Peran Masyarakat Sebagai Social Capital

PERAN MASYARAKAT SEBAGAI SUATU SOCIAL CAPITAL TERHADAP
KEGIATAN KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
(PENDEKATAN EKONOMI)
(Tugas Kebijakan Agraria)

Oleh:
Faurani I Santi S
H363090131

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

PRAKARTA

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam Shalawat dan salam bagi
Rasulullah, Nabi Muhammad SAW.
Rasa syukur penulis panjatkan atas karunia dan ridho Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan
tugas ini, Paper ini menyajikan hasil penelitian pustaka mengenai Peran Masyarakat Sebagai
Social Capital Terhadap Kegiatan Konservasi Sumberdaya Lahan Pertanian Sebagai Suatu
Pendekatan Ekonomi

Adapun paper ini bertujuan untuk lebih memperdalam kemampuan dan keterampilan dalam
menganalisa permasalahan ekonomi yang berkaitan dengan upaya pelestarian alam khususnya
yang berkaitan dengan sector pertanian, sehingga dalam hal ini penulis selain mengacu pada
paper yang telah ditulis sebelumnya oleh beberapa literature, makalah, dan jurnal dari beberapa
penulis, namun melalui beberapa analisa dan teori tambahan, sehingga paper ini bisa disusun.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yusman Syaukat, MS,
selaku dosen pembimbing sekaligus dosen pengasuh mata kuliah Kebijakan Agraria.
Penulis menyadari masih ada beberapa kekurangan dan keterbatasan, mengingat waktu dan
lamanya persiapan dan proses penulisan yang cukup singkat. Sehingga paper ini bisa ditulis.
Walau demikian penulis berharap agar senua yang tertuang dalam paper ini dapat bermanfaat
bagi semua yang membutuhkannya. Amin

Bogor, Juli 2010
Penulis

2

Peran Masyarakat Sebagai Social Capital Terhadap Kegiatan Konservasi
Sumberdaya Lahan Pertanian Sebagai Suatu Pendekatan Ekonomi
Oleh:

Faurani I Santi S
(H363090131)
Abstrak
Pangan adalah sumber energi bagi manusia dan pangan merupakan salah satu tujuan
kenapa manusia berusaha dan melakukan kegiatan. Upaya memperoleh sumber pangan tidaklah
terlepas dari peran sektor pertanian dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan
yang harus tersedia bagi masyarakat secara keseluruhan. Akan tetapi upaya pengadaan pangan
seringkali terhambat dengan fenomena yang terjadi dilingkungan sekitar, dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk diikuti dengan semakin besarnya kebutuhan pangan yang
tersedia seringkali menjadi penghambat, belum lagi perilaku manusia yang diikuti dengan
semakin berkembangnya pengetahuan dan teknologi yang ditemukan yang mendasari motivasi
manusia untuk menemukan suatu inovasi dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas
sumber pangan. Seringkali inovasi yang pada awalnya ditemukan bertujuan untuk meningkatkan
sumber pangan, akan tetapi justru menjadi kendala bagi tujuan manusia tersebut. Sehingga
seringkali pengetahuan dan teknologi justru menjebak manusia dalam dampak negatif yang
dihasilkan setelahnya.
Untuk itu, upaya pelestarian/konservasi lahan khususnya lahan pertanian haruslah
menjadi fokus bagi pemerintah dan masyarakat dalam rangka mengatasi potensi-potensi dan
dampak yang bisa terjadi akibat semakin berkembangnya teknologi dan pengetahuan serta
semakin besarnya tuntutan kebutuhan masyarakat akan ketersediaan pangan yang cukup dan

berkualitas.
Adapun dalam artikel ini, dijelaskan bahwa peran masyarakat yang dikenal sebagai
social capital sangatlah penting. Karena dengan peran dan keterlibatan masyarakat ini
merupakan suatu modal kuat bagi eksistensi dan kesinambungan, serta daya dukung bagi
program peningkatan kuantitas dan kualitas sumber pangan, sekaligus menjaga kelestarian alam
yang pada nantinya akan kita wariskan bagi generasi selanjutnya.
3

Selain faktor-faktor sosiologis, faktor-faktor ekonomis seperti cost-benefit framework
sebagai landasan penentuan kebijakan pemerintah maupun komunitas masyarakat juga patut
diperhatikan, karena jika kita bicara mengenai upaya pelestarian alam berarti kita juga bicara
mengenai suatu kegiatan investasi, yang jika dipandang sepintas tidaklah terlalu menguntungkan
dalam jangka pendek tetapi justru akan dirasakan manfaatnya dalam jangka waktu panjang.
Dengan kata lain investasi yang berkaitan dengan upaya kelestarian alam/lahan akan dirasakan
baru setelah beberapa tahun kemudian. Namun demikian setelah dipelajari dan dipertimbangkan
lebih jauh lagi, jenis investasi ini justru akan menghasilkan hasil yang jauh berlipat ganda
daripada biaya yang telah dikeluarkan.
Kata kunci: kebijakan, konservasi lahan pertanian, social capital, dan cost-benefit
framework


I.

Pendahuluan

Sumberdaya alam merupakan aset penting suatu negara dalam melaksanakan
pembangunan, khususnya pembangunan di sektor ekonomi. Selain dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia, sumberdaya alam juga memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi kesejahteraan suatu bangsa (wealth of nation). Oleh karena itu, pemanfaatan dan
pengelolaan sumberdaya alam secara optimal, lestari dan berwawasan lingkungan sudah
semestinya dilakukan.
Sumberdaya alam merupakan anugerah Tuhan yang harus dijaga oleh setiap umat
manusia, dimana dengan keberadaan sumberdaya tersebut mampu memberikan nilai ekonomis
bagi manusia itu sendiri. Selain sebagai sumber pangan juga merupakan sumber penghasilan
bagi penduduk yang ada disekitarnya. Karena dari sumberdaya alam itulah, maka penduduk
disekitar bisa memanfaatkan untuk memperoleh bahan makanan (berbagai buahan, sayuran, ikan,
hewan ternak, dan sebagainya), maupun sumber pendapatan yang dapat dikembangkan manusia
sehingga memiliki nilai ekonomis (seperti lahan pertanian, kehutanan, perikanan, maupun
industri).
Kegiatan manusia yang bersumber pada proses produksi, dapat dikatakan sebagai tujuan
utama dari manusia dalam berusaha. Hal ini, tidaklah lepas dari ketergantungan manusia

4

terhadap alam karena selain alam merupakan sumber bahan, baik bahan baku juga merupakan
tempat dimana kegiatan ekonomi tersebut dilakukan. Meskipun dengan semakin majunya suatu
teknologi, keberadaan sumberdaya alam tetap saja dibutuhkan dan tidak dapat disubstitusi. Justru
dengan semakin berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia dihadapkan suatu
fenomena dimana dampak perkembangan teknologi dan pengetahuan adalah langsung terhadap
eksistensi dan kualitas sumberdaya alam kedepan sehingga manusia dihadapkan oleh dua
kemungkinan apakah dampak yang disebabkan oleh perkembangan teknologi dan pengetahuan
tersebut searah atau justru bertentangan dengan keberadaan sumber daya alam.
Seperti diketahui, bahwa seringkali muncul permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya
alam akibat berkembangnya teknologi dan pengetahuan. Dampak seperti kerusakan hutan,
degradasi lahan pertanian, pencemaran udara dan air, hama, ataupun kematian hewan seringkali
justru timbul akibat perkembangan tersebut. Sebaliknya apabila teknologi dan pengetahuan
tersebut diterapkan secara bijaksana dan bertanggungjawab maka akan menambah nilai
ekonomis dari sumberdaya alam tersebut. Dengan kata lain, manusia dalam menerapkan dan
mengembangkan teknologi dan pengetahuan sebaiknya memperhatikan aspek-aspek lain seperti
aspek sosial budaya selain aspek ekonomis. Hal ini berkaitan dengan eksistensi dan
kesinambungan dari manfaat sumberdaya alam itu sendiri dalam jangka panjang. Jangan sampai
tindakan yang mengeksploitasi alam hanya bisa dirasakan manfaatnya oleh generasi sekarang

tetapi sebaliknya tidak dapat dirasakan manfaatnya bagi generasi selanjutnya.
Pada tahun 2040 diperkirakan oleh para pakar kependudukan penduduk dunia mencapai
10 milyar, 8 orang dari setiap 10 orang (80%) akan menempati benua Asia, Afrika dan Amerika
Latin, sehingga tekanan terhadap lingkungan dan degradasi lahan akan makin besar. Tantangan
pada dekade yang akan datang adalah kepastian penyediaan pangan, pakan, tanaman serat, dan
bahan bangunan untuk mencukupi kebutuhan pangan, sandang dan perumahan. Biomas
tumbuhan dan pertanian dalam arti yang luas merupakan penyangga utama kehidupan di bumi
dan terus akan memainkan peranan penting dalam memasuki periode yang paling kritis dalam
sejarah peradaban manusia, jika negara berkembang tidak berhasil memenuhi keperluan pangan
yang bernilai gizi tinggi, keperluan sandang dan perumahan yang layak bagi rakyatnya (Manwan
dan Oka, 1992; Triharso, 1978)

5

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa sumberdaya alam merupakan unsur
penunjang bagi keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan ekonomi nasional, oleh
Triharso (1992) dalam jurnalnya yang berjudul Pembangunan Pertanian Lingkungan
Berwawasan Lingkungan Yang Berkelanjutan dikatakan bahwa

Pembangunan Nasional,


merupakan usaha mempertemukan empat unsur pokok, yakni: (i) Manusia Indonesia, (ii) sumber
daya alam, (iii) dinamika sosial yang bergolak dan iv) teknologi. Dan dengan menguasai
teknologi, bangsa Indonesia dapat mengembangkan serta memanfaatkan sumber daya alamnya
secara bijaksana dan efisien; di dalamnya sudah terkandung usaha pengamanan tata lingkungan.
Usaha pembangunan tersebut bertumpu pada tiga jalan sekaligus, yang secara politik dikenal
sebagai Trilogi Pembangunan yaitu:
1.

Mencapai laju pertumbuhan setinggi-tingginya,

2.

Pemerataan pendapatan,

3.

Memelihara kestabilan nasional dengan jalan memperluas kesempatan kerja,

memupuk kemampuan nasional dalam bidang ekonomi, penyediaan pangan yang cukup,

keamanan lahir dan batin.
Secara operasional perlu ditambahkan logi yang keempat, menjadi caturlogi yakni:
Menjaga kelestarian dan meningkatkan nilai tambah dalam alam lingkungan.Agar keempat usaha
tersebut dapat terlaksana sangat perlu diadakan kebijaksanaan nasional di bidang pengelolaan
sumber daya alam yang mencakup pengelolaan:
1.

sumber daya mineral dan energi,

2.

sumber daya tanah dan air,

3.

sumber daya hutan dan tumbuhan,

4.

sumber daya kelautan (marine resources).


Adapun tujuan dari kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang dilaksanakan
berlandaskan sudut pandang yang menyeluruh, rasional, bersistem, dan terpadu antara lain:
1.

Menjamin persediaan bahan mentah terus menerus dalam jumlah dan mutu yang

sesuai dengan keperluan sedemikian rupa agar laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan taraf
hidup rakyat secara merata tercapai,
2.

Mengusahakan agar semua sumber daya alam digunakan se-produktif mungkin

dengan pemborosan yang seminimal mungkin untuk kepentingan orang banyak,
6

3.

Meningkatkan nilai tambah sumber daya alam disertai dengan usaha memelihara


kelestarian tata lingkung,
4.

Mengusahakan agar pemanfaatan sumber daya alam dapat meningkatkan

ketahanan nasional dalam arti kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin
kelangsungan hidupnya.
Maka dari itu, kelestarianian lingkungan berdasarkan empat tujuan diatas harus
berdasarkan suatu tata nilai, yakni tata nilai tata lingkungan dengan falsafah hidup secara damai
dengan alam lingkungan itu sendiri. Asas ini harus ditumbuhkan di sekolah maupun di luar
sekolah, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi (Zen, 1982).

II.

Sumberdaya dan Konservasi Sumberdaya

Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang
dikandungnya terpelihara dengan baik (Piagam Burra, 1981). Konservasi adalah pemeliharaan
dan perlindungan terhadap sesuatu yang dilakukan secara teratur untuk mencegah kerusakan dan
kemusnahan dengan cara pengawetan (Peter Salim dan Yenny Salim, 1991). Kegiatan konservasi

selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni
wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya (UU No. 24 Tahun 1992). Kawasan lindung
adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa
guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
a.

Ruang Lingkup Sumber Daya

Sifat atau ciri-ciri sumber daya alam di Indonesia yang menonjol ada dua macam, yaitu
penyebaran yang tidak merata dan sifat ketergantungan antara sumber daya alam. Sumber daya
alam sendiri dapat diklasifikasikan berdasarkan kemampuannya menjadi dua golongan, yaitu
sumber daya alam yang dapat pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih. Sumber daya
alam buatan adalah hasil pengembangan dari sumber daya alam hayati dan/atau sumber daya

7

alam non hayati yang ditunjuk untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, dan/atau kemampuan
daya dukungnya, antara lain hutan buatan, waduk, dan jenis unggul.
b.

Konservasi Sumber Daya Alam di Indonesia

Mulai tahun 1970-an konservasi sumber daya alam di Indonesia berkembang dan
memiliki suatu strategi yang bertujuan untuk: a. Memelihara proses ekologi yang penting dan
sistem penyangga kehidupan, b. Menjamin keanekaragaman genetik, dan c. Pelestarian
pemanfaatan jenis dan ekosistem.
Berdasarkan Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1990 dan Strategi Konservasi Dunia kegiatan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meliputi kegiatan: a. Perlindungan
proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem-sistem penyangga kehidupan, b.
Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, c. Pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
c.

Macam-macam Konservasi

Ada empat macam konservasi sumberdaya alam yaitu: a) konservasi sumberdaya alam
hayati , b) konservasi sumberdaya alam non hayati, c) konservasi energi dan sumber daya
mineral dan d) konservasi sumber daya buatan dan cagar alam
Konservasi sumberdaya alam hayati merupakan upaya perlindungan terhadap proses
ekologi sebagai suatu sistem penyangga kehidupan, keanekaragaman genetik, dan pemanfaatan
jenis dan ekosistem. Yang mana peranannya adalah sebagai: a). Penyelamat usaha pembangunan
dan hasil-hasil

pembangunan, b) Pengembangan Ilmu Pendidikan, c) Pengembangan

kepariwisataan dan peningkatan devisa, d). Pendukung pembangunan bidang pertanian, e).
Keseimbangan lingkungan alam, dan f). sumber manfaat bagi manusia.
Sedangkan menurut UU No. 5 Tahun 1990, Kawasan konservasi Alam adalah kawasan
dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang
juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan, yang terdiri dari cagar alam, suaka
margasatwa, hutan wisata, daerah perlindungan Plasma Nutfah, dan daerah pengungsian satwa
(sumber: massofa.worldpress.com)

8

Sedangkan konservasi sumberdaya alam non hayati meliputi konservasi tanah dan air,
dan pengelolaan daerah aliran sungai. Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan
tanah. Sedangkan konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air yang jatuh ke tanah
seefisien mungkin, pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak dan
terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Persoalan konservasi tanah dan air adalah
kompleks dan memerlukan kerjasama yang erat antara berbagai disiplin ilmu pengetahuan
seperti ilmu tanah, biologi, hidrologi, dan sebagainya. Pembahasan tentang konservasi tanah dan
air ini selalu tidak akan terlepas dari pembahasan tentang siklus hidrologi. Siklus hidrologi ini
meliputi proses-proses yang ada di dalam tanah, badan air, dan atmosfer, yang pada intinya
terdapat dua proses yaitu evaporasi dan presipitasi yang dikendalikan oleh energi matahari.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang dibatasi oleh batas alam (topografi) di
mana aliran permukaan yang jatuh akan mengalir ke sungai-sungai kecil menuju ke sungai besar
akhirnya mencapai danau atau laut. Pengelolaan DAS berupaya untuk menselaraskan dikotomi
kepentingan ekonomi dan ekologi. Kepentingan ekonomi jangka pendek akan terancam bila
kepentingan ekologi diabaikan. Sebaliknya gerakan perbaikan ekologi yang melibatkan
masyarakat tidak akan terpelihara secara terus menerus tanpa memberi dampak langsung
terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Untuk mencapai tujuan pengelolaan
DAS diperlukan upaya pokok dengan sasaran: a. Pengelolaan Lahan, b. Pengelolaan Air, dan c.
Pengelolaan Vegetasi.
Konservasi Energi dan Sumber Daya Mineral, didefinisikan sebagai kemampuan untuk
melakukan kerja. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan energi supaya
berkelanjutan antara lain adalah bagaimana mengatur penggunaan energi yang berkualitas,
meminimumkan penggunaan energi untuk transportasi, dan mengubah energi secara efisien.
Konservasi energi dapat dilakukan pada bidang-bidang transportasi, bangunan, dan industri.
Jenis-jenis sumber daya mineral dapat digolongkan menurut kegunaannya yaitu menjadi sumber
daya mineral logam dan non logam.
Konservasi sumber daya buatan adalah perlindungan hasil pengembangan buatan dari
sumber daya alam hayati atau non hayati yang ditunjuk untuk meningkatkan kualitas, kuantitas
9

dan atau kemampuan daya dukungnya. Pengertian tersebut di atas menggambarkan bahwa
sumber daya buatan adalah sumber daya alam yang karena intervensi manusia telah berubah
menjadi sumber daya buatan. Bentuk sumber daya buatan ini dapat dilihat pada kawasan
budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, maupun kawasan cagar alam. Fungsi
kawasan-kawasan

tersebut

dapat

sebagai

pelindung

kelestarian

lingkungan

hidup,

dibudidayakan, permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi untuk kesejahteraan manusia dan kesinambungan pembangunan.

III.

Konservasi Lahan Pertanian

Konservasi lahan pertanian adalah suatu tindakan atau kegiatan yang yang dilakukan oleh
manusia dalam mengelola lahan pertanian sehingga dapat digunakan secara lebih baik dan
bertanggung jawab melalui kegiatan pengelolaan sumberdaya lahan, air, dan biologi secara
terintegrasi dengan menggunakan input eksternal yang terbatas. Konservasi tersebut berfungsi
dalam menjaga sustainabilitas/keberlanjutan produksi pertanian dan lahan pertanian melalui
suatu usaha atau tindakan dalam menyuburkan lahan pertanian yang bersifat permanen atau semi
permanen, seperti melakukan kegiatan pengolahan lahan yang beresiko nol atau minimum dalam
melakukan penggunaan pupuk organik (non pestisida), pembibitan secara langsung dan tindakan
pengolahan macam-macam varietas tanaman pangan sebagai suatu elemen/unsur yang penting
dalam kegiatan konservasi ini.
Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mencatat bahwa di tahun 1984 penduduk bumi
berjumlah 4,5 milyar. Sebenarnya pada waktu itu pangan diproduksi cukup untuk 6,5 milyar
orang, tetapi ironisnya ialah adanya 0,5 milyar penduduk bumi yang kelaparan. Ini berarti bahwa
ada pangan untuk 2 milyar orang tersia-sia, karena ada daerah yang tidak mempunyai daya beli
efektif terhadap surplus makanan di bagian bumi yang lain. Jadi dalam keadaan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang maju pesat, dunia dilanda kemiskinan eksternal. Sementara
sebagian besar penduduk bumi dilanda kemiskinan, sebagian penghuninya mengekploatasi dan
mencemari sumber daya di luar kemampuan sistem alam untuk menyerap dan memulihkannya
kembali. Dalam buku yang disunting oleh Hillary (1984) dikatakan bahwa "over-rich diets
litterally takee food from the mouth of hungry people". Jadi secara global dapat disimpulkan
bahwa penyebaran dan beban penduduk yang timpang, eksploitasi sumber daya yang serakah,
10

dan teknologi yang menghasilkan limbah yang berlebihan seperti sabun digantikan deterjen,
musuh alami hama dimatikan oleh pestisida, karet alam digantikan oleh karet sintetik, zat warna
nabati digantikan oleh zat warna sintetik dan sebagainya merupakan masalah lingkungan. Dalam
buku Silent Spring telah didramatisasi penggunaan pestisida yang tidak terkendali untuk
mengendalikan hama, khususnya untuk produksi pangan. Hal-hal tersebut di atas berlangsung
secara intensif dan sangat cepat, sehingga terjadi kesenjangan waktu antara kecepatan perusakan
dan pencemaran sistem alam yang tidak seimbang dengan kemampuan alam untuk
membersihkan dan merehabilitasi diri dari segala macam kerusakan dan pencemaran. Oleh
karena itu, strategi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah menjadi penyelamat
masalah lingkungan dan memperkecil kesenjangan waktu tersebut, misalnya substitusi energi
minyak dengan energi hayati atau energi matahari, teknologi kayu lapis, serta penggunaan
pestisida yang seminimal mungkin, yang kurang persisten, kurang toksik dan lebih selektif
(Soerjani, 1988).

IV.

Penurunan Kualitas Lahan Pertanian (Lahan Kritis Pertanian)

Lahan kritis mempunyai beberapa definisi, meskipun pada dasarnya memiliki pengertian
yang sama. Dikatakan bahwa kritisnya lahan tersebut merupakan suatu pengurangan kemampuan
lahan secara agregat/menyeluruh atas potensi produktif lahan termasuk dalam hal ini adalah
pengurangan kualitas pada hutan, sawah tadah hujan, irigasi, sistem pertanian, maupun lahan
lainnya yang memiliki nilai ekonomis (Stocking and Murnaghan 2001). Gretton and Salma
(1997).
Salah satu penyebab utama lahan kritis tersebut pada kenyataannya adalah disebabkan
oleh kegiatan/aktifitas manusia. Beberapa ahli tanah menyatakan bahwa lahan kritis tidak dapat
secara penuh ditanggulangi. Disamping adanya hubungan secara non-linier antara tanah dan
pertanian seringkali juga disebabkan oleh adanya hubungan keseimbangan situasi/kondisi secara
berganda. Sebagai contoh, lahan kritis merupakan penyebab tingginya ketidakmampuan untuk
menghasilkan produk yang diharapkan (Eswaran et al. 2001). Sebagai contoh pada lahan kritis
akan mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan akibat menurunnya kualitas tanah dan rusaknya
akar-akar tanaman yang ditandai dengan menurunnya kadar nutrisi dalam tanah. Sebagai akibat
dari proses dan kegiatan pemupukan dengan menggunakan pupuk un-organik dengan kadar
11

kimia berbahaya yang dapat menurunkan laba pertanian akibat menurunnya kemampuan tanah
dalam meningkatkan kesuburan, sebagai hasil adalah 1.9 miliar hektar lahan pertanian diseluruh
dunia mengalami kerusakan lahan (El-Beltagy 1997). Dregne and Chou (1992) dan diperkirakan
hampir 70% tanah mengalami kekeringan.

V.

Dampak Lahan Kritis Pertanian Terhadap Nilai Ekonomis Pertanian.

Rata-rata lahan kritis diperkirakan sekitar 21 juta hektar per tahun, dengan 6 juta hektar
secara permanen berdampak pada resiko yang sangat kritis terhadap lahan pertanian.
Permasalahan mengenai pengaruh lahan kritis terhadap krisis pangan dunia yang berdampak
pada potensi meningkatnya jumlah kemiskinan merupakan suatu isu global sejak tahun 1969.
Akibat dari lahan kritis tersebut berpengaruh pada menurunnya produktivtas pertanian dan
lingkungan yang mempengaruhi menurunnya produktivitas penghasil tanaman pangan. Beberapa
penelitian telah memperkirakan bahwa jika trend/arah produktivitas pertanian negatif terus
berlanjut maka ketahan pangan untuk jangka panjang akan dialami oleh seluruh dunia khususnya
bagi negara-negara yang masuk dalam kategori negara miskin (El-Beltagy 1997; Eswaran et al.
2001).
Seperti negara-negara di belahan Afrika (disekitar wilayah gurun Sahara) yang secara
geologi merupakan wilayah tua dengan banyaknya populasi penduduk miskin dan tanah yang
tidak subur. Berkurangnya jumlah nutrisi pada tanah merupakan faktor utama penyebab
terjadinya lahan kritis dan mengurangi nilai ekonomis dari lahan itu sendiri. Sebagai contoh 38
negara di benua Afrika, meliputi 26 LDC dengan rata-rata lahan per hektar kehilangan nutrisi
sebesar 22 kg nitrogen, 3 kg fosfor, dan 15 kg potassium (Holden 1997).
Dampak dari lahan kritis terhadap produktivitas lahan pertanian juga telah ditemukan,
dimana sebanyak 55 persen lahan pertanian di Afrika mengalami erosi dan disertifikasi (Dregne
1990). Lal (1995) dan diestimasikan negara-negara tersebut akan mengalami kerugian sekitar 40
persen dengan rata-rata tingkat erosi sebesar 2-40 persen, dalam pengertian tanah/lahan tersebut
mengalami pengurangan kualitas sebesar 8.2 persen. Penelitian tersebut, juga memproyeksikan
bahwa akibat adanya resiko lahan kritis tersebut maka keuntungan yang akan diperoleh akan
mengalami penurunan, sehingga potensi resiko kerugian yang ditanggung oleh petani akan
12

semakin besar dengan nilai 16.5-20 persen. Dikatakan bahwa lahan secara praktis akan
kehilangan kemampuan produktivitasnya jika lahan kritis tersebut terus terjadi.
Sebagai tambahan informasi, diketahui di China dan Thailand mengalami lahan kritis
pada tingkat mikro (plot) yang disebabkan oleh menurunnya tingkat kesuburan tanah, dan
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Eswara (2001), ditemukan bukti bahwa secara
tidak langsung kondisi ini mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat khusunya
masyarakat yang hidup dan mengandalkan penghasilannya pada sektor pertanian. Sedangkan
dampak negatif selanjutnya sangat berpotensi pada ketahanan pangan, kekurangan gizi, dan
besarnya angka kematian anak.

VI.

Hubungan Antara Peran Masyarakat Sebagai Social Capital dengan
Konservasi Sumberdaya Lahan

Konsep Social Capital dimulai dari hasil pengamatan bahwa terdapat pola interaksi
masyarakat yang tersusun dan terbagi atas struktur masyarakat setempat dengan karakteristik
dari struktur masyarakat yang akan mempengaruhi beberapa keputusan ekonomi dari berbagai
pihak yang masuk dalam kelompok masyarakat tersebut. Secara spesifik dijelaskan bahwa
struktur masyarakat setempat tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi dan hasil yang
diperoleh melalui 3 mekanisme yaitu: pengadaan informasi, pengaruh pada biaya transaksi, dan
adanya kenyataan terjadinya penurunan peran serta dan tindakan secara kolektif oleh masyarakat.
Hubungan antara peran masyarakat dengan kegiatan konservasi lahan dapat dilihat
sebagai berikut:
Pertama, struktur masyarakat dapat mempengaruhi penyebaran informasi diantara
berbagai pihak yang terlibat. Pada saat pihak-pihak tersebut kerap berinteraksi pada organisasi
dan jaringan kerja wilayah setempat, dan pada hasil pengamatan terhadap norma-norma
masyarakat setempat (sebagai contoh, pada saat terjadinya pesta budaya yang dilakukan secara
rutin), masyarakat cenderung lebih suka mengamati perilaku satu sama lain diantara mereka
(terjadilah penyebaran informasi satu arah) dan melakukan pertukaran informasi antara mereka
sehari-hari (penyebaran informasi dua arah). Secara kontras dikatakan bahwa pada saat institusi
lokal, jaringan kerja, maupun norma-norma masyarakat tidak melibatkan kelompok yang
13

berbeda (sebagai contoh pihak yang terlibat dilapangan), maka masyarakat dapat membedakan
berapa frekwensi penyebaran informasi menjadi informasi satu arah ataupun informasi dua arah.
Kedua, interaksi masyarakat dapat mempengaruhi tingkat dan jumlah biaya transaksi
yang dikeluarkan bersamaan dengan adanya beberapa proses pertukaran di masyarakat. Saat
terjadinya interaksi antar individu, terbentuklah suatu pola kehidupan masyarakat maka interaksi
yang terpola tersebut akan menciptakan suatu ekspektasi/harapan dari suatu kebiasaan untuk
saling mempercayai dalam melakukan suatu perjanjian berdasarkan kontrak-kontrak surat
berharga yang harus disepakati bersama, dikombinasikan dengan sangsi-sangsi dan peraturanperaturan di masyarakat. Sebaliknya, jika kondisinya menunjukan terdapat kelangkaan normanorma yang mengikat masyarakat maka akan memicu biaya yang lebih besar sehingga
terciptalah in-efisiensi pasar.
Ketiga, tanpa adanya suatu batasan tertentu, maka pihak-pihak yang terlibat dalam
interaksi tersebut tidak akan memperoleh insentif dalam bentuk hubungan kerjasama secara
kolektif yang saling menguntungkan. (Olson 1965) misalnya seperti keterlibatan dalam
membangun sistem pengairan sawah. Sehinga secara berkala interaksi tersebut dapat membentuk
suatu batasan-batasan/aturan-aturan yang mengikat didalam masyarakat seperti yang terjadi pada
budaya masyarakat Bali pada sistem pengairan lahan pertanian (subak)
Sebagai ilustrasi dari tiga mekanisme tersebut, maka unsur-unsur yang terlibat dalam
masyarakat seringkali bertindak sebagai penentu kebijakan ekonomi. Dampak selanjutnya dari
hubungan interkasi masyarakat tersebut adalah berpengaruh pada optimalisasi para pelaku
ekonomi yang bertindak sebagai institusi informal dalam masyarakat yang mampu
meningkatkan atau justru bisa menurunkan produktivitas yang dihasilkan dalam masyarakat.
Institusi yang dijelaskan tersebut oleh Schiff (1992) seperti pada kasus budaya
masyarakat Bali didefinisikan sebagai social capital yang berfungsi sebagai suatu unsur dari
struktur masyarakat sebagai salah satu masukan/input dalam menghasilkan fungsi utilitas dan
produktivitas masyarakat. Dimana fungsi ini dipandang mampu mengembangkan wawasan dan
pemikiran para praktisi untuk mengetahui sejauhmana karakteristik tertentu dalam masyarakat
dapat mempengaruhi besarnya keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh mereka melalui
perencanaan yang akan didesain untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
14

Sebagai ilustrasi dapat kita lihat persamaan 1 yang dijelaskan dalam hubungan fungsi
sebagai berikut: (1) Et.