T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Menguak Identitas Lesbian di Salatiga dalam Perspektif Erving Goffman T1 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seorang LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) di tengah masyarakat
heteroseksual menghadapi sebuah tantangan yang besar bagi sebagian individu. LGBT di era
serba modern dengan perkembangan jaman yang sangat pesat, berbagai kalangan
masyarakat pun memiliki cara pandang yang berbeda tentang LGBT. LGBT merupakan hal
yang tidak dapat dipilih atau dihindari. Kelompok masyarakat LGBT umumnya dianggap
berbeda karena perbedaan orientasi seksualnya. Padahal kelompok masyarakat ini juga
memiliki kesempatan, hak dan peluang yang sama, serta ingin pula diterima di tengah
masyarakat. Namun sebagian anggota masyarakat beranggapan bahwa LGBT merupakan hal
yang mengganggu di tengah masyarakat. Selain itu, bagi beberapa kalangan masyarakat,
hubungan yang sewajarnya adalah hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan1.
Persoalan LGBT bukan lagi menjadi isu yang ditutup-tutupi. Di berbagai belahan
dunia, isu ini pun menjadi persoalan yang kontroversial. Dilansir dari bbc.com, pada 2014
silam terjadi sebuah pro dan kontra yang menjadi perhatian secara global. Pada 24 Februari
2014, Uganda mengesahkan adanya Undang-Undang Anti-Gay yang memperketat sanksi
terhadap homoseksualitas. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa mereka yang
tidak melaporkan warga homoseksual dapat dijerat tindak kriminal2. Sedangkan bagi pelaku
homoseksual, maka akan menjadi seorang kriminal di negara tersebut dan harus siap
menghadapi hukuman penjara selama 14 tahun. Namun di tahun yang sama, pada bulan

Agustus, Mahkamah Konstitusi Uganda membatalkan Undang-Undang tersebut karena
mendapatan banyak kecaman dari para aktivis HAM serta dunia internasional. Berbeda
dengan negara Amerika Serikat (AS), dimana pada tahun 2015 AS mulai melegalkan adanya
pernikahan sesama jenis. Hal ini membuat AS resmi menjadi negara ke-21 yang melegalkan
adanya pernikahan sesama jenis. Tuntutan untuk memiliki hak yang sama di mata hukum
oleh Obergefell yang merupakan pemimpin kaum LGBT AS pun akhirnya dikabulkan oleh

1
2

http://breaktime.co.id/health/mind-and-soul/menilik-pro-dan-kontra-seputar-lgbt.html
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/02/140224_uganda_museveni

1

Hakim Anthony Kennedy. Walaupun demikian, tetap ada pula salah satu hakim yang ikut
serta dalam proses hukum ini yang menentang tuntutan tersebut3.
Dilansir dari sixpackmagazine.net, menurut survei CIA jumlah populasi LGBT
tertinggi adalah di negara China, India, Eropa dan Amerika. Sedangkan Indonesia berada
pada urutan nomor 5 setelah keempat negara tersebut. Para ilmuwan meyakini bahwa

terdapat setidaknya 10% populasi LGBT di seluruh dunia. Itu berarti terdapat kurang lebih
750 juta jiwa dari kurang lebih 7,5 milyar populasi manusia di seluruh dunia. Jumlah ini
hampir 3 kali lipat dari jumlah penduduk di Indonesia 4. Sedangkan di Indonesia sendiri,
pada survei Kementrian Kesehatan di tahun 2012, terdapat kurang lebih 1 juta penduduk
Indonesia adalah LGBT 5 . Tingginya jumlah LGBT di Indonesia ini juga dapat sebagai
konsekuensi dari besarnya jumlah penduduk di Indonesia. Sehingga persoalan LGBT ini
tidak hanya terjadi di negara-negara bagian Eropa maupun Afrika saja.
Pada Januari 2016 lalu, melalui sebuah acara terbuka yang diselenggarakan oleh
sebuah kelompok kajian mahasiswa Universitas Indonesia “Support Group and Resource
Center of Sexuality Studies” (SGRC) pun isu orientasi seksual kaum LGBT menjadi

perbincangan yang hangat dibicarakan di Indonesia. Salah seorang pemuka agama
mengatakan bahwa LGBT adalah hal yang menjijikkan dan berbahaya. Hal tersebut
disampaikan oleh Mahfud MD selaku guru besar FH-UII Yogyakarta yang juga sebagai
mantan ketua Mahkamah Konstitusi melalui kicauan di akun twitternya 6. Selain itu, pada
Maret 2016, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Zulkifli Hasan juga menegaskan
bahwa gaya hidup menyimpang yang dilakukan oleh kaum LGBT termasuk sebagai faktor
pendorong yang akan merusak moral dan budaya bangsa Indonesia 7. Beliau menegaskan
berbagai pihak hendaknya mempersempit ruang gerak penyebaran LGBT karena LGBT
dinilai tidak memiliki tempat di Indonesia karena dilarang oleh semua agama 8. Berbagai

kecaman dan ujaran kebencian yang ditujukan kepada kelompok masyarakat LGBT kian
mengundang perhatian baik melalui selebaran yang diedarkan secara langsung maupun
3

http://global.liputan6.com/read/2260632/amerika-resmi-legalkan-pernikahan-sejenis
http://www.sixpackmagazine.net/2015/11/jumlah-populasi-gay-di-indonesia-dan.html
5
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/23/o1e9ut394-berapa-sebenarnya-jumlah-gay-diseluruh-indonesia
6
http://www.voaindonesia.com/a/lgbt-di-indonesia-media-vs-agama-/3186174.html
7
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/03/09/173751997/zulkifli-hasan-lgbt-merusak-moral-bangsa
8
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/03/04/078750595/ketua-mpr-lgbt-harus-dipersempit-tapi-mestidilindungi

4

2

melalui penggunaan media sosial. Haris Azhar selaku Koordinator Komisi untuk Orang

Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang dilansir dari nasional.tempo.co
menjelaskan bahwa ujaran kebencian terhadap LGBT awalnya hanyalah wacana penolakan
berupa pernyataan ketidaksukaan pribadi terhadap kelompok LGBT. Namun hal tersebut
malah kian meningkat menjadi pernyataan diskriminatif hingga ujaran kebencian9.
Namun secara medis, dokter spesialis bedah saraf RS Mayapada Roslan Yusni Hasan
menjelaskan bahwa orientasi seksual LGBT tidak tumbuh karena adanya pengaruh
pergaulan dan hal tersebut tidak menular. Beliau menjelaskan bahwa perbedaan orientasi
seksual yang terjadi pada LGBT lebih disebabkan oleh perubahan hormon pada saat di
kandungan. Selama 8 minggu usia kandungan pada dasarnya semua janin berjenis kelamin
perempuan. Setelah 8 minggu tersebut barulah terjadi perubahan dan perbedaan, di mana
sebagian tetap menjadi perempuan dan sebagian lainnya bergeser menjadi laki-laki.
Perubahan jenis kelamin ini didorong adanya impuls (gen SRY) pada saraf yang akan
membentuk organisasi dibawahnya. Rangsangan dari gen tersebut yang nantinya akan
memicu meningkatnya hormon testosteron yang akan membentuk jenis kelamin laki-laki.
Jika tidak ada hormon testosteron tersebut maka janin akan tetap berjenis kelamin
perempuan. Sehingga proses inilah yang disebut sebagai proses maskulinisasi dan
menghilangkan sifat perempuan. Pada proses maskulinisasi ini akan terbentuk karakter lakilaki dan hilangnya karakter perempuan atau defeminisasi. Pada kenyataannya, proses
maskulinisasi ini ada yang berjalan dengan sangat sempurna namun ada sebagian yang tidak
maksimal sehingga proses defeminisasi tidak berjalan. Hal ini menyebabkan beberapa sisi
feminin ikut berkembang dan melekat pada janin.

Untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang mampu memberikan
toleransi tidak hanya secara suku, agama, ras, dan budaya saja namun juga toleransi terhadap
adanya perbedaan orientasi seksual di Indonesia masih terbilang sulit. Secara hukum, adanya
perbedaan orientasi seksual di tengah masyarakat Indonesia masih kurang dilindungi.
Padahal jelas tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28A-28J bahwa setiap
makhluk hidup memiliki hak untuk hidup, berkembag dan memajukan diri, berkeluarga,
diakui dan dilindungi, berhak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam

9

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/02/26/078748481/ujaran-kebencian-ke-lgbt-marak-pemerintah-dimintabertindak

3

pemerintahan, memiliki kebebasan, berhak untuk hidup sejahtera dan diwajibkan untuk
saling menghormati hak asasi manusia orang lain dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Namun sangat disayangkan bahwa adanya Undang-Undang yang
dibuat oleh pemerintah ini terkadang hanya dijadikan sebagai bacaan dan bahan mata
pelajaran di sekolah-sekolah saja. Sehingga kehidupan di tengah masyarakat tidak selalu
sesuai dengan harapan yang tertulis dalam peraturan tersebut. Hal ini tergambar dengan

munculnya kecaman dan ujaran kebencian terhadap kaum-kaum minoritas seperti halnya
kaum LGBT. Koordinator Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM), Muhammad Nurkhoiron menyayangkan adanya
diskriminasi terhadap kaum LGBT yang semakin berdampak luas. Negara Indonesia seolah
melangkah mundur dalam penerimaan LGBT. Padahal hak bagi kaum LGBT juga
merupakan bagian dari HAM10.
LGBT dalam tingkatan kehidupan sosial sehari-hari masih mendapatkan tekanan
yang sangat kuat karena adanya diskriminasi gender. Adanya berbagai penolakan dan
diskriminasi terhadap LGBT pun berdampak pada kelompok hingga individu yang
merupakan salah satu dari LGBT. Memang beberapa kelompok dan individu dalam
kelompok gay sudah mulai muncul di tengah masyarakat dan berani untuk berekspresi. Gay
yang notabene adalah seorang laki-laki lebih memiliki ruang gerak yang lebih luas
dibandingkan dengan lesbian. Hukum patriarki pun membawa seorang perempuan lebih
memiliki tanggung jawab penuh terhadap ranah domestik, terikat dengan aturan-aturan dan
memiliki keterbatasan ruang gerak. Sedangkan bagi laki-laki, meskipun mereka adalah lakilaki gay, tidak sulit bagi mereka untuk bebas berkumpul dan berekspresi karena mereka
tidak terikat dengan aturan dan tanggung jawab domestik.
Dalam sebuah penelitian dengan judul “Relationship Development dalam Konteks
Persahabatan yang Dibangun Antara Perempuan Lesbian dengan Perempuan Heteroseksual”
di Surabaya didapati bahwa lesbian sebagai objek penelitian cenderung kurang dapat terbuka
dengan perbedaan orientasi seksualnya di tengah masyarakat yang heteroseksual. Salah satu

penyebab sikap tertutup yang didapatkan melalui penelitian tersebut yaitu adanya rasa takut
kehilangan atau dijauhi oleh orang-orang disekitarnya yang notabene heteroseksual. Padahal

10

https://nasional.tempo.co/read/news/2016/08/12/173795590/komnas-ham-penolakan-lgbt-semakin-keras-diindonesia

4

setelah diteliti, teman atau orang yang ditakutkan akan menjauhi subjek penelitian tersebut
malah dapat menerima dan sudah tahu tentang perbedaan orientasi seksual temannya
(Yuwono, 2013). Kecenderungan lesbian untuk lebih tertutup dalam pengungkapan dirinya
di tengah masyarakat heteroseksual pun hampir dialami oleh sebagian besar lesbian yang
ada. Menurut Erving Goffman, manusia adalah seorang aktor yang akan berusaha mencapai
tujuannya

dengan

mengembangkan


perilaku-perilaku

tertentu

untuk

menunjang

penampilannya saat berperan. Identitas yang ditampilkannya cenderung berubah-ubah dan
tidak stabil karena bergantung pada siapa sang aktor berinteraksi. Dalam teori dramaturgi
oleh Erving Goffman dijelaskan bahwa seorang aktor memiliki dua bagian yang akan
ditampilkannya, yaitu bagian depan (front) yang mencakup setting, pemampilan diri dan
instrumen-instrumen pendukung dalam mengekspresikan diri serta bagian belakang (back)
sebagai bagian yang tersembunyi. Bagian tersembunyi inilah yang cenderung merupakan
bagian sesungguhnya dari aktor tersebut. Lantas bagaimana dengan lesbian di Salatiga?
Dilansir melalui situs life.idntimes.com dan goodnewsfromindonesia.id, dalam
sebuah penelitian berkaitan dengan indeks kota toleran yang dikeluarkan oleh Setara
Institute pada tahun 2015, Salatiga merupakan kota paling toleran di Indonesia, di mana

masyarakat kota Salatiga paling mampu dalam bertenggang rasa. Setara Institute merupakan

sebuah lembaga yang bertujuan untuk mempromosikan pluralisme, kemanusiaan, demokrasi
dan Hak Asasi Manusia. Sehingga dengan masuknya kota Salatiga sebagai kota paling
toleran tersebut, maka dapat dipastikan bahwa nilai kemanusiaan dan tenggang rasa sangat
dijunjung tinggi di tengah masyarakat kota Salatiga. Namun hal ini juga tidak menutup
kemungkinan bahwa bagi lesbian, predikat ini belum tentu dapat mempengaruhi
keberaniannya untuk lebih terbuka di tengah masyarakat heteroseksual di Salatiga. Di
samping itu, di kota Salatiga sendiri belum ditemukan adanya komunitas bagi lesbian.
Padahal Salatiga berada di antara dua kota yang sudah ada komunitas tersebut, yaitu di kota
Solo, Ungaran dan Semarang. Sehingga hal inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi
peneliti untuk dapat melakukan penelitian yang mengkaji tentang lesbian di kota Salatiga.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana identitas lesbian di Salatiga dalam perspektif dramaturgi Erving Goffman?
1.3 Tujuan Penelitian
Menjelaskan identitas lesbian di Salatiga dalam perspektif dramaturgi Erving Goffman.
5

1.4 Manfaat Penelitian
Setelah melakukan penelitian ini, penulis berharap agar penelitian ini dapat memberikan
manfaat:
1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan studi
Ilmu Komunikasi mengenai seperti apa identitas lesbian di kota Salatiga dalam
lingkungan masyarakat heteroseksual yang dilihat melalui sudut pandang teori
dramaturgi Erving Goffman. Dalam studi Ilmu Komunikasi, belum banyak pula riset
yang mempelajari tentang kelompok minoritas (dalam hal ini kelompok lesbian).
Sehingga penelitian ini dapat memperkaya pengembangan Ilmu Komunikasi itu
sendiri.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia cenderung mengkotak-kotakan
kelompok-kelompok masyarakat. Salah satunya adalah kelompok LGBT (dalam
penelitian ini adalah kelompok lesbian). Adanya pengkotak-kotakan tersebut
membawa dampak tekanan terhadap kelompok minoritas dalam berintraksi di tengah
masyarakat, sehingga penelitian ini menjadi penting karena mampu memberikan
pengetahuan dan wawasan baru kepada khalayak agar nantinya lebih mampu
memberikan respons positif terhadap keadaan lingkungan sosial mereka, serta
memahami lebih jauh tentang adanya perbedaan orientasi seksual di tengah
masyarakat bukan sebagai penyakit namun sebagai salah satu kelompok masyarakat
yang patut dihargai keberadaannya.
1.5 Definisi Konsep
1.5.1 Lesbian

Lesbian atau lesbianisme berasal dari kata lesbos, yaitu salah satu nama pulau di
Yunani sebagai tempat tinggal para penyair abad ke-enam, Sappho. Lesbian
merupakan sebuah hubungan emosional dan seksual antara sesama perempuan.
Hubungan ini juga termasuk sebagai perasaan cinta, kedekatan emosional, dan atau
daya tarik seksual dengan perempuan lain (Maggie, 2002:246).

6

1.5.2 Identitas
Pada perkembangan diri seseorang, ia harus mampu mendefinisikan konsep
dirinya dalam hubungan sosialnya dengan orang lain. Untuk mendefinisikan hal
tersebut seseorang dapat dipengaruhi oleh bertambahnya kapasitas intelektual yang
dimilikinya sehingga akan muncul pula sudut pandang baru dalam melihat
lingkungan sosial disekitarnya. Dalam interaksinya dengan lingkungan sosial pun
seseorang cenderung memainkan sebuah peran tertentu untuk membentuk status baru
dalam masyarakat sehingga akan muncul identitas yang nantinya akan melekat pada
diri seseorang. Identitas pada dasarnya memiliki berbagai pengertian dari berbagai
ahli. Beberapa diantaranya menyebutkan bahwa identitas sesuatu yang khas dan
menjadi cara bagi seseorang untuk menampilkan atau menunjukan dirinya sebagai
individu yang berbeda di tengah masyarakat. Selain itu, ada pula yang
mendefinisikan identitas sebagai sebuah konsep yang digunakan untuk menyatakan
diri seseorang, siapakah mereka, orang seperti apakah mereka, hingga mampu
menunjukan bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain.
Namun, Fearon dalam Teori-Teori Komunikasi: Teori Komunikasi dalam
Perspektif Penelitian Kualitatif yang ditulis oleh Dr. Zikri Fachrul Nurhadi, M. Si
mendefiniskan identitas sebagai sesuatu yang abstrak, relatif dan bersifat jangka
panjang dan ada dalam dalam pikiran seseorang mengenai siapa dirinya. Identitas
juga dapat mempengaruhi eksistensi seseorang. Sehingga dapat dikatakan bahwa
identitas dapat menjadi sebuah motivasi dalam berperilaku yang melibatkan
keterlibatan secara emosional sehingga dikatakan sebagai identitas atau identitas diri.
Secara keseluruhan, identitas dapat disimpulkan sebagai sebuah alat yang
digunakan untuk menunjukan siapakah dirinya. Identitas dapat mencakup atribut
secara fisik, tujuan, harapan, keyakinan, prinsip, hingga gaya sosial seseorang.
Identitas merupakan hal yang dapat dianggap mampu menjelaskan tentang diri
seseorang yang membuat dirinya berbeda dari orang lain (Nurhadi, 2015:52-53).

7