ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONA (1)

1

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN HUKUM NASIONAL DALAM
RPJM NASIONAL KE-III TAHUN 2015-2019 DENGAN RPJP TAHUN
2005-2025

I. PENDAHULUAN
RPJP Nasional merupakan

penjabaran

dari

tujuan

dibentuknya

Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu
untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan

ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi
dan arah Pembangunan Nasional.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 - 2019,
yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan
pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun
2015 sampai dengan tahun 2019.

RPJM Nasional memuat strategi

pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga
dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan,
serta kerangka ekonomi makro.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
telah

mengakibatkan

terjadinya


perubahan

dalam

pengelolaan

pembangunan, yaitu dengan tidak dibuatnya lagi Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan
nasional dan Indonesia memerlukan perencanaan pembangunan jangka
panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang
akan dilakukan secara bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 akan
terwujud melalu politik hukum nasional. Politik hukum nasional tidak
hanya meliputi pembangunan materi hukum, namun juga budaya hukum,

2

pembangunan lembaga dan aparatur hukum termasuk penyempurnaan

proses, prosedur dan mekanisme hukum serta modernisasi sarana dan
prasarana hukum.1 Politik hukum merupakan aktivitas memilih dan cara
yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan social dan hukum
tertentu dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui
bahwa politik hukum adalah arahan atau garis resmii yang dijadikan dasar
pijak dan cara untuk membuat dan melaksanankan hukum dalam rangka
mencapai tujuan bangsa dan Negara sehingga penyusun menetapkan
rumusan masalah penelitian ini yaitu Bagaimanakah arah kebijakan
pembangunan hukum nasional dalam RPJM Nasional ke-III Tahun 20152019 dan RPJP Nasional Tahun 2005-2025 untuk Mencapai Tujuan
Negara???

II.

PEMBAHASAN

A. Gambaran

Umum

Pembangunan


Hukum

dalam

Rencana

Pembangunan Panjang (RPJPN) Nasionall Tahun 2005-2025
Pembangunan hukum dalam RPJN 2005-2025 adalah

1 Otong Rosadi, Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu Hukum, Edisi II-2013 (Yogyakarta: Thafa
Media, 2013), hlm. 90

3

1. Pembangunan hukum diarahkan kepada upaya mewujudkan sistem hukum
nasional yang mantap yang mampu berfungsi baik sebagai sarana untuk
mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan, maupun sebagai sarana untuk
melakukan pembangunan.
2. Pembangunan sistem hukum nasional dilakukan dengan melakukan

pembentukan materi hukum yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan
kepentingan masyarakat, serta pewujudan masyarakat hukum yang
tercermin dari tingginya kepatuhan dan penghargaan kepada hukum.
3. Materi hukum harus dapat menjamin terciptanya kepastian hukum,
ketertiban hukum, dan perlindungan hak asasi manusia yang berintikan
keadilan dan kebenaran, mampu menumbuhkembangkan disiplin nasional,
kepatuhan dan penghargaan kepada hukum, serta mampu mendorong
tumbuhnya kreativitas dan peran serta masyarakat dalam pembangunan
nasional.
4. Pembangunan materi hukum harus dilakukan dengan tetap memperhatikan
tertib peraturan perundang-undangan, baik vertikal maupun horizontal,
serta taat kepada asas hukum universal, serta mengacu kepada Pancasila
dan UUD 1945.
5. Pemantapan kelembagaan hukum yang antara lain meliputi penataan
kedudukan, fungsi dan peranan institusi hukum termasuk badan peradilan,
organisasi profesi hukum, serta organisasi hukum lainnya agar semakin
berkemampuan untuk mewujudkan ketertiban; kepastian hukum; dan
memberikan keadilan kepada masyarakat banyak serta mendukung
pembangunan.
6. Pewujudan masyarakat hukum dilakukan dengan melakukan (a)

penyuluhan hukum secara intensif baik terhadap rancangan peraturan
perundang-undangan maupun peraturan perundangundangan yang telah
ada; (b) penerapan dan pelayanan hukum secara adil sehingga mampu
mewadahi dinamika sosial dan menunjang pembangunan; (c) penegakan
hukum yang tegas dan manusiawi untuk mewujudkan ketertiban dan
kepastian hukum serta perlindungan terhadap hak asasi manusia.
7. Penyuluhan hukum dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan budaya
patuh hukum. Sasaran penyuluhan hukum adalah semua lapisan
masyarakat,

akan

tetapi

diutamakan

para

aparatur


hukum

dan

4

penyelenggaran negara, agar lebih mampu berperilaku keteladanan dan
berperan sebagai agen perubahan.
8. Penerapan dan pelayanan hukum diarahkan kepada peningkatkan kualitas
pelayanan hukum kepada masyarakat banyak, antara lain dengan
menyederhanakan syarat dan prosedur dalam penerbitan berbagai
perizinan, melakukan deregulasi berbagai bidang, dan memberikan
bantuan hukum bagi para pencari keadilan yang kurang mampu.
9. Penegakan hukum dimaksudkan untuk menjaga bekerjanya norma/kaedah
hukum di dalam masyarakat serta mempertahankan nilai-nilai sosial dan
rasa keadilan masyarakat melalui tindakantindakan korektif terhadap
perilaku baik individual maupun institusional yang tidak sesuai dengan
norma dan kaedah hukum dan berpotensi menimbulkan gangguan terhadap
masyarakat. Penegakan hukum juga dimaksudkan untuk mengendalikan
perubahan-perubahan sosial yang terjadi agar kelangsungan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan tertib dan
teratur.
B. Gambaran Umum Rencana Pembanguan Menengah Nasional
(RPJMN) Ke-III Tahun 2015-2019
Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai dalam
pembangunan nasional 2015-2019 serta mempertimbangkan lingkungan strategis
dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia ke depan, maka
arah kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019 adalah Meningkatkan
Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan, Meningkatkan
Pengelolaan dan Nilai Tambah Sumber Daya Alam (SDA) Yang Berkelanjutan,
Mempercepat pembangunan infrastruktur untuk pertumbuhan dan pemerataan,
Peningkatan kualitas lingkungan hidup, Mitigasi bencana alam dan perubahan
iklim dan Penyiapan Landasan Pembangunan yang Kokoh, Meningkatkan
Kualitas Sumber Daya Manusia dan Kesejahteraan Rakyat Yang Berkeadilan.
Pengembangan dan Pemerataan

Pembangunan Daerah Sasaran pembangunan

bidang hukum diwujudkan dalam meningkatnya kualitas penegakan hukum dalam
rangka penanganan berbagai tindak pidana, mewujudkan sistem hukum pidana

dan perdata yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel bagi pencari keadilan

5

dan kelompok rentan, dengan didukung oleh aparat penegak hukum yang
profesional dan berintegritas; dan Terwujudnya penghormatan, perlindungan, dan
pemenuhan hak atas keadilan bagi warga negara.
Arah Kebijakan dan Strategi Hukum dalam RPJM Nasional Ke-III Tahun 20152019, sebagai berikut;
1) Meningkatkan Kualitas Penegakan Hukum Dalam Rangka Penanganan
Berbagai Tindak Pidana termasuk tindak pidana perbankan dan pencucian uang.
Untuk melaksanakan arah kebijakan ini dilakukan melaluii penguatan peraturan
perundang-undangan yang mendukung penegakan hukum berbagai bidang,
mendorong adanya koordinasi antara instansi penegak hukum serta memberikan
prioritas dalam rangka penanganan terhadap tindak pidana tersebut. Reformasi
lembaga peradilan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang ada
sehingga sejalan dengan upaya reformasi di lingkungan lembaga peradilan.
Disamping itu, dalam mendukung upaya reformasi lembaga peradilan perlu
adanya komitmen yang kuat untuk memberantas mafia peradilan. Langkah
penegakan hukum terhadap kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum
sebagai pelaku perlu mendapatkan perhatian yang serius dan hukuman yang lebih

berat.
2) Meningkatkan Keterpaduan Dalam Sistem Peradilan Pidana, yang dilakukan
melalui keterpaduan substansi hukum acara pidana baik KUHAP maupun
peraturan perundangundangan lainnya, sinkronisasi kelembagaan antar lembaga
yang terlibat dalam sistem peradilan pidana untuk mengurangi tumpang tindih
hingga konflik dalam pelaksanaan kewenangan antar penegak hukum melalui
penyempurnaan mekanisme koordinasi dan forum komunikasi; pendidikan bagi
aparat penegak hukum untuk mengatasi disparitas pemahaman aparat penegak
hukum dalam pemberlakuan dan penerapan hukum; pembangunan sarana dan
prasarana yang berbasis teknologi termasuk sistem informasi manajemen
penanganan perkara pidana yang terintegrasi, transparan dan akuntabel sehingga
mendorong adanya efisiensi dan transparansi dengan didukung oleh sistem
pengawasan internal dan eksternal sehingga dapat mencegah terjadinya

6

penyalahgunaan kewenangan oleh aparat penegak hukum, serta penguatan
kapasitas Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Penyimpanan Barang Sitaan;
3) Melaksanakan Sistem Peradilan Pidana Anak, sebagai bentuk jaminan dan
perlindungan atas hak anak yang berhadapan dengan hukum berlandaskan prinsip

restorative justice yang merupakan hal baru dalam dalam sistem peradilan pidana
di Indonesia. Ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak sebagai dasar hukum pelaksanaan sistem peradilan pidana
anak berbasis prinsip restorative justice yang memerlukan strategi peningkatan
koordinasi antar Kementerian/Lembaga; peningkatan kemampuan aparat penegak
hukum dan stakeholders; penyusunan peraturan pelaksanaan; penyediaan sarana
dan prasarana; serta pengembangan restorative justice;
4) Melaksanakan Reformasi Sistem Hukum Perdata yang Mudah dan Cepat,
merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Dalam
rangka mewujudkan daya saing tersebut, pembangunan hukum nasional perlu
diarahkan

untuk

mendukung

terwujudnya

pertumbuhan

ekonomi

yang

berkelanjutan; mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi, terutama
dunia usaha dan industri; serta menciptakan kepastian investasi, terutama
penegakan dan perlindungan hukum. Oleh karena itu diperlukan strategi secara
sistematis terhadap revisi peraturan perundangundangan di bidang hukum perdata
secara umum maupun khusus terkait hukum kontrak, perlindungan HaKI,
pembentukan penyelesaian sengketa acara cepat (small claim court), dan
peningkatan utilisasi lembaga mediasi;
5) Meningkatkan Kualitas Aparat Penegak Hukum, merupakan upaya untuk
meningkatkan kualitas dan kapasitas aparat penegak hukum sebagai penentu
utama keberhasilan pembangunan hukum secara terpadu. Khususnya untuk
mengatasi

permasalahan

korupsi

yudisial

melalui

strategi

peningkatan

kesejahteraan aparat penegak hukum, penyempurnaan mekanisme promosi dan
mutasi, serta rekrutmen aparat penegak hukum;
6) Melakukan Harmonisasi dan Evaluasi Peraturan Terkait HAM, Indonesia telah
meratifikasi konvensi HAM internasional dan menyusun Parameter HAM.

7

Namun, dari berbagai instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi oleh
Indonesia, terdapat beberapa instrumen internasional yang belum dilaksanakan.
Permasalahan ini akan diatasi melalui strategi harmonisasi peraturan nasional dan
daerah berdasarkan prinsip HAM dan kesetaraan gender;
7) Penanganan Pengaduan HAM, dilatarbelakangi oleh kondisi pengaduan HAM
yang belum cukup membaik jika dilihat dari tren pengaduan pelanggaran HAM
yang tidak banyak berkurang dari tahun ke tahun. Pengaduan pelanggaran HAM
yang paling banyak diajukan khususnya terkait dengan hak memperoleh keadilan
dan hak atas kesejahteraan. Bahkan, pihak yang paling banyak diadukan sebagai
pelanggar HAM adalah aparat penegak hukum, yakni Kepolisian. Permasalahan
ini akan diatasi melalui strategi pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
HAM; dan optimalisasi penanganan pengaduan pelanggaran HAM;
8) Penyelesaian Secara Berkeadilan Atas Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu,
memerlukan konsensus nasional dari semua pemangku kepentingan. Hal tersebut
merupakan suatu langkah awal penting untuk dapat menarik garis tegas bahwa
tidak ada toleransi bagi pelanggaran HAM di Indonesia berdasarkan praktek dan
pengalaman kekerasan yang masif di masa lalu. Konsensus bersama dalam upaya
penyelesaian kasus pelanggaran HAM merupakan langkah penting untuk
membangun kesadaran baru dalam masyarakat bahwa pelanggaran HAM tidak
dapat dibiarkan dan terulang kembali di masa yang akan datang. Dengan
memfasilitasi proses pengungkapan pelanggaran HAM di masa lalu, maka
implementasi perintah putusan Mahkamah Konstitusi untuk segera mengeluarkan
kebijakan untuk menangani pelanggaran hak asasi di masa lampau, maupun
realisasi mandat TAP No. V Tahun 2000 Tentang Pemantapan Persatuan dan
Kesatuan Nasional menjadi wadah yang kuat untuk menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran HAM. Penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu akan
dilakukan melalui pembentukan suatu komisi yang yang bersifat ad-hoc/temporer,
dengan tugas memfasilitasi proses pengungkapan pelanggaran HAM di masa lalu
yang berada langsung dibawah Presiden dan bertanggung jawab sepenuhnya
kepada Presiden. Proses pengungkapan pelanggaran HAM dilakukan melalui
serangkaian kegiatan baik pengumpulan informasi langsung maupun dokumen

8

untuk menyusun suatu laporan yang komprehensif mengenai berbagai kekerasan
dan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu;
9) Optimalisasi Bantuan Hukum dan Layanan Peradilan bagi Masyarakat,
dilatarbelakangi oleh adanya komitmen Pemerintah dalam memberikan bantuan
hukum cuma-cuma bagi masyarakat miskin yang merupakan amanat dari
UndangUndang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dan berbagai
kebijakan terkait layanan peradilan. Namun, pada pelaksanaannya, kebijakan
tersebut tidak berjalan optimal. Berdasarkan kondisi tersebut, permasalahan ini
akan diatasi melalui strategi sosialisasi, penguatan institusi penyelenggara bantuan
hukum, penguatan pemberi bantuan hukum, dan pelibatan Pemerintah Daerah
dalam pelaksanaan bantuan hukum, optimalisasi pelaksanaan sidang keliling,
pemanfaatan dana prodeo bagi masyarakat miskin, serta peningkatan pelayanan
informasi di Pengadilan dan Kejaksaan;
10) Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, dilatarbelakangi oleh
adanya komitmen Pemerintah mengenai perlindungan hukum terhadap perempuan
baik dalam konstitusi maupun berbagai konvensi internasional yang diratifikasi.
Namun, kondisi faktual justru menunjukkan bahwa kekerasan terhadap
perempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini utamanya
disebabkan oleh belum optimalnya peran dan fungsi aparat penegak hukum dalam
penanganan kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual terhadap
perempuan. Oleh karena itu, permasalahan ini akan diatasi melalui strategi
penguatan mekanisme koordinasi aparat penegak hukum dalam penanganan kasus
kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan seksual terhadap perempuan, serta
penguatan mekanisme tindak lanjut penanganan kasus kekerasan terhadap
perempuan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Demikian juga
penanganan anak sebagai korban maupun saksi dalam kasus kekerasan perlu
untuk mendapatkan perhatian. Data menunjukan bahwa kekerasan terhadap anak
sering kali terjadi dari orang-orang terdekat baik yang berasal dari keluarganya
sendiri maupun dari lingkungan sekolahnya. Dalam rangka penanganan kasus
kekerasan dimana anak sebagai korban atau saksi perlu adanya perlakukan khusus
baik dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tersebut maupun perlu

9

adanya fasilitas prasarana penunjang sehingga dapat mengurangi pra dan pasca
trauma yang dihadapi oleh anak tersebut. Melalui upaya peningkatan kemampuan
dan pemahaman dari aparat penegak hukum dalam menangani kasus anak sebagai
korban atau saksi akan dapat meminimalisir dampak negatif yang akan
mempengaruhi kejiwaan anak tersebut. Disamping itu dukungan sarana dan
prasarana yang memadai untuk penanganan kasus kekerasan terhadap anak akan
sangat berperan terhadap keberhasilan dalam penanganan kasus tersebut;
11) Meningkatkan Pendidikan HAM, dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa
sebagian besar aparat penegak hukum dan penyelenggara negara masih belum
memiliki pemahaman HAM yang memadai sehingga hal ini berdampak pada
masih banyaknya kasus pelanggaran HAM. Dalam rangka meningkatkan
pemahaman tentang HAM, diperlukan pendidikan HAM bagi aparat penegak
hukum dan penyelenggara negara melalui strategi pendidikan HAM bagi aparat
penegak hukum serta sinkronisasi dan sinergi fungsi penelitian.
12) Membangun Budaya Hukum, dalam masa transparansi dimana sumber
informasi terbuka sangat luas dan era dimana masyarakat diberikan ruang luas
untuk menyampaikan pendapatnya, maka peran serta masyarakat dalam rangka
pembangunan hukum akan sangat penting. Dengan tingkat kesadaran hukum
sebagai bagian dari budaya masyarakat diharapkan masyarakat tidak akan
melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Disamping itu masyarakat dapat
ikut berperan dalam rangka melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
penegakan hukum. Informasi dari masyarakat akan sangat membantu bagi aparat
penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya. Namun demikian kualitas laporan
masyarakat akan sangat mempengaruhi tingkat kegunaan laporan tersebut.
Melalui upaya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap hukum diharapkan
akan dapat menumbuhkan budaya hukum yang baik. Masyarakat tidak hanya ikut
berperan dalam mengurangi adanya pelanggaran hukum akan tetapi juga ikut
berpartisipai dalam proses pengawasan penegakan hukum.
III.

Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Nasional dalam RPJM
Nasional dan RPJP Nasional untuk Mencapai Tujuan Negara

10

Melihat uraian RPJP dan RPJM di atas tentunya kita sangat optimis bahwa
pembangunan hukum Negara Indonesiai akan menjadi tameng keamanan dan
stabilitas kehidupan masyarakat. Namun, berdasarkan data yang ada pada situs
resmi

Kementerian

Sekretariat

Negara

Republik

Indonesia

(http://www.setneg.go.id) jumlah produk hukum khussnya undang-undang yang
dihasilkan pada tahun 2015 – 2016 berjumlah 27 buah dengan uraian pada tahun
2015 ada 14 undang-undang. yang mengatur tentang perjanjian ekstradisi antar
Negara, kerja sama bidang pertahanan dengan Negara lain, pemilihan pejabat
daerah, perubahan undang-undang tindak pidana korupsi, pencabutan PP tentag
jaring pengaman system keuangan, pengesahan perjanjian timbal balik dalam
masalah pidana dengan Vietnam dan APBN 2016.
Pada tahun 2016 sampai saat ini ada 13 undang-undang yang telah diterbitkan
yang mengatur tentang penjaminan, kerja sama bidang pertahanan, tabungan
perumahan rakyat, perlindungan dan pemberdayaan nelayan, penyandang
disabilitas, pencegahan dan penanganan krisis system keuangan, pengampunan
pajak, paten, dan APBN 2016. Berdasakan review produk hukum yang
dikeluarkan pada tahun 2015-2016 sebagian besar mengatur tentang perjanjian
ekstradisi antar negara, pemilihan pejabat daerah, kerja sama bidang pertahanan
antar Negara, system keuangan. Tidak terlihat produk hukum yang dihasilkan
dalam rangka mewujudkan RPJP dan RPJM di bidang pembangunan hukum.
Mengapa hal demikian dapat terjadi?pada mulanya politik pembentukan
perundang-undangan didasarkan kepada kebutuhan masyarakat namun, dalam
praktek bersamaan dengan dimulainya formulsi norma-norma hukum bersamaan
dengan itu muncul pula berbagai kepentingan (berbasis ideology, politik, profesi,
wilayah/regional dsb).
Jika melihat penjelasan secara gambaran umum terlihat bahwa arah kebijakan dan
strategi hukum yang termuat dalam RPJM Nasional Ke-III Tahun 2015-2019
sesuai dengan RPJP Nasional Tahun 2005-2025 yaitu

meningatkan kinerja

pembangunan system hukum melalui materi, lembaga, aparat penegak, sanksi,
pelayanan, HAM dan kelembagaan yang komitmen, karena di dalam
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, hukum bukan hanya

11

merupakan perangkat norma yang mewadahi nilai-nilai sosial dan aturan
berperilaku, tetapi juga merupakan suatu instrumen untuk menggerakkan dan
mengarahkan dinamika sosial untuk mewujudkan tujuan negara.
Berdasarkan pertimbangan di atas, pelaksanaan pembangunan bidang hukum mau
tidak mau harus melalui proses perencanaan yang matang sehingga memudahkan
penerapan, penegakan dan evaluasi pelaksanaannya. Hanya dengan cara ini
hukum dapat menjalankan peran utamanya, yaitu menciptakan ketertiban serta
mengendalikan pembangunan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
Namun dalam pelaksanaan nyatanya tidak demikian. Indonesia saat ini berada
dimana kekuasaan politik lebih kuat dibandingkan dengan kekuasaan hukum.
Sehingga ini menjadikan salah satu factor mengapa arah pembangunan hukum
Indonesia tidak sesuai yang dicita-citakan atau lambat berjalan. Menurut Romli
Atmasasmita mengemukakan bahwa “ hukum nasional (Indonesia) sebagai suatu
system belum terbentuksecara holistic, komprehensif atau belum diperkaya nilainilai kehidupan masyarakat adat untuk beradaptasi dengan kehidupan
masyarakat maju. Usaha untuk menyatakan telah terdapat suatu system hukum
nasional, terbukti hanya merupakan pewarisan system hukum pemerintah Hindia
Belanda yang menganut civil law system semata-mata dipaksaka berlakunya
ditengah-tengah masyarakat hukum adat. Pembentukan system hukum nasional
sampai saat ini masih belum selesai dan patut dipertanyakan sebelum dan setala
memasuki era reformasi, pembentukan system hukum tersebut lebih banyak hasil
harmonisasi pengaruh hukum asing atau hukum internasional ke dalam
peraturan perundang-undangan.2
Secara konseptual dan mendasar perlu dilaksanakan transformasi hukum barat,
hukum Islam, dan hukum adat ke dalam system hukum nasional, sehingga
menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai siste hukum nasional yang berfilsafatkan
pancasila dan UUD 1945. Namun, karakteristik dan system hukum nasional
Indonesia sangat ditentukan oleh politik hukum nasional.

Sunarty Hartono

mengatakan bahwa apabila kita menempatkan hukum sebagai jembatan yang akan
2 Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif: Rekontruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan
dan Teori Hukum Progresif, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2012), hlm. 60-61

12

membawa kita kepada ide yang dicita-citaan, maka terlebih dahulu kita harus
mengetahui masyarakat yang bagaimana yang dicita-citakan oleh rakyat
Indonesia. Setelah kita mengetahui, dapatlah dicari system hukum untuk
mewujudkan cita-cita tersebut dan politik hukum yang bagaimana yang dapat
menciptakan system hukum nasional yang dikehendaki.3
Terkait dengan globalisasi Romli Atmasasmita, mengatakan bahwa dari sudut
kepentingan pembangunan hukum, Indonesa menghadapi tantangan global. Solusi
atas ancaman dan tantangan global abad ke-21 yang direkomendasikan oleh PBB
adalah diperlukan pengakuan dan penerapan konsep Collective Security
Responsible of State (CSR). Namun konsep CSR aman rentan terhadap
ketangguhan kedaultana suatu Negara karena dapat menggoyahkan pemeilharaan
dan penguatan stabiltas hukum, politik, social, keamanan dan budaya.
Politik humum nasional yang menjadi arah kebijakan hukum nasional ke depan
haruslah berpijak pada cita hukum Indonesia dengan berorientasi pada
kepentingan masa depan Indonesia, pembentukan hukum di Indonesia harus
bersumber dari pancasilan dan UUD 1945, disediakannya filter yang dapat
menyaring dan menjadi pedoman agar kepentingan bangsa Indonesia menjadi
yang utama dengan menjadikan pacasila sebagai pemandu dan alat filterisasi bagi
politik hukum nasional sebagaimana yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD
1945.
Sistem hukum nasioal yang bedasarkan kepada pancasila dan UUD 1945 yang
akan diwujudkan melalui politik hukum nasional merupakan system hukum yang
bersumber dan berakar pada masyarakat Indonesia yang meliputi system hukum
adat, system hukum Islam, dan system hukum Eropa. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa bentuk yang tepat untuk menerapkan arah kebijakan
pembangunan huku di Indonesia ialah seperti yang dimanahkan UUD 1945
sebelum amandemen yaitu melalui ketetapan MPR yang mana mencantumkan
arah poliik hukum nasional yang terdiri dari politik pembentukan hukum dan

3 Sunarty Hartono dalam Artidjo Alkostar dan M. Sholeh Amin, Pembangunan Hukum dalam
Perspektif Politik Hukum Nasional, ( Jakarta: Rajawali, 1986), hlm. 1

13

politik penegakan hukum, sehingga idealnya politik hukum nasional harus
mengikuti landasan, arah, kompoen dan strategi pencapainya.

DAFTAR PUSTAKA
Alkostar Artidjo dan M. Sholeh Amin, 1986M Pembangunan Hukum dalam
Perspektif Politik Hukum Nasional, (Jakarta: Rajawali.
Atmasasmita Romli, 2012, Teori Hukum Integratif: Rekontruksi terhadap Teori
Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Yogyakarta: Genta
Publishing, 2012.
Rosadi Otong, 2013. Studi Politik Hukum, Suatu Optik Ilmu Hukum, Edisi II
Yogyakarta: Thafa Media
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019
http://www.setneg.go.id

TUGAS POLTIK HUKUM
Arah Kebijakan Politik Pembangunan Hukum Nasional dalam Kajian
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun Ke-III 2015-2019

Oleh
Tri Aktariyani
NIM. 16/402762/PHK/09266

14

MAGISTER HUKUM KESEHATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2016