Perilaku Caring Perawat dalam Merawat Pasien Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Prof.Dr.Muh.Ildrem Provsu

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Skizofrenia
2.1.1. PengertianSkizofrenia
Menurut Faisal (2008), penyakit skizofreniaartinya kepribadian yang terpecah
antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam artian apa yang dilakukan tidak sesuai
dengan pikiran dan perasaannya. Secara spesifik skizofrenia adalah orang yang
mengalami gangguan emosi, pikiran, dan perilaku.
Skizofrenia adalah gangguan mental yang sangat berat. Gangguan ini ditandai
dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,
gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti menurunnya minat dan
dorongan, berkurangnya keinginan bicara dan miskinnya isi pembicaraan, afek yang
datar, sreta terganggunya relasi personal (Strauss et al, dalam Gabbard, 1994 dalam
Arif, 2006).
2.1.2. Penyebab Skizofrenia
Luana (2007) menjelaskan penyebab dari skizofrenia dalam model diathesisstres, bahwa skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan lingkungan.
Pengelompokan penyebab skizofrenia, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. Faktor Biologi
Bayi laki-laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering mengalami
skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan kerentanan seseorang terhadap
skizofrenia.
1) Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan saraf pusat akibat infeksi virus pernah
dilaporkan pada orang dengan skizofrenia. Penelitian mengatakan bahwa
terpapar infeksi virus pada trimester kedua kehamilan akan meningkatkan
seseorang menjadi skizofrenia.
2) Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neutransmiter pertama berkontribusi terhadap gejala
skizofrenia.Hampir semua obat antipsikotik baik tipikal maupun antipikal
menyekat dopamin D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di system
dopaminergik maka gejala psikotik diredakan.Berdasarkan gejala diatas
dikemukakan

bahwa

gejala-gejala


skizofrenia

disebabkan

oleh

hiperaktivitas system dopaminergik.
3) Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak mendpatkan perhatian adalah
sistem limbik dan ganglia basalis.Otak pada penderita skizofrenia terlihat
sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel terlihat melebar,
penurunan masa abi-abu dan beberapa area terjadi peningkatan maupun
penurunan aktivitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan

Universitas Sumatera Utara

otak di temukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul
pada masa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada
trauma otak setelah lahir.
b. Faktor Genetika

Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1%
dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan
derajat pertama seperti orang tua, kakak laki-laki ataupun perempuan dengan
skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti
paman, bibi, kakek/nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan
populasi umum.Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita
skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%.Anak dan kedua orang tua yang
skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
Penyebab dasar pastinya skizofrenia sampai sekarang belum
diketahui.Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh/
faktor yang mempercepat yang menjadikan manifestasi/ faktor pencetus
seperti penyakit badaniah/ stress psikologis.
2.2.Konsep Perilaku
2.2.1. Pengertian Perilaku
Menurut (Kartini Kartono, 1981 dalam Pieter 2011) perilaku adalah kumpulan
dari reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan dari gerakan, tanggapan atau jawaban yang
dilakukan seseorang, seperti berfikir, bekerja, danrelasi seksual.Jadi, inti reaksi
perilaku manusia berupa kegiatan kognitif, afektif, dan motorik yang saling

Universitas Sumatera Utara


berhubungan satu dengan lainnya.Apabila salah satu dari aspek perilaku mengalami
hambatan, maka aspek perilaku lainnya juga terganggu.
Perilaku

merupakan

totalitas

dari

penghayatan

dan

aktivitas

yang

memengaruhi perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat dan daya fantasi seseorang.

Meskipun perilaku adalah totalitas respons, namun pada kenyataannya tidak semua
stimulus akan menghasilkan respons, tetapi juga tergantung karakter kepribadian
seseorang (Notoatmodjo, 2007 dalam Pieter, 2011).
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah totalitas penghayatan dan
reaksi seseorang reaksi seseorang yang langsung terlihat atau yang tidak tampak.
Timbulnya perilaku akibat interelasi dari stimulus internal dan eksternal yang
diproses melalui proses pembelajaran dan penguatan yang melibatkan komponen
kognitif, afektif, dan motorik.
2.2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku manusia ditinjau dari tingkat kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku (behavior causes)
dan faktor diluar perilaku (non-behavior causes) ( Notoatmodjo, 2003). Selanjutnya
perilaku itu sendiri ditentukan oleh 3 faktor, yaitu: (a) Faktor- faktor predisposisi
(predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. (b) Faktor- faktor pendukung (enabling
factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitasfasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat
kontrasepsi, jamban, dan sebagainya. (c) Faktor- faktor pendorong (reinforcing

Universitas Sumatera Utara


factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas
yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu
disebabkan oleh faktor-faktor tersebut.Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu.
Namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu
seperti teori diatas, bahkan di dalam praktik sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya,
seseorang dapat berperilaku positif, meskipun pengetahuan

dan sikapnya masih

negatif.
2.3. Konsep Caring
2.3.1. PengertianCaring
Caring adalah sentral praktik keperawatan, yang merupakan suatu cara yang
dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya terhadap
pasien. Hal ini adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga pertanggungjawaban
hubungan antara perawat-pasien, dimana perawat harus mampu mengetahui dan
memahami tentang kebiasaan manusia dan respon manusia terhadap masalah
kesehatan yang sudah atau berpotensi akan timbul (Watson, 1979). Caring
didefenisikan sebagai suatu cara pemeliharaan yang berhubungan dengan menghargai

orang lain, disertai perasaan memiliki tanggung jawab (Potter&Perry, 2009).Caring
memberikan sebuah hubungan dan mewakili sekelompok partisipan misalnya caring
terhadap hubungan keluarga, hubungan pertemanan, hubungan dengan pasien
(Benner dan Wrubel, 1989 dalam Potter & Perry, 2009). Hal ini merupakan sentral
yang akan menghasilkan kemungkinan untuk beradaptasi, kemampuan untuk

Universitas Sumatera Utara

berkomunikasi dengan sesame dan perhatian terhadap sesame, serta mau memberi
dan menerima bantuan (Chinn & Kramer, 2004 dalam Potter & Perry, 2009). Perawat
perlu mengetahui kebutuhan individu, bagaimana responnya terhadap sesamanya,
kekuatan serta keterbatasan pasien dan keluarganya.Selain itu, perawat membantu
serta memberikan perhatian serta empati kepada pasien dan keluarganya.Caring
mewakili semua faktor yang digunakan perawat untuk memberikan pelayanan kepada
pasien (Watson, 1987 dalam Potter & Perry, 2009).
Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berfikir,
merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring memfalitasi kemampuan
perawat untuk mengenali klien, membuat perawat mengetahui masalah klien dan
mencari serta melaksanakan solusinya, juga sebagai bentuk dasar dari praktek
keperawatan dan juga sebagai struktur mempunyai implikasi praktis untuk mengubah

praktek keperawatan (Potter & Perry, 2009).Selain itu Watson (1979) juga
mengungkapkan caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara
pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai
manusia, dengan demikian mempengaruhi kesaggupan pasien untuk sembuh.Caring
melibatkan keterbukaan, komitmen, dan hubungan perawat dengan pasien (Potter &
Perry, 2009).
Caring sulit untuk didefinisikan karena memiliki banyak makna : sebagai kata
benda atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, sebagai sikap atau
perilaku (Berger & Williams, 1992). Meskipun demikian, pakar-pakar keperawatan
banyak yang telah melakukan pendekatan-pendekatan umtuk mendefinisikan dan

Universitas Sumatera Utara

menjabarkan perilaku caring. Sedangkan perilaku caring perawat adalah suatu
perilaku yang meliputi seperti : mendengarkan penuh perhatian, hiburan, kejujuran,
kesabaran, tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat membuat
keputusan (Watson, 2007).Caring juga sebagai sebuah proses interpersonal esensial
yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran yang spesifik dalam sebuah
cara dengan menyampaikan ekspresi emosi-emosi tertentu (Griffin, 1983 dalam
Meiliya & Widyawati, 2008). Aktivitas tersebut menurut Griffin meliputi membantu,

menolong, dan melayani orang yang mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini
dipengaruhi oleh hubungan antara perawat dengan pasien. Emosi menyukai dan kasih
sayang ditawarkan secara sementara sebagai respon afektif penting yang
diekspresikan melalui hubungan ini.
Leininger pada tahun 1981 berpendapat bahwa caring adalah kompenen
umum dalam keseluruhan pelayanan keperwatan, dan tanpa perilaku ekspresi, dan
aktifitas terapeutik caring, pelayan keperawatan menjadi tidak lengkap, tidak adekuat
dan dapat dipertanyakan. Pada tahun 1977 leininger (Leininger, 1977 dalam Meiliya
& Widyawati, 2008) mendefinisikan caring yaitu merujuk pada pemberian asuhan
yang langsung (maupun tidak langsung) dan aktifitas yang memerlukan keterampilan
penuh, proses, dan keputusan dalam mendampingi seseorang dengan cara
merefleksikan atribut-atribut perilaku seperti kenyamanan, dukungan, kasih sayang,
empati, perilaku menolong secara langsung, koping, pengurangan, stres yang spesifik,
sentuhan,

pengsuhan,

bantuan,

pengawasan,


perlindungan,

pemulihan,

stimulasi,npemeliharaan kesehatan, pendidikan kesehatan, dan konsultasi kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Pengertian Perilaku Caring Perawat
Perilaku caring adalah suatu tindakan yang didasari oleh kepedulian, kasih
sayang, keterampilan, empati, tanggung jawab, sensitif, dan dukungan.Perilaku caring
perawat sangat penting dalam memenuhi kepuasan pasien, hal ini menjadi salah satu
indikator kualitas pelayanan di sebuah rumah sakit.Perawat adalah orang yang
menjadi salah satu kunci dalam memenuhi kepuasan pasien.Oleh karena itu, perilaku
caring perawat dapat memberikan pengaruh dalam pelayanan yang berkualitas kepada
pasien (Prompahakul, Nilmanat, & Kongsuwan, 2011).
2.3.3. Faktor-faktor Pembentuk Caring
Menurut Watson (2007), fokus utama dari keperawatan adalah faktor-faktor
caratif yang bersumber dari perspektif humanistik yang dikombinasikan dengan dasar

penegetahuan ilmiah. Watson kemudian mengembangkan sepuluh faktor caratif
tersebut untuk membantu kebutuhan tersebut dari pasien dengan tujuan terwujudnya
integritas fungsional secara utuh dengan terpenuhinya kebutuhan biofisik, psikososial
dan kebutuhan interpersonal (dikutip dari Dwidiyanti, 1998).
Kesepuluh faktor caratif tersebut adalah :
1. Pembentukan system nilai humanistik – altruistik.
Pembentukan sistem humanistik – altruistik mulai berkembang di usia dini
dengan nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini menjembatani
pengalaman hidup seseorang dan mengantrakan kearah kemanusiaan. Perawatan yang
berdasarkan

nilai-nilai humanistik dan altruistik dapat dikembangkan melalui

penilaian terhadap pandangan diri seseorang, kepercayaan, interkasi dengan berbagai

Universitas Sumatera Utara

kebudayaan dari pengalaman pribadi. Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan
diri perawat yang kemudian akan meningkatkan sikap altruistik. Melalui sistem nilai
humanistik dan altruistik ini perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu
memberikan sesuatu kepada klien (Watson, 2007).
2.

Menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan.
Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi psoses karatif maupun

kuratif.Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien jika pengobatan
modern tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan spiritual. Dengan
menggunakan faktor karatif ini akan tercipta perasaan lebih baik melalui kepercayaan
dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang secara individu (Watson,
1979).

Perawat

memberikan

kepercayaan

dengan

cara

memfasilitasi

dan

meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Dalam hubungan perawat-klien
yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis, harapan, dan kepercayaan.Di
samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan
kesehatan (Kozier & Erb, 1985).
3. Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain.
Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia
sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan, murni dan bersikap wajar pada orang lain.
Pengembangan perasaan ini akan membawa pada aktualisasi diri melalui penerimaan
diri antara perawat dan klien. Perawat yang mampu mengenali dan mengekspresikan
perasaannya akan lebih mampu untuk membuat orang lain mengekspresikan perasaan
mereka (Watson,1979).

Universitas Sumatera Utara

Pengembangan kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengeksplorasi
kebutuhan perawat untuk mulai merasakan suatu emosi yang muncul dengan
sendirinya. Hal itu hanya dapat berkembang melalui perasaan diri seseorang yang
peka dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika perawat berusaha meningkatkan
kepekaan dirinya, maka ia akan lebih autentik (tampil apa adanya). Autentik akan
menambah pertumbuhan diri dan aktualisasi diri baik bagi perawat sendiri maupun
bagi orang-orang yang berinteraksi dengan perawat itu (Watson, 1979).
4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu
Pengembangan hubungan saling percaya

antara perawat danklien adalah

sangat krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya akan meningkatkan
dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Pengembangan hubungan saling
percaya menerapkan

bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam

keperawatan.Karakteristik faktor ini adalah kongruen, empati, dan ramah. Kongruen
berarti menyatakan apa adanya dalam berinteraksi dan tidak menyembunyikan
kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti
perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif
terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan
suara, sikap terbuka, ekpresi wajah dan lain-lain.
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.
Perawat menyediakan dan mendengarkan semua keluhan dan perasaan
klien.Berbagi perasaan merupakan pengalaman yang cukup beresiko baik bagi
perawat maupun klien.Perawat harus siap untuk ekspresi perasaan positif maupun

Universitas Sumatera Utara

negatif bagi klien.Perawat harus menggunakan pemahaman intelektual maupun
emosional pada keadaan yang berbeda (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey,
1994; kozier & Erb, 1985).
6. Menggunakan problem-solving yang sistematik dalam mengambil keptusan.
Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan
pendekatan asuhan kepada klien, sehingga akan mengubah gambaran tradisional
perawat sebagai “pembantu” dokter. Proses keperawatan adalah proses yang
sistematik, dan terstruktur seperti halnya proses penelitian (Watson, 1979).
7. Meningkatkan belajar-mengajar seacara interpersonal.
Faktor ini adalah konsep yang penting dalam keprerawatan, yang
memebedakan antara caring dan curing.Perawat memberikan informasi kepada klien.
Perawat bertanggung jawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien. Perawat
memfasilitasi proses belajar mengajar yang didesain untuk memampukan klien
memenuhi kebutuhan pribadinya, memberikan asuhan mandiri, menetapkan
kebutuhan personal klien (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994; kozier
& Erb, 1985).
8. Menciptakan

lingkungan

fisik,

mental,

sosiokultural,

spiritual

yang

mendukung.
Perawat yang mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien
terhadap keehatan dan kondisi penyakit klien.Konsep yang relavan terhadap
lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mntal dan spiritual, dan
kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu.Sedangkan lingkungan eksternal

Universitas Sumatera Utara

mencakup variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan, kebersihan dan
lingkungan yang astetik.Karena klien bisa saja mengalami perubahan baik dari
lingkungan internal maupun eksternal, maka perawat harus mengkaji dan
memfasilitasi kemampuan klien untuk beradaptasi dengan perubahan fisik, mental,
dan emosional.
9. Memberikan bantuan dan pemenuhan kebutuhan manusia.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik,
psikososial, psikofisikal, dan interpersonal klien.Pemenuhan kebutuhan yang paling
mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya.Nutrisi,
eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang paling
rendah.Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi, dan
aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi (Watson,
1979).
10. Terbuka pada eksistensial fenomenologikal
Faktor ini bertujuan agar penyembuhan diri dan kematangan diri dan jiwa
klien dapat dicapai.Terkadang klien perlu dihadapkan pada pengalaman / pemikiran
yang bersikap proaktif.Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih
mendalam tentang diri sendiri.Diakuinya faktor ini dalam ilmu keperawatan
membantu perawat untuk memahami jalan hidup seseorang dalam menemukan arti
kesulitan hidup.Karena adanya dasar yang irasioanl dalam menemukan arti kesulitan
hidup.Karena adanya dasar yang irasioanal tentang kehidupan, penyakit dan

Universitas Sumatera Utara

kematian, perawat menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh
kekuatan atau daya untuk menghadapi kehidupan atau kematian (Watson, 1979).
2.4. Studi Fenomenologi
Fenomenologi berfokus pada apa yang dialami oleh manusia pada beberapa
fenomena dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut. Penelitian dalam
pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap
orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Polit & Beck, 2012 hal 494).
Didalam studi fenomenologi menurut (Polit & Beck, 2012 hal 496) sumber
data utama berasal dari perbincangan yang cukup dalam (in-depth interview) antara
peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan
pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi.Melalui perbincangan yang cukup
dalam menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan.
Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat tidaklah
banyak.Jumlah partisipan dari penelitian ini adalah 10 orang atau lebih sedikit.
Partisipan yang terlibat dalam penelitian akan dipilih dengan menggunakan teknik
purposive sampling.Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang
telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012 hal 517).
Collaizi (1978 dalam Polit & Beck, 2012 hal 497-498) menyatakan bahwa ada
tujuh langka yang harus dilalui untuk menganalisa data. Proses analisa tersebut
meliputi (a) membaca semua transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan
mereka; (b) meninjau setiap transkip dan menarik pernyataan yang signifikan; (c)
menguraikan arti dari setiap pernyataan yang signifikan; (d) mengelompokkan

Universitas Sumatera Utara

makna-makna tersebut kedalam kelompok-kelompok tema; (e) mengintegrasikan
hasil kedalam bentuk deskripsi; (f) memformulasikan deskripsi lengkap dari
fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan setegas mungkin; (g)
memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir.
Menurut Lincoin & Guba (1985, dalam Polit & Beck, 2012 hal 584-585)
untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya (trustworthiness)maka data
divalidasi dengan lima kriteria, yaitu:
Transferability adalah kriteria yang digunakan untuk memenuhi bahwa hasil
penelitian yang dilakukan dalam konteks tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang
memiliki topologi yang sama. Transferability termasuk dalam validitas eksternal.
Maksudnya adalah dimana hasil suatu penelitian dapat diaplikasikan dalam situasi
lain.
Dependability mengacu pada kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan
data, membentuk dan menggunakan konsep-konsep ketika membuat interpretasiuntuk
menarik kesimpulan. Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses
penelitian kualitatif bermutu atau tidak.
Confirmability memfokuskan apakah hasil penelitian dapat dibuktikan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
dicantumkan dalam laporan lapangan.Hal ini dilakukan dengan membicarakan hasil
penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian
dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.Confirmability merupakan kriteria untuk
menilai kualitas hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara

Authenticity memfokuskan pada sejauh mana peneliti dapat menunjukkan
berbagai

realitas.Authenticity

muncul

dalam

penelitian

ketika

partisipan

menyampaikan pengalaman mereka dengan penuh perasaan.Penelitian memiliki
keaslian jika dapat mengajak pembaca merasakan pengalaman kehidupan yang
digambarkan, dan memungkinkan pembaca untuk mengembangkan kepekaan yang
meningkat sesuai masalah yang digambarkan.

Universitas Sumatera Utara