Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

19

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman lain. ASI Eksklusif diberikan sampai 6 bulan pertama kehidupan. Manfaat
dari pemberian ASI eksklusif bagi bayi adalah sebagai makanan dengan kandungan
gizi yang paling sesuai untuk kebutuhan bayi, melindungi dari berbagai infeksi dan
memberikan hubungan kasih sayang yang mendukung semua aspek perkembangan
bayi, termasuk kesehatan dan kecerdasan bayi. Bagi ibu, memberikan ASI secara
eksklusif dapat mengurangi perdarahan pada saat persalinan, menunda kesuburan dan
meringankan beban ekonomi (Roesli, 2013).
Banyak keuntungan yang dapat diperoleh terutama untuk kesehatan dan
perkembangan bayi ketika ia tetap diberi ASI sampai bayi berusia 6 bulan. Sebagian
besar wanita di Inggris berkeinginan untuk menyusui bayinya dan sudah banyak
memulainya, namun setelah 2 minggu pertama jumlah wanita yang menyusui
menurun dengan cepat. Alasan mereka tidak melanjutkan menyusui adalah karena
nyeri, pembengkakan payudara dan puting yang luka. Serta merasa cemas jika jumlah
ASI mereka tidak mencukupi. Jika nyeri payudara bukan menjadi penyebab wanita

menghentikan pemberian ASI, mungkin ketidaknyamanan yang menyebabkan dan
dapat berlangsung selama beberapa minggu (Handerson, 2011).

1

20

Suatu hasil penelitian di Ghana yang diterbitkan oleh jurnal pediatrics
menunjukkan bahwa 16% kematian bayi dapat dicegah melalui pemberian ASI pada
bayi sejak hari pertama dari kelahirannya. Dari 42 negara menunjukkan bahwa ASI
ekslusif memiliki dampak terbesar terhadap penurunan angka kematian balita, yaitu
13% dibanding intervensi kesehatan masyarakat lainnya (Roesli, 2013).
Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) 2012,
Angka kematian bayi (AKB) di Indonesia sebesar 32 kematian per 1.000 kelahiran
hidup. Angka ini masih di bawah target Millenium Development Goals (MDG’s),
yaitu 23 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2013). Usaha dalam mencapai target
penurunan AKB, dapat dilakukan dengan cara pemberian ASI Eksklusif. Pemberian
ASI Eksklusif dapat menekan AKB dan mengurangi 30.000 kematian bayi di
Indonesia dan 10 juta kematian bayi di dunia melalui pemberian ASI Eksklusif
selama enam bulan sejak jam pertama kelahirannya tanpa memberikan makanan dan

minuman tambahan kepada bayi (Siregar, 2010). Hasil Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, menunjukkan angka cakupan ASI eksklusif
di Indonesia pada bayi umur 0-6 bulan hanya 27 %. Angka cakupan tersebut masih
sangat rendah namun setidaknya telah mengalami peningkatan dibandingkan dengan
hasil SDKI 2007 yaitu 17 %, (SDKI, 2012).
Menurut Anik (2012), kunci keberhasilan pemberian ASI eksklusif adalah
inisiasi menyusu dini (IMD) yaitu 1 jam pertama sesudah lahir. Cara menyusui yaitu
posisi dan perletakan menyusui yang benar, dan mengenali tanda kecukupan ASI.
Berdasarkan UU Nomor 33 tahun 2012 pasal 9 tenaga kesehatan dan penyelanggara

21

fasilitas pelayanan kesehatan wajib melakakukan inisiasi menyusu dini (IMD)
terhadap bayi yang baru lahir kepada ibunya paling singkat selama 1 jam. Inisiasi
menyusu dini (IMD ) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan cara
meletakkan bayi secara tengkurap di dada ibu atau di perut ibu sehingga kulit bayi
melekat di kulit ibu.
Peran Millenium Devolepment Goals (MDGs) dalam pencapaian IMD, yaitu
IMD dapat meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif dan lama menyusui maka akan
membantu mengurangi kemiskinan, membantu mengurangi kelaparan karena ASI

dapat memenuhi kebutuhan makanan bayi sampai usia dua tahun, membantu
mengurangi angka kematian anak balita. Pemberian ASI dikenal sebagai salah satu
hal yang berpengaruh paling kuat terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
perkembangan anak (Anik, 2012).
Berdasarkan penelitian Mashudi, (2012) yang berjudul inisiasi menyusu dini
awal keberhasilan ASI Eksklusif menerangkan, bahwa bayi yang begitu lahir
dilakukan teknik IMD pada usia 50 menit mampu menyusu lebih baik, sedangkan
bayi yang tidak dilakukan teknik IMD pada usia yang sama 50% tidak dapat menyusu
dengan baik. Pada usia enam bulan dan setahun, bayi yang diberi kesempatan
menyusu dini, hasilnya 59 % dan 38% yang masih disusui. Sedangkan bayi yang
tidak diberi kesempatan menyusu dini pada usia yang sama tinggal 29 % dan 8 %
yang masih disusui.
Menyusui merupakan suatu proses alamiah, namun sering ibu-ibu tidak
berhasil atau menghentikan menyusui lebih dini. Banyak alasan yang dikemukan oleh

22

ibu-ibu antara lain, ibu merasa air susunya tidak cukup dan tidak keluar pada hari-hari
pertama kelahiran bayi, hal ini disebabkan karena kurang percaya diri bahwa air
susunya cukup untuk bayi dan kurangnya informasi tentang cara-cara menyusui yang

baik dan benar. Didaerah pedesaan pada umumnya ibu menyusui, namun hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kebiasaan kurang baik, yaitu memberikan
makanan atau minuman untuk mengganti air susu apabila belum keluar pada hari
pertama kelahiran. Kebiasaan ini dapat

membahayakan kesehatan bayi dan

kurangnya kesempatan untuk merangsang produksi air susu ibu sedini mungkin
melalui isapan pada payudara ibu (Depkes RI, 2010).
Masalah yang sering dikeluhkan oleh para ibu adalah produksi ASI yang
kurang, padahal ASI diproduksi berdasarkan kebutuhan bayi. Posisi bayi pada
payudara ibu saat menyusui adalah faktor yang harus diperhatikan agar proses
menyusui berhasil karena bayi mempunyai refleks alami menghisap puting susu yang
akan merangsang produksi ASI. Semakin sering bayi menyusu, payudara akan
memproduksi ASI lebih banyak. Produksi ASI selalu berkesinambungan, setelah
payudara disusukan, maka payudara akan terasa kosong dan melunak. Idealnya bayi
secepatnya disusui pada jam-jam pertama setelah lahir saat refleks menghisapnya
paling kuat. Hal tersebut yang dikenal dengan Inisiasi Menyusu Dini, (Roesli, 2013)
Sekitar 40 tahun silam, jumlah wanita di Indonesia yang memilih menyusui
sendiri bayinya mulai berkurang. Jumlah terendah terjadi di tahun-tahun awal 70-an

ketika kurang dari 40% yang memilih mmberikan ASI, dan minggu keenam setelah
melahirkan, kurang dari 20% memberikan ASI kepada bayinya. Sejak itu kemudian

23

ada kecendrungan untuk kembali memberikan ASI, khususnya diantara wanita kelas
menengah, dan sekarang sekitar 75% wanita mulai menyusui bayinya, dan 35%
masih menyusui 3 bulan kemudian (Handerson, 2011).
Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 mengenai Pemberian Air Susu Ibu
(ASI) eksklusif disahkan pada 1 Maret 2012. PP itu lahir sebagai jaminan pemenuhan
hak bayi untuk mendapatkan sumber makanan terbaik (ASI) sejak dilahirkan sampai
berusia enam bulan. Dalam pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif itu, bayi hanya
mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI), tanpa menambah dan/atau mengganti dengan
makanan atau minuman lain.
Pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, hal ini di sebabkan
kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif
rendah. Pencapaian 6 bulan ASI eksklusif bergantung pada keberhasilan inisiasi
menyusu dini dalam satu jam pertama (Depkes, 2011). Data Riskesdas tahun 2013,
menunjukkan persentasi pemberian ASI eksklusif berdasarkan usia bayi yaitu bayi
Usia 0 bulan 52,7%, Usia 1 bulan 48,7%, Usia 2 bulan 46%, Usia 3 bulan 42,2%,

Usia 4 bulan 41,9%, Usia 5 bulan 36,6%, dan Usia 6 bulan 30,2%.
Pada sebuah penelitian tentang keberhasilan ibu menyusui, terdapat faktor
penting tentang perawatan payudara, hal ini terbukti dengan diperolehnya data dari
115 ibu postpartum yang terbagi dalam dua kelompok, dimana angka keberhasilan
menyusui pada 50 ibu yang tidak melakukan perawatan payudara adalah 26,8% Ini
sangat rendah jika dibandingkan dengan 98,1% keberhasilan

menyusui dari

24

kelompok ibu yang melakukan perawatan payudara yang berjumlah 65 orang
(Surrinah, 2010).
Perawatan payudara adalah merawat payudara semenjak hamil sampai masa
nifas, selain akan menjaga bentuk payudara juga akan memperlancar keluarnya air
susu ibu. Dengan dilakukannya perawatan payudara pada ibu diharapkan puting susu
calon ibu dalam keadaan bersih, alveoli terbuka, puting menonjol, melenturkan dan
menguatkan puting susu sehingga ASI yang dikeluarkan akan mencukupi kebutuhan
bayi, serta masalah-masalah yang dapat menghambat proses pemberian ASI dapat
dihindarkan (Fitri, 2011).

Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar payudara senantiasa
bersih dan mudah untuk dihisap oleh bayi. Perawatan payudara juga dapat membantu
memperlancar pengeluaran ASI. Banyak ibu yang mengeluhkan bayinya tidak mau
menyusu, bisa jadi ini disebabkan faktor teknis seperti puting susu yang masuk ke
dalam, lecet atau iritasi, atau posisi yang salah sehingga ibu enggan untuk menyusui
terutama pada primi. Hal ini dapat menyebabkan ibu memberikan susu formula atau
makanan pengganti. Tentunya, selain faktor teknis ini, air susu ibu juga dipengaruhi
asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu. (Kustini, 2011).
Menurut Nutrition & Health Surveillance System (NHSS) kerjasama dengan
Balitbangkes dan Helen Keller Internasional tahun 2010, menunjukkan cakupan
nutrisi ibu menyusui yang terpenuhi di perkotaan antara 4% sampai 12 % sedangkan
di pedesaan 4% sampai 25 %. Sebagai gambaran data pemberian ASI berdasarkan
SDKI 2007, Angka Cakupan ASI Eksklusif 6 bulan di Indonesia hanya 32,3%, masih

25

jauh dari rata – rata dunia, yaitu 38%. Sementara itu saat ini jumlah bayi dibawah 6
bulan yang di beri susu formula meningkat dari 16,7% pada tahun 2007 menjadi
27,9% pada tahun 2012. (Krisnatuti, 2011).
Masalah yang dapat di timbulkan dari ibu menyusui adalah produksi ASI

yang

tidak maksimal, sehingga banyak bayi yang kebutuhan nutrisinya kurang

karena ibu tidak dapat memberikan ASI maksimal yang sesuai dengan kebutuhan
nutrisi bayi. Salah satu penyebab produksi ASI tidak maksimal disebabkan karena
asupan nutrisi ibu yang kurang baik, menu makanan yang tidak seimbang dan juga
mengkonsumsi makanan yang kurang teratur sehingga produksi ASI tidak mencukupi
untuk diberikan pada bayi. Dengan demikian bayi yang tidak mendapatkan ASI yang
optimal akan mudah jatuh sakit karena antibody di dalam tubuh bayi yang belum
terbentuk dengan sempurna dan optimal. (Krisnatuti, 2011).
Makanan yang dikonsumsi pada masa nifas harus bermutu, bergizi dan cukup
kalori. Sebaiknya makan yang mengandung sumber tenaga (energi), sumber
pembangun (protein), sumber pengatur dan pelindung (mineral, vitamin dan air).
Makanan yang dikonsumsi berguna untuk melakukan aktifitas, metabolisme,
cadangan dalam tubuh, proses memproduksi Air Susu Ibu (ASI) serta sebagai ASI itu
sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Pemenuhan gizi pada masa nifas bisa dilakukan dengan pengaturan pola makan atau
diet (Waryana, 2010).
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi,

mencegah konstipasi dan untuk memulai proses laktasi. Asupan kalori yang

26

dibutuhkan per-hari 500 kalori dan dapat ditingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan
cairan per-hari ditingkatkan sampai 3000 ml dengan asupan susu 1000 ml. Suplemen
zat besi dapat diberikan kepada ibu nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran.
Gizi ibu nifas dibutuhkan untuk memproduksi ASI dan memulihkan kesehatan ibu
(Bahiyatun, 2010).
Pemberian ASI Eksklusif telah terbukti memberikan dampak yang lebih baik
terhadap pertumbuhan kesehatan, perkembangan, dan semua dampak jangka pendek
maupun panjang (Lestari, 2010). Mengingat pentingnya pemberian ASI Eksklusif
bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya,
maka perlu perhatian agar dapat terlaksana dengan benar. Kunci utama untuk
memulai produksi ASI dengan sukses adalah membuat bayi mengisap payudara
secara sering dan teratur, berdasarkan kebutuhan dan dengan posisi yang benar.
Bebebrapa faktor yang mempengaruhi kelancaran produksi ASI yaitu rangsangan
otot-otot (perawatan payudara), keteraturan bayi mengisap, keadaan ibu, makanan
dan istrahat ibu (Sunarsiah, 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan Provinsi Sumatera

Utara (2013) menunjukkan cakupan persentase bayi yang diberi ASI Eksklusif dari
tahun 2009-2012 cenderung menurun secara signifikan, walaupun cakupan pada
tahun 2013 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2012, namun masih jauh
dibawah pencapaian tahun 2009, sehingga belum mampu mencapai target nasional
yaitu 40%. Kabupaten/Kota dengan pencapaian≥ 40% yaitu Deli Serdang (41,4%),
Langkat (42,7%), Simalungun (43,6%), Padang Sidempuan (43,9%), Samosir (45,9),

27

Pematang Siantar (46%), Nias Utara (49,1%) dan Nias Selatan (49,9%). Terdapat 5
Kabupaten/Kota dengan pencapaian > 10% yaitu Nias (7,7%), Medan (7,6%),
Humbang Hasundutan (7,3%), Tanjung Balai (4,3%) dan Nias Barat (2%).
Hasil survey pendahuluan yang di lakukan terhadap 28 ibu nifas, di wilayah
kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan
pada bulan Februari sampai bulan Maret tahun 2015. Dari 28 ibu nifas pernah
mendapatkan informasi mengenai perawatan payudara tapi hanya 9 orang yang
melakukan perawatan payudara, sementara itu, untuk kebiasaan makan semuanya
mengalami peningkatan, namun 21 dari 28 orang ibu jarang mengkonsumsi sayur dan
buah tapi sering mengkonsumsi daging selama masa nifas, 5 dari 28 ibu orang takut
untuk minum karena takut ASInya terbuang. Untuk kelancaran produksi ASI dari 28

orang Ibu nifas 7 orang atau 25% mengatakan ASI ibu lancar, dan dapat memenuhi
kebutuhan bayi yang menurut mereka itulah yang dikatakan kelancaran produksi ASI,
tapi tidak tahu berapa lama bayinya harus disusukan dan berapa kali dalam satu hari.
Sedangkan, 21 orang mengatakan tidak mengerti tentang bagaimana produksi ASI
yang lancar dan tidak lancar, yang mereka tahu ketika bayi menangis selalu disusukan
jika bayi masih menangis diberi makanan tambahan. Dari 21 orang atau 75% tersebut
peneliti menanyakan makanan tambahan apa yang mereka berikan kepada bayi
masing-masing, 6 orang ibu mengatakan makanan tambahan yang diberi seperti air
putih ataupun air manis. 5 orang ibu lagi mengatakan jika bayinya menangis diberi
makanan seperti bubur saring dan air tajin pada hari ke 3 setelah persalinan, dan 10

28

orang ibu lagi mengatakan jika ASI sedikit yang keluar maka diberi makanan
tambahan seperti susu formula.
Berdasarkan data di atas maka dilakukan penelitian tentang apakah ada
hubungan perawatan payudara dan kebiasaan makan dengan kelancaran produksi
ASI pada ibu masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul
Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015.

1.2

Permasalahan
Banyak ibu nifas yang ASInya tidak lancar di wilayah kerja Puskesmas Matiti

Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015, yang diduga
berhubungan dengan perawatan payudara dan kebiasaan makan.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perawatan payudara

dan kebiasaan makan dengan

kelancaran produksi ASI pada ibu masa nifas di

wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang
Hasundutan tahun 2015.

1.4

Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian, hipotesis penelitian

ditetapkan sebagai berikut :

29

1. Ada hubungan perawatan payudara dengan kelancaran produksi ASI pada ibu
masa nifas di wilayah kerja Puskesmas Matiti

Kecamatan Doloksanggul

Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2015.
2. Ada hubungan kebiasaan makan dengan kelancaran produksi ASI pada ibu masa
nifas di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten
Humbang Hasundutan tahun 2015.

1.5

Manfaat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan

penyuluhan dan pendidikan kesehatan kepada masyarakat khususnya ibu hamil untuk
melakukan perawatan payudara dan kebiasaan makan yang bergizi untuk
memperlancar produksi asinya pada masa nifas.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2012

16 88 129

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

6 63 130

Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 2 18

Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

4 11 30

Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

1 9 2

Hubungan Perawatan Payudara Dan Kebiasaan Makan Dengan Kelancaran Produksi Asi Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

0 0 18

HUBUNGAN PERAWATAN PAYUDARA DENGAN KELANCARAN PRODUKSI ASI

0 0 7

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

0 0 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KECAMATAN DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2012 SKRIPSI

0 0 16