan saja sehingga kurang menarik bagi
masyarakat untuk melanjutkan pengembangan hutan mangrove karena kurang
adanya keuntungan ekonomi di dalamnya.

Dari uraian pustaka di atas kita bisa melihat bagaimana sebuah
pembangunan sangat membutuhkan peranan partisipasi aktif dari masyarakat itu

Universitas Sumatera Utara

sendiri selaku masyarakat yang mendiami suatu daerah dengan potensi sumber
daya alam yang luarbiasa terutama hutan mangrove yang kini hampir punah di
karenakan kegiatan wisata yang kurang ramah lingkungan atau tanpa
memperdulikan kelestarian dan perkembangan potensi sumber daya alam yang
ada. Pembangunan tidak akan bisa terwujud tanpa adanya kesadaran dari
masyarakat untuk bangkit dan mengeluarkan potensi masyarakat untuk
melaksanakan suatu pembangunan. Untuk itu peneliti hendak meneliti partisipasi
masyarakat dalam ekowisata mangrove yang di bangun oleh masyarakat yang ada
di kelurahan Sicanang.

Universitas Sumatera Utara