Mengawal Industri Manufaktur di Indonesi
Mengawal Industri Manufaktur di Indonesia
Nadya Anugrah Rahman Ananda
2514 100 046
[email protected]
Abstrak
Pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia terus meningkat dari
tahun ke tahun, jenis industri manufaktur yang ada di Indonesia pun
semakin beragam. Hal tersebut dapat membawa dampak yang positif
namun apabila tidak terdapat regulasi ataupun integrasi dari stakeholder
terkait atau pemerintah, masalah-masalah baru dapat ditimbulkan. Dalam
hal ini program-program solutif perlu diterapkan untuk tetap menjaga iklim
persaingan yang sehat antar industri manufaktur yang ada.
Pendahuluan
Keberhasilan pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan dari pembangunan industri nasional. Untuk menjadi negara
yang bertumbuh,kuat,dan maju, kontribusi industri manufaktur harus
setidaknya 40% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) dalam
beberapa tahun kedepan. Jika angka tersebut tercapai, Indonesia dapat
dikatakan sebagai negara dengan industri yang kuat. Pada tahun 2011,
kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional tercatat 20.92%,
pada tahun 2012 dengan pertumbuhan 6.4%, industri manufaktur
menyumbang 20.8% atau sekitar Rp.1.714,3 triliun terhadap PDB nasional
sebesar Rp 8.241,9 triliun.
Gambar 1. Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non-Migas
(persero)
Melihat dari data tersebut, industri manufaktur Indonesia terus
berkembang dan semakin beragam jenisnya. Untuk memacu percepatan
pertumbuhan industri nasional tersebut,maka perkembangan ilmu
pengetahuan dan inovasi merupakan sarana yang akan menjadi andalan
bagi peningkatan kualitas produk serta keunggulan dan daya saing
ekonomi dan industri nasional. Karena berkembangnya kegiatan di sektor
industri, tentu memberikan sumbangan yang besar bagi keberhasilan
pembangunan ekonomi, terutama dapat menghemat devisa, mendorong
ekspor,menyerap tenaga kerjadalam jumlah yang signifikan,mengurangi
Nadya Anugrah Rahman Ananda |1 | Sistem Manufaktur
pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan menyumbang pemerataan
pendapatan masyarakat. Dengan beragamnya industri manufaktur di
Indonesia, iklim bersaing tentu semakin kuat,dalam hal ini pemerintah
setempat perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif guna
mendorong perkembangan industri manufaktur di Indonesia sendiri.
Undang-Undang Perindustrian yang baru saja selesai disahkan oleh DPR-RI
dan Pemerintah pada akhir tahun 2013 lalu diharapkan akan memberi
ruang dan payung hukum yang memadai untuk mengembangkan industri
nasional sehingga mampu menjadi pelaku industri baik secara nasional,
regional dan global.
Konten
Dalam periode 1980-2000 kinerja industri manufaktur Indonesia
dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama ( main winners)
bersama beberapa negara berkembang lain yang kebanyakan berasal dari
kawasan Asia Timur. Dalam dua dekade tersebut, kawasan Asia Timur
memang merupakan kawasan yang disebut sebagai mesin pertumbuhan
bagi peningkatan peran negara berkembang dalam pengembangan
industri manufaktur. Di antara kinerja negara-negara berkembang
tersebut, Cina merupakan pemenang nomor wahid. Sementara itu,
peringkat kinerja industri manufaktur Indonesia memang meningkat dari
urutan ke-75 pada tahun 1980, menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990,
dan urutan ke-38 pada tahun 2000. Namun demikian, dibandingkan
dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN),
peningkatan posisi Indonesia memang relatif terpuruk.
Terdapat beberapa permasalahan spesifik di sektor industri
manufaktur dimana pemerintah dan seluruh pihak yang terlibat dalam
perindustrian berkewajiban untuk mengawal industri manufaktur yang
beragam, permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
KKN dan layanan umum yang buruk mengakibatkan tingginya biaya
overhead. Menurut kajian Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD), pengeluaran untuk berbagai pungutan dan untuk
biaya buruknya layanan umum menambah biaya overhead sekitar
8,7 persen – 11,2 persen. Untuk mengatasi masalah KKN,
pemerintah sudah mempunyai badan independen yang bertugas
untuk memberantas korupsi,kolusi dan nepotisme. Hal lain yang
dapat dilakukan oleh stakeholder perusahaan adalah dengan ikut
mengawasi jalanya perusahaan,terutama dalam hal keuangan.
Cost of money yang relatif tinggi, tercermin dari suku bunga yang
saat ini sangat tinggi. Pengusaha dalam negeri yang mengandalkan
perbankan dalam negeri akan kalah bersaing dengan perusahaan
yang modal kerjanya dari luar negeri dengan bunga berkisar 4–6
persen.
Administrasi
perpajakan
yang
belum
optimal.
Pengusaha
menganggap administrasi perpajakan terutama dalam kaitannya
dengan restitusi produk-produk industri ekspor sangat tidak efisien.
Hal tersebut mengakibatkan daya saing produk ekspor menjadi
berkurang karena ketidakefisiensian tersebut dibebankan ke harga
jualnya. Selain itu, hal tersebut juga tidak kondusif untuk integrasi
antar industri terkait untuk pengadaan bahan antaranya. Pada
umumnya mereka memilih untuk impor bahan baku atau produk antara
Nadya Anugrah Rahman Ananda |2 | Sistem Manufaktur
karena sejak awal tidak terkena PPN. Pemerintah perlu mengkaji dalam
hal perpajakan supaya nilai ekspor Indonesia dari sektor industri
manufaktur
dapat
meningkat.
Upaya
untuk
menggairahkan
peningkatan basis produksi, produktivitas, dan investasi sektor industri
manufaktur sangat tergantung dari komitmen pemerintah di dalam
memfasilitasi berlangsungnya efisiensi usaha. Dalam hubungan ini,
peranan penyelenggaraan fasilitasi dan pelayanan publik dalam hal
perpajakan yang efisien sangat penting. Meskipun demikian, upaya
tersebut tetap perlu diselenggarakan dalam disiplin untuk tetap
menjaga stabilitas makro ekonomi yang telah dicapai selama ini.
Kandungan impor sangat tinggi. Nilai impor bahan baku, bahan
antara (intermediate), dan komponen untuk seluruh industri
meningkat dari 28 persen pada tahun 1993 menjadi 30 persen pada
tahun 2002. Khusus untuk industri tekstil, kimia, dan logam dasar
nilai tersebut mencapai 30-40 persen, sedangkan untuk industri
mesin, elektronik dan barang-barang logam mencapai lebih dari 60
persen. Tingginya kandungan impor ini mengakibatkan rentannya
biaya produksi terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dan kecilnya nilai
tambah yang mengalir pada perekonomian domestik. Dalam hal ini,
pemerintah tidak dapat berlaku banyak,karena komponen dalam
industri kebutuhannya berbeda antara satu dengan yang lain,dan
belum tentu yang diproduksi di Indoensia dapat memenuhi
permintaan tersebut.
Sebaran Industri yang terpusat di Pulau Jawa. Unit usaha industri
merupakan pencipta kesejahteraan (wealth) terpenting melalui nilai
tambah
produk-produk
yang
dihasilkan
dan
sekaligus
mendistribusikannya ke khalayak melalui pekerjanya. Oleh karena
itu distribusi dari segmen industri ini juga akan mencerminkan
distribusi kesejahteraan yang terbentuk. Menurut data tahun 2002,
dari 21,146 usaha industri berskala menengah dan besar, 17.118
atau 80 persen diantaranya berada di Pulau Jawa. Pemerintah dapat
menciptakakawasan industri di luar Pulau Jawa, dengan mengadakan
infrastruktur yang memadai pada daerah-daerah lain serta
membatasi jumlah industri yang ada di Pulau Jawa.
Struktur industri masih lemah. Sebagai illustrasi, di industri
kendaraan bermotor pada tahun 1997 jumlah produser komponen
mencapai 155 perusahaan. Namun hampir semua produsen
komponen ini merupakan pemasok lapis pertama. Hal ini
menunjukkan lemahnya kedalaman struktur industri nasional
otomotif. Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama di Jepang
ada 350 pemasok lapis pertama, 2.000 pemasok lapis kedua, dan
10.000 pemasok lapis ketiga. Artinya industri nasional sangat
terintegrasi secara vertikal. Pemerintah dapat mengadopsi cara
tersebut guna memperbaiki struktur industri yang ada di Indonesia
guna memperbaiki struktur industri nasional baik dalam hal konsentrasi
penguasaan pasar maupun dalam hal kedalaman jaringan pemasok
bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang setengahjadi bagi industri hilir. Pada tahap awal pembangunan industri nasional,
sumberdaya industri dan wiraswastawan industri masih sangat langka
sehingga kebijakan nasional sangat permisif terhadap praktek-praktek
monopoli. Dalam memperbaiki konsentrasi industri, pemerintah akan
melakukan upaya-upaya untuk menegakkan prinsip-prinsip tata
Nadya Anugrah Rahman Ananda |3 | Sistem Manufaktur
pengelolaan korporasi yang baik dan benar (good corporate
governance, GCG) secara sistematis dan konsisten, dan menurunkan
besarnya hambatan masuk unit usaha baru ke pasar yang monopolistis.
Perlu pula ditingkatkan iklim persaingan secara sehat untuk mendorong
perusahaan berkompetisi sehubungan dengan semakin ketatnya
persaingan global.
Iklim persaingan yang kurang sehat. Banyak sub-sektor industri
yang beroperasi dalam kondisi mendekati ”monopoli”. Hal ini
ditunjukkan dengan tingginya indeks konsentrasi untuk dua
perusahaan (CR2). Pada tahun 2002, lebih dari 50 persen kelompok
usaha industri memiliki angka diatas 0,50 dan banyak kelompok
industri yang angka konsentrasi yang makin besar. Beberapa contoh
adalah pada industri tepung terigu, rokok putih, dan kendaraan roda
2. Keadaan ini menyebabkan insentif untuk penurunan biaya
produksi menjadi kecil. Harus ada regulasi dari pemerintah supaya
monopoli industri tidak terjadi. Dalam rangka mendukung perkuatan
daya saing, perluasan di dalam penerapan standardisasi untuk
produk-produk industri manufaktur adalah sangat penting. Selain
mendorong peningkatan kualitas produk-produk tersebut agar sesuai
dengan permintaan pasar di dalam maupun di luar negeri,
penerapan standardisasi produk akan bermanfaat di dalam
mendukung upaya perlindungan konsumen.
Kesimpulan
Melihat hal diatas, seiring berjalannya waktu, pertumbuhan industri
manufaktur di Indonesia terus meningkat dan jenisnya amat beragam,
daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap
berperan sebagai sektor strategis di dalam perekonomian nasional.
Pembangunan daya saing industri dimaksudkan untuk menjawab
tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia serta mampu
mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat.
Beberapa upaya telah ditempuh untuk mendorong peningkatan daya saing
industri manufaktur, baik dalam regulasi maupun fasilitas pemerintah.
.............................................................................
Referensi :
Dhanani, Syafiq,. 2000. Indonesia : Strategy for Manufacturing Competitiveness ,
Vol. 2, UNIDO, Jakarta
Hartanto, Airlangga., 2014. Peluang dan Tantangan Sektor Industri menghadapi
Perekonomian Nasional, Regional, Global di Masa Depan.
Investor Daily., 2015. 2015, Sektor Manufaktur Dibidik Tumbuh 7,5%,
http://www.kemenperin.go.id/artikel/9400/2015,-Sektor-Manufaktur-DibidikTumbuh-7,5 diakses tanggal 23 Maret 2016
Kaneko, Yukio., Tampubolon, Hasudungan., 1987. The Development of the
Manufacturing Sector in Indonesia, Southeast Asian Studies , Vol. 25, No.2
Lestari, Sri., 2016. Hadapi Masyarakat Ekonomi Asean, Industri Butuh Perbaikan
Regulasi
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/01/160103_indonesia_
mea_industri diakses tanggal 23 Maret 2016
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan
Industri Nasional
Nadya Anugrah Rahman Ananda |4 | Sistem Manufaktur
Primadhyta, Safyra., 2015. Industri Manufaktur Menggeliat di Kuartal II,
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150804101541-78-69903/industrimanufaktur-menggeliat-di-kuartal-ii/ diakses tanggal 23 Maret 2016
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
Nadya Anugrah Rahman Ananda |5 | Sistem Manufaktur
Nadya Anugrah Rahman Ananda
2514 100 046
[email protected]
Abstrak
Pertumbuhan industri manufaktur di Indonesia terus meningkat dari
tahun ke tahun, jenis industri manufaktur yang ada di Indonesia pun
semakin beragam. Hal tersebut dapat membawa dampak yang positif
namun apabila tidak terdapat regulasi ataupun integrasi dari stakeholder
terkait atau pemerintah, masalah-masalah baru dapat ditimbulkan. Dalam
hal ini program-program solutif perlu diterapkan untuk tetap menjaga iklim
persaingan yang sehat antar industri manufaktur yang ada.
Pendahuluan
Keberhasilan pembangunan ekonomi sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan dari pembangunan industri nasional. Untuk menjadi negara
yang bertumbuh,kuat,dan maju, kontribusi industri manufaktur harus
setidaknya 40% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) dalam
beberapa tahun kedepan. Jika angka tersebut tercapai, Indonesia dapat
dikatakan sebagai negara dengan industri yang kuat. Pada tahun 2011,
kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB nasional tercatat 20.92%,
pada tahun 2012 dengan pertumbuhan 6.4%, industri manufaktur
menyumbang 20.8% atau sekitar Rp.1.714,3 triliun terhadap PDB nasional
sebesar Rp 8.241,9 triliun.
Gambar 1. Pertumbuhan PDB Nasional & Industri Manufaktur Non-Migas
(persero)
Melihat dari data tersebut, industri manufaktur Indonesia terus
berkembang dan semakin beragam jenisnya. Untuk memacu percepatan
pertumbuhan industri nasional tersebut,maka perkembangan ilmu
pengetahuan dan inovasi merupakan sarana yang akan menjadi andalan
bagi peningkatan kualitas produk serta keunggulan dan daya saing
ekonomi dan industri nasional. Karena berkembangnya kegiatan di sektor
industri, tentu memberikan sumbangan yang besar bagi keberhasilan
pembangunan ekonomi, terutama dapat menghemat devisa, mendorong
ekspor,menyerap tenaga kerjadalam jumlah yang signifikan,mengurangi
Nadya Anugrah Rahman Ananda |1 | Sistem Manufaktur
pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan menyumbang pemerataan
pendapatan masyarakat. Dengan beragamnya industri manufaktur di
Indonesia, iklim bersaing tentu semakin kuat,dalam hal ini pemerintah
setempat perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif guna
mendorong perkembangan industri manufaktur di Indonesia sendiri.
Undang-Undang Perindustrian yang baru saja selesai disahkan oleh DPR-RI
dan Pemerintah pada akhir tahun 2013 lalu diharapkan akan memberi
ruang dan payung hukum yang memadai untuk mengembangkan industri
nasional sehingga mampu menjadi pelaku industri baik secara nasional,
regional dan global.
Konten
Dalam periode 1980-2000 kinerja industri manufaktur Indonesia
dikategorikan sebagai salah satu pemenang utama ( main winners)
bersama beberapa negara berkembang lain yang kebanyakan berasal dari
kawasan Asia Timur. Dalam dua dekade tersebut, kawasan Asia Timur
memang merupakan kawasan yang disebut sebagai mesin pertumbuhan
bagi peningkatan peran negara berkembang dalam pengembangan
industri manufaktur. Di antara kinerja negara-negara berkembang
tersebut, Cina merupakan pemenang nomor wahid. Sementara itu,
peringkat kinerja industri manufaktur Indonesia memang meningkat dari
urutan ke-75 pada tahun 1980, menjadi urutan ke-54 pada tahun 1990,
dan urutan ke-38 pada tahun 2000. Namun demikian, dibandingkan
dengan beberapa negara pesaing utama di Asia Timur (termasuk ASEAN),
peningkatan posisi Indonesia memang relatif terpuruk.
Terdapat beberapa permasalahan spesifik di sektor industri
manufaktur dimana pemerintah dan seluruh pihak yang terlibat dalam
perindustrian berkewajiban untuk mengawal industri manufaktur yang
beragam, permasalahan tersebut adalah sebagai berikut:
KKN dan layanan umum yang buruk mengakibatkan tingginya biaya
overhead. Menurut kajian Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi
Daerah (KPPOD), pengeluaran untuk berbagai pungutan dan untuk
biaya buruknya layanan umum menambah biaya overhead sekitar
8,7 persen – 11,2 persen. Untuk mengatasi masalah KKN,
pemerintah sudah mempunyai badan independen yang bertugas
untuk memberantas korupsi,kolusi dan nepotisme. Hal lain yang
dapat dilakukan oleh stakeholder perusahaan adalah dengan ikut
mengawasi jalanya perusahaan,terutama dalam hal keuangan.
Cost of money yang relatif tinggi, tercermin dari suku bunga yang
saat ini sangat tinggi. Pengusaha dalam negeri yang mengandalkan
perbankan dalam negeri akan kalah bersaing dengan perusahaan
yang modal kerjanya dari luar negeri dengan bunga berkisar 4–6
persen.
Administrasi
perpajakan
yang
belum
optimal.
Pengusaha
menganggap administrasi perpajakan terutama dalam kaitannya
dengan restitusi produk-produk industri ekspor sangat tidak efisien.
Hal tersebut mengakibatkan daya saing produk ekspor menjadi
berkurang karena ketidakefisiensian tersebut dibebankan ke harga
jualnya. Selain itu, hal tersebut juga tidak kondusif untuk integrasi
antar industri terkait untuk pengadaan bahan antaranya. Pada
umumnya mereka memilih untuk impor bahan baku atau produk antara
Nadya Anugrah Rahman Ananda |2 | Sistem Manufaktur
karena sejak awal tidak terkena PPN. Pemerintah perlu mengkaji dalam
hal perpajakan supaya nilai ekspor Indonesia dari sektor industri
manufaktur
dapat
meningkat.
Upaya
untuk
menggairahkan
peningkatan basis produksi, produktivitas, dan investasi sektor industri
manufaktur sangat tergantung dari komitmen pemerintah di dalam
memfasilitasi berlangsungnya efisiensi usaha. Dalam hubungan ini,
peranan penyelenggaraan fasilitasi dan pelayanan publik dalam hal
perpajakan yang efisien sangat penting. Meskipun demikian, upaya
tersebut tetap perlu diselenggarakan dalam disiplin untuk tetap
menjaga stabilitas makro ekonomi yang telah dicapai selama ini.
Kandungan impor sangat tinggi. Nilai impor bahan baku, bahan
antara (intermediate), dan komponen untuk seluruh industri
meningkat dari 28 persen pada tahun 1993 menjadi 30 persen pada
tahun 2002. Khusus untuk industri tekstil, kimia, dan logam dasar
nilai tersebut mencapai 30-40 persen, sedangkan untuk industri
mesin, elektronik dan barang-barang logam mencapai lebih dari 60
persen. Tingginya kandungan impor ini mengakibatkan rentannya
biaya produksi terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dan kecilnya nilai
tambah yang mengalir pada perekonomian domestik. Dalam hal ini,
pemerintah tidak dapat berlaku banyak,karena komponen dalam
industri kebutuhannya berbeda antara satu dengan yang lain,dan
belum tentu yang diproduksi di Indoensia dapat memenuhi
permintaan tersebut.
Sebaran Industri yang terpusat di Pulau Jawa. Unit usaha industri
merupakan pencipta kesejahteraan (wealth) terpenting melalui nilai
tambah
produk-produk
yang
dihasilkan
dan
sekaligus
mendistribusikannya ke khalayak melalui pekerjanya. Oleh karena
itu distribusi dari segmen industri ini juga akan mencerminkan
distribusi kesejahteraan yang terbentuk. Menurut data tahun 2002,
dari 21,146 usaha industri berskala menengah dan besar, 17.118
atau 80 persen diantaranya berada di Pulau Jawa. Pemerintah dapat
menciptakakawasan industri di luar Pulau Jawa, dengan mengadakan
infrastruktur yang memadai pada daerah-daerah lain serta
membatasi jumlah industri yang ada di Pulau Jawa.
Struktur industri masih lemah. Sebagai illustrasi, di industri
kendaraan bermotor pada tahun 1997 jumlah produser komponen
mencapai 155 perusahaan. Namun hampir semua produsen
komponen ini merupakan pemasok lapis pertama. Hal ini
menunjukkan lemahnya kedalaman struktur industri nasional
otomotif. Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama di Jepang
ada 350 pemasok lapis pertama, 2.000 pemasok lapis kedua, dan
10.000 pemasok lapis ketiga. Artinya industri nasional sangat
terintegrasi secara vertikal. Pemerintah dapat mengadopsi cara
tersebut guna memperbaiki struktur industri yang ada di Indonesia
guna memperbaiki struktur industri nasional baik dalam hal konsentrasi
penguasaan pasar maupun dalam hal kedalaman jaringan pemasok
bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang setengahjadi bagi industri hilir. Pada tahap awal pembangunan industri nasional,
sumberdaya industri dan wiraswastawan industri masih sangat langka
sehingga kebijakan nasional sangat permisif terhadap praktek-praktek
monopoli. Dalam memperbaiki konsentrasi industri, pemerintah akan
melakukan upaya-upaya untuk menegakkan prinsip-prinsip tata
Nadya Anugrah Rahman Ananda |3 | Sistem Manufaktur
pengelolaan korporasi yang baik dan benar (good corporate
governance, GCG) secara sistematis dan konsisten, dan menurunkan
besarnya hambatan masuk unit usaha baru ke pasar yang monopolistis.
Perlu pula ditingkatkan iklim persaingan secara sehat untuk mendorong
perusahaan berkompetisi sehubungan dengan semakin ketatnya
persaingan global.
Iklim persaingan yang kurang sehat. Banyak sub-sektor industri
yang beroperasi dalam kondisi mendekati ”monopoli”. Hal ini
ditunjukkan dengan tingginya indeks konsentrasi untuk dua
perusahaan (CR2). Pada tahun 2002, lebih dari 50 persen kelompok
usaha industri memiliki angka diatas 0,50 dan banyak kelompok
industri yang angka konsentrasi yang makin besar. Beberapa contoh
adalah pada industri tepung terigu, rokok putih, dan kendaraan roda
2. Keadaan ini menyebabkan insentif untuk penurunan biaya
produksi menjadi kecil. Harus ada regulasi dari pemerintah supaya
monopoli industri tidak terjadi. Dalam rangka mendukung perkuatan
daya saing, perluasan di dalam penerapan standardisasi untuk
produk-produk industri manufaktur adalah sangat penting. Selain
mendorong peningkatan kualitas produk-produk tersebut agar sesuai
dengan permintaan pasar di dalam maupun di luar negeri,
penerapan standardisasi produk akan bermanfaat di dalam
mendukung upaya perlindungan konsumen.
Kesimpulan
Melihat hal diatas, seiring berjalannya waktu, pertumbuhan industri
manufaktur di Indonesia terus meningkat dan jenisnya amat beragam,
daya saing industri manufaktur perlu terus ditingkatkan agar tetap
berperan sebagai sektor strategis di dalam perekonomian nasional.
Pembangunan daya saing industri dimaksudkan untuk menjawab
tantangan globalisasi dan liberalisasi ekonomi dunia serta mampu
mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang cepat.
Beberapa upaya telah ditempuh untuk mendorong peningkatan daya saing
industri manufaktur, baik dalam regulasi maupun fasilitas pemerintah.
.............................................................................
Referensi :
Dhanani, Syafiq,. 2000. Indonesia : Strategy for Manufacturing Competitiveness ,
Vol. 2, UNIDO, Jakarta
Hartanto, Airlangga., 2014. Peluang dan Tantangan Sektor Industri menghadapi
Perekonomian Nasional, Regional, Global di Masa Depan.
Investor Daily., 2015. 2015, Sektor Manufaktur Dibidik Tumbuh 7,5%,
http://www.kemenperin.go.id/artikel/9400/2015,-Sektor-Manufaktur-DibidikTumbuh-7,5 diakses tanggal 23 Maret 2016
Kaneko, Yukio., Tampubolon, Hasudungan., 1987. The Development of the
Manufacturing Sector in Indonesia, Southeast Asian Studies , Vol. 25, No.2
Lestari, Sri., 2016. Hadapi Masyarakat Ekonomi Asean, Industri Butuh Perbaikan
Regulasi
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/01/160103_indonesia_
mea_industri diakses tanggal 23 Maret 2016
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan
Industri Nasional
Nadya Anugrah Rahman Ananda |4 | Sistem Manufaktur
Primadhyta, Safyra., 2015. Industri Manufaktur Menggeliat di Kuartal II,
http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150804101541-78-69903/industrimanufaktur-menggeliat-di-kuartal-ii/ diakses tanggal 23 Maret 2016
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
Nadya Anugrah Rahman Ananda |5 | Sistem Manufaktur