Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN

HUTAN MANGROVE

( Studi kasus : Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh :

ALEX DANIEL .B. HUTAPEA 040304053

SEP-AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELESTARIAN

HUTAN MANGROVE

( Studi kasus : Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh :

ALEX DANIEL .B. HUTAPEA 040304053

SEP-AGRIBISNIS

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Penelitian di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Tavi Supriana, MS ) ( Ir. Iskandarini, MM ) Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR LAMPIRAN... vi

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 7

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Kegunaan Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 9

2.1. Tinjauan Pustaka... 9

2.2. Landasan Teori... 14

2.2.1. Penyebaran Hutan Mangrove... 14

2.2.2. Permasalahan Hutan Mangrove... 15

2.2.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove... 16

2.3. Kerangka Pemikiran... 19

2.4. Hipotesis Penelitian... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 23

3.1. Metode Penentuan Daerah... 23

3.2. Metode Penarikan Responden... 23

3.3. Metode Pengumpulan Data... 25

3.4. Metode Analisis Data... 25

3.5. Defenisi dan Batasan Operasional... 29

3.5.1. Defenisi... 29


(4)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN... 31

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian... 31

4.1.1. Keadaan Geografis... 31

4.1.2. Topografi... 32

4.1.3. Luas Wilayah... 32

4.1.4. Sarana dan Prasarana... 33

4.1.5. Demografi... 35

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 36

4.2.1. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur... 36

4.2.2. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga... 37

4.2.3. Komposisi Responden Berdasarkan Lama Masa Bermukim... 38

4.2.4. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan... 39

4.2.5. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendididikan... 40

4.2.6. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan.... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

5.1. Tingkat Partisipasi Masyarakat terhadap Pelestarian Hutan Mangrove... 43

5.1.1. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Umur... 44

5.1.2. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Jumlah AnggotaKeluarga... 45

5.1.3. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Lama Masa Bermukim... 46

5.1.4. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendapatan... 47

5.1.5. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 49

5.2. Analisis Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi dalam Pelestarian Hutan Mangrove... 50

5.2.1. Hasil Analisis Hubungan umur dengan Tingkat Partisipasi... 50

5.2.2. Hasil Analisis Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Tingkat Partisipasi... 51


(5)

5.2.3. Hasil Analisis Hubungan Lama Masa Bermukim

dengan Tingkat Partisipasi... 52

5.2.4. Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi... 52

5.2.5. Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi... 53

5.3. Kendala yang Dapat Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 55

6.1. Kesimpulan... 55

6.2. Saran... 56


(6)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara (Ha)... 6

2. Skala Tingkat Partisipasi Responden... 26

3. Kriteria Interpretasi Tingkat Partisipasi pada Taraf 100 %... 27

4. Daftar Rincian Pemerintahan Kecamatan Pantai Labu Tahun 2007... 33

5. Daftar Rincian Sarana dan Prasarana di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007... 34

6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paluh Sibaji Tahun 2006... 35

7. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007... 36

8. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007... 37

9. Komposisi Responden Berdasarkan Masa Lama Bermukim di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007... 38

10. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007... 39

11. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007... 40

12. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007... 41

13. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Umur... 44

14. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga... 45

15. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Lama Masa Bermukim... 46

16. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendapatan... 47

17. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 49

18. Korelasi Rank Spearman Antara Karakteristik Individu Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi... 50


(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Bagan Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen Ekosistem Mangrove... 13 2. Diagram Kerangka Pemikiran... 21


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul

1. Hasil Analisis Rank Spearman Antara Karakteristik Individu Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi dalam Pelestarian Hutan Mangrove.

2. Perhitungan Uji t-hitung 3. Daftar Kuisioner.


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km. Jajaran pantai ini tergabung di dalam 17.508 pulau yang merupakan gabungan antara bentuk ekosistem pantai dan hutan pantai. Dengan banyaknya pulau-pulau ini, maka banyak pula ekosistem hutan pantai yang tumbuh di sekitar garis pantai tersebut. Ekosistem hutan pantai ini sangat berperan penting dalam kehidupan biota darat dan biota laut. Diketahui juga bahwa beberapa tipe hutan pantai merupakan tipe perantara antara ekosistem hutan darat dengan ekosistem laut (Sugiarto dan Willy, 2003).

Sebagaimana diketahui bahwa pantai merupakan kawasan indah dengan pemandangan yang mempesona bagi banyak orang. Kawasan ini ditumbuhi jenis tumbuhan semak belukar, yang disebut sebagai hutan mangrove. Hutan mangrove ini mempunyai peranan yang sangat penting bagi manusia dan hewan yang hidup di dalamnya atau disekitarnya, bahkan bagi mahluk hidup yang tinggal untuk sementara waktu (Arief, 2003).

Secara umum, hutan mangrove didefenisikan sebagai hutan yang terdapat di daerah-daerah yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut, tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Mangrove merupakan vegetasi khas di zona pantai, floranya berjenis semak hingga pohon yang besar dan tingginya hingga 50-60 meter dan hanya mempunyai satu tajuk di pucuk tanaman (Istomo, 1992).


(10)

Hutan mangrove biasa disebut sebagai hutan payau atau hutan bakau. Namun pengertian hutan mangrove tidak hanya terbatas pada daerah yang bervegetasi saja, tetapi juga daerah terbuka atau berlumpur, selalu atau secara teratur tergenang air laut yang terletak diantara hutan dan laut, yang sering dikenal dengan daerah payau (Istomo, 1992).

Seiring dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk dan pembangunan diberbagai sektor, baik sektor pertanian hingga sektor perumahan pada dasawarsa belakangan ini, telah banyak fungsi lingkungan pantai di beberapa daerah mengalami kerusakan ataupun penurunan. Efek dari kerusakan itu dapat diindikasikan (diketahui) oleh adanya proses erosi/abrasi pantai, intrusi air laut, dan degradasi hasil perairan. Adanya penggunaan lahan mangrove untuk berbagai kepentingan adalah salah satu penyebabnya. Dan mengingat letaknya yang strategis serta sumber daya alam yang dapat diperoleh dari kawasan ini, banyak kepentingan masyarakat yang menyebabkan kawasan mangrove mengalami perlakuan pengelolaan yang melebihi kemampuannya (Arief, 2003).

Saat ini hutan mangrove di dunia hanya tersisa sekitar 17 juta hektar, dan 22% dari luas tersebut terdapat di kawasan Indonesia. Namun luas hutan mangrove itu telah mengalami kerusakan, bahkan sebagian besar telah berubah status peruntukannya (fungsi) oleh masyarakat setempat maupun pihak lain yang berada di sekitar kawasan pantai (Arief, 2003).

Bila dilihat kondisi sekarang, luas hutan pantai yang terdapat di Indonesia hanya 4,25 juta hektar yang sebagian besar ditumbuhi hutan mangrove. Hutan mangrove sendiri ada sekitar 3,6 juta hektar. Dimana hutan ini merupakan kawasan yang memiliki flora dan fauna yang spesifik dengan biodiversitas


(11)

(keanekaragaman jenis) yang tinggi, serta lebih didominasi oleh semak belukar dan tanaman bakau yang lebih spesifik (Sugiarto dan Willy, 2003).

Dari data yang diperoleh, dapat dipastikan bahwa keadaan hutan mangrove di Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini menghasilkan suatu pemikiran bahwa telah terjadi suatu tekanan atau kerusakan pada hutan mangrove. Adapun bentuk tekanan terhadap kawasan mangrove yang paling besar adalah pengalih-fungsian (konversi) lahan mangrove menjadi tambak udang/ikan, sekaligus pemanfaatan kayunya untuk diperdagangkan. Selain itu juga tumbuh berbagai konflik akibat berbagai kepentingan antar lintas instansi sektoral maupun antar lintas wilayah administratif yang mempengaruhi kondisi maupun luas kawasan mangrove itu sendiri (Anonim, 2008).

Selain adanya pengalih-fungsian kawasan mangrove, masalah yang paling disorot pada sektor kehutanan adalah program konservasi (pengelolaan kawasan lindung). Program konservasi kawasan hutan kurang mendapat perhatian dari masyarakat dan pemerintah sendiri. Seperti dimaklumi bersama, akibat eksploitasi hutan yang dilakukan selama beberapa dekade terakhir ini membuat kondisi hutan di Indonesia rusak. Dalam situasi ini, konservasi merupakan jalan keluar yang paling rasional untuk menyelamatkan eksistensi hutan di masa depan. Namun implementasi konservasi tidaklah segampang merumuskan konsepnya. Indikasi dari kesulitan pelaksanaan konservasi adalah banyaknya konflik yang muncul antara masyarakat lokal dengan pengelola kawasan konservasi (Yustika, 2005).

Pelestarian ataupun tindakan konservasi kawasan hutan sangat tergantung kepada lembaga perencanaan sektor kehutanan, selain itu juga tidak terlepas dari kinerja pihak pengelola kawasan konservasi ataupun penyuluh-penyuluh yang


(12)

sangat memahami hutan mangrove. Oleh sebab itu, ada baiknya perencanaan membangun kembali kehutanan Indonesia harus dimulai dengan menguatkan lembaga dan personil perencanaan yang berkaitan dengan sektor kehutanan Indonesia. Dengan prinsip perencanaan pembangunan hutan Indonesia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terpadu (berkaitan) antar berbagai sektor, dan terdapat jenjang waktu serta lingkup wilayah. Sehingga manfaat yang diperoleh dari hutan lebih optimal dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tanpa melupakan pelestariannya. Hal ini akan tercapai jika kinerja lembaga kehutanan lebih baik lagi (Simon, 2004).

Secara ideal, sebaiknya pemanfaatan kawasan mangrove dalam membantu pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tidak sampai mengakibatkan kerusakan terhadap keberadaan mangrove. Selain itu yang menjadi pertimbangan paling mendasar adalah pengembangan kegiatan yang dapat menguntungkan bagi masyarakat, namun dengan tetap mempertimbangkan kelestarian fungsi mangrove secara ekologis (fisik-kimia dan biologis). Perlu juga mengembangkan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat di sekitar kawasan mangrove dengan pemanfaatan bahan baku non-kayu dan diversifikasi bahan baku industri kehutanan (Anonim, 2008).

Untuk menciptakan kawasan mangrove yang lestari, masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung suksesnya kegiatan ini. Peran tersebut dapat secara individual maupun secara kelompok sebagai organisasi masyarakat. Keberhasilan pengelolaan hutan mangrove tidak terlepas dari partisipasi/peran serta masyarakat. Untuk itu masyarakat perlu dimotivasi agar berperan aktif dalam pengembangan


(13)

hutan mangrove. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 6 ayat (1) yang berbunyi “ Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan pengerusakan lingkungan hidup “. Kemudian dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban mengandung makna bahwa setiap orang (anggota masyarakat) baik individu maupun kelompok sebagai organisasi masyarakat turut berpartisipasi dalam upaya memelihara lingkungan hidup (Sianipar, 2001).

Menurut BPDAS Asahan Barumun dan DAS Wampu Sei Ular (2006), bahwa luas dan penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara sebesar 364.580,95 hektar. Terdiri dari kawasan hutan rusak berat sebesar 280.939,71 hektar, kawasan hutan rusak sedang sebesar 47.645,41 hektar, dan kawasan hutan tidak rusak sebesar 35.995,83 hektar. Sedangkan penyebaran hutan mangrove di Kabupaten Deli Serdang sebesar 12.816,7 hektar. Terdiri dari kawasan hutan rusak berat sebesar 7.493,4 hektar, kawasan hutan rusak sedang sebesar 3.784,9 hektar, dan kawasan hutan tidak rusak sebesar 1.538,3 hektar.

Namun data ini dikeluarkan oleh BPDAS Asahan Barumun dan DAS Wampu Sei Ular kurang up to date (terkini ), yaitu data untuk tahun 2006. Memang dalam mensurvei kawasan hutan mangrove, baik yang rusak berat, rusak sedang, hingga tidak rusak memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar. Karena kawasan mangrove berada pada area yang sulit dijangkau, yaitu kawasan berlumpur. Disamping itu kawasan ini memiliki luas yang cukup besar. Oleh sebab itu penyediaan data-data terbaru mengenai mangrove cukup lama dikeluarkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.1.


(14)

Tabel 1. Luas dan Penyebaran Hutan Mangrove di Sumatera Utara (Ha) NO WILAYAH/ PROPINSI/ KABUPATEN/KOTA LUAS KAWASAN MANGROVE (Ha) KONDISI FISIK RUSAK BERAT (Ha) RUSAK SEDANG (Ha) TIDAK RUSAK (Ha)

A. Sumatera 2. Sumatera Utara

1. Asahan 102.788,8

81.117,8 117,8 21.671,0

2. Labuhan Batu 128.438,2

121.702,1 4.485,4 2.250,7

3. Nias 17.913,5

9.168,3 6.547,7 2.197,5

4. Nias Selatan 655,3

652,8 652,8 2,5

5. Deli Serdang 12.816,7

7.493,4 3.784,9 1.538,3

6. Serdang Bedagai 3.700,3

2.204,2 576,2 919,8

7. Langkat 43.014,5

22.387,6 17.915,9 2.711,1

8. Mandailing Natal 17,3

15.207,0 270,8 1.770,2 9. Tapanuli Tengah 32.701,1

17.961,7 11.804,7 2.934,7 10. Tapanuli Selatan 5.304,6

3.044,8 2.259,8 0

Total 364.580,5

280.939,71 47.645,41 35.995,83

Sumber : Inventarisasi dan Identifikasi mangrove BPDAS Asahan Barumun dan DAS Wampu Sei Ular Tahun 2006.

Keadaan hutan mangrove yang semakin mengalami kerusakan tidak terlepas dari masyarakat yang ada di daerah tersebut, oleh sebab itu sangat diperlukan masyarakat yang memiliki jiwa partisipasi yang tinggi. Namun pada kenyataannya, perkembangan pergaulan dan transformasi kemajuan peradaban masyarakat telah membawa perubahan sikap, kebiasaan dan serta mendorong mereka untuk mengeksploitasi sumber daya alam pantai dan hutan mangrove. Masyarakat tersebut semakin berantusias untuk merombak hutan-hutan mangrove menjadi tambak ikan, udang, dan berbagai kepentingan lainnya. Dengan adanya


(15)

aktivitas masyarakat ini akan mengganggu fungsi primer dari hutan mangrove itu sendiri (Anonim, 2007c).

Sikap masyarakat yang hanya memanfaatkan sumber daya hutan mangrove tanpa memperhatikan kelestariannya dapat merusak ekosistem hutan mangrove. Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki sikap dan meningkatkan pola partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove agar fungsi ganda (fungsi ekologis dan sosial ekonomi) dari hutan mangrove dapat berjalan dengan baik dan dapat digunakan secara optimal dan lestari (Sianipar, 2001).

1.2 Identifikasi Masalah

Dilihat dari keadaan dan kenyataan yang dipaparkan, baik dalam data angka luas penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara pada latar belakang hutan mangrove di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat yang berada di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang dalam upaya pelestaraian hutan mangrove.

2. Bagaimana hubungan antara karakteristik masyarakat secara individu dengan tingkat partisipasi terhadap pelestarian hutan mangrove yang berada di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.

3. Kendala-kendala yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove di Desa Paluh Sibaji.


(16)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove yang ada di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk menganalisis hubungan antara karakteristik masyarakat secara individu dengan tingkat partisipasi terhadap pelestarian hutan mangrove yang ada di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove di Desa Paluh Sibaji.

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi mengenai masalah yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove di Desa Paluh Sibaji, kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang.

2. Sebagai bahan acuan dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan hutan mangrove yang berkelanjutan khususnya di Desa Paluh Sibaji, kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. 3. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak terkait dalam mengambil

kebijakan pengembangan dan pembinaan serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kawasan ahli lingkungan, terutama lingkungan laut. Mula-mula kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan payau) karena sifat habitatnya yang payau. Berdasarkan dominasi jenis pohonnya, yaitu bakau, maka kawasan mangrove juga disebut hutan bakau. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa portugis) yang berarti tumbuhan dan grove (bahasa inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil (Arief, 2003).

Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut (Anonim, 2003).

Mangrove juga dapat digunakan untuk menyebut populasi tumbuh-tumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai perakaran Pneumatophores (akar nafas) dan tumbuh di antara garis pasang surut (Steenis, 1978). Sehingga hutan mangrove juga disebut “hutan pasang”. Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No. 60/Kpts/Dj/I/1978, hutan mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat di


(18)

sepanjang pantai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut (Arief, 2003).

Keberadaan hutan mangrove dalam ekosistem pantai merupakan suatu persekutuan hidup alam hayati dan alam lingkungannya yang terdapat di daerah pantai dan disekitar muara sungai pada kawasan hutan tropika, yaitu kawasan hutan yang khas dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove , baik di dalam maupun di luar kawasan hutan merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomis yang memiliki berbagai manfaat (Farimansyah, 2005).

Adapun tumbuhan yang dominan hidup di daerah hutan mangrove adalah bakau. Bakau merupakan jenis pohon yang tumbuh di daerah perairan dangkal dan daerah intertidal yaitu daerah batas antara darat dan laut dimana pengaruh pasang surut masih terjadi. Hutan bakau tumbuh di daerah tropis dan subtropics, yang berfungsi sebagai pelindung pantai dari terjangan gelombang secara langsung. Oleh karena itu daerah hutan bakau dicirikan oleh adanya lapisan lumpur dan sedimen halus. Hutan bakau juga menjadi tempat hidup bagi habitat liar dan memberikan perlindungan alami terhadap angin yang kuat, gelombang yang dibangkitkan oleh angin (siklon atau badai), dan juga gelombang tsunami (Anonim, 2005).

Menurut Marsoedi dan Samlawi (1997), hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di daerah pantai dan disekitar muara sungai, yang selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut serta dipengaruhi pasang surut. Vegetasi hutan mangrove dicirikan oleh jenis-jenis tanaman bakau, api-api, prepat, dan tunjang. Areal mangrove tidak hanya sebagai koleksi tanaman, tetapi merupakan


(19)

salah satu sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Hutan mangrove juga berperan sebagai tempat hidup jenis udang dan ikan yang bernilai komersial.

Dengan demikian secara ringkas hutan mangrove dapat didefenisiskan sebagai suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, yang tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya di dalam suatu habitat mangrove (Anonim, 2003).

Fungsi dan Manfaat Mangrove

Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan nonakuatik seperti burung, ular, kera, kelelawar, dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto, 2004).

Hutan mangrove mempunyai keterkaitan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia sebagai penyedia bahan pangan, papan dan kesehatan. Fungsi mangrove dibedakan menjadi 5 golongan yaitu; (1) Fungsi Fisik : menjaga garis pantai agar tetap stabil dan kokoh dari abrasi air laut, melindungi


(20)

pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, dll. (2) Fungsi Kimia : sebagai tempat terjadinya proses daur ulang yang menghasilkan oksigen, sebagai penyerap karbondioksida. (3) Fungsi Biologi : sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang serta berkembangbiak bagi burung dan satwa lain, sebagai kawasan pemijahan dan daerah asuhan bagi udang. (4) Fungsi Ekonomi : penghasil ikan, udang, kerang dan kepiting, telur burung serta madu (nektar), penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga. (5) Fungsi Wisata : sebagai kawasan wisata alam pantai, sebagai lahan konservasi dan lahan penelitian (Suwignyo, 2007).

Ekosistem hutan mangrove mempunyai arti penting karena tidak sedikit jumlah masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam ini (Sugiarto dan Willy, 2003). Disamping itu adanya berbagai komponen rantai makanan yang saling bergantung pada ekosistem mangrove ini, yaitu serasah yang berasal dari tumbuhan mangrove, yang prosesnya dimulai oleh bakteri dan cendawan yang mengubah daun-daun menjadi detritus yang disebut sebagai bahan organik. Selanjutnya bahan organik ini menjadi makanan bagi udang atau rebon, kemudian binatang pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang, dan kepiting. Demikian seterusnya sampai pada tingkat yang lebih tinggi (Gambar.1).


(21)

Gambar 1. Bagan Hubungan Saling Bergantung Antara Berbagai Komponen Ekosistem Mangrove (Sugiarto dan Willy, 1996)


(22)

Dari segi fungsinya, menurut Wartaputra (1990), hutan mangrove mempunyai fungsi ganda disamping fungsi sosial ekonomis yang sejak lama kegunaannya telah dimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar masyarakat disekitar pesisir, juga mempunyai fungsi yang sangat penting sekali untuk menjaga keseimbangan lingkungan disekitar pantai yaitu fungsi ekologis (fisik). Dari segi aspek ekologis hutan mangrove mempunyai fungsi sebagai penahan abrasi, angin taufan, pencegah intrusi air laut, dan pencegah banjir. Disamping itu hutan mangrove juga berfungsi sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat persembunyian, tempat pembenihan berbagai jenis binatang air (Sianipar, 2001).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Penyebaran Hutan Mangrove

Penyebaran hutan mangrove di Indonesia telah diteliti oleh berbagai institusi baik organisasi internasional maupun nasional melalui departemen atau lembaga. Lembaga FAO (1982) memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia 4,25 juta hektar, PHPA-AWB (1987) memperkirakan tinggal 3,23 juta hektar, sedangkan menurut RePPPRot (1985-1989) memperkirakan 3,79 juta hektar, dan GIESEN (1993) memperkirakan luas hutan mangrove Indonesia tinggal 2,49 juta hektar. Untuk mengurangi ketidakpastian luas hutan mangrove maka DITJEN INTAG DEPHUT (1993) memperkirakan bahwa luas hutan mangrove Indonesia tinggal 3,74 juta hektar (Anonim, 2004). Dari data di atas dapat diketahui bahwa kawasan hutan mangrove mengalami kemerosotan dari tahun ke tahun dalam pengelolaan yang bersifat lestari. Hal ini adalah suatu latar belakang perlunya partisipasi masyarakat dalam pelestarian kawasan mangrove di negara kita.


(23)

2.2.2 Permasalahan Hutan Mangrove

Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan suatu kekuatan dalam pelaksanaan konservasi kawasan hutan mangrove ( Arief, 2003). Di dalam undang-undang tersebut terdapat tiga aspek yang sangat penting, yaitu :

1. Perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dengan menjamin terpeliharanya proses ekologi bagi kelangsungan hidup biota dan keberadaan ekosistemnya.

2. Pengawetan sumber plasma nutfah, yaitu menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya, yang sesuai bagi kepentingan kehidupan umat manusia.

3. Pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan, baik berupa produksi dan jasa.

Adapun penyebab kerusakan mangrove yang kerap terjadi menurut Kusmana (1994) adalah : (1) Pencemaran oleh minyak dan logam berat, (2) Konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan lingkungan, seperti budidaya tambak udang dan ikan, lahan pertanian, pembuatan jalan raya, industri, produksi garam, penggalian pasir laut, dan (3) Penebangan/pemanenan hasil hutan secara berlebihan (Anonim, 2003).

Faktor-faktor pendukung penyebab kerusakan hutan mangrove adalah pengaruh dari pertumbuhan ekonomi yang memerlukan tersedianya sarana dan prasarana transportasi terutama jalan raya. Pembangunan industri, pelabuhan, terminal, dan prasarana lainnya merupakan indikator terjadinya peningkatan


(24)

aktivitas perekonomian. Peningkatan aktivitas perekonomian seperti ini ikut mempercepat terjadinya kerusakan hutan mangrove (Anonim, 2003).

Penyebab utama kerusakan hutan mangrove secara tak terkendali dimasa lalu ada dua penyebab utama yakni, karena ketidaktahuan kita tentang arti dan peranan yang sangat penting dari hutan mangrove bagi kehidupan, termasuk manusia, dan kurangnya penguasaan kita tentang teknik-teknik pengelolaan hutan mangrove yang ramah lingkungan (Bengen, 2000). Adapun cara-cara memanfaatkan hutan mangrove cenderung bersifat ekstruktif dan tidak mengindahkan asas-asas kelestariannya, terjadinya penebangan kayu mangrove secara semena-mena melebihi kemampuan regenerasinya (Sianipar, 2001).

2.2.3 Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Menurut Arimbi (1993) dalam Sianipar (2001), partisipasi merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu, dimana tujuan dimaksud adalah dikaitkan dengan keputusan atau tindakan yang lebih baik dalam menentukan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini partisipasi datang dari pola pandang masyarakat yang berada di desa penelitian, dengan tujuan pelestarian hutan mangrove. Bila dilihat secara umum kata partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan mengambil peran tertentu dalam kegiatan pelestarian kawasan mangrove. Sedangkan yang dimaksud dengan masyarakat adalah kelompok penduduk yang dapat dikategorikan menjadi masyarakat lokal, masyarakat swasta, dan masyarakat umum yang ada di desa penelitian (Debdikbud, 1989; dalam Sianipar, 2001 ).

Partisipasi masyarakat yang terjadi di Desa Paluh Sibaji diartikan sebagai suatu proses yang melibatkan masyarakat yang berada di desa itu dalam


(25)

pengambilan keputusan, perumusan, pelaksanaan, dan pengawasan kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan masyarakat yang mendukung kegiatan pelestarian hutan mangrove. Adapun asas partisipasi masyarakat yang dipakai adalah kebebasan berpendapat mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan secara rasional, efisien, tepat guna dan tepat sasaran. Sedangkan tujuan dari partisipasi itu adalah meningkatkan kualitas dan keefektifan kebijakan yang dirumuskan dan ditetapkan dalam membangun pemerintahan yang demokratis dan partisipatif. Tujuan lainnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan makna penting peran dan tanggung jawab bersama dalam menentukan masa depan kehidupannya khususnya pelestarian hutan mangrove, sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal maupun kebijakan nasional (Sudirman, 2005).

Untuk mewujudkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove sebaiknya ada keterlibatan aktif masyarakat secara sukarela dalam seluruh tahapan proses pembangunan bukan melalui para wakilnya. Dikatakan bahwa pengertian tersebut mengandung substansi pokok yaitu : (1) Partisipasi dalam perencanaan kegiatan; (2) Partisipasi dalam pelaksanaan keg iatan; (3) Partisipasi dalam penerimanmanfaat ; (4) Partisipasi dalam pemantuan dan evaluasi; (5) Partisipasi dalam menerima resiko (Mishra, 1984).

Partisipasi masyarakat juga dapat berupa suatu perwujudan dari proses intervensi pemerintah dalam kehidupan masyarakat dengan pemberian bantuan-bantuan yang bersifat stimulan/perangsang (Awang, 2002). Partisipasi secara kelompok ditunjukkan dengan wujud perpanjangan tangan pemerintah ke tingkat masyarakat desa dengan memanfaatkan pihak-pihak yang telah menjadi kekuatan


(26)

informal di desa itu . Berkaitan dengan perekonomian, partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi sekarang bukan lagi merupakan mau tidaknya masyarakat di desa itu ikut berpartisipasi, tapi sejauh mana masyarakat memperoleh manfaat dari program partisipasi itu (Soetrisno, 1995).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan palestarian hutan mangrove, terdiri dari tiga hal, yaitu : (1) Keadaan sosial masyarakat meliputi; pendidikan, tingkat pendapatan, kebiasaan, dan kedudukan sosial dalam sistem sosial, (2) Kegiatan program pembangunan meliputi; kegiatan pelestarian mangrove yang direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dalam waktu yang telah dijadwalkan. Hal ini dapat mengikutsertakan organisasi masyarakat, dan (3) Keadaan alam sekitar meliputi; faktor fisik atau keadaan geografis daerah yang ada pada lingkungan tempat hidup masyarakat (Amba, 1998).

Berdasarkan hasil penelitian Cut Yusnawati (2004), mengenai pengaruh sosial ekonomi masyarakat terhadap pemanfaatan hutan mangrove di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, bahwa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan hutan mangrove adalah adanya kesiapan, pengetahuan, dan penyuluhan masyarakat. Sedangkan faktor sosial ekonomi adalah pendapatan dan umur. Dapat dikatakan bahwa partisipasi masyarakat sangat memegang peranan penting dalam mempengaruhi penerapan faktor-faktor tersebut dalam pelestarian hutan mangrove. Menurut Cut Yusnita (2004), untuk merangsang dan memacu sikap partisipasi pada masyarakat tersebut, diperlukan penyuluhan-penyuluhan (bimbingan) kepada masyarakat, faktor pengetahuan dan kepatuhan hukum perlu ditingkatkan, serta dikenakan denda bagi pihak yang merusak kawasan hutan.


(27)

Adapun kerusakan pada kawasan mangrove sering ditimbulkan oleh kepentingan pribadi oleh masyarakat sekitar hutan mangrove itu sendiri. Baik tujuannya pembuatan tambak, penebangan kayu bakau untuk dijual, maupun pendirian pelabuhan seperti di Pantai Labu. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Tambunan (2004) mengenai pengelolaan hutan mangrove di Kabupaten Asahan, bahwa kerusakan yang paling parah adalah konversi lahan menjadi tambak. Melalui observasi Tambunan (2004), bahwa partisipasi masyarakat dalam perlindungan hutan mangrove, baik dalam perencanaan, sosialisasi, pengawasan, maupun evaluasi masih sangat rendah.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kondisi hutan mangrove yang ada saat ini berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini terlihat dari luas hutan mangrove yang mengalami penyusutan tiap tahunnya. Keadaan ini tidak terlepas dari kerusakan yang disebabkan oleh alam, dan terutama oleh manusia. Lestarinya kawasan hutan mangrove sangat dipengaruhi oleh aktifitas yang terjadi di sekitar hutan itu sendiri. Adapun aktifitas yang dapat membantu pelestarian hutan mangrove itu adalah adanya partisipasi masyarakat yang timbul secara berkelanjutan dalam pelestarian hutan mangrove.

Partisipasi masyarakat disekitar hutan mangrove sangat diperlukan untuk mensukseskan kegiatan pelestarian hutan mangrove. Oleh sebab itu sangat diperlukan masyarakat yang memiliki jiwa partisipasi yang tinggi. Namun tingkat partisipasi tiap-tiap masyarakat berbeda. Hal ini disebabkan oleh karakteristik individu tiap masyarakat tersebut berbeda-beda. Adapun karakteristik individu


(28)

masyarakat itu adalah umur, jumlah anggota keluarga, lama masa bermukim, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan.

Tingkat partisipasi masyarakat dapat dinilai dari tindakan-tindakan masyarakat dalam kegiatan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan di desa penelitian. Tindakan pelestarian itu dapat berupa kegiatan penanaman bibit (baik dari lembaga desa maupun individu masyarakat), kegiatan pemeliharaan hutan mangrove, pengawasan terhadap hutan mangrove, hingga pemanfaatan yang bersifat lestari. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar.2.

Hasil yang diharapkan dari adanya partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove adalah terciptanya kawasan hutan mangrove yang lestari. Keadaan ini juga akan memberikan pengaruh kepada lingkungan di sekitar hutan mangrove, dapat berupa manfaat ekologi (lingkungan), manfaat biologi, hingga manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan itu. Namun pada kenyataannya ada beberapa kendala yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. Kendala ini dapat menghambat partisipasi masyarakat untuk ikut dalam kegiatan pelestarian kawasan mangrove .


(29)

Keterangan : (Menyatakan hubungan)

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran

Tingkat

Partisipasi

Masyarakat

Tindakan

Pelestarian :

- Penanaman Bibit - Pemeliharaan - Pengawasan - Pemanfaatan

Bersifat Lestari

Hutan

Mangrove

Lestari

Karakteristik

Masyarakat

:

- Umur

- Jumlah Anggota Keluarga

- Lama Bermukim - Pendapatan - Pendidikan


(30)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Tingkat partisipasi masyarakat di Desa Paluh Sibaji terhadap pelestarian hutan mangrove adalah rendah.

2. Terdapat hubungan antara karakteristik masyarakat secara individu terhadap tingkat partisipasi dalam upaya pelestarian hutan mangrove, dimana :

a. Semakin tinggi umur masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove.

b. Semakin besar jumlah anggota keluarga masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove.

c. Semakin lama masa bermukim masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove.

d. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove. e. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka semakin tinggi


(31)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penetuan Daerah Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), karena Desa Paluh Sibaji memiliki kawasan hutan mangrove, dan pernah terdapat kegiatan penanaman bibit mangrove oleh pemerintah. Selain itu desa ini merupakan daerah yang dapat dijangkau bila dilihat dari adanya akses transportasi dan biaya untuk mendapatkan data di lokasi penelitian.

3.2 Metode Penarikan Sampel

Dalam penelitian ini, pemilihan sampel/responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan metode simple random sampling (acak sederhana). Adapun populasi dalam objek penelitian ini adalah penduduk yang bertempat tinggal di wilayah desa Paluh Sibaji dengan sampel yaitu masyarakat yang terpilih secara acak. Jumlah sampel ditetapkan dengan metode Slovin (Umar, 2004), yaitu :

n = N 1 + N (e2)

Keterangan :

n = Ukuran sampel penelitian (jiwa).

N = Ukuran populasi (jiwa).


(32)

Jadi, berdasarkan jumlah kepala keluarga tahun 2007 di desa Paluh Sibaji sebesar 690 dan e = 10%, diperoleh jumlah sampel sebesar :

n = 690 1 + 690 (0,12)

n = 87,34 = 87 Kepala Keluarga

Adapun data-data yang digunakan adalah data yang memiliki indikasi ada atau tidaknya partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di desa Paluh Sibaji. Data ini diperoleh dari hasil kuisioner dan wawancara langsung kepada sampel penelitian serta data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kehutanan, BPS, dan instansi lainnya. Adapun data-data yang diperlukan adalah :

1. Aspek karakteristik individu sampel ; umur, jumlah anggota keluarga, lama bermukim, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan.

2. Aspek partisipasi masyarakat yang meliputi; aktivitas mengikuti penyuluhan, penanaman, pengawasan, dan pemeliharaan baik atas kehendak sendiri maupun oleh pemerintah dalam pelestarian hutan mangrove.

3. Luas dan penyebaran hutan mangrove di Sumatera Utara dan Kabupaten Deli Serdang.

4. Jumlah penduduk Kecamatan Pantai Labu Tahun 2007, dan Desa Paluh Sibaji Tahun 2006.


(33)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode survei yang bersifat deskriptif korelasional serta observasi lapangan. Sedangkan data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan pengisian daftar pertanyaan (kuisioner) kepada pihak-pihak yang dikualifikasikan sebagai sampel, yaitu masyarakat yang berada di desa Paluh Sibaji.

Kuisioner tersebut meliputi pemahaman mengenai partisipasi dalam upaya pelestarian hutan mangrove, yaitu kegiatan atau aktivitas sampel mengikuti kegiatan penyuluhan, penanaman dan pemeliharaan hutan mangrove yang dilakukan lembaga desa maupun aktivitas penanaman dan pemeliharaan terhadap hutan mangrove yang dilakukan atas kehendak sendiri. Serta pemahaman akan kegiatan, kelembagaan, dan manfaat yang diperoleh dari hutan mangrove. Untuk pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperrti ; Dinas Kehutanan, Badan Pusat Statistik Kabupaten dan Kecamatan, internet, serta informasi lainnya dari tokoh-tokoh masyarakat yang ada di desa Paluh Sibaji. 3.4 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh dalam penelitian diolah dan ditabulasikan, kemudian dimasukkan ke dalam tabel dan dihitung frekuensi dan persentasenya sesuai dengan kriterianya. Tindakan terakhir penganalisisan dan dijabarkan hasilnya.

Penilaian rentang besaran tingkat partisipasi serta karakteristik atau kondisi setiap unsur pada masing-masing parameter yang diamati dilakukan dengan menggunakan skala Likert yang biasa digunakan untuk mengukur sikap


(34)

masyarakat dengan menggunakan ukuran ordinal (Nazir, 2005). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel.2.

Tabel 2. Skala Tingkat Partisipasi Responden

No.

Tingkat Partisipasi Responden

Pilihan Jawaban Terhadap Pertanyaan Skor 1

2 3 4 5

A B C D E

4 3 2 1 0

Untuk menafsirkan tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian hutan mangrove di desa Paluh Sibaji, maka dibuat rentang total nilai seperti Tabel.3.


(35)

Tabel 3. Indikator Tingkat Partisipasi Berdasarkan Rentang Skor

No. Rentang Persentase Skor Tingkat Partisipasi 1

2 3 4 5

81 – 100 61 – 80 41 – 60 21 – 40 0 – 20

Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah

Untuk menganalisis data dilakukan dengan analisis deskriptif korelasional dengan menggunakan uji Korelasi Peringkat Spearman (Nazir, 2005), dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

rs = 1 – 6 ∑ di2 N3 – N

Keterangan :

rs = Koefision Korelasi Spearman

di = Beda antara 2 pengamatan berpasangan N = Total pengamatan


(36)

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel

yang diteliti sebagai pengujian hipotesis digunakan uji t pada taraf α = 0,05

(Djarwanto, 1996) dengan rumus :

t = rs N - 2 1 - rs2

Keterangan :

t = Studen ( Taraf Signifikansi ) rs = Koefisien Korelasi Spearman N = Total Pengamatan

Dengan kriteria uji sebagai berikut : - H0 diterima apabila t-hitung < t-tabel - H1 diterima apabila t-hitung > t-tabel

Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut :

H0 : Tidak terdapat hubungan antara variabel individu masyarakat terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove.

H1 : Terdapat hubungan antara variabel individu masyarakat terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove.

Variabel individu masyarakat yang dikaji adalah : 1. Umur.

2. Jumlah anggota keluarga. 3. Lama masa bermukim.


(37)

4. Tingkat pendapatan. 5. Tingkat pendidikan.

Untuk memudahkan dalam mengolah dan menganalisis dalam penelitian ini, maka dipergunakan perangkat komputer dengan program SPSS for Windows.

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional 3.5.1 Defenisi

Untuk menghindari kesalahan pengertian dan defenisi yang berbeda-beda dalam mengartikan hasil penelitian ini, maka variabel yang diamati perlu didefenisikan secara khusus guna memberikan batasan-batasan terhadap setiap variabel yang diteliti sebagai berikut :

1. Partisipasi Masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove, dalam bentuk mengikuti kegiatan penyuluhan, penanaman, pemeliharaan, dan pengawasan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah desa maupun kehendak sendiri.

2. Karakteristik Individu, meliputi :

- Umur, adalah usia sampel yang dihitung dari tahun lahir sampai saat penelitian dilaksanakan dan dinyatakan dalam tahun.

- Pendidikan, adalah lama pendidikan formal yang diikuti oleh sampel yang dinyatakan dalam tahun.

- Tingkat Pendapatan, yaitu penghasilan rata-rata sampel setiap bulan yang diperoleh dari berbagai sumber.

- Lama Bermukim, yaitu lamanya sampel mulai tinggal di desa penelitian sampai saat penelitian dilaksanakan yang dinyatakan dalam tahun.


(38)

- Jumlah Anggota Keluarga, adalah banyaknya anggota keluarga yang ditanggung dalam satu keluarga.

3. Lain – lain :

- Pelestarian adalah suatu tindakan nyata untuk menjaga suatu keberadaan sumber daya alam tetap tersedia dalam kondisi yang tidak rusak.

- Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut, yakni tergenang pada waktu pasang dan bebas genangan pada waktu surut.

3.5.2 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah :

1. Daerah penelitian adalah Desa Paluh Sibaji Kecamatan Pantai Labu.

2. Penelitian yang dilakukan adalah Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan Mangrove.

3. Waktu penelitian adalah tahun 2008.

Indikator dan cara pengukuran setiap parameter yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat sesuai lampiran 1.


(39)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu yang berada di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Desa Paluh Sibaji berada dikawasan Pantai Timur Sumatera Utara, yang langsung menghadap ke Selat Malaka. Desa Paluh Sibaji memiliki 4 dusun, yaitu ; Dusun I, Dusun II, Dusun III, dan Dusun IV.

4.1.1 Keadaan Geografis

Secara geografis, Kecamatan Pantai Labu terletak di antara koordinat 20 57’ – 30 16 LU dan 980 37’ – 990 27’ BT. Berdasarkan batas administratif, Kecamatan Pantai Labu memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Selat Malaka

 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Pantai Cermin, Kab. Serdang Bedagai.

 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Beringin.

 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Batang Kuis.


(40)

4.1.2 Topografi

Keadaan topografi di wilayah lokasi penelitian adalah daerah pantai, dengan ketinggian 0 – 8 meter di atas permukaan laut yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka.

Faktor iklim yang berpengaruh besar terhadap wilayah pantai adalah curah hujan dan angin. Daerah Kecamatan Pantai Labu beriklim tropis dengan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau dengan suhu berkisar antara 230C s/d 340C. Kedua musim ini sangat dipengaruhi oleh angin laut yang membawa hujan dan angin gunung yang membawa panas dan lembab. Curah hujan yang menonjol di wilayah Kecamatan Pantai Labu adalah pada bulan Maret, April, September sampai bulan Desember. Sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Januari, Februari, Mei sampai bulan Agustus.

4.1.3 Luas Wilayah

Luas wilayah Kecamatan Pantai Labu adalah 81,85 Km2 atau 8.185 Ha, dan dalam administrasi pemerintah terdiri dari 19 Desa dan 76 Dusun, dimana salah satu desa dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu Desa Paluh Sibaji.

Khusus pemerintahan di Desa Paluh Sibaji, yang merupakan daerah penelitian memiliki luas wilayah 2, 06 Km2, terdiri dari 4 dusun dengan kepadatan penduduk rata-rata 1.672 jiwa/Km2. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel.4.


(41)

Tabel 4. Daftar Rincian Pemerintahan Kecamatan Pantai Labu Tahun 2007

No. D e s a

Luas ( Km2 )

Jumlah Penduduk

( Jiwa )

Jumlah Kepala Keluarga 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Bagan Serdang Binjai Bakung Denai Kuala Denai Lama

Denai Sarang Burung Durian

Kelambir Kubah Sentang

Paluh Sibaji

Pantai Labu Pekan Pantai Labu Baru Pematang Biara Perkebunan Ramunia Ramunia I Ramunia II Rantau Panjang Rugemuk Sei Tuan Tengah 1,63 3,11 4,50 2,67 3,13 11,58 3,92 1,28 2,06 7,02 1,10 4,04 8,43 3,05 1,33 4,70 3,00 14,10 1,20 1.411 1.630 2.187 2.497 2.877 5.077 2.177 1.158 3.445 4.281 824 3.552 2.362 842 2.453 2.490 2.574 1.154 990 322 348 419 532 612 988 408 260 690 805 172 712 482 176 555 551 563 240 193

Jumlah 81,85 43.981 9.028

Sumber : Badan Pusat Statistik Kecamatan Pantai Labu 2007

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana desa akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Semakin baik atau lengkap sarana dan prasarana pendukung maka akan mempercepat laju perkembangan desa tersebut. Sarana dan prasarana yang ada di Desa Paluh Sibaji dapat dilihat pada Tabel.5.


(42)

Tabel 5. Daftar Rincian Sarana dan Prasarana di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007

No. Uraian Jumlah

(unit)

1. Kantor Kepala Desa 1

2. Sekolah Dasar ( SD ) Negeri 1

3. Sekolah Dasar ( SD ) Swasta 1

4. SLTP Swasta 1

5. SLTA Swasta 1

6. Polindes 1

7. Posyandu 20

8. Mushollah 4

Jumlah 30

Sumber : Data Monografi Desa Paluh Sibaji 2007

Dari Tabel.7 di atas dapat diketahui bahwa fasilitas pendidikan yang tersedia adalah 2 unit SD (Sekolah Dasar), 1 unit SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), dan 1 unit SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Adapun sarana beribadah sudah cukup baik, hal ini terlihat dari adanya 4 unit mushollah. Untuk sarana kesehatan masyarakat tersedia 20 unit posyandu (pos pelayanan terpadu), dan 1 unit polindes (poliklinik desa), serta 1 unit kantor kepala desa.


(43)

4.1.5 Demografi

Keadaan penduduk di desa penelitian kebanyakan adalah nelayan, karena lokasi penelitian berada pada daerah pesisir pantai. Lokasi ini juga merupakan daerah pantai yang masih berada pada jalur hijau. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Tabel.6.

Tabel 6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paluh Sibaji Tahun 2006

Rentang Umur

( Tahun )

Jumlah Penduduk

Jiwa %

0 – 4 346 11,17

5 – 9 392 12,66

10 – 14 351 11,33

15 – 19 339 10,94

20 – 24 331 10,69

25 – 29 333 10,75

30 – 34 186 6,01

35 – 39 221 7,13

40 – 44 154 4,97

45 – 49 146 4,71

50 – 54 108 3,48

55 – 60 58 1,87

> 60 131 4.23

Jumlah 3096 100

Sumber : Data Monografi Desa Paluh Sibaji 2006

Dilihat dari data penduduk, maka didapat kelompok umur yang kurang produktif 0 – 14 tahun sebanyak 35,17 % ( 1089 jiwa ). Kemudian kelompok umur produktif 15 – 60 tahun sebanyak 60,59 % ( 1876 jiwa ). Dan kelompok umur tidak produktif > 60 tahun adalah 4,23 % ( 131 jiwa ). Dapat dilihat bahwa persentase usia muda pada Desa Paluh Sibaji tinggi, hal ini menggambarkan


(44)

bahwa pertumbuhan penduduk juga tinggi, dimana hal ini juga dapat mempengaruhi tingkat perkembangan desa itu sendiri.

4.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat yang bermukim di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu yang merupakan wilayah pemerintahan Kabupaten Deli Serdang. Adapun yang menjadi sampel adalah sebanyak 87 kepala keluarga yang diambil secara acak dengan mempergunakan metode simple random sampling (acak sederhana). Gambaran Umum responden mencakup karakteristik individu, yaitu ; umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, dan lama bertempat tinggal (bermukim). Secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut.

4.2.1 Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

Responden pada desa penelitian kebanyakan berusia produktif, dimana

sebagian besar bekerja sebagai nelayan .Adapun komposisi responden penelitian berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel.7.

Tabel 7. Komposisi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007

Rentang Umur

( Tahun )

Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga %

< 20 21 – 30

31 – 40 41 – 50 > 50

0 12 23 30 22

0 13,79 26,45 34,48 25,28

Jumlah 87 100


(45)

Karakteristik umur responden di Desa Paluh Sibaji adalah berbeda-beda. Ditemukan karakterisrik umur responden yang paling banyak secara umum adalah pada rentang umur 21 sampai > 50 tahun. Untuk rentang umur 21 – 30 tahun ada sebanyak 13,79 % ( 12 KK ). Umur 31 – 40 tahun sebanyak 26,45 % ( 23 KK ). Untuk rentang umur > 50 tahun ada sebanyak 25,28 % ( 22 KK ). Dan untuk rentang umur responden yang terbanyak berada pada rentang umur 41 – 50 tahun, yaitu sebesar 34,48 % ( 30 KK).

4.2.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Komposisi jumlah anggota keluarga yang dimaksud pada desa penelitian adalah jumlah anggota keluarga yang menetap dalam satu rumah tangga dan masih mendapat tanggungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.8.

Tabel 8. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007

Jumlah Anggota Keluarga

( Jiwa )

Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga %

< 2 2 – 3 4 – 5 6 – 7 > 7

0 14 33 21 19

0 16,09 37,93 24,13 21,83

Jumlah 87 100

Sumber Data : Data Primer, 2008

Komposisi jumlah anggota keluarga responden di Desa Paluh Sibaji rata-rata berada pada rentang < 2 sampai > 7 KK. Untuk jumlah anggota keluarga responden pada rentang 2 – 3 jiwa ada sebanyak 16,09 % ( 14 KK ). Untuk jumlah anggota keluarga responden pada rentang 4 – 5 jiwa ada sebanyak 37,93 % ( 33


(46)

KK ). Jumlah anggota keluarga responden pada rentang 6 – 7 jiwa ada sebanyak 24,13 % ( 21 KK ). Dan untuk jumlah anggota keluarga responden pada rentang >7 jiwa ada sebanyak 21,83 % ( 19 KK ).

Jadi, dapat dilihat bahwa jumlah anggota keluarga responden terbesar berada pada rentang 4 – 5 jiwa, yaitu 37,93 % ( 33 KK ). Dan untuk rentang jumlah anggota keluarga terkecil berada pada 2 - 3 jiwa, yaitu 16,09 % (14 KK).

4.2.3 Komposisi Responden Berdasarkan Lama Masa Bermukim

Komposisi responden berdasarkan lama masa bermukim adalah jumlah responden berdasarkan lama tinggal responden mulai dari tahun tinggal di desa sampai saat penelitian dilaksanakan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.9.

Tabel 9. Komposisi Responden Berdasarkan Masa Lama Bermukim di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007

Lama Bermukim

( Tahun )

Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga %

< 10 10 – 20 21 – 30 31 – 40 > 40

10 13 8 24 32

11,49 14,94 9,19 27,58 36,78

Jumlah 87 100

Sumber Data : Data Primer, 2008

Lama masa bermukim responden di Desa Paluh Sibaji adalah berbeda-beda. Ditemukan lama masa bermukim responden rata-rata secara umum adalah pada rentang < 10 sampai > 40 tahun. Untuk responden dengan lama masa bermukim < 10 tahun ada sebanyak 11,49 % ( 10 KK ). Untuk responden dengan


(47)

lama masa bermukim 10 – 20 tahun ada sebanyak 14,94 % ( 13 KK ). Untuk responden dengan lama masa bermukim 21 – 30 tahun ada sebanyak 9,19 % ( 8 KK ). Untuk responden dengan lama masa bermukim 31 – 40 tahun ada sebanyak 27,58 % ( 24 KK ). Dan untuk responden dengan lama masa bermukim > 40 tahun ada sebanyak 36,78 % ( 32 KK ).

Berdasarkan komposisi responden, banyak yang ditemukan sudah lama bermukim di Desa Paluh Sibaji, dapat dilihat dari masa lama bermukim responden terbesar pada rentang > 40 tahun, yaitu sebesar 36,78% ( 32 KK ). Sedangkan yang terkecil berada pada rentang 21 – 30 tahun, yaitu sebesar 9,19 % ( 8 KK ).

4.2.4 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Adapun komposisi responden berdasarkan tingkat pendapatan adalah jumlah responden berdasarkan penghasilan rata-rata yang diperoleh dalam satu bulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.10.

Tabel 10. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007

Tingkat Pendapatan

( Rp/Bulan )

Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga %

< 300.000 300.000 – 500.000 550.000 – 750.000 800.000 – 1.000.000

> 1.000.000

0 14 29 22 22

0 16,09 33,33 25,28 25,28

Jumlah 87 100

Sumber Data : Data Primer, 2008.

Secara umum komposisi tingkat pendapatan responden berada pada rentang Rp. 300.000 sampai > Rp. 1.000.000 per bulan. Responden dengan


(48)

tingkat pendapatan Rp. 300.000 sampai 500.000 adalah yang terkecil sebanyak 16,09 % ( 14 KK ). Responden dengan pendapatan Rp. 550.000 sampai Rp. 750.000 adalah yang terbesar, yaitu 33,33 % ( 29 KK ). Responden dengan pendapatan Rp. 800.000 sampai Rp. 1.000.000 ada sebesar 25,28 % ( 22 KK ). Dan responden dengan pendapatan > Rp. 1.000.000 ada sebesar 25,28 % (22 KK). Dapat dilihat rata-rata mata pencaharian responden di desa penelitian masih rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden hanya memiliki satu sumber pencaharian, yaitu sebagai nelayan.

4.2.5 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jumlah responden berdasarkan lama pendidikan formal yang pernah diikuti. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.11.

Tabel 11. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007

Tingkat Pendididkan Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga %

Tidak Sekolah SD – Tidak Tamat SD – Tamat SLTP – Tamat SLTA – Tamat Perguruan Tinggi

3 27 35 13 9 0

3,44 31,01 40,22 14,94 10,34

0

Jumlah 87 100

Sumber Data : Data Primer, 2008

Dari data responden dapat dilihat bahwa sebagian besar responden adalah tamatan SD ( sekolah dasar ) sebesar 40,22 % ( 35 KK ), dan terkecil adalah tidak


(49)

sekolah sebesar 3,44 % ( 3 KK ). Sedangkan yang tidak tamat SD ada sebesar 31,01 % ( 27 KK ), tamat tingkat SLTP sebesar 14,94 % ( 13 KK ), tamat tingkat SLTA sebesar 10,43 % ( 9 KK ), dan belum ada responden yang mengenyam pendididikan perguruan tinggi. Rendahnya mutu pendidikan para responden disebabkan kurangnya biaya untuk mengenyam pendidikan atau melanjut ke jenjang yang lebih tinggi. Sehingga belum ada responden yang mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi karena mereka lebih memilih ikut melaut dari pada bersekolah karena dengan begitu tenaga untuk melaut lebih besar sehingga dapat menangkap ikan lebih lama dilaut dan lebih banyak hasil tangkapannya.

4.2.6 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Untuk mengetahui komposisi responden berdasarkan jenis pekerjaan, dapat dilihat pada Tabel.12.

Tabel 12. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Paluh Sibaji Tahun 2007

Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk

Kepala Keluarga %

Nelayan Petani Peg. Swasta Pedagang PNS Lain-lain

67 3 12

2 1 2

77,01 3,44 13,79

2,29 1,15 2,29

Jumlah 87 100


(50)

Secara umum jenis pekerjaan responden sebagian besar adalah nelayan, yaitu sebesar 77,01 % ( 67 KK ). Petani sebesar 3,44 % ( 3 KK ), pegawai swasta 13,79 % ( 12 KK ), Pedagang 2,29 % ( 2 KK ), PNS 1,15 % ( 1 KK ), dan lain-lain sebesar 2,29 % ( 2 KK ). Banyak responden yang bekerja sebagai nelayan dapat dimaklumi, karena desa penelitian berada pada daerah pesisir pantai. Adapun jenis pekerjaan lainnya tidak begitu dominan ( menonjol ) dibandingkan pekerjaan nelayan. Pekerjaan selain nelayan ini dilakoni responden hanya sebagai sampingan atau karena responden tersebut memiliki kesempatan seperti modal yang cukup, sehingga mereka tidak harus melaut.


(51)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Tingkat Partisipasi Masyarakat Terhadap Pelestarian Hutan Mangrove

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove yang dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar sikap masyarakat dalam menanggapi keadaan lingkungan di sekitarnya terutama pada kawasan pesisir yang terdapat tumbuhan mangrove atau disebut hutan bakau. Dengan demikian akan diharapkan adanya pemanfaatan hutan mangrove atau apapun yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis dari hutan mangrove tersebut secara optimal dan lestari. Dalam kaitannya dengan pelestarian hutan mangrove maka yang menjadi indikator dari penelitian ini adalah karakteristik individu yang meliputi umur, jumlah anggota keluarga, masa lama bermukim, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan masyarakat yang ada di Desa Paluh Sibaji.

Secara keseluruhan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pelestarian hutan mangrove, yang dilihat dari aspek karakteristik individu masyarakat (umur, jumlah anggota keluarga, lama masa bermukim, tingkat pendapatan, dan tingkat pendidikan), diperoleh nilai tingkat partisipasinya pada taraf sedang, yaitu sebesar 49,78 %. Nilai ini diperoleh dari nilai rata-rata total skor tingkat partisipasi para responden yang telah diwawancarai sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 5e. Namun nilai ini berbeda dengan Hipotesis 1 yang menyatakan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Paluh Sibaji adalah rendah. Jadi H0 diterima dan H1ditolak, artinya Hipotesis 1 ditolak.


(52)

Pada perhitungan tingkat partisipasi ini, akan dianalisis kekuatan atau pengaruh dari karakteristik individu (yaitu ; umur, jumlah anggota keluarga, lama masa bermukim, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan) terhadap partisipasi yang diberikan oleh masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Paluh Sibaji. Untuk lebih jelasnya, perhitungan tingkat partisipasi dalam pelestarian hutan mangrove dapat dilihat pada analisis-analisis di bawah ini.

5.1.1 Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Umur

Untuk mengetahui analisis tingkat partisipasi berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel.13.

Tabel 13. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Umur Umur

( Tahun )

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Total S.Tinggi Tinggi Sedang Rendah S.Rendah

> 50 41 – 50 31 – 50 21 – 30 < 20

0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 5 (5,7%) 4 (4,6%) 4 (4,6%) 2 (2,3%) 0 (0%) 13 (14,9%) 21 (24,1%) 15 (17,2%) 8 (9,2%) 0 (0%) 4 (4,6%) 5 (5,7%) 4 (4,6%) 2 (2,3%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 22 (25,3%) 30 (34,5%) 23 (26,4%) 12 (13,8%) 0 (0%)

Jumlah 0 (0%) 15 (17,2%) 57 (65,5%) 15 (17,5%) 0 (0%) 87 (100%) Sumber Data : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2a-e), 2008.

Pada tabel ini dapat diketahui kategori umur > 50 tahun yang memiliki tingkat partisipasi ada sebanyak sebanyak 25,3 % (22 KK). Pada kategori umur 41-50 tahun yang memiliki tingkat partisipasi ada sebanyak 34,5 % (30 KK). Kategori umur 31-50 tahun yang memiliki tingkat partisipasi ada sebanyak 26,4 % (23 KK). Untuk kategori umur 21-30 tahun yang memiliki tingkat partisipasi ada sebanyak 13,8 % (12 KK).


(53)

Jadi dari hasil analisis tingkat partisipasi berdasarkan umur pada Tabel.13 dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang paling dominan ( menonjol ) adalah pada taraf sedang sebesar 65,5 % (57 KK). Dilihat dari rentang umur, rata-rata responden sedang berada pada usia produktif, sehingga ada kecendrungan tiap responden berkemampuan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan seperti pelestarian hutan mangrove.

5.1.2 Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Untuk mengetahui analisis tingkat partisipasi berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel.14.

Tabel 14. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Jlh.Ang.Kel

( Jiwa )

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Total S.Tinggi Tinggi Sedang Rendah S.Rendah

> 7 6 – 7 4 – 5 2 – 3 < 2

0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 4 (4,6%) 5 (5,7%) 5 (5,7%) 1 (1,1%) 0 (0%) 13 (14,9%) 10 (11,5%) 24 (27,5%) 10 (11,5%) 0 (0%) 2 (2,3%) 6 (6,9%) 4 (4,6%) 3 (3,4%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 19 (21,8%) 21 (24,1%) 33 (37,9%) 14 (16,09%) 0 (0%) Jumlah

0 (0%) 15 (17,5%) 57 (65,5%) 15 (17,5%) 0 (0%) 87 (100%) Sumber Data : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2a-e), 2008.

Pada tabel ini dapat diketahui bahwa keluarga yang berjumlah anggota keluarga > 7 jiwa, yang berpartisipasi sebanyak 21,8 % (19 KK). Pada keluarga dengan jumlah anggota keluarga 6-7 jiwa, yang berpartisipasi sebanyak 24,1 % (21 KK). Kategori yang berjumlah anggota keluarga 4-5 jiwa, yang berpartisipasi


(54)

sebanyak 37,9 % (33 KK). Sedangkan untuk kategori yang berjumlah anggota keluaga 2-3 jiwa, yang berpartisipasi sebanyak 16,09 % (14 KK).

Jadi dari hasil analisis tingkat partisipasi berdasarkan jumlah anggota keluarga pada Tabel.14 dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang paling dominan (menonjol) adalah pada taraf sedang sebesar 65,5 % (57 KK).

5.1.3 Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Lama Masa Bermukim

Untuk mengetahui analisis tingkat partisipasi berdasarkan lama masa bermukim dapat dilihat pada Tabel.15.

Tabel 15. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Lama Masa Bermukim M.Bermukim

( Tahun )

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Total S.Tinggi Tinggi Sedang Rendah S.Rendah

> 40 31 – 40 21 – 30 10 – 20 < 10

0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 5 (5,7%) 6 (6,9%) 2 (2,3%) 2 (2,3%) 0 (0%) 22 (25,3%) 16 (18,4%) 4 (4,6%) 8 (9,2%) 7 (8,04%) 5 (5,7%) 2 (2,3%) 2 (2,3%) 3 (3,4%) 3 (3,4%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 32 (36,8%) 24 (27,5%) 8 (9,2%) 13 (14,9%) 10 (11,5%)

Jumlah 0 (0%) 15 (17,5%) 57 (65,5%) 15 (17,5%) 0 (0%) 87(100%) Sumber Data : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2a-e), 2008.

Dari hasil tabulasi silang di atas diperoleh masyarakat yang bermukim > 40 tahun sebesar 36,8 % (32 KK). Untuk masyarakat yang bermukim 31-40 tahun sebesar 27,5 % (24 KK). Untuk masyarakat yang bermukim 21-30 tahun sebesar 9,2 % (8 KK). Sedangkan masyarakat yang bermukim 10-20 tahun sebesar 14,9 % (13 KK). Dan untuk masyarakat yang bermukim < 10 tahun sebesar 11,5 % (10


(55)

KK). Jadi dari hasil analisis tingkat partisipasi berdasarkan masa lama bermukim pada Tabel.15 dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang paling dominan (menonjol) adalah pada taraf sedang sebesar 65,5% (57 KK).

5.1.4 Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendapatan

Untuk mengetahui analisis tingkat partisipasi berdasarkan tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel.16.

Tabel 16. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendapatan T.Pendapatan

( Rp/Bulan )

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Total S.Tinggi Tinggi Sedang Rendah S.Rendah

> 1.000.000 800.000-1.000.000 550.000-750.000 300.000-500.000 < 300.000

0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 6 (6,9%) 1 (1,1%) 4 (4,6%) 2 (2,3%) 0 (0%) 14 (16,09%) 17 (19,5%) 22 (25,3%) 6 (6,9%) 0 (0%) 2 (2,3%) 4 (4,6%) 3 (3,4%) 6 (6,9%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 22 (25,3%) 22 (25,3%) 29 (33,3%) 14 (16,09%) 0 (0%) Jumlah

0 (0%) 13 (14,9%) 59 (67,8%) 15 (17,5%) 0 (0%) 87 (100%) Sumber Data : Diolah dari Data Primer (Lampiran 3a-e), 2008.

Dari hasil tabulasi silang pada Tabel.16 diperoleh masyarakat yang berpendapatan > Rp. 1.000.000 per bulan sebesar 25,3 % (22 KK). Untuk masyarakat yang berpendapatan Rp. 1.000.000 – Rp. 800.000 per bulan sebesar 25,3 % (22 KK). Sedangkan masyarakat berpendapatan Rp. 750.000 – Rp. 550.000 per bulan sebesar 33,3 % (29 KK). Dan untuk masyarakat berpendapatan Rp. 500.000 – Rp. 300.000 per bulan sebesar16,09 % (14 KK).


(56)

Jadi dari hasil analisis tingkat partisipasi berdasarkan tingkat pendapatan pada Tabel.16 dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang paling dominan (menonjol) adalah pada taraf sedang sebesar 67,8% (59 KK).

Dapat dilihat rata-rata mata pencaharian responden di desa penelitian masih rendah. Sering kali hasil tangkapan ikan para responden tidak menentu hasilnya, kadang-kadang banyak tapi lebih sering sedikit. Ini dikarenakan hasil produksi nelayan bergantung kepada kondisi alam (dipengaruhi alam), seperti keadaan angin, musim, ombak, hujan, dan lain-lain.

Oleh sebab itu masyarakat kurang peduli pada kegiatan pelestarian hutan mangrove. Mereka lebih memilih ikut melaut bersama keluarganya, karena dengan begitu tenaga untuk melaut lebih besar sehingga dapat menangkap ikan lebih lama dilaut dan lebih banyak hasil tangkapannya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar pula.


(57)

5.1.5 Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Untuk mengetahui analisis tingkat partisipasi berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel.17.

Tabel 17. Analisis Tingkat Partisipasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan T.Pendidikan

( Tahun )

Partisipasi Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Total S.Tinggi Tinggi Sedang Rendah S.Rendah

> 12 (Perg.Tinggi) 12 (Tamat SLTA) 9 (Tamat SLTP) 6 (Tamat SD) < 6

(Tidak Tamat SD)

0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (1,1%) 9 (10,3%) 5 (5,7%) 0 (0%) 0 (0%) 7 (8,04%) 29 (33,3%) 21 (24,1%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (1,1%) 10 (11,5%) 4 (4,6%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 9 (10,3%) 48 (55,2%) 30 (34,5%) Jumlah

0 (0%) 15 (17,5%) 57 (65,5%) 15 (17,5%) 0 (0%) 87 (100%) Sumber Data : Diolah dari Data Primer (Lampiran 2a-e), 2008.

Dari hasil tabulasi silang di atas diperoleh masyarakat yang mengenyam pendidikan 9 tahun sebesar 10,3 % (9 KK). Sedangkan masyarakat yang mengenyam pendidikan 6 tahun sebesar 55,2 % (48 KK). Dan masyarakat yang mengenyam pendidikan < 6 tahun sebesar 34,5 % (30 KK). Jadi dari hasil analisis tingkat partisipasi berdasarkan tingkat pendidikan pada Tabel.17 dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat partisipasi masyarakat yang paling dominan (menonjol) adalah pada taraf sedang sebesar 65,5% (57 KK).


(58)

5.2 Analisis Hubungan antara Karakteristik Individu Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi dalam Pelestarian Hutan Mangrove

Untuk melihat hubungan antara karakteristik individu masyarakat dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove dapat diketahui dengan korelasi Rank Spearman (rs) pada Tabel.18.

Tabel 18. Korelasi Rank Spearman antara Karakteristik Individu Masyarakat dengan Tingkat Partisipasi

Karakteristik Individu Masyarakat

Partisipasi

(rs)

Signifikansi (α = 0,05)

t-hitung t-tabel

1. Umur

2. Jumlah Anggota Keluarga 3. Lama Masa Bermukim 4. Tingkat Pendapatan 5. Tingkat Pendidikan

0,035 0,060 0,112 0,276 0,048 0,747 0,583 0,302 0,010 0,661 0,322 0,554 1,039 2,647 1,039 1,980 1,980 1,980 1,980 1,980

Sumber : Correlation Rank Spearman SPSS 15.0 (Lampiran 6)

5.2.1 Hasil Analisis Hubungan Umur dengan Tingkat Partisipasi

Dari hasil analisis hubungan umur dengan tingkat partisipasi pada Tabel.18 dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,035. Hubungan ini sangat lemah namun memiliki angka probabilitas sebesar 0,747

lebih besar dari α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % (artinya, Ho diterima).

Begitu juga jika dibandingkan angka hitung = 0,322 lebih kecil dari pada angka t-tabel (87 : 0,05) = 1,980.

Keadaan ini dapat diinterpretasikan bahwa variabel umur di desa penelitian tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. Meskipun korelasinya sangat lemah karena arahnya positif, maka dapat diartikan dengan bertambahnya umur,


(59)

seseorang akan dapat memberikan partisipasi meskipun kecil untuk ikut ambil bagian dalam pelestarian hutan mangrove.

Bila dilihat kenyataannya, variabel umur tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat partisipasi dalam pelestarian hutan mangrove, hal ini sejalan dengan pendapat Hartono dan Azis (1990) bahwa seseorang dikatakan matang atau dewasa untuk melakukan sesuatu aktivitas seperti pelestarian hutan mangrove tidak hanya diukur oleh umur, melainkan dilihat dari tingkat berfikirnya. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa umur mempunyai hubungan yang tidak signifikan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove di Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu.

5.2.2 Hasil Analisis Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Tingkat Partisipasi

Dari hasil analisis hubungan jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi yang ada pada Tabel.18 dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,060. Hubungan ini sangat lemah namun memiliki angka probabilitas sebesar 0,583 lebih besar dari α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % (artinya, Ho diterima). Dengan interpretasi bahwa jumlah anggota keluarga yang besar mempunyai peluang yang besar pula untuk turut berperan serta terhadap tingkat partisipasi. Meskipun korelasinya sangat lemah karena arahnya positif maka dapat diartikan dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga cendrung untuk memberikan partisipasi meskipun kecil. Begitu juga jika dibandingkan angka t-hitung = 0,554 lebih kecil dari pada angka t-tabel (87 : 0,05) = 1,980, yang artinya Ho diterima.


(60)

5.2.3 Hasil Analisis Hubungan Lama Masa Bermukim dengan Tingkat Partisipasi

Dari hasil analisis hubungan lama masa bermukim dengan tingkat partisipasi yang ada pada Tabel.18 dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,112. Hubungan ini lemah namun memiliki angka probabilitas

sebesar 0,302 lebih besar dari α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % (artinya, Ho

diterima). Dengan interpretasi bahwa lama masa bermukim seseorang di desa penelitian tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat partisipasi. Meskipun korelasinya lemah, namun karena arahnya positif maka dapat diartikan bahwa lama bermukim seseorang disuatu tempat yang cukup lama cenderung untuk memberikan partisipasi meskipun rendah. Begitu juga jika dibandingkan angka t-hitung = 1,039 lebih kecil dari pada angka t-tabel (87 : 0,05) = 1,980 yang artinya, Ho diterima.

5.2.4 Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Tingkat Partisipasi

Dari hasil analisis hubungan tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi yang ada pada Tabel.18 dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,276, hubungan ini lemah tetapi sangat signifikan pada taraf 0,05 dimana

probabilitasnya sebesar 0,010 lebih kecil dari α = 0,05 yang artinya hipotesis

alternative (H1) diterima. Hubungan ini signifikan dan arahnya positif, maka dapat diinterpretasikan bahwa tingkat pendapatan yang semakin tinggi di desa penelitian kemungkinan dapat membuat tingkat partisipasi semakin tinggi. Hubungan ini juga dapat dibuktikan dengan t-hitung = 2,647 lebih besar dari t-tabel (87 : 0,05) = 1,980.


(61)

Melihat signifikannya hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove, memberi implikasi bahwa semakin tinggi pendapatan akan semakin tinggi pula tingkat partisipasi yang diberikan. Hal ini sejalan dengan informasi dan pendapat yang diberikan oleh para responden (informasi ini merupakan hasil wawancara langsung peneliti di lapangan), terutama yang bekerja sebagai nelayan, bahwa hutan mangrove sangat membantu proses perkembangbiakan populasi ikan-ikan di lautan. Sehingga mempengaruhi jumlah hasil tangkapan ikan para nelayan. Jadi, para nelayan yang berpendapatan cukup tinggi akan memahami pentingnya hutan mangrove secara tidak langsung terhadap tingkat pendapatannya, sehingga mereka akan lebih peduli kepada pelestarian hutan mangrove itu sendiri.

5.2.5 Hasil Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi

Dari hasil analisis hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi yang ada pada Tabel.18 dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (rs) sebesar 0,048. Hubungan ini lemah namun memiliki angka probabilitas sebesar 0,661

lebih besar dari α = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % (artinya, Ho diterima).

Dengan interpretasi bahwa tingkat pendidikan seseorang di desa penelitian tidak mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat partisipasi. Meskipun korelasinya lemah, namun karena arahnya positif maka dapat diartikan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan seseorang di desa penelitian cenderung untuk memberikan partisipasi meskipun rendah. Begitu juga jika dibandingkan angka t-hitung = 1,039 lebih kecil dari pada angka t-tabel (87 : 0,05) = 1,980 yang artinya, Ho diterima.


(62)

5.3 Kendala-Kendala yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan Pelestarian Hutan Mangrove di Desa Paluh Sibaji.

Adapun beberapa kendala yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove adalah :

- Kurangnya waktu yang dimiliki oleh masyarakat dapat memicu rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian hutan mangrove. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih banyak menggunakan waktunya di laut untuk menangkap ikan, guna memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya yang cukup banyak. Sehingga masyarakat lebih cenderung memakai waktu untuk pekerjaan mereka sehari-hari ketimbang ikut ambil bagian dalam pelestarian hutan mangrove, baik oleh inisiatif sendiri maupun atas dorongan lembaga desa.

- Ketidaktersediaan lembaga desa yang menangani hutan mangrove, baik penyediaan bibit, pengetahuan/informasi tentang mangrove, hingga penyediaan penyuluh-penyuluh yang berkompeten di bidang mangrove (bakau). Hal ini sangat mempengaruhi kegiatan pelestarian hutan mangrove itu sendiri. Dimana sebagian besar masyarakat belum memahami arti penting hutan mangrove dan bagaimana cara yang benar dalam kegiatan pelestariannya. Oleh sebab itu sangat diperlukan adanya lembaga yang menangani dan memberikan penyuluhan mengenai hutan mangrove.


(1)

MOHON DIISI DENGAN KEADAAN SEBENARNYA

LINGKARILAH HURUF SESUAI DENGAN PENDAPAT BAPAK/IBU

I. KARAKTERISTIK INDIVIDU

1. Nama Responden : ……….. 2. Alamat : ………... Desa : ……….. Kecamatan : ……….. 3. Umur/Tgl. Lahir : ………..tahun / ……… 4. Jumlah Anggota Keluarga : ………..Orang

5. Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan

6. Suku Bangsa/Etnis : ………..

7. Agama : ………..

8. Lama tinggal di desa : ………...tahun 9. Pendidikan

a. Tidak Sekolah

b. SD/Sederajat : sampai kelas………. c. SLTP/Sederajat : sampai kelas………. d. SLTA/Sederajat : sampai kelas………. e. Akademi/Universitas/Perguruan Tinggi

10. Pekerjaan Utama : a. PNS d. Pegawai Swasta b. Petani e. Pedagang c. Nelayan f. Lain-lain 11. Berapakah penghasilan Utama Bapak/Ibu rata-rata dalam 1 bulan ?

Jawaban : Rp………

12. Pekerjaan Sampingan : 1……… 2………

13. Berapakah penghasilan Sampingan Bapak/Ibu rata-rata dalam 1 bulan ? Jawaban : Rp………


(2)

II. PARTISIPASI MASYARAKAT

1. Apakah Bapak/Ibu mengenal dan mengerti apa yang dimaksud dengan hutan bakau (mangrove) ?

a. Ya b. Tidak

2. Bagaimana penilaian (pendapat) Bapak/Ibu mengenai kondisi hutan bakau (mangrove) di desa ini ?

a. Sangat Baik d. Mulai rusak b. Masih baik e. Rusak sama sekali c. Kurang baik

3. Kalau pernah ,apakah Bapak/Ibu pernah menanam hutan bakau (mangrove) atas kehendak Bapak/Ibu sendiri ?

a. Sangat sering ( > 6 kali setahun ) d. Jarang ( 1 kali setahun ) b. Sering ( 4-5 kali setahun ) e. Tidak pernah

c. Agak jarang ( 2-3 kali setahun )

4. Menurut Bapak/Ibu, apakah kegiatan tersebut berhasil dilaksanakan guna melestarikan hutan bakau ?

a. Sangat berhasil d. Kurang berhasil b. Baik/Berhasil e. Tidak berhasil c. Ragu-ragu

5. Setelah penanaman, berapa kali Bapak/Ibu pernah melakukan kegiatan pemeliharaan hutan bakau (mangrove) atas kehendak Bapak/Ibu sendiri ?

a. Sangat sering ( > 6 kali sebulan ) d. Jarang ( 1 kali sebulan ) b. Sering ( 4-5 kali sebulan ) e. Tidak pernah

c. Agak jarang ( 2-3 kali sebulan )

6. Apakah Bapak/Ibu pernah melakukan kegiatan pengawasan (menjaga) terhadap hutan bakau, terutama penebangan kayu bakau di daerah tersebut ?

a. Sangat sering ( > 6 kali sebulan ) d. Jarang ( 1 kali sebulan ) b. Sering ( 4-5 kali sebulan ) e. Tidak pernah


(3)

7. Bila ada kelembagaan lain yang mengadakan kegiatan mengenai penanaman, penyuluhan, dan pemeliharaan hutan bakau, berapa kali lembaga tersebut melakukan kegiatan tersebut?

a. Sangat sering ( > 6 kali setahun ) d. Jarang ( 1 kali setahun ) b. Sering ( 4-5 kali setahun ) e. Tidak pernah

c. Agak jarang ( 2-3 kali setahun )

8. Siapa sajakah yang ikut dalam kegiatan yang diadakan oleh lembaga tersebut ? a. Seluruh anggota masyarakat dengan staf lembaga

b. Sebagian anggota masyarakat dengan staf lembaga c. Seluruh anggota masyarakat saja

d. Sebagian anggota masyarakat saja

e. Tidak melibatkan masyarakat (hanya staf lembaga saja)

9. Bagaimana penilaian Bapak/Ibu tentang kegiatan yang dilakukan oleh lembaga tersebut dalam upaya pelestarian hutan bakau ?

a. Sangat berhasil d. Kurang berhasil b. Baik/Berhasil e. Tidak berhasil c. Ragu-ragu

10. Apakah dengan mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut, dan mengetahui fungsi, serta manfaat hutan bakau, dapat mendorong Bapak/Ibu untuk melestarikan hutan mangrove ?

a. Sangat setuju d. Kurang setuju b. Setuju e. Tidak setuju c. Ragu-ragu

11. Bila pernah, berapa kali Bapak/Ibu pernah mengambil hasil ( manfaat), seperti ikan dan kayu dari hutan bakau ?

a. Sangat sering ( > 6 kali sebulan ) d. Jarang ( 1 kali sebulan ) b. Sering ( 4-5 kali sebulan ) e. Tidak pernah

c. Agak jarang ( 2-3 kali sebulan )

12. Apakah pengambilan hasil (manfaat) dari hutan bakau tersebut dapat membantu mata pencaharian (pendapatan) Bapak/Ibu sehari-hari ?


(4)

13. Mengingat hutan bakau sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan kelestarian mahluk hidup perairan lainnya, maka hutan bakau perlu dijaga dan dilestarikan. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang hal ini ?

a. Sangat setuju d. Kurang setuju b. Setuju e. Tidak setuju c. Ragu-ragu

14. Apakah Bapak/Ibu pernah ikut serta dalam pertemuan lembaga/organisasi pengelolaan dan penyuluhan (pelestarian) hutan bakau di tempat tinggal Bapak/Ibu ?

a. Sangat sering ( > 6 kali setahun ) d. Jarang ( 1 kali setahun ) b. Sering ( 4-5 kali setahun ) e. Tidak pernah

c. Agak jarang ( 2-3 kali setahun )

15. Selain kegiatan penyuluhan, berapa kali diadakan kegiatan penanaman bakau/mangrove ?

a. Sangat sering ( > 6 kali setahun ) d. Jarang ( 1 kali setahun ) b. Sering ( 4-5 kali setahun ) e. Tidak pernah

c. Agak jarang ( 2-3 kali setahun )

16. Berapa banyak bibit/anakan yang pernah Bapak/Ibu tanam ? a. > 800 bibit d. 299- 1 bibit b. 800-600 bibit e. Tidak pernah c. 599-300 bibit

17. Berapa kali Bapak/Ibu pernah ikut serta dalam pelaksanaan pencegahan penebangan hutan bakau ?

a. Sangat sering ( > 6 kali sebulan ) d. Jarang ( 1 kali sebulan ) b. Sering ( 4-5 kali sebulan ) e. Tidak pernah


(5)

18. Apakah Bapak/Ibu setuju jika masyarakat diwajibkan secara aktif untuk ikut dalam pencegahan penebangan hutan bakau ?

a. Sangat setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu

19. Apakah Bapak/Ibu setuju jika diadakan pemeliharaan hutan bakau secara rutin dan terjadwal oleh segenap masyarakat yang ada di daerah hutan bakau ? a. Sangat setuju d. Tidak setuju

b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu

20. Apakah Bapak/Ibu setuju jika ada pihak atau masyarakat yang menebang pohon bakau dan membuat tambak ikan tanpa memperhatikan kondisi hutan bakau, dikenai hukuman (sanksi) dari pemerintah dan masyarakat ?

a. Sangat setuju d. Tidak setuju b. Setuju e. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu

21. Apakah Bapak/Ibu setuju jika diajak atau direkrut menjadi anggota dalam pemeliharaan dan penanaman bibit bakau (mangrove) oleh pemerintah setempat ?

a. Sangat setuju d. Kurang setuju b. Setuju e. Tidak setuju c. Ragu-ragu

22. Apakah Bapak/Ibu setuju jika pemerintah mempunyai hak untuk mengelola hutan bakau secara penuh dengan mengikutsertakan masyarakat setempat di daerah hutan bakau itu ?

a. Sangat setuju d. Kurang setuju b. Setuju e. Tidak setuju c. Ragu-ragu


(6)

23. Apakah Bapak /Ibu setuju jika masyarakat diwajibkan untuk ikut dalam pengelolaan hutan bakau secara lestari di desa ini ?

a. Sangat setuju d. Kurang setuju b. Setuju e. Tidak setuju c. Ragu-ragu

24. Apakah Bapak/Ibu setuju jika pemerintahan desa membentuk organisasi khusus mengenai pemeliharaan dan pengawasan hutan bakau, dimana anggotanya terdiri dari masyarakat desa ?

a. Sangat setuju d. Kurang setuju b. Setuju e. Tidak setuju c. Ragu-ragu

25. Apakah Bapak/Ibu setuju dengan menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal dapat melestarikan hutan bakau yang ada di sekitar pantai ?

a. Sangat setuju d. Kurang setuju b. Setuju e. Tidak setuju c. Ragu-ragu