Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2012

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI

KECAMATAN DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TAHUN 2012

Oleh :

EDY MARJUANG PURBA NIM. 081000173

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI

KECAMATAN DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

EDY MARJUANG PURBA NIM. 081000173

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul :

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI

KECAMATAN DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : EDY MARJUANG PURBA

NIM. 081000173

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 02 Juli 2012 dan

Dinyatakan telah Memenuhi Syarat untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Drs. Jemadi, M.Kes drh. Hiswani, M.Kes

NIP. 19640404 199203 1 005 NIP. 19650112 199402 2 001

Penguji II Penguji III

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS NIP. 19490417 197902 1 001 NIP. 19571117 198702 1 002

Medan, Juli 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,


(4)

ABSTRAK

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di Indonesia tahun 2007 menyatakan penyakit diare menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian pada balita dengan Proportional Mortality rate 25,2%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti dan sampelnya diambil secara purposive yaitu seluruh anak balita yang tinggal di Desa Bonanionan yang berjumlah 113 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, observasi, dan pengukuran. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat.

Dari hasil penelitian didapatkan insidens rate diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012 sebesar 34,5%. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi (p = 0,003; RP = 2,138), pekerjaan ibu (p = 0,019; RP = 0,543), penyediaan air bersih (p = 0,016; RP = 1,849), dan ketersediaan jamban (p = 0,016; RP = 1,877) dengan kejadian diare pada anak balita, dan tidak ada hubungan antara umur anak balita (p = 0,440; RP = 1,225), jenis kelamin (p = 0,424; RP = 1,230), ASI eksklusif (p = 0,388; RP = 1,443), status imunisasi campak (p = 0,100; RP = 1,686), pendidikan ibu (p = 0,084; RP = 0,518), sanitasi lingkungan (p = 0,364; RP = 1,270), dan higiene perorangan (p = 0,960; RP = 1,017) dengan kejadian diare pada anak balita.

Diharapkan kepada pihak Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan untuk meningkatkan penyuluhan tentang penyakit diare dan upaya pencegahan seperti peningkatan status gizi, status imunisasi khususnya imunisasi campak serta pemberian ASI eksklusif.

Kata kunci : diare, anak balita, analisis


(5)

ABSTRACT

Diarrhea remains a public health problem in developing countries such as Indonesia, because the morbidity and mortality are still high. The results of Indonesia Health Basic Research Association in 2007 says that diarrhea ranks first of the ten major diseases causes of death in children under five with Proportional Mortality rate 25.2%.

The aim of this study is to determine factors related with diarrhea in under five age children in the work area Matiti Public Health Center Doloksanggul Humbang Hasundutan in 2012. This research was an observational analytic study using cross sectional design. The population was all under five age children in the work area and Matiti Public Health Center and taken purposively sampled all of under five age children who lived in the Bonanionan village amounting to 113. Data obtained from interviews using questionnaires, observation, and measurement. Data analysis included univariate and bivariate analysis.

The results of this research got incidence rate of diarrhea in under five age children in the working area of Matiti Public Health Center Doloksanggul Humbang Hasundutan in 2012 was 34.5%. The results of bivariate analysis show a huge relation among nutritional status (p = 0.003; RP = 2.138), mother job (p = 0.019; RP = 0.543), clean water supply (p = 0.016; RP = 1.849), and availability of latrines (p = 0.016; RP = 1.877) with diarrheae in under five age children. There is no relation among age (p = 0,440; RP = 1,225), sex (p = 0,424; RP = 1,230), exlusive breast milk (p = 0,388; RP = 1,443), measles immunization status (p = 0,100; RP = 1,686), mother educational (p = 0,084; RP = 0,518), environment sanitation (p = 0,364; RP = 1,270), and personal hygiene (p = 0,960; RP = 1,017)with diarrhea in under five age children.

It is suggested that the Matiti Public Health Center Doloksanggul Humbang Hasundutan to improve education and prevention about diarrhea such as improved nutritional status, giving measles immunizations and exclusive breastfeeding.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : EDY MARJUANG PURBA

Tempat/Tanggal Lahir : Doloksanggul / 22 Agustus 1990 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Anak ke : 5 (lima) dari 7 (tujuh) bersaudara

Nama Ayah : M. Purba

Nama Ibu : N. Simamora

Alamat Rumah : Sirisirisi, Doloksanggul Kab. Humbang Hasundutan Riwayat Pendidikan :

1. 1996-2002 : SD Negeri 173403 Sirisirisi 2. 2002-2005 : SMP Negeri 1 Doloksanggul 3. 2005-2008 : SMA Negeri 1 Doloksanggul


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kab. Humbang Hasundutan Tahun 2012.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu drh. Hiswani, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, memberi kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH selaku Dosen Penguji I yang telah memberi kritik dalam penyusunan skripsi ini.


(8)

6. Bapak dr. Mhd. Makmur Sinaga, MS selaku Dosen Penguji II yang telah memberi kritik dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Ratna Ulina Tumanggor yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh dosen dan staf/pegawai yang banyak membantu penulis dalam proses perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 10. Ibu dr. Lusianna Silaban selaku Kepala Puskesmas Matiti beserta staff yang

telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

11. Bapak Kepala Desa Bonanionan yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

12. Kedua orangtuaku, Bapak M. Purba dan Ibu N. Simamora yang telah membesarkan dan mendidik penulis serta memberikan dukungan moril maupun materil.

13. Kakak, Abang, dan Adik ku (Kak Dewi, Kak Ida, Kak Sarma, Bang Ganti, Melpa dan Jantro) dan semua keluarga atas semua doa dan dukungannya. 14. Sahabat-sahabatku (Caprin, Johannes, Mandroy, Ervanny, Febrina, Helfiana,

Mery, Novi, Nursiani, Rani, Ristari, Stella, Suzanna dan Yossi), Kelompok Kecilku (Bang Hendra, Kak Ayu, Amja, Jeffry, Putra, Yogi, Devi, Mailani, dan Nelly) dan juga Tim IGCC dan orang fokus yang selalu memberi semangat, dukungan doa, maupun bantuan kepada penulis.


(9)

15. Kakak, Abang, teman, dan adik serta semua komponen yang ada di UKM POMK FKM dan juga GMKI komisariat FKM USU yang selalu memberi semangat, doa dan juga bantuan kepada penulis.

16. Sahabat-sahabat di peminatan Epidemiologi FKM USU atas semua doa, bantuan dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

17. Semua pihak yang tidak disebutkan yang turut membantu penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih diperlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki.

Medan, Juli 2012 Penulis

Edy Marjuang Purba


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Definisi Diare ... 9

2.2. Defenisi Anak Balita ... 10

2.3. Jenis-Jenis Diare ... 11

2.4. Etiologi Diare ... 11

2.5. Epidemiologi Penyakit Diare ... 12

2.5.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare ... 12

2.5.2. Determinan Penyakit Diare ... 15

2.6. Cara Penularan Diare ... 21

2.7. Tanda dan Gejala Penyakit Diare ... 22

2.8. Komplikasi Diare ... 23

2.9. Pencegahan Diare ... 24

2.9.1. Pencegahan Primer (Primary Prevention) ... 24

2.9.2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) ... 28

2.9.3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention) ... 29

2.10. Penatalaksanaan ... 30

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 32

3.1. Kerangka Konsep ... 32

3.2. Definisi Operasional ... 33

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 37

4.1. Jenis Penelitian ... 37

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 37

4.2.2. Waktu Penelitian ... 37


(11)

4.3.1. Populasi Penelitian ... 38

4.3.2. Sampel Penelitian ... 38

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

4.4.1. Data Primer ... 41

4.4.2. Data Sekunder ... 42

4.5. Teknik Analisa Data ... 42

4.5.1. Analisis Univariat ... 42

4.5.2. Analisis Bivariat ... 42

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 44

5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 44

5.1.1. Geografis ... 44

5.1.2. Sosio-Demografi ... 44

5.1.3. Tenaga Kesehatan ... 46

5.1.4. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2011 ... 47

5.2. Analisis Univariat ... 48

5.2.1. Kejadian Diare ... 48

5.2.2. Karakteristik Anak Balita ... 49

5.2.3. Karakteristik Ibu Balita ... 50

5.2.4. Karateristik Lingkungan ... 51

5.3. Analisis Bivariat ... 52

5.3.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 52

5.3.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 53

5.3.3. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 54

5.3.4. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 55

5.3.5. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 56

5.3.6. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 57

5.3.7. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 58

5.3.8. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 59

5.3.9. Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 60

5.3.10. Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan KejadianDiare Pada Anak Balita ... 61

5.3.11. Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 62


(12)

BAB 6 PEMBAHASAN ... 63

6.1. Insidens RateKejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 63

6.2. Analisis Bivariat ... 65

6.2.1. Hubungan Umur dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 65

6.2.2. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 66

6.2.3. Hubungan ASI Eksklusif dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 68

6.2.4. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 70

6.2.5. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 72

6.2.6. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 74

6.2.7. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 76

6.2.8. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 78

6.2.9. Hubungan Higiene Perorangan dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 79

6.2.10. Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 82

6.2.11. Hubungan Ketersediaan Jamban dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita ... 84

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

7.1. Kesimpulan ... 87

7.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data

3. Analisis Univariat dan Bivariat 4. Surat Izin Penelitian


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Penderita Diare Berdasarkan Tempat di Wilayah

Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2011 ... 40 Tabel 4.2. Distribusi Penderita Diare Berdasarkan Waktu di Wilayah

Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2011 ... 41 Tabel 5.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2011 ... 45 Tabel 5.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2011 ... 45 Tabel 5.3. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Matiti ... 46 Tabel 5.4. Sepuluh Penyakit Terbanyak di Wilayah Kerja Puskesmas

Matiti Tahun 2011 ... 47 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Kejadian

Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 48 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Karakteristik Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 49 Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Karakteristik Ibu balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 50 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Karakteristik Lingkungan di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 51 Tabel 5.9. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Umur Anak

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 52 Tabel 5.10. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Jenis Kelamin

Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun

2012 ... 53 Tabel 5.11. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Status ASI

Eksklusif Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti

Tahun 2012 ... 54 Tabel 5.12. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Status


(14)

Tabel 5.13. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun

2012 ... 56 Tabel 5.14. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Pendidikan

Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 57 Tabel 5.15. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Pekerjaan Ibu

di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 58 Tabel 5.16. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Sanitasi

Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun

2012 ... 59 Tabel 5.17. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Higiene

Perorangan di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun

2012 ... 60 Tabel 5.18. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Penyediaan

Air Bersih di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 61 Tabel 5.19. Tabulasi Silang Kejadian Diare Berdasarkan Ketersediaan


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti tahun

2012 ... 63 Gambar 6.2. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Umur Anak Balita

Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 65 Gambar 6.3. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin

Anak Balita Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 67 Gambar 6.4. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status ASI

Eksklusif Anak Balita Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun

2012 ... 68 Gambar 6.5. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Imunisasi

Anak Balita Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 70 Gambar 6.6. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Status Gizi Anak

Balita Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 72 Gambar 6.7. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pendidikan

Terakhir Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita

di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 75 Gambar 6.8. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu

Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 76 Gambar 6.9. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Sanitasi

Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 78 Gambar 6.10. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Higiene

Perorangan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di


(16)

Gambar 6.11. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Penyediaan Air Bersih Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di

Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2012 ... 82 Gambar 6.12. Diagram Bar Tabulasi Silang Antara Ketersediaan

Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita di


(17)

ABSTRAK

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) di Indonesia tahun 2007 menyatakan penyakit diare menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian pada balita dengan Proportional Mortality rate 25,2%.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita yang ada di wilayah kerja Puskesmas Matiti dan sampelnya diambil secara purposive yaitu seluruh anak balita yang tinggal di Desa Bonanionan yang berjumlah 113 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, observasi, dan pengukuran. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat.

Dari hasil penelitian didapatkan insidens rate diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012 sebesar 34,5%. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi (p = 0,003; RP = 2,138), pekerjaan ibu (p = 0,019; RP = 0,543), penyediaan air bersih (p = 0,016; RP = 1,849), dan ketersediaan jamban (p = 0,016; RP = 1,877) dengan kejadian diare pada anak balita, dan tidak ada hubungan antara umur anak balita (p = 0,440; RP = 1,225), jenis kelamin (p = 0,424; RP = 1,230), ASI eksklusif (p = 0,388; RP = 1,443), status imunisasi campak (p = 0,100; RP = 1,686), pendidikan ibu (p = 0,084; RP = 0,518), sanitasi lingkungan (p = 0,364; RP = 1,270), dan higiene perorangan (p = 0,960; RP = 1,017) dengan kejadian diare pada anak balita.

Diharapkan kepada pihak Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan untuk meningkatkan penyuluhan tentang penyakit diare dan upaya pencegahan seperti peningkatan status gizi, status imunisasi khususnya imunisasi campak serta pemberian ASI eksklusif.

Kata kunci : diare, anak balita, analisis


(18)

ABSTRACT

Diarrhea remains a public health problem in developing countries such as Indonesia, because the morbidity and mortality are still high. The results of Indonesia Health Basic Research Association in 2007 says that diarrhea ranks first of the ten major diseases causes of death in children under five with Proportional Mortality rate 25.2%.

The aim of this study is to determine factors related with diarrhea in under five age children in the work area Matiti Public Health Center Doloksanggul Humbang Hasundutan in 2012. This research was an observational analytic study using cross sectional design. The population was all under five age children in the work area and Matiti Public Health Center and taken purposively sampled all of under five age children who lived in the Bonanionan village amounting to 113. Data obtained from interviews using questionnaires, observation, and measurement. Data analysis included univariate and bivariate analysis.

The results of this research got incidence rate of diarrhea in under five age children in the working area of Matiti Public Health Center Doloksanggul Humbang Hasundutan in 2012 was 34.5%. The results of bivariate analysis show a huge relation among nutritional status (p = 0.003; RP = 2.138), mother job (p = 0.019; RP = 0.543), clean water supply (p = 0.016; RP = 1.849), and availability of latrines (p = 0.016; RP = 1.877) with diarrheae in under five age children. There is no relation among age (p = 0,440; RP = 1,225), sex (p = 0,424; RP = 1,230), exlusive breast milk (p = 0,388; RP = 1,443), measles immunization status (p = 0,100; RP = 1,686), mother educational (p = 0,084; RP = 0,518), environment sanitation (p = 0,364; RP = 1,270), and personal hygiene (p = 0,960; RP = 1,017)with diarrhea in under five age children.

It is suggested that the Matiti Public Health Center Doloksanggul Humbang Hasundutan to improve education and prevention about diarrhea such as improved nutritional status, giving measles immunizations and exclusive breastfeeding.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan bidang kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.1

Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan semua rakyat sehat adalah menerapkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan, yang berarti setiap upaya program harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan yang sehat dan perilaku sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep “Paradigma Sehat”, yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas utama pada upaya pelayanan peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dibandingkan upaya penyembuhan/pengobatan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.2

Salah satu program pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dan salah satu diantaranya adalah penyakit diare. Pemerintah juga telah menetapkan suatu kebijakan yang bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan penanggulangan KLB diare yaitu melaksanakan tata laksana penderita diare yang sesuai standar dan mengembangkan jejaring lintas sektor dan lintas program.3,4


(20)

Penyakit diare tidak hanya terdapat di negara-negara berkembang atau terbelakang saja, akan tetapi juga dijumpai di negara industri bahkan di negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja di negara maju kejadian diare karena infeksi jauh lebih kecil. Diare di negara berkembang banyak disebabkan oleh infeksi mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, protozoa, dan penularannya secara fekal-oral. Diare dapat mengenai semua kelompok umur dan berbagai golongan sosial, baik di negara maju maupun di negara berkembang, dan erat hubungannya dengan kemiskinan serta lingkungan yang tidak higienis.5

Menurut WHO (World Health Organization) 2004 penyakit diare menempati urutan ketujuh dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian dengan Proportional Mortality Rate (PMR) 3,2%. Kematian akibat diare ini sebagian besar terjadi di Afrika dengan Proportional Mortality Rate 39% dan juga di Asia Tenggara dengan Proportional Mortality Rate 24%.6. Survei Kesehatan Nasional tahun 2005-2006 di India melaporkan prevalensi diare pada anak usia di bawah 3 tahun 10,38%. Sementara hanya 68,7 % dari kasus yang diberi elektrolit. Tingginya kejadian diare pada negara ini disebabkan karena kekurangan zat gizi sehingga membuat anak lebih rentan terhadap serangan infeksi.7

Berdasarkan laporan WHO 2011 diare masih tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian anak secara global di seluruh dunia. Dari semua kematian yang terjadi pada anak usia di bawah lima tahun 14,0% diakibatkan oleh diare. Kejadian diare pada anak balita erat kaitannya dengan sanitasi lingkungan, perilaku hidup, makanan yang terkontaminasi, dan sumber air yang tercemar.8


(21)

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menyatakan insidensi diare klinis (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala) secara nasional 9,0%. Di Indonesia sebanyak 14 provinsi mempunyai insidens diare di atas insidens nasional, dengan insidens tertinggi terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam 18,9% dan yang terendah di Provinsi DI Yogyakarta 4,2%. Selain itu, penyakit diare juga menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit penyebab kematian pada balita dengan ProportionalMortality Rate 25,2%.9

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2008, dilaporkan KLB (Kejadian Luar Biasa) diare terjadi di 15 provinsi dengan Case Fatality Rate (CFR) 2,48%.10 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2009, dilaporkan KLB diare terjadi di 15 provinsi dengan CFR 1,74%.11 Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2010, bahwa KLB diare terjadi di 11 provinsi dengan CFR 1,74%.12 Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Penyakit (STP) KLB 2009-2010 secara keseluruhan, provinsi yang sering mengalami KLB diare pada tahun 2009 adalah Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten dan CFR tertinggi terjadi di Sulawesi Tenggara (20,0%) sedangkan pada tahun 2010 provinsi yang lebih sering mengalami KLB diare adalah provinsi Sulawesi Tengah dan Banten akan tetapi CFR tertinggi terjadi pada provinsi Lampung (33,0%).13

Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000


(22)

374/1.000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1.000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1.000 penduduk.4

Salah satu langkah dalam pencapaian target Millennium Development Goals (MDG’s) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015 (Goal ke-4). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.4

Berdasarkan Profil Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) 2005, insidens diare pada balita meningkat 16,43% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan CFR 0,04%. Hal ini diakibatkan oleh bencana alam gempa dan tsunami yang melanda NAD pada saat itu. Selain itu , gempa dan tsunami tersebut juga menyebabkan banyak korban meninggal dan menghancurkan berbagai fasilitas termasuk fasilitas kesehatan yang ada. Banyak orang yang kesulitan mendapatkan sarana air bersih, tempat tinggal yang layak dan kurangnya kecukupan makanan. Dalam kondisi seperti inilah terjadi peningkatan penyakit diare dan penyakit infeksi lainnya.14

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bahwa pada tahun 2010, dari 549.147 kasus diare yang ditemukan, yang ditangani adalah sebanyak 243.214 kasus atau 44,29% dan angka kesakitan yang ditemukan akibat diare per


(23)

1.000 penduduk mencapai 18,73%. Angka ini mengalami peningkatan dari tahun 2009 yaitu 12,98%. 15

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan bahwa pada tahun 2010 jumlah kasus diare diperkirakan sebanyak 7.261 kasus dan yang ditangani adalah sebanyak 2.374 kasus (32,70%)12. Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.15

Berdasarkan data kesakitan diare yang didapat dari Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2011, diperoleh 753 penderita diare dan 366 diantaranya adalah balita. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2012.


(24)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik anak balita meliputi umur, jenis kelamin, ASI eksklusif, status imunisasi, dan status gizi di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

b. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita meliputi pendidikan dan pekerjaan di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

c. Untuk mengetahui karakteristik lingkungan tempat tinggal anak balita meliputi sanitasi lingkungan, higiene perorangan, penyediaan air bersih, dan ketersediaan jamban di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. d. Untuk mengetahui insidens rate diare pada anak balita di wilayah kerja

Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

e. Untuk mengetahui hubungan umur anak balita dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. f. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian diare pada anak

balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. g. Untuk mengetahui hubungan status ASI eksklusif dengan kejadian diare pada

anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.


(25)

h. Untuk mengetahui hubungan status imunisasi dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. i. Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian diare pada anak balita

di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

j. Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. k. Untuk mengetahui hubungan pekerjaan ibu dengan kejadian diare pada anak

balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012. l. Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada

anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

m. Untuk mengetahui hubungan higiene perorangan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

n. Untuk mengetahui hubungan penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tahun 2012.

o. Untuk mengetahui hubungan ketersediaan jamban dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Dolok Sanggul tahun 2012.


(26)

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul dalam rangka penanggulangan dan pencegahan penyakit diare pada anak balita.

1.4.2. Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang faktor-faktor yang berhubungan kejadian diare pada anak balita dan sebagai kesempatan bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan di FKM USU.

1.4.3. Sebagai bahan referensi bagi perpustakaan FKM-USU Medan dan penelitian selanjutnya.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Diare

Diare adalah pengeluaran tinja dengan frekuensi yang tidak normal dan konsistensi lembek atau cair. Menurut Edward (2000), berat ringannya diare tidak diukur dari frekuensinya, tetapi berdasarkan kuantitas tinja yang dikeluarkan. Diare sering menyebabkan tubuh kehilangan sebagian besar cairan dan berbagai elektrolit sehingga mengganggu sistem keseimbangan cairan tubuh. Tubuh dapat kekurangan cairan (dehidrasi) dan berakibat fatal terlebih pada balita.16

Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, yaitu pada anak lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari.17 Menurut defenisi Hippocrates, diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair.18

Menurut Ngastiyah (1997) bahwa diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dimana konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Penyakit diare disebabkan oleh berbagai faktor sehingga sering disebut sebagai penyakit yang multifaktoral. Menurut Sulaiman EJ (2001) diare adalah keluarnya tinja berair dengan frekuensi 4 kali atau lebih dalam sehari.19


(28)

2.2. Definisi Anak Balita

Balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat tubuh semestinya) bayi usia di bawah satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, banyak ilmuwan yang membedakannya. Utamanya, makanan bayi berbentuk cair, yaitu air susu ibu (ASI), sedangkan umumnya anak usia satu tahun atau lebih mulai menerima makanan padat seperti orang dewasa.16

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006). Selain mengalami pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasan, anak balita juga mengalami perkembangan faal tubuhnya sehingga jenis makanan dan pemberiannya juga harus disesuaikan dengan keadaannya. Menurut Persagi (1992), berdasarkan karakteristiknya, balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia satu tahun sampai usia di bawah tiga tahun yang dikenal dengan “batita” dan anak usia tiga tahun sampai usia di bawah lima tahun yang dikenal dengan usia “prasekolah”.16

Batita sering disebut dengan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif, artinya mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar.16


(29)

2.3. Jenis-Jenis Diare

Diare dibedakan menjadi dua berdasarkan waktu serangan (onset), yaitu : 2.3.1. Diare Akut

Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.18

2.3.2. Diare Kronik

Diare kronik atau diare berulang adalah suatu keadaan meningkatnya frekuensi buang air besar yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional akibat suatu penyakit berat.17 Banyak nama diberikan untuk diare kronik seperti persistent diarrhea, protracted diarrhea, intractable diarrhea dan lain sebagainya.20

2.4. Etiologi Diare

Diare disebabkan oleh beberapa faktor yang berperan sekaligus saling mempengaruhi, faktor tersebut adalah21,22 :

2.4.1. Faktor infeksi

a. Infeksi enteral ; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi enteral sebagai berikut :

 Infeksi bakteri  Infeksi virus  Infeksi Parasit


(30)

b. Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan. 2.4.2. Faktor malabsorpsi

a. Malabsorpsi karbohidrat b. Malabsorpsi lemak c. Malabsorpsi protein

2.4.3. Faktor makanan, seperti : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. 2.4.4. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas.

2.5. Epidemiologi Penyakit Diare

2.5.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare a. Menurut orang

Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki-laki maupun perempuan. Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang minum susu sapi atau susu formula. Penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia biasanya balita menderita diare lebih dari sekali dalam setahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian pada balita.12,23

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan menurut jenis kelamin insidensi laki-laki dan perempuan hampir sama,


(31)

yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Di Indonesia penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak disebabkan oleh diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia (15,5%). Dari hasil SDKI 2007 didapatkan 13,7% balita mengalami diare, 3% lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 (11 %). Insidensi diare tertinggi adalah pada anak umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan.4

b. Menurut Tempat

Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di tingkat global, regional maupun nasional. Pada tingkat global, diare menyebabkan 16% kematian, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada tingkat regional (negara berkembang), diare menyumbang sekitar 18% kematian balita dari 3.070 juta balita. Di Indonesia, diare menjadi penyebab utama kematian pada balita (RISKESDAS, 2007). Hal ini tentu menjadi masalah yang serius untuk Indonesia dalam rangka mencapai tujuan keempat dari pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yaitu menurunkan angka kematian bayi menjadi 2/3 dalam kurun waktu 25 tahun (1990-2015).4

KLB diare menyerang hampir semua provinsi di Indonesia. Angka kematian karena diare yang cukup tinggi di Indonesia membuat perhatian para ahli kesehatan


(32)

ditjen PPM dan PL tahun 2005 bahwa KLB diare yang paling tinggi terjadi pada daerah NTT dengan jumlah penderita 2.194 orang dan CFR 1,28% diikuti oleh Kota Banten dengan jumlah penderita 1.371 orang dan CFR 1,9%. 24

Penelitian tentang diare telah diakukan di berbagai tempat. Hasil penelitian Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang (2010) dengan desain cross sectional didapatkan proporsi diare pada anak balita sebesar 38,2%.25 c. Menurut Waktu

Masih seringnya terjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diare menyebabkan pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB diare masih terus terjadi hampir di setiap musim di sepanjang tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2000 dapat dilihat penurunan angka kesakitan diare dari 29,79 per 1000 penduduk pada tahun 1990 mencapai angka terendah 23,57 per 1000 penduduk pada tahun 1996, tetapi meningkat lagi menjadi 26,3 per 1000 penduduk pada tahun 1999.22

Pada tahun 2005 dilaporkan terjadi KLB diare di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.051 orang, jumlah kematian sebanyak 127 orang atau CFR sebesar 2,44%. Pada tahun 2006 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 18 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 13.451 orang, jumlah kematian sebanyak 291 orang dengan CFR sebesar 2,16 %.4 Pada tahun 2007 ada sebanyak 8 provinsi yang dilanda KLB diare dimana jumlah penderitanya adalah sebanyak 3.661 orang dan jumlah kasus yang meninggal sebanyak 46 orang atau CFR sebesar 1,3% .26


(33)

Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi KLB diare di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209 orang atau CFR sebesar 2,48%.10 Pada tahun 2009 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 5.756 orang, jumlah kematian sebanyak 100 orang atau CFR sebesar 1,74%.11 Pada tahun 2010 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di 11 provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 4.024 orang, jumlah kematian sebanyak 73 orang dengan CFR sebesar 1,74 %.12

2.5.2. Determinan Penyakit Diare a. Host (Penjamu)

Beberapa faktor pada penjamu bisa mempengaruhi terjadinya kejadian diare. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a.1. Umur

Diare paling sering menyerang anak-anak, terutama usia antara 6 bulan sampai 2 tahun. Juga umum terjadi pada bayi bawah 6 bulan yang minum susu sapi atau susu formula.23 Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan insidensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.4 Kejadian diare biasanya tinggi pada kelompok umur muda dan tua (balita dan manula), rendah pada kelompok umur remaja dan produktif.9

Hasil penelitian Asny Olyfta di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang (2010) dengan desain cross sectional didapatkan proporsi diare terbanyak pada anak balita dengan kelompok umur <24 bulan (46,67%).25


(34)

a.2. Jenis Kelamin

Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar. Kejadian akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.5 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 insidensi diare menurut jenis kelamin hampir sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan.9

Penelitian Kasman (2003) di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tengah Kota Padang dengan desain cross sectional menunjukkan bahwa proporsi diare berdasarkan jenis kelamin pada balita perempuan (53,1%) lebih tinggi dari pada proporsi diare pada balita laki-laki (46,9%).27

a.3. ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah pemberian air susu ibu saja kepada bayi baru lahir sampai bayi mencapai usia 6 bulan. Pemberian ASI penuh akan memberikan perlindungan diare 4 kali dari pada bayi dengan ASI disertai susu botol. Bayi dengan susu botol saja akan mempunyai risiko diare lebih berat dan bahkan 30 kali lebih banyak daripada dengan ASI penuh (Sutoto, 1992).28

Hasil Penelitian Mei Yati Simatupang (2003) tentang kejadian diare pada balita di Kota Sibolga yang menggunakan desain case control menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian Diare dimana nilai p = 0,000 dan nilai OR= 2,2 artinya anak balita yang menderita diare kemungkinan besar 2,2 kali tidak mendapat ASI Eksklusif dibandingkan dengan anak balita yang tidak menderita diare.29


(35)

a.4. Status Imunisasi

Berdasarkan laporan Ditjen PPM dan PLP tahun 2005 bahwa diare sering timbul menyertai campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu, anak harus segera diberi imunisasi campak setelah berumur 9 bulan.22

Hasil penelitian Asny Olyfta (2010) tentang analisis kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Tanjung Sari Kecamatan Medan Selayang yang menggunakan desain cross sectional, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian diare dengan nilai p = 0.014. Hasil Ratio Prevalens kejadian diare pada anak balita yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif dibanding dengan anak balita yang mendapatkan ASI Eksklusif adalah 5,495 (95% CI: 0,824-36,642). Artinya tidak mendapatkan ASI Eksklusif merupakan faktor resiko terjadinya diare.25

a.5. Status Gizi

Pada anak dengan malnutrisi, serangan diare terjadi lebih sering dan lebih lama (Sabii, 1963 ; Godon dkk.,1964). Diare merupakan salah satu gambaran klinis yang penting pada kwashiorkor (Hanafy dkk,1968). Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin sering dan semakin berat diare yang dideritanya. Diduga bahwa mukosa yang kurang gizi sangat peka terhadap infeksi. Diare dapat terjadi pada keadaan kekurangan gizi, seperti pada kwashiorkor, terutama karena gangguan pencernaan dan penyerapan makanan di usus.30

Hasil penelitian Zulkifli (2003) di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie dengan menggunakan desain cross sectional menunjukkan


(36)

adanya hubungan yang bermakna antara status gizi balita dengan kejadian diare dengan nilai p<0,05.31

b. Agent28

Beberapa penyebab diare dapat dibagi menjadi : 1. Peradangan usus oleh :

a. Bakteri, seperti : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella Paratyphi A, B, C, Shigella flexneri, Vibrio cholera, vibrio eltor, vibrio parahemolyticus, Clostridium perferingens, Campilabacter, Staphilococcus, Coccidiosis.

b. Parasit, seperti : Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonashominis isospora), cacing (Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris trichiura, Vermicularis, Taenia saginata, Taenia solium), jamur (candida).

c. Virus, seperti : Rotavirus,Farvovirus, Adenovirus, Norwalk. 2. Makanan, yaitu :

a. Sindroma malabsorpsi : malabsorpsi karbohidrat, lemak, dan protein.

b. Keracunan makanan dan minuman yang disebabkan bakteri (Clostridium bottulinus, staphylococcus) atau bahan kimia.

c. Alergi, misalnya tidak tahan pada makanan tertentu seperti susu kaleng atau susu sapi.

d. Kekurangan Energi Protein (KEP)

3. Immunodefisiensi terutama Sig A (secretory immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipat gandanya bakteri/flora usus dan jamur terutama Candida.


(37)

4. Psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

c. Environment (Lingkungan)

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Depkes RI, 2002). c.1. Sanitasi Lingkungan

Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Rendahnya mutu sanitasi lingkungan merupakan keadaan yang potensial untuk menjadi sumber penularan penyakit diare.32

Berdasarkan hasil Penelitian Amzal di Kecamatan Blang Pidie Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi lingkungan yang buruk (62,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki sanitasi lingkungan yang baik (45,2%). Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan sanitasi lingkungan (p = 0,009).33

c.2. Higiene perorangan


(38)

memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis (Wahit Iqbal, 2008). Laporan Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan mengatakan bahwa KLB diare masih sering terjadi dengan jumlah penderita dan kematian yang banyak. Rendahnya cakupan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan sering menjadi faktor risiko terjadinya KLB diare.4

Berdasarkan hasil Penelitian Kasman di Puskesmas Air Dingin Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Tahun 2003 dengan desain cross sectional didapatkan bahwa proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene perorangan yang buruk (72,70%) lebih tinggi dari pada proporsi balita penderita diare yang memiliki higiene perorangan yang baik (27,3%) . Hasil uji statistik diperoleh bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kejadian diare dengan sanitasi lingkungan (p = 0,000).27

c.3. Penyediaan Air Bersih

Pentingnya penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan (fisik, kimia dan biologi) bersama-sama dengan fasilitas sanitasi lingkungan sebagai usaha jangka panjang untuk pencegahan diare (WHO, 1978).

Berdasarkan hasil penelitian Mei Yati Simatupang di Kota Sibolga tahun 2003 dengan desain case control diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita dengan nilai p = 0,000 dan OR = 4,3 artinya anak balita yang menderita diare kemungkinan besar 4,3 kali berasal dari keluarga yang mempunyai penyediaan air bersih yang tidah memenuhi syarat kesehatan dibandingkan dengan balita yang besaral dari keluarga yang mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi syarat kesehatan.29


(39)

c.4. Ketersediaan Jamban

Menurut laporan SDKI 2007 dapat diketahui bahwa persentase diare lebih rendah pada anak yang tinggal di rumah dengan fasilitas kakus sendiri dibandingkan dengan yang tidak memiliki kakus. Seperti yang diprediksi prevalensi diare paling tinggi terjadi pada anak yang tinggal di rumah tanpa akses air bersih dan yang memakai fasilitas kakus di sungai/kolam/danau (18,4%). 4

Penelitian Dewi Ratnawati dkk (2006) di Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta dengan desain penelitian case control, menunjukkan bahwa penggunaan jamban yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko 2,5 kali lebih besar balitanya untuk terkena diare akut dibandingkan dengan penggunaan jamban yang memenuhi syarat dan secara statistik bermakna.34

2.6. Cara Penularan Diare22

Penyakit diare sebagian besar (75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut ini :

2.6.1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan.

2.6.2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah yang besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang


(40)

dan kemudian binatang tersebut hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakannya.

2.6.3. Kontaminasi dari alat-alat rumah tangga yang tidak terjaga kebersihannya, tidak memakai sabun pada saat mencuci alat-alat makan dan minum, mencuci pakaian penderita di sekitar sungai dan sumber air lainnya.

2.7. Tanda dan Gejala Penyakit Diare20,22

Mula-mula bayi/anak akan menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang/tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair dapat disertai darah lendir, warna tinja kehijau-hijauan karena tercampur empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja semakin lama semakin asam akibat banyaknya asam laktat, yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak diabsorpsi oleh usus.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare disebabkan oleh lambung yang meradang dan akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, maka terjadilah dehidrasi, berat badan menurun, ubun-ubun besar dan cekung, turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir berkurang dan kulit tampak kering.

Berdasarkan banyaknya cairan dan elektrolit yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi menjadi :

2.7.1. Diare tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak terlalu berat, anak masih mau makan dan minum seperti biasa.


(41)

2.7.2. Diare dengan dehidrasi ringan, kehilangan cairan sampai 5% dari berat badan dengan gejala sebagai berikut : keadaan umum baik dan sadar, mata normal dan air mata ada, mulut dan lidah basah, tidak terasa haus, turgor kulit kembali cepat.

2.7.3. Diare dengan dehidrasi sedang, kehilangan cairan sampai 5-10% dari berat badan dengan gejala sebagai berikut : kadang-kadang muntah, terasa haus, gelisah dan mengantuk, aktivitas menurun, mata cekung, mulut dan lidah kering, nadi lebih cepat, ubun-ubun cekung.

2.7.4. Diare dengan dehidrasi berat, kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan dengan gejala sebagai berikut : muntah lebih sering, tersa haus sekali, tidak kencing, tidak ada nafsu makan, sangat lemah sampai tidak sadar, mata sangat cekung, mulut sangat kering, nafas sangat cepat dan dalam, nadi sangat cepat, lemah atau tidak teraba, ubun-ubun sangat cekung.

2.8. Komplikasi Diare28

Kehilangan cairan dan elektrolit yang secara mendadak dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi, yaitu :

2.8.1. Dehidrasi : ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, dan hipertonik.

2.8.2. Renjatan hipovolemik yaitu kejang akibat volume darah berkurang (keluarnya elektrolit melalui tinja)

2.8.3. Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala meteorismus (kembung perut karena pengumpulan gas secara berlebihan


(42)

dalam lambung dan usus), hipotonik otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.

2.8.4. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.

2.8.5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus.

2.8.6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

2.8.7. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan (masukan makanan berkurang, pengeluaran bertambah).

2.9. Pencegahan Diare

2.9.1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer atau pencegahan tingkat pertama ini dilakukan pada masa prepatogenesis dengan tujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap diare. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan dalam pencegahan primer yaitu :

a. Pemberian ASI

Ibu sebaiknya hanya memberikan air susu ibu untuk bayi mereka selama 4-6 bulan pertama, dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai 2 tahun atau lebih, sambil memberikan makanan tambahan.35

Di negara-negara berkembang, bayi yang mendapat ASI mempunyai angka kesakitan dan kematian yang secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan yang diberikan susu formula. Semua imunoglobulin terdapat dalam ASI dengan kadar tertinggi dalam kolostrum. Imunoglobulin kolostrum manusia mengandung kadar immunoglobulin A sekresi (S.IgA) tinggi sekali sedangkan IgG, dan IgM relatif


(43)

rendah. Kolostrum mengandung kadar S.IgA yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lain. Fungsi utama S.IgA yang diduga disintesis setempat dalam kelenjar payudara adalah untuk melindungi mukosa usus terhadap invasi bakteri dan protein asing. Hal ini ditemukan terhadap Rotavirus dan V.cholera.30

Imunisasi pasif yang diperoleh bayi dari ASI akan memberikan perlindungan bayi sampai sistem imun mukosa yang dibentuk sendiri sudah cukup. ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya.30

b. Pemberian Makanan Pendamping ASI28

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik yaitu :

1. Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak sudah berumur 6 bulan tetapi masih meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari) setelah anak berumur 1 tahun , memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila


(44)

2. Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

3. Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

4. Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

c. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup28

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui fecal-oral. Kuman tersebut ditularkan ketika masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga : 1. Ambil air dari sumber air yang bersih

2. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air


(45)

4. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

5. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup

d. Mencuci Tangan28

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.

e. Menggunakan Jamban28

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.

2. Bersihkan jamban secara teratur.

3. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar. f. Membuang Tinja Bayi Yang Benar28

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang


(46)

Yang harus diperhatikan keluarga :

1. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban

2. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya. 3. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam

lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

4. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun. g. Pemberian Imunisasi Campak28

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.

2.9.2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)35

Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dan pengobatan yang tepat. Pada pencegahan sekunder, sasarannya adalah mereka yang terkena penyakit diare. Upaya yang dilakukan adalah:

a. Segera setelah diare, berikan penderita lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi. Gunakan cairan yang dianjurkan, seperti larutan oralit, makanan yang cair (sup, air tajin) dan kalau tidak ada berikan air matang. b. Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan padat lebih

baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.

c. Beri makanan sedikitnya 6 kali sehari untuk mencegah kurang gizi. Teruskan pemberian ASI bagi anak yang masih menyusui dan bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan.


(47)

d. Segera bawa anak kepada petugas kesehatan bila tidak membaik dalam 3 hari atau menderita hal berikut yaitu buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, dengan atau tinja berdarah.

e. Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka berikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.

2.9.1. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)35

Sasaran pencegahan tertier adalah penderita penyakit diare dengan maksud jangan sampai bertambah berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya yang dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi dan kematian. Kematian akibat diare disebabkan oleh dehidrasi, yaitu kehilangan banyak cairan dan garam dari tubuh.

Diare dapat mengakibatkan kurang gizi dan memperburuk keadaan gizi yang telah ada sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama diare biasanya penderita susah makan dan tidak merasa lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak ada sama sekali.

Upaya yang dilakukan dalam pencegahan tertier ini adalah:

a. Pengobatan dan perawatan diare dilakukan sesuai dengan derajat dehidrasi. Penilaian derajat dehidrasi dilakukan oleh petugas kesehatan dengan menggunakan tabel penilaian derajat dehidrasi. Bagi penderita diare dengan dehidrasi berat segera diberikan cairan intarvena dengan Ringer Laktat.

b. Berikan makanan secukupnya selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah


(48)

c. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama dua minggu untuk membantu pemulihan penderita.

2.10. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita diare adalah sebagai berikut : 2.10.1. Mencegah terjadinya dehidrasi

Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus.4

2.10.2. Mengobati dehidrasi

Sebaiknya penderita harus dibawa ke petugas kesehatan bila terjadi dehidrasi dan tidak mengalami perbaikan dalam waktu 3 hari serta mengalami hal-hal sebagai berikut.35

a. Diare terus-menerus b. Muntah berulang c. Sangat kehausan


(49)

Anak-anak dengan diare berat dan tidak diobati biasanya meninggal bukan karena infeksinya tetapi karena kehilangan cairan dan elektrolit yang sangat banyak (misalnya, sodium, potassium, kalium, dan basa) dari buang air besarnya.36

2.10.3. Memberikan makanan35

Pada saat anak mengalami diare sebaiknya memberikan makanan yang banyak kepada si anak untuk mencegah malnutrisi. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :

a. Teruskan pemberian air susu ibu sesering mungkin.

b. Bila anak tidak minum air susu ibu maka berikan susu yang biasa digunakan. c. Bila anak sudah berumur 6 bulan atau lebih, atau telah mendapatkan makanan

padat, anak harus diberikan : sereal atau campuran makanan yang mengandung tepung dan jus buah segar atau pisang untuk menambah kalium.

d. Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan berikan makanan tambahan setiap hari selama dua minggu.

2.10.4. Mengobati penyakit diare yang terkait dengan penyakit lain35

Beberapa kejadian diare pada anak disertai dengan penyakit lain seperti :infeksi saluran nafas, infeksi saluran saraf pusat, infeksi saluran kemih, infeksi sistemik lain (sepsis, campak), dan kurang gizi. Apabila ditemukan penderita diare disertai penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai dengan indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.


(50)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

KARAKTERISTIK ANAK BALITA 1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. ASI Eksklusif 4. Status Imunisasi 5. Status Gizi

KARAKTERISTIK IBU 1. Pendidikan

2. Pekerjaan

FAKTOR LINGKUNGAN 1. Sanitasi Lingkungan

2. Higiene Perorangan 3. Penyediaan Air Bersih 4. Ketersediaan Jamban

Kejadian Diare Pada Anak Balita


(51)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Kejadian Diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali dalam sehari yang terjadi pada anak balita dalam 1 bulan terakhir, dikategorikan atas : 1. Diare

2. Tidak Diare

3.2.2. Umur Anak Balita adalah umur anak yang pada tahun penelitian masih berusia 1 tahun sampai di bawah 5 tahun, dikategorikan atas :

1. 12-35 bulan 2. 36-59 bulan

3.2.3. Jenis Kelamin adalah jenis kelamin anak balita yang merupakan objek penelitian dikategorikan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4. ASI Eksklusif adalah ada/tidaknya anak balita mendapat ASI sejak lahir sampai usia 6 bulan tanpa mendapatkan makanan tambahan dan minuman lain selain ASI, dikategorikan atas :

1. Tidak ASI Eksklusif 2. ASI Eksklusif

3.2.5. Status Imunisasi adalah jenis imunisasi yang sudah didapatkan oleh balita. Dalam hal ini dikhususkan imunisasi campak karena campak sering disertai diare. Waktu pemberian imunisasi campak dimulai pada umur 9 bulan. Dinilai dengan cara melihat KMS serta wawancara dengan ibu balita. Dikategorikan atas :

1. Tidak, bila anak balita tidak mendapatkan imunisasi campak 2. Ya, bila anak balita mendapatkan imunisasi campak


(52)

3.2.6. Status Gizi adalah keadaan gizi anak balita yang ditentukan dengan pengukuran antropometri berat badan menurut umur (BB/U) dibedakan atas : 1. Gizi lebih, bila nilai Z-Score > +2 SD

2. Gizi Normal, bila nilai Z-Score terletak antara -2 SD ≤ Z ≤ +2 SD 3. Gizi Kurang, bila nilai Z-Score terletak antara -3 SD ≤ Z < -2 SD 4. Gizi buruk , bila nilai Z-Score < -3 SD

Selanjutnya untuk analisa statistik, status gizi anak balita dikategorikan atas : 1. Status Gizi Tidak Baik, jika anak mempunyai status gizi kurang, gizi

buruk, dan gizi lebih

2. Status Gizi Baik, jika anak mempunyai status gizi normal

3.2.7. Pendidikan Ibu adalah pendidikan formal terakhir yang diselesaikan oleh ibu pada saat penelitian berlangsung, yang terbagi atas tingkatan :

1. Tidak sekolah/tidak tamat SD 2. Tamat SD/sederajat

3. Tamat SLTP/sederajat 4. Tamat SLTA/sederajat 5. Tamat Diploma/Sarjana

Untuk analisa statistik, pendidikan ibu dikategorikan menjadi :

1. Pendidikan rendah : jika pendidikan responden tidak sekolah, tamat SD, dan SLTP

2. Pendidikan tinggi : jika pendidikan responden tamat SLTA, Diploma, dan sarjana

3.2.8. Pekerjaan Ibu adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari oleh ibu pada saat diakukan survei, yang dibedakan atas :

1. PNS 2. Wiraswasta 3. Petani

4. Tidak bekerja/Ibu Rumah Tangga


(53)

1. Bekerja : PNS, wiraswasta, petani

2. Tidak bekerja : Tidak bekerja/ibu rumah tangga

3.2.9. Sanitasi Lingkungan adalah tingkat pemenuhan syarat kesehatan aspek lingkungan rumah dan pemukiman tempat tinggal anak balita. Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Jumlah pertanyaan ada 7 buah. Jawaban A diberi nilai 2 dan jawaban B diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah 14 dan skor terendah adalah 7. Bila keluarga responden tidak memiliki saluran air limbah maka responden mendapat skor terendah yaitu 7. Berdasarkan skoring (lihat halaman instrument) maka sanitasi lingkungan dikategorikan menjadi :

1. Buruk : jika responden mendapat nilai ≤10 2. Baik : jika responden mendapat nilai >10

3.2.10.Higiene Perorangan adalah tingkat kebersihan individu/responden dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Jumlah pertanyaan ada 7 buah. Jawaban A diberi nilai 3, jawaban B diberi nilai 2 dan jawaban C diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah 21 dan skor terendah adalah 7. Berdasarkan skoring (lihat halaman instrument) maka sanitasi lingkungan dikategorikan menjadi :

1. Buruk : jika responden mendapat nilai ≤13 2. Baik : jika responden mendapat nilai >13

3.2.11.Penyediaan Air Bersih adalah keadaan penggunaan dan pengolahan air bersih untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Jumlah pertanyaan ada 7 buah. Jawaban A diberi


(54)

nilai 2 dan jawaban B diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah 14 dan skor terendah adalah 7. Berdasarkan skoring (lihat halaman instrument) maka sanitasi lingkungan dikategorikan menjadi : 1. Buruk : jika responden mendapat nilai ≤10

2. Baik : jika responden mendapat nilai >10

3.2.12.Ketersediaan Jamban adalah ada tidaknya sarana pembuangan air besar bagi keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Pengukuran dilakukan dengan sistem skoring dan pembobotan. Jumlah pertanyaan ada 7 buah. Jawaban A diberi nilai 2 dan jawaban B diberi nilai 1. Berdasarkan jumlah pertanyaan maka skor tertinggi adalah 14 dan skor terendah adalah 7. Bila keluarga responden tidak memiliki jamban maka responden mendapat skor terendah yaitu 7. Berdasarkan skoring (lihat halaman instrument) maka sanitasi lingkungan dikategorikan menjadi :

1. Buruk : jika responden mendapat nilai ≤10 2. Baik : jika responden mendapat nilai >10


(55)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan menggunakan desain cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan dengan pertimbangan belum pernah dilakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di daerah tersebut.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai Juni 2012. Kegiatan yang dilakukan selama penelitian ini meliputi pengajuan judul proposal, survei pendahuluan, pengumpulan literatur, penyusunan proposal, seminar proposal, pengumpulan dan pengolahan data, dan ujian skripsi.


(56)

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1.Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak balita berusia 12-59 bulan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini yaitu sebagian anak balita berusia 12-59 bulan yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan. Jika dalam satu keluarga terdapat anak balita lebih dari 1 orang maka yang diambil sebagai sampel adalah anak balita yang paling kecil dengan alasan responden/ibu lebih mudah mengingat status imunisasinya.

a. Besar Sampel37

Besar sampel dihitung dengan rumus perhitungan besar sampel minimal di bawah ini yaitu :

2 2 / 1 2

1

d

p

p

Z

n



Keterangan : n = besar sampel

p = proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi (0,5) d = tingkat ketepatan absolut/presisi (0,1)

Z = standar deviasi normal sesuai dengan derajat kemaknaan 95% Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel minimal adalah :


(57)

2 2 / 05 , 0 1 2 1 , 0 5 , 0 1 5 , 0 

Zx x

n

 

01 , 0 5 , 0 5 , 0 96 ,

1 2x x n

n = 96

Jadi besar sampel minimal yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 96. Untuk mengantisipasi adanya kesalahan dan kekurangan sampel maka besar sampel ditambah 10% dari minimal sampel, sehingga besar sampel (n) = 96 + 9,6 = 106 orang.

b. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi dengan metode pengambilan sampel secara non random, yaitu purposive sampling. Oleh karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga peneliti, serta untuk memenuhi besar sampel minimal maka dipilih desa Bonanionan dengan jumlah anak balita 113 orang. Pengambilan desa ini didasarkan karena pertimbangan si peneliti dan data yang didapat dari Puskesmas Matiti dimana desa Bonanionan memiliki jumlah penderita diare yang paling tinggi pada tahun 2011 yaitu 66 orang. Penduduk di desa ini mempunyai karakteristik yang sama dengan penduduk di desa lainnya dari segi pekerjaan, tingkat pendidikan, dan sosial ekonomi. Dalam hal ini semua lingkungan dianggap mempunyai risiko penularan yang sama terhadap kejadian diare.


(58)

Tabel 4.1. Distribusi Penderita Diare Berdasarkan Tempat di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2011

No. Desa/Kelurahan Jumlah Penderita

1. Bonanionan 66

2. Sirisirisi 53

3. Sosor Gonting 51

4. Pasaribu 49

5. Matiti II 46

6. Hutagurgur 45

7. Hutaraja 43

8. Silaga-laga 42

9. Matiti I 42

10. Pariksinomba 41

11. Sihite II 40

12. Sosor Tolong 38

13. Kelurahan 37

14. Sihite I 35

15. Hutabagasan 30

16. Simangaronsang 27

17. Sampean 24

18. Janji 23

19. Sosor Tambok 21

Jumlah 753 Sumber : Profil Puskesmas Matiti tahun 2011


(59)

Tabel 4.1. Distribusi Penderita Diare Pada Balita Berdasarkan Waktu di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Tahun 2011

No. Bulan Jumlah Penderita

1. Januari 41

2. Februari 24

3. Maret 21

4. April 26

5. Mei 24

6. Juni 25

7. Juli 31

8. Agustus 38

9. September 35

10. Oktober 28

11. November 36

12. Desember 37

Jumlah 366 Sumber : Profil Puskesmas Matiti tahun 2011

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari responden yaitu ibu yang memiliki anak balita dan hasil pengamatan melalui observasi serta pengukuran. Data ini diperoleh dengan menggunakan metode:

a. Wawancara

Dilakukan dengan menanyakan secara langsung kepada ibu balita berapa umur anak balitanya, jenis kelamin, status ASI eksklusif, status imunisasi, kejadian diare dalam waktu 1 bulan terakhir, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, sanitasi lingkungan, higiene perorangan, penyediaan air bersih dan ketersediaan jamban.


(60)

b. Observasi

Observasi dilakukan dengan cara melihat atau mengamati langsung saluran air limbah kualitas fisik air dan juga jamban.

c. Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan berat badan (Weight Scale) untuk mendapatkan berat badan anak balita.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari :

1. Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul tentang laporan kesakitan diare. 2. Data umum, sebagai data demografi dan geografi lokasi penelitian yang

diperoleh dari Profil Kesehatan Puskesmas Matiti tahun 2011.

4.5. Teknik Analisa Data

Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan dilanjutkan dengan bantuan komputer dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solution), melalui tahapan editing, coding, entry data dan cleaning.

Jenis analisis yang dilakukan adalah : 4.5.1. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi atau besarnya proporsi berdasarkan variabel yang diteliti.

4.5.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan menghitung rasio prevalens. Analisis dilakukan dengan


(1)

Pendidikan Ibu * Kejadian Diare Pada Balita

Crosstab

5 20 25

20,0% 80,0% 100,0%

12,8% 27,0% 22,1% 4,4% 17,7% 22,1%

34 54 88

38,6% 61,4% 100,0% 87,2% 73,0% 77,9%

30,1% 47,8% 77,9%

39 74 113

34,5% 65,5% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

34,5% 65,5% 100,0% Count

% within Pendidikan Ibu % within Kejadian Diare Pada Balita

% of Total Count

% within Pendidikan Ibu % within Kejadian Diare Pada Balita

% of Total Count

% within Pendidikan Ibu % within Kejadian Diare Pada Balita

% of Total Pendidikan Rendah

Pendidikan Tinggi Pendidikan

Ibu

Total

Diare Tidak Diare Kejadian Diare Pada

Balita

Total

Chi-Square Tests

2,992b 1 ,084

2,224 1 ,136

3,202 1 ,074

,099 ,065

2,965 1 ,085

113 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,63.

b.

Risk Estimate

,397 ,136 1,157

,518 ,226 1,184

1,304 1,009 1,685 Odds Ratio for

Pendidikan Ibu (Pendidikan Rendah / Pendidikan Tinggi) For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Diare For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Tidak Diare

Value Lower Upper 95% Confidence


(2)

Pekerjaan Ibu * Kejadian Diare Pada Balita

Crosstab

23 59 82

28,0% 72,0% 100,0%

59,0% 79,7% 72,6%

20,4% 52,2% 72,6%

16 15 31

51,6% 48,4% 100,0%

41,0% 20,3% 27,4%

14,2% 13,3% 27,4%

39 74 113

34,5% 65,5% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

34,5% 65,5% 100,0% Count

% within Pekerjaan Ibu % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Pekerjaan Ibu % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Pekerjaan Ibu % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Bekerja

Tidak Bekerja Pekerjaan

Ibu

Total

Diare Tidak Diare Kejadian Diare Pada

Balita

Total

Chi-Square Tests

5,527b 1 ,019

4,533 1 ,033

5,368 1 ,021

,026 ,018

5,478 1 ,019

113 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,70.

b.

Risk Estimate

,365 ,156 ,858

,543 ,334 ,884

1,487 1,009 2,192

113 Odds Ratio for Pekerjaan

Ibu (Bekerja / Tidak Bekerja)

For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Diare For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Tidak Diare N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval


(3)

Sanitasi Lingkungan * Kejadian Diare Pada Balita

Crosstab

16 24 40

40,0% 60,0% 100,0%

41,0% 32,4% 35,4%

14,2% 21,2% 35,4%

23 50 73

31,5% 68,5% 100,0%

59,0% 67,6% 64,6%

20,4% 44,2% 64,6%

39 74 113

34,5% 65,5% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

34,5% 65,5% 100,0%

Count

% within Sanitasi Lingkungan % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Sanitasi Lingkungan % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Sanitasi Lingkungan % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Buruk

Baik Sanitasi Lingkungan

Total

Diare Tidak Diare

Kejadian Diare Pada Balita

Total

Chi-Square Tests

,825b 1 ,364

,492 1 ,483

,817 1 ,366

,411 ,241

,817 1 ,366

113 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13,81.

b.

Risk Estimate

1,449 ,650 3,233

1,270 ,764 2,111

,876 ,651 1,179 Odds Ratio for Sanitasi

Lingkungan (Buruk / Baik) For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Diare For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Tidak Diare

Value Lower Upper 95% Confidence


(4)

Higiene Perorangan * Kejadian Diare Pada Balita

Crosstab

7 13 20

35,0% 65,0% 100,0%

17,9% 17,6% 17,7%

6,2% 11,5% 17,7%

32 61 93

34,4% 65,6% 100,0%

82,1% 82,4% 82,3% 28,3% 54,0% 82,3%

39 74 113

34,5% 65,5% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0%

34,5% 65,5% 100,0% Count

% within Higiene Perorangan % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Higiene Perorangan % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Higiene Perorangan % within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Buruk

Baik Higiene Perorangan

Total

Diare Tidak Diare Kejadian Diare Pada

Balita

Total

Chi-Square Tests

,003b 1 ,960 ,000 1 1,000

,003 1 ,960

1,000 ,576

,003 1 ,960

113 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,90.

b.

Risk Estimate

1,026 ,373 2,828

1,017 ,526 1,968

,991 ,696 1,411

113 Odds Ratio for Higiene

Perorangan (Buruk / Baik) For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Diare For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Tidak Diare N of Valid Cases

Value Lower Upper

95% Confidence Interval


(5)

Penyediaan Air Bersih * Kejadian Diare Pada Balita

Crosstab

20 21 41

48,8% 51,2% 100,0%

51,3% 28,4% 36,3% 17,7% 18,6% 36,3%

19 53 72

26,4% 73,6% 100,0%

48,7% 71,6% 63,7%

16,8% 46,9% 63,7%

39 74 113

34,5% 65,5% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 34,5% 65,5% 100,0% Count

% within Penyediaan Air Bersih

% within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Penyediaan Air Bersih

% within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Penyediaan Air Bersih

% within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Buruk

Baik Penyediaan

Air Bersih

Total

Diare Tidak Diare Kejadian Diare Pada

Balita

Total

Chi-Square Tests

5,795b 1 ,016

4,847 1 ,028

5,716 1 ,017

,023 ,014

5,744 1 ,017

113 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14,15.

b.

Risk Estimate

2,657 1,187 5,948

1,849 1,124 3,039

,696 ,501 ,967 Odds Ratio for

Penyediaan Air Bersih (Buruk / Baik)

For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Diare For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Tidak Diare

Value Lower Upper 95% Confidence


(6)

Ketersediaan Jamban * Kejadian Diare Pada Balita

Crosstab

24 28 52

46,2% 53,8% 100,0%

61,5% 37,8% 46,0% 21,2% 24,8% 46,0%

15 46 61

24,6% 75,4% 100,0%

38,5% 62,2% 54,0% 13,3% 40,7% 54,0%

39 74 113

34,5% 65,5% 100,0%

100,0% 100,0% 100,0% 34,5% 65,5% 100,0% Count

% within Ketersediaan Jamban

% within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Ketersediaan Jamban

% within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Count

% within Ketersediaan Jamban

% within Kejadian Diare Pada Balita % of Total Buruk

Baik Ketersediaan

Jamban

Total

Diare Tidak Diare Kejadian Diare Pada

Balita

Total

Chi-Square Tests

5,775b 1 ,016

4,860 1 ,027

5,801 1 ,016

,019 ,014

5,724 1 ,017

113 Pearson Chi-Square

Continuity Correction a Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17,95.

b.

Risk Estimate

2,629 1,183 5,839

1,877 1,106 3,184

,714 ,535 ,954

113 Odds Ratio for

Ketersediaan Jamban (Buruk / Baik)

For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Diare For cohort Kejadian Diare Pada Balita = Tidak Diare N of Valid Cases

Value Lower Upper 95% Confidence


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

6 63 130

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MIROTO TAHUN 2013.

0 5 13

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT CAMPAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Campak Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali.

0 1 18

FAKTOR – FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS BUGANGAN - UDiNus Repository

0 0 2

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ABELI BAGIAN PESISIR KOTA KENDARI TAHUN 2017

0 0 12

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEHIDRASI DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIJUDAN

0 0 12

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS WINDUAJI KABUPATEN BREBES TAHUN 2017

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diare - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

0 1 24

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Matiti Kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2012

0 0 8

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATITI KECAMATAN DOLOKSANGGUL KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN TAHUN 2012 SKRIPSI

0 0 16