Fungsi Rubah Dalam Kehidupan Masyarakat Jepang

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang (日本 Nippon atau Nihon; nama resmi: 日本国 Nipponkoku atau
Nihonkoku, nama harfiah: "Negara Jepang") adalah sebuah negara kepulauan di
Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut
Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Tiongkok, Korea, dan Rusia.
Pulau-pulau paling utara berada di Laut Okhotsk, dan wilayah paling selatan
berupa kelompok pulau-pulau kecil di Laut Cina Timur, tepatnya di sebelah
selatan

Okinawa

yang

bertetangga

dengan

Taiwan.


(http:/id.wikipedia.org/wiki/jepang)

Sebagai negara yang telah berhasil membangun hampir semua bidang
kehidupannya, Jepang ternyata tidak begitu saja meninggalkan budaya
nasionalnya. Keberhasilan Jepang khususnya tampak dalam bidang material yaitu
dengan megikuti beberapa kebudayaan barat dalam perilaku kehidupan seharihari, tetapi dalam hal spiritual Jepang tidak mengalami perubahan sehingga
Jepang sering dikenal memiliki kebudayaan berwajah dua. Yang dimaksud
kebudayaan berwajah dua yaitu, pertama wajah modern yang diartikan sebagai
wajah barat dengan pola kehidupan sehari-hari yang tampak mirip dengan bangsa
barat. Kedua, wajah tradisional yaitu, dengan masih banyaknya kegiatan
masyarakat Jepang yang tampak dalam bidang ritual dengan penyelenggaraan
matsuri, maupun berbagai kesenian yang masih dipertahankan sebagai bagian dari

1

budaya tradisional yang telah ada sejak zaman kuno. Masyarakat Jepang memang
terkenal sebagai masyarakat yang patuh dan taat terhadap adat istiadat, mereka
begitu menghargai dan memelihara kebudayaan yang diturunkan oleh leluhurnya,
sehingga bagaimanapun majunya negara Jepang saat ini, mereka tetap

melestarikan kebiasaan dan ritual yang telah dilakukan dan ditetapkan dari dulu.

Masyarakat Jepang percaya bahwa pada saat upacara atau ritual dilakukan,
dewa akan turun dari langit ke bumi. Untuk menyambut para dewa tersebut maka
dibangunlah Jinja atau Yashiro (kuil tempat beribadah penganut Shinto). Salah
satu jinja yang terkenal di Jepang yaitu Inari Jinja. Inari Jinja merupakan kuil
yang memuliakan Inari no kami yang terkenal sebagai dewa palawija dan hasil
pertanian.

Di Jepang diperkirakan terdapat sekitar 20 ribu hingga 30 ribu kuil Inari.
Jumlah yang pasti kemungkinan tidak pernah bisa didata. Inari bisa saja
dimuliakan dalam bentuk Yashikigami (dewa tempat) di tanah milik pribadi, atap
gedung, halaman pabrik, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan zaman,
Inari yang dulunya dipercaya sebagai dewa palawija dan hasil pertanian, sekarang
dipercaya sebagai dewa bidang industri, perdagangan, dan lokasi yang membawa
berbagai macam keberuntungan.

Di Jepang dewa Inari dikenal juga dengan nama Miketsugami. Nama
Miketsugami (御饌津神) ditulis sebagai 三狐神 (Kami tiga rubah), dan rubah
dianggap sebagai pembawa pesan atau pendamping Inari. Rubah yang dimuliakan

di kuil Inari adalah rubah putih, namun ada juga rubah emas dan rubah perak yang

2

menjadi pendamping rubah putih. Sebagian besar kuil Inari meletakkan patung
rubah yang membawa permata di mulutnya.

Rubah adalah hewan yang satu keluarga dengan anjing, namun memiliki
sifat dan kebiasaan seperti kucing. Mata dan kuku rubah juga mirip dengan
kucing. Rubah merupakan hewan karnivora yang sebagian besar makanannya
berupa invertebrata. Namun rubah juga memakan hewan penggerat seperti tikus
dan kelinci serta mamalia kecil lainnya. Rubah bisa ditemui disemua benua,
mereka hidup di hutan, semak-semak, dan padang pasir. Di seluruh dunia terdapat
32 spesies rubah. Namun sebenarnya hanya 12 spesies yang termasuk rubah sejati.
Jenis rubah yang paling sering ditemui dan penyebarannya paling luas adalah
rubah merah. Selain rubah merah, ada juga rubah arktik atau rubah salju, rubah
bertelinga kelelawar dan rubah bersurai.

Rubah merupakan salah satu hewan yang memiliki kewaspadaan tinggi
saat berada dekat dengan manusia. Oleh karena itu banyak orang yang

mengatakan tidak lazim menjadikan rubah sebagai hewan peliharaan. Nyatanya
rubah merupakan teman manusia jauh lebih dahulu daripada anjing. Hal ini
terbukti setelah para arkeolog dari universitas cambridge, Inggris, berhasil
menemukan tulang-belulang rubah yang terkubur disanping tulang-belulang
manusia di Yordania. Berdasarkan keterangan para ahli, fosil rubah tersebut
berumur 16.500 tahun. Sedangkan penguburan anjing dan manusia paling awal
ditemukan berumur 4.000 tahun. Setelah mengetahui hal tersebut manusia mulai
memelihara rubah, namun rubah bukanlah hewan yang mudah dujinakkan.

3

Pertamakali rubah berhasil dijinakkan yaitu di Rusia, setelah melakukan program
pemeliharaan selama 43 tahun Rusia berhasil menjinakkan jenis rubah perak.

Sekarang ini rubah telah banyak dipeliharaan di berbagai negara untuk
berbagai tujuan. Ada yang menjadikan rubah sebagai ternak untuk penghasil
bahan mentah pembuat pakaian, ada juga yang menjadikan rubah sebagai teman
bermain dan sebagainya. Salah satu negara yang membudidayakan dan menjaga
kelangsungan hidup rubah adalah Jepang.


Jepang sangat menghargai rubah dan menjaga agar rubah bisa hidup aman
dan tidak terganggu manusia. Sehingga di Jepang dibuat sebuah desa dimana
dihuni oleh rubah. Desa rubah ini di buat untuk melestarikan dan melindungi
rubah, karena orang Jepang memiliki kepercayaan bahwa rubah merupakan hewan
utusan dewa atau bahkan dewa pelindung atau kesuburan.

Dalam kepercayaan Shinto rubah memiliki kedudukan di dunia
supranatural, hal itu dikarenakan rubah dipercaya sebagai pengantar pesan yang
bertugas bagi dewa Inari. Tetapi garis pemisah antara Inari dan rubah semakin
kabur sehingga Inari dikabarkan sebagai seekor rubah. Di kuil Inari rubah
dipercaya sebagai pelindung hasil panen, dan pembawa keberuntungan. Sama
seperti rubah berwarna putih, rubah berwarna hitam dan rubah berekor sembilan
juga dianggap sebagai pertanda baik.

Orang Jepang percaya bahwa semakin tua seekor rubah semakin banyak
ekornya dan semakin kuat serta bijak rubah tersebut. Rubah dalam bahasa Jepang
disebut Kitsune, Menurut Nozaki (1961), kata "Kitsune" berasal dari onomatope.

4


Kata "Kitsune" berasal dari suara salakan rubah yang menurut pendengaran orang
Jepang berbunyi "kitsu", sedangkan akhiran "ne" digunakan untuk menunjukkan
rasa kasih sayang. Asal-usul kata kitsune juga digunakan Nozaki untuk
menunjukkan bukti lebih lanjut bahwa kisah rubah baik hati dalam cerita rakyat
Jepang adalah produk dalam negeri dan bukan kisah impor. Bunyi "kitsu" sebagai
suara rubah menyalak sudah tidak dikenal orang pada zaman sekarang. Dalam
bahasa Jepang modern, suara rubah ditulis sebagai "kon kon" atau "gon gon".

Selain itu kitsune juga dipercaya memiliki kecerdasan super, kekuatan
sihir, dan panjang umur. Sebagai sejenis yōkai atau makhluk halus, "Kitsune"
sering dijelaskan sebagai "arwah rubah" tapi bukan hantu, dan bentuk fisiknya
tidak berbeda dengan rubah biasa. Semua rubah yang panjang umur juga
dipercaya memiliki kemampuan supranatural.

Kitsune digolongkan menjadi dua kelompok besar. Kelompok zenko yang
terdiri dari rubah baik hati yang bersifat kedewaan (sering disebut rubah Inari),
dan kelompok rubah padang rumput (yako) yang suka mempermainkan manusia
dan bahkan bersifat jahat. Rubah Inari yang bersifat kedewaan dipercaya
merupakan rubah putih. Namun rubah Inari juga dipercaya memiliki pendamping,
yaitu rubah perak dan rubah emas. Kitsune dipercaya bisa memiliki hingga

sembilan ekor. Jumlah ekor yang semakin banyak biasanya menunjukkan rubah
yang makin tua tapi semakin kuat. Beberapa cerita rakyat bahkan mengatakan
ekor rubah hanya tumbuh kalau rubah tersebut sudah berumur 1.000 tahun.

5

Orang jepang menghargai rubah sebagai dewa pelindung dan sering
memberikan sesajen yaitu berupa aburage. Berbeda dari kuil-kuil lainnya yang
biasanya diberi persembahan berupa sake atau nasi merah, di kuil Inari mereka
memberikan persembahan berupa aburage karena aburage merupakan makanan
kesukaan rubah.

Karena pandangan masyarakat jepang terhadap rubah sangat berbeda
dengan mitos-mitos yang terdapat di Negara-negara lain ini membuat penulis
menjadi tertarik untuk membahas mengenai fungsi rubah dalam kehidupan
masyarakat Jepang.

1.2 Rumusan Masalah

Jepang merupakan negara yang terkenal dengan negara yang tidak begitu

mementingkan agama masyarakat nya. Meskipun begitu Jepang merupakan
negara yang taat dengan kebudayaan dan memiliki kepercayaan yang sangat kuat
pada dewa. Oleh karena itu di Jepang terdapat banyak kuil-kuil persembahan
untuk dewa.

Di Jepang terdapat berbagai macam, jenis, dan bentuk dewa yang mereka
percayai. Tergantung fungsi dan kepercayaan, setiap dewa memiliki strata yang
berbeda dan masing-masing dewa memiliki tugas yang berbeda sesuai dengan
nama nya. Salah satunya dewa Inari yaitu salah satu dewa dengan strata tinggi
yang bertugas menjaga hasil panen dan kemakmuran masyarakat. Dewa Inari

6

dipercayai berbentuk rubah sehingga orang jepang menganggap rubah merupakan
hewan sakral utusan dewa.
Sehubungan dengan hal tersebut adapun masalah yang akan dibahas dalam
makalah

yang


berjudul

“FUNGSI

RUBAH

DALAM

KEHIDUPAN

MASYARAKAT JEPANG” yaitu :
1.

Bagaimana hubungan rubah dengan Shinto?

2.

Bagaimana fungsi rubah dalam kehidupan masyarakat Jepang seharihari?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan
penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada kajian
mengenai makna rubah dalam kehidupan masyarakat Jepang ini, penulis akan
menjelaskan tentang kepercayaan masyarakar Jepang dan bagaimana hubungan
masyarakat dengan rubah, serta makna rubah dengan kehidupan sehari-hari
masyarakat Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori
1.4.1 Tinjauan Pustaka
Kebudayaan adalah identitas bagi suatu bangsa yang dimiliki setiap orang
dan diwarisi dari generasi ke generasi. Menurut Kroeber dan Kluckhohn (1952)
mengumpulkan beberapa defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan
membaginya atas 6 golongan, yaitu : (1) depskriptif, yang menekankan unsurunsur kebudayaan, (2) Historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi

7

secara kemasyarakatan, (3) Normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan
sebagai aturan hidup dan tingkah laku, (4) Psikologis, yang menekankan
kegunaaan kebudayaan dalam penyesuaian diri kepada lingkungan, pemecahan
persoalan, dan belajar hidup, (5) Struktural, yang menekan sifat kebudayaan

sebagai suatu system yang berpola dan teratur, (6) Genetika, yang menekankan
terjadinya kebudayaan sebagai hasil karya manusia (P.W.J.Nababan,1984 : 49).
Menurut Eppink (http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya.html), Kebudayaan
mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan adat istiadat, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa
kebudayaan adalah sesuatu yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata.
Kepercayaan atau religius termasuk salah satu kebudayaan yang
berkembang didalam masyarakat. Dari dahulu masyarakat jepang memiliki
kepercayaan yang dikenal dengan Shinto. Dalam kepercayaan Shinto mereka
percaya terhadap berbagai dewa seperti, dewa pelindung gunung, sungai, dan
sebagainya. Atau roh leluhur yang menjadi pelindung untuk keturunannya. Tidak
hanya itu, didalam kepercayaan Shinto terdapat lebih banyak lagi jenis-jenis
dewa.

8

Salah satu yang terkenal yaitu dewa Inari dimana masyarakat mempercayai
bahwa wujud dari dewa Inari ini adalah bentuk dari seekor rubah. Namun tidak
semua jenis rubah merupakan dewa Inari. Ada juga jenis rubah jahat yang
menggnggu dan meresahkan masyarakat. Oleh karena itu penulis akan membahas
tentang rubah di Jepang dari sisi religius dan hubungan timbal balik dengan
masyarakat.

1.4.2 Kerangka Teori
Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1976:11) berfungsi sebagai
pendorong brfikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret, suatu
teori yang dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembahasan
terhadap fakta-fakta konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam kenyataan
kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan.
Dalam membahas kepercayaan masyarakat Jepang pastilah tidak terlepas
dari Shinto. Shinto bukanlah sebuah agama, Hori Ichiro dalam Folk Religion In
Japan mengklasifikasikan Sinto sebagai sebuah kepercayaan masyarakat. Pada
awalnya, manusia memang meyakini adanya kekuaatan yang melebihi kekuatan
manusia. Akan tetapi manusia mengartikan bahwa alamlah yang menjadi tuhan,
sehingga mereka menyembah matahari, hewan, pohon, batu, dan ada juga yang
meyakini roh leluhurnya.
Dalam penulisan ini peneliti menggunakan konsep religi. Konsep religi
menurut

Koentjaraningrat

(1974:137)

adalah

sistem

kepercayaan

yang

mengandung keyakinan dan bertujuan mencari hubungan antara manusia dengan
Tuhan, dewa-dewa, atau makhluk halus yang mendiami alam gaib.

9

Menurut Robert N.Bellah, religi dapat diartikan sebagai sikap-sikap dan
tindakan-tindakan manusia yang bersangkutan dengan keprihatinan yang paling
mendasar (Ultimate Concern), dan tindakan religius adalah segala tindakan yang
terarah kepada yang suci dan ilahi.

Selain menggunakan konsep religi, penulis juga menggunakan pendekatan
dengan teori historis. Teori historis atau sejarah merupakan pembahasan peristiwa
di masa lampau, yang mengungkapkan fakta mengenai apa, siapa, kapan dan
dimana serta juga menerangkan bagaimana sesuatu itu terjadi beserta sebab
akibatnya (Kaelan.2005).

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

1.

Untuk mengetahui hubungan rubah dengan Shinto.

2.

Untuk mengetahui fungsi rubah dalam kehidupan masyarakat Jepang
sehari-hari.

1.5.2 Manfaat Penelitian

1.

Agar pembaca mengetahui bagaimana hubungan rubah dengan Shinto.

2.

Agar pembaca mengetahui fungsi rubah dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Jepang.

1.6 Metode Penelitian

10

Metode yang peneliti gunakan adalah metode deskriptif. Metode deskriptif
dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian berdasarkan fakta-fakta
yang tampak atau sebagaimana adanya (Koentjaraningrat,1974). Fakta-fakta yang
tampak dihubungkan satu dengan yang lainnya didalam aspek-aspek yang
diselidiki.

Teknik penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan. Studi
kepustakaan yaitu mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, terutama
arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum,
dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian, termasuk dari internet
dan jaringan sosial lainnya khususnya buku-buku tentang kepercayaan masyarakat
Jepang dan tentang pandangan-pandangan hidup masyarakat Jepang.
Penulis mengumpulkan, menyusun, mengklarifikasikan, mengkaji dan
akhirnya menginterpretasikan data.

11