Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga

(1)

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG

KATAK POHON BERGARIS (

Polypedates leucomystax

)

DI KAMPUS IPB DARMAGA

NENENG SHOLIHAT

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

RINGKASAN

NENENG SHOLIHAT. E34102055. Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga. Dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc

Penelitian mengenai pergerakan amfibi belum dilakukan di Indonesia, dikarenakan mahalnya alat radio-tracking. Polypedates leucomystax merupakan salah satu jenis katak yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang terganggu. Sehingga merupakan model yang tepat untuk menelaah pola pergerakannya. Penelitian ini bertujuan: (1) Melakukan uji coba efektifitas penggunaan 2 macam metode yaitu metode tali dan pemberian cat, (2) Melakukan uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P. leucomystax, (3) Memetakan pola pergerakan P. leucomystax, (4) Mendeskripsikan penggunaan ruang oleh P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga.

Eksperimen untuk melihat metode yang paling efektif dilakukan di Laboratorium Satwaliar, DKSHE IPB pada bulan November - Desember 2006. Kemudian dilakukan uji coba pengaruh penggunaan metode selama 24 jam dengan menggunakan handycam video recorder. Penelitian lapang dilakukan pada bulan Januari - Mei 2007. Lokasi penelitian adalah Fakultas Kehutanan, Arboretum Lanskap dan GWW, Taman Rektorat, Fakultas Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan Gymnasium IPB. Pergerakan diukur berdasarkan posisi dari setiap individu setiap 3 jam selama 24 jam. Data yang didapat dianalisis dalam bentuk deskriptif dan kuantitatif. Pergerakan katak dianalisis dengan menghitung nilai alur kelurusan dan Chi kuadrat.

Penggunaan tali merupakan metode yang paling efektif untuk menelaah pergerakan P. leucomystax, dikarenakan penggunaan cat dan pewarna makanan hanya bertahan dalam beberapa lompatan dan pewarna makanan akan luntur apabila terkena air. Dari hasil uji pengaruh penggunaan alat, pergerakan katak tidak terpengaruh oleh alat. Pada pengamatan dan perhitungan Chi kuadrat, terlihat katak jantan pergerakannya lebih kecil dari pada katak betina. Hasil


(3)

perhitungan Chi kuadrat berdasarkan nilai alur kelurusan, katak jantan dan betina pergerakannya tidak menjauhi posisi awal.

P. leucomystax pada siang hari lebih banyak menggunakan daerah terlindung dari cahaya matahari untuk beristirahat, misal di sela-sela tanaman bawah, lubang-lubang akar dan batu, bawah serasah dan di tumpukan bebatuan. Katak jantan banyak beraktivitas di dekat sumber air.

Diperlukan upaya pelestarian habitat yang ada di Kampus IPB Darmaga. Selain itu, kondisi tanaman bawah dan vegetasi lainnya juga harus dijaga, karena merupakan habitat bagi beberapa jenis serangga yang menjadi makanan katak. Kondisi sumber air yang ada harus diperhatikan, karena merupakan lokasi perkawinan dan perkembangbiakkan katak.

Kata Kunci : Polypedates leucomystax, metode tali, metode cat, pergerakan, penggunaan ruang


(4)

SUMMARY

NENENG SHOLIHAT. E34102055. Daily Movement and Habitat Use by the Striped Tree Frog (Polypedates leucomystax) at Bogor Agricultural University Campus. Under supervision of Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si and Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc

There are no amphibian movement studies yet in Indonesia because of the high cost of radiotracking equipment. Polypedates leucomystax or the Striped Tree Frog adapts well in disturbed habitat, which makes this frog a good model in understanding amphibian movement. The objectives of this research are (1) to find effective methods to conduct amphibian movement research, using spool-track and paint methods, (2) to analyze the impact of spool-tracking device to frog’s movement, (3) to map the short-term movement of P. leucomystax, and (4) to describe the habitat use of P. leucomystax at Bogor Agricultural University Darmaga Campus.

The study to find the most effective method was conducted at Wildlife Laboratory, Dept. of Forest Resource Conservation, BAU from November to December 2006. Afterwards, impact of device was assessed by recording frog movement for 24 hour periods. Field research was conducted from January to May 2007, at the Faculty of Forestry, Landscape Arboretum and GWW, Rektorat Park, Faculty of Agriculture, Faculty of Agricultural Technology, and BAU Gymnasium. P. leucomystax movement was studied by checking its position every 3 hours during 24-hour periods and analyzing the result using descriptive and quantitative methods. Frog movement was analyzed by measuring straightness of movement trail and Chi square.

The most effective method to conduct P. leucomystax movement study is spool-track method. Paint and food coloring only stayed for a short time and losts its effectiveness because paint stuck on the terrarium glass walls and food coloring faded when in contact with water. The study showed that spool-tracking did not affect frog behavior and movement. Results and Chi square analyses showed that male P. leucomystax had more limited movement than female. Chi


(5)

square calculation based on straightness movement trail value showed that the movements of both male and female P. leucomystax were not far from their initial position.

During the day, P. leucomystax used sheltered place to relax, such as under hedges, in root and stone crevices, under leaf litter and rocks. Male P. leucomystax were usually active near water.

There is a need to protect habitat in BAU Darmaga Campus by protecting undergrowths and other vegetation because they are habitats of insects which are the major source of the frog’s diet and also by protecting water bodies which are the frog’s breeding sites.

Key words : Polypedates leucomystax, spool-track method, paint method, movement, habitat use.


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

Neneng Sholihat


(7)

Judul Skripsi : Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga Nama : Neneng Sholihat

NIM : E34102055

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc NIP. 131 878 493 NIP. 131 671 599

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(8)

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax)

DI KAMPUS IPB DARMAGA

NENENG SHOLIHAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di bawah bimbingan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc.

Penelitian mengenai amfibi sangat jarang dilakukan di Indonesia, penelitian-penelitian amfibi yang sudah dilakukan masih mengenai keanekaragaman jenis amfibi di suatu daerah. Selain itu, penelitian mengenai pergerakan amfibi di Indonesia belum pernah dilakukan, salah satunya karena mahalnya alat radio-tracking. Oleh sebab itu penulis mencoba untuk membuat alat untuk menelaah pergerakan katak yang lebih sederhana yang sudah diterapkan di luar negeri.

Pemilihan Kampus IPB Darmaga sebagai lokasi penelitian didasarkan pada kondisi habitat yang cukup beragam dan tingginya keanekaragaman jenis hayati baik flora ataupun fauna yang ada di Kampus IPB Darmaga. Sehingga perlu diketahui pola pergerakan suatu jenis satwa dengan kondisi habitat yang beragam tersebut.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penyajian isi materi dan tata bahasa. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2007


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 18 Mei 1984 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan M. Nasir dan Rumsiyah. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1990 di SD Negeri 2 Ciampea, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan ke MTs. Manbaul Ulum Ciampea, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu penulis melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 Bogor, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah di IPB penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan antara lain di HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) sebagai Anggota Departemen Kekeluargaan dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna HIMAKOVA pada periode kepengurusan tahun 2004/2005, Kelompok Kerja Konservasi Amfibi dan Reptil DKSHE IPB, Indonesian Turtles Conservation Group (Kelompok Konservasi Kura-kura Indonesia). Pada tahun 2005 di bulan Juli penulis melakukan kegiatan Forest Partnership Program kerjasama antara HIMAKOVA dan Tropenbos International Indonesia di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat.

Penulis juga telah melakukan beberapa praktek lapangan antara lain: Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam Sancang dan Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Indramayu, Jawa Barat, dan Praktek Kerja Lapangan Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri pada bulan Februari-Maret 2006.

Dalam tiga tahun terakhir penulis memulai pendalamannya dalam bidang konservasi amfibi khususnya katak dan telah beberapa kali ikut sebagai volunteer untuk penelitian katak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc.


(11)

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG

KATAK POHON BERGARIS (

Polypedates leucomystax

)

DI KAMPUS IPB DARMAGA

NENENG SHOLIHAT

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

RINGKASAN

NENENG SHOLIHAT. E34102055. Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga. Dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc

Penelitian mengenai pergerakan amfibi belum dilakukan di Indonesia, dikarenakan mahalnya alat radio-tracking. Polypedates leucomystax merupakan salah satu jenis katak yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang terganggu. Sehingga merupakan model yang tepat untuk menelaah pola pergerakannya. Penelitian ini bertujuan: (1) Melakukan uji coba efektifitas penggunaan 2 macam metode yaitu metode tali dan pemberian cat, (2) Melakukan uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P. leucomystax, (3) Memetakan pola pergerakan P. leucomystax, (4) Mendeskripsikan penggunaan ruang oleh P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga.

Eksperimen untuk melihat metode yang paling efektif dilakukan di Laboratorium Satwaliar, DKSHE IPB pada bulan November - Desember 2006. Kemudian dilakukan uji coba pengaruh penggunaan metode selama 24 jam dengan menggunakan handycam video recorder. Penelitian lapang dilakukan pada bulan Januari - Mei 2007. Lokasi penelitian adalah Fakultas Kehutanan, Arboretum Lanskap dan GWW, Taman Rektorat, Fakultas Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan Gymnasium IPB. Pergerakan diukur berdasarkan posisi dari setiap individu setiap 3 jam selama 24 jam. Data yang didapat dianalisis dalam bentuk deskriptif dan kuantitatif. Pergerakan katak dianalisis dengan menghitung nilai alur kelurusan dan Chi kuadrat.

Penggunaan tali merupakan metode yang paling efektif untuk menelaah pergerakan P. leucomystax, dikarenakan penggunaan cat dan pewarna makanan hanya bertahan dalam beberapa lompatan dan pewarna makanan akan luntur apabila terkena air. Dari hasil uji pengaruh penggunaan alat, pergerakan katak tidak terpengaruh oleh alat. Pada pengamatan dan perhitungan Chi kuadrat, terlihat katak jantan pergerakannya lebih kecil dari pada katak betina. Hasil


(13)

perhitungan Chi kuadrat berdasarkan nilai alur kelurusan, katak jantan dan betina pergerakannya tidak menjauhi posisi awal.

P. leucomystax pada siang hari lebih banyak menggunakan daerah terlindung dari cahaya matahari untuk beristirahat, misal di sela-sela tanaman bawah, lubang-lubang akar dan batu, bawah serasah dan di tumpukan bebatuan. Katak jantan banyak beraktivitas di dekat sumber air.

Diperlukan upaya pelestarian habitat yang ada di Kampus IPB Darmaga. Selain itu, kondisi tanaman bawah dan vegetasi lainnya juga harus dijaga, karena merupakan habitat bagi beberapa jenis serangga yang menjadi makanan katak. Kondisi sumber air yang ada harus diperhatikan, karena merupakan lokasi perkawinan dan perkembangbiakkan katak.

Kata Kunci : Polypedates leucomystax, metode tali, metode cat, pergerakan, penggunaan ruang


(14)

SUMMARY

NENENG SHOLIHAT. E34102055. Daily Movement and Habitat Use by the Striped Tree Frog (Polypedates leucomystax) at Bogor Agricultural University Campus. Under supervision of Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si and Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc

There are no amphibian movement studies yet in Indonesia because of the high cost of radiotracking equipment. Polypedates leucomystax or the Striped Tree Frog adapts well in disturbed habitat, which makes this frog a good model in understanding amphibian movement. The objectives of this research are (1) to find effective methods to conduct amphibian movement research, using spool-track and paint methods, (2) to analyze the impact of spool-tracking device to frog’s movement, (3) to map the short-term movement of P. leucomystax, and (4) to describe the habitat use of P. leucomystax at Bogor Agricultural University Darmaga Campus.

The study to find the most effective method was conducted at Wildlife Laboratory, Dept. of Forest Resource Conservation, BAU from November to December 2006. Afterwards, impact of device was assessed by recording frog movement for 24 hour periods. Field research was conducted from January to May 2007, at the Faculty of Forestry, Landscape Arboretum and GWW, Rektorat Park, Faculty of Agriculture, Faculty of Agricultural Technology, and BAU Gymnasium. P. leucomystax movement was studied by checking its position every 3 hours during 24-hour periods and analyzing the result using descriptive and quantitative methods. Frog movement was analyzed by measuring straightness of movement trail and Chi square.

The most effective method to conduct P. leucomystax movement study is spool-track method. Paint and food coloring only stayed for a short time and losts its effectiveness because paint stuck on the terrarium glass walls and food coloring faded when in contact with water. The study showed that spool-tracking did not affect frog behavior and movement. Results and Chi square analyses showed that male P. leucomystax had more limited movement than female. Chi


(15)

square calculation based on straightness movement trail value showed that the movements of both male and female P. leucomystax were not far from their initial position.

During the day, P. leucomystax used sheltered place to relax, such as under hedges, in root and stone crevices, under leaf litter and rocks. Male P. leucomystax were usually active near water.

There is a need to protect habitat in BAU Darmaga Campus by protecting undergrowths and other vegetation because they are habitats of insects which are the major source of the frog’s diet and also by protecting water bodies which are the frog’s breeding sites.

Key words : Polypedates leucomystax, spool-track method, paint method, movement, habitat use.


(16)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc. dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

Neneng Sholihat


(17)

Judul Skripsi : Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga Nama : Neneng Sholihat

NIM : E34102055

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc NIP. 131 878 493 NIP. 131 671 599

Mengetahui:

Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788


(18)

POLA PERGERAKAN HARIAN DAN PENGGUNAAN RUANG KATAK POHON BERGARIS (Polypedates leucomystax)

DI KAMPUS IPB DARMAGA

NENENG SHOLIHAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(19)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di bawah bimbingan Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, MSc.

Penelitian mengenai amfibi sangat jarang dilakukan di Indonesia, penelitian-penelitian amfibi yang sudah dilakukan masih mengenai keanekaragaman jenis amfibi di suatu daerah. Selain itu, penelitian mengenai pergerakan amfibi di Indonesia belum pernah dilakukan, salah satunya karena mahalnya alat radio-tracking. Oleh sebab itu penulis mencoba untuk membuat alat untuk menelaah pergerakan katak yang lebih sederhana yang sudah diterapkan di luar negeri.

Pemilihan Kampus IPB Darmaga sebagai lokasi penelitian didasarkan pada kondisi habitat yang cukup beragam dan tingginya keanekaragaman jenis hayati baik flora ataupun fauna yang ada di Kampus IPB Darmaga. Sehingga perlu diketahui pola pergerakan suatu jenis satwa dengan kondisi habitat yang beragam tersebut.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi penyajian isi materi dan tata bahasa. Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2007


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, 18 Mei 1984 sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan M. Nasir dan Rumsiyah. Penulis memulai pendidikan formalnya pada tahun 1990 di SD Negeri 2 Ciampea, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 1996. Penulis melanjutkan ke MTs. Manbaul Ulum Ciampea, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 1999. Setelah itu penulis melanjutkan ke Madrasah Aliyah Negeri 2 Bogor, Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah di IPB penulis aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan antara lain di HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) sebagai Anggota Departemen Kekeluargaan dan Kelompok Pemerhati Herpetofauna HIMAKOVA pada periode kepengurusan tahun 2004/2005, Kelompok Kerja Konservasi Amfibi dan Reptil DKSHE IPB, Indonesian Turtles Conservation Group (Kelompok Konservasi Kura-kura Indonesia). Pada tahun 2005 di bulan Juli penulis melakukan kegiatan Forest Partnership Program kerjasama antara HIMAKOVA dan Tropenbos International Indonesia di Taman Nasional Betung Kerihun, Kalimantan Barat.

Penulis juga telah melakukan beberapa praktek lapangan antara lain: Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam Sancang dan Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Indramayu, Jawa Barat, dan Praktek Kerja Lapangan Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri pada bulan Februari-Maret 2006.

Dalam tiga tahun terakhir penulis memulai pendalamannya dalam bidang konservasi amfibi khususnya katak dan telah beberapa kali ikut sebagai volunteer untuk penelitian katak di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga dibimbing oleh Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si dan Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc.


(21)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulilah. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Salawat beserta salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menerangi jalan hidup umatnya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang selama ini telah mambantu baik dalam bentuk moril maupun materi, terutama kepada:

1. Abah dan Ibu atas kasih sayang, dukungan, perhatian dan doanya. Serta keluarga besar tercinta atas dukungan dan keceriaan yang tanpa henti. 2. Dr. Ir. Mirza Dikari Kusrini, M.Si selaku dosen pembimbing pertama yang

telah memberikan dorongan, nasehat dan kesempatan belajar di lapangan hingga selesainya tulisan ini serta atas kesabarannya selama membimbing penulis.

3. Dr. Ir. Yeni Aryati Mulyani, M.Sc selaku pembimbing kedua yang dengan sabar memberikan wawasan dan sarannya dalam penyempurnaan tulisan. 4. Dr. Ir. Noor Farikhah Naheda, M.Sc dari Departemen Silvikultus dan

Ujang Suwarna, S.Hut M.Sc dari Departemen Hasil Hutan selaku dosen penguji komprehensif.

5. Bapak George T. Saputra (IRATA) atas bantuan dana penelitiannya. 6. Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc atas dukungan semangat dan peminjaman

laptopnya.

7. Septiantina D. R yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tiada hentinya

8. Wempy Endarwin, Adininggar U. Ul-Hasanah, Anisa Fitri, Dewi Puspita, M. Yazid, M. Irfansyah Lubis, Rima L. Mikrimah, Suwardiansyah, Sandra, Lutfi R. Yusuf dan Feri Irawan, Sutopo, Nofrizal, Sasikirono, Udi Kusdinar dan Fathoni Untoro yang membantu di lapangan dan siap kapan saja jika dibutuhkan.

9. Teman-teman di Kelompok Pemerhati Herpetofauna HIMAKOVA atas bantuan datanya.


(22)

10.Bapak-Ibu dosen Fakultas Kehutanan IPB atas segala ilmu dan bantuannya.

11.Bapak/Ibu di KPAP Departemen KSHE yang senantiasa membantu pengurusan administrasi.

12.Frog Team Kelompok Kerja Konservasi Amfibi dan Reptil atas dorongan semangatnya

13.Hari Nugraha dan Nanang Siswanto atas dukungan dan bantuan saat mengurus sidang komprehensif.

14.Teman-teman yang setia di Kampus IPB tercinta (Dian Rahayu, Hendrivo, Rahmad Purnawijaya, Hendrio Fadli, Dian Sumardiani, Dwi Warni Idaman, Nunung K. F, Febri Indraswari, Reisky Maulana, Indri Puji Rianti, Teti Mulyati, Dwi Cahya P, Grace Serepina Saragih, dll).

15.Seluruh teman-teman di KSHE 39 yang tetap semangat, kompak dan persaudaraan yang selama ini harus tetap dipertahankan.

16.Seluruh keluarga besar Solid Conserve KSHE 40 yang selalu memberikan semangat (Boby Darmawan, Reza Widhyananto, Asyraff, Tyas, Didi Puri Haryadi, Ruri, Reren, Yuyun, dll)

17.Bapak Keamanan Kampus IPB Darmaga, atas izin dan kepercayaannya. 18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis.

Bogor, September 2007


(23)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR...i DAFTAR TABEL... ...vii DAFTAR GAMBAR... ...ix DAFTAR LAMPIRAN...x I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...1 1.2. Tujuan Penelitian ...3 1.3. Manfaat Penelitian ...3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Taksonomi...4 2.2. Morfologi ...4

2.3. Habitat dan Penyebaran ...6 2.4. Perilaku Amfibi...7 2.5. Pergerakan Amfibi ...9 III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ...10 3.2. Alat dan Bahan...11 3.3. Pengumpulan Data

3.3.1. Uji Coba Metode ...13 3.3.1.1. Pembuatan dan Uji Coba Alat...13 3.3.1.2. Uji Coba Pengaruh Penggunaan Alat terhadap Pergerakan P.

leucomystax...16 3.3.2. Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang P. leucomystax...16 3.4. Analisis Data ...17 IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Letak dan Luas ...19 4.2. Keadaan Kawasan

4.2.1. Kondisi Fisik ...19 4.2.2. Kondisi Biotik


(24)

4.2.2.2. Fauna...20 V. HASIL

5.1. Hasil Uji Coba Metode

5.1.1. Metode Pemakaian Cat dan Pewarna Makanan ...21 5.1.2. Metode Pemakaian Tali...21 5.1.3. Uji Coba Pengaruh Penggunaan Alat terhadap Pergerakan P.

leucomystax... ...24 5.2. Hasil Pengamatan Pergerakan P. leucomystax...25 5.3. Hasil Pengamatan Penggunaan Ruang P. leucomystax...26 VI. PEMBAHASAN

6.1. Uji Coba Efektifitas Dua Metode

6.1.1. Metode Pemakaian Cat dan Pewarna Makanan...28 6.1.2. Metode Pemasangan Tali...29 6.1.3. Uji Coba Pengaruh Penggunaan Alat terhadap Pergerakan P.

leucomystax...33 6.2. Pola Pergerakan P. leucomystx di Kampus IPB Darmaga...34 6.3. Penggunaan Ruang P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga...37 VI. KESIMPULAN DAN SARAN...43 DAFTAR PUSTAKA...45


(25)

DAFTAR TABEL

No Halaman 1. Alat dan bahan penelitian... 11 2. Lanjutan...12 3. Uji coba beberapa bahan pada pembuatan alat pergerakan P. leucomystax

dengan menggunakan metode tali... 22 4. Lanjutan...23 5. Hasil uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P.

leucomystax... 24 6. Presentase pergerakan pada uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap

pergerakan P. leucomystax... 25 7. Hasil perhitungan nilai alur kelurusan pergerakan P. leucomystax di

Kampus IPB Darmaga... 25 8. Aktivitas P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga pada pukul

07.00-01.00 WIB ... 26 9. Aktivitas P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga pada pukul

01.00-07.00 WIB...27 10. Hasil pengamatan P. leucomystax betina di Gymnasium...50 11. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Gymnasium...50 12. Hasil Pengamatan P. leucomystax betina di Fakultas Pertanian...51 13. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Fakultas Pertanian...51 14. Hasil pengamatan P. leucomystax betina di Fakultas Kehutanan...52 13. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Fakultas Kehutanan...52 16. Hasil pengamatan P. leucomystax betina di Fakultas Teknologi

Pertanian...53 17. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Fakultas Teknologi

Pertanian...53 18. Hasil pengamatan P. leucomystax betina di Taman Rektorat...54 19. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Taman Rektorat...54 20. Hasil pengamatan P. leucomystax betina di Arboretum Lanskap dan


(26)

21. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Arboretum Lanskap dan Graha Widya Wisuda...55


(27)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman 1. Perbedaan warna permukaan kulit pada Polypedates leucomystax... 5 2. Peta lokasi penelitian di Kampus IPB Darmaga ... 10 3. Bahan dan alat yang digunakan pada uji coba metode pergerakan P.

leucomystax... 12 4. Metode pemasangan tali di punggung katak (Dole 1964) ... 14 5. Uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P.

leucomystax.... ... 16 6. Ukuran SVL (Snout Vent Length) pada katak... 17 7. Jejak hasil pergerakan P. leucomystax menggunakan cat dan pewarna

makanan...21 8. Beberapa hasil percobaan pembuatan alat pada metode tali...24 9. Alat yang tidak lancar keluar benangnya menyebabkan kematian pada

katak jantan...30 10. Alat untuk katak jantan dan betina dan pola pergerakan yang dihasilkan

dari benang pada P. leucomystax di Arboretum Lanskap ... 31 11. Bekas tali pengikat pada tubuh P. leucomystax... 32 12. Posisi alat yang berubah... 33 13. Beberapa lokasi pengamatan yang dekat sumber air, di Gymnasium

Fakultas Kehutanan dan Taman Rektorat ... 36 14. Tempat bersembunyi P. leucomystax pada siang hari ... 38 15. Beberapa lokasi tempat bersarang P. leucomystax...39 16. Beberapa jenis invertebrata di sekitar lokasi pengamatan...40 17. Pola pergerakan P. leucomystax di Fakultas Kehutanan...58 18. Pola pergerakan P. leucomystax di Fakultas Pertanian...58 19. Pola pergerakan P. leucomystax di Fakultas Teknologi Pertanian...58 20. Pola pergerakan P. leucomystax di Taman Rektorat...59 21. Pola pergerakan P. leucomystax di GWW dan Arboretum Lanskap...59 22. Pola pergerakan P. leucomystax di Gymnasium...59


(28)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Hasil Pengamatan Pergerakan P. leucomystax di Kampus IPB

Darmaga...50 2. Hasil Perhitungan Chi Kuadrat ... 56 3. Pola Pergerakan P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga ... 58


(29)

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Makhluk hidup tersebar di permukaan bumi sesuai dengan kemampuan pergerakan dari jenis tersebut dan kondisi lingkungannya. Pergerakan individu dan populasi merupakan penentu pentingnya ketahanan suatu jenis dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya terhadap perubahan kondisi lingkungan dan keberadaan pemangsa pada skala lokal dan regional. Oleh karena itu, pergerakan dan sebaran suatu jenis menurut ruang dan waktu sangat penting untuk diperhatikan dalam kegiatan pembinaan satwaliar (Alikodra 2002). Distribusi satwa sangat ditentukan oleh kondisi biologis dari setiap jenis satwa yang meliputi sifat ekologis, morfologis, dan fisiologis. Analisis pola penyebaran dapat ditinjau dari segi interaksi antara lain ketersediaan sumber pakan, air dan penutupan (cover).

Selama ini penelitian mengenai pergerakan satwaliar banyak di lakukan di luar negeri antara lain untuk kelompok mamalia dan burung (lihat Johnson 1998 mengenai penyebaran dan populasi mamalia Australia; Atkinson et al. 2002 mengenai pergerakan harian mamalia; Williams et al. 2002 mengenai penyebaran spasial, keanekaragaman jenis dan struktur habitat mamalia kecil di hutan hujan tropika Australia; Brandle dan Brandl 2001 mengenai penyebaran, kerapatan dan relung burung; Davidar et al. 2001 mengenai penyebaran burung hutan di Kepulauan Andaman) dan amfibi (lihat Daugherty dan Sheldon 1982 mengenai pergerakan harian pada Aschapus truei berdasarkan kelas umur; Birchfield dan Deters 2005 mengenai pergerakan Rana clamitans melanota; Seebacher dan Alford 1999 mengenai pergerakan dan penggunaan mikrohabitat pada amfibi terestrial (Bufo marinus); Hodgkison dan Hero 2001 mengenai perilaku harian dan penggunaan mikrohabitat pada Litoria nannotis di Tully Gorge, Australia; Lemckert dan Brassil 2000 mengenai pergerakan dan penggunaan habitat Mixophyes iteratus dan implikasinya untuk Konservasi pada Hutan Produksi; Beshkove dan Jameson 1980 mengenai pergerakan dan kerapatan Bombina variegata; Pope dan Matthews 2001 mengenai ekologi pergerakan dan penyebaran musiman Rana mucosa di Sierra Nevada; Martof 1953 mengenai


(30)

home range dan pergerakan Rana clamitans; Schwarzkopf dan Alford 2002 mengenai pergerakan nomadik pada kodok tropis). Penelitian-penelitian tersebut umumnya menggunakan peralatan canggih salah satunya yaitu radio-tracking. Penelitian mengenai pergerakan amfibi sampai saat ini belum pernah dilakukan di Indonesia, diduga salah satu penyebabnya adalah mahalnya peralatan radio-tracking. Namun demikian, dari berbagai penelitian yang dilakukan di luar negeri, diketahui bahwa penelitian pergerakan pada amfibi bisa dilakukan tanpa menggunakan radio-tracking diantaranya yaitu dengan menggunakan cat (lihat Eggert et al. 1999 mengenai perbandingan dua metode untuk mempelajari pergerakan amfibi terestrial; Davies dan McDonald 1979 mengenai variasi hubungan intraspesific pada Litoria chloris) atau tali (lihat Dole 1965 mengenai pergerakan musiman Rana pipiens).

Kampus IPB Darmaga memiliki beranekaragam tipe habitat yang merupakan tempat hidup dari berbagai satwaliar yang salah satunya adalah amfibi. Menurut Yuliana (2000) di Kampus IPB Darmaga ditemukan 13 jenis katak dan kodok, yaitu Bufo asper, B. biporcatus, B. melanostictus, Microhyla achatina, Fejervarya cancrivora, F. limnocharis, Limnonectes macrodon, Rana chalconota, R. erythraea, R. nicobariensis, Occidozyga lima, Polypedates leucomystax dan Rhacophorus reinwardtii. Kampus IPB Darmaga saat ini sedang melakukan pembangunan dan pengembangan, terutama pada sarana fisiknya. Kegiatan tersebut akan menimbulkan perubahan lingkungan fisik maupun biotik. Menurut Hernowo et al. (1991) perubahan tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap keberadaan dan kelangsungan hidup satwaliar yang terdapat di kampus. Lemckert (1999) mengatakan bahwa aktivitas penebangan mempunyai dampak negatif yang signifikan pada jenis-jenis amfibi.

Dari dua jenis katak pohon yang ada di Darmaga yaitu R. reinwardtii dan P. leucomystax, maka jenis terakhir memiliki penyebaran yang lebih luas. Keberadaan R. reinwardtii di Kampus IPB Darmaga hanya terpusat di satu lokasi yaitu Arboretum Fakultas Kehutanan IPB (Yuliana 2000; Yazid 2006) sementara P. leucomystax banyak ditemukan di lokasi yang dekat dengan bangunan, karena jenis ini dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan sekitarnya.


(31)

P. leucomystax (Katak pohon bergaris) termasuk ke dalam marga Polypedates dan merupakan jenis yang umum dijumpai dibandingkan dengan empat jenis katak pohon lainnya yang ada di Jawa dan tersebar luas bahkan sampai ke New Guinea. Penyebarannya di luar Jawa meliputi India, Cina Selatan, Indo-Cina, Filipina, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Irian Jaya (diintroduksi). P. leucomystax merupakan model yang baik untuk mempelajari pola pergerakan katak pohon dihubungkan dengan kemampuan jenis ini untuk menyebar luas. Hal tersebut karena P. leucomystax adalah salah satu jenis katak yang sering ditemukan diantara tumbuhan atau di sekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder. Jenis ini sering mendekati hunian manusia, karena tertarik oleh serangga sekitar lampu (Iskandar 2000).

1. 2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan:

1. Melakukan uji coba efektifitas penggunaan 2 macam metode yaitu metode pemberian cat pada kaki katak dan tali untuk menelaah pergerakan P. leucomystax.

2. Melakukan uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P. leucomystax.

3. Memetakan pola pergerakan P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga. 4. Mendeskripsikan penggunaan ruang oleh P. leucomystax di Kampus IPB

Darmaga dihubungkan dengan aktivitas harian jenis ini.

1. 3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan masukan bagi pengelolaan dan pembangunan fisik yang dilakukan di Kampus IPB Darmaga khususnya dalam pengelolaan habitat amfibi. Penelitian ini juga diharapkan menjadi informasi ilmiah sebagai pembuka wawasan dan pemacu semangat bagi mahasiswa lain ataupun pembaca untuk dapat mengenal amfibi secara lebih dalam dan mendorong untuk melakukan penelitian lainnya mengenai amfibi di Indonesia.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Taksonomi

Klasifikasi ilmiah dari Polypedates leucomystax (Katak pohon bergaris) berdasarkan Goin et al. (1978) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Kelas : Amfibia Ordo : Anura Sub Ordo : Acosmanura Famili : Rhacophoridae Genus : Polypedates

Spesies : Polypedates leucomystax Gravenhorst (1829)

Di Indonesia, suku Rhacophoridae terbagi kedalam 5 marga yaitu: Nyctixalus (2 jenis), Philautus (17 jenis), Polypedates (5 jenis), Rhacophorus (20 jenis) dan Theloderma (2 jenis). Suku Rhacophoridae merupakan keluarga katak pohon di Indonesia menggantikan suku Hylidae yang tersebar luas di dunia (Iskandar 1998).

Dari seluruh jenis suku Rhacophoridae yang ada di Indonesia, hanya ada 8 jenis yang dapat ditemukan di Pulau Jawa. Sementara itu dari 13 jenis marga Polypedates yang ada di dunia, hanya terdapat empat jenis di Indonesia, dengan satu jenis yang umum ditemukan di Pulau Jawa yaitu P. leucomystax (Iskandar 1998). Di Kampus IPB Darmaga hanya dapat ditemukan 2 jenis katak pohon dari suku Rhacophoridae yaitu Rhacophorus reinwardtii dan P. leucomystax (Yuliana 2000).

2. 2 Morfologi

Menurut Iskandar (1998), P. leucomystax merupakan katak yang berukuran sedang, berwarna coklat kekuningan, memiliki dua pola permukaan kulit yaitu pada permukaan kulitnya tersebar bintik hitam atau dengan enam garis yang jelas memanjang dari kepala sampai ujung tubuh. Menurut Inger dan Stuebing (1997) P. leucomystax merupakan katak yang berukuran sedang dengan


(33)

tubuh yang ramping dan panjang serta bentuk mulut semakin menyempit ke depan. Jari tangan dan jari kaki katak melebar dengan ujung rata dan kulit kepala menyatu dengan tengkorak. Jari tangan katak setengahnya berselaput dan jari kakinya hampir sepenuhnya berselaput. Tekstur kulit permukaan tubuh katak seluruhnya halus tanpa indikasi adanya bintil-bintil atau lipatan. Bagian bawah tubuh katak berbintil granular yang jelas.

P. leucomystax biasanya berwarna coklat keabu-abuan. Tetapi terdapat dua warna yang berbeda pada permukaan tubuhnya sehingga terkadang dianggap merupakan dua jenis yang berbeda (Gambar 1). Kedua warna pada permukaan tubuh tersebut sering kali terdapat dalam satu kelompok, sebagai contoh pasangan yang sedang kawin sering berasal dari individu dengan warna yang berbeda. Warna yang pertama yaitu coklat gelap atau coklat kekuningan dengan empat atau enam garis memanjang dari kepala sampai selangkangan. Warna yang kedua biasanya coklat keabu-abuan gelap atau kekuningan dengan bintik-bintik gelap tersebar di seluruh tubuh (Iskandar 1998). Pada kondisi yang alami, perubahan warna pada amfibi dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya suhu. Kenaikan suhu, cahaya matahari yang terlalu kuat atau suhu udara kering menyebabkan warna berkilau, sedangkan penurunan suhu, kurangnya cahaya, serta kelembaban yang tidak tentu menyebabkan warna gelap (Hofrichter 2000).

Gambar 1. Perbedaan warna permukaan kulit pada Polypedates leucomystax.

Ukuran tubuh P. leucomystax bergantung pada jenis kelaminnya. Katak jantan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan katak betina. Ukuran SVL (Snout Vent Length atau panjang tubuh dari moncong sampai dengan selangkangan) katak jantan dewasa mencapai 50 mm dan katak betina dewasa


(34)

mencapai 80 mm (Iskandar 1998). Menurut Inger dan Stuebing (1997) ukuran SVL jantan dewasa pada P. leucomystax berkisar antara 37-50 mm sedangkan katak betina dewasa berkisar antara 57-75 mm. Menurut Berry (1975) ukuran SVL P. leucomystax mencapai 50-80 mm.

2. 3 Habitat dan Penyebaran

Habitat adalah kawasan yang terdiri dari komponen fisik (antara lain: air, udara, garam mineral, tempat berlindung dan berkembangbiak), dan biologi (antar lain : sumber pakan, jenis dan satwa lainnya) yang merupakan suatu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biak satwaliar tersebut (Alikodra 2002).

Menurut Iskandar (1998) P. leucomystax sering ditemukan di antara tetumbuhan atau di sekitar rawa dan bekas tebangan hutan sekunder. Jenis ini sering mendekati hunian manusia, karena tertarik oleh serangga di sekeliling lampu. Pasangan katak ini biasanya membuat sarang berbusa pada tetumbuhan di atas kolam. Menurut Inger dan Stuebing (1997) P. leucomystax merupakan jenis katak yang bisa hidup di habitat terganggu, dapat ditemukan dimanapun bahkan di dalam rumah, tetapi jarang ditemukan di hutan primer. Berry (1975) menyebutkan bahwa P. leucomystax merupakan salah satu katak yang umum ditemukan di sekitar daerah Semenanjung Malaysia. Katak tersebut menempati banyak tipe habitat, tetapi lebih banyak ditemukan di sekitar habitat manusia, di kota dan pedesaan. Telurnya diletakkan pada buih yang sering terlihat di sekitar rumah pada tong, kolam, tong penampung air hujan atau di daun pada pepohonan yang terdapat saluran air di sekitarnya.

Secara geografis P. leucomystax dapat ditemukan di Indo-Cina, India, Cina Selatan, Nicobar, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, Thailand, Peninsular Malaysia, Mentawai, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Bali, Lombok, Sumbawa Sumba, Flores, Timur Timur, Filipina, Nusa Tenggara dan Irian Jaya (diintroduksi) (Iskandar 1998; Iskandar dan Colijn 2000). Menurut Inger dan Stuebing (1997) di Kalimantan jenis ini dapat ditemukan pada kondisi lingkungan yang terganggu hingga ketinggian 750 mdpl dan penyebarannya cukup luas di Asia Selatan.


(35)

Menurut Yuliana (2000) di Kampus IPB Darmaga, P. leucomystax dapat ditemukan di sekitar Sawah Baru, Arboretum Fahutan, Hutan percobaan dan Sawah Cikabayan. Jenis ini ditemukan sedang menempel di daun, cabang atau bagian tumbuhan lainnya, tetapi pada ketinggian < 2 m di atas permukaan tanah.

2. 4 Perilaku Amfibi

Amfibi memiliki beragam perilaku sebagai respon terhadap rangsangan yang diterima. Amfibi memiliki perilaku yang unik dan beranekaragam dalam hal perkembangbiakan. Kebanyakan jenis-jenis amfibi di daerah tropis berkembangbiak pada saat musim hujan, agar kelembaban dari telur dapat terjaga dan dapat menetas dengan baik pada saat makanan melimpah bagi berudu (Goin et al. 1978; Stebbins dan Cohen 1995).

Aktivitas harian amfibi dipengaruhi oleh kebutuhan katak untuk memperoleh makanan, kawin dan tempat berlindung, menghindari pemangsa dan mempertahankan kondisi fisiologis yang memadai (Dole 1965). Kebanyakan amfibi memiliki beberapa perilaku yang hampir sama karena sifat morfologinya serupa. Kulit amfibi bersifat permeabel yaitu mudah menyerap cairan yang ada di sekitarnya dan mudah menguapkan cairan, sehingga sangat mudah mengalami dehidrasi saat terjadi penguapan yang menyebabkan hilangnya cairan yang ada. Oleh karena itu, banyak amfibi yang bersifat nokturnal (aktif pada malam hari) dan memiliki shelter (tempat berlindung) yang basah sepanjang hari dan mulai aktif hanya pada malam hari (Duellman dan Trueb 1986).

Pengaruh dari ukuran habitat dan terpisah pada penyebaran populasi sering ditunjukkan pada bermacam-macam spesies yang berbeda antar kelompok spesies (Claire et al. 1995). Menurut Sinsch 1990 dalam Pope (2001); Stebbins dan Cohen (1995) banyak ordo anura yang bergerak pada lokasi yang berbeda selama periode aktivitas tahunan mereka untuk menggunakan sumberdaya khusus yang dimiliki untuk melakukan hibernasi, bereproduksi dan mendapatkan nutrisi. Amfibi terestrial mempunyai daya adaptasi tersendiri dan perlahan-lahan dalam mengatasi kehilangan cairan dalam tubuh ketika mempertahankan kelembaban kulit pada saat pertukaran udara. Amfibi terestrial umumnya nokturnal, dengan mempertahankan temperatur harian yang tinggi dan


(36)

kelembaban yang rendah. Pada siang hari biasanya amfibi mempunyai kandungan kelembaban yang lebih tinggi dari pada lingkungan sekitarnya yang terbuka dari sinar matahari dan udara yang hangat. Tempat berlindung pada siang hari yaitu di bawah batu, batang pohon, daun jerami, celah-celah yang terlindung dan daun-daun (Duellman dan Trueb 1986)

Menurut Roy (1997) P. leucomystax (Katak pohon bergaris) sering ditemukan hinggap dan merayap pada pagar bambu atau pada rumput yang tinggi di sekitar aliran air. Perilaku tersebut memudahkan untuk penelitian tentang spesies terestrial atau akuatik dan untuk mengetahui perilaku kawin mereka. Menurut Duellman dan Trueb (1986) amfibi biasanya tergantung pada air dan umumnya menempati lingkungan yang berlawanan dengan fisiologi dasarnya. Hal ini dikarenakan amfibi merupakan satwa ektoterm dan mempunyai permukaan tubuh yang permeabel yaitu mudah menyerap cairan yang ada di sekitarnya dan mudah menguapkan cairan, sehingga mereka lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan yang berubah-ubah dibandingkan dengan makhluk berkaki empat (tetrapods) lainnya. Kebanyakan amfibi ditemukan berpindah ke air pada saat sudah siap untuk berpasangan. Peletakan telurnya terjadi setelah sampai di air, setelah keduanya siap untuk kawin. Pelepasan telur harus dilakukan cepat karena tidak ada pasangan yang ampleksus (kawin) yang dijumpai di sungai lebih dari sekali (Dole dan Durant 1974). Perilaku agresif sudah banyak dilaporkan pada banyak spesies amfibi dan biasanya terjadi pada jantan sejak dimulainya musim kawin (Wells 1977 dalam Shepard 2004).

Menurut Duellman dan Trueb (1986) banyak jenis amfibi aktif selama dan pertengahan musim hujan dan biasanya mereka aktif pada malam harinya. Pada dasarnya terdapat 2 macam strategi memakan pada amfibi. Banyak anura menggunakan strategi diam dan menunggu, strategi ini digunakan oleh setiap individu dikarenakan adanya pengaruh dari kelimpahan mangsa yang ada. Metode pengintaian tersebut mungkin untuk melindungi diri dari mekanisme sensor yang dimiliki predator. Strategi makan dari amfibi adalah biasanya mereka memilih mangsanya terlebih dahulu, kemudian berjalan mendekati mangsanya, menangkap dan menelannya. Kebiasaan makan amfibi dipengaruhi oleh beberapa faktor luar diantaranya yaitu keberadaan makanan musiman dan keberadaan pesaing.


(37)

Sedangkan faktor dalamnya seperti toleransi ekologi dan komposisi morfologi individu, pada setiap spesies mempunyai perbedaan ukuran yang signifikan dari jenis dan jumlah mangsa yang dimakan pada habitat yang berbeda.

2. 5 Pergerakan Amfibi

Amfibi adalah hewan yang sering berada pada satu tempat, pergerakannya hanya berkisar antara 10-100 m (Sinsch 1990; dalam Hodgkison dan Hero 2001). Menurut Duellman dan Trueb (1986) arah pergerakan amfibi dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Setelah perkawinan, sebagian besar pergerakan individu terlihat berada di sekitar lokasi perkawinan untuk mendapatkan makanan dan menemukan tempat berlindung dari kekeringan, pemangsa, dan kedinginan (Denton dan Beebee 1993 dalam Lemckert dan Brassil 2000).

Menurut Duellman dan Trueb (1986) wilayah jelajah adalah suatu kawasan yang digunakan oleh suatu individu untuk melakukan seluruh aktivitas hariannya. Wilayah jelajah biasanya mencakup tempat berlindung, tempat mencari makan dan pada beberapa kodok jantan digunakan sebagai tempat melakukan panggilan terhadap betinanya (calling site). Sebagai suatu tanggapan terhadap berkurangnya makanan, terbatasnya tempat perlindungan, atau berkurangnya peluang kawin individu tersebut biasanya memperluas wilayah jelajahnya atau melakukan perputaran di dalam wilayah jelajahnya.

Daerah teritori mempunyai definisi yang klasik yaitu “daerah yang banyak dipertahankan” dan diperlihatkan dengan penyerangan terhadap penyusup (Noble 1939 dalam Shepard 2004). Menurut Mathis et al. (1995) dalam Shepard (2004) untuk amfibi komponen penyusun terbentuknya daerah teritori yaitu : (1) sumberdaya terbatas, (2) daerah yang keras, dan (3) pertahanan sumberdaya; dengan kata lain teritori sebagai perluasan pertahanan suatu area (dengan advertensi atau penyerangan) yang akan memberikan keuntungan terhadap individu untuk mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk bertahan hidup ataupun melakukan perkembangbiakkan. Menurut Martof (1953) pergerakan harian mencapai jarak yang luas dan mungkin diklasifikasikan sebagai asosiasi dari (1) pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaan berikutnya, (2) aktivitas perkawinan, dan (3) musim dingin yang berkepanjangan.


(38)

III. METODE PENELITIAN

3. 1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Percobaan untuk melihat metode yang paling efektif dilakukan di Laboratorium Ekologi Satwaliar selama 2 bulan yaitu mulai bulan November sampai Desember 2006. Metode yang paling efektif dari hasil percobaan tersebut diaplikasikan dalam penelitian lapang. Selanjutnya, uji coba pengaruh penggunaan metode terpilih dilakukan terhadap pergerakan katak selama 24 jam. Penelitian lapang dilakukan selama lima bulan, yaitu mulai bulan Januari sampai dengan Mei 2007. Pengamatan dilakukan setiap 3 jam sekali selama 24 jam, pengamatan dilakukan mulai dari pukul 07.00 sampai pukul 07.00 WIB.

Pengamatan pendahuluan untuk mengetahui lokasi-lokasi yang banyak ditemukannya P. leucomystax (Katak pohon bergaris), dilakukan dengan menggunakan metode VES (Visual Encounter Sampling) (Heyer et al. 1994), yaitu mencari katak secara visual dengan mengamati sekitar lokasi pengamatan secara acak dan mencatat lokasi-lokasi ditemukannya P. leucomystax. Pengamatan dilakukan pada tanggal 26-29 September 2006 mulai dari pukul 20.00–22.00 WIB. Hasil pengamatan pendahuluan menunjukkan bahwa P. leucomystax sering dijumpai di daerah yang dekat dengan pemukiman penduduk atau daerah yang ada bangunannya.

Ket :

: Gymnasium : Fakultas Kehutanan : Fakultas Pertanian

: Fakultas Teknologi Pertanian : GWW

: Taman Rektorat

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian di Kampus IPB Darmaga (Sumber PPLH IPB). Skala 1 : 16.000


(39)

Penelitian dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga, yaitu Fakultas Kehutanan, Arboretum Lanskap dan GWW, Taman Rektorat, Gedung Fakultas Pertanian, sekitar lapangan voli Fakultas Teknologi Pertanian dan Gymnasium IPB (Gambar 2).

3. 2 Alat dan Bahan

Rincian alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Alat dan bahan penelitian

No. Alat Penggunaan

A. Uji Coba Metode

I Metode Pemakaian Cat dan Pewarna Makanan

1. Terarium Habitat buatan untuk katak

2. Cat (Studio 13) Bahan untuk melihat pergerakan katak

3. Pewarna makanan (Tjap Koepoe-koepoe) Bahan untuk melihat pergerakan katak 4. Alat tulis menulis Untuk mencatat data hasil pengamatan II Metode Pemakaian Tali

1. Benang katun Bahan untuk melihat pergerakan katak

2. Selongsong benang Tempat untuk gulungan benang

3. Tutup parfum 10 ml Tempat untuk gulungan benang

4. Botol sitrun 35 ml Tempat untuk gulungan benang

5. Hansaplast roll kain kecil Tempat untuk gulungan benang 6. Botol minyak kayu putih 60 ml Tempat untuk gulungan benang

7. Selongsong pulpen Tempat untuk menggulung benang

8. Cutter Alat potong

10. Palet Tempat untuk menggulung benang

9. Ban mobil-mobilan Tempat untuk menggulung benang

11. Suntikan 1ml Tempat untuk menggulung benang

12. Kikiran Penghalus palet

13. Ampelas Penghalus palet

14. Selotip paralon Pengikat alat ke punggung katak

15. Kawat untuk bunga hiasan berdiameter ± 0,5 mm

Pengikat alat ke punggung katak

16. Kawat berlapis karet (diameter 1 mm)dan berlapis alumunium (lebar 4 mm)

Pengikat alat ke punggung katak

17. Gunting Alat potong


(40)

Tabel 2. Lanjutan

No. Alat Penggunaan

19. Lilin + korek api Alat pemanas untuk melubangi tempat gulungan benang

20. Tang Pemotong palet

21. Pegangan untuk menggulung benang Alat bantu mempermudah menggulung benang

B. Pergerakan Katak Pohon Bergaris

1. Senter/headlamp dan batere Alat penerang survey malam

2. Kantong spesimen Tempat pengumpulan spesimen sementara

sebelum diberi perlakuan

3. Jam Pengukur waktu

4. Tally sheet dan alat tulis Pencatatan data lapangan

5. Kaliper Pengukuran panjang tubuh katak (SVL)

6. Timbangan/neraca pegas (5, 10, 30, 60, 100 gr)

Pengukuran berat tubuh katak

7. Meteran (50m) Pengukuran panjang pergerakan katak

C. Pengukuran Faktor Lingkungan

1. Termometer Pengukuran suhu udara dan air

2. Higrometer Pengukuran kelembaban udara

3. pH Meter/kertas pH Pengukuran kemasaman air

4. Tally sheet dan alat tulis Pencatatan data lapangan D. Alat Dokumentasi

1. Kamera, film dan batrei Pengambilan foto

2. Video kamera merek JVC Digital Video Camera

Pengambilan gambar

Beberapa alat dan bahan yang digunakan pada uji coba metode pergerakan P. leucomystax dapat dilihat pada gambar 3.


(41)

3. 3 Pengumpulan Data

Penelitian mengenai pola penggunaan ruang dan pergerakan harian Katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga dilakukan dalam dua tahapan utama, yaitu :

3. 3. 1 Uji Coba Metode

Uji coba metode untuk mencari metode efektif yang dapat digunakan untuk mengetahui pergerakan P. leucomystax dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu :

3. 3. 1. 1 Pembuatan dan Uji Coba Alat

3. 3. 1. 1. 1 Uji Coba Penggunaan Cat dan Pewarna Makanan

Uji coba metode ini dilakukan di Laboratorium Ekologi Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, pada tanggal 28 November 2006 dan 19 Desember 2006.

Pada uji coba pemberian cat dan pewarna makanan, katak yang diberi perlakuan adalah katak yang ditangkap dari Kolam Taman Rektorat dan ditempatkan di terarium (habitat buatan untuk katak). Pada uji coba pemberian cat, bahan yang digunakan adalah cat mainan anak-anak merek Studio 13 berwarna merah muda. Pada uji coba pertama (28 Novemver 2006) perlakuan diberikan pada seekor katak jantan (berat 8,75 gram dan SVL 49,25 mm), sedangkan pada uji coba kedua (19 Desember 2006), perlakukan diberikan pada sepasang Katak pohon bergaris yaitu katak jantan dengan berat 7,25 gram dan SVL 50,36 mm, serta betina (berat 22 gram dan SVL 71,96 mm). Pada uji coba pemakaian pewarna makanan, bahan yang digunakan adalah pewarna makanan kue merek Tjap Koepoe-koepoe berwarna hijau, katak yang diberi perlakuan adalah katak jantan dan betina (Jantan 7 gram, SVL 54,00 mm dan betina 20 gram, SVL 76,62 mm).

Cat atau pewarna makanan dibubuhkan dibagian telapak kaki katak. Setelah itu katak dilepas di dalam terarium selama 24 jam dan dilihat jejak cat atau pewarna makanan yang ditinggalkan pada terarium dan berapa lama jejak tersebut bertahan. Selain itu dilihat juga apakah cat atau pewarna makanan mempengaruhi kondisi katak dengan mengamati keaktifan katak dan tampilan


(42)

fisik katak setelah pemberian cat tersebut. Setelah uji coba selesai katak dilepaskan kembali di lokasi tempat awal tertangkap.

3. 3. 1. 1. 2 Uji Coba Pemasangan Benang Katun

Teknik pemasangan benang katun merupakan cara yang cukup murah untuk mengikuti pergerakan katak dengan jarak yang pendek (pergerakan lebih dari 50 m). Teknik ini digunakan pada katak terestrial yang memiliki ukuran SVL ≥ 60 mm (Dole 1965; Heyer et al. 1994). Berdasarkan hasil penelitian Dole (1965) berat total dari tali dan selongsong benang yang diikatkan pada punggung katak adalah 8,5 gram dengan panjang benang 50 m biasanya cukup untuk 2-3 hari. Namun jika katak sangat aktif maka panjang benang tersebut hanya cukup untuk 1-2 jam saja.

Benang katun di simpan dalam selongsong benang agar saat benang terurai maka tidak akan terbelit pada kaki katak, sehingga katak tersebut dapat bergerak dengan mudah. Benang katun dipilih karena benang ini akan lapuk bila terkena air selama beberapa saat, sehingga diharapkan bila katak tidak tertangkap kembali maka benang akan lepas dengan sendirinya. Selongsong diikatkan di punggung katak menggunakan benang elastis yang ukurannya sesuai dengan bentuk tubuh katak (Gambar 5). Katak yang sudah diberi perlakuan dilepaskan dan diamati jejak tali yang dihasilkan dari pergerakan katak selama 3 jam.


(43)

Uji coba metode pemasangan benang katun pada punggung katak dilakukan di Laboratorium Ekologi Satwaliar dan di taman depan rumah penulis. Uji coba dilakukan pada katak jantan dan betina yang ditangkap dari Taman Rektorat dan Fakultas Teknologi Pertanian.

Pada uji coba ini digunakan beberapa alat dan bahan untuk mencari alat yang paling sesuai untuk penelaahan pergerakan P. leucomystax, diantaranya yaitu:

a. Gulungan benang diikatkan pada batang pohon dengan ujung benang diikatkan pada punggung katak

b. Benang katun digulung dalam selongsong pulpen dan selongsong benang sebagai wadah penyimpannya. Alat diikatkan pada punggung katak dengan menggunakan benang elastis.

c. Penggulung benang dari plester kain dan botol minyak kayu putih sebagai wadah penyimpannya. Alat diikatkan pada punggung katak dengan menggunakan kawat yang digunakan untuk tangkai tanaman hias.

d. Palet (alat untuk menggulung benang pada mesin jahit) sebagai tempat menggulung benang dan botol sitrun sebagai wadah penyimpannya. Alat diikatkan dengan menggunakan kawat untuk tangkai tanaman hias.

e. Palet sebagai tempat menggulung benang dan botol sitrun sebagai wadah penyimpannya. Alat diikatkan dengan menggunakan kawat berlapis alumunium.

f. Benang katun digulung dalam selongsong suntikan dan tutup parfum sebagai wadah penyimpannya. Alat diikatkan pada punggung katak dengan menggunakan kawat berlapis karet.

g. Palet sebagai tempat menggulung benang dan botol sitrun sebagai wadah penyimpannya. Alat diikatkan dengan menggunakan selotip paralon. h. Bagian tengah palet sebagai tempat menggulung benang dan tutup parfum

sebagai wadah penyimpannya. Alat diikatkan dengan menggunakan kawat selotip pralon.


(44)

Gambar 5. Uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P. leucomystax.

3. 3. 1. 2 Uji Coba Pengaruh Penggunaan Alat terhadap Pergerakan P. leucomystax

Uji coba dilakukan dengan melihat perbandingan pergerakan antara katak yang memakai alat dengan yang tidak. Perlakuan diberikan pada katak jantan dan betina masing-masing satu ekor. Berat katak jantan yang diberi perlakuan yaitu 8,5 gram dan SVL 54,75 mm sedangkan berat katak jantan yang tidak diberi perlakuan yaitu 6,5 gram dan SVL 49,50 mm. Katak betina yang diberi perlakuan yaitu 30,5 gram dan SVL 77,50 mm sedangkan katak betina yang tidak diberi perlakuan beratnya 24 gram dan SVL 74,25 mm. Pengamatan dilakukan dalam terarium (habitat buatan untuk katak). Dalam pengamatan katak jantan dan betina dipisahkan. Uji coba ini dilakukan setiap 6 jam sekali selama 24 jam, dimana dilakukan perekaman menggunakan video recorder selama 30 menit untuk masing-masing tempat (Gambar 5).

3. 3. 2 Pola Pergerakan Harian dan Penggunaan Ruang P. leucomystax

Pengamatan dilakukan pada 12 individu (6 jantan, 6 betina) yang tersebar pada beberapa lokasi di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga (Gambar 3) yaitu di Fakultas Kehutanan (1 pasang), Arboretum Lanskap dan Graha Widya Wisuda (1 pasang), Taman Rektorat (1 pasang), Gedung Fakultas Pertanian (1 pasang), sekitar lapangan voli Fakultas Teknologi Pertanian (1 pasang) dan Gymnasium (1 pasang). Setiap katak yang diamati ditangkap dengan cara menangkap langsung sepasang katak jantan dan betina yang ditemukan pada setiap lokasi penelitian. Katak yang ditangkap terlebih dahulu ditimbang dan diukur panjang tubuh dari ujung moncong sampai anus (Snout Vent Length/SVL)


(45)

dengan menggunakan kaliper (Gambar 6). Setelah itu katak diberi perlakuan metode yang sesuai dengan hasil uji coba metode yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah selesai, katak dilepas kembali di lokasi dimana katak tersebut dijumpai.

Gambar 6. Ukuran SVL (Snout Vent Length) pada katak (garis hijau : a - b).

Dari hasil uji coba metode maka didapatkan metode yang terbaik untuk menentukan pola pergerakan dan penggunaan ruang yaitu dengan menggunakan metode pemsangan tali pada punggung katak. Pergerakan diukur berdasarkan posisi dari setiap individu setiap 3 jam selama 24 jam. Jejak katak yang terekam dari tali diikuti dan pada setiap titik pengamatan diberi tanda yaitu pada setiap lokasi dimana katak melakukan pergerakan. Data yang dicatat meliputi koordinat titik (setiap 3 jam), mikrohabitat yang digunakan oleh katak serta aktivitas yang dilakukan pada setiap lokasi ditemukannya jenis tersebut. Selain itu dilakukan pula pengukuran terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi perilaku harian dari Katak pohon bergaris. Beberapa faktor tersebut antara lain: substrat/lingkungan tempat ditemukan, tipe vegetasi, ketinggian, posisi horisontal terhadap badan air, posisi vertikal terhadap permukaan air, suhu udara (1,50 m dari permukaan tanah), kondisi cuaca (tidak hujan, gerimis, dan hujan deras), suhu air, kelembaban udara, pH air, sifat naungan dan penutupan oleh vegetasi atau obyek lain, dan data fisik lainnya. Selain data di atas dilakukan pula pengambilan data sekunder dari studi literatur yang meliputi kondisi umum lokasi penelitian, data iklim dan curah hujan di lokasi penelitian, serta peta Kampus IPB Darmaga.

3. 4 Analisis Data

Data yang didapatkan dianalisis dalam bentuk deskriptif dan kuantitatif. Setiap aktivitas yang dilakukan pada setiap lokasi ditemukannya jenis P. leucomystax dijelaskan secara deskriptif. Jarak pergerakan dari individu P.

a


(46)

leucomystax diperoleh dengan mengukur jarak antar titik-titik yang diambil setiap 3 jam pengamatan. Hasil pengukuran jarak tersebut digunakan untuk memetakan pergerakan katak selama satu hari. Untuk analisis, semua pergerakan < 0,05 m dianggap sebagai nol karena dengan jarak pergerakan tersebut dapat diartikan sebagai pergerakan yang dilakukan di tempat atau katak hanya bergeser dari posisi awal. Pergerakan dari individu diplotkan selama 24 jam untuk menentukan apakah individu akan kembali pada posisi awal saat beristirahat, dan untuk menentukan besarnya tumpang tindih dari kisaran tempat mencari makan (foraging).

Pergerakan katak dianalisa secara secara terpisah untuk setiap jenis kelamin. Analisis dilakukan secara kuantitatif yaitu untuk melihat net displacement dan nilai alur kelurusan dari pergerakan (straightness of the movement trail). Net displacement yaitu jarak yang ditempuh katak selama 24 jam. Net displacement diperoleh berdasarkan pengukuran titik dari interval akhir dan awal selama periode 24 jam. Nilai alur kelurusan diperoleh dengan menghitung rasio dari jarak kumulatif total katak bergerak selama 24 jam dengan jarak antara titik awal ke titik akhir pengamatan (Schwarzkopf dan Alford 2002). Nilai alur kelurusan digunakan untuk melihat pola pergerakan katak selama 24 jam, apakah bergerak menjauhi titik awal ataukah hanya bergerak di sekitar titik awal saja. Nilai alur kelurusan adalah 0 – 1, dimana 1 mengindikasikan katak bergerak ke luar dalam pola alur lurus, sementara 0 menunjukkan tidak adanya pergeseran.

Selain itu, dilakukan pula uji hipotesis dengan menggunakan metode penghitungan chi kuadrat, dengan rumus :

Dimana : χ2 : Chi kuadrat

E : Frekuensi yang diharapkan O : Frekuensi yang diobservasi

Apabila χ2 hitung lebih besar daripada χ2 tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Nilai alur kelurusan = Total jarak antara titik awal ke titik akhir

Jarak kumulatif total pergerakan katak

Σ

χ2

hitung = (O – E)

2


(47)

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4. 1 Letak dan Luas

Kampus IPB Darmaga terletak ± 9 km arah barat pusat kota Bogor atau ± 49 km sebelah selatan kota Jakarta. Luas keseluruhan areal kampus IPB Darmaga adalah 256,97 ha yang secara geografis terletak antara 6o 30’ – 6o 45’ Lintang Selatan dan 106o 30’– 106o 45’ Bujur Timur dengan ketinggian 145-195 m dpl (van Balen et al 1986 dalam Kurnia 2003).

Secara administratif Kampus IPB Darmaga termasuk kedalam wilayah Desa Babakan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat. Batas-batas Kampus IPB Darmaga adalah:

- sebelah Timur berbatasan dengan Desa Babakan

- sebelah Selatan berbatasan dengan Jalan Raya Bogor-Jasinga - sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Cihideung, dan

- sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Ciapus dan Sungai Cisadane Arboretum Fakultas Fehutanan IPB merupakan tegakan campuran yang terdiri dari jenis-jenis tanaman kehutanan. Terletak di depan gedung utama kompleks Fakultas Kehutanan. Luas keseluruhan mencapai 0,36 Ha. Lantai arboretum ditumbuhi oleh tumbuhan bawah, tumbuhan menjalar dan tanaman pada berbagai tingkat pertumbuhan Yuliana (2000).

4. 2 Keadaan Kawasan 4. 2. 1 Kondisi Fisik

Topografi kampus IPB Darmaga sangat beragam dari mulai datar sampai bergelombang dengan gedung-gedung yang dikelilingi oleh kawasan hutan. Keadaan topografi Kampus IPB Darmaga adalah 41% dari luas kawasan memiliki kemiringan 0-5%, 37% areal memiliki kelerengan 5-15%, 17% areal memiliki kelerengan 15-25% dan 5% memiliki kelerengan > 25%. Jenis tanah di Kampus IPB Darmaga termasuk jenis Latosol. Ketinggian lokasi penelitian berkisar antara 145-200 meter diatas permukaan laut.

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, Kampus IPB Darmaga termasuk daerah bertipe hujan A dengan bulan basah > 9 bulan. Curah hujan


(48)

rata-rata tahunan mencapai 4046 mm. Temperatur udara rata-rata-rata-rata tahunan 23,2˚C dengan suhu maksimum 31,1˚C dan minimum 22,2˚C. Sedangkan menurut Badan Metereologi dan Geofisika (1999) dalam Hafni (2001) mengenai data pengamatan iklim wilayah Darmaga selama 9 tahun berturut-turut (1991-1999) di Stasiun Pengamatan Klimatologi Kelas 1 Dramaga menyebutkan rata-rata suhu udara 25,6˚C, kelembaban nisbi 84,8%, curah hujan 329,7 mm/bulan, kecepatan angin 1,6 km/jam dan lama penyinaran matahari sebesar 58,9%.

Pola penggunaan lahan di Kampus IPB Darmaga dapat dibagi kedalam 11 kelompok yaitu Komplek Akademik, Pusat Administrasi, Plaza Taman Rektorat, Arboretum, Kompleks Graha Widya Wisuda, Kandang Ternak, Komplek Olahraga, Komplek Mesjid Al Hurriyyah, Asrama Mahasiswa, Kebun Percobaan dan Ruang Terbuka Hijau.

3. 2. 2 Kondisi Biotik 3. 2. 2. 1 Flora

Vegetasi di lingkungan Kampus IPB Darmaga berupa vegetasi semak berumput, tegakan karet, hutan pinus, hutan campuran, hutan percobaan, arboretum dan tanaman pekarangan perumahan dosen dan taman. Pada mulanya seluruh wilayah Kampus IPB Darmaga didominasi oleh tegakan karet (Hevea brasilliensis) namun saat ini hanya tinggal beberapa bagian saja yang tersisa. Selain itu terdapat juga hutan campuran yang terletak di sebelah utara Mesjid Al Hurriyyah yang merupakan miniatur dari hutan tropika dataran rendah karena memiliki struktur tajuk berbeda.

3. 2. 2. 2 Fauna

Kampus IPB Darmaga memiliki keanekaragaman satwaliar yang tinggi. Menurut Hernowo et al. (1991) ditemukan 12 jenis mamalia, 68 jenis burung, 37 jenis reptil dan 4 jenis ikan di Kampus IPB Darmaga, sedangkan untuk amfibi ditemukan sebanyak 13 jenis yang semuanya berasal dari ordo Anura (Yuliana 2000). Dari 13 jenis amfibi yang ditemukan, Bufo melanostictus merupakan jenis yang paling banyak ditemukan, jenis yang paling sedikit ditemukan adalah Occidozyga lima, Fejervarya limnocharis dan Rhacophorus reinwardtii (Yuliana 2000).


(49)

V. HASIL

5. 1 Hasil Uji Coba Metode

5. 1. 1 Metode Pemakaian Cat dan Pewarna Makanan

Hasil uji coba menggunakan cat dan pewarna makanan (Gambar 7), menunjukkan bahwa kedua bahan tersebut tidak meninggalkan jejak yang tahan lama. Pada penggunaan cat, cat yang lengket dan licin membuat katak sulit bergerak. Cat juga hanya tahan untuk beberapa lompatan saja karena sebagian besar dari cat langsung menempel pada kaca terarium dalam sekali lompatan. Penggunaan pewarna makanan juga tidak jauh berbeda dengan penggunaan cat, yaitu hanya tahan untuk beberapa lompatan saja. Selain itu pewarna makanan luntur apabila terkena air.

Gambar 7. Jejak hasil pergerakan P. leucomystax(a dan b) menggunakan cat;

(c dan d) menggunakan pewarna makanan.

5. 1. 2 Metode Pemakaian Tali

Penggunaan benang sebagai alat untuk menelaah pergerakan P. leucomystax menghadapi beberapa kendala dalam penentuan alat dan bahan yang sesuai pada pemasangan alat penggulung benang dan wadah gulungan benangnya (Gambar 8). Setelah dilakukan uji coba pembuatan alat dengan menggunakan bahan-bahan yang berbeda (Tabel 2) maka hasil yang terbaik untuk metode tali

a b

d c


(50)

bagi katak betina adalah menggunakan palet sebagai penggulung benang dan botol sitrun sebagai wadah penyimpan palet tersebut. Untuk katak jantan, metode tali yang terbaik yaitu menggunakan setengah bagian palet sebagai penggulung benangnya dan tutup parfum sebagai wadah penyimpanya. Tali pengikat yang digunakan yaitu selotip paralon. Adapun berat alat terbaik yang berhasil dibuat adalah 4 gram untuk betina dan 1,5 gram untuk jantan

Tabel 3. Uji coba beberapa bahan pada pembuatan alat pergerakan P. leucomystax dengan menggunakan metode tali

Metode Penempatan

Gulungan Benang Bahan

Berat

Alat Dampak pada Katak Tanpa

selongsong

Batang pohon Benang katun Katak tidak bergerak

dengan bebas karena benang menyangkut pada ranting tanaman Dengan

selongsong

selongsong pulpen (tinggi ± 1,5 cm; lebar ± 3 mm)

− Benang katun (10 m)

− Selongsong benang sebagai wadah gulungan benang

− Ban mobil-mobilan (diameter 8 mm) penahan sisi bawah dan atas selongsong pulpen

− Benang elastis (diameter ± 0,5 mm) sebagai pengikatnya

2 gram

5 individu katak mati, karena benang kusut dan tidak keluar dengan lancar

Dengan selongsong

Hansaplast roll kain (tinggi ± 1,6 cm; lebar ± 3 cm)

- Benang katun (50 m) - Botol minyak kayu putih

sebagai penyimpan gulungan benang (diambil bagian bawahnya ± 2,2 cm)

- Kawat bunga hiasan (diameter ± 0,5 mm) untuk pengikatnya

6 gram

Alat tidak diujicobakan karena berat alat hampir sama dengan berat katak jantan dan setengah dari berat katak betina

Dengan selongsong

Palet (alat untuk menyimpan benang pada mesin jahit) (tinggi ± 1,1 cm; lebar ± 2 cm)

- Benang katun (30 m) - Botol sitrun sebagai wadah

gulungan benang (diambil bagian bawahnya ± 1,3 cm dan lebar ± 2,3 cm)

- Kawat bunga hiasan (diameter ± 0,5 mm) untuk pengikatnya

5 gram

Alat dapat diterapkan untuk katak betina. Katak bergerak bebas namun pengikatnya menyebabkan luka pada kulit katak


(51)

Tabel 4. Lanjutan

Metode Penempatan

Gulungan Benang Bahan

Berat

Alat Dampak pada Katak Dengan

selongsong

Palet (alat untuk menyimpan benang pada mesin jahit) (tinggi ± 1,1 cm; lebar ± 2 cm)

- Benang katun (30 m) - Botol sitrun sebagai wadah

penyimpan gulungan benang (diambil bagian bawahnya ± 1,3 cm dan lebar ± 2,3 cm) - Kawat berlapis alumunium

(lebar 4 mm) sebagai pengikatnya

5 gram

Katak dapat

melepaskan alat yang diikatkan pada punggungnya karena pengikatnya tidak terlalu kuat saat mengikatnya

Dengan selongsong

Selongsong suntikan (tinggi ± 1,5 cm; lebar ± 4 mm)

- Benang katun (5 M)

- Tutup parfum sebagai wadah penyimpan gulungan benang (diambil bagian bawahnya ± 2 cm)

- Kawat berlapis karet berdiameter 1 mm sebagai pengikatnya

2 gram

Pergerakan katak terhambat karena alat cukup besar dan keluarnya benang kurang lancar serta tali pengikatnya kurang kuat sehingga alat dilepaskan Dengan

selongsong

Palet (alat untuk menyimpan benang pada mesin jahit) (tinggi ± 1,1 cm; lebar ± 2 cm)

- Benang katun (30 M) - Botol sitrun sebagai wadah

penyimpan gulungan benang (diambil bagian bawahnya ± 1,3 cm dan lebar ± 2,3 cm) - Selotip paralon sebagai

pengikatnya

4 gram

Alat dapat diterapkan pada katak betina. Katak dapat bergerak dengan bebas Dengan selongsong Palet bagian tengahnya (alat untuk menyimpan benang pada mesin jahit) (tinggi ± 1,1 cm; lebar ± 1,2 cm)

- Benang katun (15 M) - Tutup parfum sebagai wadah

penyimpan gulungan benang (diambil bagian bawahnya ± 1,5 cm dan lebar 1,5 cm) - Selotip paralon sebagai

pengikatnya

1,5 gram

Alat dapat diterapkan pada katak jantan. Katak dapat bergerak dengan bebas.


(52)

5. 1. 3 Uji Coba Pengaruh Penggunaan Alat terhadap Pergerakan P. leucomystax

Uji coba pengaruh penggunaan alat dilakukan pada pemasangan metode tali pada punggung katak. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pada awal pemasangan terdapat reaksi penolakan katak terhadap alat yang ditunjukkan, yaitu usaha untuk melepaskan alat dari punggungnya. Namun, setelah beberapa saat katak mulai terbiasa dengan alat dan bergerak dengan bebas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa baik katak yang memakai alat dan tidak memakai alat lebih banyak diam dan hanya sedikit bergerak (Tabel 5 dan 6).

Tabel 5. Hasil uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P. leucomystax Lama Bergerak (detik)

Waktu

(WIB) Jantan memakai

alat Jantan tanpa alat

Betina memakai

alat Betina tanpa alat

22:00 1 - 19 1

04:00 38 5 3 13

10:00 - - - -

16:00 - - - -

22:00 5 2 32 -

Gambar 8. Beberapa hasil percobaan pembuatan alat pada metode tali. (a) penggulung benangnya hansaplast roll kain; (b) penggulung benangnya selongsong suntikan; (c) beberapa jenis tali pengikat; (d) penggulung benangnya palet; (e) penggulung benangnya palet; dan (f) alat yang sesuai untuk menelaah pergerakan P. leucomystax.

a b c


(53)

Tabel 6. Persentase pergerakan pada uji coba pengaruh penggunaan alat terhadap pergerakan P. leucomystax

Lama Bergerak (%) Waktu

(WIB) Jantan memakai

alat Jantan tanpa alat

Betina memakai

alat Betina tanpa alat

22:00 0,005 0 0,09 0,005

04:00 0,2 0,02 0,01 0,06

10:00 0 0 0 0

16:00 0 0 0 0

22:00 0,02 0,009 0,1 0

5. 2 Hasil Pengamatan Pergerakan P. leucomystax

Dari hasil pengamatan pergerakan, terlihat bahwa terdapat perbedaan antara pergerakan katak jantan dengan katak betina. Hal itu terlihat dari total pergerakan yang dilakukan selama 24 jam dan hasil Chi kuadrat hitung yang lebih besar dari pada Chi kuadrat tabel (4,448 > 3,481), terlihat bahwa katak betina pergerakannya lebih luas dibandingkan dengan katak jantan.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Alur Kelurusan Pergerakan P. leucomystax di Kamus IPB Darmaga

Lokasi Individu Total

Pergerakan (m)

Jarak dari posisi awal – akhir (m)

Nilai Alur Kelurusan

Betina 73,52 14,28 0,19

Gymnasium

Jantan 32,1 1,69 0,05

Betina 69,32 29,65 0,43

Fakultas Pertanian

Jantan 15,44 7,86 0,51

Betina 20,76 14,8 0,71

Fakultas Kehutanan

Jantan 15,47 7,6 0,49

Betina 19,72 16,56 0,84

Fakultas Teknologi Pertanian

Jantan 23,09 14,55 0,63

Betina 107 19,1 0,18

Taman Rektorat

Jantan 24,66 8,58 0,35

Betina 16,85 12,24 0,73

Arboretum Lanskap dan GWW

Jantan 29,13 3,9 0,13

Dari hasil perhitungan nilai alur kelurusan pada Tabel 7, dapat diketahui bahwa sebagian besar katak jantan pergerakannya tidak menjauhi titik awal, sedangkan untuk katak betina ada sebagian yang menjauhi titik awal pengamatan


(54)

dan sebagian lagi mendekati titik awal pengamatan. Sementara itu, dari hasil perhitungan Chi kuadrat nilai alur kelurusan dengan nilai Chi kuadrat hitung lebih kecil dari pada Chi kuadrat tabel (0,686 < 3,481), diketahui bahwa pola pergerakan katak jantan dan betina tidak menjauhi titik awal.

5. 3 Hasil Pengamatan Penggunaan Ruang P. leucomystax

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pada siang hari biasanya katak berada di tempat-tempat yang terlindung, seperti di bawah serasah, sela-sela ranting tumbuhan bawah, lubang akar pohon dan di bawah tumpukan batu (Tabel 8). Katak jantan sebagian besar lebih banyak beraktivitas di sekitar sumber air. Selain itu, pada setiap lokasi terlihat beberapa jenis satwa yang menjadi makanan P. leucomystax, seperti semut, belalang, jangkrik dan labah-labah.

Tabel 8. Aktivitas P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga pada pukul 07.00 - 01.00 WIB

Lokasi Individu Aktivitas Substrat

Betina Istirahat/Tidur Lubang tumpukan batu Fak. Kehutanan Jantan Istirahat/Tidur di bawah serasah Matoa dekat

kolam

Betina Istirahat/Tidur Tanaman Jarak Pagar Fak. Pertanian

Jantan Istirahat/Tidur Akar tanaman bayam-bayaman Betina Istirahat/Tidur tanaman nanas kerang

Fak. Teknologi

Pertanian Jantan Istirahat/Tidur tembok kolam pembuangan limbah Betina Istirahat/Tidur polong-polongan

GWW & Arboretum

Lanskap Jantan Istirahat/Tidur tembok selokan

Betina Istirahat/Tidur serasah Taman Rektorat

Jantan Istirahat/Tidur bayam merah Betina Istirahat/Tidur pisang mati Gymnasium Jantan Istirahat,


(55)

Tabel 9. Aktivitas P. leucomystax di Kampus IPB Darmaga pada pukul 01.00-07.00 WIB

Lokasi Individu Aktivitas Substrat

Betina Diam dan bergerak sawo, mahkota dewa, talas-talasan Fak. Kehutanan

Jantan Diam dan bergerak pohon matoa

Betina Diam dan bergerak rumput, talas-talasan, styrofoam Fak. Pertanian

Jantan Diam dan bergerak bambu jepang Betina Diam dan bergerak tanaman nanas kerang Fak. Teknologi

Pertanian Jantan Diam dan bergerak rumput Betina Diam dan bergerak rumput GWW & Arboretum

Lanskap Jantan Diam dan bergerak selokan

Betina Diam dan bergerak tanaman soka, rumput Taman Rektorat

Jantan Diam dan bergerak bayam merah Betina Diam dan bergerak rumput, tanaman soka Gymnasium


(56)

VI. PEMBAHASAN

6. 1 Uji Coba Efektifitas Dua Metode

6. 1. 1 Metode Pemakaian Cat dan Pewarna Makanan

Metode pemakaian cat pada telapak kaki katak, adalah salah satu metode yang pernah dilakukan untuk melihat pergerakan katak (lihat Eggert et al. 1999 mengenai perbandingan dua metode untuk mempelajari pergerakan amfibi terestrial; Davies dan MacDonald 1979 mengenai variasi hubungan intraspesifik pada Litoria chloris). Cat yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Eggert et al. tahun 1999 dan Davies dan MacDonald tahun 1979 adalah sejenis bahan yang dapat berpendar apabila terkena cahaya (fluorescent pigment) sehingga akan memudahkan untuk melihat pola pergerakan dari individu yang diberi perlakuan. Penelitian ini menggunakan jenis cat yang berbeda, karena cat yang digunakan oleh peneliti di luar negeri tidak dapat diperoleh di Bogor. Perbedaan jenis cat yang digunakan ini diduga menyebabkan gagalnya penggunaan cat pada penelitian ini. Jenis cat yang digunakan pada penelitian ini selain tidak bertahan lama juga dikhawatirkan bersifat racun bagi katak.

Pada uji coba pertama, cat yang diberikan pada katak jantan yang diberi perlakuan hanya mampu bertahan sampai lima lompatan saja. Keesokan harinya, katak yang diberi perlakuan tersebut ditemukan mati kekeringan. Beberapa faktor diduga menyebabkan kematian katak tersebut, yaitu: kurangnya makanan dan air dalam terrarium, dan sifat cat yang mungkin beracun pada katak tersebut. Pada uji coba pertama ini katak diberi perlakuan dua hari setelah tertangkap dan dalam kondisi perut yang rata tanpa benjolan seperti pada katak yang sudah makan. Selain itu, tidak adanya air di dalam terarium menyebabkan katak kekeringan. Kulit katak bersifat permeabel, yaitu dapat menyerap cairan yang ada disekitarnya dan mudah menguapkan cairan apabila kelembaban disekitarnya sangat rendah. Ketahanan tubuh yang rendah ditambah dengan kondisi terarium yang tidak memadai diduga menyebabkan kematian katak tersebut. Tidak adanya informasi mengenai bahan yang terkandung dalam cat dan efek samping dari penggunaan cat tersebut, sehingga tidak dapat diketahui apakah cat beracun bagi katak apabila menempel pada kulitnya.


(1)

5. Taman Rektorat

Tabel 18. Hasil pengamatan P. leucomystax betina di Taman Rektorat waktu aktivitas substrat D W Cuaca RH

(%)

vegetasi

dominan ket 7:00 diam dinding rumah

kaca 28 25 cerah 74 V: 50cm

10:00 tidur tanah 30 27 cerah 75 rumput 13:00 tidur tanah 31 26,5 gerimis 62 rumput 16:00 tidur tanah 28,5 26,5 hujan 82 rumput

19:00 lompat got 28 26,5 86 penambahan benang

22:00 lompat got 28 25,5 78

1:00 diam batang soka 25 24

cerah 95

tanaman

soka V: 2.5m 4:00 diam batang soka 24 23,5

cerah 95

tanaman

soka V: 2m 7:00 tidur serasah 24 23 cerah 90 rumput

Keterangan : Berat katak : 38 gram Berat alat : 4 gram SVL : 88,86 mm pH air : 6

Satwa lain : B. melanostictus, P. leucomystax jantan dan betina Tabel 19. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Taman Rektorat

waktu aktivitas Substrat D W Cuaca RH (%)

vegetasi

dominan ket 7:00 diam bayam

merah 27,5 25 cerah 78

bayam merah 10:00 diam bayam

merah 29,5 27 panas 79

bayam merah 13:00 diam bayam

merah 29 25 mendung 67 bayam merah 16:00 diam bayam

merah 27,5 25,5 cerah 82

bayam merah

19:00 lompat lantai 26,5 25,5 cerah 90 penambahan benang 22:00 lompat tembok

kolam 24.5 24 cerah 95

bayam merah 1:00 diam bayam

merah 24 23,5 cerah 95

bayam merah 4:00 diam lantai 24,5 23 cerah 95

7:00 diam tanah 24,5 24 cerah 95 bayam merah Keterangan : Berat katak : 6 gram Berat alat : 1,5 gram

SVL : 48,82 mm pH air : 6


(2)

6. Arboretum Lanskap + GWW

Tabel 20. Hasil pengamatan P. leucomystax betina di Arboretum Lanskap dan Graha Widya Wisuda

waktu aktivitas Substrat D W Cuaca RH (%)

vegetasi

dominan ket 7:15 tidur

polong-polongan 25,5 24,5 cerah 90 rumput 10:15 tidur rumput 26 25 cerah 90 rumput 13:15 menyelusup rumput 28,5 25,5 gerimis 74 rumput

16:15 diam rumput 27,5 26.5 hujan 91 rumput penambahan benang

19:15 diam rumput 26 24,5 cerah 86 rumput terdapat beberapa jenis serangga 22:15 diam rumput 24,5 24 gerimis 95 rumput terdapat beberapa

jenis serangga 1:15 diam rumput 24 23,5 cerah 95 rumput terdapat beberapa

jenis serangga 4:15 lompat rumput 23 22,5 cerah 95 rumput terdapat beberapa

jenis serangga 7:15 tidur rumput 24 23,5 cerah 95 rumput

Keterangan : Berat katak : 22 gram Berat alat : 4 gram SVL : 72,00 mm pH air : - Satwa lain : -

Tabel 21. Hasil pengamatan P. leucomystax jantan di Arboretum Lanskap dan Graha Widya Wisuda

waktu aktivitas substrat D W Cuaca RH (%)

Vegetasi

dominan Ket 7:00 diam got 24 23 cerah 90 rumput banyak nyamuk 10:00 diam akar

kemloko 28,5 26 cerah 78 rumput banyak nyamuk 13:00 diam dinding

got 33 26 panas 51 rumput banyak nyamuk 16:00 diam dinding

got 29,5 26 cerah 71 rumput

penambahan benang, banyak nyamuk 19:00 lompat dinding

got 27 26 cerah 90 rumput

penambahan benang, banyak nyamuk 22:00 diam got 26 24,5 cerah 86 rumput banyak nyamuk

1:00 diam got 25,5 24,5 cerah 90 rumput banyak nyamuk 4:00 lompat dinding

got 24,5 23,5 cerah 90 rumput banyak nyamuk 7:00 diam dinding

got 24 23,5 cerah 90 rumput banyak nyamuk Keterangan : Berat katak : 11 gram Berat alat : 1,5 gram

SVL : 54,52 mm pH air : 6,5


(3)

Lampiran 2. Hasil Perhitungan Chi Kuadrat

1. Berdasarkan Total Pergerakan

Total Pergerakan

Jantan

Betina

Total

50 m

6

3

9

50 m

0

3

3

Total 6

6

12

Ho : Total pergerakan jantan dan betina sama selama 24 jam

Ha : Total pergerakan jantan dan betina tidak sama selama 24 jam

A

B

O = 6

O = 3

E = (6x9) : 12 = 4,5

E = (6x9) : 12 = 4,5

C

D

O = 0

O = 3

E = (6x3) : 12 = 1,5

E = (6x3) : 12 = 1,5

Derajat kebebasan : (2-1) = 1

Taraf Kesalahan yang digunakan 5 %

A

B

[(6-4,5) – 0,5]

2

/ 4,5 = 0,222 [(3-4,5) – 0,5]

2

/ 4,5 = 0,888

C

D

[(0-1,5) – 0,5]

2

/ 1.5 = 2,667 [(3-1,5) – 0,5]

2

/ 1,5 = 0,666

χ

2

hitung = 0,222 + 0,888 + 2,667 + 0,666 = 4,443

χ

2

tabel = 3,481

Karena

χ

2

hitung >

χ

2

tabel, yaitu 4,443 > 3,481, maka Ho ditolak dan Ha

diterima, artinya bahwa total pergerakan antara katak jantan dan kataj betina tidak

sama selama 24 jam

2. Berdasarkan Nilai Alur Kelurusan

Total Pergerakan

Jantan

Betina

Total

0.5 m

4

3

7

0.5 m

2

3

5

Total 6

6

12

Ho : Pola pergerakan jantan dan betina tidak menjauhi titik awal pengamatan

Ha : Pola pergerakan jantan dan betina menjauhi titik awal pengamatan

A

B

O = 4

O = 3

E = (6x7) : 12 = 3,5

E = (6x7) : 12 = 3,5

C

D

O = 2

O = 3


(4)

Derajat kebebasan : (2-1) = 1

Taraf Kesalahan yang digunakan 5 %

A

B

[(4-3,5) – 0,5]

2

/ 3,5 = 0

[(3-3,5) – 0,5]

2

/ 3,5 = 0,286

C

D

[(2-2,5) – 0,5]

2

/ 2,5 = 0,4

[(3-2,5) – 0,5]

2

/ 2,5 = 0

χ

2

hitung = 0 + 0,286 + 0,4 + 0 = 0,686

χ

2

tabel = 3,481

Karena

χ

2

hitung <

χ

2

tabel, yaitu 0,686 < 3,481, maka Ho diterima dan Ha

ditolak, artinya bahwa pola pergerakan katak jantan dan betina tidak menjauhi

titik awal pengamatan.


(5)

Lampiran 3. Pola Pergerakan

Polypedates leucomystax

di Kampus IPB

1. Fakultas Kehutanan

2. Fakultas Pertanian

3.

Fakultas Teknologi Pertanian

Gambar 17. Pola pergerakan Polypedates leucomystax di Fakultas Kehutanan

.

Gambar 18. Pola pergerakan Polypedates leucomystax di Fakultas Pertanian.

Gambar 19. Pola pergerakan Polypedates leucomy Pertanian.stax di Fakultas Teknologi


(6)

4. Taman Rektorat

5. GWW dan Arboretum Lanskap

6. Gymnasium

Gambar 20. Pola pergerakan Polypedates leucomystax di Taman Rektorat.

Gambar 21. Pola pergerakan Polypedates leucomystax di GWW & Arboretum Lanskap.


Dokumen yang terkait

Pola pergerakan harian dan penggunaan ruang katak pohon bergaris (Polypedates leucomystax) di Kampus IPB Darmaga

0 6 77

Perilaku berbiak katak pohon hijau (Rhacophorus reinwardtii Kuhl & van Hasselt, 1822) di kampus IPB Darmaga

0 21 65

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam/Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

1 14 52

Variasi Morfologi Katak Pohon Bergaris Polypedates leucomystax Gravenhorst, 1829 (Anura; Rhacophoridae) di Sumatera Barat | Addaha | Natural Science: Journal of Science and Technology 5140 16796 1 PB

0 0 7

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 13

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 2

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 3

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 3 5

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 0 3

Pola Pergerakan Harian dan Mikrohabitat Katak Pohon Bergaris (Polypedates leucomystax) di Taman Wisata Alam Cagar Alam Sibolangit, Sumatera Utara

0 1 12