EFEKTIVITAS STRATEGI DIRECTED READING TH

EFEKTIVITAS STRATEGI DIRECTED READING THINKING ACTIVITY (DRTA)
DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN
KARYA SASTRA DAN BERPIKIR KRITIS SISWA SEKOLAH DASAR
Panji Maulana dan MT Hartono Ikhsan
STKIP Sebelas April Sumedang
panji_akatsuki@yahoo.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pendapat ahli dan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa masih rendahnya kemampuan membaca pemahaman dan berpikir kritis
siswa sekolah dasar di Indonesia. Dalam upaya mengatasi permasalahan rendahnya
kemampuan membaca pemahaman dan berpikir kritis tersebut, peneliti menggunakan strategi
DRTA yang memiliki prinsip dasar melibatkan keaktifan siswa mulai dari melatih memeriksa,
membuat hipotesis, menemukan bukti, menunda penghakiman, dan mengambil keputusan
berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis (1) pola rancangan pembelajaran membaca pemahaman dengan strategi
DRTA; (2) proses pembelajaran membaca pemahaman dengan strategi DRTA; (3) keefektifan
pembelajaran membaca dengan menggunakan strategi DRTA terhadap membaca pemahaman
karya sastra siswa sekolah dasar; dan (4) keefektifan pembelajaran membaca dengan
menggunakan strategi DRTA terhadap meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa
sekolah dasar.
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain Nonequivalent

Control Group Design. Dalam desain ini dua kelompok diberi prates untuk mengetahui
keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah
adanya perlakuan pada setiap kelompok, dilakukan pascates untuk mengetahui peningkatan
yang diperoleh oleh masing-masing kelompok. Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari tes pemahaman membaca bacaan, tes berpikir kritis, lembar observasi, dan
lembar tanggapan guru. Analisis data dilakukan dengan uji-t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran membaca dengan strategi DRTA
efektif dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman karya sastra dan berpikir
kritis siswa sekolah dasar. Hal ini terlihat dari uji-t yang menunjukan bahwa kemampuan
membaca pemahaman karya sastra dan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen mengalami
peningkatan lebih tinggi daripada kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini,
pembelajaran membaca dengan strategi DRTA dapat menjadi strategi pembelajaran alternatif
yang dapat diterapkan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan terutama membaca
pemahaman karya sastra dan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, strategi ini dapat
direkomendasikan untuk diterapkan dalam pembelajaran membaca di sekolah dasar.
Selanjutnya, strategi ini juga dapat direkomendasikan untuk diterapkan pada semua mata
pelajaran di sekolah dasar.
Kata kunci: Kata kunci: Strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA), Membaca
Pemahaman Karya Sastra, Berfikir Kritis
1. PENDAHULUAN

Membaca merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan seseorang karena
dengan membaca kita dapat mengetahui segala hal. Banyak ilmu yang kita dapat dari
membaca. Roger Farr (Damaianti, 2001:4) mengemukakan bahwa “Reading is the Heart of
Education”. Roger menyatakan bahwa membaca itu merupakan jantung pendidikan. Oleh
karena itu, pengajaran membaca sangat perlu diajarkan pada anak-anak khususnya anak usia

Sekolah Dasar. Membaca akan memberikan informasi-informasi penting yang dapat menjadi
sarana untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Jadi, tidaklah
berlebihan jika pengajaran membaca perlu mendapatkan posisi yang sangat penting karena
dengan membaca kita dapat mengakses informasi-informasi yang berguna, menambah
wawasan, dan pengetahuan baru yang akan semakin meningkatkan kecerdasannya sehingga
mereka lebih mampu menjawab tantangan hidup di masa-masa mendatang.
Dewasa ini, siswa dihadapkan pada kesulitan untuk memahami suatu bacaan secara
efektif dan rendahnya minat baca pada anak Sekolah Dasar di Indonesia, sehingga berimbas
pada rendahnya mutu atau sumber daya masyarakat. Rendahnya minat baca juga berimbas
pada rendahnya kualitas pendidikan kita, sehingga berimbas pada kualitas sumber daya
manusianya sendiri. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil data tes dari PIRLS (Progress in
International Reading Literacy Study) yang merupakan studi internasional dalam bidang
membaca pada anak-anak di seluruh dunia yang disponsori oleh The International
Association for the Evaluation Achievement (IAEA), menghasilkan bahwa Indonesia berada

pada urutan keempat dari bawah yang diikuti oleh 45 negara pada tahun 2006 (IEA, 1992;
Asia’s Weeks, 1997 dalam Iskandarwassid dan Dadang Sunendar: 2008: 245-245).
Berdasarkan hasil riset tersebut, Badan Pusat Statistik pada tahun 2006 juga
mempublikasikan data yang menginformasikan bahwa masyarakat Indonesia belum
menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber untuk mendapatkan informasi. Masyarakat
lebih memilih menonton televisi (85,9%) dan mendengarkan radio (40,3%) ketimbang
membaca (23,5%). Artinya, membaca untuk mendapatkan informasi baru dilakukan oleh
23,5% dari total penduduk Indonesia. Masyarakat lebih suka mendapatkan informasi dari
televisi dan radio ketimbang membaca. Dengan data ini terbukti bahwa membaca belum
menjadi kebutuhan bagi masuarakat.
Hasil penelitian-penelitian yang telah disebutkan diatas sangat memprihatinkan dan
merupakan tantangan bagi para pendidik untuk memperbaiki keadaan tersebut. Salah satu
yang menjadi sorotan tentang fenomena rendahnya kualitas membaca pemahaman ini yaitu
guru. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran guru memegang peranan penting dalam
membimbing, mengembangkan serta meningkatkan keterampilan siswa dalam membaca.
Banyak anak yang disuruh oleh guru untuk lebih rajin dan giat untuk membaca, tetapi
gurunya sendiri masih enggan untuk menjadikan kagiatan membaca sebagai sebuah
kebutuhan.
Seorang pakar psikologi kognitif, Robert J. Sternberg (dalam Cottel, 1995:187),
menyatakan bahwa untuk dapat mengolah kemampuan berpikir secara kritis maka perlu

dilakukan sejumlah langkah, diantaranya adalah memperluas landasan pengetahuan.
Perluasan landasan pengetahuan ini dapat dicapai melalui aktivitas membaca sebagaimana
pendapat Arief Ahmad (2007) yang menyatakan bahwa individu dapat memperluas wawasan,
meningkatkan pengetahuan dan memperkaya pengalaman melalui aktivitas membaca.
Relevansi antara aktivitas membaca siswa dengan pemikiran kritisnya terlihat dari
adanya fenomena baik pada siswa maupun masyarakat luas yang menunjukkan bahwa siswa
atau orang yang kritis umumnya adalah individu yang gemar dan aktif membaca. Aktivitas
membaca memberikan pengetahuan sebagai landasan pemikiran kritis karena informasi yang
ditransfer melalui membaca dapat meningkatkan kualitas isi dan bobot pemikiran individu.
Keluasan perspektif atau cara pandang yang membentuk kerangka pemikiran pun bisa
dikembangkan melalui membaca. Membaca merupakan aktivitas konstruktif untuk
merangsang perkembangan potensi individu termasuk pembangunan sikap dan pikiran
individu (Suprapto 2008) sehingga membentuk individu yang kritis baik sikap maupun
pemikirannya.
Membaca pemahaman memerlukan strategi dalam membacanya. Strategi adalah ilmu
dan kiat di dalam memanfaatkan segala sumber yang dapat dikerahkan untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Pengupayaan pencapaian tujuan akhir digunakan sebagai acuan
di dalam menata kekuatan serta menutup kelemahan yang kemudian diterjemahkan menjadi
program kegiatan yang merupakan makna strategi dari Joni dalam (Rahim, 2007: 36).

Membaca bukanlah sebuah kegiatan yang pasif yang hanya sekedar memahami lambanglambang tertulis, melainkan pula memahami, menerima, menolak, membandingkan dan
meyakini pendapat-pendapat yang ada dalam bacaan, membaca pemahaman inilah yang
dibina dan dikembangkan secara bertahap di sekolah.
Salah satu metode pembelajaran yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan strategi DRTA (Directed Reading Thinking Activity). Metode ini
merupakan suatu rencana membaca yang terdiri dari mensurvei isi, membuat pertanyaan,
membaca isi, menceritakan isi bacaan dan meninjau kembali bacaan (Tarigan, 1994: 35).
Stauffer dalam Sabarti, Maidar, dan Sakura (1999) menciptakan kegiatan (DRTA) yang
digunakan untuk kemampuan membaca pemahaman. Program ini dikembangkan berdasarkan
asumsi bahwa anak-anak dapat berpikir, bertindak dengan sadar, menyelidik, menggunakan
pengalaman dan pengetahuannya, menilai fakta dan menarik kesimpulan berdasarkan faktafakta, dan menghakimi atau membuat keputusan. Selain itu mereka terlibat secara emosional,
memiliki berbagai minat, mampu belajar, dapat membuat generalisasi, dan mampu
memahami sesuatu.
2. METODE DRTA, MEMBACA PEMAHAMAN KARYA SATRA, DAN BERPIKIR
KRITIS
a. Metode DRTA (Directed Reading Thinking Activity)
Strategi Membaca dan Berpikir Secara Langsung atau DRTA (Direct Reading
Thinking Activities) adalah untuk melatih siswa untuk berkonsentrasi dan berpikir keras guna
memahami isi bacaan secara serius. Stauffer dalam Rahim (2007:47) menciptakan kegiatan
“Directed Reading Thinking Activity” (DRTA) yang digunakan untuk kemampuan berpikir

kritis. Program ini dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa anak-anak dapat: berpikir,
bertindak dengan sadar, menyelidik, menggunakan pengalaman dan pengetahuannya, menilai
fakta dan menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta, dan menghakimi atau membuat
keputusan. Selain itu mereka terlibat secara emosional, memiliki berbagai minat, mampu
belajar, dapat membuat generalisasi, dan mampu memahami sesuatu.
Adapun langkah-langkah kegiatannya antara lain:
 Guru meminta siswa membaca judul teks bacaan. Apabila mungkin, siswa diminta
memperhatikan gambar, dan subjudul secara cepat. Setelah itu guru bertanya kepada siswa
sebagai pembangkit prediksi dan penciptaan konsentrasi saat membaca. Pertanyaan
tersebut misalnya “Apa kira-kira isi paragraf selanjutnya? Mengapa kalian membuat
pemikiran demikian?”
 Guru meminta siswa untuk membaca dalam hati, satu atau dua paragraf bacaan dengan
berkonsentrasi untuk menemukan kebenaran atau kesalahan peramalan yang dilakukan
semula.
 Bagian lanjut bacaan yang belum dibaca atau ditanyakan ditutup dulu dengan kertas.
Setelah membaca dalam hati guru mengajukan pertanyaan, “Apa kira-kira isi paragraf
berikutnya?” “Mengapa kalian memperkirakan demikian?”
 Langkah seperti tersebut di atas dilakukan sampai dengan bacaan itu habis atau selesai
dibaca. Selanjutnya dapat dilakukan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang isi bacaan
atau kagiatan yang lain.


Kegiatan DRTA menekankan kegiatan berpikir pada waktu membaca. Anak-anak
dilatih memeriksa, membuat hipotesis, menemukan bukti, menunda penghakiman, dan
mengambil keputusan berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya. Kegiatan ini
dilaksanakan dalam pengajaran kelompok dan individual. Kegiatan DRTA dilaksanakan
dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. Bahan yang digunakan dapat berupa
cerita fiktif atau tulisan nonfiktif. Secara lebih rinci tujuan-tujuannyan mencakup:
 Pengembangan pemahaman. Kegiatan latihan keterampilan dasar yang mencakup
diskusi, membaca lebih lanjut, dan menulis.
 Pengembangan tujuan membaca. Tujuan membaca setiap individu dan kelompok
ditentukan oleh pengalaman, kecerdasan, pengetahuan bahasa, minat, serta kebutuhan
siswa.
 Penyesuaian antara kecepatan membaca dengan tujuan yang ingin dicapai dengan
taraf kesulitan bahan. Penyesuaian ini menghasilkan berbagai jenis membaca.
 Pengamatan bacaan. Pengamatan ini mencakup kegiatan memperhatikan kesanggupan
untuk menyesuaikan kecepatan membaca dengan tujuan dan kesulitan bacaan, konsep,
dan keperluan untuk membaca ulang.
Strategi DRTA menuntut siswa terlibat aktif dengan pembelajaran. Hal itu
dikarenakan strategi DRTA melibatkan siswa dengan bacaan secara intensif. Sebelum
membaca, siswa membuat prediksi-prediksi dari petunjuk judul dan gambar, setelah itu

mencocokkan prediksi tersebut dengan teks. Barulah setelah itu, siswa membaca teks utuh,
lalu mengerjakan tes yang berkaitan dengan bacaan.
b. Membaca Pemahaman
M.E. Suhendar (2001: 16) berpendapat bahwa “Membaca pemahaman adalah
membaca bahan bacaan dengan menangkap pokok-pokok pikiran yang lebih tajam dan
dalam, sehingga terasa ada kepuasan tersendiri setelah bahan bacaan itu dibaca sampai
selesai”.
Sedangkan Henry Guntur Tarigan berpendapat bahwa, “Membaca pemahaman ialah
sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma
kesastraan, resensi kritis, drama tulis, dan pola-pola fiksi”. Membaca pemahaman atau
istilahnya Reading Comprehension atau ‘mengerti dan memahami’ sangat penting karena jika
seseorang belajar mendengarkan atau membaca dan dia tidak mengerti atau tidak memahami
apa yang didengar dan dibaca dan tidak melakukan tindakan atau usaha yang tepat untuk
emperoleh pemahaman maka dari sudut pandang bahasa orang ini dapat dikatakan tidak
sedang belajar. Muara akhir belajar adalah pemahaman, jika tidak paham dan tidak
melakukan usaha untuk memperoleh pemahaman maka dapat dikatakan kegiatan belajar yang
dilakukan sia-sia atau paling tidak dapat dikatakan tidak banyak manfaat yang dapat dipetik
dari usaha belajar tersebut.
Untuk keterampilan pemahaman, hal yang paling tepat digunakan adalah membaca
dalam hati, yang dapat dibagi dalam:

a) Membaca ekstensif, yang berarti membaca secara luas. Membaca ekstensif mencakup:
- Membaca Survei
Yaitu membaca dengan meneliti terlebih dahulu apa yang akan kita telaah dengan jalan
melihat judul yang terdapat dalam buku-buku yang ada hubungannya, kemudian
memeriksa atau meneliti bagan skema yang bersangkutan.
- Membaca Sekilas
Yaitu membaca yang membuat kita bergerak dengan cepat melihat, memperlihatkan bahan
tertulis untuk mencari arti, mendapatkan informasi/penerangan.
- Membaca Dangkal
Yaitu membaca untuk memperoleh pemahaman yang tidak mendalam dari suatu bacaan.

b) Membaca Intensif, yang berarti studi seksama telaah, teliti dan penanganan terperinci
yang dilaksanakan di dalam kelas terhadap suatu tugas yang pendek kira-kira dua sampai
empat halaman setiap hari.
Membaca Intensif mencakup:
1. Membaca telaah isi yang mencakup:
- Membaca teliti yaitu membaca yang menuntut suatu pemutaran atau pembalikan
pendidikan yang menyeluruh.
- Membaca kritis yaitu membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati,
mendalam, evaluatif, serta analitis dan bukan hanya mencari kesalahan.

- Membaca ide yaitu membaca yang ingin mencari, memperoleh serta memanfaatkan ideide yang terdapat pada bacaan.
- Membaca pemahaman yaitu membaca yang penekanannya diarahkan pada keterampilan
memahami dan menguasai isi bacaan.
Oleh karena itu pembaca atau siswa dituntut untuk:
- Memahami kata-kata yang dibacanya dan memahami arti
- Mampu mengidentifikasi arti yang sudah dikenal dalam konteks yang dibaca.
- Mampu untuk menerka arti kata yang belum dikenal dalam konteks yang dibaca.
- Mampu menangkap ide pokok bacaan.
- Mampu menangkap perincian.
- Mampu memahami maksud penulis.
2. Membaca telaah bahasa, yang mencakup:
- Membaca bahasa asing yaitu kegiatan membaca yang tujuan utamanya adalah
memperbesar daya kata dan mengembangkan kosakata.
- Membaca sastra yaitu membaca yang bercermin pada karya sasta dari keserasian
keharmonisan antara bentuk dan keindahan isi.
c) Berpikir Kritis
Max Black (1952) dan Robert Ennis (1962) dalam Arifin (2003) menyatakan berpikir
kritis adalah kernampuan menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir untuk
rnendapatkan pengetahuan yang disertai pengkajian kebenarannya yang efektif berdasarkan
pola penalaran tertentu. Berpikir kritis menggunakan dasar proses berpikir untuk

menganalisis argumen dan memunculkan wawasan terhadap tiap-tiap makna dan interpretasi,
untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis memahami asumsi.
Berpikir kiritis berbeda dengan berpikir biasa atau berpikir rutin. Berpikir kritis
merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai kualitas
pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih dan
rasional. Berpikir kritis mencakup ketrampilan menafsirkan dan menilai pengamatan,
informasi, dan argumentasi. Berpikir kritis meliputi pemikir-an dan penggunaan alasan yang
logis, mencakup ketrampilan membandingkan, mengklasifikasi, melakukan pengurutan
(sekuensi), menghubung-kan sebab dan akibat, mendeskripsikan pola, membuat analogi,
menyusun rangkaian, memberi alasan secara deduktif dan induktif, peramalan, perencanaan,
perumusan hipotesis, dan penyam-paian kritik. Berpikir kritis mencakup penentuan tentang
makna dan kepentingan dari apa yang dilihat atau dinyatakan, penilaian argumen,
pertimbangan apakah kesimpulan ditarik berda-sarkan bukti-bukti pendukung yang memadai.
Berpikir kritis merupakan keterampilan berpikir universal yang berguna untuk semua
profesi dan jenis pekerjaan. Demikian juga berpikir kritis berguna dalam melakukan kegiatan
membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, berdiskusi, dan sebagainya, untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik. Analisis yang kritis dapat meningkatkan pemahaman
tentang suatu masalah. Pemikiran yang analitis, diskriminatif, dan rasional, membantu
memilih alternatif solusi yang berguna dan menyingkirkan solusi yang tak berguna.

Pemikiran yang reflektif dan independen dapat menghindari keterikatan kepada keyakinan
yang salah, sehingga memperkecil risiko untuk pengambilan keputusan salah yang
didasarkan pada keyakinan yang salah tersebut.
Tabel Proses Berpikir Kritis
Langkah 1 Mengidentifikasi masalah, informasi yang relevan dan semua dugaan tentang
masalah tersebut. Ini termasuk kesadaran akan kemungkinan adanya lebih dari
satu solusi.
Langkah 3 Mengeksplorasi interpretasi dan mengidentifikasi hubungan yang ada. Ini
termasuk mengenali bias/prasangka yang ada, menghubungkan alasan yang
terkait dengan berbagai alternatif pandangan dan mengorganisir informasi yang
ada sehingga menghasilkan data yang berarti.
Langkah 3 Menentukan prioritas alternatif yang ada dan mengkomunikasikan kesimpulan.
Ini termasuk proses menganalisis dengan cermat dalam mengembangkan panduan
yang dipakai untuk menentukan faktor, dan mempertahankan solusi yang terpilih.
Langkah 4 Mengintegrasikan, memonitor dan menyaring strategi untuk penanganan ulang
masalah. Ini termasuk mengetahui pembatasan dari solusi yang terpilih dan
mengembangkan sebuah proses berkelanjutan untuk membangkitkan dan
menggunakan informasi baru.

d) Karya Sastra
Karya sastra adalah refleksi dari kehidupan. Manfaat karya sastra tersebut lebih
banyak dibandingkan dengan jangkauan program membaca. Bloin, dkk. (1956) dalam Rahim
(2007:88) mengembangkan sistem pengklasifikasian khusus (taxonomy) pada sasaran
pendidikan. Pengklasifikasian itu mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor.
Pengertian tentang sastra sangat beragam. Berbagai kalangan mendefinisikan
pengertian tersebut menurut versi pemahaman mereka masing-masing. Menurut A. Teeuw,
sastra dideskripsikan sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk
tulis. Sementara itu, Jacob Sumardjo dan Saini K.M. mendefnisikan sastra dengan 5 buah
pengertian, dan dari ke-5 pengertian tersebut dibatasi menjadi sebuah definisi. Sastra adalah
ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan
dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Secara lebih rinci lagi, Faruk mengemukakan bahwa pada mulanya pengertian sastra amat
luas, yakni mencakup segala macam hasil aktivitas bahasa atau tulis-menulis.
Seiring dengan meluasnya kebiasaan membaca dan menulis, pengertian tersebut
menyempit dan didefinisikan sebagai segala hasil aktivitas bahasa yang bersifat imajinatif,
baik dalam kehidupan yang tergambar di dalamnya, maupun dalam hal bahasa yang
digunakan untuk menggambarkan kehidupan itu.
3. METODE PENELITIAN
a. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.
Adapun eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu atau
eksperimen kuasi. Alasan digunakannya metode eksperimen semu dikarenakan
ketidakmungkinan peneliti untuk mengontrol semua variable yang relevan. Kuasi eksperimen
hampir sama dengan eksperimen sebenarnya, perbedaannya terletak pada penggunakan
subjek, yaitu kuasi eksperimen tidak dilakukan penugasan random, melainkan dengan
menggunakan kelompok yang sudah ada.

Implementasi metode penelitian dilakukan dengan menentukan siswa kelas V SDN
Margalaksana 3 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas V SDN Margalaksana 4 sebagai
kelas kontrol. Dua kelas ini kemudian mendapatkan tes awal untuk mengukur kemampuan
membaca siswa (pretest). Perlu dijelaskan bahwa dalam penelitian ini terdapat dua variabel,
yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Sebagaimana Sudjana (1989:24) mengemukakan
pendapatnya:
Variabel penelitian dibedakan menjadi dua kategori, yakni variabel bebas dan terikat
atau variabel independent dan variabel dependent. Variabel bebas adalah variabel
perlakuan atau sengaja dimanipulasi untuk mengetahui intensitasnya terhadap variabel
terikat. Variabel terikat adalah variabel yang timbul akibat variabel bebas, oleh sebab
itu variabel terikat menjadi tolak ukur atau indikator keberhasilan variabel bebas.
Berdasarkan pendapat di atas, penggunaan metode DRTA dalam pembelajaran bahasa
Indonesia ditempatkan sebagai variabel bebas, peningkatan kemampuan menyimak dan
membaca pemahaman sebagai variabel terikat. Metode DRTA merupakan kelas eksperimen
yang mendapat perlakuan dan kelas kontrol yang tidak mendapat perlakuan. Lebih jelas
desain ini adalah sebagai berikut.
Tabel Desain Penelitian
KELOMPOK
PRATES
PERLAKUAN
PASCATES
Eksperimen
X1
O2
O
Kontrol
O3
X2
O4
Keterangan:
O1
: Prates kelompok eksperimen
O2
: Pascates kelompok eksperimen
O3
: Prates kelompok kontrol
O4
: Pascates kelompok kontrol
X1
: Penerapan Metode DRTA (direct reading and thinking activity)
X2
: Pembelajaran dengan model konvensional
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembahasan penelitian dilakukan berdasarkan faktor-faktor yang dicermati dalam studi
ini. Faktor-faktor tersebut meliputi pemahaman terhadap bacaan sastra, kemampuan berpikir
kritis siswa, aktivitas siswa dan guru serta tanggapan guru terhadap pembelajaran dengan
strategi DRTA.
a. Pemahaman Membaca Karya Sastra
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa pemahaman membaca
siswa yang menggunakan pembelajaran dengan strategi DRTA mengalami peningkatan yang
lebih baik dibanding siswa yang pembelajarannya secara konvensional. Berdasarkan analisis
data rerata skor prates pemahaman membaca karya satra, pada tes I rerata skor membaca
pemahaman prates kelompok kontrol sebesar 62 dan rerata skor membaca pemahaman prates
kelompok eksperimen sebesar 63,5, pada tes II rerata skor membaca pemahaman pascates
kelompok kontrol sebesar 68 dan rerata skor membaca pemahaman pascates kelompok
eksperimen sebesar 87,5, pada tes III rerata skor membaca pemahaman pascates kelompok
kontrol sebesar 76 dan rerata skor membaca pemahaman pascates kelompok eksperimen
sebesar 89,5, rerata dari tes I-III adalah 68,7 untuk kelas kontrol dan untuk skor membaca
pemahaman pascates kelompok eksperimen adalah 81,1. Dari hasil ketiga skor tersebut
menunjukan bahwa pemahaman bacaan siswa pada kelompok kontrol dan eksperimen pada
saat prates masih sesuai dengan capaian masing-masing kelompok. Kemudian pembelajaran

dengan strategi DRTA pada kelompok eksperimen dan pembelajaran pembelajaran
konvensional (ceramah) pada kelompok kontrol, lalu dilakukan pascates pada kedua
kelompok penelitian. Rerata skor pascates kelompok kontrol meningkat menjad 68,
sedangkan pada kelompok eksperimen meningkat menjadi 87,5 pada tes I. Pada tes II rerata
skor kelompok kontrol sebesar 68 dan rerata skor kelompok eksperimen sebesar 76, dan pada
tes III rerata skor kelompok kontrol sebesar 89,5. Hal ini berarti pada kedua kelompok terjadi
peningkatan tetapi pada kelompok eksperimen diperoleh skor peningkatan yang lebih tinggi.
Dengan melihat hasil pascates antar kedua kelompok terdapat selisih rerata skor yang cukup
jauh, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran membaca dengan menggunakan
strategi DRTA lebih baik dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman karya
sastra siswa terhadap wacana.
Peningkatan yang signifikan pada kelompok eksperimen dikarenakan dalam
pembelajaran di kelas selama pengamatan, guru menerapkan prinsip dari strategi DRTA,
yaitu berkaitan dengan membangun skemata atau pengetahuan awal siswa tentang topik yang
akan dibahas. Guru membangun pengetahuan awal dengan menanyakan apa yang diketahui
tentang topik yang akan dibahas dengan cara melatih memeriksa, membuat hipotesis,
menemukan bukti, menunda penghakiman, dan mengambil keputusan berdasarkan
pengalaman dan pengetahuannya. Oleh karena itu, hal ini pun akan berpengaruh semakin
tingginya perolehan skor membaca pemahaman masing-masing siswa pada kelas eksperimen.
b. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh terlihat bahwa berpikir kritis siswa yang
menggunakan pembelajaran dengan strategi DRTA mengalami peningkatan yang lebih baik
dibanding siswa yang pembelajarannya secara konvensional. Berdasarkan analisis data rerata
skor prates berpikir kritis pada kelompok kontrol sebesar 62,1, dan rerata skor prates
kelompok eksperimen sebesar 62,9. Dari hasil rerata skor prates berpikir kritis kedua
kelompok tersebut menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada kelompok
kontrol dan eksperimen pada saat prates masih sesuai dengan capaian masing-masing
kelompok apa adanya. Bahkan terlihat bahwa rerata skor kemampuan berpikir kritis
kelompok eksperimen lebih tinggi dari pada kelompok kontrol. Namun, setelah dilakukan
pembelajaran dengan strategi DRTA pada kelompok eksperimen dan pembelajaran
konvensional (ceramah) pada kelompok kontrol, lalu dilakukan pascates kemampuan berpikir
kritis pada kedua kelompok penelitian, rerata skor pascates kelompok kontrol meningkat
menjadi 67,9 sedangkan pada kelompok eksperimen meningkat menjadi 86,4, dari hasil
peningkatan yang terjadi rerata skor kelompok kontrol meningkat dari 62,1 menjadi 67,9, ini
berarti kenaikan rerata sebesar 5. Sedangkan pada kelompok eksperimen rerata skor
kemampuan berpikir kritis membaca meningkat dari 62,9. Menjadi 86,4, ini berarti kenaikan
rerata skor kemampuan berpikir kritis pada kelompok eksperimen sebesar 23,4. Hal ini
berarti pada kedua kelompok terjadi peningkatan tetapi pada kelompok eksperimen diperoleh
skor peningkatan yang lebih tinggi. Dengan melihat hasil pascates antar kedua kelompok
terdapat selisih rerata skor yang besar, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran
membaca dengan menggunakan strategi DRTA lebih baik dalam meningkatkan berpikir kritis
siswa.
c.

Aktivitas Pembelajaran dengan Strategi DRTA
Setelah tes kemampuan membaca pemahaman diberikan, di akhir pembelajaran guru
mengulang kembali apa yang telah dipelajari dan bersama siswa menyimpulkan pelajaran
yang telah dilalui dalam pembelajaran yang telah dilaksanakan agar dapat menjadi
pengetahuan baru bagi siswa. Setelah menyimpulkan pelajaran, guru menutup pembelajaran
dengan salam.

Jika dilihat secara keseluruhan pertemuan, aktivitas guru cenderung meningkat
walaupun terkadang mengalami penurunan. Namun dari rata-rata hasil observasi terhadap
guru ternyata cukup baik karena nilai yag diperoleh lebih dari 3. Rerata di atas 3 ini
menandakan pengajaran guru menurut prosesnya adalah baik (Ruseffendi, 2001).
Peningkatan tersebut terutama terjadi pada upaya guru dalam mempersiapkan seluruh
perangkat pembelajaran, mulai dari membuat rencana pelaksanaan pembelajaran sampai pada
tahap pembelajaran. Penerapan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pelajaran
membaca dengan strategi DRTA ini menuntut guru memiliki komitmen untuk mengikuti
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran secara konsisten. Jika guru mencoba untuk
mengabaikan perencanaan yang telah dibuat maka kemungkinan besar kegiatan pembelajaran
tidak aka sesuai dengan apa yang diharapkan.
Aktivitas siswa selama proses pembelajaran juga berjalan dengan baik. Ini terlihat dari
rata-rata nilai yang diperoleh terhadap penilaian aktivitas siswa dalam kelas. Rata-rata nilai
yang diperoleh lebih dari 3, ini menandakan bahwa aktivitas siswa dalam setiap pertemuan
dalam kelas adalah baik.
Dilihat dari proses pembelajaran yang telah dilakukan dalam penelitian tersebut,
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, pembelajaran dengan strategi DRTA
menunjukan peran yang berarti dalam peningkatan kemampuan membaca pemahaman dan
berpikir kritis siswa. Berdasarkan hasil observasi, pembelajaran membaca dengan strategi
DRTA mampu menciptakan suasana belajar yang aktif dan membuat siswa tidak tegang.
Dengan demikian, maka hasil pembelajaran yang mengharapkan siswa mampu mencapai
nilai pemahaman yang tinggi dan semakin meningkat kemampuan berpikir kritisnya dapat
dicapai.
d.

Tanggapan Guru terhadap Pembelajaran dengan
Strategi DRTA
Respon guru yang diungkapkan melalui lembar tanggapan guru, diperoleh temuan
bahwa guru model di kelas eksperimen baru mendengar dan mengenal strategi DRTA.
Mereka merasa tertarik dan ingin lebih jauh memahami untuk mengembangkannya. Dari
hasil lembar tanggapan guru ditemukan bahwa selama ini guru model tidak banyak mengenal
model-model pembelajaran apalagi strategi DRTA. Oleh karena itu yang menjadi model
dalam penelitian ini sekaligus sebagai guru kelas, guru model tersebut menanyakan kepada
penulis bahwa apakah strategi DRTA juga bisa diterapkan pada pembelajaran mata pelajaran
selain bahasa Indonesia. Penulis menjelaskan bahwa strategi DRTA dapat digunakan pada
mata pelajaran lain selain Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Pendapat guru model mengenai
strategi DRTA adalah bahwa strategi DRTA lebih efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang optimal, penyampaian materinya lebih terarah dan sistematis. Oleh karena
itu, guru tertarik pada strategi membaca DRTA (directed reading thinking activity). Selain itu,
menciptakan suasana belajar yang kondusif dan bermakna.
5. KESIMPULAN
a.
Simpulan
Sejalan dengan rumusan masalah penelitian, studi ini memperoleh kesimpulan
berkenaan dengan hasil studi empirik tentang eksperimen strategi DRTA dalam pembelajaran
membaca pemahaman karya sastra. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut.
Pola rancangan pembelajaran dengan strategi DRTA, mulai dari rasional, pengertian,
tujuan, materi, teknik pendahuluan, sampai kepada prosedur pelaksanaan strategi DRTA,
yang sudah dihasilkan bermanfaat bagi guru-guru sekolah dasar untuk digunakan sebagai
manual dalam pembelajaran membaca.

Proses pembelajaran membaca dengan menggunakan strategi DRTA yang dimulai
dengan kegiatan awal yaitu pembukaan proses belajar mengajar dan apersepsi, kemudian
kegiatan inti yaitu pelaksanaan pembelajaran membaca dengan menerapkan strategi DRTA,
dan kegiatan penutup dengan memberikan kesimpulan berjalan dengan baik. Sebagian besar
siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran membaca dengan strategi DRTA. Hal
ini terlihat dengan adanya peningkatan nilai siswa yang semakin lama semakin baik selama
pembelajaran, sehingga memungkinkan untuk meningkatkan kemampuan membaca
pemahaman karya sastra dan berpikir kritis siswa yang menuju pada ketercapaian tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran membaca dengan strategi DRTA efektif untuk meningkatkan
kemampuan membaca pemahaman karya sastra. Dengan strategi DRTA juga siswa semakin
meningkat kemampuan berpikir kritis membacanya. Siswa akan semakin kritis untuk
membaca suatu bacaan ketika ia mendapatkan sesuatu dari apa yang ia baca.
Pembelajaran membaca dengan strategi DRTA efektif untuk meningkatkan berpikir
kritis siswa. Ini berarti strategi DRTA dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman
karya sastra dan berpikir kritis siswa sekolah dasar.
b.

Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, dapat dikemukakan beberapa rekomendasi
sebagai berikut. Pertma, berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa pembelajaran
membaca dengan strategi DRTA lebih baik dalam meningkatkan membaca pemahaman dan
berpikir kritis siswa di sekolah dasar. Oleh karena itu, penulis menjabarkan beberapa
rekomendasi sebagai berikut.
Bagi para guru yang mengajarkan pelajaran membaca di sekolah dasar, strategi
DRTA adalah strategi alternatif yang bisa digunakan dalam upaya meningkatkan kualitas
pendidikan terutama membaca pemahaman dan berpikir kritis siswa. Sebelum strategi ini
diimplementasikan, terlebih dahulu perlu dipersiapkan kemampuan guru dalam mengelola
strategi DRTA dan mengembangkan materi dan teknik strategi DRTA, serta kesiapan mental
guru untuk melaksanakan strategi ini. dalam strategi DRTA keberhasilan siswa dalam suatu
proses pembelajaran tidak cukup diukur hanya melalui tes tertulis saja. Akan tetapi penilaian
dilakukan secara menyeluruh terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Oleh
karena itu, dalam pengimplementasian strategi ini bukanlah berapa hasil skor siswa yang
menjadi tujuan, melainkan bagaimana siswa memperoleh hasil tersebut. Artinya, proses yang
dilalui oleh siswa dalam memahami materi pelajaran adalah hal yang diutamakan.
Bagi kepala sekolah, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pembelajaran
membaca dengan strategi DRTA dapat diimplementasikan di semua mata pelajaran. Oleh
karena itu, hendaknya para pemegang kebijakan menganjurkan para guru yang siswanya
mengalami kesulitan dalam memahami suatu pelajaran dapat menjadikan strategi DRTA
sebagai strategi alternatif dalam proses pembelajaran.
Bagi instansi terkait keterbatasan strategi DRTA adalah sering terjadi kevakuman
siswa pada tahap ketiga dari strategi DRTA, yaitu tahap peramalan atau penebakan isi
paragraf selanjutnya yang dibaca. Bagi guru yang kurang kreatif akan mengalami kesulitan
dalam tahap ini. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan ini terlebih dahulu perlu
disiapkan kemampuan guru dalam mengelola strategi DRTA, mengembangkan materi, teknik
penyampaian, dan kesiapan mental guru untuk melaksanakan strategi ini dengan programprogram pembinaan untuk para guru tersebut.
Ada beberapa rekomendasi yang dapat dilaksanakan untuk penelitian mendatang. Di
antaranya dengan memunculkan beberapa tema, baik yang berkaitan dengan pengembangan
tema lebih lanjut dengan cakupan penelitian yang lebih luas ataupun yang berkenaan dengan
beberapa tema lanjutan model penelitian dengan cakupan yang lebih spesifik.

UCAPAN TERIMA KASIH
Paper ini merupakan bagian dari hasil Penelitian Dosen Pemula tahun 2017. Terima kasih
penulis sampaikan kepada STKIP Sebelas April Sumedang maupun DIKTI yang telah
mensupport penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. (2010). Strategi Membaca: Teori dan Pembelajarannya. Bandung: Rizqi Press
Ahuja, Pramila. Ahuja, G.C. (2010). Membaca Secara Efektif dan Efisien. Bandung: PT.
Kiblat Buku Utama.
Cahyani, Isah, dkk. ( 2006 ). Kemampuan Berbahasa Indonesia di Sekolah Dasar. Bandung:
UPI PRESS.
Damaianti, Vismaia, Syamsudin AR, M.S. (2007). Metode Penelitian Pendidikan Bahasa.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Farida. (2011) tersedia di http://farida.blogspot.com/2011/03/peningkatan-kemam puanmembacapemaham an_917.html
Harjasujana. Dkk. (2006). Materi Pokok Keterampilan Membaca. Jakarta: Karunika.
Harris, A. J & E.R. Sipay. 1981. How to Increase Reading Ability. New York: Longman
Indriana, Dina. (2011). Mengenal Ragam Gaya Pembelajaran Efektif. Jogjakarta: DIVA
Press.
Iskandarwassid dan Sunendar, D. (2009) Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Penilaian Pembelajaran Bahasa. BPFE Yogyakarta
Nurhadi. (2005). Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca?: Suatu Teknik
Memahami Literatur yang Efisien). Bandung: Sinar Baru Algesindo..
Rahim, Farida. (2008). Pengajaran Membaca Di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Angsara.
Rahman. (2011). Model Mengajar dan Bahan Pembelajaran. Bandung: Alqa Print.
Resmini, N. dan Hartati, T. (2006). Kapita Selekta Bahasa Indonesia. Bandung: UPI Press.
Sanjaya, Wina (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana, Prenada Media Group
Sanjaya, Wina. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Bandung: Kencana.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suhendar dan Pien Supinah. Bahasa Indonesia : Pengajaran dan Ujian Keterampilan
Menyimak dan Keterampilan Berbicara. 1997. Bandung. Pioni Jaya.
Tampubolon. (2008). Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung:
Angkasa.
Tarigan, H. (1987). Pengajaran membaca. Bandung: Ganesa.
Tarigan, H. (2008). Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Tarigan, H. (2009). Strategi Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa. Bandung: Penerbit
Angkasa.
Tarigan Guntur H. (1986). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Wijaya.K. (2010). http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/19/manfaat-membaca/
http://emu1967.tripod.com/DRTA.htm DRTA-Directed Reading Thinking Activity

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

EFEKTIVITAS FISIOTERAPI DADA TERHADAP PENGELUARAN SEKRET PADA BRONKITIS KRONIS DI RUMAH SAKIT PARU BATU

22 163 24

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

UJI EFEKTIVITAS BENZALKONIUM KLORIDA KONSENTRASI 0,001% DENGAN pH 5 (Terhadap Aktivitas Bakteri Staphylococcus aureus)

10 193 21

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN SEPEDA MOTOR HONDA MELALUI PENDEKATAN BOSTON CONSULTING GROUP PADA PT. MPM MOTOR DI JEMBER

7 89 18

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

EFEKTIVITAS siaran dialog interaktif di Radio Maraghita sebaga media komunikasi bagi pelanggan PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten di Kelurahan Lebakgede Bandung

2 83 1