Implementasi Strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan publik tidak terlepas dari masalah kepentingan umum.
Pelayanan berasal dari kata layanan yang artinya kegiatan memberikan manfaat
kepada orang lain. Layanan adalah setiap kegiatan atas manfaat yang ditawarkan
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
mengakibatkan kepemilikan apapun (Sinambela, 2006 : 35). Hakekat dari
pelayanan publik adalah pemberian pemenuhan pelayanan kepada masyarakat
yang merupakan perwujudan kewajiban pemerintah sebagai abdi masyarakat
(Istianto, 2009 : 05)
Peran pemerintah Daerah dalam pelayanan publik mungkin yang terbesar
dalam pengertian interaksinya secara langsung dengan masyarakat sebagai
penyedia pelayanan. Salah satu bentuk pelayanan publik adalah pelayanan
perijinan, dimana dalam hal ini kepentingan pemerintah daerah terhadap
pelayanan perijinan mempengaruhi pendapatan dan iklim investasi Daerah.
Kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi serta penerbitan ijin menurut
undang-undang dan peraturan yang berlaku. Namun untuk mencegah terjadinya
pungutan pajak dan retribusi yang berlebihan serta perizinan yang menghambat
telah ditetapkan melalui Peraturan Daerah.

Dalam rangka menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif di
daerah, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor

 


Universitas Sumatera Utara

24 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu,
penting dan perlunya pengembangan kinerja birokrasi pemerintah yang kompetitif
seiring dengan perubahan trend globalisasi telah menjadi agenda penting bagi
pemerintahan di banyak Negara. Tetapi upaya kearah tersebut masih banyak
mengalami permasalahan serius, terutama menyangkut keberadaan dan penerapan
sistem dan lembaga birokrasi pemerintah yang masih belum sepenuhnya mampu
mengembangkan

sistem

yang


mengikuti

dinamika

masyarakat

dalam

memperbaiki kinerja pelayanan publik.
Dalam rangka mewujudkan pelayanan prima di Kota Medan yang masih
dihadapkan dengan berbagai realita dimana potret penyelenggara pelayanan masih
dirasakan belum optimal dan belum memperlihatkan pelayanan prima yang
diharapkan, maka Pemerintah Kota Medan mengimplementasikannya dengan
membentuk Badan Pelayanan Perijinan Terpadu. Melalui Badan ini diharapkan
pelayanan perijinan dilaksanakan sesuai dengan asas transparan, akuntabel,
partisipatif, kesamaan hak, efektif, efisien, keseimbangan antara hak dan
kewajiban, dan profesional. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dibentuk dengan
harapan dapat menciptakan iklim yang mendorong kearah terciptanya
keseragaman pola dan langkah penyelenggaraan dan pelayanan oleh aparatur
pemerintah pada masyarakat serta adanya keterpaduan koordinasi dalam proses

pemberian dokumen perijinan. Harapannya penyelenggaraan perijinan terpadu
dapat memberikan pelayanan dengan prosedur yang sederhana sehingga
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengurus perijinan.

 


Universitas Sumatera Utara

Hakekat pelayanan perijinan adalah pemberian pelayanan prima kepada
masyarakat yang merupakan wujud dari kewajiban aparatur pemerintah sebagai
abdi masyarakat. Setiap penyelenggaraan pelayanan perijinan harus memiliki
standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi
penerima pelayanan yang meliputi : prosedur pelayanan termasuk masalah
pengaduan, waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
samapi dengan penyelesaian pelayanan termasuk penyelesaian dan jawaban atas
pengaduan, biaya pelayanan, tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan
dalam proses pemberian pelayanan, produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan
diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, sarana dan prasarana
yang memadai oleh penyelenggara pelayanan, kompetensi petugas pemberi

pelayanan, harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian,
keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.
Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan perizinan, masih banyak
masalah yang dihadapi dalam rangka efektivitas dan pemberian kemudahan
kepada masyarakat untuk memproses pelayanan perizinan tersebut. Masalahmasalah yang sering kali ditemukan antara lain adalah :
1. Masih kurangnya pemahaman masyarakat tentang penyelenggaraan
pelayanan perijinan dan prosedur pengurusan suatu perijinan.
2. Terbatasnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, sarana dan
prasarana yang dimiliki penyelenggara pelayanan perijinan.

 


Universitas Sumatera Utara

3. Kurang eratnya hubungan antara penyelenggara pelayanan perijinan
dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait dalam rangka
mewujudkan suatu pelayanan perijinan optimal bagi masyarakat.
4. Lambatnya pendelegasian suatu perijinan yang dalam prosesnya
memakan waktu yang cukup lama.

Dengan adanya masalah-masalah yang sering kali timbul dalam proses
kegiatan pelayanan perizinan tentunya akan sedikit banyak menghambat proses
peningkatan kualitas pelayanan dari instansi terkait. Tentunya untuk dapat
mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan
perijinan, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu selaku instansi pemerintah yang
memiliki wewenang dalam mengurus masalah perijinan harus mampu dalam
menciptakan suatu strategi dan kemudian mengimplementasikan strategi tersebut
agar pelayanan publik yang diberikan dapat terselenggara sesuai dengan standar
pelayanan perijinan yang telah ditentukan dan mampu menghasilkan suatu
pelayanan perijinan dengan kualitas yang baik bagi masyarakat. Oleh karena itu,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Strategi
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Dalam
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Perijinan”.

B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian kualitatif perlu dibuat batasan masalah yang berisi fokus
atau pokok permasalahan yang diteliti. Ini bertujuan untuk memperjelas dan
mempertajam pembahasan. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui dan

 



Universitas Sumatera Utara

mendeskripsikan mengenai implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu (BPPT) Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.

C. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana implementasi strategi Badan Pelayanan Perijinan Terpadu
(BPPT) Kota Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan?”.

D. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan yang hendak dicapai
oleh peneliti. Adapun tujuan penelitian ini yaitu :
1.

Untuk mengetahui dan memahami tentang strategi-strategi yang
dilaksanakan oleh Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota
Medan dalam meningkatkan kualitas pelayanan perijinan.


2.

Untuk mengetahui dan memahami bagaimana implementasi strategi
Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan dalam
meningkatkan kualitas pelayanan perizinan.

3.

Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan selama proses
implementasi strategi dalam meningkatkan kualitas pelayanan
perijinan.

 


Universitas Sumatera Utara

E. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :
1. Secara subyektif, bermanfaat bagi peneliti dalam melatih dan
mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, dan sistematis dalam
mengembangkan kemampuan penulis dalam karya ilmiah.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan
yang berguna bagi instansi terkait.
3. Secara akademis, peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi
dan sebagai bahan perbandingan bagi mahasiswa yang ingin
melakukan penelitian dibidang yang sama.

F. Kerangka Teori
Menurut Masri Singarimbun, (1989 : 37) bahwa Teori adalah serangkaian
asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan preposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara
konsep. Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan –
batasan tentang teori – teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang
akan dilakukan. Maka sebelum melakukan penelitian perlu dijelaskan terlebih
dahulu kerangka teori yang menjadi landasan penelitian, yaitu sebagai berikut :
1. Kebijakan Publik
Menurut William N. Dunn, kebijakan publik adalah pola ketergantungan

yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk
keputusan-keputusan untuk bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor

 


Universitas Sumatera Utara

pemerintah (Dunn, 2003 : 05). Kebijakan publik merupakan semacam jawaban
terhadap suatu masalah karena merupakan upaya memecahkan, mengurangi dan
mencegah suatu keburukan serta sebaliknya menjadi penganjur inovasi dan
pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah. Dapat
dirumuskan pula bahwa pengetahuan tentang kebijakan publik adalah
pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi, dan kinerja kebijakan dan
program publik (Kencana, 2006 : 77). Ahli-ahli ini selanjutnya memandang
kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai
tujuan atau maksud-maksud tertentu, dan mereka yang menganggap kebijakan
publik memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan. Mewakili kelompok tersebut
Nakamura dan Smallwood (dalam Budi, 2007 : 38) melihat kebijakan publik
dalam ketiga lingkungannya yaitu :

a. Yaitu lingkungan perumusan kebijakan (Formulation)
b. Lingkungan penerapan (Implementation)
c. Lingkungan penilaian (Evaluation) kebijakan.
Dapat disimpulkan bahwa bagi mereka suatu kebijakan memiliki
pengertian yaitu serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada
pelaksana kebijakan yang mengupayakan baik tujuan-tujuan dan cara-cara untuk
mencapai tujuan. Beberapa lingkungan kebijakan dalam proses kelembagaan
terdiri dari lingkungan pembuatan; lingkungan implementasi dan lingkungan
evaluasi.
Para pakar dalam memberi definisi kebijakan publik sering berbeda sesuai
dengan pendekatan masing-masing, bahkan cenderung berselisih pendapat satu

 


Universitas Sumatera Utara

sama lain. Thomas R. Dye (dalam Pandji, 2008 : 29) mendefinisikan kebijakan
publik sebagai “What ever government choose to do or not to do (apapun yang
dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan/mendiamkan)”.

Selanjutnya, Thomas R. Dye (dalam Pandji 2008 : 30) mengatakan bahwa apabila
pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu maka harus ada tujuannya.
Kebijakan publik harus meliputi semua tindakan pemerintah jadi bukan sematamata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.
Hal yang tidak dilakukan pemerintah juga merupakan kebijakan publik karena
mempunyai dampak yang sama besar dengan sesuatu yang dilakukan. Baik yang
dilakukan maupun yang tidak dilakukan pasti terkait dengan satu tujuan sebagai
komponen penting dari kebijakan.
Kaitannya dengan hal tersebut, kebijakan publik tentunya mempunyai
suatu kepentingan yang bersifat publik dimana menurut E.S Quade (dalam Dunn,
2003 : 95) mengungkapkan bahwa kepentingan publik itu ternyata paling tidak
sedikitnya ada tiga pandangan yaitu :
a. Pandangan rasionalis yang mengatakan kepentingan publik adalah
kepentingan terbanyak dari total penduduk yang ada.
b. Pandangan idealis mengatakan kepentingan publik itu adalah hal yang
luhur, sehingga tidak boleh direka-reka oleh manusia.
c. Pandangan realis memandang bahwa kepentingan publik adalah hasil
kompromi dari pertarungan berbagai kelompok kepentingan.
Dengan melihat penjelasan tersebut di atas, nampaknya kita harus
merefleksikan pada kenyataan riil kehidupan politik masyarakat modern,

 


Universitas Sumatera Utara

maksudnya masyarakat masyarakat modern yang ideal adalah masyarakat yang
mampu mengorganisir diri mereka sesuai dengan kepentingan mereka masingmasing.

2. Implementasi Kebijakan
Menurut Browne dan Wildavsky (dalam Tangkilisan dan Hessel, 2003 :
31), secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.
Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan, dimana
implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi “street
level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok
sasaran.
Untuk kebijakan yang sederhana, implementasi hanya melibatkan satu
badan yang berfungsi sebagai implementor, misalnya, kebijakan komite sekolah
untuk mengubah metode pengajaran guru dikelas. Sebaliknya untuk kebijakan
makro, misalnya, kebijakan pengurangan kemiskinan di pedesaan, maka usahausaha implementasi akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi
kabupaten, kecamatan, pemerintah desa.
Pelaksanaan suatu kebijakan, menurut Grindle (dalam Tangkilisan dan
Hessel, 2003 : 20) sangat ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi
kebijakan mencakup :
a. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan.
b. Jenis manfaat yang akan dihasilkan
c. Derajat perubahan yang akan diinginkan.

 


Universitas Sumatera Utara

d. Kedudukan pembuat kebijakan.
e. Siapa pelaksana program.
f. Sumberdaya yang dikerahkan.
Sedangkan konteks kebijakan mencakup :
a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat.
b. Karakteristik lembaga dan penguasa.
c. Kepatuhan serta daya tangkap pelaksana terhadap kebijakan. Di sini
kebijakan yang menyangkut banyak kepentingan yang berbeda akan
lebih sulit diimplementasikan dibanding yang menyangkut sedikit
kepentingan. Oleh karenanya tinggi-rendahnya intensitas keterlibatan
berbagai pihak (politisi, pengusaha, masyarakat, kelompok sasaran dan
sebagainya) dalam implementasi kebijakan akan berpengaruh terhadap
efektivitas implementasi kebijakan.
Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting
dan mutlak, seperti dikemukakan oleh Syukur Abdullah (dalam Tangkilisan dan
Hessel, 2003 : 33) yaitu:
a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan.
b. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan
diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan
atau peningkatan.
c. Unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang
bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan
dari proses implementasi tersebut.

 

10 
Universitas Sumatera Utara

Adapun makna Implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul
Sabatier (dalam Budi, 2007 : 75), mengatakan bahwa, implementasi adalah
memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku
atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni
kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya
pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadian kejadian.
Dari pandangan kedua ahli diatas dapat dikatakan bahwa suatu proses
implementasi kebijaksanaan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku
badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan suatu
program yang telah ditetapkan serta menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan
sosial yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi segala
pihak yang terlibat, sekalipun dalam hal ini dampak yang diharapkan ataupun
yang tidak diharapkan. Adapun model proses dari implementasi kebijakan terdiri
dari :
a. Ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan
b. Sumber-sumber kebijakan
c. Karakteristik badan-badan pelaksana
d. Kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik
e. Kecendrungan pelaksana (implementors)
f. Kaitan antara komponen-komponen model

 

11 
Universitas Sumatera Utara

g. Masalah kapasitas
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak
variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Untuk lebih menjabarkan secara mendalam pembahasan mengenai
implementasi maka dari itu peneliti melakukan pembatasan dalam penelitian ini
dengan memilih pendekatan yang dikemukakan oleh Edwards III. Dalam
pandangan Edwards III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel
yang saling berhubungan satu sama lain. Keempat variabel tersebut yaitu :
a. Komunikasi
Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuantujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam
pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan
demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi
atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga
implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu
Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat
kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan
tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang
berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar implementasi
berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan
harus

mengetahui

apakah

mereka

dapat

melakukannya.

Sesungguhnya

implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti
secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor

 

12 
Universitas Sumatera Utara

pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya
mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor
kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika
dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya
komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi
kebijakan.
Ada tiga indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan
aspek komunikasi ini, yaitu:
1) Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu hasil implementasi yang baik pula. Seringkali yang
terjadi dalam proses transmisi ini yaitu adanya salah pengertian, hal ini
terjadi karena komunikasi implementasi tersebut telah melalui beberapa
tingkatan birokrasi, sehingga hal yang diharapkan terdistorsi di tengah
jalan.
2) Kejelasan informasi, dimana komunikasi atau informasi yang diterima
oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas dan tidak membingungkan.
Kejelasan informasi kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi
kebijakan, dimana pada tataran tertentu para pelaksana membutuhkan
fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan, tetapi pada tataran yang
lain maka hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak
dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.
3) Konsistensi informasi yang disampaikan, yaitu perintah ataupun
informasi yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah

 

13 
Universitas Sumatera Utara

jelas dan konsisten untuk dapat diterapkan dan dijalankan. Apabila
perintah yang diberikan seringkali berubah-ubah, maka dapat
menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
b. Sumber Daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten,
tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud
sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial.
Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.
Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para
pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan
kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program,
adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan kepada
sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang
dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana
prasarana.
Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan)
berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka
tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana
kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan
para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen
SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program. Ketidakmampuan

 

14 
Universitas Sumatera Utara

pelaksana program ini disebabkan karena kebijakan konservasi energi merupakan
hal yang baru bagi mereka dimana dalam melaksanakan program ini
membutuhkan kemampuan yang khusus, paling tidak mereka harus menguasai
teknik-teknik kelistrikan.
Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan.
Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara
menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan
apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepatuhan
kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa
tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan.
Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki
konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana
tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisien. Implementasi
kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan
pemerintah yang ada.
Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan
bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur
keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor.
Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi
seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil
program dapat berjalan.

 

15 
Universitas Sumatera Utara

c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Salah satu faktor yang
mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah sikap implementor. Jika
implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan
melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan
pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.
Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan, kesadaran
pelaksana,

petunjuk/arahan

pelaksana

untuk

merespon

program

kearah

penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana
mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami
kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak
tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan
menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat
pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.
Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program
dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan
ini adalah Menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan
pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan
keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi
yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif
bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total
dalam melaksanakan kebijakan/program.

 

16 
Universitas Sumatera Utara

d. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu
dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur
operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi
pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak.
Struktur

organisasi

yang

panjang

akan

cenderung

melemahkan

pengawasan dan menimbulkan red-tape yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks, yang mana ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.

3. Manajemen Strategi
Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi dan kemajuan budaya,
pengertian manajemen strategi semakin diperluas dan dideskripsikan secara
substantif dan komprehensif oleh pakar-pakar atau ahli manajemen tidak hanya
menetapkan opini dan anggapan khusus semata tapi juga guna memperjelas dan
mempermudah pengertian manajemen strategis itu sendiri bagi khalayak banyak.
Menurut David (dalam Taufiq, 2011 : 15) Manajemen strategi yang bisa
disebut juga perencanaan strategi adalah seni dan pengetahuan dalam
merumuskan, mengimplementasikan serta mengevaluasi keputusan-keputusan
lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi mancapai tujuannya.
Manajemen strategi berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajemen,
pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian dan

 

17 
Universitas Sumatera Utara

pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan
organisasional.
Manajemen strategi berkaitan dengan proses menghasilkan suatu rencanarencana dan kebijakan strategik sebagai perwujudan dari strategi terapan yang
berfungsi untuk mencapai tujuan perusahaan dalam jangka panjang maupun
pendek. Sebagaimana proses perencanaan yang benar yaitu dengan tahap
Formulasi, Implementasi dan Evaluasi berkala, dapat dijadikan alat improvisasi
bagi kinerja, pencapaian dan keunggulan bersaing perusahaan. Sehingga
manajemen strategi merupakan proses yang sangat penting bagi perusahaan dalam
menciptakan strategi yang tepat guna dan memiliki daya ungkit bagi pencapaian
tujuan perusahaan secara maksimal.
Dapat disimpulkan pula tujuan manajemen strategi sendiri adalah
menganalisa dan memanfaatkan setiap sumberdaya yang ada untuk menciptakan
peluang-peluang baru yang kemudian disebut sebagai strategi-strategi efektif bagi
perusahaan atau organisasi demi terciptanya keunggulan bersaing, pencapaian
tujuan perusahaan dan implementasi efektif kebijakan perusahaan.
Menurut David (dalam Taufiq, 2011 : 20), terdapat tiga tahap penting yang
tidak dapat dilewatkan oleh perusahaan ketika akan merencanakan strategi yaitu :
a. Formulasi strategi
Tahap awal dimana perusahaan menetapkan visi dan misi disertai
analisa mendalam terkait faktor internal dan eksternal perusahaan dan
penetapan tujuan jangka panjang yang kemudian digunakan sebagai
acuan untuk menciptakan alternatif strategi-strategi bisnis dimana akan

 

18 
Universitas Sumatera Utara

dipilih salah satunya untuk ditetapkan sesuai dengan kondisi
perusahaan.
b. Implementasi strategi
Langkah dimana strategi yang telah melalui identifikasi ketat terkait
faktor lingkungan eksternal dan internal serta penyesuaian tujuan
perusahaan mulai diterapkan atau diimplementasikan dalam kebijakankebijakan intensif dimana setiap divisi dan fungsional perusahaan
berkolaborasi dan bekerja sesuai dengan tugas dan kebijakannya
masing-masing.
c. Evaluasi strategi
Tahap akhir setelah strategi diterapkan dalam praktek nyata dinilai
efektifitasnya terhadap ekspektasi dan pencapaian tujuan perusahaan.
Penilaian dilakukan dengan mengukur faktor-faktor atau indikator
sukses yang dicapai dan mengevaluasi keberhasilan kinerja dari strategi
guna perumusan dan penerapan lanjutan dimasa yang akan datang agar
lebih baik dan efektif.

4. Implementasi Strategi
Implementasi strategi adalah rangkaian aktivitas dan pekerjaan yang
dibutuhkan untuk mengeksekusi perencanaan strategi. Artinya apa yang kita
rumuskan pada strategi dan kebijakan kita terapkan dalam berbegai program kerja,
anggaran, dan prosedur-prosedur. Rumusan strategi yang baik, tidak ada artinya
bila tidak diterapkan dalam implementasi. Begitu pula implementasi tidak akan

 

19 
Universitas Sumatera Utara

berkontribusi baik pada perusahaan jika rumusan strateginya

tidak baik.

Keberadaan manajemen strategi tidak untuk mendikte tujuan, sebaliknya tujuan
dan sasaran harus dipengaruhi oleh peluang yang tersedia. Ada beberapa yang
perlu diperhatikan dalam usaha pencapaian tujuan dalam manajemen strategi,
yaitu :
a. Efektif dan efesiensi Manajemen strategi disebut efektif jika hasil yang
dicapai seperti yang di inginkan. Karena kebanyakan situasi yang
memerlukan analisa strategi tidak statis melainkan interaktif dan
dinamis, maka hubungan antara penyebab dan hasilnya tidak tetap atau
pasti. Sebaliknya taktik adalah tindakan nyata yang diambil oleh pelaku
dan sepenuhnya berada dalam pengawasannya.
b. Keputusan

manajemen

strategi

tidak

berarti

apa-apa

tanpa

implementasi. Strategi tergantung pada kemungkinan dan taktik yang
potensial. Keputusan strategi harus dapat mencapai tujuannya.
c. Pertumbuhan dan Struktur Organisasi. Tahap implementasi strategi
memerlukan pertimbangan dalam penyusunan struktur organisasi,
karena keselarasan struktur dengan strategi merupakan satu hal yang
penting

untuk

tercapainya

implementasi

strategi.

Pertumbuhan

organisasi terjadi kala skala organisasi berkembang. Pertumbuhan yang
terjadi bisa vertical dan bisa juga horizontal. Pertumbuhan organisasi
menghasilkan berbagai bentuk struktur organisasi seperti stuktur
fungsional, divisional geografis, organisasi unit bisnis, organisasi
matrik dan struktur organisasi horizontal.

 

20 
Universitas Sumatera Utara

d. Kepemimpinan

dan

Budaya

Organisasi

Budaya

organisasi

sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan dikembangkan oleh
individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi, yang diterima
sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada
setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman
bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi
tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan
sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang ada dan sejenis
maupun tidak sejenis.
Untuk memulai proses implementasi para perencana strategi perlu
memahami dengan jelas mengenai ketiga hal berikut :
a. Implementor (Pelaksana Strategi)
Tentang siapa yang akan mengimplementasikan strategi yang sudah
dirumuskan biasanya tergantung skala organisasi dan bagaimana struktur yang
ada. Namun, secara umum implementasi sebagian besar dilakukan oleh para
manajer dan supervisor. Dulu saat pengetahuan tidak semudah sekarang
pemerolehannya, seakan-akan manajemen puncaklah yang paling tahu urusan
strategi. Kini, walaupun mungkin dari segi banyaknya waktu, keterlibatan para
manajer menengah tidak sebanyak manajemen puncak, keterlibatan mereka dalam
perumusan strategi bisa cukup signifikan memang para manajer dan supervisor
inilah yang menerjemahkan apa yang sudah ada pada rumusan strategi (yang
dibuat oleh para perencana strategis : para manajemen puncak, dan manajer
umum), untuk diimplementasikan dilapangan. Meskipun demikian, sebaiknya, ini

 

21 
Universitas Sumatera Utara

bukan berarti komitmen dari manajemen puncak tidak diperlukan. Pada sebagian
mengenai pentingnya eksekusi dibawah, kita akan membahas lebih jauh mengenai
perlunya dukungan puncak bila eksekusi strategi ingin berhasil.

b. Hal-hal yang Diperlukan dalam Implementasi Strategi
Untuk mengimplementasikan strategi, perusahaan memerlukan rumusan
program, anggaran yang akan membiayai pelaksanaan program, dan prosedur
untuk memastikan program berjalam seperti yang diharapkan.
1) Program
Pertama program harus terkait dengan rumusan strategi yang sudah dibuat.
Kemudian sedapat mungkin bersifat action-oriented. Karena itu, didalam
dokumen program kerja dianjurkan menuliskan item programnya dengan kata
kerja. Rumusan strategi pengimplementasiannya dengan “mengunjungi”. Karena
“mengunjungi” merupakan rencan tindak (action-plan) bagi si manajer. Dalam
formulir rencana kerja rumusannya menggunakan rencana kerja serta indikator
pencapaian dari rencana tindak atau out come yang ingin dicapai dinyatakan
dalam bentuk kuantitatif serta menyatakan hasil yang diharapkan. Dalam banyak
format juga menyertakan anggaran yang diperlukan serta pihak yang bertanggung
jawab atas pencapaian program. Dengan seperti ini pihak yang menyelenggarakan
bisa mengukur sendiri pencapaiannya dan hal ini juga dapat memudahkan para
atasan menajer memantau proses pencapaian rencana aksinya.
2) Anggaran
Anggaran adalah sebuah program dalam bentuk uang dan sering kali
disebut juga sebagai darahnya program. Strategi tidak berjalan dengan baik karena

 

22 
Universitas Sumatera Utara

anggaran yang ditetapakn tidak dapat direalisasikan. Biasanya terjadi karena :
pertama, dalam menyusun program, manajer tidak realistis dengan situasi
perusahaannya. Kedua, karena perencanaan arus kas perusahaan meleset dari
dugaan sebelumnya sehingga program kerja tertentu yang memerlukan pendanaan
juga harus digeser pelaksanaannya.
Untuk membuat srategi bisnis efektif, maka ia hatrus ditopng oleh
penganggaran yang baik pula. Karena, strategi adalah keputusan strategic
perusahaan tentang bagaimana cara kita mencapai apa yang menjadi sasaran. Dari
sisi pengaanggaran, bagaimana keakuratan serta kecepatan memprediksi menjadi
penting dlam hal ini. Manfaat dari pengintegrasian antara lain:
a) Dengan pengintegrasian, visi, target, serta pengeksekusian strategi
terjadi secara menyeluruh, tidak terpisah-pisah
b) Respon yang lebih cepat terhadap situsi pasar dan bisnis, dan lebih
akurat dalam membuat perkiraan, termasuk proyeksi pemasukan.
c) Sasaran ukuran atas kinerja menjadi lebih jelas.
d) Dalam melakukan analisis, karena didukung oleh data yang falid dan
akurat, analisisnya juga menjadi lebih akurat.
e) Memberikan wawasan bagi setiap level dan bagian yang melaksanakan
implementasi strategi, terutama untuk hal-hal yang terkait dengan
faktor-faktor yang berkontribusi atas biaya dan pendapatan.
f) Tingkat sukses yang tinggi dalam pemenuhan sasaran strategic karana
secara tepat waktu memonitor kinerja, mengambil tindakan, dan
mempersiapkan masa depan.

 

23 
Universitas Sumatera Utara

Jika perusahaan memanfaatkan yang seperti diatas, secara manual
sudahtidak sesuai lagi atau kurang memadai. Maka perusahaan harus didukung
oleh perangkat teknologi serta sistem yang lebih canggih. Dengan ini,
memungkinkan perencanaan dan anggaran setiap level, dari yang atas hingga ke
bawah bisa saling difahami oleh setiap depertemen, serta bisa saling beradaptasi
dan berkoordinasi atas anggaran rencana dan anggaran yang dibuat.
3) Prosedur
Dalam banyak kasus, pembuatan prosedur ini tidaklah selalu dibuat setelah
progam kerja dan anggaran diselesaikan, karena prosedur sebelumnya bisa saja
sudah ada. Prosedur ini adalah urutan-urutan aktifitas yang harus diselesaikan
untuk menyelesaikan sebuah bagian pekerjaan dalam program. Dengan adanya
prosedur, maka kita dapat menjamin sebuah pekerjaan dapat diselesaikan dengan
baik, dan hasilnya sesuai dengan harapan.
Pembuatan prosedur ini membutuhkan pemahaman yang baik atas proses
kerja atau bisnis satu aktifitas atau kelompok aktivitas. Dengan inilah organisasi
lebih menyukai mereka yang berpengalaman dalam satu bidang karena umumnya
lebih bisa menggambarkan dengan baik bagaimana urutan-urutan pekerjaan yang
harus dilakukan.
Kendala yang sering terjadi dalam penerapan prosedur adalah , prosedur
hanya mumncul diatas kertas saja tanpa komitmen menjalankannya dengan baik.
Untuk ini manajemen harus menjalankan proses audit yang mencoba melihat
sejauh mana karyawan di satu bagian menjalankan prosedur yang sudah ada.
Audit ini penting bukan saja untuk memastikan apa yang suadah dituliskan dalam

 

24 
Universitas Sumatera Utara

prosedur dilaksanakan, tapi juga bisa menjadi bagian dari evaluasi, apakah sebuah
prosedur sudah optimum mengarahkan pekrjaan tertentu.

c. Cara Pengimplementasian Strategi : Pengorganisasian
Agar semua pekerjaan dalam implementasi dapat berjalan mulus,
perusahaan perlu mengorganisasi semuanya dengan tepat. Menurut Ansoff (dalam
Crown, 2004 : 45), bentuk perusahaan seharusnya ditentukan dengan hakikat
strategi yang dirumuskan. Jadi kalau perusahaan memilih strategi difersifikasi,
atau integrasi, maka struktur organisasi juga harus turut menyesuaikan.
Pembahasan bentuk organisasi terkait dengan pengimplementasian strategi, kerap
juga dihubungkan dengan kemampuan organisasi untuk merespon berbagai
perubahan lingkunagan. Ansoff (dalam Crown, 2004 : 45), mengusulkan bahwa
kemampuan merespons penting untuk kesuksesan sebuah strategi. Menurutnya
ada empet tipe utama dari respon yang dapat melayani berbagai tujuan yang
berbeda dari organisasi, yaitu :
1) Operational Responsiveness, disini fokus organisasi adalah bagai mana
meminimalkan biaya operasi dalam perusahaan.
2) Competitive Responsiveness, yang mengoptimalkan kemampulabaan
perusahaan.
3) Innovative Responsiveness, yang mengembangkan potensi untuk dapat
memperoleh laba dalam jangka pendek.
4) Increpreneurie

Responsiveness,

yang

mengembangkan

potensi

kemampu labaan dalam jangka panjang.

 

25 
Universitas Sumatera Utara

Untuk Operational Responsiveness dan Competitive Responsiveness,
struktur organisasi yang diciptakan terkait dengan spesialisasi pekerjaan,
pembagian kerja, skala ekonomis, serta keputusan untuk untuk melakukan
santdardisasi. Sedangkan untuk Innovative Responsiveness, perusahaan dapat
mengoptimalakn pengembangan produ baru dan strategi pemasaran dari unit-unit
bisnisnya. Untuk Increpreneurie Responsiveness, Ansoff menganggap struktur
harus ada pada kantor korporat (misalnya, kantor perusahaan holding).

5. Pelayanan Publik
Penggunaan istilah pelayanan publik (public service) di Indonesia
dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan
masyarakat. Oleh sebab itu ketiga istilah tersebut dipergunakan bersamaan dan
tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Pelayanan berfungsi sebagai sebuah
sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara
istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat beberapa
pengertian, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat
dan negara. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public
authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue
(penerimaan negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal ini, pelayanan
publik merujuk pada pengertian masyarakat atau umum (Juliantara, 2005 : 09).
Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik
tidak sepenuhnya sama dengan pengertian masyarakat. Menurut Kurniawan

 

26 
Universitas Sumatera Utara

(dalam Juliantara, 2005 : 10) Karakteristik khusus dari pelayanan publik yang
membedakan dari pelayanan swasta adalah:
a. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata.
Contohnya : sertifikat, perijinan, peraturan, transportasi, ketertiban,
kebersihan, dan lain sebagainya.
b. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan
membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang berskala nasional.
Contohnya : dalam hal pelayanan transportasi.
c. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan
organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam pelayanan
berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan
internal. Namun kondisi nyata dalam hal hubungan antar lembaga
pemerintahan

sering

memojokkan

petugas

pelayanan

agar

mendahulukan pelanggan internal.
d. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan
peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi
masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta
masyarakat dalam kegiatan pelayanan.
e. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak
langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan
pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan
dilakukan oleh hanya pelangganlangsung (mereka yang pernah

 

27 
Universitas Sumatera Utara

mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh
lapisan masyarakat.
f. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan
kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya
masing-masing.
Secara umum, pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani)
yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk
pemenuhan kebutuhan dan keperluan penerima pelayanan atau masyarakat
maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan yang mempunyai
kepentingan pada organisasi tersebut sesuai dengan aturan pokok dan tata cara
yang telah di tetapkan. Pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible),
barang tidaknyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa (Istianto, 2009 : 06).
Menurut Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
pelayanan publik dikelompokkan dalam beberapa jenis yang didasarkan pada ciriciri dan sifat-sifat kegiatan dalam proses pelayanan serta produk pelayanan yang
dihasilkan. Jenis-jenis pelayanan itu adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan Administratif
Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan
pencatatan, penelitian, pengambilan keputusan, dokumentasi dan kegiatan tata
usaha lainnya yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa
dokumen, misalnya sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, keterangan tertulis,
pembayaran pajak dan lain-lainnya. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan

 

28 
Universitas Sumatera Utara

sertifikat tanah, pelayanan IMB, pelayanan administrasi kependudukan (KTP, akta
kelahiran/ kematian).
b. Pelayanan Barang
Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa kegiatan
penyediaan dan atau pengolahan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan
penyampaiannya kepada konsumen langsung sebagai unit atau sebagai individual
dalam satu sistem. Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk
akhir berwujud benda (berwujud fisik) atau yang dianggap benda yang
memberikan nilai tambah secara langsung bagi penerimanya. Contoh jenis
pelayanan ini adalah pelayanan listrik, pelayanan air bersih, dan pelayanan
telepon.
c. Pelayanan Jasa
Jenis pelayanan yang diberikan oleh unit pelayanan berupa penyediaan
sarana dan prasarana serta penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu
sistem pengoperasian tertentu dan pasti, produk akhirnya berupa jasa yang
mendatangkan manfaat bagi penerimanya secara langsung dan habis terpakai
dalam jangka waktu tertentu. Contoh jenis pelayanan ini adalah pelayanan
angkutan darat, laut dan udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan,
pelayanan pos dan pelayanan pemadaman kebakaran.
Dalam upaya mencapai kualitas pelayanan yang baik, diperlukan
penyusunan standar pelayanan publik yang dapat menjadi tolak ukur pelayanan
yang berkualitas. Penetapan standar pelayanan publik merupakan fenomena yang

 

29 
Universitas Sumatera Utara

berlaku baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Indonesia, upaya
untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebut antara lain
ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan, diantaranya adalah UndangUndang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud masih
lebih banyak berada pada tingkat konsep, sedangkan implementasinya masih jauh
dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan yang
diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan
publik.
Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh
Lembaga Administrasi Negara (dalam Atep, 2004 : 14) adalah suatu tolok ukur
yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen
atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan
pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yang dimaksud dengan pelayanan
berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung
kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukanoleh pihak yang
melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya.
Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan yaitu :
1) Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat
pelayanan

dalam

kualitas

yang

dapat

dipertanggungjawabkan,

memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi

 

30 
Universitas Sumatera Utara

alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam
upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja
pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan.
2) Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik
Perbaikan

kinerja

pelayanan

publik

mutlak

harus

dilakukan,

dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut
aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi
utama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai
pelayanan publikyang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari
pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, utlilitas, sosial dan lainnya.
3) Meningkatkan mutu pelayanan
Adanya mutu pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa
pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi
masyarakat pelanggannya. Dalam mutu pelayanan ini dapat terlihat
dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan,
waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas
pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam
memberikan pelayanan.
Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan dapat mengetahui dengan
pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk
mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan membantu meningkatkan

 

31 
Universitas Sumatera Utara

transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan. Dengan demikian,
masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan
apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka standar pelayanan menjadi faktor
kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya penyediaan
pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan
ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan.

6. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan
layanan publik di Indonesia. Kesan buruknya pelayanan publik selama ini selalu
menjadi citra yang melekat pada institusi penyedia layanan di Indonesia. Selama
ini pelayanan publik selalu identik dengan kelambanan, ketidakadilan, dan biaya
tinggi. Belum lagi dalam hal etika pelayanan di mana perilaku aparat penyedia
layanan yang tidak ekspresif dan mencerminkan jiwa pelayanan yang baik.
Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Oleh karenanya kualitas pelayanan berhubungan dengan pemenuhan
harapan atau kebutuhan pelanggan. Penilaian terhadap kualitas pelayanan dapat
dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda (Sampara, 2000 : 27) misalnya
dari segi:

 

32 
Universitas Sumatera Utara

a. Product Based, dimana kualitas pelayanan didefinisikan sebagai suatu
fungsi yang spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda
terhadap karakteristik produknya.
b. User Based, dimana kualitas pelayanan adalah tingkatan kesesuaian
pelayanan dengan yang diinginkan oleh pelanggan.
c. Value Based, berhubungan dengan kegunaan atau kepuasan atas harga.
Bagi perusahaan yang memberikan pelayanan perlu diperhatikan mutu
atau kualitas yang dari pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Menurut
Lovelock (dalam Sampara, 2000 : 28), “Kualitas adalah tingkat mutu yang
diharapkan, dan pengendalian keragaman dalam mencapai mutu tersebut untuk
memenuhi kebutuhan konsumen”. Dengan demikian, kualitas merupakan faktor
kunci sukses bagi suatu organisasi atau perusahaan, dimana kualitas merupakan
jaminan terbaik kita atas kesetiaan pelanggan, pertahanan terkuat kita dalam
menghadapi persaingan asing, dan satu-satunya jalan menuju pertumbuhan dan
pendapatan yang langgeng.
Menurut Zeithaml et. al (dalam Sampara, 2000 : 28), “Kualitas pelayanan
yang diterima konsumen dinyatakan besarnya perbedaan antara harapan atau
keinginan konsumen dengan tingkat persepsi mereka”. Wyckof (dalam M.Nur,
2004 : 31) memberikan pengertian kualitas layanan sebagai tingkat kesempurnaan
yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersebut untuk memenuhi
keinginan konsumen. Inti dari penjelasan Wyckof ini adalah bahwa konsep
kualitas pelayanan umum terkait dengan upaya untuk memenuhi atau bahkan
melebihi harapan yang dituntut atau yang diinginkan oleh pelanggan. Sedangkan

 

33 
Universitas Sumatera Utara

Lebouf (dalam M.Nur, 2004 : 32) menyatakan bahwa “Kualitas layanan
merupakan kemampuan suatu layanan yang diberikan oleh pemberi layanan dalam
memenuhi keinginan penerima layanan tersebut”.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kualitas
pelayanan merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi
harapan pelanggannya. Kualitas pelayanan lebih menekankan aspek kepuasan
pelanggan yang diberikan oleh perusahaan yang menawari jasa. Keberhasilan
suatu perusahaan yang bergerak di sektor jasa tergantung kualitas pelayanan yang
ditawarkan. Dengan demikian organisasi dapat meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat, hendaknya selalu berfokus kepada pencapaian pelayanan,
sehingga pelayanan yang diberikan diharapkan dapat diberikan untuk memenuhi
pelanggan.
Menerapkan prinsip menyiapkan kualitas pelayanan sebaik mungkin, perlu
dilakukan untuk dapat menghasilkan kinerja secara optimal, sehingga kualitas
pelayanan dapat meningkat, dimana yang penting untuk dilakukan adalah
kemampuan membentuk layanan yang dijanjikan secara tepat dan memiliki rasa
taggung jawab terhadap mutu pelayanan. Disamping itu, untuk mewujudkan
kualitas pelayanan yang didasarkan pada sistem kualitas memiliki cara atau
karakteristik tertentu, antara lain dicirikan oleh adanya partisipasi aktif yang
dipimpin oleh manajemen puncak d