Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

(1)

26

Lampiran 1. Peta Lokasi

Lampiran 2. Foto Selama Melakukan Penelitian

lokasi Pinggiran hutan Lokasi Pembibitan

Lokasi Pemukiman Kolam di lokasi penelitian

Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit


(2)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 27

Pemasangan Alat Katak dengan alat yang bersembunyi

Pengukuran Faktor lingkungan Pengukuran jarak pergerakan katak

Lampiran 3. Satwa lain yang ditemukan selama penelitian

Megophrys nasuta Rhacophorus dullitensis


(3)

28

Lampiran 4. Pola Pergerakan Katak P.leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara (Skala 1 : 200)

Katak Jantan di pemukiman Katak Betina di pemukiman

Katak Jantan di Pembibitan Katak Betina di Pembibitan


(4)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 29 Lampiran 4. Hasil pengamatan Pergerakan Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) Di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

1. Daerah Pemukiman

Tabel . Hasil pengamatan P.leucomystax betina di Daerah Pemukiman Waktu Aktivitas Substrat Cuaca Rh

(%)

Suhu

(oC) Keterangan 08.00 Bergerak Tumbuhan

herba Cerah 75 25,5

Katak bergerak sejauh 44,

87m

11.00 Diam Tumbuhan

herba Cerah 69 28,1 14.00 Istirahat/tidur Tumbuhan

herba Cerah 72 29,7 17.00 Istirahat/tidur Tanah Cerah 78 28,4 20.00 Istirahat/tidur Tanah Bulan

purnama 84 26,8

23.00 Diam Daun Bulan

purnama 74 28,7

02.00 Bergerak Daun Bulan

purnama 79 24,1

05.00 Bergerak Rumput Hujan 80 24

08.00 Diam Rumput Gerimis 79 25,6

Keterangan : Berat Katak : 8,72 gram Jenis kelamin : Betina SVL : 46, 41 mm Berat Alat : 1,54 gram Satwa lain : Tidak Ada

Tabel . Hasil pengamatan P.leucomystax jantan di Daerah Pemukiman Waktu Aktivitas Substrat Cuaca Rh

(%)

Suhu

(oC) Keterangan 08.00 Bergerak Tanah Gerimis 86 26,2

Katak bergerak

sejauh 20,73m 11.00 Bergerak Serasah Cerah 74 29,5

14.00 Diam Serasah Cerah 95 26,6

17.00 Diam Serasah Cerah 95 26,5

20.00 Bergerak Serasah Tidak

hujan 82 27,5 23.00 Bergerak Serasah Gerimis 85 26,5 02.00 Bergerak Serasah Tidak

hujan 89 24,4

05.00 Diam Tanah Tidak

hujan 87 24,1 08.00 Bergerak Tanah Tidak

hujan 95 25

Keterangan : Berat Katak : 6,69 gram Jenis kelamin : Jantan SVL : 45, 20 mm Berat Alat : 1,68 gram Satwa lain : Odorrana hosii


(5)

30

2. Daerah Pembibitan

Tabel . Hasil pengamatan P.leucomystax jantan di Daerah Pembibitan Waktu Aktivitas Substrat Cuaca Rh

(%)

Suhu

(oC) Keterangan 08.00 Istirahat/tidur Tanah Cerah 74 25,4

Katak bergerak

sejauh 29,83m

11.00 Diam Rumput Cerah 71 28,4

14.00 Istirahat/tidur Rumput Cerah 67 32,2 17.00 Istirahat/tidur Rumput Cerah 79 29,3 20.00 Bergerak Tumbuhan

herba

Bulan

purnama 87 26,6 23.00 Bergerak Tumbuhan

herba

Bulan

purnama 95 26,9

02.00 Diam Tumbuhan

herba

Bulan

purnama 80 24,2

05.00 Diam Serasah Hujan 80 23,9

08.00 Diam Serasah Gerimis 79 25,6

Keterangan : Berat Katak : 7,61 gram Jenis kelamin : Jantan SVL : 38,30 mm Berat Alat : 1,46 gram Satwa lain : Tidak ada

Tabel . Hasil pengamatan P.leucomystax betina di Daerah Pembibitan Waktu Aktivitas Substrat Cuaca Rh

(%)

Suhu

(oC) Keterangan 08.00 Bergerak Serasah Gerimis 89 26,1

Katak bergerak

sejauh 29,83m 11.00 Bergerak Serasah Cerah 90 28,3

14.00 Istirahat/tidur Serasah Cerah 95 27,3 17.00 Istirahat/tidur Serasah Mendung 95 26,8

20.00 Diam Serasah Tidak

hujan 87 27,9

23.00 Diam Serasah Gerimis 87 26,1

02.00 Bergerak Serasah Tidak

hujan 88 25,9 05.00 Bergerak Daun

talas

Tidak

hujan 84 24,7 08.00 Bergerak Daun

talas Cerah 95 26,4

Keterangan : Berat Katak : 8,76 gram Jenis kelamin : Betina SVL : 46,89 mm Berat Alat : 1,85 gram Satwa lain : Hylarana chalconota


(6)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 31

3. Daerah Pinggiran Hutan

Tabel . Hasil pengamatan P.leucomystax jantan di Daerah Pinggiran Hutan Waktu Aktivitas Substrat Cuaca Rh

(%)

Suhu

(oC) Keterangan 08.00 Istirahat/tidur Serasah Cerah 80 24,3

Katak bergerak

sejauh 18,15m 11.00 Istirahat/tidur Tanaman

lili paris Cerah 76 29,1 14.00 Istirahat/tidur Tanah Cerah 68 33,6 17.00 Istirahat/tidur Tanah Cerah 81 29,1 20.00 Bergerak Serasah Bulan

purnama 89 26,5

23.00 Diam Serasah Bulan

purnama 89 25,8 02.00 Bergerak Serasah Bulan

purnama 83 23,9 05.00 Bergerak Serasah Hujan 81 24,1 08.00 Bergerak Serasah Gerimis 79 25,6

Keterangan : Berat Katak : 6,94 gram Jenis kelamin : Jantan SVL : 39,41 mm Berat Alat : 1,73 gram Satwa lain : Tidak ada

Tabel . Hasil pengamatan P.leucomystax betina di Daerah Pinggiran Hutan Waktu Aktivitas Substrat Cuaca Rh

(%)

Suhu

(oC) Keterangan 08.00 Diam Serasah Gerimis 84 24,8

Katak bergerak

sejauh 48,71m

11.00 Diam Serasah Cerah 67 30,1

14.00 Bergerak Serasah Gerimis 88 26,6 17.00 Bergerak Serasah Mendung 95 26,1 20.00 Bergerak Serasah Bulan

purnama 79 27,5 23.00 Bergerak Serasah Bulan

purnama 86 25,9 02.00 Bergerak Serasah Tidak

hujan 80 23,8

05.00 Diam Serasah Tidak

hujan 81 24,2 08.00 Bergerak Serasah Cerah 89 25,6

Keterangan : Berat Katak : 8,16 gram Jenis kelamin : Betina SVL : 46,75 mm Berat Alat : 1,53 gram Satwa lain : Monomorium sp


(7)

32

Lampiran 5. Perhitungan Persentase Penggunaan Mikrohabitat pada

P.leucomystax

Mikrohabitat yang digunakan oleh katak P.leucomystax selama pengamatan antara lain : serasah, rumput, tanaman herba, dan tanah. Persentase penggunaan mikrohabitat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

% Penggunaan mikrohabitat = � ℎ � �� � ℎ �

� ℎ � � � ℎ � x 100%

Katak P.leucomystax Mikrohabitat (x) Total

Serasah Rumput Tumbuhan herba Tanah

Jantan di pemukiman 6 - - 3 9

Betina di pemukiman - 2 5 2 9

Jantan di pembibitan 2 3 3 1 9

Betina di pembibitan 7 - 2 - 9

Jantan di pinggiran

hutan 6 - 1 2 9

Betina di pinggiran

hutan 9 - - - 9

Total 30 5 11 8 54

Hasil Persentase Mikrohabitat % Mikrohabitat Serasah = 30

54 x 100% = 55,6% % Mikrohabitat Rumput = 5

54 x 100% = 9,3% % Mikrohabitat Tanaman herba = 11

54 x 100% = 20,3% % Mikrohabitat Tanah = 8

54 x 100% = 14,8%

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa mikrohabitat yang paling disukai oleh katak

P.leucomystax di kawasan TWA/CA Sibolangit, Sumatera Utara adalah serasah

dengan persentase 55,6%, dan yang paling jarang digunakan selama pengamatan adalah rumput dengan persentase sebesar 9,3%.


(8)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 33 Lampiran 6. Perhitungan Persentase Aktivitas pada katak Polypedates

leucomystax.

Persentase penggunaan mikrohabitat dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

% Aktivitas katak = � ℎ � �

� ℎ � � � � x 100%

Perhitungan Aktivitas Katak Polypedates leucomystax Pada Siang Hari

Katak P.leucomystax Aktivitas (x) Total

Istirahat Diam Bergerak

Jantan di pemukiman 3 1 1 5

Betina di pemukiman - 2 3 5

Jantan di pembibitan 3 1 1 5

Betina di pembibitan 2 1 2 5

Jantan di pinggiran

hutan 4 - 1 5

Betina di pinggiran

hutan - 2 3 5

Total 12 7 11 30

Hasil Persentase Aktivitas % Aktivitas Istirahat = 12

30 x 100% = 40% % Aktivitas Diam = 7

30 x 100% = 23,3% % Aktivitas Bergerak = 11

30 x 100% = 36,7%

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa Aktivitas yang paling sering dilakukan oleh katak P.leucomystax di kawasan TWA/CA Sibolangit, Sumatera Utara adalah Aktivitas Istirahat dengan persentase 40%, dan yang paling jarang dilakukan selama pengamatan adalah Diam dengan persentase sebesar 23,3% pada siang hari.


(9)

34

Perhitungan Aktivitas Katak Polypedates leucomystax Pada Malam Hari

Katak P.leucomystax Aktivitas (x) Total

Istirahat Diam Bergerak

Jantan di pemukiman - 1 3 4

Betina di pemukiman - 2 2 4

Jantan di pembibitan - 3 1 4

Betina di pembibitan - 1 3 4

Jantan di pinggiran

hutan - 1 3 4

Betina di pinggiran

hutan - 1 3 4

Total 0 9 15 24

Hasil Persentase Aktivitas % Aktivitas Istirahat = 0

24 x 100% = 0% % Aktivitas Diam = 9

24 x 100% = 37,5% % Aktivitas Bergerak = 15

24 x 100% = 62,5%

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa Aktivitas yang paling sering dilakukan oleh katak P.leucomystax di kawasan TWA/CA Sibolangit, Sumatera Utara adalah Aktivitas Bergerak dengan persentase 62,5%, dan yang paling jarang dilakukan selama pengamatan adalah Istirahat dengan persentase sebesar 0% pada malam hari.


(10)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 35 Lampiran 7. Hasil Perhitungan Chi Kuadrat

1. Berdasarkan Total Pergerakan

Total Pergerakan Jantan Betina Total

≤ 37 m 3 1 4

≥ 37 m 0 2 2

Total 3 3 6

Ho : Total pergerakan jantan dan betina tidak sama selama 24 jam Ha : Total pergerakan jantan dan betina sama selama 24 jam A

O = 3

E = (3x4) : 6 = 2

B O = 1

E = (3x4) : 6 = 2

C O = 0

E = (3x2) : 6 = 1

D O = 2

E = (3x2) : 6 = 1 Derajat Kebebasan : (2-1) = 1

Taraf Kesalahan yang digunakan 5 % A

[(3-2) – 0,5]2 / 2 = 0,125

B

[(1-2) – 0,5]2 / 2 = 1,25 C

[(0-1) – 0,5]2 / 1 = 2,25

D

[(2-1) – 0,5]2 / 1 = 0,25 X2 hitung = 0,125 + 1,25 + 2,25 + 0,25 = 3,75

X2 tabel = 3,841

Karena X2 hitung < X2 tabel, yaitu 3,75 < 3,841, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya bahwa total pergerakan antara katak jantan dan katak betina tidak sama selama 24 jam.


(11)

36

2. Berdasarkan Nilai Alur Kelurusan

Total Pergerakan Jantan Betina Total

≤ 0,5 0 1 1

≥ 0,5 3 2 5

Total 3 3 6

Ho : Total pergerakan jantan dan betina menjauhi titik awal pengamatan Ha : Total pergerakan jantan dan betina tidak menjauhi titik awal pengamatan A

O = 0

E = (3x1) : 6 = 0,5

B O = 1

E = (3x1) : 6 = 0,5

C O = 3

E = (3x5) : 6 = 2,5

D O = 2

E = (3x5) : 6 = 2,5

Derajat Kebebasan : (2-1) = 1

Taraf Kesalahan yang digunakan 5 % A

[(0-0,5) – 0,5]2 / 0,5 = 2

B

[(1-0,5) – 0,5]2 / 0,5 = 0 C

[(3-2,5) – 0,5]2 / 2,5 = 0

D

[(2-2,5) – 0,5]2 / 2,5 = 0,4 X2 hitung = 2 + 0 + 0 + 0,4 = 2,4

X2 tabel = 3,841

Karena X2 hitung > X2 tabel, yaitu 2,4 > 3,841, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya bahwa pergerakan katak jantan maupun betina menjauhi titik awal pengamatan.


(12)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 37 Lampiran 8. Tabel X2


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Abrunhosa, P. A and H. Wogel. 2004. Breeding Behavior of the Leaf Frog

Phyllomedusa burmeiisteri (anura: Hylidae). Amphibia-Reptilia 25:

125-135.

Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor : Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Beard, K.H, S McCullough and AK Eschtruth. 2003. Quantitative assessment of habitat preferences for the Puerto Rican terrestrial frog, Eleutherodactylus

coqui. Journal of Herpetology 37 (1): 10 – 17.

Berry, P.Y. 1975. The Amphibians Fauna of Penincular Malaysia. Kuala Lumpur: Tropical Pr. 130 p.

Darmawan, B. 2008. Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat: Studi Kasus di Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabuparen Bungo, Provinsi Jambi [Skripsi]. Bogor : Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Denton, J.S, Beebee TJC. 1993. Summer and winter refugia ofnatterjacks (bufo

calamita) and common toads (bufo bufo) in Britain. Herpetological Journal

3, 90 – 94.

Dole, J. W. 1965. Summer Movements of Adult Leopard Frogs, Rana pipiens Schreber, in Northern Michigan. Ecology 46 (3): 236-255.

Duellman, W.E and L. Trueb. 1986. Biology of Amphibians. McGraw-Hill, New York, USA.

Goin, C. J., O. B. Goin and G. R. Zug. 1978. Introduction to Herpetology. W.H Freeman and Company. San Fransisco.

Halliday, T., Adler K. 2000. The Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. New York: Facts on File Inc.

Hernowo, J., B, R. Soekmadi dan Ekarelawan. 1991. Kajian Pelestarian Satwaliar di Kampus IPB Darmaga. Media Konservasi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hodkinson S, & Hero, J.M. 2001. Daily Behaviour and Microhabitat use of the

Waterfall Frogs, Litoria nannotis in Tully Gorge, Eastern Australia.

Journal of Herpetology 35 (1): 116 – 120.

Hofrichter, R. 2000. The Encyclopedia of Amphibians. Weltbild Verlag GmbH. Augsburg. 264.

Inger, R. F and R. B. Stuebing. 1997. A Field Guide to The Frogs of Borneo.


(14)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 24 Irawan, F. 2008. Preferensi Habitat Berbiak Katak Pohon Bergaris (Polypedates

Leucomystax Gravenhorst 1829) di Kampus IPB Dramaga Bogor. Bogor :

Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.

Iskandar, D.T. 1998. Amfibi Jawa dan Bali: Seri Panduan Lapangan. Bogor: Puslitbang Biologi-LIPI. Hlm 117.

Iskandar, D. T. and E. Colijn. 2000. Preliminary Checklist of Southeast Asian and New Guinean Herpetofauna: Amphibians. Treubia 31 (3): 1-133.

Lemckert, F. 1999. An Assessment of The Impacts of Selective Logging Operations on Amphibian Diversity in a Forested Area of Northern New South Wales. Biological Conservation 89: 321-328.

Lemckert, F. & Brassil. T. 2000. Movement and Habitat Use of The Endangered Giant Barred River Frog (Mixophyes iteratus) and The Implications for Its Conservation in Timber Production Forests. Biological Conservation 96: 177 – 184.

Martof, B. 1953. Home Range and Movements of The Green Frog, Rana

clamitans. Ecology 34 (3): 529-543.

Mistar. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser. Bogor: The Gibbon Foundation & PILI-NGO Movement.

Mistar. 2008. Panduan Lapangan Amfibi & Reptil di Areal Mawas Propinsi

Kalimantan Tengah (Catatan di Hutan Lindung Beratus). Kalimantan :

The Borneo Orang utan Survival Foundation.

Nuraini, L.R. 2009. Penurunan Populasi Amfibi Dunia: Apa Penyebab Dan Upaya Pencegahannya. Bogor : Departemen Konsevasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Roy, D. 1997. Communication Signals and Sexual Selection in Amphibians.

Current Science 72 12): 923-927.

Schwarzkopf, L. & Alford. R.A. 2002. Nomadic Movement in Tropical Toads. Oikos 96: 492 – 506.

Sholihat, N. 2007. Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga [Skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Siregar, A. J. 2010. Jenis dan Komposisi Komunitas Amfibi di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit dan Desa Sembahe Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara [Skripsi]. Medan: Universitas Sumatera Utara, Program Sarjana.

Stebbins, R.C. & Cohen, N.W. 1995. A Natural History of Amphibians. Princeton. University Press. New Jersey.


(15)

25

Susanto, I.D. 2011. Penggunaan Metode Spool Track Dalam Menelaah Pola Pergerakan Harian Katak Bertanduk (Megophrys montana) Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.


(16)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember2014 sampai April 2015 di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit di Desa Sembahe, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara (Lampiran 1), dan di Laboratorium Sistematika Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini ialah headlamp, kompas, kamera digital, cutter, palet plastik, botol obat, benang katun, kantong plastik, buku identifikasi, termometer, refraktometer, GPS (Global Position system), kertas milimeter, mistar/penggaris, jangka sorong, meteran tanah, selotip paralon, gunting, timbangan digital, alat tulis, dan tally sheet. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah katak Polypedates leucomystax, lem plastik, korek api, sedotan, dan kertas mika.

3.3 Deskripsi Area

Taman Wisata Alam Sibolangit secara administrasi pemerintahan berada di Desa Sibolangit, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Kawasan ini terletak di sebelah selatan Kota Medan sekitar 35 km dari Medan dan 15 km dari Kota Brastagi dengan luas kawasan sekitar 120 Ha, yang terbagi atas Tawan Wisata Alam seluas 24,85 Ha dan Cagar Alam seluas 95,15 Ha dengan ketinggian 550 m dpl.

3.4 Metode Penelitian

3.4.1 Pembuatan Spool track (Dole, 1965)

Metode yang dipakai dalam penelitian adalah metode spool track. Inti dari penggunaan spool track ialah mengikuti pergerakan katak dengan


(17)

10

menggunakantali. Metode ini memakai alat yang terdiri dari sedotan (untuk jantan) atau palet dari plastik (untuk betina) untuk tempat menggulung benang, kertas mika (untuk jantan) atau tempat obat (untuk betina) untuk tempat gulungan benangdan benang katun yang dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkanalat yang dapat mendeteksi pergerakan harian dari P. leucomystax dengan cara mengikuti benang dari spool track.

Cara pembuatan spool track ialah benang digulung sepanjang kurang lebih 100 meter dalam sedotan yang sudah dipotong dan diberi pembatas kertas mika. Sedotan yang sudah dibentuk tersebut diletakkan di dalam selongsong yang terbuat dari kertas mika atau di dalam potongan botol obat yang berfungsi agar saat benang terurai tidak akan membelit katak. Dalam penelitian ini, benang yang digunakan ialah benang katun atau benang jahit biasa yang berwarna cerah. Hal ini dilakukan karena benang katun lebih mudah lapuk sehingga jika ada katak yang tidak dapat ditemukan kembali maka benang akan lepas dengan sendirinya. Setelah itu, alat tersebut ditutup dengan benang katun. Penutupan palet dilakukan untuk menghindari benang yang terurai ketika katak bergerak. Palet yang telah digulung dengan benang dan diberi wadah nantinya akan diikatkan pada punggung katak dengan menggunakan selotip paralon. Pemilihan selotip paralon sebagai bahan pengikat alat karena jenis ini elastis dan tidak terlalu menyakiti katak yang dipakaikan alat. Berat alat ini harus kurang dari 10 % dari berat tubuh

katak Polypedates leucomystax. Semua kegiatan pembuatan alat Spool Track dilakukan di Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3.4.2 Pengambilan Sampel Katak

Katak Polypedates leucomystax yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 6 ekor katak Polypedates leucomystax dewasa yang terdiri dari 3 ekor katak jantan dan 3 ekor katak betina. Untuk pengambilan sampel katak

Polypedates leucomystax sendiri dilakukan dengan metode Visual Encounter Survey-Night Stream (VES-NS), Kemudian katak Polypedates leucomystax yang

didapatkan akan ditimbang berat badannya, SVL (Snout Vent Lenght), dan Jenis kelamin serta dicatat juga faktor fisik lingkungan sebagai data awal penelitian.


(18)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 3.4.3 Pemasangan Alat Pada Katak

Setelah didapatkan katak yang sesuai, katak akan dipasangkan alat Spool

track di bagian dorsal katak dengan berat alat tidak lebih dari 10% bobot tubuh

katak Polypedates leucomystax karena dapat mengganggu pergerakan bahkan dapat menyebabkan kematian. Kemudian setelah pemasangan alat, katak

Polypedates leucomystax diletakkan di masing-masing titik pengamatan.

3.4.4 Penentuan Titik Penelitian

Penentuan titik penelitian ini dilakukan secara Purposive Random

Sampling yaitu pada 3 titik pengamatan yang dianggap terkena dampak dari

pembangunan fisik di Tawan Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara.

3.4.5 Pengamatan Pola Pergerakan Katak

Setelah katak diberi perlakuan, kemudian katak dilepas kembali di titik yang telah ditentukan dan diamati pergerakannya melalui jejak tali yang ditinggalkan dari pergerakan katak setiap 3 jam selama 24 jam. Pola pergerakan dilihat dari benang yang ditinggalkan oleh katak. Dicatat data katak yang diperoleh setiap 3 jam yang meliputi antara lain koordinat titik terakhir, dan jarak pergerakan katak dari titik awal pengamatan.

3.4.6 Penggunaan Mikrohabitat oleh P. leucomystax

Selain data pergerakan katak, data mengenai mikrohabitat katak yang digunakan serta akivitas yang dilakukan setiap lokasi ditemukannya jenis katak tersebut juga perlu dicatat untuk mengetahui seberapa besar peran mikrohabitat dalam mendukung keberadaan dari P. leucomystax. Beberapa data mikrohabitat yang dicatat yaitu vegetasi dominan, suhu udara, pH air, dan penutupan oleh vegetasi atau obyek lain dan data khusus lainnya.

3.5 Analisis Data

Data yang didapatkan dianalisis dalam bentuk deskriptif dan kuantitatif. Untuk data mikrohabitat dari P. leucomystax akan dianalisis dan dijelaskan secara deskriptif atau dalam bentuk tabel berupa lokasi katak ditemukan, jenis kelamin,


(19)

aktivitas katak saat ditemukan, serta substrat yang digunakan katak saat ditemukan.

Untuk pergerakan katak akan dianalisa secara terpisah untuk setiap jenis kelamin. Analisis dilakukan secara kuantitatif yaitu untuk melihat net

displacement dan nilai alur kelurusan dari pergerakan (straightness of themovement trail). Net displacement yaitu jarak yang ditempuh katak selama

24jam. Net displacement diperoleh berdasarkan pengukuran titik dari interval akhir dan awal selama periode 24 jam. Nilai alur kelurusan diperoleh dengan menghitung rasio dari jarak kumulatif total katak bergerak selama 24 jam dengan jarak antara titik awal ke titik akhir pengamatan (Schwarzkopf dan Alford 2002). Nilai alur kelurusan digunakan untuk melihat pola pergerakan katak selama 24 jam, apakah bergerak menjauhi titik awal atau hanya bergerak di sekitar titik awal saja. Nilai alur kelurusan adalah 0–1, dimana 1 mengindikasikan katak bergerak ke luar dalam pola alur lurus, sementara 0 menunjukkan tidak adanya pergeseran.

Nilai alur kelurusan = Total jarak antara titik awal ke titik akhir Jarak kumulatif total pergerakan katak

Selain itu, dilakukan pula uji hipotesis dengan menggunakan metode penghitungan chi kuadrat, dengan rumus :

χ2 hitung = (O−E) 2 � Dimana : χ2

: Chi kuadrat

E : Frekuensi yang diharapkan O : Frekuensi yang diobservasi Apabila χ2hitung lebih besar daripada χ2

tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Keterangan :

H0 : Pola pergerakan katak tidak menjauhi titik awal pengamatan. Ha : Pola pergerakan katak menjauhi titik awal pengamatan.


(20)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pola Pergerakan P.leucomystax

Dari hasil pengamatan pola pergerakan P. leucomystax, terlihat bahwa terdapat perbedaan antara pola pergerakan dari masing-masing katak. Pola pergerakan harian katak P. leucomystax bersifat acak dan tidak teratur baik pada katak jantan maupun katak betina, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.

Katak Jantan di pemukiman Katak Betina di pemukiman

Katak Jantan di Pembibitan Katak Betina di Pembibitan

Katak Jantan di Pinggiran Hutan Katak Betina di Pinggiran Hutan Gambar 2. Pola Pergerakan Katak P.leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar


(21)

14

Hal ini diasumsikan bahwa pola pergerakan katak tergantung dari kondisi habitat dan komponen-komponen yang mendukung kehidupan katak seperti jauh tidaknya katak dari lokasi air, tempat mencari makan, dan vegetasi sebagai tempat untuk berlindung dari predator dan kenyamanan dalam bersarang. Selama pengamatan juga terlihat bahwa pergerakan katak pada siang hari akan lebih dominan mencari vegetasi sebagai naungan dan adapula yang mendekati genangan-genangan air di sekitar lokasi pengamatan berupa genangan air hujan dan rembesan air dari parit jalan.

Hal ini didukung oleh Lemckert dan Brassil (2000) yang menyatakan, tempat berlindung katak biasanya terdapat pada daerah tertutup seperti serasah atau dalam akar tanaman serta dekat genangan air. Daerah tersebut menjadi daerah berlindung dari predator dan kekeringan dan dapat digunakan sebagai naungan. Walaupun beberapa katak bersembunyi di bawah serasah, sebagian besar katak akan merubah posisinya ketika pelindung kepalanya terbuka. Hasil penelitian Sholihat (2007) juga menyebutkan sumber air dan keberadaan vegetasi merupakan komponen paling penting bagi siklus kehidupan P. leucomystax, dimana terlihat katak jantan yang ditemukan berada di sekitar sumber air yang terdapat di lokasi penelitian baik yang alami dan buatan dan untuk katak betina lebih sering ditemukan berada jauh dari sumber air namun ada juga beberapa katak betina yang ditemukan di dekat sumber air, diduga katak betina ini akan kawin sehingga bergerak mendekati sumber air.

Selain itu dari hasil total pergerakan katak P. leucomystax terlihat juga perbedaan total jarak pergerakan yang signifikan yang dilakukan katak selama 24 jam antara katak jantan maupun katak betina, dimana katak P. leucomystax betina pergerakannya lebih luas dibandingkan dengan katak P. leucomystax jantan. Hal ini karena katak jantan cenderung akan menetap pada satu lokasi untuk mempertahankan teritorinya dari katak jantan lainnya, sedangkan untuk katak betina pada umumnya akan melakukan pergerakan lebih jauh untuk mencari pasangan serta tempat yang nyaman untuk bersarang dan meletakkan telurnya ketika berbiak nantinya sehingga terhindar dari predator. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.


(22)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 15 Tabel.2. Pergerakan P. leucomystax di TWA/CA Sibolangit.

Lokasi Individu Total Pergerakan (m)

Jarak dari posisi awal-akhir (m)

Nilai Alur Kelurusan Daerah

Pemukiman

Jantan 20,73 10,81 0,52

Betina 44,87 7,77 0,17

Daerah Pembibitan

Jantan 29,83 21,92 0,74

Betina 10,86 9,13 0,84

Pinggiran hutan

Jantan 18,15 10,8 0,59

Betina 48,71 32,54 0,67

Dari hasil perhitungan yang tertera pada tabel.2. dapat dilihat bahwa hasil nilai alur kelurusan dari masing–masing katak lebih besar dari 0,5. Ini menunjukkan bahwa katak bergerak menjauhi titik awal pengamatan. Hal ini disebabkan adanya gangguan di habitat awal katak berupa kegiatan manusia seperti membuka lahan untuk pembibitan, pembangunan fisik, dan kurangnya tempat berlindung dari predator ataupun kelembaban yang kurang tepat untuk tubuh katak. Selain itu hal ini dapat dikarenakan katak mencari sumber air terdekat ataupun tempat–tempat yang memiliki kelembaban dan suhu yang sesuai dengan kondisi tubuh katak untuk menghindari kulitnya dari kekeringan. Secara umum pada siang hari pun katak Polypedates leucomystax tidak akan berada jauh dari sumber air, hal ini juga dapat terlihat dari ditemukannya katak Polypedates

leucomystax lain di dekat sumber air (Gambar 3) saat melakukan pengamatan.

Gambar 3. Katak P. leucomystax lain yang ditemukan di sumber air.

Kondisi seperti panas pada siang hari merupakan salah satu contoh yang membuat katak bergerak mencari tempat yang cocok agar terhindar dari masalah


(23)

16

kekeringan. Berdasarkan hasil pengamatan pada siang hari dengan kelembaban berkisar antar 68 – 95 % katak berusaha mencari tempat yang lebih nyaman untuk melindungi dirinya dari cahaya matahari. Sebagai contoh katak jantan di lokasi pinggiran hutan masuk ke bawah serasah untuk melindungi dirinya begitu juga dengan katak betina yang berada di lokasi pembibitan melindungi dirinya dengan bersembunyi di balik serasah dibawah daun talas dan pada malam hari katak mulai kembali bergerak dan beraktivitas.

Hal ini juga dapat terlihat dari hasil perhitungan Chi kuadrat nilai alur kelurusan dengan nilai Chi kuadrat hitung lebih kecil dibandingkan dengan Chi kuadrat tabel (2,4 < 3,841) (Lampiran 7), dengan begitu pergerakan katak P.

leucomystax jantan dan betina menjauhi titik awal pengamatan. Beberapa katak

tertentu tidak menjauhi titik awal pengamatan seperti pada katak betina di daerah pemukiman. Hal ini dapat dikarenakan di daerah tersebut terdapat makanan yang memadai untuk katak tersebut, oleh karena itu katak betina di daerah pemukiman tidak melakukan pergerakan yang menjauhi titik awal pengamatan.

Menurut Dole (1965) banyak dari pergerakan yang pendek dari sarang dan kembali lagi dapat diartikan sebagai perjalanan mencari makanan. Sebagai contoh, bila terdapat serangga atau mangsa lain yang terlihat oleh katak, katak akan mengikuti mangsa sampai tertangkap atau lepas, kemudian akan mundur ke posisi semula. Selanjutnya Hodgkinson dan Hero (2001), menambahkan kebanyakan amfibi adalah hewan penetap dengan pergerakan terbatas hanya berkisar antara 10–100m.

Dari hasil pengamatan total pergerakan pada Tabel 2. dapat terlihat bahwa total pergerakan katak betina lebih jauh dibandingkan dengan katak jantan. Hal ini diasumsikan karena katak jantan lebih cenderung menetap pada suatu habitat untuk mempertahankan teritori atau wilayah jelajahnya dari katak jantan lainnya dan akan mencari makanan di sekitar wilayah teritorinya saja, sementara untuk katak betina pada umumnya akan melakukan pergerakan yang lebih jauh untuk mencari makanan yang lebih banyak jika dikaitkan dengan ukuran badan betina yang lebih besar daripada jantan dan untuk mencari pasangan pada saat musim berbiak nanti. Menurut Abrunhosa dan Henrique (2004), Pada banyak anura perilaku menjaga daerah teritori terjadi pada saat adanya interaksi antar pejantan


(24)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 17 yang umumnya dapat diselesaikan di kolam yaitu dengan bersuara (menunjukkan keberadaan, kepemilikan teritori dan atau panggilan pada saat berjumpa) namun kalau tidak berhasil, diselesaikan dengan perkelahian fisik.

. Atas dasar ini Sholihat (2007) menyatakan, bahwa pola pergerakan katak jantan cenderung hanya berada di sekitar genangan air sedangkan pada katak betina memiliki pola pergerakan yang lebih luas dan hanya akan ditemukan di sekitar genangan air apabila sedang musim berbiak. Ini didukung dengan pernyataan Lemckert dan Brassil (2000), pergerakan katak betina lebih luas dibandingkan dengan katak jantan, diduga karena jantan “terikat” dengan daerah bersuaranya. Hal ini juga didukung dari hasil chi kuadrat menunjukkan Chi kuadrat hitung masih lebih kecil dibandingkan dengan Chi kuadrat tabel (3,75 < 3,841) (Lampiran 7). Dimana ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jarak pergerakan yang signifikan dari katak P. leucomystax jantan dan katak P.

leucomystax betina.

Dari hasil penelitian, diketahui pergerakan katak betina di lokasi pembibitan lebih pendek dibandingkan dengan katak jantan, hal ini diasumsikan karena luka yang terdapat pada pangkal paha dari katak betina setelah pemasangan alat selama 24 jam (Gambar 4). Luka tersebut disebabkan ikatan pada katak terlalu ketat sehingga melukai katak ketika bergerak, selain itu luka yang diakibatkan dari alat juga menghambat pergerakan katak.

Menurut Dole (1965) alat spool track yang terlalu ketat akan mempengaruhi kemampuan berenang katak dan mengacaukan pergerakannya dalam penelitian ini, katak betina di lokasi pembibitan. Hal ini serupa dengan pendapat Susanto (2011), pemasangan alat yang lebih kencang dapat menyebabkan luka. Selain itu perlu juga diperhatikan tempat alat diikatkan, dimana alat harus diikat di bagian pinggang karena apabila dilakukan pengikatan di bagian dada, alat akan turun ke pinggang sehingga pengikatnya menjadi longgar dan mudah untuk lepas. Selanjutnya menurut hasil penelitian Dole (1965), terkadang tali pengikat membuat kulit katak teriritasi pada bagian pangkal paha dan dada, sehingga kesesuaian alat juga merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam metode Spool track ini untuk mengurangi kecacatan alat dan untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dan lebih spesifik.


(25)

18

Gambar 4. Bekas luka pada pangkal paha katak setelah 24 jam pemasangan alat.

4.2. Penggunaan Mikrohabitat P. leucomystax di TWA/CA Sibolangit

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa siang hari biasanya katak berada di tempat–tempat yang terlindungi dari cahaya matahari dan predator, seperti di bawah serasah, di balik daun talas, di parit pinggir hutan, di bawah rerumputan, ataupun di sela–sela tumbuhan bawah (Tabel 3 dan Lampiran 4). Hal ini dikarenakan daya dukung habitat yang ditempati dari katak harus sesuai sebagai tempat berlindung dari kekeringan dan predator seperti suhu dan kelembaban yang sesuai dengan tubuh katak serta terdapat banyak serangga seperti, rayap, semut, belalang,dan serangga kecil lainnya sebagai sumber makanan dari katak.

Tabel.3. Mikrohabitat dan Aktivitas P. leucomystax di TWA/CA Sibolangit

Lokasi Individu Aktivitas Substrat

Daerah Pemukiman

Jantan Bergerak, diam Serasah, dan rumput Betina Diam, bergerak Daun tanaman lili paris,

dan rumput Daerah

Pembibitan

Jantan Diam, bergerak, Istirahat

Daun tanaman lili paris, dan rumput

Betina Bergerak Serasah, dan Tumbuhan

talas Pinggiran

hutan

Jantan Bergerak, Istirahat Serasah, daun tanaman lili paris, dan semak

Betina Diam, bergerak Serasah

Dari hasil pengamatan aktivitas P. leucomystax di lokasi penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar katak melakukan aktivitas yang hampir sama. Pada siang hari umumnya katak akan lebih banyak diam atau istirahat dan akan lebih banyak bergerak pada malam hari. Hal ini juga terlihat dari hasil penelitian bahwa


(26)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU 19 aktivitas katak P. leucomystax yang paling sering dijumpai adalah tidur/istirahat (40%) pada siang hari dan bergerak (62,5%) pada malam hari (Lampiran 6).

Menurut Duellman dan Trueb (1986), kebanyakan amfibi bersifat nokturnal (aktif pada malam hari) dan memiliki shelter (tempat berlindung) yang basah sepanjang hari dan mulai aktif hanya pada malam hari. Sedangkan pada siang hari mereka bersembunyi di tempat yang lembab dengan tujuan untuk menghindari kondisi suhu yang tinggi dengan kelembaban atmosfer yang rendah Duellman dan trueb (1986) juga menambahkan bahwa amfibi mempunyai daya adaptasi untuk mengatasi kehilangan cairan dalam tubuh dengan menjadi nokturnal dan berlindung di siang hari. Selain itu Menurut Sholihat (2007), katak tidak hanya bersembunyi di siang hari untuk melindungi dirinya dari kekeringan. Pada saat hujan pun katak akan mengubah posisinya lebih masuk ke daerah yang terlindung dari air hujan, baik yang ada di sekitar tanaman bawah, tumpukan serasah, maupun kolam.

Dari hasil pengamatan mikrohabitat P. leucomystax di TWA/CA Sibolangit dapat dilihat bahwa penggunaan mikrohabitat tidak terlalu berbeda antara siang dan malam hari. Dimana katak mencari tempat yang memiliki kelembaban yang cukup tinggi untuk proteksi diri dari kekeringan, diantaranya pada daerah yang banyak ditumbuhi oleh tumbuhan herba (Gambar 5). Ini juga dapat dilihat dari hasil pengamatan, persentase penggunaan mikrohabitat tertinggi yang paling sering digunakan katak adalah serasah sebesar 55,6% dan yang paling jarang digunakan katak adalah rumput sebesar 9,3% (Lampiran 5). Salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan mikrohabitat sendiri adalah faktor makanan seperti serangga, dimana pada umumnya serangga banyak dijumpai pada serasah maupun tumbuhan herba sehingga katak lebih menyukai serasah dan tumbuhan herba sebagai mikrohabitatnya.

Hal ini didukung oleh pernyataan Sholihat (2007), ada beberapa jenis invertebrata yang aktif pada malam yang menjadi makanan katak seperti belalang, nyamuk, semut, jangkrik. Serangga tersebut dijumpai di sekitar rerumputan, dan tumbuhan bawah, sehingga katak lebih dominan menyukai tempat tersebut sebagai mikrohabitatnya. Schwarzkof dan alford (2002) juga menyatakan, amfibi tinggal pada lingkungan dengan distribusi sumberdaya yang merata. Kondisi


(27)

20

tersebut menunjukkan perpindahan yang teratur antara daerah mencari makanan, tempat berlindung, dan perkawinan.

Gambar 5. Tempat bersembunyi P. leucomystax di tumbuhan herba di daerah pembibitan(kiri) dan di rerumputan di daerah pemukiman(kanan).

Selain faktor makanan, habitat sebagai tempat berlindung seperti serasah dan tumbuhan herba merupakan tempat yang paling sering digunakan katak pada siang hari untuk melindung tubuhnya dari kekeringan dan gangguan dari predator. Selain itu di sekitar termpat berlindung katak juga harus terdapat genangan air yang cukup luas untuk katak dapat berbiak. Karena menurut Duellman dan Trueb (1986), konsentrasi katak di sekitar air sangat erat hubungannya dengan ketergantungan amfibi terhadap air terutama saat berkembang biak. Suhu air juga berperan dalam proses tumbuh-kembang berudu untuk bermetamorfosis menjadi katak dewasa.

Terlepas dari habitat tempat berlindung katak, Aktivitas amfibi juga sangat bergantung pada kondisi lingkungannya, termasuk dalam hal berbiak. Di daerah tropika basah, umumnya anura memiliki pola reproduksi yang terus menerus sepanjang tahun (Duellman dan Trueb, 1986). Faktor yang berkaitan dengan pola aktivitas berbiak amfibi salah satunya adalah curah hujan, termasuk intensitas dan lamanya periode curah hujan (Berry, 1975).


(28)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara didapat kesimpulan :

a. Pola pergerakan katak P.leucomystax baik jantan maupun betina bersifat acak dan tidak teratur. Pergerakan katak terjauh pada tiga lokasi pengamatan dijumpai pada katak P.leucomystax betina di lokasi pinggiran hutan dengan jarak 48,71m dengan nilai alur kelurusan 0,67 dan pada katak P.leucomystax betina di lokasi pemukiman dengan jarak 44,87m dengan nilai alur kelurusan 0,17, sedangkan untuk lokasi pembibitan pergerakan terjauh dijumpai pada katak jantan dengan jarak 29,83m dengan nilai alur kelurusan 0,74.

b. Aktivitas yang paling sering dijumpai pada katak jantan maupun betina adalah tidur/istirahat (40%) pada siang hari dan bergerak pada malam hari (62,5%).

c. Hasil pengamatan menunjukkan persentase mikrohabitat yang paling sering digunakan katak Polypedates leucomystax adalah serasah basah yaitu sebesar 55,6%, tanaman herba sebesar 20,3%, tanah sebesar 14,8%, dan rumput sebesar 9,3%.

5.2. Saran

a. Sebaiknya penelitian menggunakan metode spool track digunakan untuk ukuran katak yang cukup besar (>10 gram). Selain itu perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk melihat efektivitas alat untuk jangka waktu yang panjang (> 24 jam).

b. Desain alat pada metode pemasangan tali perlu diperhatikan dengan menggunakan alat lebih ringan dan sesuai dengan ukuran dan bentuk tubuh katak.


(29)

22

c. Saat mendesain alat, perlu diupayakan agar benang tidak mengikat pada alat penggulungnya. Sehingga ketika katak berada pada lokasi yang tidak memungkinkan untuk melepas atau mengganti benang yang habis pada alat yang diikatkan pada punggung katak, benang akan terlepas dengan sendirinya.

d. Untuk mendapatkan hasil yang lebih signifikan perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pola pergerakan harian jenis ini dengan menggunakan alat ataupun metode yang lain.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Taksonomi

Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata, Class : Amfibia, Ordo : Anura, Famili : Rhacophoridae, Sub-Famili : Rhacophorinae, Genus : Polypedates, Spesies : Polypedates leucomystax Gravenhorst 1829, (Polypedates rugosus Duméril & Bibron 1841), (Polypedates

teraiensis Dubois 1987).

Di Indonesia, suku Rhacophoridae terbagi kedalam 5 marga yaitu:

Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), Rhacophorus (20

jenis) dan Theloderma (2 jenis). Suku Rhacophoridae merupakan keluarga katak pohon di Indonesia menggantikan suku Hylidae yang tersebar luas di dunia (Iskandar 1998)

Untuk suku Rhacophoridae dari seluruh jenis suku Rhacophoridae yang ada di Indonesia, hanya ada 8 jenis yang dapat ditemukan di Pulau Jawa. Sementara itu untuk marga Polypedates terdiri atas 13 jenis di dunia dan hanya ada lima jenis yang terdapat di Indonesia. Salah satu dari kelima spesies itu, yang umum ditemukan yang memiliki penyebaran luas adalah dari spesies katak pohon bergaris Polypedates leucomystax (Iskandar 1998). Polypedates leucomystax merupakan jenis katak pohon yang telah mengalami domestikasi sehingga juga dapat ditemukan di daerah pemukiman karena memiliki toleransi hidup yang tinggi sehingga tidak heran katak pohon spesies ini dapat ditemukan dibanyak tipe habitat.

2.2 Morfologi

Marga Polypedates pada umumnya dicirikan dengan ada tidaknya lipatan cincin di ujung jari kaki depan, dan tekstur kulit halus, semua anggotanya adalah


(31)

5

penghuni hutan primer maupun sekunder dataran rendah kecuali Polypedates leucomystax yang telah berasosiasi dengan lingkungan manusia (Mistar, 2008). Polypedates leucomystax dewasa memiliki perberdaan warna tubuh dengan

individu muda. Individu dewasa umumnya berwarna coklat kekuningan, dengan satu warna atau bintik hitam. Katak dewasa memiliki enam atau empat garis longitudinal yang jelas memanjang dari kepala sampai ujung tubuh (Berry 1975) sedangkan individu muda memiliki warna tubuh yang pudar.

Gambar.1. Perbedaan kulit pada Polypedates leucomystax.(Mistar,2008) Pada umumnya ukuran tubuh pada amfibi jantan selalu lebih kecil dibandingkan dengan ukuran tubuh betinanya. Berdasarkan beberapa pustaka ukuran panjang tubuh (snout vent lenght = SVL) P. leucomystax disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan ukuran panjang tubuh/ SVL katak pohon bergaris.

Pencacah Snout vent lenght (mm)

Jantan Betina Jantan & betina

Liem (1971) 48,2 55,0 – 65,8 -

Berry (1975) - - 50 – 80

Inger & stuebing(1997) 37-50 57 – 75 -

Iskandar (1998) 50 80 -

Yuliana (2000) - - 22,6 – 67,3

Sholihat (2007) 48,8 – 54,5 70,9 – 88,9 -

Polypedates leucomystax pada umumnya berwarna cokelat keabu – abuan dengan sedikit unsur kekuningan. Pada kondisi yang alami, perubahan warna pada amfibi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya suhu. Kenaikan suhu, cahaya matahari yang terlalu kuat atau suhu udara kering menyebabkan warna berkilau, sedangkan penurunan suhu, kurangnya cahaya, serta kelembaban yang tidak tentu menyebabkan warna gelap (Hofrichter, 2000).


(32)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Katak pohon spesies ini berukuran panjang antara 45-85 mm, kepala segitiga, mata relatif besar. Tubuh berwarna coklat kayu pada bagian punggung dan coklat pada bagian kepala, mempunyai garis coklat tua mulai dari belakang mata menutupi timpanum, dan menipis ke arah belakang terus memanjang tepi punggung. Kadang-kadang mempunyai sepasang garis hitam pada bagian punggung. Hidup dalam hutan primer maupun hutan sekunder. Umum dijumpai pada habitat kolam-kolam kecil dalam jumlah banyak, di hutan sekunder pada vegetasi bagian bawah, berasosiasi dengan Rhacophorus pardalis, Polypedates otilophus (Mistar,2008).

2.3 Habitat dan ekologi

Berdasarkan kebiasaan hidupnya amfibi dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yakni :

a) Teresterial, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya berada di lantai hutan,

jarang sekali berada pada tepian sungai, memanfaatkan genangan air atau di kolam di lantai hutan serta di antara serasah daun yang tidak berair tetapi mempunyai kelembaban tinggi dan stabil untuk meletakkan telur. Contohnya

Megophrys aceras, M. nasuta dan Leptobracium sp.

b) Arboreal, spesies-spesies amfibi yang hidup di pohon dan berkembang biak

digenangan air pada lubang-lubang pohon di cekungan lubang pohon, kolam, danau, sungai yang sering dikunjungi pada saat berbiak. Beberapa spesies arboreal mengembangkan telur dengan membungkusnya dengan busa untuk menjaga kelembaban, menempel pada daun atau ranting yang di bawahnya terdapat air. Contohnya seperti Rhacophorus sp, Philautus sp dan Pedostibes

hosii.

c) Aquatik, spesies-spesies yang sepanjang hidupnya selalu berada pada badan

air, sejak telur sampai dewasa, seluruh hidupnya berada pada perairan mulai dari makan sampai berbiak. Contohnya antara lain Occidozyga sumatrana dan Rana siberut.

d) Fossorial, spesies yang hidup pada lubang-lubang tanah, spesies ini jarang

dijumpai. Amfibi yang termasuk dalam kelompok ini adalah suku Microhylidae yaitu Kaloula sp dan semua jenis sesilia (Mistar, 2003).


(33)

Suku Rhacophoridae merupakan jenis katak yang kebiasaan hidupnya digolongkan ke dalam Arboreal. Berry (1975) menyebutkan bahwa P.

leucomystax merupakan salah satu katak yang umum ditemukan di sekitar daerah

Semenanjung Malaysia. Katak tersebut menempati banyak tipe habitat, tetapi lebih banyak ditemukan di sekitar habitat manusia, di kota dan pedesaan. Telurnya diletakkan pada buih yang sering terlihat di sekitar rumah pada tong, kolam, tong penampung air hujan atau di daun pada pepohonan yang terdapat saluran air di sekitarnya.

Katak jenis ini juga memiliki toleransi hidup yang tinggi, sehingga dapat ditemukan dihabitat ekstrim seperti kawasan padat penduduk. Menurut Inger dan Stuebing (1997) P. leucomystax merupakan jenis katak yang bisa hidup di habitat terganggu, dapat ditemukan dimanapun bahkan di dalam rumah, tetapi jarang ditemukan di hutan primer. Seperti halnya jenis amfibi lainnya, siklus hidupnya sangat berkaitan erat dengan ketersediaan air tawar, baik untuk tempat hidup, mencari makan, dan juga berkembang-biak (Berry 1975).

2.4 Perilaku dan kebiasaan

semua amfibi merupakan satwa karnivora. Pakan katak dewasa antara lain adalah serangga, cacing, dan arthropoda. Untuk jenis katak yang berukuran lebih besar, makanannya mencakup ikan kecil, udang, kerang, katak kecil atau katak muda (Halliday & Adler 2000). Namun pada saat fase berudu, hampir semua jenis katak merupakan herbivora (Iskandar 1998).

Amfibi juga memiliki beragam perilaku sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima. Amfibi memiliki perilaku yang unik dan beranekaragam dalam hal perkembangbiakan (Sholihat, 2007). Katak pada umumnya melakukan perkawinan dan proses fertilisasi secara eksternal yang dikenal dengan istilah amplexus. Pada saat kawin, katak jantan berada di atas tubuh katak betina (Goin et al. 1978).

Aktivitas harian amfibi dipengaruhi oleh kebutuhan katak untuk memperoleh makanan, kawin dan tempat berlindung, menghindari pemangsa dan mempertahankan kondisi fisiologis yang memadai (Dole 1965). Menurut Roy (1997) P. leucomystax (Katak pohon bergaris) sering ditemukan hinggap dan merayap pada pagar bambu atau pada rumput yang tinggi di sekitar aliran air.


(34)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Perilaku tersebut memudahkan untuk penelitian tentang spesies terestrial atau akuatik dan untuk mengetahui perilaku kawin mereka.

2.5 Pergerakan amfibi

Amfibi pada umumnya melakukan pergerakan pada satu tempat yang dapat menunjang pertumbuhannya. Menurut Duellman dan Trueb (1986) arah pergerakan amfibi dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Setelah perkawinan, sebagian besar pergerakan individu terlihat berada di sekitar lokasi perkawinan untuk mendapatkan makanan dan menemukan tempat berlindung dari kekeringan, pemangsa, dan kedinginan (Denton dan Beebee 1993).

Amfibi juga melakukan jelajah wilayah untuk memungkinkannya mendapatkan wilayah yang sesuai untuk melakukan aktifitas hariannya. Pada umumnya wilayah jelajah mencakup aktifitas harian dalam mencari makanan, tempat berlindung, penggunaan mikrohabitat, dan melakukan perkembangbiakan seperti panggilan kawin untuk betina ( Sex voice). Menurut Duellman dan Trueb (1986) wilayah jelajah adalah suatu kawasan yang digunakan oleh suatu individu untuk melakukan seluruh aktivitas hariannya.

Sebagai suatu tanggapan terhadap berkurangnya makanan, terbatasnya tempat perlindungan, atau berkurangnya peluang kawin individu tersebut biasanya memperluas wilayah jelajahnya atau melakukan perputaran di dalam wilayah jelajahnya (Sholihat, 2007). Menurut Martof (1953) pergerakan harian mencapai jarak yang luas dan mungkin diklasifikasikan sebagai asosiasi dari pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaan berikutnya, aktivitas perkawinan, dan musim dingin yang berkepanjangan.

Pergerakan katak juga sangat dipengaruhi oleh tingkat kelembaban dan suhu dari suatu lingkungan yang dianunginya, karena pada siang hari umumnya katak akan mencari tempat yang lembab untuk menghindari kulitnya dari kekeringanakibat cahaya matahari. Dimana ketika suatu lingkungan memiliki kondisi yang relatif kering maka katak akan mencari habitat yang lebih baik yang memiliki tingkat kelembaban yang sesuai dengan kondisi tubuhnya, agar tubuhnya tetap pada kondisi yang lembab dan terhindar dari kekeringan. Hal ini juga yang menjadi alasan seringnya dijumpai katak pada sekitar genangan air.


(35)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan kawasan tropis yang dipengaruhi oleh dua benua yaitu; Asia dan Australia. Hal ini antara lain juga menjadikan kawasan ini kaya akan keanekaragaman flora dan fauna. Walaupun demikian informasi mengenai kekayaan flora dan fauna belum banyak dipublikasikan di Indonesia, khususnya mengenai amfibi & reptil (Mistar, 2008). MenurutDarmawan (2008), Indonesia memiliki dua dari tiga ordo amfibi yang ada di dunia, yaitu Gymnophiona dan Anura. Ordo Gymnophiona dianggap langka dan sulit diketahui keberadaannya, sedangkan ordo Anura merupakan yang paling mudahditemukan di Indonesia mencapai sekitar 450 jenis atau 11% dari seluruh jenis Anura di dunia. Ordo Caudata merupakan satu-satunya ordo yang tidak terdapat di Indonesia.

Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, merupakan satu kesatuan dengan hutan Tahura Bukit Barisan merupakan salah satu kawasan yang memiliki biodiversitas sangat tinggi.Fauna yang hidup disini antara lain kera (Macaca

fascicularis), lutung (Presbytis sp), rangkong (Buceros sp), burung kutilang

(Pycnonotus sp), kacer (Copsycus saularis), srigunting (Dicrurus sp), babi hutan (Sus sp), kancil (Tragulus javanicus), trenggiling (Manis javanica) serta berbagai jenis amfibi (Siregar, 2010).Namun untuk waktu yang sekarang ini, keberadaan ribuan jenis amfibi tersebut semakin terancam. Sebanyak 32%amfibi dunia, yaitu sebanyak 2.393 spesies amfibi tercatat dalam daftar merah IUCN (IUCNRed List) dengan status terancam. Sejak awal kemunculannya di bumi sekitar 300 juta tahun lalu, selama dua dekade terakhir, amfibi terus mengalami penurunan populasi. Jumlahspesies yang punah hingga saat ini diperkirakan mendekati angka 168 spesies sedangkan34% spesies amfibi mengalami penurunan angka populasi (amphibiaweb.org dalam Nuraini, 2009). Salah satu jenis amfibi yang mengalami penurunan angka populasi adalah katak pohon bergaris (P. leucomystax).


(36)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

P. leucomystax merupakan jenis yang dapat ditemukan pada hampir semua

tipe habitat (Irawan, 2008). Namun karena kegiatan pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana serta penebangan menimbulkan perubahan lingkungan fisik yang menyebabkan penurunan amfibi jenis ini. Menurut Hernowo et al. (1991) perubahan menimbulkan kekhawatiran terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup satwaliar yang terdapat disekitarnya. Lemckert (1999) juga mengatakan bahwa aktivitas penebangan mempunyai dampak negatif yang signifikan pada jenis-jenis amfibi.

Iskandar (2000) menyatakan P. leucomystax (Katak pohon bergaris) termasuk ke dalam marga Polypedates dan P. leucomystax merupakan model yang baik untuk mempelajari pola pergerakan katak pohon dihubungkan dengan kemampuan jenis ini untuk menyebar luas. Hal tersebut karena P. leucomystax adalah salah satu jenis katak yang sering ditemukan diantara tumbuhan atau di sekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder. Jenis ini sering mendekati hunian manusia, karena tertarik oleh serangga sekitar lampu. Untuk itu diperlukan pengetahuan mengenai tingkat kesukaan habitat dan perilaku suatu jenis pada luasan area tertentu (Beard et al. 2003).

Arah pergerakan untuk amfibi dipengaruhi oleh kondisi habitat (Duellman dan Trueb, 1986). Pergerakan adalah suatu strategi dari individu ataupun populasi untuk menyesuaikan dan memanfaatkan keadaan lingkungannya agar dapat hidup dan berkembang biak secara normal (Alikodra, 2002).

Selama ini penelitian tentang pergerakan banyak dilakukan di luar negeri dan pada umumnya lebih menuju kelompok mamalia sementara untuk kelompok amfibi masih tergolong sedikit. Di Indonesia sendiri hanya beberapa penelitian tentang pergerakan amfibi yang telah dilakukan oleh Sholihat (2007) dan Susanto (2011), disamping itu data mengenai amfibi di kawasan Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit dapat dikatakan masih minim sehingga untuk kepentingan konservasi di masa yang akan datang, dilakukan penelitian tentang “Pola Pergerakan Harian Dan Penggunaan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris

(Polypedates leucomystax) Di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara”.


(37)

1.2Permasalahan

Adanya kegiatan pengelolaan dan pembangunan fisik yang dilakukan di sekitar Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara akan berpengaruh terhadap amfibi serta populasi spesies amfibi, namun demikian sampai saat ini belum diketahui bagaimanakah pola pergerakan harian dan mikrohabitat oleh P. leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan :

a. Memetakan pola pergerakan P. leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara.

b. Mengetahui mikrohabitat oleh P. leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara dihubungkan dengan aktivitas harian jenis ini.

1.4 Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan yang signifikan dari pola pergerakan harian dan total jarak pergerakan harian katak P. leucomystax jantan dan katak P. leucomystax betina pada masing-masing lokasi.

1.5 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui pola pergerakan harian

P. leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

sehingga dapat menjadi dasar penelitian lanjut mengenai pola pergerakan harian dan informasi bagi instansi terkait serta dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya dan untuk mendorong minat kita dalam mengenal dan melakukan penelitian tentang amfibi di Indonesia.


(38)

v

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN MIKROHABITAT KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI TAMAN WISATA

ALAM/CAGAR ALAM SIBOLANGIT, SUMATERA UTARA ABSTRAK

Polypedates leucomystax merupakan salah satu katak pohon yang menghuni kawasan Taman Wisata Alam/Cagar Alam sibolangit. Katak jenis ini memiliki toleransi hidup yang tinggi sehingga banyak ditemukan di berbagai habitat, namun seiring berjalannya waktu akibat adanya pembangunan fisik di lokasi tersebut menyebabkan penurunan populasi jenis ini sehingga dilakukan penelitian tentang Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara pada bulan Desember 2014 sampai April 2015. Penelitian ini menggunakan 3 katak jantan dan 3 katak betina dengan metode spool track. Pola pergerakan harian pada Polypedates leucomystax bersifat acak atau tidak teratur dimana jarak terjauh terdapat pada katak betina sejauh 48,71m dan jarak terdekat terdapat pada katak betina sejauh 10,86m. Hasil pengamatan terhadap penggunaan mikrohabitat baik siang maupun malam hari menunjukkan katak banyak berada pada lokasi yang terlindung seperti serasah (55,6%), tumbuhan herba (20,3%), tanah (14,8%), dan rumput (9,3%) dengan aktivitas yang sering dijumpai tidur (40%) pada siang hari dan bergerak (62,5%) pada malam hari.


(39)

vi

DAILYMOVEMENT PATTERNSANDMICROHABITATSTRIPEDTREE FROG(POLYPEDATES LEUCOMYSTAX) INA NATURAL

PARK/NATURE RESERVESIBOLANGIT, NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Polypedates leucomystax is one tree frogs that inhabit the Park area Nature / Nature Reserves Sibolangit. This type of frog tolerance high life that are found in various habitats, but over time due to physical development at the site led to the decline of this type so that research on the pattern of movement of the Daily and microhabitat Tree Frog Striped (Polypedates leucomystax) in the Park Nature / Nature Reserves and articles, North Sumatra in December 2014 to April 2015. This study uses 3 males and 3 females frog with methods spool track. Daily movement patterns in Polypedates leucomystax random or irregular which are farthest distance on the female frog as far as 48,71m and the shortest distance found in male frogs so far 10,86m. Observation of microhabitat use both day and night shows many frogs are in a protected location such as litter (55.6%), herbaceous plants (20.3%), land (14.8%) and grass (9.3 %) with activity that is often found sleeping (40%) during the day and move (62.5%) at night.


(40)

1

-POLA PERGERAKAN HARIAN DAN MIKROHABITAT

KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI

TAMAN WISATA ALAM/CAGAR ALAM SIBOLANGIT,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH

JORDANI TIRTA GINTING 110805039

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(41)

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN MIKROHABITAT

KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI

TAMAN WISATA ALAM/CAGAR ALAM SIBOLANGIT,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

OLEH

JORDANI TIRTA GINTING 110805039

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(42)

i

PERSETUJUAN

Judul : Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara Kategori : Skripsi

Nama : Jordani Tirta Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 110805039

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Oktober 2014

KomisiPembimbing:

Pembimbing II Pembimbing I

Drs. Nursal, M.Si. Drs. Arlen Hanel John, M.Si.

NIP.196109031990031002 NIP.19581018199031001

DisetujuiOleh

DepartemenBiologi FMIPA USU Ketua,

Dr. NursaharaPasaribu, M.Sc NIP. 19630123 199003 2 001


(43)

ii

PERNYATAAN

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN MIKROHABITAT

KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI

TAMAN WISATA ALAM/CAGAR ALAM SIBOLANGIT,

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2015

Jordani Tirta Ginting 110805039


(44)

iii

PENGHARGAAN

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat TuhanMahaEsa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Sarjana Sains bidang Biologi pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir yang penulis buat adalah “Pola Pergerakan Harian Dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Arlen Hanel John, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Nursal, M.Si. selaku pembimbing II yang telah membimbing dan banyak membantu saya dalam penulisan skripsi ini, tidak lupa juga IbuDr. Erni Jumilawaty, M.si.selaku penguji I dan pembimbing akademik penulis selama berkuliah di DepartemenBiologi FMIPA USU yang telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan saat penulisan Skripsi ini serta Ibu Dr Nursahara Pasaribu, Msc. selaku penguji II sekaligus ketua Departmen Biologi FMIPA USU atas kritik dan saran yang membangun sehingga membantu penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis juga banyak berterima kasih kepada keluarga yang selalu mendukung dan memberi semangat dalam menjalani perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini, tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan jajaran serta staff yang terkait atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian Tugas Akhir di TWA/CA Sibolangit, dan juga kepada Pak musim dan keluarga yang telah membantu penulis dan tim selama penelitian di lapangan, terima kasih juga kepada anak BIOLOGI ANGKATAN 2011 (frico, steven, grace lumbantoruan, famela, grace sonia, mujahidin, taufik, nelly, rani artha, luhut, ribka, arisa, rinda, venitha, putri febriani, gani, virza, poppy, khairiyah, siska renata, siska teresia, risky, feby, titis, novi, sera, corry, dll yang tidak tersebutkan), kepada pasukan BIOPALAS (natanael, chandra, putri ramadayanti, nikmah hadana, Junaydy MC, adetya, bagus, agnes, anita, deasy, ivana, suci, adek asuh(erika), eka, ilham, nadya, bg edwardman, bg trisi, bg doni, bg posma, bg boy, dll), dan kepada pasukan EKOLOGI HEWAN (nasir, siska dewi, ristia, suri, reza, rika, nur aslam, mariati, bg herclus, kak tari, kak karin, bg inggin, ihsan, tirta, yudi, martadina, yan herni, nurmahdiana, dll) serta tidak lupa juga untuk Himpunan Mahasiswa Biologi (HIMABIO), untuk teman-teman angkatan 2012, pasukan adek asuh angkatan 2013, dan buat adek-adek angkata 2014 dan 2015 serta abang kakak angkatan 2010 dan untuk bg ewin dan kak ros yang membantu bagian administrasi dan surat-menyurat atas kerjasama, suka, dan dukanya yang dilewati selama perkuliahan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal hasilpenelitian ini. Kritik dan saran yang membangun sangat


(45)

iv

diharapkan demi kesempurnaan proposal hasilpenelitian ini sehingga penelitian yang akan dilaksanakan nantinya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk segala partisipasi dan dukungannya penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Januari 2016


(46)

v

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN MIKROHABITAT KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax) DI TAMAN WISATA

ALAM/CAGAR ALAM SIBOLANGIT, SUMATERA UTARA ABSTRAK

Polypedates leucomystax merupakan salah satu katak pohon yang menghuni kawasan Taman Wisata Alam/Cagar Alam sibolangit. Katak jenis ini memiliki toleransi hidup yang tinggi sehingga banyak ditemukan di berbagai habitat, namun seiring berjalannya waktu akibat adanya pembangunan fisik di lokasi tersebut menyebabkan penurunan populasi jenis ini sehingga dilakukan penelitian tentang Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara pada bulan Desember 2014 sampai April 2015. Penelitian ini menggunakan 3 katak jantan dan 3 katak betina dengan metode spool track. Pola pergerakan harian pada Polypedates leucomystax bersifat acak atau tidak teratur dimana jarak terjauh terdapat pada katak betina sejauh 48,71m dan jarak terdekat terdapat pada katak betina sejauh 10,86m. Hasil pengamatan terhadap penggunaan mikrohabitat baik siang maupun malam hari menunjukkan katak banyak berada pada lokasi yang terlindung seperti serasah (55,6%), tumbuhan herba (20,3%), tanah (14,8%), dan rumput (9,3%) dengan aktivitas yang sering dijumpai tidur (40%) pada siang hari dan bergerak (62,5%) pada malam hari.


(47)

vi

DAILYMOVEMENT PATTERNSANDMICROHABITATSTRIPEDTREE FROG(POLYPEDATES LEUCOMYSTAX) INA NATURAL

PARK/NATURE RESERVESIBOLANGIT, NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Polypedates leucomystax is one tree frogs that inhabit the Park area Nature / Nature Reserves Sibolangit. This type of frog tolerance high life that are found in various habitats, but over time due to physical development at the site led to the decline of this type so that research on the pattern of movement of the Daily and microhabitat Tree Frog Striped (Polypedates leucomystax) in the Park Nature / Nature Reserves and articles, North Sumatra in December 2014 to April 2015. This study uses 3 males and 3 females frog with methods spool track. Daily movement patterns in Polypedates leucomystax random or irregular which are farthest distance on the female frog as far as 48,71m and the shortest distance found in male frogs so far 10,86m. Observation of microhabitat use both day and night shows many frogs are in a protected location such as litter (55.6%), herbaceous plants (20.3%), land (14.8%) and grass (9.3 %) with activity that is often found sleeping (40%) during the day and move (62.5%) at night.


(48)

vii DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Hipotesis 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Taksonomi 4

2.2. Morfologi 4

2.3. Habitat dan Ekologi 6

2.4. Perilaku dan Kebiasaan 7

2.5. Pergerakan Amfibi 8

BAB 3. BAHAN DAN METODE 9

3.1. WaktudanTempat 9

3.2. Alat dan Bahan 9

3.3. Deskripsi Area 9

3.4. Metode Penelitian 9

3.4.1. Pembuatan Spool track 9 3.4.2. Pengambilan Sampel Katak 10 3.4.3. Pemasangan Alat Pada Katak 11 3.4.4. Penentuan Titik Penelitian 11 3.4.5. Pengamatan Pola Pergerakan Katak 11 3.4.5. Penggunaan Mikrohabitat oleh P. leucomystax 11

3.5. Analisis Data 11

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13

4.1. Pola PergerakanP.leucomystax 13

4.2. PenggunaanmikrohabitatP.leucomystaxdi TWA/CA

Sibolangit 18

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 21


(49)

viii

5.2. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22


(50)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Perbandinganukuranpanjangtubuh/SVL

katakpohonbergaris 5

2 PergerakanP.leucomystax di TWA/CA Sibolangit 15 3 Mikrohabitat dan AktivitasP.leucomystaxdi TWA/CA


(51)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 PerbedaankulitpadaPolypedatesleucomystax 5

2 Pola Pergerakan Katak P.leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara (Skala 1 :

200) 13

3 KatakP.leucomystaxlain yang ditemukan di sumber air 15 4 Bekaslukapadapangkalpahakataksetelah 24 jam

pemasanganalat 18

5 Tempat bersembunyi P.leucomystax di tanaman herba di daerah pembibitan(kiri) dan di rerumputan di daerah


(52)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Peta Lokasi 25

2 Fotoselamamelakukanpenelitian 25

3 Satwa lain yang ditemukanselamapenelitian 26

4 HasilpengamatanPergerakanKatakPohonBergaris

(Polypedatesleucomystax) Di

TamanWisataAlam/CagarAlamSibolangit, Sumatera Utara 27 5 PerhitunganPersentasePenggunaanMikrohabitatpadaP.leuc

omystax 30

6 PerhitunganPersentase Aktivitas pada katak Polypedates

leucomystax 31

7 HasilPerhitungan Chi Kuadrat 33


(1)

vi

DAILYMOVEMENT PATTERNSANDMICROHABITATSTRIPEDTREE FROG(POLYPEDATES LEUCOMYSTAX) INA NATURAL

PARK/NATURE RESERVESIBOLANGIT, NORTH SUMATRA

ABSTRACT

Polypedates leucomystax is one tree frogs that inhabit the Park area Nature / Nature Reserves Sibolangit. This type of frog tolerance high life that are found in various habitats, but over time due to physical development at the site led to the decline of this type so that research on the pattern of movement of the Daily and microhabitat Tree Frog Striped (Polypedates leucomystax) in the Park Nature / Nature Reserves and articles, North Sumatra in December 2014 to April 2015. This study uses 3 males and 3 females frog with methods spool track. Daily movement patterns in Polypedates leucomystax random or irregular which are farthest distance on the female frog as far as 48,71m and the shortest distance found in male frogs so far 10,86m. Observation of microhabitat use both day and night shows many frogs are in a protected location such as litter (55.6%), herbaceous plants (20.3%), land (14.8%) and grass (9.3 %) with activity that is often found sleeping (40%) during the day and move (62.5%) at night.


(2)

vii DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1.Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Hipotesis 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Taksonomi 4

2.2. Morfologi 4

2.3. Habitat dan Ekologi 6

2.4. Perilaku dan Kebiasaan 7

2.5. Pergerakan Amfibi 8

BAB 3. BAHAN DAN METODE 9

3.1. WaktudanTempat 9

3.2. Alat dan Bahan 9

3.3. Deskripsi Area 9

3.4. Metode Penelitian 9

3.4.1. Pembuatan Spool track 9 3.4.2. Pengambilan Sampel Katak 10 3.4.3. Pemasangan Alat Pada Katak 11 3.4.4. Penentuan Titik Penelitian 11 3.4.5. Pengamatan Pola Pergerakan Katak 11 3.4.5. Penggunaan Mikrohabitat oleh P. leucomystax 11

3.5. Analisis Data 11

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13

4.1. Pola PergerakanP.leucomystax 13

4.2. PenggunaanmikrohabitatP.leucomystaxdi TWA/CA

Sibolangit 18

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 21


(3)

viii

5.2. Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1 Perbandinganukuranpanjangtubuh/SVL

katakpohonbergaris 5

2 PergerakanP.leucomystax di TWA/CA Sibolangit 15 3 Mikrohabitat dan AktivitasP.leucomystaxdi TWA/CA


(5)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1 PerbedaankulitpadaPolypedatesleucomystax 5

2 Pola Pergerakan Katak P.leucomystax di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara (Skala 1 :

200) 13

3 KatakP.leucomystaxlain yang ditemukan di sumber air 15 4 Bekaslukapadapangkalpahakataksetelah 24 jam

pemasanganalat 18

5 Tempat bersembunyi P.leucomystax di tanaman herba di daerah pembibitan(kiri) dan di rerumputan di daerah


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 Peta Lokasi 25

2 Fotoselamamelakukanpenelitian 25

3 Satwa lain yang ditemukanselamapenelitian 26

4 HasilpengamatanPergerakanKatakPohonBergaris

(Polypedatesleucomystax) Di

TamanWisataAlam/CagarAlamSibolangit, Sumatera Utara 27 5 PerhitunganPersentasePenggunaanMikrohabitatpadaP.leuc

omystax 30

6 PerhitunganPersentase Aktivitas pada katak Polypedates

leucomystax 31

7 HasilPerhitungan Chi Kuadrat 33