Analisa Kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) Pada Limbah Cair Dari Inlet Dan Outlet Cooling Pond PT Pertamina Geothermal Energy Area Sibayak

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus ditanamkan pada segenap pengguna air.

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang harus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara saksama.

2.1.1. Penggolongan Air

Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1990 mengelompokkan kualitas air menjadi beberapa golongan menurut peruntukannya. Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:

1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum. 3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan

peternakan.

4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha di perkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.

2.1.2. Karakteristik Air

Air menutupi sekitar 70% permukaan bumi, dengan jumlah sekitar 1.368 juta km3. Air terdapat dalam berbagai bentuk, misalnya uap air, es, cairan, dan salju. Air


(2)

tawar terutama terdapat di sungai, danau, air tanah, dan gunung es. Semua badan air di dataran dihubungkan dengan laut dan atmosfer melalui siklus hidrologi yang berlangsung secara kontinu. (Effendi, H. 2003)

1. karakteristik fisika air

Karakteristik fisika air meliputi: kekeruhan, suhu, warna, zat padat terlarut, bau dan rasa. Penyebab terjadinya kekeruhan dapat berupa bahan organik maupun anorganik, seperti lumpur dan limbah industri. Suhu air mempengaruhi jumlah oksigen terlarut. Semakin tinggi suhu air, jumlah oksigen terlarut makin rendah. Warna air dapat dipengaruhi oleh adanya organisme, bahan berwarna yang tersuspensi dan senyawa-senyawa organik. Bau dan rasa dapat disebabkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga, juga oleh adanya gas H2S hasil peruraian

senyawa organik yang berlangsung secara anaerobik. 2. karakteristik kimia air

Karakteristik kimia air meliputi: pH, DO (dissolved oxygent), BOD (biological oxygent demand), kesadahan dan senyawa kimia beracun. Nilai pH air dapat mempengaruhi rasa dan sifat korosi. Beberapa senyawa beracun lebih toksik dalam bentuk molekul daripada dalam bentuk ion, yang bentuk tersebut dipengaruhi oleh pH.

Dissolved oxygen menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut dalam air. Oksigen terlarut berasal dari hasil fotosintesa selain dari absorbsi atmosfer. Semakin tinggi jumlah oksigen terlarut mutu air makin baik.

Biology oxygen demand (BOD) menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan organik dalam air secara biologi. Makin tingginya jumlah bahan organik dan mutu air makin rendah. Cheminal oxygen demand (COD) menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik dalam air secara kimia. Makin tinggi nilai COD menunjukkan tingginya jumlah bahan organik dan mutu air makin rendah.

Kesadahan air mempengaruhi efisiensi pemakaian sabun. Kesadahan air disebabkan oleh adanya garam-garam kalsium dan magnesium yang terdapat dalam air. Adanya senyawa arsen meskipun dalam jumlah yang kecil dapat

merupakan racun bagi manusia.

2.2. Limbah

Limbah cair adalah gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan).


(3)

Sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air permukaan atau air hujan. Air tanah, air permukaan dan air hujan pada kondisi tertentu masuk sebagai komponen limbah cair, karena pada keadaan sistem saluran pengumpulan limbah cair sudah rusak atau retak, air alam itu dapat menyatu dengan komponen limbah cair yang lainnya dan harus diperhitungkan upaya penangannya.

2.2.1. Sumber Limbah Cair

Limbah cair bersumber dari aktivitas manusia dan aktivitas alam. a. Aktivitas manusia

Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya:

1. Aktivitas bidang rumah tangga

Sangat banyak aktivitas rumah tangga yang menghasilkan limbah cair, antara lain mencuci pakaian, mencuci alat makan/minum, memasak makanan dan minuman, mandi, mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet, dan sebagainya. Semakin banyak jenis aktivitas dilakukan, semakin besar volume limbah cair yang dihasilkan.

2. Aktivitas bidang perkantoran

Aktivitas perkantoran pada umumnya merupakan aktivitas penunjang kegiatan pelayanan masyarakat. Beberapa contoh antara lain Kantor Pemerintah Daerah, Kantor Skretariat DPR, Kantor Pos, Kantor PDAM, dll. Limbah cair dari sumber itu biasanya digasilkan dari aktivitas kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi pegawai, aktivitas penggunaan toilet, aktivitas pencucian peralatan, dan sebagainya.

3. Aktivitas bidang perdagangan

Aktivitas bidang perdagangan mempunyai variasi yang sangat luas. Variasi itu ditinjau dari berbagai aspek, yaitu jenis komoditas yang diperdagangkan, lingkup wilayah pemsaran, kemampuan permodalan, bentuk badan/organisasi, jenis kegiatan, dan sebagainya. Kegiatan dalam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair yaitu mengepel lantai gedung, pencucian alat makanan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian kendaraan, dan sebagainnya.


(4)

Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindustrian dipengaruhi antara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/diproses, jenis barang atau bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/jenis proses produksi yang diterapkan, kemampuan moda, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.

5. Aktivitas bidang pertanian

Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk mengaliri lahan pertanian. Secara alami dan dalam kondisi normal, limbah cair pertanian sebenarnya tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan, namun dengan digunakannya pestisida yang kadang-kadang dilakukan secara berlebihan, sering menimbulakan dampak negatif pada keseimabangan ekosistem air pada badan air penerima.

b. Aktivitas Alam

Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut air larian. Air larian yang jumlahnya berlebih sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya banjir. Atas dasar itu air hujan atau air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem limbah cair, agar dapat dihindari hal-hal yang tidak diinginkan akibat air hujan, baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat. (sugiharto.1987).

2.2.2. Komposisi Air Limbah

Sesuai dengan sumber asalnya, maka limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. Akan tetapi secara garis besar zat-zat yang terdapat dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti pada skema berikut ini:


(5)

Gambar 2.1. Skema pengelompokan bahan yang terkandung di dalam limbah. (sugiharto.1987)

2.2.3. Parameter Kualitas Limbah Cair

Menurut Okun dan Ponghis (1975), berbagai parameter kualitas limbah cair yang penting untuk diketahui adalah: bahan padat tersuspensi (suspended solid), bahan padat terlarut (dissolved solids), kebutuhan oksigen kimiawi (chemical oxygen demand = COD), kebutuhan oksigen biokimia (biochemical oxygen demand = BOD), organisme coliform, pH, oksigen terlarut (dissolved oxygen = DO), kebutuhan klor (chlorine demand), nutrien, dan logam berat (heavy metals).

a. Bahan Padat Tersuspensi

Bahan padat tersuspensi adalah bahan padat yang dihilangkan pada penyaringan (filtration) melalui media standar halus dengan diameter 1 mikron. Bahan padat tersuspensi dikelompokkan lagi dalam bahan padat yang tetap (fixed solids) dan yang menguap (volatile solids). Bahan padat yang menguap merupakan bahan yang bersifat organik yang diharapkan dapat dihilangkan melalui penguraian secara biologis (biological degradation) atau pembakaran (incineration). Fixed solids merupakan bahan padat yang bersifat tetap. Bahan padat tersuspensi selanjutnya dapat dikelompokkan lagi berdasarkan sifat atau kemampuan pengendapannya. Bahan padat yang dapat diendapkan secara normal dapat dihilangkan dalam ukuran besar pada tangki sedimentasi. Bahan padat yang tidak dapat mengendap memerlukan perlakuan tambahan, baik secara kimia ataupun biologis, untuk menghilangkannya dari limbah cair.


(6)

Bahan padat terlarut adalah bahan padat yang terdapat dalam filtrat yang diperoleh setelah penghilangan bahan padat tersuspensi. Bahan ini mewakili garam-garam dalam larutan, termasuk garam-garam mineral dari penyediaan air. Bahan padat terlarut penting terutama apabila limbah cair akan digunakan kembali setelah pengolahan. Bahan padat terlarut tidak dapat dihilangkan melalui pengolahan konvensional.

c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD)

Kebutuhan oksigen biokimia (KOB) adalah ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair. KOB ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur tertentu, umumnya 20°C. BOD merupakan ukuran utama kekuatan limbah cair. BOD juga merupakan petunjuk dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya.

d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand = COD)

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan dioksidasi oleh kalium bichromat (K2Cr2O7) sebagai sumber

oksigen menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Nilai COD

merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik. e. Organisme Koliform

Organisme indikator ini meliputi Escherechia coli yang berasal dari saluran pencernaan makanan binatang berdarah panas. Adanya organisme koliform menunjukkan kemungkinan adanyan pathogen, baik virus ataupun bakteri. Karena tinja manusia mengandung kira-kira 1 x 1012 organisme koliform per kapita per hari, harus dicurigai semua limbah cair dari kegiatan rumah tangga terkontaminasi berat oleh organisme ini.

f. pH

pH limbah cair adalah ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan (pretreatment) untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses pengolahan limbah cair secara konvensional. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pH limbah cair dosmetik adalah mendekati netral.


(7)

DO penting dalam pengoperasian system saluran pembuangan maupun buangan pengolahan limbah cair. Air bersih biasanya jenuh akan oksigen, namun dengan cepat akan berkurang apabila limbah organik ditambahkan ke dalamnya. Derajat kandungan oksigen pada limbah cair sangat bervariasi dan sama sekali tidak stabil. Tujuannya pengolahan limbah cair sebelum diolah adalah memelihara kandungan oksigen yang terlarut dan cukup untuk mencegah terjadinya kondisi anaerob.

h. Kebutuhan Klor (Chlorine Demand)

Pendesinfeksian terhadap efluen limbah cair yang diolah diperlukan angka kebutuhan klor yang merupakan parameter kualitas yang penting angka tersebut merupakan fungsi dari kekuatan limbah. Semakin tinggi derajat pengolahan semakin kecil angka kebutuhan klor dari efluen tersebut.

i. Nutrien

Limbah cair mengandung nutrient (misalnya nitrogen dan fosfor) yang dapat digunakan untuk zat pembangun bagi organisme hidup. Konsentrasi normal tidak menyebabkan masalah pada badan air penerima ataupun pada limbah cair yang akan digunakan kembali untuk irigasi atau perindustrian, ketika limbah cair akan dibuang ke badan air yang relatif bersih, seperti danau atau muara sungai, nutrient itu dapat menyuburkan air sampai tingkat tertentu. Namun jika merangsang pertumbuhan algae secara berlebihan, air penerima dapat dirusak oleh pengayaan itu atau yang disebut eutrofikasi.

j. Logam Berat

Bila industri membuang limbah cair ke sistem saluran limbah cair, banyak logam berat yang rusak ke dalam system dan mengganggu proses pengolahan atau kualitas air penerima. Tembaga yang berakumulasi dalam tangki penguraian lumpur dan menggunakan proses penguraian itu. (Soeparman. 2002, Sunu. 2001)

2.2.4. Teknik Pengolahan Limbah

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

1. Pengolahan secara fisika 2. Pengolahan secara kimia 3. Pengolahan secara biologi


(8)

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat di aplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

1. Pengolahan Limbah Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

2. Pengolahan Limbah Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membutuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

3. Pengolahan Limbah Secara Biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktir pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor) 2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor)

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%), dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.


(9)

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. Trickling filter 2. Cakram biologi 3. Filter terendam 4. Reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen; 2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis

2.3.Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organik yang ada dalam 1 L sampel air melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium Bikarbonat menjadi gas CO2 dan

H2O serta sejumlah Ion Krom. Kalium Bikarbonat atau K2Cr2O7 digunakan

sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Wardhana,1995).

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Dalam tabel tercantum perbandingan angka tersebut untuk beberapa jenis air.


(10)

Tabel 2.1. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air

Jenis air BOD5/COD

Air buangan domestik (penduduk)

Air buangan domestik setelah pengendapan primer

Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis

Air sungai

0,40-0,60 0,60

0,20

1,10

Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang sebenarnya, misalnya untuk air buangan penduduk domestik <0,20, menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun bagi mikroorganisme.

2.3.1. Gangguan tes COD

Kadar Klorida (Cl-) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh

dikromat.

2.3.2. Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD

Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD5 memerlukan waktu 5 hari.

Untuk menganalisa COD anatara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedangkan pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.

Ketelitian dan ketetapan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.

Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak pada tes COD.

2.3.3. Kekurangan tes COD

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut di atas maka tes COD tidak dapat membedakan untuk zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis.


(11)

2.3.4. Ketelitian

Penyimpanan baku antara laboratorium adalah 13 mg O2/l. Penyimpangan

maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih di perkenankan.

2.3.5. Pengambilan dan Pengawetan Sampel

Gunakan botol kaca bila memungkinkan. Penggunaan botol plastik harus bersih dari zat-zat organik yang mungkin masih tersisa di dalamnya.

Sampel yang mengandung lumpur harus di kocok sampai merata sebelum dianalisa, karena lumpur juga terdiri dari zat-zat organik yang harus dioksidasikan dalam tes COD untuk mendapatkan angka COD yang benar.

Sampel yang tidak stabil yaitu yang mempunyai kadar bakteri Fe2+ tinggi, harus dianalisa segera.

Sampel dapat diawetkan dengan penambahan larutan H2SO4 pekat sampai pH


(1)

Bahan padat terlarut adalah bahan padat yang terdapat dalam filtrat yang diperoleh setelah penghilangan bahan padat tersuspensi. Bahan ini mewakili garam-garam dalam larutan, termasuk garam-garam mineral dari penyediaan air. Bahan padat terlarut penting terutama apabila limbah cair akan digunakan kembali setelah pengolahan. Bahan padat terlarut tidak dapat dihilangkan melalui pengolahan konvensional.

c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand = BOD)

Kebutuhan oksigen biokimia (KOB) adalah ukuran kandungan bahan organik dalam limbah cair. KOB ditentukan dengan mengukur jumlah oksigen yang diserap oleh sampel limbah cair akibat adanya mikroorganisme selama satu periode waktu tertentu, biasanya 5 hari, pada satu temperatur tertentu, umumnya 20°C. BOD merupakan ukuran utama kekuatan limbah cair. BOD juga merupakan petunjuk dari pengaruh yang diperkirakan terjadi pada badan air penerima berkaitan dengan pengurangan kandungan oksigennya.

d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand = COD)

COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar limbah organik yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Limbah organik akan dioksidasi oleh kalium bichromat (K2Cr2O7) sebagai sumber

oksigen menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion Chrom. Nilai COD

merupakan ukuran bagi tingkat pencemaran oleh bahan organik. e. Organisme Koliform

Organisme indikator ini meliputi Escherechia coli yang berasal dari saluran pencernaan makanan binatang berdarah panas. Adanya organisme koliform menunjukkan kemungkinan adanyan pathogen, baik virus ataupun bakteri. Karena tinja manusia mengandung kira-kira 1 x 1012 organisme koliform per kapita per hari, harus dicurigai semua limbah cair dari kegiatan rumah tangga terkontaminasi berat oleh organisme ini.

f. pH

pH limbah cair adalah ukuran keasaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) limbah cair. pH menunjukkan perlu atau tidaknya pengolahan pendahuluan (pretreatment) untuk mencegah terjadinya gangguan pada proses pengolahan limbah cair secara konvensional. Secara umum, dapat dikatakan bahwa pH limbah cair dosmetik adalah mendekati netral.


(2)

DO penting dalam pengoperasian system saluran pembuangan maupun buangan pengolahan limbah cair. Air bersih biasanya jenuh akan oksigen, namun dengan cepat akan berkurang apabila limbah organik ditambahkan ke dalamnya. Derajat kandungan oksigen pada limbah cair sangat bervariasi dan sama sekali tidak stabil. Tujuannya pengolahan limbah cair sebelum diolah adalah memelihara kandungan oksigen yang terlarut dan cukup untuk mencegah terjadinya kondisi anaerob.

h. Kebutuhan Klor (Chlorine Demand)

Pendesinfeksian terhadap efluen limbah cair yang diolah diperlukan angka kebutuhan klor yang merupakan parameter kualitas yang penting angka tersebut merupakan fungsi dari kekuatan limbah. Semakin tinggi derajat pengolahan semakin kecil angka kebutuhan klor dari efluen tersebut.

i. Nutrien

Limbah cair mengandung nutrient (misalnya nitrogen dan fosfor) yang dapat digunakan untuk zat pembangun bagi organisme hidup. Konsentrasi normal tidak menyebabkan masalah pada badan air penerima ataupun pada limbah cair yang akan digunakan kembali untuk irigasi atau perindustrian, ketika limbah cair akan dibuang ke badan air yang relatif bersih, seperti danau atau muara sungai, nutrient itu dapat menyuburkan air sampai tingkat tertentu. Namun jika merangsang pertumbuhan algae secara berlebihan, air penerima dapat dirusak oleh pengayaan itu atau yang disebut eutrofikasi.

j. Logam Berat

Bila industri membuang limbah cair ke sistem saluran limbah cair, banyak logam berat yang rusak ke dalam system dan mengganggu proses pengolahan atau kualitas air penerima. Tembaga yang berakumulasi dalam tangki penguraian lumpur dan menggunakan proses penguraian itu. (Soeparman. 2002, Sunu. 2001)

2.2.4. Teknik Pengolahan Limbah

Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

1. Pengolahan secara fisika 2. Pengolahan secara kimia 3. Pengolahan secara biologi


(3)

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat di aplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

1. Pengolahan Limbah Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

2. Pengolahan Limbah Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membutuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

3. Pengolahan Limbah Secara Biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.

Pada dasarnya, reaktir pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reactor) 2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reactor)

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%), dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.


(4)

Kolam oksidasi dan lagoon, baik yang diaerasi maupun yang tidak, juga termasuk dalam jenis reaktor pertumbuhan tersuspensi. Untuk iklim tropis seperti indonesia, waktu detensi hidrolis selama 12-18 hari di dalam kolam oksidasi maupun dalam lagoon yang tidak diaerasi, cukup untuk mencapai kualitas efluen yang dapat memenuhi standar yang ditetapkan. Di lagoon yang diaerasi cukup dengan waktu detensi 3-5 hari saja.

Di dalam reaktor pertumbuhan lekat, mikroorganisme tumbuh di atas media pendukung dengan membentuk lapisan film untuk melekatkan dirinya. Berbagai modifikasi telah banyak dikembangkan selama ini, antara lain:

1. Trickling filter 2. Cakram biologi 3. Filter terendam 4. Reaktor fludisasi

Seluruh modifikasi ini dapat menghasilkan efisiensi penurunan BOD sekitar 80%-90%.

Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi dua jenis:

1. Proses aerob, yang berlangsung dengan hadirnya oksigen; 2. Proses anaerob, yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

Apabila BOD air buangan tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis

2.3.Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat

organik yang ada dalam 1 L sampel air melalui reaksi kimia. Dalam hal ini bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium Bikarbonat menjadi gas CO2 dan

H2O serta sejumlah Ion Krom. Kalium Bikarbonat atau K2Cr2O7 digunakan

sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Wardhana,1995).

Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Dalam tabel tercantum perbandingan angka tersebut untuk beberapa jenis air.


(5)

Tabel 2.1. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air

Jenis air BOD5/COD

Air buangan domestik (penduduk)

Air buangan domestik setelah pengendapan primer

Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis

Air sungai

0,40-0,60 0,60

0,20

1,10

Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang sebenarnya, misalnya untuk air buangan penduduk domestik <0,20, menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun bagi mikroorganisme.

2.3.1. Gangguan tes COD

Kadar Klorida (Cl-) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh

dikromat.

2.3.2. Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD

Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD5 memerlukan waktu 5 hari.

Untuk menganalisa COD anatara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedangkan pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran.

Ketelitian dan ketetapan (reproducibility) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.

Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak pada tes COD.

2.3.3. Kekurangan tes COD

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja. Karena hal tersebut di atas maka tes COD tidak dapat membedakan untuk zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis.


(6)

2.3.4. Ketelitian

Penyimpanan baku antara laboratorium adalah 13 mg O2/l. Penyimpangan

maksimum dari hasil analisa dalam suatu laboratorium sebesar 5% masih di perkenankan.

2.3.5. Pengambilan dan Pengawetan Sampel

Gunakan botol kaca bila memungkinkan. Penggunaan botol plastik harus bersih dari zat-zat organik yang mungkin masih tersisa di dalamnya.

Sampel yang mengandung lumpur harus di kocok sampai merata sebelum dianalisa, karena lumpur juga terdiri dari zat-zat organik yang harus dioksidasikan dalam tes COD untuk mendapatkan angka COD yang benar.

Sampel yang tidak stabil yaitu yang mempunyai kadar bakteri Fe2+ tinggi, harus dianalisa segera.

Sampel dapat diawetkan dengan penambahan larutan H2SO4 pekat sampai pH