Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi
Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 )
menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum:
Chordata, Class : Amfibia, Ordo : Anura, Famili : Rhacophoridae, Sub-Famili :
Rhacophorinae, Genus : Polypedates, Spesies : Polypedates leucomystax
Gravenhorst 1829, (Polypedates rugosus Duméril & Bibron 1841), (Polypedates

teraiensis Dubois 1987).
Di Indonesia, suku Rhacophoridae terbagi kedalam 5 marga yaitu:
Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), Rhacophorus (20
jenis) dan Theloderma (2 jenis). Suku Rhacophoridae merupakan keluarga katak
pohon di Indonesia menggantikan suku Hylidae yang tersebar luas di dunia
(Iskandar 1998)
Untuk suku Rhacophoridae dari seluruh jenis suku Rhacophoridae yang
ada di Indonesia, hanya ada 8 jenis yang dapat ditemukan di Pulau Jawa.
Sementara itu untuk marga Polypedates terdiri atas 13 jenis di dunia dan hanya

ada lima jenis yang terdapat di Indonesia. Salah satu dari kelima spesies itu, yang
umum ditemukan yang memiliki penyebaran luas adalah dari spesies katak pohon
bergaris Polypedates leucomystax (Iskandar 1998). Polypedates leucomystax
merupakan jenis katak pohon yang telah mengalami domestikasi sehingga juga
dapat ditemukan di daerah pemukiman karena memiliki toleransi hidup yang
tinggi sehingga tidak heran katak pohon spesies ini dapat ditemukan dibanyak
tipe habitat.

2.2 Morfologi
Marga Polypedates pada umumnya dicirikan dengan ada tidaknya lipatan
cincin di ujung jari kaki depan, dan tekstur kulit halus, semua anggotanya adalah

Universitas Sumatera Utara

5

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

penghuni hutan primer maupun sekunder dataran rendah kecuali Polypedates
leucomystax yang telah berasosiasi dengan lingkungan manusia (Mistar, 2008).

Polypedates leucomystax dewasa memiliki perberdaan warna tubuh dengan
individu muda. Individu dewasa umumnya berwarna coklat kekuningan, dengan
satu warna atau bintik hitam. Katak dewasa memiliki enam atau empat garis
longitudinal yang jelas memanjang dari kepala sampai ujung tubuh (Berry 1975)
sedangkan individu muda memiliki warna tubuh yang pudar.

Gambar.1. Perbedaan kulit pada Polypedates leucomystax.(Mistar,2008)
Pada umumnya ukuran tubuh pada amfibi jantan selalu lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran tubuh betinanya. Berdasarkan beberapa pustaka
ukuran panjang tubuh (snout vent lenght = SVL) P. leucomystax disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan ukuran panjang tubuh/ SVL katak pohon bergaris.
Pencacah
Liem (1971)
Berry (1975)
Inger & stuebing(1997)
Iskandar (1998)
Yuliana (2000)
Sholihat (2007)


Jantan
48,2
37-50
50
48,8 – 54,5

Snout vent lenght (mm)
Betina
Jantan & betina
55,0 – 65,8
50 – 80
57 – 75
80
22,6 – 67,3
70,9 – 88,9
-

Polypedates leucomystax pada umumnya berwarna cokelat keabu – abuan
dengan sedikit unsur kekuningan. Pada kondisi yang alami, perubahan warna pada

amfibi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya suhu. Kenaikan suhu, cahaya
matahari yang terlalu kuat atau suhu udara kering menyebabkan warna berkilau,
sedangkan penurunan suhu, kurangnya cahaya, serta kelembaban yang tidak tentu
menyebabkan warna gelap (Hofrichter, 2000).

Universitas Sumatera Utara

6

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Katak pohon spesies ini berukuran panjang antara 45-85 mm, kepala
segitiga, mata relatif besar. Tubuh berwarna coklat kayu pada bagian punggung
dan coklat pada bagian kepala, mempunyai garis coklat tua mulai dari belakang
mata menutupi timpanum, dan menipis ke arah belakang terus memanjang tepi
punggung. Kadang-kadang mempunyai sepasang garis hitam pada bagian
punggung. Hidup dalam hutan primer maupun hutan sekunder. Umum dijumpai
pada habitat kolam-kolam kecil dalam jumlah banyak, di hutan sekunder pada
vegetasi bagian bawah, berasosiasi dengan Rhacophorus pardalis, Polypedates
otilophus (Mistar,2008).


2.3 Habitat dan ekologi
Berdasarkan kebiasaan hidupnya amfibi dapat dikelompokkan ke dalam empat
kelompok, yakni :
a)

Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan,
jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan air atau di
kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak berair tetapi
mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan telur. Contohnya
Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.

b) Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan berkembang biak
digenangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang pohon, kolam,
danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa spesies
arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa untuk
menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya
terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp, Philautus sp dan Pedostibes
hosii.
c)


Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada badan
air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan mulai
dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain Occidozyga sumatrana
dan Rana siberut.

d) Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang
dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah suku
Microhylidae yaitu Kaloula sp dan semua jenis sesilia (Mistar, 2003).

Universitas Sumatera Utara

7

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Suku Rhacophoridae merupakan jenis katak yang kebiasaan hidupnya
digolongkan ke dalam Arboreal. Berry (1975) menyebutkan bahwa P.
leucomystax merupakan salah satu katak yang umum ditemukan di sekitar daerah
Semenanjung Malaysia. Katak tersebut menempati banyak tipe habitat, tetapi

lebih banyak ditemukan di sekitar habitat manusia, di kota dan pedesaan. Telurnya
diletakkan pada buih yang sering terlihat di sekitar rumah pada tong, kolam, tong
penampung air hujan atau di daun pada pepohonan yang terdapat saluran air di
sekitarnya.
Katak jenis ini juga memiliki toleransi hidup yang tinggi, sehingga dapat
ditemukan dihabitat ekstrim seperti kawasan padat penduduk. Menurut Inger dan
Stuebing (1997) P. leucomystax merupakan jenis katak yang bisa hidup di habitat
terganggu, dapat ditemukan dimanapun bahkan di dalam rumah, tetapi jarang
ditemukan di hutan primer. Seperti halnya jenis amfibi lainnya, siklus hidupnya
sangat berkaitan erat dengan ketersediaan air tawar, baik untuk tempat hidup,
mencari makan, dan juga berkembang-biak (Berry 1975).
2.4 Perilaku dan kebiasaan
semua amfibi merupakan satwa karnivora. Pakan katak dewasa antara lain adalah
serangga, cacing, dan arthropoda. Untuk jenis katak yang berukuran lebih besar,
makanannya mencakup ikan kecil, udang, kerang, katak kecil atau katak muda
(Halliday & Adler 2000). Namun pada saat fase berudu, hampir semua jenis katak
merupakan herbivora (Iskandar 1998).
Amfibi juga memiliki beragam perilaku sebagai respon terhadap
rangsangan


yang diterima.

Amfibi

memiliki

perilaku

yang unik

dan

beranekaragam dalam hal perkembangbiakan (Sholihat, 2007). Katak pada
umumnya melakukan perkawinan dan proses fertilisasi secara eksternal yang
dikenal dengan istilah amplexus. Pada saat kawin, katak jantan berada di atas
tubuh katak betina (Goin et al. 1978).
Aktivitas harian amfibi dipengaruhi oleh kebutuhan katak untuk
memperoleh makanan, kawin dan tempat berlindung, menghindari pemangsa dan
mempertahankan kondisi fisiologis yang memadai (Dole 1965). Menurut Roy
(1997) P. leucomystax (Katak pohon bergaris) sering ditemukan hinggap dan

merayap pada pagar bambu atau pada rumput yang tinggi di sekitar aliran air.

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

8

Perilaku tersebut memudahkan untuk penelitian tentang spesies terestrial atau
akuatik dan untuk mengetahui perilaku kawin mereka.

2.5 Pergerakan amfibi
Amfibi pada umumnya melakukan pergerakan pada satu tempat yang dapat
menunjang pertumbuhannya. Menurut Duellman dan Trueb (1986) arah
pergerakan amfibi dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Setelah perkawinan,
sebagian besar pergerakan individu terlihat berada di sekitar lokasi perkawinan
untuk mendapatkan makanan dan menemukan tempat berlindung dari kekeringan,
pemangsa, dan kedinginan (Denton dan Beebee 1993).
Amfibi juga melakukan jelajah wilayah untuk memungkinkannya
mendapatkan wilayah yang sesuai untuk melakukan aktifitas hariannya. Pada

umumnya wilayah jelajah mencakup aktifitas harian dalam mencari makanan,
tempat berlindung, penggunaan mikrohabitat, dan melakukan perkembangbiakan
seperti panggilan kawin untuk betina ( Sex voice). Menurut Duellman dan Trueb
(1986) wilayah jelajah adalah suatu kawasan yang digunakan oleh suatu individu
untuk melakukan seluruh aktivitas hariannya.
Sebagai suatu tanggapan terhadap berkurangnya makanan, terbatasnya
tempat perlindungan, atau berkurangnya peluang kawin individu tersebut biasanya
memperluas wilayah jelajahnya atau melakukan perputaran di dalam wilayah
jelajahnya (Sholihat, 2007). Menurut Martof (1953) pergerakan harian mencapai
jarak yang luas dan mungkin diklasifikasikan sebagai asosiasi dari pertumbuhan
dan perkembangan menuju kedewasaan berikutnya, aktivitas perkawinan, dan
musim dingin yang berkepanjangan.
Pergerakan katak juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kelembaban dan
suhu dari suatu lingkungan yang dianunginya, karena pada siang hari umumnya
katak akan mencari tempat yang lembab untuk menghindari kulitnya dari
kekeringanakibat cahaya matahari. Dimana ketika suatu lingkungan memiliki
kondisi yang relatif kering maka katak akan mencari habitat yang lebih baik yang
memiliki tingkat kelembaban yang sesuai dengan kondisi tubuhnya, agar
tubuhnya tetap pada kondisi yang lembab dan terhindar dari kekeringan. Hal ini
juga yang menjadi alasan seringnya dijumpai katak pada sekitar genangan air.


Universitas Sumatera Utara