Bahan 1 . p d f

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fungsi utama bank dalam suatu perekonomian adalah untuk memobilisasi
dana masyarakat, dengan secara tepat dan cepat menyalurkan dana tersebut pada
penggunaan atau investasi yang efektif dan efisien. Fungsi seperti itu dapat
dikatakan sebagai “aliran darah” bagi perkembangan perekonomian dalam
peningkatan standar taraf hidup. 1
Fungsi lainnya adalah sebagai lembaga penyedia instrumen pembayaran
untuk barang dan jasa yang dapat dilakukan secara cepat efisien dan aman. Fungsi
ini akan berjalan apabila penjual dan pembeli barang dan jasa meyakini bahwa
instrumen yang digunakan untuk pembayaran tersebut akan diterima dan dibayar
oleh semua pihak dalam suatu transaksi dan transaksi ikutannya. Tanpa adanya
kepercayaan, maka fungsi dimaksud tidak akan berjalan. 2
Perbankan, khususnya bank-bank komersial (bank umum) mempunyai
beberapa fungsi di antaranya adalah pemberian jasa-jasa yang semakin luas,
meliputi pembayaran (transfer of funds), menerima tabungan, memberikan kredit,
pelayanan dalam fasilitas pembiayaan perdagangan di dalam dan luar negeri,

1


S. Mishkin, The Economic of Money, Banking, Financial Market, Fifth Edition,
(Singapore: Addison-Wesley, 1998), hal. 226.
2
E. Gerald Corrigan, “Central Bank and the Financial System”, paper presented to a
Symposium of Central Banking Issues in Emerging Market-Oriented Economic, Sponsored by the
Federal Reseve Bank of Kansas City, Jackson Hole, Wyoming, USA, (August 23-25, 1990), hal.
25.

Universitas Sumatera Utara

penyimpanan barang-barang berharga, dan trust service (jasa-jasa yang diberikan
dalam bentuk pengamanan dan pengawasan harta milik). 3
Bank Indonesia sebagai bank sentral, oleh undang-undang diakui
kedudukannya secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 jo
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (selanjutnya
disebut UUBI). Begitu juga halnya dengan independensi Bank Indonesia secara
tegas diakui oleh UUBI. Bahkan Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen
keempat, menyatakan, “Negara memiliki satu bank sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab dan independensinya diatur dengan

undang-undang”. 4
UUBI mengakui pula kedudukan Bank Indonesia sebagai badan hukum
dan Bank Indonesia diberi kewenangan untuk mengelola kekayaan sendiri yang
terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Akan tetapi menurut
Bagir Manan, “Bank Indonesia sebagai badan hukum menjadi ganjil kalau
dihubungkan dengan Bank Indonesia sebagai lembaga negara. Sebagai lembaga
negara, Bank Indonesia adalah organ penyelenggara organisasi negara. Negaralah
yang merupakan badan hukum, bukan organnya”. 5
Dalam melaksanakan kegiatan usaha, bank-bank nasional yang ada, baik
bank umum maupun swasta, tunduk dan patuh pada segala peraturan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia.

3

Thomas Suyatno., Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1996), hal. 2.
4
Pasal 23 D Undang-Undang Dasar 1945.
5
Bagir Manan., Kedudukan Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral, (Jakarta: Monograph,

2000), hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut
UU Perbankan), ditentukan mengenai usaha bank umum meliputi: 6
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit;
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
1. Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
2. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan suratsurat dimaksud;
3. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;

4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5. Obligasi;
6. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1
(satu) tahun;
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah;
f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan
suatu kontrak;
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat;
l. Dihapus;

m. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia;
6

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Universitas Sumatera Utara

n. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Dalam penjelasan Pasal 6 huruf n UU Perbankan ditentukan kegiatan lain
yang lazim dilakukan oleh bank umum adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari
kegiatan yang ditentukan dalam Pasal 6 UU Perbankan, yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, misalnya memberikan
pelayanan seperti jaminan bank atau disebut sebagai bank garansi. 7
Kegiatan lain yang lazim tersebut dapat dilakukan sepanjang tidak
bertentangan dengan UU Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang
lainnya. Usaha lain ini diantaranya, berupa Bank Garansi (BG), bertindak sebagai
bank persepsi, swap bunga, membantu administrasi nasabah dan lain-lain. 8

Bank garansi dipandang dari aspek hukumnya disebut borgtocht. Bank
garansi sudah lama dikenal sebagai lembaga penjaminan atas hutang atau
kewajiban debitur (nasabah) kepada penerima jaminan (pihak ketiga), dimana
tentunya

prinsip-prinsip

perbankan

dan

kehati-hatian

diterapkan

dalam

menganalisa permohonan bank garansi oleh debitur. 9
Pasal 1 angka 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia (SKBI) Nomor
11/110/Kep./Dir/UPPB tanggal 28 maret 1979 tentang pemberian Jaminan oleh

Bank dan Pemberian jaminan oleh lembaga keuangan bukan bank, menyebutkan,
7

Ibid, penjelasan Pasal 6 huruf n selengkapnya berbunyi, ”Kegiatan lain yang lazim
dilakukan oleh bank dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan usaha selain dari kegiatan tersebut
pada huruf a sampai dengan huruf m, yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, misalnya memberikan bank garansi, bertindak sebagai bank persepsi,
swap bunga, membantu administrasi usaha nasabah dan lain-lain.”
8
Muhammad Djumhana., Hukum Perbankan Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2006), hal. 460.
9
Julkarnain Sitompul., ”Jaminan Kredit Kendala dan Masalah”, Makalah Disampaikan
pada Pelatihan Aspek Hukum Perkreditan bagi Staf PT Bank NISP Tbk, diselenggarakan oleh
HKGM & Partner Law Firm, Jakarta, 16 September 2004, hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

“Jaminan adalah warkat yang diterbitkan oleh bank atau lembaga keuangan bukan
bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima
jaminan apabila jaminan pihak yang dijamin cedera janji (wanprestasi).”

Untuk lebih memudahkan dalam memahami siapa saja yang terlibat di
dalam sebuah bank garansi ini, maka sebenarnya dalam bank garansi itu sendiri,
ada 3 (tiga) pihak yang terlibat di dalamnya yaitu: 10
1. Pihak penjamin yaitu pihak yang memberikan jaminan (pihak bank atau
debitur);
2. Pihak terjamin yaitu pihak yang dijamin (nasabah atau kreditur); dan
3. Pihak penerima jaminan yaitu pihak yang menerima jaminan (pihak
ketiga).
Sehubungan dengan itu, Bank Rakyat Indonesia sebagai bank umum 11
(milik pemerintah) dalam upaya meningkatkan profitabilitas melalui ekspansi
kredit secara sehat, dan untuk mencapai struktur pendapatan Bank Rakyat
Indonesia yang sehat sebagai bank komersial. Maka, salah satu sarana yang
digunakannya dalam meningkatkan profitabilitas tersebut adalah melakukan
kegiatan pelayanan bank garansi.
Bank garansi merupakan suatu pengakuan tertulis yang dikeluarkan oleh
bank tertentu dimana bank tertentu tersebut menyetujui untuk mengikatkan diri
kepada penerima jaminan (pihak ketiga atau terjamin) untuk menggantikan
kedudukan penerima jaminan atau untuk memenuhi kewajiban penerima jaminan
jika penerima jaminan tidak memenuhi kewajibannya atau cedera janji kepada


10

http://herman-notary.blogspot.com/2009/07/bank-garansi.html, diakses terakhir tanggal
28 Februari 2010.
11
UU Perbankan., Op. cit, Pasal 1 angka (3), selengkapnya berbunyi, ”Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip
Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.”

Universitas Sumatera Utara

bank sebagai pemberi jaminan tersebut. Selengkapnya mengenai bank garansi
lebih jelasnya dapat dipahami berikut ini:
Bank garansi (borgtocht) adalah jaminan yang diberikan oleh bank untuk
kepentingan nasabah, yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan
kepada penerima jaminan (pihak ketiga) bahwa bank akan memenuhi
kewajiban nasabah kepada penerima jaminan apabila nasabah wanprestasi
(tidak memenuhi kewajiban) kepada penerima jaminan, sesuai yang telah
diperjanjikan. 12
Menjamin dalam arti bahwa bank sebagai pemberi jaminan akan

memenuhi kewajiban sesuatu hal tertentu, jika yang dijamin (penerima jaminan
atau pihak ketiga) tidak melaksanakan kewajibannya. 13
Bank garansi ini diberikan kepada nasabah yang akan melakukan suatu
usaha yang tidak membutuhkan kredit dari bank, tetapi dalam bentuk jaminan dari
bank. Bank garansi dalam hal ini diperlukan guna melayani kebutuhan nasabah
(masyarakat) antara lain dalam usaha pembelian, usaha dalam bidang ekspor dan
impor, jaminan dalam pelaksanaan proyek properti seperti bagi pengusaha real
estate.
Bank garansi juga disebut sebagai kredit sindikasi atau Syndicated Loan
karena memiliki kesamaan dalam hal sama-sama bertujuan untuk membiayai
suatu proyek yang membutuhkan modal yang cukup besar. Tepatlah yang
dikatakan Iswahjudi A. Karim, bahwa:
”Kredit sindikasi ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur
sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga
keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan
hukum untuk membiayai satu atau beberapa proyek (pembangunan gedung
atau pabrik) milik debitur. Pinjaman tersebut diberikan secara sindikasi
12

Surat Edaran Bank Rakyat Indonesia No: S. 10-DIR/ADK/04/2003, ditetapkan di

Jakarta tanggal 4 April 2003, hal. 2.
13
Tjiptoadinugroho., Perbankan Masalah Perkreditan, (Jakarta: PT. Pradya Paramita,
1994), hal. 168.

Universitas Sumatera Utara

mengingat jumlah yang dibutuhkan untuk membiayai proyek tersebut
sangat besar, sehingga tidak mungkin dibiayai oleh kreditur tunggal. 14
Bank garansi terjadi terjadi jika bank selaku penanggung, diwajibkan
untuk menanggung pelaksanaan pekerjaan tertentu atau menanggung dipenuhinya
pembangunan atau proyek tertentu kepada kreditur (bank) manakala debitur
(nasabah) wanprestasi. 15
Dasar hukum bank garansi adalah perjanjian penanggungan (borgtocht)
yang diatur dalam KUH Perdata terdapat pada Pasal 1820 s/d 1850. Untuk
menjamin kelangsungan bank garansi, maka bank sebagai penanggung
mempunyai “hak istimewa“ yang diberikan undang-undang, yaitu untuk memilih
salah satu, menggunakan Pasal 1831 KUH Perdata atau Pasal 1832 KUH Perdata.
Pasal 1831 KUH Perdata, dinayatakan bahwa, “Si penanggung tidaklah
diwajibkan membayar kepada si berpiutang, selain jika si berutang lalai,
sedangkan benda-benda si berutang ini harus lebih dulu disita dan dijual untuk
melunasi utangnya.” Sedangkan Pasal 1832 KUH Perdata disebutkan bahwa, “Si
penanggung tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dulu
disita dan dijual untuk melunasi utangnya…”.
Perbedaan kedua

pasal tersebut menjelaskan,

bahwa jika

bank

menggunakan Pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul cedera janji, si penjamin
dapat meminta benda-benda si berhutang disita dan dijual terlebih dahulu.
Sedangkan jika menggunakan Pasal 1832 KUH Perdata, bank wajib membayar

14
15

Iswahjudi A. Karim., Kredit Sindikasi, (Jakarta: Karimsyah Law Firm, 2005), hal. 2.
F.X. Djumialdi., Perjanjian Pemborongan, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

bank garansi yang bersangkutan segera setelah timbul cedera janji dan menerima
tuntutan pemenuhan kewajiban (klaim).
Dalam bank garansi, pihak bank atau kreditur atau pemberi jaminan wajib
mencantumkan ketentuan yang dipilihnya dalam bank garansi yang bersangkutan,
agar pihak yang dijamin maupun pihak yang menerima garansi mengetahui
dengan jelas ketentuan mana yang dipergunakan dan begitu pula pihak terjamin
atau nasabah atau kreditur wajib mematuhi dengan cara mengikatkan diri kepada
perjanjian di dalam bank garansi yang telah disepakati terlebih dahulu.
Dengan memberikan bank garansi berarti bank telah membuat pengakuan
atau janji secara tertulis kepada penerima jaminan atau pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban nasabah kepada penerima jaminan apabila nasabah
wanprestasi dengan membayar sejumlah uang tertentu. Dalam hubungan transaksi
ini jelas bahwa dengan pemberian bank garansi, resiko yang dihadapi oleh
penerima atau pihak ketiga tersebut diambil alih oleh bank (pemberi jamian).
Sebagai kompensasi atas kesanggupan mengambil alih resiko tersebut, bank
sebagai pemberi jaminan itu harus mendapatkan fee (provisi) dan meminta kontra
garansi dari nasabah (sebagai pihak yang dijamin oleh bank) dalam jumlah yang
memadai sesuai dengan perhitungan bisnis.
Berdasarkan paparan di atas, bahwa bank garansi sangat berperan dalam
kegiatan perekonomian. Jika terjadi wanprestasi oleh nasabah, maka dapat
diperkirakan menghambat berbagai faktor. Maka bank sebagai pemberi jaminan
tersebut, harus mengambil alih sesuai dengan yang diperjanjikan. Tentu akan
menimbulkan berbagai aspek hukum yang harus dikaji dan diteliti sebagai

Universitas Sumatera Utara

kontribusi terhadap proses penyelesaian bank garansi tersebut. Maka, penulis
merasa tertarik untuk lebih mendalami dan memahami masalah bank garansi ini
sehingga memilih judul dalam penelitian ini adalah, ”Bank Garansi Sebagai
Pengalihan Kewajiban Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Nasabah (Studi di Bank
Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau)”, sebagai tugas akhir menyelesaikan kuliah
di Fakultas Hukum Universitas Suamtera Utara.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
maka masalah yang akan diteliti di dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah gambaran umum bank garansi sebagai pengalihan
kewajiban?
2. Bagaimanakah ketentuan-katentuan bank garansi dalam pengalihan
kewajiban di Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau?
3. Bagaimanakah penyelesaian bank garansi oleh Bank Rakyat Indonesia
Cabang Putri Hijau jika nasabah wanprestasi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari pembahasan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk memahami dan mendalami gambaran umum Bank Garansi sebagai
pengalihan kewajiban;

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk memahami dan mendalami ketentuan-ketentuan Bank Garansi
dalam pengalihan kewajiban di Bank Rank Rakyat Indonesia Cabang Putri
Hijau;
3. Untuk mengetahui dan mendalami penyelesaian Bank Garansi oleh Bank
Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau jika nasabah wanprestasi.
Sedangkan manfaat dalam melakukan penelitian dapat memberikan
sejumlah manfaat yang berguna adalah:
1. Secara teoretis. Penelitian mengani Bank Garansi ini bermanfaat dalam
meningkatkan pemahaman mengenai Bank Garansi secara utuh dan
lengkap bagi pembaca dan bagi mahasiswa yang melakukan penelitian
yang berhubungan dengan Bank garansi ini. Sehingga bermanfaat dalam
meningkatkan pemahaman mengenai perbedaan antara Bank Garansi,
Letter of Credit (L/C), Standby Letter of Credit (SBLC) dan Surety Bond.
Para pembaca dapat lebih memahami jenis jaminan yang dibutuhkan
dalam Bank Garansi.
2. Secara praktis. Penelitian ini bermanfaat bagi para pihak yang melakukan
perjanjian Bank Garansi baik pihak pemberi jaminan (penjamin atau
nasabah atau kreditur), pihak penerima jaminan (pihak ketiga seperti
kontraktor), dan pihak Bank sebagai debitur sebagai pelaku bisnis
khususnya dalam bidang perjanjian atau kontrak barang dan jasa tertentu
dalam pelaksanaan pembangunan misalnya proyek property dengan
demikian sehingga dapat dengan mudah melakukan indentifikasi persoalan
resiko dan cara penyelesaiannya jika nasabah wanprestasi.

Universitas Sumatera Utara

D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas gagasan dari peneliti sendiri juga melalui
masukkan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, penelitian tentang, ”Bank Garansi Sebagai
Pengalihan Kewajiban Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Nasabah (Studi di Bank
Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau)” ternyata belum pernah diteliti oleh peneliti
sebelumnya, maka dengan demikian penelitian ini sangat jauh dari unsur plagiat.
Penelitian

ini

merupakan

karya

ilmiah

yang

asli,

dan

dapat

dipertanggungjawabkan.

E. Tinjauan Kepustakaan
Istilah garansi berarti jaminan, dan menggaransi berarti menjamin. Jadi,
bank garansi berarti suatu jaminan yang diberikan oleh bank. Adapun mengenai
kata ”garansi” berasal dari bahasa Belanda, yaitu dari kata garantie yang berarti
jaminan. 16
Istilah garansi dalam bahasa Inggris disebut dengan guarantee atau
guaranty yang berarti menjamin atau jaminan. Menurut pengertian di sini bahwa
Bank garansi adalah pernyataan yang dikeluarkan oleh bank atas permintaan
nasabah (pihak terjamin) untuk menjamin resiko tertentu (penggantian kerugian)
yang timbul apabila pihak terjamin tidak dapat menjalankan kewajibannya dengan
baik (wan prestasi) kepada pihak yang menerima jaminan. Dengan kata lain,

16

Thomas Suyatno., Loc. cit, hal. 59.

Universitas Sumatera Utara

bahwa Bank garansi merupakan perjanjian penanggungan atau borgtocht dimana
Bank yang menjadi pihak ketiga (penanggung, guarantor, borg) bersedia
bertindak sebagai penanggung bagi nasabahnya yang menjadi debitur dalam
mengadakan suatu perjanjian (pokok) dengan pihak lain sebagai kreditur. 17
Secara ringkas, Bank Garansi (BG) dapat diartikan sebagai suatu jaminan
yang diberikan oleh suatu bank dimana bank akan menjamin untuk memenuhi
prestasi atau kewajiban kepada pihak yang menerima jaminan jika si terjamin
wanprestasi.
Bank Garansi (BG) adalah jaminan yang diberikan oleh bank, maksudnya
bank menyatakan suatu pengakuan tertulis yang isinya menyetujui mengikatkan
diri kepada penerima jaminan dalam jangka waktu dan syarat-syarat tertentu
apabila dikemudian hari ternyata si terjamin ternyata tidak memenuhi
kewajibannya kepada si penerima jaminan. 18 Dalam artikel Sahabat Konsumen
Bank Indonesia, Bank Garansi didefinisikan adalah jaminan pembayaran yang
diberikan kepada pihak penerima jaminan, apabila pihak yang dijamin tidak
memenuhi kewajibannya. 19
Dalam penerbitan Gank Garansi tidak terlepas dari berbagai masalah.
Misalnya terjadinya wanprestasi baik wanprestasi dari pihak bank, pihak pemberi
jaminan (nasabah bank), maupun pihak penerima jaminan. Pihak Bank adalah
pihak yang bertindak sebagai debitur yaitu yang memberi Bank Garansi kepada

17

http://herman-notary.blogspot.com/2009/07/bank-garansi.html, diakses terakhir tanggal
28 Februari 2010.
18
Muhammad Djumhana., Op, cit, hal. 460.
19
Sahabat Konsumen Bank Indonesia., ”Mengenal Bank Garansi”, Artikel Bank
Indonesia Disebarkan sebagai bagian dari Program Edukasi Masyarakat Dalam Rangka
Implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia, www.bi.go.id.

Universitas Sumatera Utara

pihak nasabah, sedangkan yang bertindak sebagai pihak penerima jaminan atau
terjamin adalah pihak kontraktor.
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda artinya prestasi buruk.
Wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan.
Dimana jika dikaitkan dengan judul dalam penelitian ini wanprestasi dimaksud
ditujukan kepada nasabah sebagai kreditur bukan pihak Bank sebagai debitur,
yaitu nasabah tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam
perjanjian 20 dan bukan dalam keadaan memaksa. Adapun bentuk-bentuk dari
wanprestasi nasabah atau kreditur dalam perjanjian pemberian Bank garansi
yaitu: 21
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sehubungan dengan kreditur atau
nasabah yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak
memenuhi prestasi sama sekali;
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya. Apabila prestasi kreditur
masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi
prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru. kreditur yang memenuhi
prestasi tetapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat
diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama
sekali.
Secara umum menurut Subekti, bentuk-bentuk wanprestasi ini dibagi
dalam 4 (empat) macam yaitu: 22
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana
dijanjikannya;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; dan
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

20

Nindyo Pramono., Hukum Komersil, (Jakarta: Pusat Penerbitan UT, 2003), cet. 1, hal.

21

R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, (Jakarta: Putra Abadin, 1999), cet. 6,

22

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1985), hal.36.

221.
hal. 18.

Universitas Sumatera Utara

Nasabah dalam pemberian Bank Garansi melakukan wanprestasi dalam
suatu perjanjian, kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak
dijanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang
diperjanjikan.
Dalam perjanjian pemberian Bank Garansi, terdapat pihak debitur
(terjamin atau tertanggung), pihak kreditur (pihak penanggung), dan pihak ketiga
(pengusaha).
Menurut terjemahan dari wikipedia, istilah debitur (terjamin atau
tertanggung) didefenisikan sebagai: 23
“Debitur adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan
menerima sesuatu dari kreditur yang dijanjikan debitur untuk dibayar
kembali pada masa yang akan datang. Pemberian pinjaman kadang
memerlukan juga jaminan atau agunan dari pihak debitur. Jika seorang
debitur gagal membayar pada tenggat waktu yang dijanjikan, suatu proses
koleksi formal dapat dilakukan yang kadang mengizinkan penyitaan harta
milik debitur untuk memaksa pembayaran.”
Debitur dalam perjanjian pemberian Bank Garansi memberikan keyakinan
kepada pihak kreditur atau bank mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
harta/barang yang bergerak atau tidak bergerak dapat juga berupa uang sebagai
jaminannya.
”Jaminan atau agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada
pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman
tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat
memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan sering
menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan
ataupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan
merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya
pinjaman.” 24

23
24

http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan, diakses terakhir tanggal 7 Juni 2010.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Pihak yang bertindak sebagai pemberi jaminan berupa bank atau lembaga
keuangan lainnya dimana bahwa:
”Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau
pemerintah) yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas
properti atau layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk
kontrak atau perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut
akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa. Pihak kedua
ini disebut sebagai peminjam atau yang berhutang.”25
Bentuk prestasi kreditur dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat
sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan kreditur melakukan wanprestasi yaitu
sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam
perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi kreditur yang berupa berbuat sesuatu yang
memberikan sesuatu apabila batas waktunya ditentukan dalam perjanjian maka
menurut Pasal 1238 KUH Perdata kreditur dianggap melakukan wanprestasi
dengan lewatnya batas waktu tersebut.
Apabila tidak ditentukan mengenai batas waktunya maka untuk
menyatakan seseorang kreditur melakukan wanprestasi, diperlukan surat
peringatan tertulis dari debitur yang diberikan kepada kreditur. Surat peringatan
tersebut disebut dengan somasi. Somasi adalah pemberitahuan atau pernyataan
dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki
pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan
dalam pemberitahuan itu.
Keputusan Direksi Bank Indonesia No.23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret
1991 Pasal 2 dan atau SE Bank Indonesia No.23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991

25

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

butir 4 disebutkan bahwa dalam penerbitan Bank Garansi pihak penerbit Bank
Garansi (Bank) sekurang-kurangnya memuat 8 (delapan) hal sebagai berikut:
1. Judul ”Garansi Bank” atau bisa juga menggunakan jdudul ”Bank Garansi”;
2. Nama dan alamat bank pemberi;
3. Tanggal penerbitan;
4. Transaksi antara pihak yang dijamin dengan penerima jaminan (sesuai
dengan jenis bank garansi);
5. Jumlah uang yang dijamin;
6. Tanggal mulai berlaku dan berakhir;
7. Penegasan batas waktu poengajuan klaim; dan
8. Dengan tegas menyebutkan tunduk pada Pasal 1831 atau Pasal 1832 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Garansi Bank merupakan perjanjian buntut (accessoir) yang ditinjau dari
segi hukum merupakan perjanjian penanggunan (borgtocht) dan Bank Garansi
akan ada atau dapat diterbitkan jika ada perjanjian induk yang mendahuluinya.
Dengan demikian, Bank Garansi juga akan berakhir secara hukum jika perjanjian
induk yang mendahuluinya tersebut berakhir.
Setiap penerbitan Bank Garansi wajib didukung adanya dokumen yang
menjadi dasar diterbitkannya Bank Garanis dimaksud seperti Undangan Tender
(untuk Tender Bond), Kontrak atau Sales Agreement atau greement lainnya (untuk
Performance Bond) dan dokumen-dokumen lain sebagai dasar penerbitan Bank
Garansi (underlying transaction).

Universitas Sumatera Utara

Permasalahan yang ada saat ini adalah, bahwa sebelum berakhirnya
perjanjian Bank Garansi, salah satu pihak bisa saja melakukan suatu perbuatan
melawan hukum dengan melakukan cidera janjia atau wanprestasi. Jika hal ini
terjadi maka pihak-pihak yang terikat dengan perjanjian Bank Garansi tersebut,
dalam penyelesaian sengketa garansi mendasarkan kepada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Oleh karena itu, pada waktu melakukan perjanjian garansi itu
harus dengan tegas menyebutkan tunduk pada Pasal 1831 atau Pasal 1832 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.

F. Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek
yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. 26 Sedangkan
penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 27 Penelitian hukum
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala
hukum tertentu dengan cara menganalisisnya. 28 Jadi, metode penelitian adalah
suatu upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan
metode tertentu.

26

Soerjono Soekanto., Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta:
Indonesia Hillco, 1990), hal. 106.
27
Soerjono Soekanto., dan Sri Mumadji., Penelitian Hukum Normatif Suatu Tijnjauan
Singkat, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), hal. 1.
28
Bambang Waluyo., Penelitian Hukum dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996),
hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum
yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asasasas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan.
2. Data dan Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Surat
Keputusan Bank Indonesia No.23/72/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991,
Surat Keputusan Bank Indonesia No.23/88/KEP/DIR tanggal 18 Maret
1991, Surat Edaran Bank Indonesia No.23/5/UKU tanggal 28 Februari
1991, Surat Edaran Bank Indonesia No.23/7/UKU tanggal 18 Maret 1991,
Surat Edaran Kanpus BRI NOSE: S.40-SET/3/1980 tanggal 12 Maret
1980, Surat Edaran Kanpus BRI NOSE: S.180-DIR/9/1984 tanggal 10
September 1984, dan Surat Edaran BRI NOSE: S.10-DIR/ADK/04/2003
tentang Bank Garansi tanggal 29 April 2003;
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau
pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat
dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek telaahan penelitian

Universitas Sumatera Utara

ini; 29
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi
petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus umum, majalah dan jurnal ilmiah. Surat kabar dan
majalah mingguan juga menjadi tambahan bahan bagi penulisan skripsi ini
sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library
research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan berbagai
literatur yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Selain data
kepustakaan, sebahagian data diperoleh dari Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri
Hijau Medan.
4. Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif
kemudian dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis dengan
menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selanjutnya semua data
diseleksi dan diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga selain
menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan
solusi terhadap permasalahan yang dimaksud.

29

Ronny Hanitijo Soemitro., Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1982, hal. 24.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan di dalam penelitian ini, dengan judul ”Bank Garansi
Sebagai Pengalihan Kewajiban Jika Terjadi Wanprestasi Oleh Nasabah (Studi di
Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau)”, penulis membaginya dalam lima
bagian yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang menguraikan mengenai hal-hal
berkaitan dengan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian
dan manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang
digunakan, dan sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM BANK GARANSI SEBAGAI PENGALIHAN
KEWAJIBAN
Merupakan bab yang membahas hal-hal berkaitan dengan Bank
Garansi sebagai bentuk usaha bank, hubungan antara para pihak dalam
Bank Garansi, kontra garansi, dan larangan dan batasan pemberian
Bank Garansi.
BAB III : KETENTUAN-KETENTUAN

BANK

GARANSI

DALAM

PENGALIHAN KEWAJIBAN DI BANK RAKYAT INDONESIA
CABANG PUTRI HIJAU
Merupakan bab yang membahas mengenai hal-hal berkaitan jenis-jenis
Bank Garansi sebagai pengalihan kewajiban di Bank Rakyat Indonesia
Cabang Putri Hijau, prosedur pemberian Bank Garansi di Bank Rakyat

Universitas Sumatera Utara

Indonesia Cabang Putri Hijau, dan ketentuan syarat minimum yang
harus dipenuhi pada setiap penerbitan Bank Garansi.
BAB IV : PENYELESAIAN BANK GARANSI OLEH BANK RAKYAT
INDONESIA

CABANG

PUTRI

HIJAU

JIKA

NASABAH

WANPRESTASI
Merupakan bab yang membahas mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan kegunaan pemberian

Bank Garansi yang seharusnya

dimanfaatkan oleh nasabah, wanprestasi nasabah terhadap Bank
Garansi di Bank Rakyat Indonesia Cabang Putri Hijau, dan
penyelesaian Bank Garansi jika nasabah wanprestasi di Bank Rakyat
Indonesia Cabang Putri Hijau
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memuat beberapa kesimpulan dan saran dari penulis sebagai
hasil dari pembahasan dan penguraian di dalam penelitian ini,
berdasarkan permasalahan yang dimaksud.

Universitas Sumatera Utara