Batak Kredit (Studi Kasus Usaha Kredit di Desa Jempalan Simpang Empat Kabupaten Asahan)

(1)

DAFTAR INFORMAN PENELITIAN

1. Nama : Ibu james Umur : 46 tahun Pekerjaan : BAKRI

2. Nama : Karyono Umur : 56 tahun Pekerjaan : Petani

3. Nama : mamak Katrin Umur : 47 tahun Pekerjaan : BAKRI

4. Nama : Ibu Darsih Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah Tangga

5. Nama : Soib Umur : 40 tahun Pekerjaan : Pedagang


(2)

Umur :28 tahun

Pekerjaan : penjual pulsa dan minyak eceran

7. Nama : Sholeh Umur : 32 tahun Pekerjaan : petani

8. Nama : David Umur : 35 tahun Pekerjaan : pedagang

9. Nama : Nirwan Umur :34 tahun

Pekerjaan : PNS kantor desa

10.Nama : Ngasiah Umur : 47 tahun

Pekerjaan : ibu rumah tangga


(3)

INTERVIEW GUIDE

BAKRI

“Batak Kredit”

(Studi kasus tentang usaha kredit di Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan)

no Issue utama

variabel Aspek/parameter metode Sumb

er data

1 Gambaran umum

Sejarah desa Jempalan

• Sejarah dan asal usul berdirinya desa Jempalan • Sejarah keberadaan etnis

Batak toba

• Letak geografis, lokasi, administratif, jumlah penduduk, mata pencaharian dan pendidikan Sumber sumber skunder,penga matan dan wawancara Datab ase kantor desa Keberadaan lembaga keuangan

• Keberadaan bank sumut, koperasi dan BAKRI di kecamatan simpang empat

Wawancara, observasi dan foto Foto, pengu njung 2 Jaringan

dan proses interaksi

Transaksi • Proses transaksi BAKRI di desa Jempalan

Wawancara dan observasi BAK RI dan pemin jam Syarat dan aturan

• Kriteria peminjam

• Jumlah besaran uang yang boleh dipinjam Wawancara dan observasi BAK RI dan


(4)

• Sistem pembayaran dan aggunan

• Masa peminjaman • Hukuman dalam proses

peminjaman

pemin jam

Jaringan BAKRI

• Hubungan BAKRI dengan BAKRI lainnya • Hubungan BAKRI

dengan peminjamnya • Hubungan peminjam

dengan peminjam lainnya

Wawancara dan observasi

BAK RI dan pemin


(5)

Daftar Pustaka

Goffman. Erving .1986 Stigma. Notes On The Management Of Spoiled Identity London : Penguin.

Hanafi.Abdullah .1986. Memasyaratkan Ide Ide Baru. Surabaya: Usana Offset Printing.

Hans J.Daeng. 2000. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Koenjaraningrat .2002. Pengantar Antropologi. Reved. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Kusumosuwidho.Sisdjiatmo.2004. Sajian Dasar dalam teori Ekonomi Mikro.Jakarta. Rineka cipta.

Moleong, Lexy.1991. Metode penelitian kualitatif. Bandung: P.T Remaja Rosda karya.

Scott. James .C .1972. Moral Ekonomi Petani. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Pracoyo, Trikunawangsih .2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro.Jakarta : Grasindo.

Walgito,Bimo .2006 .Psikologi Kelompok.Yogyakarta: penerbit Andi.

Winarno,Thomas.1980. Pengembangan Gaya Hidup dan Mekanisme Penyusuaian dalam Perkembangan Pribadi dan Keseimbangan Mental. Bandung : Jemnas.


(6)

Sumber lain :

• http://islamifoundation.blogspot.com/2013/01/tsunami-rentenir-


(7)

BAB III

Jaringan BAKRI Dan Proses Transaksi Di Desa Jempalan

3.1. Transaksi BAKRI Di Desa Jempalan

Ketika sampai di Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat, tidak ada sesuatu yang terlihat istimewa dengan masyarakat disana. Setiap paginya terlihat masyarakat yang hilir mudik dengan segala aktifitasnya masing masing. Ada yang pergi ke sawah dengan membawa semua peralatannya. Ada yang membuka warung dagangannya, ada pula yang pergi bekerja dengan pakaian dinasnya sebagai pegawai pemerintahan atau sekedar staf di kantor desa.

Hanya senyum dan sapaan sapaan ringan yang mengiri interaksi masyarakat desa Jempalan setiap paginya. Seperti obrolan ringan seputar pertanian maupun tentang sepakbola yang selalu menjadi bahan perbincangan menarik. Ya para lelaki di desa ini termasuk yang menggandrungi sepakbola sehingga perbincangan tentang menjadi sebuah yang menarik dan menjadi sebuah materi yang tidak habis habis untuk dibahas. Sapaan sapaan ringan itu akan berhenti dengan beranjaknya mereka untuk bekerja ke tempat masing masing.

Perempuan di Desa Jempalan juga memiliki ruangnya sendiri dalam perbincangan dan obrolan obrolan pagi, seperti tentang apa yang mau di masak hari ini sampai perbincangan hangat mengenai bahan bahan pokok yang harganya mulai melonjak tinggi. Perbincangan ini selalu menjadi bahan sehingga terkadang masuk ke ranah pribadi yang mulai dipergunjingkan. Seperti menggunjingkan


(8)

tetangga sebelah yang baru membeli kereta baru sampai tentang anak mereka yang tengah sekolah tinggi di kota Medan.

Kebiasaan sapaan sapaan ringan ini yang menjadikan desa ini menjadi hidup. Dan informasi informasi yang penting dan mendesak dapat dengan mudah tersebar. Namun ada sesuatu yang menjadi bahan menarik lainnya untuk diperbincangkan. Hal ini menyangkut tentang keuangan. Keuangan menjadi topik yang penting dan sedikit sensitif ketika dibicarakan. Hal ini menyangkut dengan keadaan sebuah keluarga dengan berbagai kebutuhan. Seperti kebutuhan anak sekolah dan kebutuhan kebutuhan mengenai bertani. Tak jarang antar mereka saling bercerita tentang susahnya kehidupan mereka. Tentang panen yang tidak mencukupi untuk kebutuhan mereka. Solusi solusi tersebut tidak jarang hadir dari mereka seperti solusi meminjam.

Meminjam adalah sebuah solusi yang keraphadir dalam setiap obrolan soal keuangan. solusi ini menjadi alternatif penting yang akan membantu usaha mereka ataupun kebutuhan kebutuhan mendesak. Namun yang menjadi persoalan adalah kepada siapa mereka harus meminjam.

Alternatif dalam meminjam sebenarnya banyak, seperti bank dan koperasi. Sesuai dengan penjelasan pada bab sebelumnya bahwa di Desa Jempalan terdapat satu bank dan satu koperasi. Namun keberadaan lembaga tersebut belum menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat desa untuk meminjam. Hal ini karena jarak yang jauh dan prosedur yang menurut mereka sangat berbelit belit. Untuk itu alternatif yang paling munkin untuk meminjam adalah dengan datang kepada BAKRI.


(9)

Menurut bu Ati (35 tahun), BAKRI adalah sebuah jalan keluar baginya untuk terus berjualan. Hal ini karena bakri memberikan pinjaman dengan prosedur yang ringan dan cepat. Bu Ati mengungkapkan :

“Kalau minjam sama bakri gak pake boro yang besar. Apa lagi misalnya Cuma minjem dua ratus ampe tiga ratus ribu. Cukup foto copy KTP aja. Malah kadang kadangkarena udah percaya cukup ngomong aja” (wawancara tanggal 5 agustus 2013)

Asas saling percaya ini yang menjadikan BAKRI tumbuh dan berkembang di desa Jempalan. Kepercayaan ini karena telah ada perkenalan dengan baik sebelumnya ataupun percaya bahwa tidak akan lari para peminjam tersebut.

Ibu James (46 tahun) misalnya mengungkapkan selama ia meminjamkan uang kepada warga sekitar, tidak pernah ada yang bermasalah. Selalu saja pembayaran lancar. Sehingga hal ini memungkinkan baginya untuk memutar uang dengan lebih cepat. Hingga hari ini telah lima puluh orang yang meminjam kepadanya. Para peminjam ini berbeda kebutuhan, seperti untuk tani, untuk membayar uang sekolah ataupun untuk modal usaha.

Proses dalam meminjam sebenarnya memiliki tingkat keunikan. Seperti penuturan mamak Katrin (47 tahun), dimana setiap peminjam yang datang padanya selalu dengan basa basi dan tidak langsung ke topik apa yang ia inginkan.

“Mamak katrin (47 tahun) mengunkapkan

Biasalah orang orang ni, kalau mau dia minjam banyak kali ceritanya kesan kesini, tidak fokus, anaknya yang sekolahlah kurang biayalah atau butuh tambahan modallah. Biasanya langsung aku bilang berapa mau kau pinjam, dia senyum senyum sambil bilang jumlahnya. Maklum saja banyak orang kita Jawa yang datang. Langsung ku bilang udah tahu kau syaratnya. Kalau belum biar aku jelaskan sedikit” (wawancara tanggal 25 agustus 2013)


(10)

Dalam proses meminjam biasanya para peminjam datang sendiri menjumpai BAKRI dan mengutarakan maksud dan tujuannya. Saat itulah terjadi wawancara yang cukup intens antara BAKRI dan peminjam seperti rumah, pekerjaan dan lain sebagainya. Hal ini berguna agar tidak salah dalam memberi pinjaman.

“Ibu james (46 tahun) mengungkapkan :

Ialah kalau mau minjam harus kita tanyak dulu siapa dia tinggal dimana, apa kerjanya biar tak beli kucing dalam karung. Nanti dilarikan pulak uangnya. Kan susah”(wawancara tanggal 23 september 2013)

Dalam proses peminjaman tersebut terdapat syarat syarat atau aturan aturan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat syarat itu biasanya didiskusikan bersama agar tidak terdapat kesalahpahaman kedepannya.

3.2. Syarat Dan Aturan Aturan Yang Berlalu Dalam BAKRI

Seperti yang dijelas diatas bahwa terdapat syarat dan aturan yang berlaku dalam transaksi pinjam meminjam di BAKRI. Syarat ini menyangkut kesanggupan membayar lama pembayaran dan lain sebagainya. Syarat dana ini menyangkut dalam setiap kesepakatan yang terjadi antara BAKRI dan peminjam.

Syarat syarat dan aturan tersebut memiliki hubungan yang saling berkesinambungan. Syarat sayarat tersebut memiliki hubungan yang saling berhubungan dimana salah satu syarat tidak dapat dipisahkan dari syarat lain. Syarat syarat tersebut menyangkut tentang kesepakatan, boro, peminjam dan sistem pembayaran.


(11)

Berikut merupakan bagan yang akan menjelaskan tentang aturan aturan yang ada di BAKRI :

Bagan 1. Gambaran Aturan Dalam BAKRI Di Desa Jempalan

3.2.1. Peminjam

Peminjam adalah istilah untuk seorang yang datang kepada BAKRI untuk meminjam uang dengan latar belakang keperluan tertentu. Keperluan keperluan tersebut adalah faktor yang menyebabkan peminjam datang kepada BAKRI karena dengan pendapatan yang dimiliki kurang mencukupi kebutuhan dan keperluan keperluan yang sifatnya penting.

Peminjam yang datang ke BAKRI beraneka ragam. Ada yang bekerja sebagai pedagang, tukang las sampai petani. Berbagai latar belakang ini juga memunculkan berbagai kepentingan pula mengapa ia meminjam di BAKRI.

KESEPAKATAN BAKRI

BORO

PEMINJAM SISTEM


(12)

Selain latar belakang pekerjaan terdapat pula persentase peminjam berdasarkan suku. Dimana mayoritas etnis Jawa yang mendiami desa Jempalan juga turut mendominasi peminjam yang berasal dari etnis ini. Hal ini dikarenakan etnis Jawa di desa ini masih dalam keadaan hidup yang pas pasan. Menurut Karyono (56 tahun) masyarakat di desa Jempalan adalah etnis Jawa, namun keadaan ekonominya masih sederhana. Sebagaian besar adalah petani dengan lahan lahan kecil. Hal ini tidak mampu untuk menanggulangi kebutuhan yang besar. Misalnya saja beliau yang memiliki empat orang anak yang masing masing bersekolah. Meskipun ia memiliki lahan sawah 20 rante namun ini belum cukup untuk berbagai kebutuhan yang ia rasa semakin bertambah. Untuk itu BAKRI adalah sebuah jalan baginya untuk memenuhi kebutuhan terutama kebutuhan yang sifatnya medesak.

Hal ini turut pula dirasakan oleh sebagian besar masyarakat etnis Jawa di desa ini. Berikut tabel yang menjelaskan persentase penduduk desa Jempalan yang meminjam di BAKRI.

NO Jenis etnis Porsentase

1. Jawa 30 %

2. Batak 5 %

3. Melayu 20 %

Tabel 7. Distribusi Peminjam Berdasarkan Etnis

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bagaimana dari jumlah orang Jawa di desa Jempalan, sebanyak tiga puluh persen adalah mereka yang meminjam di BAKRI. Hal ini menjadi menarik dari posisi kedua yakni orang Melayu yang


(13)

berada di urutan kedua sebagai peminjam sebanyak dua puluh persen. Hal ini menunjukkan bahwa dua etnis ini memiliki kebutuhan kebutuhan yang tidak dapat diatasi hanya dengan pendapatan mereka.

Foto.5. kondisi rumah seorang peminjam yang berjualan pulsa dan minyak eceran.

Bagi BAKRI sendiri tidak ada masalah dari etnis mana seorang itu berasal. Karena BAKRI sendiri memiliki kriteria peminjam. Kriteria tersebut meyangkut tentang kondisi ekonomi dan untuk kemana uang yang dipinjam tersebut disalurkan.

Kriteria yang pertama adalah kondisi ekonomi. Kondisi ekonomi peminjam harus dilihat oleh BAKRI sebagai seorang yang memang membutuhkan uang seperti misalnya petani yang sedang dalam masa tanam, sehingga butuh tambahan modal untuk membeli bibit. Kondisi ekonomi petani ini akan dilihat


(14)

apakah ia adalah seorang yang membutuhkan atau tidak. Misalnya yang dilakukan oleh Mamak Katrin (47 tahun). Beliau melihat langsung kondisi si peminjam dengan berkunjung ke rumahnya lalu bertanya kepada tetangga tetangga yang ada tentang sifat dan perangai si peminjam.

Namun hal ini tidak lantas menjadi acuan. Mamak Katrin coba memberikan kesempatan diawal dengan memberikan setengah dari jumlah yang dipinjamkan ( untuk peminjaman diatas lima juta). Hal ini agar menghindari seorang peminjam itu lari dari tanggung jawab membayar iurannya.

Kriteria yang kedua adalah tentang penggunaan uang tersebut. Hal ini berkaitan dengan tujuan peminjaman. Untuk itu biasanya akan terjadi diskusi dan Tanya jawab antara BAKRI dan peminjam tentang penggunaan uang tersebut digunakan. Ibu James (46 tahun) mengungkapkan bahwa sebelum uang itu diberikan ia bertanya panjang lebar tentang tujuan peminjaman. Selama ini sebagain besar mereka yang meminjam adalah untuk modal usaha ataupun membeli perlengkapan tani.

3.2.2. Jumlah Pinjaman

Besaran pinjaman yang boleh dipinjam juga ditentukan dalam aturan aturan BAKRI. Hal ini berguna bagi BAKRI sendiri untuk jumlah peminjaman diluar jangkauan. Berikut adalah jumlah pinjaman berikut syarat yang harus dilengkapai saat peminjaman.


(15)

1 100.000 -1.000.000 Fotocopy KTP 2 1.000.000 -5.000.000 Buku hitam sepeda motor

3 5.000.000 -15.000.000 Surat tanah

Tabel.8 Jumlah Peminjaman Dan Syaratnya

Dari tabel diats dapat dijabarkan bagaimana besaran uang berikut dengan syarat yang harus dipenuhi. Seperti peminjaman seratus ribu hingga satu juta dengan hanya menggunakan fotocopy KTP. Hal ini bermaksud agar peminjam tidak begitu disibukkan dengan prosedur yang berbelit belit. Sedangkan untuk peminjaman satu juta hinga lima juta harus menggunakan boro atau jaminan, yakni buku hitam sepeda motor. Dan untuk peminjaman diatas lima juta menggunakan surat tanah sebagai boronya.

Dari ketiga jtingkatan pinjaman yang diperbolehkan, BAKRI sendiri banyak melayani pinjaman dibawah satu juta rupiah. Hal ini karena masyarakat yang melihat syaratnya yang tidak rumit dan mudah dalam hal pembayarannya kelak. Namun tetap saja ada yang meminjam diatas satu juta rupiah yang dengan kata lain membutuhkan jaminan yang lazim disebut dengan boro.

3.2.3. Boro Dan Sistem Pembayaran

Boro disini sangat penting sebagai syarat untuk terjadinya kesepakatan. Dimana boro tersebut akan menjadi jaminan apabila peminjam tidak sanggup bayar ataupun lari. Menurut ibu Darsih (32 tahun) :


(16)

“Boro itu ya jadi jaminan kalau kalau kami yang minjam lari. Tapi biasanya sih gak sampai lari, Cuma kadang kadang minta tempo aja karena belum sanggup bayar”(wawancara tanggal 14 agustus 2013)

Boro yang ada biasanya dilakukan melalui kesepakatan diantara peminjam dan bakri. Kesepakatan ini menyangkut apa boronya dan bagaimana proses pelunasannya. Misalnya berapa bula akan dilunaskan atau sistem yang di sepakati bersama.

Kesepakatan tentang boro yang akan digunakan tentu tidak semudah itu langsung mengabulkan permohonan sang peminjam. Hal ini karena BAKRI harus melihat dulu kondisi barang yang di borokan kepadanya. Seperti buku hitam sepeda motor, BAKRI harus melihat kondis sepeda motor tersebut dan memastikan memang sepeda motor tersebut layak untukmenjadi boro seperti masih bisa beroperasi dan pajaknya masih aktif. Setelah itulah kesepakatan akan dilangsungkan antara BAKRI dan peminjam.

Terkait dengan kesepakatan Mamak Katrin (47 tahun) mengungkapkan : “Kalau soal kesepakatan tergantung dia sama aku.

Misalnya macam mana dia mau nyicilnya atau kalau dari aku ada bunganya kalau dibawah sejuta sepuluh persenlah bunganya, kalau diatas sejuta dua puluh persenlah. Itupun tergantung sama dia juga bisalah kalau ditawar jadi lima belas persen. Terus cara bayarnya dia mau sitem hari, minggu atau bulan. Kalau hari mau berapa sehari kalau minggu dan bulan mau berapa dia bayar. Misalnya si Samsir tukang la situ. Dia utang tiga juta, dia mau bayar tiap bulan dia bayarlah tiga ratus ribu per bulan, udah sama bunga itu. Boronya buku itam jupiternya” (wawancara tanggal 23 agustus 2013)”.


(17)

Dari penjelasan Mamak Katrin sebenaranya terlihat bagaimana sistem pembayaran pinjaman yang ia bagi dalam tiga versi bayar harian , mingguan ataupun bulanan. Berikut penjelasannya melalui tabel berikut.

No Sistem Pembayaran Pembayaran Keterangan

1 Harian Rp11.000,00 Selama satu bulan

2 Mingguan Rp82.500,00 Selama satu bulan

3 bulanan Rp435000,00 Selama empat bulan

Tabel 9.contoh sistembayaran untuk peminjaman tiga ratus ribu

Tabel diatas menjelaskan tentang pembayaran pinjaman dengan tiga model. Terlihat bagaimana pembayaran perhari dengan sebelas ribu rupiah yang sudah ditambah dengan bunga sepuluh persen. Dan begitu pula mingguan dan bulanan. Khusus untuk bulanan biasanya ditentukan berapa bulan sang peminjam akan melunasinya. Pada dasarnya sangat bervariasi mulai dari empat bulan samapi enam bulan tergantung kesepakatan.

3.2.4. Tempo Dan Sanksi

Selain boro ada pula tempo. Tempo disini adalah banding yang dilakukan oleh peminjam untuk meminta tenggang untuk membayar. Hal ini sudah menjadi


(18)

kebiasaan yang dilakukan oleh peminjam apabila ia tidak mampu membayar tepat waktu. Ibu James memiliki pengalaman tentang itu :

“Tiap yang minjam sebenarnya ada saja yang ngulah. Memang tidak sampai lari tapi sering telat bayarnya. Kadang palak aku, tapi sudahlah mau kuapakan lagi dia ya kukasihlah tenggang sehari dua hari kalau sudah sampai satu minggu kukasih ancaman sedikit sama dia”(wawancara tanggal 15 agustus 2013)”.

Berbicara tentang tempo yang meminta tangguh terhadap pembayaran. BAKRI juga memiliki aturan sanksi terhadap peminjam yang “bandel”. Sanksi itu pada tahap ringan berupa peringatan dengan ancaman ancaman tentang boro yang akan digadaikan ataupun berganti hak milik. Menurut Ibu James( 46 tahun) ini perlu agar tercipta disiplin terhadap pembayaran. Beliau mengungkapkan :

“Perlu kadang kadang kita tegas dan ngancam, biar orang itu tidak bandel. Ada saja nanti itu yang bandel. Makanya kadang kusewa juga centeng buat batu aku, biar agak takut orang itu”(wawancara tanggal 23 agustus 2013)”.

Dari penuturan Ibu James terdapat kata kunci “centeng” adalah sejenis orang sewaan yang ditugaskan sesuatu. Dalam konteks ini centeng adalah orang yang disewa untuk menagih pembayaran pinjaman berikut bunganya. Centeng ini sangat efisien untuk memberikan efek takut pada para peminjam sehingga selalu bayar tepat waktu.

3.3. Jaringan BAKRI di Desa Jempalan

Ibarat sebuah organisasi yang terstruktur, BAKRI juga memiliki jaringan yang membuat kegiatannya tetap berlangsung hingga saat ini. Jaringan ini meliputi antara BAKRI dan peminjam, BAKRI dengan BAKRI lainnya dan


(19)

peminjam dengan peminjam lainnya. jaringan ini memiliki kekhasan sendiri yang membuatnya berbeda dengan yang lain.

3.3.1. Jaringan BAKRI Dengan Peminjam

jaringan yang terbentuk antara BAKRI dengan peminjam adalah hubungan yang terbentuk berdasarkan asas kebutuhan. Sebuah jaringan yang mengikat dimana kedua belah pihak merasa saling membutuhkan. Peminjam dengan kebutuhan akan pinjaman untuk memenuhi kebutuhannya, begitu pula dengan BAKRI dengan bertambahnya kliennya dengan kata lainmerupakan keuntungan baginya.

Bagan 2. Jaringan antara BAKRI dan Peminjamnnya

Jaringan antara BAKRI dengan peminjam biasanya bersifat patron klien. Atau terlihat antara seperti majikan dan bawahan, kaum borjuis dan ploretar. Hal ini terlihat dengan peminjaman yang kadang menimbulkan kuasa dari BAKRI itu sendiri dengan peminjam. Hal ini dijelaskan oleh Soib (40 tahun), dimana ia mengungkapkan bahwa BAKRI terkadang seperti berkuasa dengan seorang yang


(20)

meminjam kepadanya. Hal ini terlihat dengan adanya paksaan paksaan ketika melakukan penagihan.

“Rizal (28 tahun) juga menegaskan bahwa :

BAKRI ini kadang suka sukanya aja, macam berkuasa dia. Memang sih kami minjam disini tapi khan janganlah kayak kami diinjak kali. Kadang dia mintak hutang itu di depan umum. Khan mempermalukan kami”(wawancara tanggal 28 agustus 2013).

Selain itu jaringan antar keduanya juga menimbulkan suatu kehidupan yang harmonis. Misalnya antara ibu James dengan para peminjamnya. Selain mereka ada hubungan peminjaman , sehingga menimbulkan posisi atas dan bawah, namun hubungan kekeluargaan tercipta diantara mereka. Misalnya ketika ada anggotanya yang sakit, tidak jarang ibu James datang untuk menjenguk. Hal ini bagi beliau adalah sebuah kepedulian.

3.3.2. Jaringan BAKRI Dengan BAKRI Lainnya

Jaringan yang terjadi antar sesama BAKRI adalah jaringan yang juga didasari oleh asa kepentingan. Kepentingan adalah hal yang mempersatukan dua atau lebih BAKRI di Desa Jempalan. Dengan adanya kepentingan tersebut, maka BAKRI membentuk sebuah ikatan yang lazim mereka sebut dengan “arisan”.

Arisan adalah sebuah acara perkumpulan para BAKRI di desa Jempalan. Ada sekitar dua puluh orang BAKRI yang ikut dalam acara yang diadakan sebulan sekali. Dalam acara inilah banyak terjadi komunikasi dan perbincangan perbincangan seputar peminjaman ataupun cerita tentang para peminjam mereka.

Kehadiran arisan sendiri sebenarnya tidak hanya sebagai ajang untuk silaturahmi atau kumpul kumpul biasa, namun pertemuan ini juga sebagai alat


(21)

pembuktian eksistensi dari keberadaan usaha BAKRI itu sendiri. misalnya dalam sebuah sesi acara para BAKRI ini tidak jarang menunjukkan keberhasilan usaha mereka yang ditandai dengan banyaknya peminjam yang mereka miliki. Hal ini tidak jarang menimbulkan persaingan secara laten antara sesama BAKRI. Dimana dalam acara arisan mereka tampak akrab namun akan bersaing diluar acara ini untuk meningkatkan usaha mereka.

Bahkan dalam usaha peminjaman ini tidak jarang mereka memiliki satu peminjam yang sama. Dengan kata lain peminjam tersebut meminjam di dua BAKRI berbeda. Hal ini sering menimbulkan konflik pada saat pembayaran. Dimana terkadang sang peminjam mendahulukan pembayaran kepada salah satu BAKRI.

“Mamak Katrin (47 tahun) mengungkapkan :

Ya persaingan ada. Kadang sampai rebut juga apalagi waktu yang minjam itu, minjam juga tempat lain, kadang kami rebut kalau dia bayar dulu ke tempat yang lain. Tapi Cuma sampai situ aja, setelah itu biasa lagi. Kan sama sama cari makan”(wawancara tanggal 23 agustus 2013)”.

Seperti yang diungkapkan Mamak Katrin (46 tahun), Jaringan antar sesama BAKRI tersebut adalah jaringan yang meliputi sliaturahmi antara mereka. Terkadang dalam proses silaturahmi itu memnuculkan persaingan antar sesamanya, dan hal itu tidak dapat dihindari. Persaingan itu juga tidak jarang menimbulkan konflik yang menyeret mereka dalam permusuhan. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena setelah itu mereka akan bekerja lagi bahkan bekerjasama karena sadar dengan kesamaan mereka sebagai pengusaha BAKRI. Jaringan antar sesama BAKRI dapat dijabarkan dalam bentuk bagan berikut.


(22)

Bagan 3. Jaringan Antara Sesama BAKRI

3.3.3. Jaringan Peminjam Dengan Peminjam Lainnya

Jaringan peminjam dengan peminjam lainnya adalah jaringan yang terbentuk secara tidak terstruktur. Jaringan ini tidak memiliki keharusan ataupun aturan aturan tertentu. Hal ini karena jaringan ini ini terbentuk atas dasar informasi yang berkembang terkait BAKRI. Misalnya ketika seorang akan meminjam uang maka seorang peminjam yang telah terlebih dahulu meminjam akan mengarahkan kepada siapa ia sebaiknya meminjam.

Informasi tentang BAKRI yang memiliki dana untuk dipinjam begitu cepat sampai kepada warga. Biasanya informasi itu didapat dari peminjam yang telah selesai dalam perjanjian sehingga memungkinkan untuk masuknya peminjam yang baru.

BAKRI 4

BAKRI 3

BAKRI 2

BAKRI 1

SILATURAHMI PERSAINGAN

KONFLIK KERJASAMA


(23)

Seperti ungkapan Sholeh (32 tahun) yang mendapat informasi dari David bahwa bulan depan ia akan selesai, sehingga ia menyarankan sholeh untuk masuk untuk membayar uang sekolah anaknya. Informasi informasi ini begitu banyak beredar di masyarakat desa Jempalan. Berikut bagan yang menggambarkan bagaimana informasi itu dan hubungannya dengan peminjam.

Bagan. 4. Informasi yang beredar di antara peminjam

INFORMASI

PEMINJAM

PEMINJAM

PEMINJAM PEMINJAM


(24)

Bab IV

Pandangan Masyarakat Desa Jempalan Terhadap BAKRI

Bab ini membahas makna keberadaan BAKRI itu sendiri di desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat. Hal ini berkaitan tentang dinamika diterima atau ditolaknya BAKRI untuk hidup di desa tersebut. Dinamika tersebut dilhat dari apakah BAKRI itu sendiri menimbulkan efek ataupun memiliki fungsi di desa Jempalan.

4.1. BAKRI Sebagai Stigma

Stigma dipaham sebagai sebuah sebutan terhadap yang diberikan kepada seseorang. Stigma sendiri selalu berkonotasi negatif, yakni makna yang ditimbulkan selalu memberikan efek negatif kepada pemiliknya. Dengan kata lain stigma memberikan sebuah gambaran tentang seseorang yang memiliki citra buruk di lingkungannya.

Pembentukan ataupun pemberian stigma tersebut pada dasarnya berdasarkan apa yang dilakukan seseorang tersebut yang berkaitan dengan penyimpangan norma. Goffman(1986) mengungkapkan bahwa stigma adalah jarak yang terjadi antara identitas sosial virtual dengan identitas sosial aktual. Identitas sosial yang beliau maksud berkaitan dengan identitas yang bersifat samar atau dengan kata lain identitas yangberkaitan dengan status. Sedangkan identitas sosial aktual adalah identitas yang seseorang jalani sehari hari. Goffman (1986)


(25)

mengungkapkan bahwaada jarak antara kedua identitas tersebut yang harusnya menjadi satu. Jarak itulah yang ia sebut dengan stigma.

Goffman (1986) lebih lanjut membedakan stigma dalam tiga kategori. Kategori tersebut yakni:

• Ketimpangan Fisik

Kategori ini merupakan stigma yang diberikan berdasarkan kepada ketimpangan fisik. Hal ini seperti stigma si pincang, si buta dan lain sebagainya

• Karakter tercela

Kategori ini merupakan stigma yang diberikan untuk orang orang yang memiliki karakter tercela seperti homoseksual, pecandu, rentenir dan lain sebagainya

• Stigma kesukuan

Kategori ini merupakan stigma yang diberikan dengan maksud merendahkan etnis lain. Misalnya Batak makan orang, yang dimaksudkan agar jangan sekali sekali berurusan dengan orang Batak karena batak memiliki perangai yang keras.

BAKRI sendiri masuk dalam dua kategori yang dijelaskan oleh Goffman(1986). BAKRI dengan karakter tercela dan stigma kesukuan. Keduanya menyatu dalam identitas BAKRI tersebut yang memiliki sifat tercela seperti layaknya rentenir, dan BAKRI yang diskreditkan kepada salah satu etnis.


(26)

BAKRI sebagai stigma tidak terlepas dari status ataupun perannya. Peran tersebut yang menjadikan BAKRI bernilai negatif dan selalu melekat dalam diri BAKRI tersebut. Keberadaan BAKRI yang memberikan pinjaman dengan bunga tersebut menkreditkannya dirinya kepada sebutan “rentenir”. Seperti yang telah dipaparkan pada Bab 1 tentang rentenir, yakni orang yang meminjamkan uang kepada nasabahnya dalam rangka memperoleh untung melalui penarikan bunga yang cukup tinggi. Paham tentang rentenir ini melekat pada BAKRI berdasarkan perannya yang memberikan pinjaman dengan bunga yang tinggi.

Bagan 5. Stigma BAKRI Yang Terbentuk Di Desa Jempalan

Rentenir sendiri dalam pemaknaannya selalu menjadi stigma yang negatif di dalam masyarakat. Fenomena ini berdasarkan usaha yang rentenir lakukan pada dasarnya cukup merugikan masyarakat dan menimbulkan ketergantungan.


(27)

Ketergantungan yang dimaksud adalah dengan keberadaan BAKRI itu sendiri menjadikan masyarakat selalu bergantung terhadap BAKRI itu sendiri.

BAKRI yang merupakan singkatan dari “Batak Kredit” semakin menambah ruang negatif terhadap etnis Batak . Hal ini disebabkan oleh stigma tersebut, dimana dengan sebutan “Batak Kredit” memberikan interpretasi bahwa etnis Batak adalah kumpulan mereka yang berprofesi sebagai rentenir yang mencari keuntungan dari usaha mereka meminjamkan uang dengan bunga yang besar. Dengan kata lain stigma BAKRI tersebut menskreditkan etnis Batak pada posisi yang rendah.

“Hal ini diperjelas dari penjelasan david (35 tahun):Orang kalau dengar bakri, ya pastilah dia orang batak. Merekanya itu yang jadi rentenir yang maaf cakap kayak lintah darat. Menjerit kadang kadang dibuat bakri ini.(wawancara tanggal 30 agustus 2013)”

Pandangan masyarakat tentang stigma BAKRI ini yang membentuk asumsi dasar yang pada akhirnya diterima. BAKRI sebagai persepsi yang kurang baik diterima lewat fakta- fakta di masyarakat dilihat dari praktek yang BAKRI lakukan. Hal inilah yang menjadikan asumsi tentang BAKRI menjadi milik penuh etnis Batak di Desa Jempalan.

Orang Batak sendiri pada dasarnya tidak ingin disebutkan sebagai BAKRI yang memberikan penghinaan dan citra buruk bagi dirinya dan etnisnya sendiri. hal ini tentu mencerminkan citra buruk ketika melihat BATAK sendiri.

Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat yang memiliki komposisi penduduk beretnis Batak terimbas dengan stigma BAKRI tersebut. 17,8 % dari


(28)

jumlah total penduduk atau sekitar seribu empat puluh dua jiwa membuat menjadikan Batak di desa ini mendapatkan sebuah posisi yang tidak nyaman untuk didengar. Hal ini disebabkan orang yang begitu mengetahui identitas etnis Batak akan mengait-ngaitkan dengan BAKRI atau setidaknya mendapat interpretasi yang negatif, padahal dari skian penduduk yang beretnis Batak tersebut, tidak semuanya menjadi BAKRI.

Stigma BAKRI yang melekat pada etnis Batak di desa Jempalan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi mereka yang beretnis Batak. Seperti penuturan dari Nirwan (34 tahun) :

“Kadang risih juga denger cerita orang itu. Disama samakannya semua orang batak itu rentenir (BAKRI) , pdahal gaknya.Cuma sedikit aja tapi kena imbas juga kami ini”.

Perasaan tidak nyaman tersebut tidak serta merta membuat mereka yang beretnis Batak ini lepas dari pengaruh BAKRI tersebut. Hal inilah yang menjadikan BAKRI sebagai sebuah stigma yang terbentuk di desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat.

Stigma terakhir yang berkembang tentang BAKRI adalah tentang ketidak konsistennya BAKRI dengan kesepakatan. Terkadang BAKRI ini melakukan praktek penipuan dengan menambahkan bunganya atau menambah jadwal pembayaran. Hal ini ditegaskan oleh Ngasiah (47 tahun) :

“Kadang orang itu gak pas, gak cocokla gitu sama kesepakatan diawal, kadang mau juga tuh orang itu bilang kalau utang kita nambah satu bulan lagi. Kita mau bilang apa lagi centengnya ngeri, yam au gak mau nurutlah”. (wawancara tanggal 15 agustus 2013)


(29)

Inkonsistensi ini juga terlihat dari kehadiran BAKRI sendiri yang dipandang tidak memberikan sebuah kesempatan peminjamnya untuk mandiri. Dengan keberadaan tersebut menimbulkan hubungan seperti raja dan rakyat jelata, seperti penjaja dan raja dimana salah satunya akan menjadi pelayan bagi lainnya. hubungan ini akan berlangsung seolah olah ada ikatan yang tidak terputus. Hubungan ini lazim disebut patron-klien.

Hubungan patron-klien adalah hubungan yang bersifat tatap muka, artinya bahwa patron mengenal secara pribadi klien karena mereka bertemu tatap muka, saling mengenal pribadinya, dan saling mempercayai. Lande ( dalam Scott 1972) menyebut model patron-klien sebagai solidaritas vertikal. Ciri-ciri hubungan patron-klien, menurut Scott (1972) adalah (1) terdapat suatu ketimpangan (inequality) dalam pertukaran; (2) bersifat tatap muka; dan (3) bersifat luwes dan meluas. Adanya unsur ketimpangan dalam pertukaran dikatakan Scott (1972) sebagai :

Seorang klien, dalam pengertian ini, adalah seseorang yang telah memasuki hubungan pertukaran ketidak setaraan di mana ia tidak dapat membalas sepenuhnya. Sebuah kewajiban utang mengikat dirinya

Hubungan Patron-klien antara BAKRI dan peminjamnya adalah hubungan yang terikat dimana peminjam akan merasa butuh terhadap BAKRI. Hal ini terlihat dari pinjaman yang kian hari akan semakin bertambah akibat kebutuhan yang juga bertambah, sehingga setiap pendapatan yang ada akan dialihkan untuk membayar hutang di BAKRI, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan yang lain membutuhkan. Hal ini tegaskan oleh David :


(30)

“Ada saja yang membuat kita tidak terlepas dari jerat BAKRI ini, nanti kebutuhan yang ada makin nambah sementara utang juga belum lunas. Ini ya buat kami mau gak mau minjam lagi dan minjam lagi.(wawancara tanggal 23 agustus 2013).

Fenomena ini membuat BAKRI menjadi sebuah stigma yang inkonsistensi dalam menjadi sebuah lembaga keuangan karena sifatnya yang kurang memberikan efek mandiri bagi masyarakat. Justru menimbulkan hubungan yang tak terpisahkan dan saling membutuhkan antara keduanya. Hubungan antara Patron dank lien dimana patron terus merasa dibutuhkan oleh klien kliennya.

4.2. BAKRI Sebagai Solusi Ekonomi Rakyat

Stigma BAKRI yang begitu kuat mengakar pada etnis batak tidak serta merta memposisikan Batak sebagai orang orang yang rendah. Hal ini karena fungsi Bakri sendiri yang membuat keberadaan mereka menjadi penting di desa tersebut.

Desa Jempalan telah sejak lama sebagai tempat berdiam dan berlangsungnya transaksi BAKRI, sehingga stigma yang memperburuk citra menjadi tak terelakkan dalam kehidupan sehari hari. Namun terdapat satu posisi yang membuat BAKRI memiliki tempatnya di Desa Jempalan. Posisi tersebut adalah sebagai solusi ekonomi.

Sudah menjadi rahasia umum keberadaan BAKRI adalah usaha rentenir yang meminjamkan dengan bunga yang tinggi. Hal ini tentu tidak aka nada tanpa ada penyebab sebelumnya, atau tidak aka nada BAKRI apabila masyarakat


(31)

tersebut berada pada situasi ekonomi yang mandiri. Keberadaan BAKRI ini berasal dari ketimpangan antara pendapatan dan pengeluaran masyarakat di Desa Jempalan. Ketimpangan pendapatan tersebut adalah suatu proses dari posisi tawar yang rendah dan semakin tingginya kebutuhan.

Ketimpangan pendapatan mengakibatkan BAKRI muncul menjadi sebuah solusi yang paling tepat bagi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan. Seperti pada bab I telah dijelaskan bahwa pendapatan adalah pendapatan uang yang diterima dan diberikan kepada subjek ekonomi berdasarkan prestasi-prestasi yang diserahkan yaitu berupa pendapatan dari profesi yang dilakukan sendiri atau usaha perorangan dan pendapatan dari kekayaan Dari pendapatan di atas, yang dimaksud pendapatan adalah pendapatan yang diperoleh atau didapat dari usaha.

Konsep pendapatan ini mengharuskan adanya usaha untuk mencapai pendapatan yang sesuai dengan kebutuhan. untuk meraih pendapatan tersebut dibutuhkan beberapa pilihan pilhan usaha untuk merealisasikannya sesuai dengan tingginya biaya kebutuhan, disinilah BAKRI hadir.

Kehadiran BAKRI sebagai solusi sesuai dengan fenomena yang terjadi. Pemberian pinjaman dengan bunga bukan menjadi hal yang begitu penting sehingga menjadi pertimbangan yang akan memberatkan seseorang untuk meminjam. Namun tingkat kecepatan untuk pencairan dan prosedur yang ringan menjadi daya tarik yang baik untuk seseorang meminjam. Sudah tidak diragukan lagi, dalam setiap proses peminjaman, sang peminjam tidak pernah diberatkan dengan prosedur yang membuat sang peminjam bingung dan berbelit belit. Sehingga BAKRI sering menjadi solusi utama dalam hal peminjaman uang.


(32)

Solusi yang diberikan adalah solusi yang membantu kehidupan ekonomi rakyat. Solusi yang membantu masyarakat lewat pinjaman yang ia butuhkan. Sebuah solusi yang membantu masyarakat Desa Jempalan melewati masa sulitnya.

Hal ini dijelaskan oleh Mamak Katrin bahwa usahanya ini sebenarnya telah sangat berjasa dengan terbantunya masyarakat desa Jempalan seperti pedagang yang dapat terus berdagang bahkan sukses dengan bantuan pinjaman yang beliau berikan.

“Sebenarnya adanya mereka yang sukses tapi kadang itu tidak tidak mereka pandang, ada yang dia dulunya susah nyari kerja terus dia bilang mau berdagang ikan ajalah, tapi butuh modal, waktu itu kukasihlah pinjaman lima juta gak usah kusebutkan orangnya siapa,sekarang sukses dia di pajak itu”. (wawancara tanggal 20 agustus 2013)

Melihat pengungkapan Mamak Katrin diatas tersirat bahwa beliau menyangsikan bahwa BAKRI itu sendiri adalah usaha untuk menjadikan masyarakat menjadi sosok sosok yang tidak mandiri. Kenyataannya beliau mengungkapkan ada sosok sosok yang berhasil, namun hal ini tertutup dengan cerita miring yang selalu disandingkan pada mereka, seperti lintah darat,dan lain sebagainya


(33)

Bagan 6. Efek keberadaan BAKRI di Desa Jempalan

Bagan diatas menjelaskan bagaimana keberadaan BAKRI di desa Jempalan. Keberadaan BAKRI memberikan dua efek yang pada dasarnya cukup besar yakni memberikan pinjaman dan usaha mandiri. Terkhusus usaha mandiri ini memang bukan bukan program yang dibentuk oleh BAKRI untuk menciptakan usaha mandiri bagi masyarakat Desa Jempalan, namun dengan hasil pinjaman tersebut memberikan efek untuk terciptanya usaha mandiri.

Pandangan BAKRI sendiri tentang dirinya adalah sebuah mata pencaharian. Sebuah pekerjaan yang menurut mereka adalah keharusan. Selain sebagai titik mencari nafkah juga sebagai media untuk membantu perekonomian masyarakat Desa Jempalan.

“Mamak Katrin mengungkapkan :

Cobalah bayangkan kalau tidak ada usaha kami ini. Susahnya orang itu. Mau pinjam kemana Bank jauh belum lagi kalau prosedurnya susah. Tapi tetap saja tak mau bersyukur. Tetap aja kami itu dicela.(wawancara tanggal 16 agustus 2013)”

BAKRI

Pinjaman

Usaha

Mandiri


(34)

Pendapat ini juga ditegaskan pula oleh Ibu James yang mengungkapkan bahwa usaha yang ia lakukan ini pada dasarnya adalah bermotif menolong, tapi tetap saja mendapatkan pandangan miring dari mereka yang meminjam.

“Awalnya kan kami niat nolong orang itu, kami kasihlah mereka minjam. Tapi khan kami gak mau gitu aja, adalah sikit untung sama kami. Tapi gitu aja langsung dapat hinaan. Makanya bingung kadang kadang aku, mau tak dikasi kasihan, kalau dikasih ngulah akhirnya ngomong yang enggak enggak”. (wawancara tanggal 18 agustus 2013).

dengan demikian proses BAKRI itu sendiri menimbulkan sebuah dinamika tersendiri. Dinamika tersebut ibarat sebuah memakan buah simalakama ungkap seorang Melayu di desa Tersebut, serba salah menjadi sebuah stigma atau memberikan solusi bagi ekonomi masyarakat.

4.3. BAKRI Dalam Dua Mata Rantai Kepentingan

Bagan di bawah adalah sebuah penjelasan tentang keberadaan BAKRI di Desa Jempalan. Keberadaan BAKRI yang hingga saat ini masih menjadi sebuah perdebatan, karena kehadiran BAKRI hanya menimbulkan stigma miring atau memberikan sebuah angin segar berupa solusi bagi ekonomi rakayat desa Jempalan.


(35)

Bagan 7. Mata rantai kepentingan BAKRI

Sesuai dengan dua penjelasan diatas bahwa praktik BAKRI menimbulkan dua persepsi. Dua persepsi tersebut adalah sebuah stigma dan solusi yang seolah tertutup oleh dominannya stigma yang berkembang. Persepsi itu hidup dan berkembang bahkan menjadi nuansa yang dilematis bagi eksistensi BAKRI tersebut. Hal ini menyebabkan BAKRI berada pada posisi yang diharapkan sekaligus dicela.

Posisi yang diharapkan adalah posisi ketika BAKRI diharapkan mampu menjadi solusi, mampu menjawab permasalahan ekonomi yang sedang menjangkit masyarakat. BAKRI mampu menjadi penolong disaat saat genting. Hal ini menjadikan BAKRI menjadi sebuah kebanggan bagi Desa Jempalan.

Posisi yang kedua merupakan posisi yang dicela. Posisi ini adalah posisi yang menskreditkan BAKRI menjadi golongan ataupun komunitas yang

BAKRI

solusi

Stigma


(36)

terasingkan secara sosial di masayarakat. BAKRI menjadi bahan olok olokan dari praktek yang mereka lakukan. BAKRI menjadi sebuah stigma yang memberatkan mereka untuk berinteraksi dengan bebas di desa.

Dua bentuk posisi BAKRI itu menimbulkan kepentingan tentang BAKRI sendiri. kepentingan tentang tujuan seseorang di Desa ketika mengungkapkan atau berbicara tentang BAKRI. Apakah menjadi sebuah posisi yang diharapkan atau menjadi sesuatu yang diasingkan. Hal ini tergantung pada kepentingan seseorang kepada BAKRI tersebut.

BAKRI berada pada posisi yang diharapkan berdasarkan kepentingan untuk meminjam. Seseorang individu menganggap BAKRI adalah solusi masalah ketika ia memiliki sebuah masalah ekonomi yang tidak dapat ia selesaikan seoraang diri. Saat itulah BAKRI menjadi sangat diandalkan sangat disanjung sangat dipuji atas dedikasinya.

“Hal ini sesuai dengan ungkapan Mamak Katrin : Ginilah orang itu kalau mereka lagi butuh, kayak artis kita dibuatnya. Disanjung sanjung, senyum senyum. Ramah ramahla pokoknya”.(wawancara tanggal 14 agusttus 2013)

BAKRI akan berada pada posisi yang diasingkan ketika seorang peminjam berada pada titik konflik dengan BAKRI. Hal ini mengakibatkan ketegangan yang membawa pada titik olok olkan antara peminjam yang bermasalah dengan BAKRI disinilah stigmatisasi terjadi yang membuat BAKRI berada dalam posisi yang rendah di masyarakat desa Jempalan.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Fenomena BAKRI di Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat merupakan suatu hal yang lazim terjadi ditengah tengah masyarakat desa tersebut. Mengingat fenomena BAKRI ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan khusunya di bidang pinjam meminjam di Desa Jempalan.

Kesimpulan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini adalah mendeskripsikan pertanyaan penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Adapun pertanyaan penelitian tersebut yaitu asal usul BAKRI di Desa Jampalan Kecamatan Simpang Empat, keberadaan BAKRI menjadi salah satu pilihan masayarakat Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan sebagai alternatif pilihan menyelesaikan masalah permodalan, serta pandangan masyarakat terhadap pelaku BAKRI dan kedudukan BAKRI dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan.

Pertanyaan penelitian yang berkaitan dengan yaitu asal usul BAKRI di Desa Jampalan Kecamatan Simpang Empat, telah dideskripsikan pada Bab 2 dan 3 yang memuat tentang asal usul BAKRI di Desa Jempalan karena adanya rasa ingin menolong warga sekitar yang mengalami kesulitan ekonomi. Saat itu akses menuju kota cukup jauh sehingga untuk menjangkau Bank mampun Koperasi


(38)

cukup sulit. Hal inilah yang mengawali kiprah BAKRI menjadi sebuah lembaga keuangan di Desa Jempalan dengan segala bentuk aturan aturannya.

Aturan aturan yang diterapkan atau yang ada di BAKRI adalah aturan aturan yang ringan dan mudah dalam proses meminjam uang. Hal ini menjadi tolak ukur dalam pengambilan keputusan meminjam pada BAKRI.

Pertanyaan penelitian yang keduan berkaitan dengan keberadaan BAKRI menjadi salah satu pilihan masayarakat Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan sebagai alternatif pilihan menyelesaikan masalah permodalan. Hal ini telah dijelaskan pada bab 3 dan 4 penulisan skripsi ini, dimana keberadaan BAKRI sendiri menjadi solusi yang sangat membantu masalah permodalan. Bahkan pada tingkat yang paling ekstrim BAKRI menjadi pilihan utama yang keluar ketika masyarakat Desa Jempalan mengalami kesulitan keuangan. BAKRI menjadi pilihan yang tidak tergantikan ditengah posisinya yang memberikan bunga tinggi kepada peminjamnnya.

Pertanyaan penelitian yang terakhir pandangan masyarakat terhadap pelaku BAKRI dan kedudukan BAKRI dalam kehidupan sosial masyarakat Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan telah dijelaskan di bab 4 penulisan skripsi ini. Pandangan masyarakat Desa Jempalan terbelah oleh kepentingannya terhadap BAKRI. Terbelahnya pandangan ini akibat praktek BAKRI itu sendiri yang menimbulkan dualisme pandangan.

Pandangan yang pertama berkaitan dengan stigma. BAKRI merupakan stigma yang mengakar di Desa Jempalan. Prakteknya dalam meminjamkan uang memberikan dampak buruk bagi masyarakat tersebut. Seperti ketergantungan diri.


(39)

Ketergantungan diri seperti hubungan patron dan klien yang tidak dapat terlepas antara BAKRI dan peminjamnya. Hal ini memberikan citra buruk pada BAKRI bahkan memberikan citra buruk pula pada etnis yang digunakan yakni Batak.

Stigma BAKRI membuat mereka yang bernaung dalam pekerjaan ini berada pada posisi yang dihina dimasyarakat. Hinaan hinaan seperti rentenir, lintah darat adalah ungkapan ungkapan yang diterima oleh BAKRI. Bahkan tidak hanya pada mereka yang berprofesi sebagai BAKRI namun mereka yang beretnis Batak juga terkena imbas yang sama.

Pandangan yang kedua adalah pandangan tentang BAKRI yang menjadi sebuah solusi bagi ekonomi rakyat. Ketergantungan diri peminjam terhadap BAKRInya pada satu sisi memberikan berkah kepada peminjamnya karena terlepas dari jerat kebutuhan yang mendesak. Bahkan dalam satu kondisi BAKRI hadir untuk menghantarkan peminjamnya melewati garis kemiskinan dan hidup dengan mandiri. Hanya pandangan BAKRI sebagai solusi ekonomi sering terabaikan dan tertutup oleh stigmatisasi BAKRI yang lebih menggema.

Kedua pandangan inilah yang menyebabkan BAKRI menjadi fenomena dengan dualisme makna bagi masyarakat Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat. Kedua pandangan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena saling mengisi meskipun bertolak belakang.

Maksud dari saling mengisi meskipun bertolak belakang adalah pandangan tersebut saling mengisi karena ketika berbcara tentang BAKRI, stigma dan solusi menjadi isu yang terus bergejolak. Apakah saat itu BAKRI dipandang sebagai stigma ataupun solusi.


(40)

Bagian yang paling penting tentang Fenomena BAKRI ini adalah BAKRI tetaplah sebuah usaha. Usaha yang dilakukan seseorang Batak untuk meminjamkan uang dengan aturan aturan yang disepakati bersama. Dengan begitu peneliti berkesimpulan bahwa BAKRI adalah sebuah lembaga keuangan non formal. Lembaga yang hadir ditengah akses dan rumitnya procedural pada lembaga lembaga keuangan formal.

5.2. Saran

Setelah berkesimpulan pada bagian sebelunmya, penulisan skripsi juga turut memberikan saran terhadap fenomena BAKRI di Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat. Adapun saran tersebut adalah :

• Melihat BAKRI dalam dualisme pandangan, agar dapat memahami tentang Fenomena BAKRI secara mendalam.

• Menyebarluaskan pemahaman tentang BAKRI dan praktek yang dilakukan terutama di desa Jempalan. Tentang aplikasinya aturan aturan yang ada dan polemik yang berkembang secara komprehensif.

• Penulisan skripsi ini juga bertujuan memberikan sumbangan pemikiran dalam konteks ilmiah tentang BAKRI itu sendiri, dimana sumbangan ini nantinya mampu menjadi pijakan awal untuk memahami tentang BAKRI dan diharapkan akan memunculkan dan mendorong untuk studi studi lanjutan maupun studi studi sejenis yang berkaitan.


(41)

• Saran dari peneliti untuk kajian lanjutan adalah menghubungkan fenomena BAKRI dengan aspek aspek berbeda seperti politik, religi ataupun hukum sehingga mampu menambah khasanah tentang BAKRI dan praktek rentenir.


(42)

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1. Letak Dan Geografis

Desa Jempalan merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan. Mayoritas penduduknya adalah suku Jawa, dan lebih kurang 80% memeluk agama Islam, sedangkan selebihnya 20% beragama Kristen. Letak desa tersebut dari ibu kota Kecamatan Simpang Empat lebih kurang 21 kilometer, sedangkan jarak desa dengan ibu kota propinsi (Sumatera Utara) adalah 160 kilometer. Batas batas Desa Jempalan adalah sebagai berikut :

• Sebelah utara berbatasan dengan desa perkebunan Hessa • Sebelah selatan berbatasan dengan desa Silomlom • Sebelah timur berbatasan dengan desa Sei Dua Hulu


(43)

Foto 1. Peta Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat

Luas wilayah Desa Jempalan lebih kurang 1.770,97 Ha. Desa Jempalan berada pada ketinggian antara20 M – 22 M diatas permukaan laut. Keadaan alamnya terdiri dari dataran rendah yang memiliki ketinggian lebih kurang 6 meter di atas permukaan laut dengan temperatur 24OC–26OC. Sebagian besar tanahnya terdiri dari tanah hitam dan sebagian lagi tanah liat bercampur pasir. Keadaan alam yang demikian sangat memungkinkan masyarakat untuk bercocok-tanam. Tanaman utama yang ditanam masyarakat Desa Jempalan adalah padi. Kegiatan bercocok tanam di Desa Jempalan ini ditunjang oleh sebuah sungai (Sungai Sei dua) yang mengalir dari Desa Pondok Bunga ke arah Desa Rawang Panca Arga yang mengaliri lahan persawahan masyarakat desa tersebut.

2.2. Latar Belakang Historis

Tumbuhnya desa-desa di Indonesia mempunyai ciri-ciri khas tersendiri, yang memiliki keunikan–keunikan. Perkembangan antara satu desa dengan desa lain pada dasarnya tidak selalu sama, karena ada yang lambat dan ada yang cepat; hal ini tergantung dari faktor alam dari desa serta tindak tanduk atau tingkah laku dari masyarakat itu sendiri.

Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan orang pertama datang ke Desa Jempalan, menurut keterangan yang berhasil dihimpun dari beberapa informan Desa Jempalan terbentuk sekitar tahun 1800-an. Menurut cerita dari tokoh masyarakat, bahwa pada tahun 1800-an terjadi kekacauan terhadap Kesultanan Lima Laras di Batu Bara. Akibat ketidakstabilan tersebut, sebagian masyarakatnya


(44)

Sei dua kearah Selatan. Hingga akhirnya mereka tiba pada satu daerah yang mereka anggap cocok untuk berlindung dan mendirikan perkampungan. Daerah tersebut adalah Simpang Empat (Jempalan sekarang) daerah ini merupakan perkampungan pertama sekaligus perintis Desa Jempalan.

Salah satu informan yang memberi kontribusi besar dalam memberikan informasi tentang kedatangan pertama orang–orang ke Desa Jempalan adalah Bapak H.Yahya. Beliau adalah keturunan dari suku Melayu yang pertama sekali datang ke Desa Jempalan. Sabar dan perlahan mereka membuka lahan di sekitar sungai tersebut untuk bercocok tanam serta membangun rumah–rumah sederhana yang berbentuk panggung.

Pada tahun 1932, beberapa penduduk dari suku Jawa juga datang membuka lahan dengan jarak sekitar 4 kilometer dari wilayah suku Melayu yang pertama datang. Orang-orang dari suku Jawa ini berasal dari buruh perkebunan yang berbatasan langsung dengan Desa Jempalan Menurut pak Yahya mereka membuka lahan setelah pulang bekerja dari perkebunan. Lahan yang mereka buka berada tepat di sisi sebelah perkebunan, sehingga perkampungan mereka diberi nama Kampung Tempel. Butuh waktu tiga tahun bagi para penggarap awal dari suku Jawa ini untuk mulai bisa memanfaatkannya menjadi lahan pertanian. Setelah pembukaan lahan yang diawali oleh orang-orang dari suku Melayu dan di susul oleh orang-orang dari suku Jawa selama bertahun-tahun, maka penduduk daerah lain mulai berdatangan, tidak terkecuali dari suku Batak pada tahun 1970-an.


(45)

Adapun yang paling banyak datang di kemudian hari adalah orang-orang dari suku Jawa. Orang-orang dari suku Jawa ini datang setelah masa kontraknya dengan perkebunan habis. Selain karena ketidakpastian hidup, juga tidak memiliki biaya untuk kembali ke pulau Jawa, maka mereka mencari tempat yang dapat dijadikan tumpuan hidup. Dalam hal ini khususnya Desa Jempalan tidak lepas dari perhatian mereka sebagai pilihan untuk melanjutkan perjuangan hidup mereka. Orang-orang suku Jawa ini kemudian mendirikan rumah-rumah sederhana pada wilayah yang lebih terbuka, yaitu pada daerah tanaman alang-alang liar dan diberi nama Kampung Pematang Lalang (Desa Jempalan sekarang).

Foto 2. Kondisi desa Jempalan Sekarang

Bapak Bori adalah salah satu tokoh dari suku Jawa yang turut membuka lahan pada tahun 1932 bersama 5 orang temannya. Seiring dengan perubahan yang terjadi pada sistim transportasi di daerah–daerah Sumatera terkhusus pada Desa Jempalan sendiri, dari sistim trasportasi air ke transpotasi darat, maka pada


(46)

tahun 1950 masyarakat secara bertahap dan bergotong–royong membuat dan memperlebar jalur transportasi darat dari satu perkampungan ke perkampungan lain sebagai sarana penghubung. Jalur transportasi darat yang berhasil mereka buat tersebut menghubungkan tiga perkampungan. Jalur tersebut yaitu Perkampungan Suku Melayu (di sisi Sungai Sei dua) – Desa Jempalan - Perkampungan Suku Jawa (disisi perkebunan). Total jalur yang berhasil dibuat tersebut pada masa itu lebih kurang sepanjang 4,6 kilometer.

Keberhasilan masyarakat dalam membangun dan mengembangkan jalur transportasi darat tersebut tidak terlepas dari kerja keras dari pemimpin desanya. Kepala Desa selaku pemimpin memiliki tanggung jawab yang cukup besar untuk mensejahterakan masyarakatnya. Bersama para staf aparatur desa dan peran serta masyarakat Desa Jempalan sendiri, maka pembangunan dan pembangunan jalur transportasi darat dapat berhasil dilaksanakan.

2.3. Jumlah Penduduk

Sebelum tahun 1966, secara resmi Indonesia belum memiliki kebijakan kependudukan yang komprehensif. Dalam rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana juga tidak pernah ada kebijakan kependudukan yang ditujukan untuk menurunkan angka kelahiran dan angka kematian yang akhirnya berpengaruh pada angka pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali sangat berpengaruh bagi berhasilnya proses pembangunan nasional itu sendiri. Pertumbuhan jumlah penduduk memang cukup sulit untuk dapat diatasi. Butuh program–program yang tepat serta terarah agar pertumbuhan penduduk dapat diminimalisir.


(47)

Di Indonesia, pertumbuhan penduduk terkonsentrasi di daerah–daerah pedesaan. Seakan tidak dapat dielakkan, bahwa jumlah penduduk yang besar di daerah pedesaan tersebut semakin diperparah dengan sikap dan tingkah laku masyarakat desa tersebut. Banyak masyarakat pedesaan yang terdapat di Indonesia melakukan perpindahan (urbanisasi) baik secara permanen maupun non-permanen ke daerah–daerah perkotaan dengan beragam tujuan dan motivasi. Perpindahan yang dilakukan oleh masyarakat desa terutama pada saat–saat krisis ekonomi terjadi. Apalagi bila krisis ekonomi tersebut terjadi secara berkepanjangan.

Di desa Jempalan pertumbuhan jumlah penduduk juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan jumlah penduduk tersebut selain disebabkan oleh pendatang baru dari para mantan buruh kebun juga dari pendatang suku Batak. Suku Batak yang datang ke Desa Jempalan awalnya adalah mereka yang beragama Islam, namun kemudian yang beragama Kristen juga turut datang. Hal ini disebabkan oleh hubungan marga, yang menurut kepercayaan tradisional suku Batak bahwa apabila sama marganya atau termasuk turunan marga maka dianggap sebagai saudara walau berbeda agama. Karena ikatan marga inilah kemudian orang-orang suku Batak yang beragama Kristen masuk Desa Jempalan.


(48)

1. Jawa 6.225 jiwa 78,6 %

2. Batak 1.402 jiwa 17,8 %

3. Melayu 240 jiwa 3,1 %

4. Lainnya 40 jiwa 0,5 %

Jumlah 7.927 jiwa 100 %

Tabel. 1 Distribusi penduduk berdasarkan etnis

NO Agama Yang Dianut Jumlah Porsentase

1. Islam 6.373 jiwa 80,4 %

2. Kristen Protestan 1.430 jiwa 18,0 % 3. Kristen Katholik 124 jiwa 1,6 %

Jumlah 7.927 jiwa 100 %

Tabel 2. Distribusi penduduk berdasarkan agama

Pertumbuhan angka kelahiran penduduk di Desa Jempalan memang cukup tinggi, hal ini dapat kita pahami oleh karena mata pencaharian penduduk yang paling dominan adalah bertani. Mata pencaharian sebagai petani dalam proses produksinya membutuhkan sumber tenaga. Sumber tenaga yang paling mungkin adalah dengan memakai tenaga keluarga petani itu sendiri. Sehingga tidak mengherankan bila jumlah anak dalam satu keluarga dari kalangan petani bisa mencapai 8 sampai 10 orang anak. Menurut angka tahun 2010 penduduk Desa Jempalan berjumlah 774 KK dengan jumlah penduduk 7.927 jiwa. Agar kita dapat


(49)

memahami pertumbuhan jumlah penduduk di Desa Jempalan, maka ada baiknya bila dijabarkan pula dalam bentuk–bentuk tabel dibawah ini.

NO Jenis Kelamin Jumlah Porsentase

1. Laki-laki 4.023 jiwa 50,8 %

2. Perempuan 3.904 jiwa 49,2 %

Jumlah 7.927 jiwa 100 %

Tabel 3. Distrbusi penduduk berdasarkan jenis kelamin

2.4. Mata Pencaharian Penduduk

Ditinjau dari jenis mata pencaharian penduduk Desa Jempalan, sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai petani. Pola kehidupan masyarakat sebagai petani sangat dominan mewarnai tatanan kehidupan masyarakat Desa Jempalan. Mata pencaharian sebagai petani semakin baik dengan adanya dukungan suplai air dari sungai Sei dua yang membentang di ujung timur Desa Jempalan yang mengaliri areal pertanian masyarakat. Bertani sebagai mata pencaharian memang umum kita dengar dikalangan masyarakat kita, namun demikian para petani Desa Jempalan telah berhasil memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya sendiri dengan hasil panen yang selalu surplus.

Tanaman Produksi (Ton) Konsumsi (Ton) Surplus (Ton)


(50)

Tabel.4. Banyaknya Produksi dan Konsumsi Padi di Desa Jempalan

Bagi masyarakat petani khususnya masyarakat Desa Jempalan, musim panen yang telah tiba adalah saat-saat yang ditunggu. Hasil panen tersebut biasanya mereka simpan di rumah untuk mencukupi kebutuhan pangan mereka sampai musim panen berikutnya tiba. Hasil panen para petani juga ada yang dijual; adapun yang dijual adalah hasil lebih setelah dikurangi kebutuhan pangan rumah tangga itu sendiri yang telah disimpan di rumah tadi. Hasil penjualan biasanya akan mereka belanjakan untuk kebutuhan hidup sehari–hari dan untuk biaya sekolah anak–anak mereka. Ada juga sebagian masyarakat yang membelanjakannya kedalam bentuk perhiasan dan apabila ada kebutuhan yang mendadak, maka bisa dijual kembali.

Mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Jempalan tidak terlepas dari kondisi alam desa itu sendiri. Desa Jempalan yang luasnya 1.770 Ha memiliki areal pertanian tanaman pangan seluas 1.019 Ha serta didukung oleh bendungan air di wilayah perbatasan dengan Desa Silomlom. Dengan areal pertanian yang cukup luas dan sistem pengairan yang teratur dari Sungai Serani tersebut masyarakat Desa Jempalan sudah bisa memenuhi kebutuhan pangannya sendiri (kategori desa swasembada) tanpa harus mendatangkannya dari desa lain.

Untuk dapat melihat sejauh mana perbandingan mata pencaharian petani dengan mata pencaharian lainnya, berikut penulis tampilkan tabel distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian.


(51)

NO Jenis Pekerjaan Jumlah Porsentase

1. Petani 1.169 jiwa 80,1%

2. Pedagang 87 jiwa 6,0 %

3. Karyawan Swasta 115 jiwa 7,9 %

4. ABRI/ Pegawai Negeri 52 jiwa 3,6 %

5. Mocok-mocok 35 jiwa 2,4 %

Jumlah 1.458 jiwa 100 %

Tabel.5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

2.5. Pendidikan

Desa, sebuah nama yang tidak akan mudah dilupakan manusia apalagi bagi mereka yang sampai mengalami tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Desa merupakan tumpuan perhatian dan sasaran pendidikan bagi dunia yang baru berkembang. Untuk masyarakat seperti Indonesia, desa merupakan sumber segala inspirasi dalam dunia pendidikan.

Kita ketahui bahwa masih banyak desa-desa yang memang masih terbelakang keadaannya, dan karena itu perlu ditingkatkan secara terus–menerus. Dalam hal pendidikan mereka juga amat terbelakang, maka wajar kalau kita sering mendengar bahwa ”orang desa perlu diangkat”. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuka kesempatan bagi orang desa tentunya anak-anak mudanya untuk menikmati sekolah/pendidikan.

Masyarakat yang masuk dalam kategori terakhir ini dapat dikatakan sejak kecil sudah terbiasa hidup bergelut sebagai petani dengan penghasilan yang serba


(52)

terbatas. Mereka beranggapan bahwa sekolah tidak ada gunanya, maka tidak heran apabila cakrawala pengetahuan mereka sangat terbatas. Walaupun mereka hidup di lingkungan yang tidak terlalu jauh dari perkotaan (sekitar 10 km dari Kota Kisaran) yang bisa dengan mudah mendapat informasi dan komunikasi. Muncul pendapat yang menyatakan bahwa manfaat utama pendidikan adalah untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung. Jalan pikiran mereka yang sangat sederhana dan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonominya termasuk tingkat pendidikan mereka yang rendah.

Pekerjaan sebagai petani menurut mereka tidak memerlukan pendidikan dan keterampilan yang tinggi. Sekedar untuk bisa menulis, membaca, dan berhitung agar terhindar dari perlakuan yang tidak wajar ketika menjual hasil pencaharian mereka. Sehubungan dengan tingkat penghasilan mereka yang rendah, menyebabkan mereka tidak dapat membiayai pendidikan anak mereka kesekolah yang lebih tinggi. Kebanyakan anak petani hanya sebatas tamat SD.

Pendapat seperti yang terungkap di atas merupakan sebuah keniscayaan dari acuhnya sebagian kecil masyarakat Desa Jempalan terhadap pendidikan anak. Namun demikian, beberapa golongan yang berasal dari kalangan ekonomi atas dan berpikiran maju tidaklah sama pemikirannya. Beberapa diantara mereka yang lebih berpikiran maju mengajak masyarakat untuk secara swadaya membangun sarana pendidikan. Dengan munculnya gagasan untuk membangun sarana pendidikan secara swadaya, lambat laun alam pemikiran masyarakat yang awalnya acuh terhadap pendidikan anaknya menjadi lebih baik.


(53)

Sekitar tahun 1960, sekolah dasar pertama berdiri di Desa Jempalan yang dipelopori oleh Yayasan Alwashliyah. Lokasi Yayasan Alwashliyah ini terletak di dusun IV yang berada di sisi jalan utama Desa Jempalan. Pada rentang waktu yang hampir bersamaan dengan dibangunnya Yayasan Alwashliyah juga dibangun Sekolah Dasar atas swadaya masyarakat yang letaknya di sisi sebelah lapangan terbuka Desa Jempalan.. Sekolah dasar yang baru muncul pada tahun 1975, yaitu SD Inpres dan mulai beroperasi tahun 1977. SD Inpres yang dibangun pada masa itu berdiri di 3 tempat yang berlokasi di dusun I, dusun V, dan dusun XI. Kelima sekolah dasar yang ada tersebut di bangun untuk dapat menampung anak-anak dari masyarakat Desa Jempalan, akan tetapi anak-anak yang di Desa Sei dua hulu juga turut belajar di sekolah dasar yang ada di Desa Jempalan khususnya yang berbatasan langsung dengan wilayah dusun I Desa Jempalan.

NO Jenis Sarana Pendidikan Jumlah

1. SD Swasta 1

2. SD Negeri 1

3. SD Inpres 3

4. SMP Swasta 2

Jumlah 7

Tabel 6. Distribusi jenjang pendidikan di desa Jempalan


(54)

Hubungan antara sosial dan budaya merupakan dua sisi yang saling berhubungan. Berbicara tentang masyarakat biasanya akan berujung pada munculnya hubangan yang saling terkait antara keadaan sosial dan keadaan budaya, sehingga keadaan sosial merupakan bagian dari keadaan budaya. Kebudayaan yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat, aturan–aturan, serta bentuk organisasi sosial. Suatu keadaan sosial akan selalu terlihat pada kebudayaan yang berpangkal dan muncul dari organisasi sosial yang turut berpengaruh.

Perubahan dan perkembangan masyarakat yang mewujudkan segi dinamikanya, disebabkan oleh karena para warganya mengadakan hubungan antara satu dengan yang lainnya, baik dalam bentuk orang perorangan maupun kelompok manusia. Sebelum hubungan – hubungan tersebut mempunyai bentuk yang konkrit, maka terlebih dahulu dialami suatu proses kearah bentuk konkrit yang sesuai dengan nilai–nilai sosial di dalam masyarakat. Dalam interaksi sosial yang terjadi, prilaku masyarakat akan dapat terlihat apakah masyarakat tetap dalam kondisi yang damai atau malah terjadi kegoyahan dalam cara–cara atau bentuk–bentuk hidup yang telah ada.

Salah satu sifat manusia adalah keinginan untuk hidup bersama dengan manusia yang lain. Dalam hidup bersama antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok tersebut terjadi hubungan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani. Melalui hubungan itu manusia ingin menyampaikan maksud, tujuan dan keinginannya masing–masing. Sedangkan untuk mencapai keinginan tersebut


(55)

harus diwujudkan dengan tindakan melalui hubungan yang timbal–balik. Hubungan timbal–balik inilah yang dimaksud dengan interaksi. Interaksi terjadi apabila suatu individu melakukan tindakan sehingga menimbulkan reaksi dari individu–individu yang lain. Interaksi sosial terjadi dalam suatu kehidupan sosial, seperti yang telah diungkapkan oleh Soerjono Soekanto dalam Hanafi (1986) :

”Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, karena bila tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorangan atau kelompok –kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama, mengadakan persaingan, pertikaian dan lain sebagainya”.Interaksi sosial adalah hubungan dinamis yang mempertemukan individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Bentuknya tidak hanya kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk tindakan persaingan, pertikaian, dan sejenisnya”

Interaksi sosial merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan– tindakan yang berdasarkan nilai–nilai dan norma–norma sosial dan budaya yang berlaku dalam masyarakat. Apabila interaksi tersebut berdasarkan pada tindakan yang tidak sesuai dengan nilai–nilai dan norma–norma yang berlaku, maka kecil kemungkinan hubungan tersebut dapat berjalan dengan lancar. Misalnya, apabila kita mengutarakan sesuatu dengan hormat dan sopan terhadap orang tua, maka kita akan dilayani dengan baik. Sebaliknya, jika kita berprilaku tidak sopan dan tidak hormat terhadap orang tua, maka mereka akan marah, yang akhirnya hubungan antara kita dan orang tua menjadi tidak lancar.


(56)

Masyarakat Desa Jempalan yang mayoritas Suku Jawa masih memperlihatkan kepribadian yang saling ketergantungan dengan masyarakat disekitarnya. Kehidupan yang demikian menimbulkan adanya bentuk kerja sama yang didasari oleh solidaritas sosial bersama diantara para anggotanya. Hal ini terlihat jelas pada masyarakat Desa Jempalan khususnya pada suku Jawa yaitu melalui sistem gotong–royong dan organisasi sosial dalam berbagai kegiatan sepeti PKJ (Persatuan Kemalangan Jempalan).

Dalam bentuk pengerahan tenaga kerja untuk pertanian khususnya masyarakat suku Jawa di Desa Jempalan dilaksanakan melalui gotong–royong atau istilahnya ”Aruan” (Jawa yang artinya berganti–gantian). Dalam kelompok Aruan yang bekerja hanyalah pekerjaan tani saja. Tetapi dalam bentuk gotong– royong lain umumnya menyangkut beban–beban kerja sosial yang lebih besar lagi, seperti membangun atau memperlebar ruas jalan, mendirikan sarana ibadah, dan lain–lain. Gotong–royong sebagai wujud solidaritas sosial ini secara tidak disadari para kelompok atau individu yang telah mendapat bantuan dari orang lain tadi merasa wajib pula untuk membantu sebagai balasan bantuan yang telah diterimanya sebelumnya.

2.7. Karakteristik Masyarakat Batak Toba di Desa Jempalan

Masyarakat Batak Toba yang terdapat di desa Jempalan merupakan masyarakat pendatang yang mengusahakan pertanian yang tersebar di wilayah desa Jempalan.. Kedatangan masyarakat Batak Toba di desa Jempalan tidak lepas dari kedekatan wilayah secara geografis antara Asahan dan Toba., hal ini


(57)

didukung oleh sikap masyarakat Batak Toba yang memiliki kebiasaan untuk merantau dan keharusan untuk memiliki tanah.

Adapun pemilihan lokasi penelitian ini juga memperhatikan karakteristik masyarakat Batak Toba di desa Jempalan, adapun karakteristik dalam hal ini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan mengenai seberapa jauh masyarakat Batak Toba di desa Jempalan dalam memandang dan memaknai nilai budaya mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Karakteristik yang dimaksudkan adalah karakter yang muncul dari kondisi masyarakat Batak Toba di tanah rantaunya. Seperti pekerjaan yang memberi kredit kepada masyarakat sekitarnya. Kondisi masyarakat Batak Toba di Desa Jempalan memberikan karakter mereka berdasarkan pekerjaan mereka tersebut. Hal inilah yang ingin dilihat sejauh mana kondisi ini berlangsung.

2.8. Deskripsi Lembaga Kredit Di Desa Jempalan

Lembaga pemberi pinjaman adalah sebuah lembaga yang sangat penting bagi jantung perekonomian di desa Jempalan. Hal ini karena keberadaan lembaga lembaga ini akan membantu setiap usaha yang dilakukan masyarakat desa jempalan yang mayoritas bekerja sebagai petani. Seperti memberi bantuan dalam kredit murah pupuk, bibit dan lain sebagainya. Berikut terdapat beberapa lembaga pemberi pinjaman yang ada disekitar desa Jempalan.

2.8.1. Bank

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dana mengeluarkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit,


(58)

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak” (Undang-undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan). “Bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan.

Kecamatan Simpang Empat terdapat satu Bank daerah yang beroperasi di sekitar jalan lintas Sumatera daerah Asahan. Bank tersebut adalah Bank Sumut. Bank sumut sebenarnya hadir menjadi solusi tepat bagi masyarakat Kecamatan Simpang Empat untuk setiap kegiatan ekonominya. Hal ini terlihat dari program program yang memberikan kredit berbunga rendah bagi masyarakat untuk terciptanya masyarakat yang mandiri.


(59)

Keberadaan kredit murah ternyata belum membuat masyarakat desa yang tinggal diperkampungan turut datang untuk meminjam kredit di bank tersebut. Hal ini karena lokasi bank yang jauh dari desa dan ketakutan ketakutan lain yang hidup dalam alam pikir masyarakat desa. Yaitu sebuah praduga bahwa bank selalu memberikan kesulitan kesulitan dalam setiap proses peminjaman seperti prosedur yang berbelit belit maupun bunga yang terlalu tinggi. Hal ini terlihat dari setiap nasabah disana yang sebagaian besar adalah masyarakat yang berdomisili disekitar jalan lintas besar Asahan, para pegawai negeri sipil maupun para wiraswasta yang ada di Kecamatan Simpang Empat.

2.8.2. Koperasi

Definisi koperasi di Indonesia termuat dalam UU No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasiaan yang menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan unsur-unsur penting koperasi yaitu:

1) koperasi merupakan badan usaha.

2) koperasi dapat didirikan oleh orang seorang dan atau badan hukum koperasi yang sekaligus sebagai anggota koperasi yang bersangkutan. 3) koperasi dikelola berdasarkan prinsip-prinsip koperasi.

4) koperasi dikelola berdasarkan atas asas kekeluargaan.


(60)

mencapai kesejahteraan ekonomi yang berlandaskan asas kekeluargaan. Koperasi disebut sebagai soko guru perekonomian di Indonesia. Keberadaannya diharapkan mampu menjadi penopang perekonomian

Di Kecamatan Simpang Empat terdapat satu buah CU (Credit Union) yang berprinsip layaknya koperasi. CU ini bernama CU Harapan Jaya. CU ini telah beroperasi sejak tahun 2008 dan berjalan hingga sekarang. Pada tahun 2008 awalnya CU ini adalah koperasi sederhana yang hanya beranggotakan 20 orang yang sebagaian besar adalah petani. Koperasi ini berdiri untuk mensejahterakan anggota dan memberi kemudahan bagi anggota dalam setiap proses kegiatan taninya.

Koperasi ini berkembang sehingga memiliki anggota hingga 500 orang. Perkembangan ini juga merubah bentuk koperasi tadi menjadi CU yang nantinya tidak hanya menjadi lembaga yang memberikan solusi bagi kegiatan tani saja namun yang lainnya seperti perdagangan dan lain sebagainya.


(61)

Foto 4. Koperasi Tani Yang Kini Berubah Menjadi CU Di Kecamatan Simpang Empat

Namun keberadaan CU itu sendiri kini masih belum menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat kecamatan Simpang Empat khususnya desa Jempalan. Hal ini disebabkan lokasi CU yang jauh dari desa Jempalan. Sehingga masyarakat desa tersebut sulit untuk mengakses dan menjadi anggota CU tersebut.

2.8.3. BAKRI

Bakri pada dasarnya merupakan sebuah singkatan dari Batak Kredit. Sebuah profesi yang memberikan jasa kredit secara informal atau tidak melalui sebuah lembaga resmi yang biasanya dilakukan oleh mereka yang beretnis Batak. Identiknya Batak sebagai Bakri tidak terlepas dari mereka yang mengusahakan uang yang ia miliki untuk dipinjamkan kepada orang lain dengan bunga yang disepakati bersama.

Kehadiran BAKRI (Batak Kredit) di Kecamatan Simpang Empat khususnya Desa Jempalan sudah berlangsung lama. Setidaknya menurut penuturan bapak Mulyono (45 tahun) fenomena ini sudah ada sejak adanya warga etnis Batak di desa ini. Menurut beliau pada dasarnya mereka yang datang ke daerah ini adalah mereka yang ingin membuka lahan dan bermukim. Dan kebanyakan dari mereka menjadi sukses dengan berbagai macam usaha yang mereka lakukan seperti bertani, berdagang dan lain sebagainya. Sehingga memungkinkan mereka memiliki modal yang cukup untuk memiliki usaha


(62)

Senada dengan hal tersebut David (42 tahun) memberikan penjelasan bahwa fenomena Bakri ini muncul karena adanya rasa ingin membantu dari mereka yang sedikit beruntung dalam urusan ekonomi ini, kepada masyarakat disekitarnya. Niat membantu lewat pinjaman pinjaman yang pada awalnya tanpa bunga, karena niat membantu diawal. Namun perkembangan yang terjadi semakin bertambah pesat dengan banyak masyarakat sekitar yang merasa terbantu dengan adanya bantuan tersebut. Namun semakin berkembangnya ini membuat proses ini menjadi sebuah peluang bisnis yang cukup menarik, sehingga dimulailah proses peminjaman dengan bunga tersebut. David tidak dapat menjelaskan sejak kapan proses ini berlangsung, namun menurut penuturan beliau keberadaan bakri ini sudah ada kira kira akhir 70-an hingga sekarang. Penjelasan lebih rinci tentang fenomena Bakri akan dibahas pada bab selanjutnya.


(63)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tulisan ini mengkaji tentang usaha kredit BAKRI (Batak Kredit) sebagai sebuah alternatif ataupun fenomena yang terjadi dimasyarakat yaitu masyarakat desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan. Fokus penelitian ini adalah mengenai mengapa masyarakat meminjam uang pada rentenir (BAKRI). Hal ini bermula dari sebuah pengamatan awal peneliti melihat keberadaan usaha kredit di desa tempat peneliti tinggal ini masih tumbuh dan berkembang walaupun keberadaan bank-bank dan kredit union yang juga berkembang.

Pemilihan Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan sebagai lokasi penelitian pada dasarnya karena praktik BAKRI marak terjadi dan sudah menjadi bahan pembicaraan umum. Selain itu kedekatan peneliti dengan daerah tersebut turut menjadi sebuah alasan dan peneliti hidup dan tinggal di daerah tersebut dan telah memiliki ikatan rapor yang baik dengan masyarakat sekitar.

Peneliti menggambarkan persaingan strategi yang dilakukan oleh para pengusaha kredit (BAKRI) terhadap keberadaan bank, dan koperarsi namun peneliti melihat hal yang lebih menarik ketika mengambil sebuah studi kasus tentang keberadaan usaha kredit (BAKRI) sendiri. Dengan demikian peneliti


(64)

merasa dengan menggambarkan tentang keberadaan usaha kredit (BAKRI), memunculkan bagaimana strategi persaingan mereka dengan bank-bank yang juga tumbuh dan berkembang.

Misalnya dalam satu kasus peneliti melihat bagaimana peran pemberi kredit ini lebih diminati oleh para peminjam dibandingkan dengan kredit bank yang sifatnya sangat prosedural dan banyak aspek yang dinilai sebelum memberi pinjaman.Hal ini berbeda dengan usaha kredit (BAKRI) yang memberi pinjaman secara langsung bahkan tanpa anggunan.

Menurut pengamatan peneliti, aspek yang menjadi acuan pemberian pinjaman adalah sebuah kepercayaan. Kepercayaan terhadap peminjam diikuti oleh bunga yang juga mengikat diluar nominal yang dipinjam. Namun peneliti tidak hanya ingin membongkar alasan peminjaman saja, yang membuat kajian ini menjadi dangkal. Peneliti mencoba menggambarkan lebih terperinci lagi seperti jaringan pengusaha kredit ini dan bagaimana mereka selalu mampu mempertahankan pelanggan mereka untuk tetap meminjam. Hal ini tentu tidak terlepas dengan kondisi ekonomi masyarakat yang tidak stabil.

Dengan melihat kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil, maka semua orang berusaha untuk memperbaiki kondisi ekonominya. Dalam kehidupan sehari-hari setiap individu, perusahaan dan masyarakat secara keseluruhannya selalu menghadapi persoalan-persoalan yang bersifat ekonomi, yaitu persoalan yang menghendaki seseorang, suatu perusahaan atau suatu masyarakat membuat keputusan tentang cara yang terbaik untuk melakukan suatu kegiatan ekonomi.


(65)

Secara mendasar, kegiatan ekonomi meliputi usaha individu, perusahaan dan perekonomian secara keseluruhannya untuk memproduksikan barang dan jasa yang mereka butuhkan. Dilain pihak, kegiatan ekonomi meliputi pula kegiatan untuk menggunakan barang dan jasa yang berkaitan dengan perekonomian. Dengan demikian kegiatan ekonomi dapat didefenisikan sebagai kegiatan seseorang, suatu perusahaan atau suatu masyarakat untuk memproduksikan barang dan jasa maupun mengkonsumsi (menggunakan) barang dan jasa tersebut dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi seorang individu, suatu perusahaan, atau masyarakat secara keseluruhannya mempunyai beberapa pilihan atau alternatif untuk melakukannya. Berdasarkan kepada alternatif yang tersedia tersebut,mereka perlu mengambil keputusan untuk memilih yang terbaik untuk dilaksanakan1

Pada umumnya masyarakat selalu ingin mendapatkan penghidupan yang layak setiap harinya.Dalam kehidupan sehari-hari mayarakat selalu berusaha mengerjakan pekerjaan yang dapat memampukan mereka dalam mencukupi kehidupan mereka. Kondisi ekonomi yang meningkat hari kehari sangat diharapkan seluruh masyarakat, sebab dengan kondisi ekonomi yang baik maka setiap kebutuhan keluarga dapat dipenuhi. Banyak pekerjaan yang sering dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi seperti: bertani, berdagang, dll. Dalam melakukan pekerjaan tersebut, tidak semua masyarakat memiliki modal yang cukup dalam mengerjakannya.Namun tidak dapat dipungkiri masyarakat membutuhkan sumber modal untuk dapat mengerjakannya usaha atau pekerjaan tersebut.

.

1


(66)

http://www.berita99.com/ekonomi/bank/7112/pedagang-pasar-susah-modal-pilih-ngutang-ke-Lembaga pemberian kredit jelas sangat dibutuhkan masyarakat. Banyak jenis-jenis kredit yang sering datang menawarkan bantuan modal bagi masyarakat mulai dari bank, lembaga non bank, bahkan sampai rentenir sekalipun. Tidak jarang masyarakat lebih memilih jalan cepat untuk mendapatkan modal, dengan merogoh kantong sendiri, pinjam dari keluarga dan juga dari rentenir.

Lembaga keuangan bank memiliki kriteria-kriteria dalam memberikan kredit pada mayarakat. Masyarakat menganggap proses administrasi bank terlalu rumit, tidak memadainya syarat-syarat yang diminta, membutuhkan waktu yang lama dan lokasi bank terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. Mereka tidak mempunyai waktu yang cukup untuk mengajukan proposal kredit kepada bank karena harus menjaga atau mengerjakan pekerjaannya.

Masih banyak khawatiran lain yang dirasakan masyarakat, seperti takut tidak sanggup mengembalikan pokok pinjaman serta bungannya, sampai takut barang jaminan atau agunan akan disita oleh pihak bank. Karena khawatiran itu masyarakat beranggapan kredit bank bukan untuk mereka, melainkan untuk usaha-usaha yang lebih besar, yang lebih mampu membayar pokok pinjaman beserta bungannya.Pandangan diatas menyebabkan masyarakat kurang tertarik pada kredit bank.

Sulitnya persyaratan yang diajukan lembaga bank bagi calon debitur, menyurutkan semangat masyarakat untuk meminjam ke bank. Akhirnya masyarakat mengambil alternatif lain yang tersedia seperti rentenir.

Bagi masyarakat, berhubungan dengan sumber pembiayaan informal seringkali membuat terlena dan menjadi pilihan yang menarik karena faktor


(67)

kemudahan mendapatkan dana secara cepat tanpa birokrasi hanya dengan asas saling percaya meski berbunga tinggi. Bagi pemodal pertama, situasi ini sebenarnya menjadi peluang baik untuk memupuk keuntungan.

Pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan kredit dengan bunga rendah untuk masyarakat melalui Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Pembangunan Daerah (BPD), Koperasi Unit Desa, dll.Namun demikian, kredit ini tidak selalu mencapai target groupnya karena prosedur administrasinya sulit diakses oleh masyarakat.Sementara kredit yang ditawarkan oleh rentenir lebih popular dan mudah diakses oleh siapapun dan dari lapisan manapun2

Data Biro Pusat Statistik menunjukkan data bahwa hanya sebagian kecil usaha kecil dan rumah tangga yang memanfaatkan bank untuk menutupi kekurangan modal usahanya. Hal ini karena adanya kesenjangan antara lembaga keuangan perbankan dengan usaha kecil. Salah satu sebab kesenjangan tersebut adalah lembaga keuangan perbankan merupakan lembaga keuangan yang dikelola secara modern, sedangkan usaha kecil khususnya pedagang kecil sebagian besar dikelola secara tradisional tanpa memiliki pembukuan yang baik

.

Walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk membatasi ruang gerak praktik-praktik rentenir dalam rangka menghindarkan lapisan masyarakat jatuh pada “penghambaan bunga”, rentenir masih tetap saja beroperasi di desa-desa khususnya di pasar1.

3

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa lembaga keuangan bank atau non bank yang bersifat formal beroperasi di pedesaan, pada umumnya tidak

.

2


(1)

Bab tiga menjelaskan secara khusus tentang pelaku kegiatan BAKRI dan kegiatan yang dilakukan di tempat penelitian apa saja yang terdapat di dalam ruangan BAKRI, hubungan pelaku BAKRIdan peminjamnya.

Bab empat menjelaskan tentang bagaimana Bakri menjalankan atau strategi dan syarat syarat meminjam

Bab lima merupakan suatu kesimpulan dan saran mengenai Batak Kredit (Studi Kasus Tentang Usaha Kredit Di Desa Jempalan Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan)

Sebagai penutup dari penulisan skripsi ini, dilampirkan pula daftar kepustakaan sebagai penunjang dalam penulisan. Saya telah mencurahkan segala kemampuan, tenaga, pikiran, dan juga waktu dalam penulisan skripsi ini.Namun saya menyadari skripsi ini belum bisa dikatakan telah sempurna.Dengan rendah hati, saya mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari para pembaca.Harapan dari saya agar skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pembacanya.

Medan, Desember 2013

Penulis


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR FOTO ... ix

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Tinjauan Pustaka ... 7

1.2.1.Pengertian Pendapatan ... 7

1.2.2.Macam-macam Pendapatan ... 8

1.2.3.Pengertian Kredit ... 9

1.2.4.Unsur-Unsur Kredit ... 10

1.2.5.Pengertian Rentenir ... 11

1.2.6.Konsep Kebudayaan ... 12

1.3.Rumusan Masalah ... 14

1.4.Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 15

1.4.1.Tujuan Penelitian ... 16

1.4.2.Manfaat Penelitian ... 17

1.5. Metode Penelitian ... 17

1.5.1.Tekhnik Pengumpulan Data ... 17

1.5.2.Wawancara ... 18

1.6. Catatan Lapangan ... 19

1.6.1.Desa Jempalan Dan Informasi Tertutup ... 19

1.6.2.Memasuki BAKRI Dan Penolakan ... 20

1.6.3.Sentiment Sentimen Kecil Yang Menggema ... 21

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 25

2.1.Letak Dan Geografis ... 25

2.2.Latar Belakang Historis ... 26

2.3.Mata Pencaharian Penduduk ... 27


(3)

2.5.Pendidikan ... 36

2.6.Keadaan Sosial Dan Budaya ... 38

2.7.Karakteristik Masyarakat Batak Toba di Desa Jempalan ... 42

2.8.Deskripsi Lembaga Kredit Di Desa Jempalan ... 43

2.8.1.Bank ... 43

2.8.2.Koperasi ... 44

2.8.3.BAKRI ... 46

BAB III JARINGAN BAKRI DAN PROSES TRANSAKSI DI DESA JEMPALAN ... 48

3.1. Transaksi BAKRI Di Desa Jempalan ... 48

3.2. Syarat Dan Aturan Aturan Yang Berlalu Dalam BAKRI ... 52

3.2.1. Peminjam ... 52

3.2.2. Jumlah Pinjaman ... 55

3.2.3. Boro Dan Sistem Pembayaran ... 57

3.2.4. Tempo Dan Sanksi ... 59

3.3. Jaringan BAKRI di Desa Jempalan ... 60

3.3.1. Jaringan BAKRI Dengan Peminjam ... 60

3.3.2. Jaringan BAKRI Dengan BAKRI Lainnya ... 61

3.3.3. Jaringan Peminjam Dengan Peminjam Lainnya ... 62

BAB IV PANDANGAN MASYARAKAT DESA JEMPALAN TERHADAP BAKRI ... 65

4.1. BAKRI Sebagai Stigma ... 65

4.2. BAKRI Sebagai Solusi Ekonomi Rakyat ... 71

4.3. BAKRI Dalam Dua Mata Rantai Kepentingan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

5.1. Kesimpulan ... 80

5.2. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

DAFTAR INFORMAN PENELITIAN ... 85


(4)

DAFTAR FOTO

Foto.1.Peta Desa Jempalan Kec. Simpang Empat ... 21 Foto.2.Kondisi Desa Jempalan Sekarang ... 28 Foto.3.Bank SUMUT di Kec. Simpang Empat ... 40 Foto.4.Koperasi Tani Yang Kini Berubah Menjadi CU di Kec. Simpang .... 42 Foto.5.Kondisi Rumah Seorang Peminjam ... 51


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel.1.Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis ... 30

Tabel.2.Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama ... 30

Tabel.3.Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 31

Tabel.4.Banyak Produksi Dan Konsumsi Padi di Desa Jempalan ... 32

Tabel.5.Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 36

Tabel.6.Distribusi Jenjang Pendidikan di Desa Jempalan ... 39

Tabel.7.Distribusi Peminjam Berdasarkan Etnis ... 50

Tabel.8.Jumlah Peminjam Dan Syaratnya... 51


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan.1.Gambaran Aturan Dalam BAKRI di Desa Jempalan ... 48

Bagan.2.Jaringan Antara BAKRI Dan Peminjamnya ... 55

Bagan.3.Jaringan Antara Sesama BAKRI ... 58

Bagan.4.Informasi Yang Beredar Diantara Peminjam. ... 59

Bagan.5.Stigma BAKRI Yang Terbentuk di Desa Jempalan ... 62

Bagan.6.Efek Keberadaan BAKRI di Desa Jempalan ... 68