Batak Kredit (Studi Kasus Usaha Kredit di Desa Jempalan Simpang Empat Kabupaten Asahan)

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Letak Dan Geografis
Desa Jempalan merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan
Simpang Empat Kabupaten Asahan. Mayoritas penduduknya adalah suku Jawa,
dan lebih kurang 80% memeluk agama Islam, sedangkan selebihnya 20%
beragama Kristen. Letak desa tersebut dari ibu kota Kecamatan Simpang Empat
lebih kurang 21 kilometer, sedangkan jarak desa dengan ibu kota propinsi
(Sumatera Utara) adalah 160 kilometer. Batas batas Desa Jempalan adalah sebagai
berikut :








Sebelah utara berbatasan dengan desa perkebunan Hessa
Sebelah selatan berbatasan dengan desa Silomlom

Sebelah timur berbatasan dengan desa Sei Dua Hulu
Sebelah barat berbatasan dengan desa Perkebunan Sukaraja

26
Universitas Sumatera Utara

Foto 1. Peta Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat
Luas wilayah Desa Jempalan lebih kurang 1.770,97 Ha. Desa Jempalan
berada pada ketinggian antara20 M – 22 M diatas permukaan laut. Keadaan
alamnya terdiri dari dataran rendah yang memiliki ketinggian lebih kurang 6
meter di atas permukaan laut dengan temperatur 24OC–26OC. Sebagian besar
tanahnya terdiri dari tanah hitam dan sebagian lagi tanah liat bercampur pasir.
Keadaan alam yang demikian sangat memungkinkan masyarakat untuk bercocoktanam. Tanaman utama yang ditanam masyarakat Desa Jempalan adalah padi.
Kegiatan bercocok tanam di Desa Jempalan ini ditunjang oleh sebuah sungai
(Sungai Sei dua) yang mengalir dari Desa Pondok Bunga ke arah Desa Rawang
Panca Arga yang mengaliri lahan persawahan masyarakat desa tersebut.

2.2. Latar Belakang Historis
Tumbuhnya desa-desa di Indonesia mempunyai ciri-ciri khas tersendiri,
yang memiliki keunikan–keunikan. Perkembangan antara satu desa dengan desa

lain pada dasarnya tidak selalu sama, karena ada yang lambat dan ada yang cepat;
hal ini tergantung dari faktor alam dari desa serta tindak tanduk atau tingkah laku
dari masyarakat itu sendiri.
Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan orang pertama datang ke Desa
Jempalan, menurut keterangan yang berhasil dihimpun dari beberapa informan
Desa Jempalan terbentuk sekitar tahun 1800-an. Menurut cerita dari tokoh
masyarakat, bahwa pada tahun 1800-an terjadi kekacauan terhadap Kesultanan
Lima Laras di Batu Bara. Akibat ketidakstabilan tersebut, sebagian masyarakatnya
(suku Melayu) bermigrasi ke tempat yang lebih aman dengan menyusuri Sungai
27
Universitas Sumatera Utara

Sei dua kearah Selatan. Hingga akhirnya mereka tiba pada satu daerah yang
mereka anggap cocok untuk berlindung dan mendirikan perkampungan. Daerah
tersebut adalah Simpang Empat (Jempalan sekarang) daerah ini merupakan
perkampungan pertama sekaligus perintis Desa Jempalan.
Salah satu informan yang memberi kontribusi besar dalam memberikan
informasi tentang kedatangan pertama orang–orang ke Desa Jempalan adalah
Bapak H.Yahya. Beliau adalah keturunan dari suku Melayu yang pertama sekali
datang ke Desa Jempalan. Sabar dan perlahan mereka membuka lahan di sekitar

sungai tersebut untuk bercocok tanam serta membangun rumah–rumah sederhana
yang berbentuk panggung.
Pada tahun 1932, beberapa penduduk dari suku Jawa juga datang
membuka lahan dengan jarak sekitar 4 kilometer dari wilayah suku Melayu yang
pertama datang. Orang-orang dari suku Jawa ini berasal dari buruh perkebunan
yang berbatasan langsung dengan Desa Jempalan Menurut pak Yahya mereka
membuka lahan setelah pulang bekerja dari perkebunan. Lahan yang mereka buka
berada tepat di sisi sebelah perkebunan, sehingga perkampungan mereka diberi
nama Kampung Tempel. Butuh waktu tiga tahun bagi para penggarap awal dari
suku Jawa ini untuk mulai bisa memanfaatkannya menjadi lahan pertanian.
Setelah pembukaan lahan yang diawali oleh orang-orang dari suku Melayu dan di
susul oleh orang-orang dari suku Jawa selama bertahun-tahun, maka penduduk
daerah lain mulai berdatangan, tidak terkecuali dari suku Batak pada tahun 1970an.

28
Universitas Sumatera Utara

Adapun yang paling banyak datang di kemudian hari adalah orang-orang
dari suku Jawa. Orang-orang dari suku Jawa ini datang setelah masa kontraknya
dengan perkebunan habis. Selain karena ketidakpastian hidup, juga tidak memiliki

biaya untuk kembali ke pulau Jawa, maka mereka mencari tempat yang dapat
dijadikan tumpuan hidup. Dalam hal ini khususnya Desa Jempalan tidak lepas dari
perhatian mereka sebagai pilihan untuk melanjutkan perjuangan hidup mereka.
Orang-orang suku Jawa ini kemudian mendirikan rumah-rumah sederhana pada
wilayah yang lebih terbuka, yaitu pada daerah tanaman alang-alang liar dan diberi
nama Kampung Pematang Lalang (Desa Jempalan sekarang).

Foto 2. Kondisi desa Jempalan Sekarang

Bapak Bori adalah salah satu tokoh dari suku Jawa yang turut membuka
lahan pada tahun 1932 bersama 5 orang temannya. Seiring dengan perubahan
yang terjadi pada sistim transportasi di daerah–daerah Sumatera terkhusus pada
Desa Jempalan sendiri, dari sistim trasportasi air ke transpotasi darat, maka pada

29
Universitas Sumatera Utara

tahun 1950 masyarakat secara bertahap dan bergotong–royong membuat dan
memperlebar jalur transportasi darat dari satu perkampungan ke perkampungan
lain sebagai sarana penghubung. Jalur transportasi darat yang berhasil mereka

buat tersebut menghubungkan tiga perkampungan. Jalur tersebut yaitu
Perkampungan Suku Melayu (di sisi Sungai Sei dua) – Desa Jempalan Perkampungan Suku Jawa (disisi perkebunan). Total jalur yang berhasil dibuat
tersebut pada masa itu lebih kurang sepanjang 4,6 kilometer.
Keberhasilan masyarakat dalam membangun dan mengembangkan jalur
transportasi darat tersebut tidak terlepas dari kerja keras dari pemimpin desanya.
Kepala Desa selaku pemimpin memiliki tanggung jawab yang cukup besar untuk
mensejahterakan masyarakatnya. Bersama para staf aparatur desa dan peran serta
masyarakat Desa Jempalan sendiri, maka pembangunan dan pembangunan jalur
transportasi darat dapat berhasil dilaksanakan.

2.3. Jumlah Penduduk
Sebelum tahun 1966, secara resmi Indonesia belum memiliki kebijakan
kependudukan yang komprehensif. Dalam rencana Pembangunan Nasional
Semesta Berencana juga tidak pernah ada kebijakan kependudukan yang ditujukan
untuk menurunkan angka kelahiran dan angka kematian yang akhirnya
berpengaruh pada angka pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali sangat berpengaruh bagi berhasilnya proses pembangunan
nasional itu sendiri. Pertumbuhan jumlah penduduk memang cukup sulit untuk
dapat diatasi. Butuh program–program yang tepat serta terarah agar pertumbuhan
penduduk dapat diminimalisir.

30
Universitas Sumatera Utara

Di Indonesia, pertumbuhan penduduk terkonsentrasi di daerah–daerah
pedesaan. Seakan tidak dapat dielakkan, bahwa jumlah penduduk yang besar di
daerah pedesaan tersebut semakin diperparah dengan sikap dan tingkah laku
masyarakat desa tersebut. Banyak masyarakat pedesaan yang terdapat di
Indonesia melakukan perpindahan (urbanisasi) baik secara permanen maupun
non-permanen ke daerah–daerah perkotaan dengan beragam tujuan dan motivasi.
Perpindahan yang dilakukan oleh masyarakat desa terutama pada saat–saat krisis
ekonomi

terjadi.

Apalagi

bila

krisis


ekonomi

tersebut

terjadi

secara

berkepanjangan.
Di desa Jempalan pertumbuhan jumlah penduduk juga mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk tersebut selain
disebabkan oleh pendatang baru dari para mantan buruh kebun juga dari
pendatang suku Batak. Suku Batak yang datang ke Desa Jempalan awalnya adalah
mereka yang beragama Islam, namun kemudian yang beragama Kristen juga turut
datang. Hal ini disebabkan oleh hubungan marga, yang menurut kepercayaan
tradisional suku Batak bahwa apabila sama marganya atau termasuk turunan
marga maka dianggap sebagai saudara walau berbeda agama. Karena ikatan
marga inilah kemudian orang-orang suku Batak yang beragama Kristen masuk
Desa Jempalan.


NO

Jenis etnis

Jumlah

Porsentase

31
Universitas Sumatera Utara

1.

Jawa

6.225 jiwa

78,6 %

2.


Batak

1.402 jiwa

17,8 %

3.

Melayu

240 jiwa

3,1 %

4.

Lainnya

40 jiwa


0,5 %

7.927 jiwa

100 %

Jumlah

Tabel. 1 Distribusi penduduk berdasarkan etnis

NO

Agama Yang Dianut

Jumlah

Porsentase

1.


Islam

6.373 jiwa

80,4 %

2.

Kristen Protestan

1.430 jiwa

18,0 %

3.

Kristen Katholik

124 jiwa

1,6 %

7.927 jiwa

100 %

Jumlah

Tabel 2. Distribusi penduduk berdasarkan agama

Pertumbuhan angka kelahiran penduduk di Desa Jempalan memang cukup
tinggi, hal ini dapat kita pahami oleh karena mata pencaharian penduduk yang
paling dominan adalah bertani. Mata pencaharian sebagai petani dalam proses
produksinya membutuhkan sumber tenaga. Sumber tenaga yang paling mungkin
adalah dengan memakai tenaga keluarga petani itu sendiri. Sehingga tidak
mengherankan bila jumlah anak dalam satu keluarga dari kalangan petani bisa
mencapai 8 sampai 10 orang anak. Menurut angka tahun 2010 penduduk Desa
Jempalan berjumlah 774 KK dengan jumlah penduduk 7.927 jiwa. Agar kita dapat

32
Universitas Sumatera Utara

memahami pertumbuhan jumlah penduduk di Desa Jempalan, maka ada baiknya
bila dijabarkan pula dalam bentuk–bentuk tabel dibawah ini.

NO

Jenis Kelamin

Jumlah

Porsentase

1.

Laki-laki

4.023 jiwa

50,8 %

2.

Perempuan

3.904 jiwa

49,2 %

7.927 jiwa

100 %

Jumlah

Tabel 3. Distrbusi penduduk berdasarkan jenis kelamin

2.4. Mata Pencaharian Penduduk
Ditinjau dari jenis mata pencaharian penduduk Desa Jempalan, sebagian
besar masyarakatnya hidup sebagai petani. Pola kehidupan masyarakat sebagai
petani sangat dominan mewarnai tatanan kehidupan masyarakat Desa Jempalan.
Mata pencaharian sebagai petani semakin baik dengan adanya dukungan suplai air
dari sungai Sei dua yang membentang di ujung timur Desa Jempalan yang
mengaliri areal pertanian masyarakat. Bertani sebagai mata pencaharian memang
umum kita dengar dikalangan masyarakat kita, namun demikian para petani Desa
Jempalan telah berhasil memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri
dengan hasil panen yang selalu surplus.

Tanaman

Produksi (Ton)

Konsumsi (Ton)

Surplus (Ton)

Padi

3.577,25

1.983,08

1.594,17

33
Universitas Sumatera Utara

Tabel.4. Banyaknya Produksi dan Konsumsi Padi di Desa Jempalan

Bagi masyarakat petani khususnya masyarakat Desa Jempalan, musim
panen yang telah tiba adalah saat-saat yang ditunggu. Hasil panen tersebut
biasanya mereka simpan di rumah untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka
sampai musim panen berikutnya tiba. Hasil panen para petani juga ada yang
dijual; adapun yang dijual adalah hasil lebih setelah dikurangi kebutuhan pangan
rumah tangga itu sendiri yang telah disimpan di rumah tadi. Hasil penjualan
biasanya akan mereka belanjakan untuk kebutuhan hidup sehari–hari dan untuk
biaya sekolah anak–anak mereka. Ada juga sebagian masyarakat yang
membelanjakannya kedalam bentuk perhiasan dan apabila ada kebutuhan yang
mendadak, maka bisa dijual kembali.
Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Jempalan tidak terlepas
dari kondisi alam desa itu sendiri. Desa Jempalan yang luasnya 1.770 Ha memiliki
areal pertanian tanaman pangan seluas 1.019 Ha serta didukung oleh bendungan
air di wilayah perbatasan dengan Desa Silomlom. Dengan areal pertanian yang
cukup luas dan sistem pengairan yang teratur dari Sungai Serani tersebut
masyarakat Desa Jempalan sudah bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri
(kategori desa swasembada) tanpa harus mendatangkannya dari desa lain.
Untuk dapat melihat sejauh mana perbandingan mata pencaharian petani
dengan mata pencaharian lainnya, berikut penulis tampilkan tabel distribusi
penduduk berdasarkan mata pencaharian.

34
Universitas Sumatera Utara

NO

Jenis Pekerjaan

Jumlah

Porsentase

1.

Petani

1.169 jiwa

80,1%

2.

Pedagang

87 jiwa

6,0 %

3.

Karyawan Swasta

115 jiwa

7,9 %

4.

ABRI/ Pegawai Negeri

52 jiwa

3,6 %

5.

Mocok-mocok

35 jiwa

2,4 %

1.458 jiwa

100 %

Jumlah

Tabel.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

2.5. Pendidikan
Desa, sebuah nama yang tidak akan mudah dilupakan manusia apalagi
bagi mereka yang sampai mengalami tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Desa
merupakan tumpuan perhatian dan sasaran pendidikan bagi dunia yang baru
berkembang. Untuk masyarakat seperti Indonesia, desa merupakan sumber segala
inspirasi dalam dunia pendidikan.
Kita ketahui bahwa masih banyak desa-desa yang memang masih
terbelakang keadaannya, dan karena itu perlu ditingkatkan secara terus–menerus.
Dalam hal pendidikan mereka juga amat terbelakang, maka wajar kalau kita
sering mendengar bahwa ”orang desa perlu diangkat”. Salah satu cara yang dapat
ditempuh adalah dengan membuka kesempatan bagi orang desa tentunya anakanak mudanya untuk menikmati sekolah/pendidikan.
Masyarakat yang masuk dalam kategori terakhir ini dapat dikatakan sejak
kecil sudah terbiasa hidup bergelut sebagai petani dengan penghasilan yang serba

35
Universitas Sumatera Utara

terbatas. Mereka beranggapan bahwa sekolah tidak ada gunanya, maka tidak
heran apabila cakrawala pengetahuan mereka sangat terbatas. Walaupun mereka
hidup di lingkungan yang tidak terlalu jauh dari perkotaan (sekitar 10 km dari
Kota Kisaran) yang bisa dengan mudah mendapat informasi dan komunikasi.
Muncul pendapat yang menyatakan bahwa manfaat utama pendidikan adalah
untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung. Jalan pikiran mereka yang sangat
sederhana dan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonominya termasuk tingkat
pendidikan mereka yang rendah.
Pekerjaan sebagai petani menurut mereka tidak memerlukan pendidikan
dan keterampilan yang tinggi. Sekedar untuk bisa menulis, membaca, dan
berhitung agar terhindar dari perlakuan yang tidak wajar ketika menjual hasil
pencaharian mereka. Sehubungan dengan tingkat penghasilan mereka yang
rendah, menyebabkan mereka tidak dapat membiayai pendidikan anak mereka
kesekolah yang lebih tinggi. Kebanyakan anak petani hanya sebatas tamat SD.
Pendapat seperti yang terungkap di atas merupakan sebuah keniscayaan
dari acuhnya sebagian kecil masyarakat Desa Jempalan terhadap pendidikan anak.
Namun demikian, beberapa golongan yang berasal dari kalangan ekonomi atas
dan berpikiran maju tidaklah sama pemikirannya. Beberapa diantara mereka yang
lebih berpikiran maju mengajak masyarakat untuk secara swadaya membangun
sarana pendidikan. Dengan munculnya gagasan untuk membangun sarana
pendidikan secara swadaya, lambat laun alam pemikiran masyarakat yang
awalnya acuh terhadap pendidikan anaknya menjadi lebih baik.

36
Universitas Sumatera Utara

Sekitar tahun 1960, sekolah dasar pertama berdiri di Desa Jempalan yang
dipelopori oleh Yayasan Alwashliyah. Lokasi Yayasan Alwashliyah ini terletak di
dusun IV yang berada di sisi jalan utama Desa Jempalan. Pada rentang waktu
yang hampir bersamaan dengan dibangunnya Yayasan Alwashliyah juga dibangun
Sekolah Dasar atas swadaya masyarakat yang letaknya di sisi sebelah lapangan
terbuka Desa Jempalan.. Sekolah dasar yang baru muncul pada tahun 1975, yaitu
SD Inpres dan mulai beroperasi tahun 1977. SD Inpres yang dibangun pada masa
itu berdiri di 3 tempat yang berlokasi di dusun I, dusun V, dan dusun XI. Kelima
sekolah dasar yang ada tersebut di bangun untuk dapat menampung anak-anak
dari masyarakat Desa Jempalan, akan tetapi anak-anak yang di Desa Sei dua hulu
juga turut belajar di sekolah dasar yang ada di Desa Jempalan khususnya yang
berbatasan langsung dengan wilayah dusun I Desa Jempalan.

NO

Jenis Sarana Pendidikan

Jumlah

1.

SD Swasta

1

2.

SD Negeri

1

3.

SD Inpres

3

4.

SMP Swasta

2

Jumlah

7
Tabel 6. Distribusi jenjang pendidikan di desa Jempalan

2.6. Keadaan Sosial Dan Budaya

37
Universitas Sumatera Utara

Hubungan antara sosial dan budaya merupakan dua sisi yang saling
berhubungan. Berbicara tentang masyarakat biasanya akan berujung pada
munculnya hubangan yang saling terkait antara keadaan sosial dan keadaan
budaya, sehingga keadaan sosial merupakan bagian dari keadaan budaya.
Kebudayaan yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat,
aturan–aturan, serta bentuk organisasi sosial. Suatu keadaan sosial akan selalu
terlihat pada kebudayaan yang berpangkal dan muncul dari organisasi sosial yang
turut berpengaruh.
Perubahan dan perkembangan masyarakat yang mewujudkan segi
dinamikanya, disebabkan oleh karena para warganya mengadakan hubungan
antara satu dengan yang lainnya, baik dalam bentuk orang perorangan maupun
kelompok manusia. Sebelum hubungan – hubungan tersebut mempunyai bentuk
yang konkrit, maka terlebih dahulu dialami suatu proses kearah bentuk konkrit
yang sesuai dengan nilai–nilai sosial di dalam masyarakat. Dalam interaksi sosial
yang terjadi, prilaku masyarakat akan dapat terlihat apakah masyarakat tetap
dalam kondisi yang damai atau malah terjadi kegoyahan dalam cara–cara atau
bentuk–bentuk hidup yang telah ada.
Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan
manusia yang lain. Dalam hidup bersama antara individu dengan individu atau
individu dengan kelompok tersebut terjadi hubungan dalam rangka memenuhi
kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani.
Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud, tujuan dan
keinginannya masing–masing. Sedangkan untuk mencapai keinginan tersebut

38
Universitas Sumatera Utara

harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan yang timbal–balik.
Hubungan timbal–balik inilah yang dimaksud dengan interaksi. Interaksi terjadi
apabila suatu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan reaksi dari
individu–individu yang lain. Interaksi sosial terjadi dalam suatu kehidupan sosial,
seperti yang telah diungkapkan oleh Soerjono Soekanto dalam Hanafi (1986) :
”Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial,
karena bila tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada
kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara
badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan
hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup
semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan
atau kelompok –kelompok manusia bekerja sama, saling
berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan
bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain
sebagainya”.Interaksi sosial adalah hubungan dinamis
yang mempertemukan individu dengan individu, individu
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
Bentuknya tidak hanya kerja sama, tetapi bisa juga
berbentuk tindakan persaingan, pertikaian, dan sejenisnya”

Interaksi sosial merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan–
tindakan yang berdasarkan nilai–nilai dan norma–norma sosial dan budaya yang
berlaku dalam masyarakat. Apabila interaksi tersebut berdasarkan pada tindakan
yang tidak sesuai dengan nilai–nilai dan norma–norma yang berlaku, maka kecil
kemungkinan hubungan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Misalnya, apabila
kita mengutarakan sesuatu dengan hormat dan sopan terhadap orang tua, maka
kita akan dilayani dengan baik. Sebaliknya, jika kita berprilaku tidak sopan dan
tidak hormat terhadap orang tua, maka mereka akan marah, yang akhirnya
hubungan antara kita dan orang tua menjadi tidak lancar.

39
Universitas Sumatera Utara

Masyarakat

Desa

Jempalan

yang

mayoritas

Suku

Jawa

masih

memperlihatkan kepribadian yang saling ketergantungan dengan masyarakat
disekitarnya. Kehidupan yang demikian menimbulkan adanya bentuk kerja sama
yang didasari oleh solidaritas sosial bersama diantara para anggotanya. Hal ini
terlihat jelas pada masyarakat Desa Jempalan khususnya pada suku Jawa yaitu
melalui sistem gotong–royong dan organisasi sosial dalam berbagai kegiatan
sepeti PKJ (Persatuan Kemalangan Jempalan).
Dalam bentuk pengerahan tenaga kerja untuk pertanian khususnya
masyarakat suku Jawa di Desa Jempalan dilaksanakan melalui gotong–royong
atau istilahnya ”Aruan” (Jawa yang artinya berganti–gantian). Dalam kelompok
Aruan yang bekerja hanyalah pekerjaan tani saja. Tetapi dalam bentuk gotong–
royong lain umumnya menyangkut beban–beban kerja sosial yang lebih besar
lagi, seperti membangun atau memperlebar ruas jalan, mendirikan sarana ibadah,
dan lain–lain. Gotong–royong sebagai wujud solidaritas sosial ini secara tidak
disadari para kelompok atau individu yang telah mendapat bantuan dari orang lain
tadi merasa wajib pula untuk membantu sebagai balasan bantuan yang telah
diterimanya sebelumnya.

2.7. Karakteristik Masyarakat Batak Toba di Desa Jempalan
Masyarakat Batak Toba yang terdapat di desa Jempalan merupakan
masyarakat pendatang yang mengusahakan pertanian yang tersebar di wilayah
desa Jempalan.. Kedatangan masyarakat Batak Toba di desa Jempalan tidak lepas
dari kedekatan wilayah secara geografis antara Asahan dan Toba., hal ini

40
Universitas Sumatera Utara

didukung oleh sikap masyarakat Batak Toba yang memiliki kebiasaan untuk
merantau dan keharusan untuk memiliki tanah.
Adapun pemilihan lokasi penelitian ini juga memperhatikan karakteristik
masyarakat Batak Toba di desa Jempalan, adapun karakteristik dalam hal ini
dimaksudkan sebagai suatu penjelasan mengenai seberapa jauh masyarakat Batak
Toba di desa Jempalan dalam memandang dan memaknai nilai budaya mereka
dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik yang dimaksudkan adalah karakter yang muncul dari kondisi
masyarakat Batak Toba di tanah rantaunya. Seperti pekerjaan yang memberi
kredit kepada masyarakat sekitarnya. Kondisi masyarakat Batak Toba di Desa
Jempalan memberikan karakter mereka berdasarkan pekerjaan mereka tersebut.
Hal inilah yang ingin dilihat sejauh mana kondisi ini berlangsung.

2.8. Deskripsi Lembaga Kredit Di Desa Jempalan
Lembaga pemberi pinjaman adalah sebuah lembaga yang sangat penting
bagi jantung perekonomian di desa Jempalan. Hal ini karena keberadaan lembaga
lembaga ini akan membantu setiap usaha yang dilakukan masyarakat desa
jempalan yang mayoritas bekerja sebagai petani. Seperti memberi bantuan dalam
kredit murah pupuk, bibit dan lain sebagainya. Berikut terdapat beberapa lembaga
pemberi pinjaman yang ada disekitar desa Jempalan.
2.8.1. Bank

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dana mengeluarkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit,

41
Universitas Sumatera Utara

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak” (Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). “Bank adalah
suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan
(financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan
dana kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan.
Kecamatan Simpang Empat terdapat satu Bank daerah yang beroperasi di
sekitar jalan lintas Sumatera daerah Asahan. Bank tersebut adalah Bank Sumut.
Bank sumut sebenarnya hadir menjadi solusi tepat bagi masyarakat Kecamatan
Simpang Empat untuk setiap kegiatan ekonominya. Hal ini terlihat dari program
program yang memberikan kredit berbunga rendah bagi masyarakat untuk
terciptanya masyarakat yang mandiri.

Foto 3. Bank Sumut Di Kecamatan Simpang Empat

42
Universitas Sumatera Utara

Keberadaan kredit murah ternyata belum membuat masyarakat desa yang
tinggal diperkampungan turut datang untuk meminjam kredit di bank tersebut. Hal
ini karena lokasi bank yang jauh dari desa dan ketakutan ketakutan lain yang
hidup dalam alam pikir masyarakat desa. Yaitu sebuah praduga bahwa bank selalu
memberikan kesulitan kesulitan dalam setiap proses peminjaman seperti prosedur
yang berbelit belit maupun bunga yang terlalu tinggi. Hal ini terlihat dari setiap
nasabah disana yang sebagaian besar adalah masyarakat yang berdomisili
disekitar jalan lintas besar Asahan, para pegawai negeri sipil maupun para
wiraswasta yang ada di Kecamatan Simpang Empat.
2.8.2. Koperasi

Definisi koperasi di Indonesia termuat dalam UU No. 25 tahun 1992
tentang Perkoperasiaan yang menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha
yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Dari pengertian tersebut dapat
dirumuskan unsur-unsur penting koperasi yaitu:
1) koperasi merupakan badan usaha.
2) koperasi dapat didirikan oleh orang seorang dan atau badan hukum
koperasi yang sekaligus sebagai anggota koperasi yang bersangkutan.
3) koperasi dikelola berdasarkan prinsip-prinsip koperasi.
4) koperasi dikelola berdasarkan atas asas kekeluargaan.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas koperasi dapat diartikan sebagai
perkumpulan orang atau badan usaha yang memiliki tujuan yang sama yaitu
43
Universitas Sumatera Utara

mencapai kesejahteraan ekonomi yang berlandaskan asas kekeluargaan. Koperasi
disebut sebagai soko guru perekonomian di Indonesia. Keberadaannya diharapkan
mampu menjadi penopang perekonomian
Di Kecamatan Simpang Empat terdapat satu buah CU (Credit Union) yang
berprinsip layaknya koperasi. CU ini bernama CU Harapan Jaya. CU ini telah
beroperasi sejak tahun 2008 dan berjalan hingga sekarang. Pada tahun 2008
awalnya CU ini adalah koperasi sederhana yang hanya beranggotakan 20 orang
yang sebagaian besar adalah petani. Koperasi ini berdiri untuk mensejahterakan
anggota dan memberi kemudahan bagi anggota dalam setiap proses kegiatan
taninya.
Koperasi ini berkembang sehingga memiliki anggota hingga 500 orang.
Perkembangan ini juga merubah bentuk koperasi tadi menjadi CU yang nantinya
tidak hanya menjadi lembaga yang memberikan solusi bagi kegiatan tani saja
namun yang lainnya seperti perdagangan dan lain sebagainya.

44
Universitas Sumatera Utara

Foto 4. Koperasi Tani Yang Kini Berubah Menjadi CU Di Kecamatan
Simpang Empat

Namun keberadaan CU itu sendiri kini masih belum menjadi solusi yang
tepat bagi masyarakat kecamatan Simpang Empat khususnya desa Jempalan. Hal
ini disebabkan lokasi CU yang jauh dari desa Jempalan. Sehingga masyarakat
desa tersebut sulit untuk mengakses dan menjadi anggota CU tersebut.
2.8.3. BAKRI

Bakri pada dasarnya merupakan sebuah singkatan dari Batak Kredit.
Sebuah profesi yang memberikan jasa kredit secara informal atau tidak melalui
sebuah lembaga resmi yang biasanya dilakukan oleh mereka yang beretnis Batak.
Identiknya Batak sebagai Bakri tidak terlepas dari mereka yang mengusahakan
uang yang ia miliki untuk dipinjamkan kepada orang lain dengan bunga yang
disepakati bersama.
Kehadiran BAKRI (Batak Kredit) di Kecamatan Simpang Empat
khususnya Desa Jempalan sudah berlangsung lama. Setidaknya menurut
penuturan bapak Mulyono (45 tahun) fenomena ini sudah ada sejak adanya warga
etnis Batak di desa ini. Menurut beliau pada dasarnya mereka yang datang ke
daerah ini adalah mereka yang ingin membuka lahan dan bermukim. Dan
kebanyakan dari mereka menjadi sukses dengan berbagai macam usaha yang
mereka lakukan seperti bertani, berdagang dan lain sebagainya. Sehingga
memungkinkan mereka memiliki modal yang cukup untuk memiliki usaha
sampingan untuk meminjamkan uang mereka.
45
Universitas Sumatera Utara

Senada dengan hal tersebut David (42 tahun) memberikan penjelasan
bahwa fenomena Bakri ini muncul karena adanya rasa ingin membantu dari
mereka yang sedikit beruntung dalam urusan ekonomi ini, kepada masyarakat
disekitarnya. Niat membantu lewat pinjaman pinjaman yang pada awalnya tanpa
bunga, karena niat membantu diawal. Namun perkembangan yang terjadi semakin
bertambah pesat dengan banyak masyarakat sekitar yang merasa terbantu dengan
adanya bantuan tersebut. Namun semakin berkembangnya ini membuat proses ini
menjadi sebuah peluang bisnis yang cukup menarik, sehingga dimulailah proses
peminjaman dengan bunga tersebut. David tidak dapat menjelaskan sejak kapan
proses ini berlangsung, namun menurut penuturan beliau keberadaan bakri ini
sudah ada kira kira akhir 70-an hingga sekarang. Penjelasan lebih rinci tentang
fenomena Bakri akan dibahas pada bab selanjutnya.

46
Universitas Sumatera Utara