Hubungan Antara Nilai pH Kulit dengan Derajat Keparahan Dermatitis Popok pada Bayi dan Anak

20

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kulit Bayi
Usia secara jelas mendefinisikan karakteristik yang memisahkan bayi,

anak – anak, dan orang dewasa. Masa bayi dimulai dari usia 0 - 12 bulan yang
ditandai dengan pertumbuhan dan perubahan fisik yang cepat disertai dengan
perubahan dalam kebutuhan zat gizi.15 Balita (bawah lima tahun) adalah anak
yang berusia 1 – 5 tahun. Pada masa balita ini terdapat usia yang sangat rawan
yaitu anak usia 1 sampai 2 tahun, bahkan sampai 3 tahun (batita) dan anak
prasekolah (3-5 tahun). Masa balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak
yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya.15
Kulit pada bayi lebih tipis daripada orang dewasa (40-60%), kurang
berambut, dan memiliki perlekatan antara epidermis dan dermis yang lemah. Bayi
memiliki risiko terjadinya luka pada kulit, absorpsi perkutaneus, dan infeksi pada
kulit yang lebih tinggi. Bayi prematur lahir pada kisaran usia kehamilan 32-34

minggu memiliki masalah yang berhubungan dengan stratum korneum yang
imatur, termasuk peningkatan transepidermal water loss (TEWL). Peningkatan
TEWL dapat menyebabkan kecacatan akibat dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit, dan instabilitas thermal. Penggunaan occlusive dressings atau emolien
topikal dapat memperbaiki fungsi barier yang rusak akibat meningkatnya
TEWL.16
Literatur ilmiah melaporkan sebuah serial dari proses adaptasi terhadap
perubahan lingkungan setelah kelahiran. Perubahan ini mempengaruhi seluruh

5

21

ukuran biofisik untuk karakteristik kulit, termasuk TEWL, hidrasi kulit, dan
perubahan koefisien friksi, kolonisasi mikroba, dan nilai pH kulit.16
Kebanyakan peneliti melaporkan nilai TEWL kulit bayi lebih rendah atau
sama dengan pada kulit orang dewasa. Pada periode segera setelah kelahiran,
TEWL yang lebih rendah dapat terjadi karena terdapatnya vernix caseosa, yang
memberikan perlindungan tambahan terhadap epidermal water loss. Vischer et al,
menemukan sedikit perbedaan namun penting pada nilai TEWL di daerah

popok.17 Penurunan tajam dijumpai setelah 3 menit membuka popok, dimana hal
ini kemungkinan mengindikasikan bahwa kulit tidak beradaptasi sepenuhnya
terhadap kondisi lingkungan.18,19
Hoeger dan Enzmann memeriksa hidrasi stratum korneum pada lokasi
anatomi yang berbeda pada bayi usia 3 hari sampai 12 minggu.20 Mereka
menemukan peningkatan pada hidrasi kulit, tidak ada perbedaan yang ditemukan
antara tiap lokasi anatomis, termasuk daerah bokong.21

2.2

Dermatitis Popok

2.2.1 Definisi
Dermatitis popok (DP) adalah suatu kelainan kulit yang disebabkan oleh
gangguan kulit akibat faktor fisik, kimia, enzimatik, dan mikrobial yang terjadi
pada daerah popok, seperti di alat kelamin, dubur, bokong, lipat paha, dan perut
bawah.13
Istilah DP biasa digunakan sebagai diagnosis, seolah-olah penyakit kulit
yang beragam yang mengenai daerah ini merupakan ciri klinis tunggal, padahal
DP bukan merupakan diagnosis spesifik dan paling baik dilihat sebagai variasi


22

kompleks simptom yang dicetuskan oleh kombinasi berbagai faktor, yang paling
sering disebabkan kontak berkepanjangan dengan urin dan feses, dan pada banyak
kasus, juga infeksi sekunder oleh bakteri atau Candida albicans. Peningkatan pH
juga dapat menyebabkan kerusakan epidermis, selanjutnya menyebabkan iritasi
akibat kehilangan fungsi sawarnya. Faktor risiko DP termasuk diare serta
penggunaan antibiotik.22,23
Meskipun DP seringnya hanya sebagai gangguan minor, erupsi pada
daerah ini tidak hanya berkembang menjadi infeksi sekunder dan ulserasi, tetapi
dapat lebih parah dengan penyakit kulit yang mengikuti atau menggambarkan
manifestasi penyakit yang lebih serius.16
Dermatitis popok iritan (DPI) merupakan hasil akhir dari keterpajanan
yang konstan terhadap lingkungan lokal yang merugikan, terutama keterpajanan
terhadap kelembaban dan agen iritan lainnya termasuk feses dan enzim feses.22
2.2.2

Etiologi dan patogenesis
Penyebab utama DP masih belum diketahui, namun kemungkinan


dikarenakan interaksi dari banyak faktor, seperti meningkatnya hidrasi,
peningkatan pH, enzim feses dan mikroorganisme. 1,22,23
Penyebab DP adalah multifaktorial. Faktor inisial adalah kelembaban kulit
yang berlangsung lama. Kelembaban ini berasal dari keringat ataupun urin yang
tidak diserap kedalam popok. Kelembaban ini mengakibatkan meningkatnya
kerusakan akibat friksi, penurunan fungsi sawar, dan meningkatkan reaktivitas
terhadap bahan iritan ataupun mikroorganisme.23

23

2.2.2.1 Peningkatan hidrasi kulit/kelembaban
Kulit pada daerah popok berulang kali terpapar air dari keringat, urin, dan
feses, serta dari sifat lingkungan popok yang relatif oklusif. Popok yang dipakai
bayi dengan cukup ketat untuk menghindari kebocoran mengakibatkan kenaikan
kelembaban beberapa derajat pada permukaan kulit sehingga menyebabkan kulit
menjadi lembab.9,12,13,24-26 Lingkungan hangat, lembab dibawah popok tersebut
membuat kulit sensitif bayi rentan terhadap kerusakan oleh karena friksi, enzim
feses dan mikroba. Peningkatan kelembaban meningkatkan koefisien friksi dan
membuat kulit menjadi lebih permiabel terhadap enzim dan bahan kimiawi.12

2.2.2.2 Peningkatan pH
Keasaman kulit di daerah yang tertutup secara signifikan lebih tinggi
daripada kulit tanpa popok pada neonatus dan bayi yang lebih besar.24,27 Pada uji
klinis mengenai pH kulit, kelembaban dan skor ruam kulit dari total 1.601 bayi
dalam empat uji klinis ditemukan bahwa kelembaban dan pH kulit secara
signifikan lebih tinggi pada kulit dengan popok daripada tanpa popok.12 Bakterial
urease yang berasal dari mikroba feses memecah urea pada urin untuk melepas
ammonia dan meningkatkan pH kulit yang tertutup.13 pH yang alkali mengganggu
lingkungan dari kulit bayi (pH kulit normal 5 – 6) dan pada gilirannya
mencetuskan terjadinya DPI.6
2.2.2.3 Enzim feses
Enzim feses seperti protease dan lipase memiliki kerja mengiritasi pada
kulit dengan menyerang protein korneosit dan interstitial lipid lamellae dari
stratum korneum, yang menyebabkan kerusakan fungsi sawar.28 Paparan terhadap

24

feses menyebabkan iritasi pada kulit daerah perianal pada bayi.30 Efek iritan ini
meningkat oleh karena peningkatan pH, juga karena garam empedu. Kombinasi
efek garam empedu, enzim feses dan peningkatan pH menyebabkan inflamasi

pada kulit dibawah popok yang menyebabkan DP.24
2.2.2.4 Mikroorganisme
Kolonisasi kandida pada daerah perineum merupakan faktor penting yang
berkontribusi pada penyebab DP, namun hal ini masih belum pasti apakah
kandida merupakan penyebab utama dermatitis atau kejadian sekunder.29
Kolonisasi kandida pada daerah popok meningkat dengan penggunaan antibiotik
oral dan sebuah penelitian menunjukkan pada 30% bayi sehat dan 92% bayi
dengan DP dijumpai Candida albicans pada kotorannya.29 Mikroba yang
berdampak lainnya sebagai penyebab DP adalah Staphylococcus aureus,
Peptostreptococcus bacteroides, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV 1),
dermatofita dan Cytomegalo virus (CMV).1 Bakteri lainnya yang dapat
mencetuskan inflamasi vagina dan jaringan sekitar (vulvovaginitis) termasuk
Shigella, Escherichia coli, dan Yersinia enterocolitica.5
2.2.3 Gambaran klinis
Dermatitis popok dapat terjadi pada bayi dan anak yang menggunakan
popok baik popok kain maupun popok sekali pakai. Lesinya mengenai permukaan
konveks daerah popok seperti bokong, paha atas, perut bawah, daerah pubis dan
genitalia sedangkan lipatan inguinal biasanya terhindar.1

25


Dua tipe DP yang paling sering adalah dermatitis popok iritan (DPI) dan
dermatitis popok kandida (DPK).19 Berikut ini adalah gambaran klinis DP
berdasarkan jenisnya.
2.2.3.1 Dermatitis popok iritan (DPI)
Dermatitis popok iritan (DPI) adalah jenis DP yang paling sering
dijumpai. Dermatitis ini terjadi pada orang yang menggunakan popok, tanpa
memperhatikan usia. Dermatitis popok iritan muncul dengan gambaran makula
eritematosa, lembab, dan terkadang plak berskuama pada daerah konveks genitalia
dan bokong, diawali pada daerah yang terdekat kontak dengan popok.30 Erosi
yang dangkal terkadang muncul pada permukaan yang konveks.22,23 Kelainan ini
dapat disebabkan karena kontak dengan enzim proteolitik dari kotoran dan iritan
kimiawi, seperti sabun, detergen, dan preparat topikal. Faktor signifikan lainnya
dapat juga seperti panas, kelembaban, dan retensi keringat yang berhubungan
dengan lingkungan lokal yang diproduksi popok.16
2.2.3.2 Dermatitis popok kandida (DPK)
Dermatitis popok kandida merupakan jenis DP kedua tersering dan
muncul sebagai makula eritematosa terang, papul, pustul dan plak yang cenderung
mengenai lipatan tubuh. Ditandai dengan lesi satelit. Kandida flora pencernaan
sering kali mengkontaminasi tipe dari dermatitis popok yang muncul lebih dari 3

hari setelah timbul gejala, dan level kandida meningkat bersamaan dengan
keparahan klinis dermatitis. Kemungkinan DP kandida dapat terjadi berkaitan
dengan riwayat penggunaan obat – obatan antibiotik.22,23

26

2.2.3.3 Miliaria rubra (“Heat Rash”)
Miliaria rubra cenderung terjadi pada daerah dimana komponen plastik
dari popok menyebabkan oklusi dari saluran ekrin dari kulit. Pada bayi ditemukan
pada daerah popok, leher, dan daerah intertriginosa. Sering terjadi jika pergantian
cepat ke cuaca hangat, dan anak berpakaian berlebihan. Muncul dengan gambaran
papul merah kecil, papulovesikel dan vesikel yang rapuh.2,23
2.2.3.4 Papul dan nodul pseudoverukosa
Papul dan nodul pseudoverukosa terjadi pada daerah popok dan perianal
pasien pada usia berapa saja karena kelembaban yang berkepanjangan. Individu
yang menggunakan popok dikarenakan inkontinensia urin kronis cenderung
mengalami tipe dermatitis ini. Gambarannya berupa papul dan nodul dengan
diameter 2-8 mm, eritematosa, lembab, puncak datar dengan gambaran histologis
akantosis reaktif atau dermatitis psoriasiform spongiotik. 2,23
2.2.3.5 Parakeratosis granular infantil

Parakeratosis granular infantil menggambarkan bentuk idiopatik dari
retensi keratosis pada bayi pengguna popok. Terdapat dua pola klinis: plak linier
bilateral pada lipatan inguinal dan plak geometris eritematosa yang didasari
tekanan dari popok. Skuama tebal seperti berlapis - lapis dijumpai pada kedua
bentuk, dan merupakan tanda penyakit ini.23
2.2.3.6 Dermatitis Jacquet Erosive
Dermatitis Jacquet erosive merupakan DP yang parah yang jarang terjadi
dan dapat terjadi pada usia berapapun. Ditandai dengan ulserasi punched out,
berbatas tegas, atau erosi dengan pinggir meninggi. Pada bayi laki – laki, erosi

27

dan krusta glans penis dan meatus urinarius dapat menyebabkan nyeri dan susah
berkemih. Kontak berkepanjangan dengan urin dan feses di.bawah oklusi
mencetuskan kondisi ini. Hal ini sudah jarang dijumpai sejak ditemukan popok
sekali pakai superabsorben.16,23
2.2.3.7 Granuloma gluteal infantum
Granuloma gluteal infantum merupakan kelainan jinak pada bayi yang
ditandai dengan nodul merah keunguan yang berukuran (0,5 – 3,0 cm) pada kulit
sela paha, perut bawah, dan paha dalam pada bayi umur 2 sampai 9 bulan.

Biasanya pasien sebelumnya mendapat terapi dengan kortikosteroid topikal.
Merupakan kondisi yang jarang ditemukan. Muncul pada daerah yang terkena
dermatitis popok sebelumnya. Biopsi menunjukkan infiltrat limfosit dermis yang
dense, sel plasma, neutrofil, dan eosinofil, tetapi tidak terdapat granuloma.
Muncul sebagai reaksi yang tidak biasa terhadap faktor iritan biasanya.16,23
2.2.3.8 Dermatosis tidak terkait penggunaan popok
Berbagai jenis erupsi meradang dapat terjadi pada daerah popok walaupun
jarang. Erupsi yang dapat sembuh sendiri atau secara klinis tidak khas. Kelainan
ini dapat berupa dermatitis seboroika, dermatitis atopik, psoriasis, impetigo
bulosa, akrodermatitis enteropatika, skabies, hand-foot-and-mouth disease, infeksi
herpes simpleks, dan sel histiositosis sel Langerhans. 2,23
2.2.4

Diagnosis
Diagnosis DPI khususnya dapat dibuat dengan mudah berdasarkan

pemeriksaan cepat pada daerah popok yang menunjukkan gambaran yang khas
pada perineum. Selain riwayat penggunaan popok (setidaknya 3 hari atau lebih)

28


dan gambaran klinis, terkadang dapat dilakukan pemeriksaan elemen jamur. Pada
kasus yang dicurigai herpes, pemeriksaan apusan Tzanck dan/atau kultur
spesimen harus dilakukan, terutama pada kasus yang diduga akibat kekerasan.31,32
2.2.5

Penatalaksanaan
Sebagian besar kasus DP sembuh secara spontan. Hanya beberapa yang

memerlukan terapi aktif. Kulit yang sehat adalah kulit yang tidak menggunakan
popok, tetapi susah untuk dilakukan oleh seluruh kalangan sosial, oleh karena itu
dibutuhkan keseimbangan dalam penggunaan popok tersebut.1
Dermatitis popok iritan dan dermatitis popok kandida (atau kombinasi
keduanya) mewakili sebagian besar ruam popok. Infeksi yang disebabkan
Candida sp. lebih sering menyebabkan komplikasi pada ruam popok jika muncul
lebih dari 3 hari.23
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penatalaksanaan DP adalah
sebagai berikut33,
A = Air (udara). Popok harus sesering mungkin dibuka saat bayi tidur untuk
mengeringkan kulit
B = Barrier ointments (salep pelindung). Digunakan pasta zink oksida,
petrolatum, dan campuran lainnya, preparat pelindung yang bukan obat, yang
merupakan dasar terapi.
C = Cleansing and anticandidal treatment (pembersih dan terapi anti kandida).
Pembersih lembut dengan air putih, minyak mineral, atau pembersih lembut tanpa
pewangi direkomendasikan. Menghindari gesekan atau garukan penting
dilakukan. Agen anti kandida topikal harus ditambahkan pada lesi yang

29

menunjukkan gejala kandidiasis. Nystatin oral diindikasikan jika terdapat
kandidiasis oral.
D = Diapers (Popok). Popok harus diganti sesering dan sesegera mungkin setelah
buang air besar, terutama jika menggunakan popok kain.
E = Education (Edukasi). Edukasi orangtua dan pengasuh.
Berbagai literatur telah memaparkan bagaimana cara penatalaksanaan
DPdan pencegahan terjadinya kembali. Berikut ini adalah salah satu langkah
pendekatan terapi DP primer.

Terapi Lini Pertama

Meningkatkan frekuensi pergantian popok
Menggunakan popok sekali pakai superabsorben
Mengoleskan krim pelindung tahan air, misal,
zink oksida
Menambahkan minyak mandi pada air mandi

Terapi Lini Kedua

Mengoleskan krim hidrokortison 1%
Mengoleskan krim anti jamur
Mengoleskan salep mupirosin topikal

Terapi Lini Ketiga

Mengoleskan kombinasi kortikosteroid, anti
jamur, dan agen anti bakteri
Mengoleskan larutan eosin 2%

Gambar 2.1. Tahap pendekatan terapi dermatitis popok primer
*Dikutip dari kepustakaan no. 34,35

Dermatitis popok berkurang apabila kulit daerah popok memiliki
lingkungan yang serupa dengan

kulit tanpa popok. Semakin jarang bayi

menggunakan popok, dermatitis semakin jarang terjadi; namun, kebutuhan untuk
menggunakan popok harus diperhitungkan saat memberikan nasihat. Mengajarkan

30

anak melakukan toilet training sedini mungkin sangat efektif untuk mengurangi
terjadinya dermatitis popok.36
Jika DP telah berkembang; tujuan terapi adalah (1) memperbaiki
kerusakan kulit; (2) mengobati penyakit yang mendasari; (3) mencegah terjadinya
rekurensi.36
Terapi medikamentosa yang mengurangi inflamasi dapat membantu dalam
mengobati DP. Agen yang paling diterima adalah salep hidrokortison 1% tunggal,
karena telah terbukti aman dan efektif digunakan di daerah popok, atau
dikombinasi dengan agen anti jamur. Kortikosteroid poten harus dihindari.
27,34,35,37,39

Terapi terhadap kandida atau bakteri patogen dapat memperbaiki DP
dengan baik. Agen anti-infeksi telah digunakan untuk mengobati DP sebagai
monoterapi dan dalam kombinasi dengan kortikosteroid topikal. Salep mikonazol
nitrat 0,25% merupakan terapi yang efektif dan aman untuk DP pada bayi.40 Pasta
yang mengandung mikonazol nitrat menurunkan interferensi gesekan diantara
popok kain dan kulit,sehingga mengurangi mikroba yang terdapat pada kulit yang
menggunakan popok.40
2.2.6

Pencegahan

Pencegahan Dermatitis Popok Iritan31:
1.

Menggunakan popok sekali pakai super absorben

2.

Pertahankan daerah popok tetap kering dengan mengganti popok secara
berkala atau memeriksa kotoran setiap 2 jam dan bahkan lebih sering pada
anak dengan diare dan neonatus

31

3.

Untuk mengeliminasi bahan iritan setiap pergantian popok, bersihkan daerah
popok dengan air ditambah kapas kain atau dengan baby wipes dengan zat
tambahan yang minimal dan menghindari gesekan berlebihan dan detergen

4.

Jika cenderung berkembang menjadi DP, oleskan pelindung topikal yang
mengandung bahan kedap air (seperti zink oksida) dan bahan minimal lainnya

5.

Berikan waktu tanpa popok setiap harinya dan hindari penggunaan celana
dalam plastik yang mengepas sepanjang daerah popok

2.3

Popok Bayi
Popok adalah produk konsumen yang telah lama digunakan untuk

perawatan bayi, sebelum mereka berlatih buang air, untuk alasan kenyamanan dan
sosial. Popok kain yang dipakai berulang digunakan secara tradisional sampai
tahun 1960, kemudian saat popok sekali pakai diperkenalkan sebagai popok yang
memiliki kemampuan untuk menyerap sejumlah besar cairan dan melindungi
pakaian dan tempat tidur terlindung dari kotoran. Kapasitas untuk menyerap
cairan tergantung dari tipe popok. Popok superabsorben terbaru (PSA) memiliki
kemampuan menyerap maksimum. Penggunaannya telah meluas pada orang
dewasa yang juga menderita inkontinensia.41
Popok yang saat ini digunakan diseluruh dunia meliputi berbagai jenis
bahan dan teknologi. Tipe – tipe popok termasuk (1) popok kain berulang (sering
ditutupi oleh plastik di sepanjang celana), (2) popok sekali pakai dengan inti
selulosa di dalam dan plastik di lapisan luar, (3) popok sekali pakai dengan inti
selulosa mengandung polimer absorben tinggi (absorbent gelling material) untuk
mencegah air kontak dengan kulit dan terlindung dengan berbagai karakteristik

32

dari plastik (misalnya vapor permeable), dan (4) popok sekali pakai dengan
selulosa dan bahan gel absorben, yang mengandung petrolatum, dan plastik
pelindung vapor permeable.42
2.3.1

Popok kain
Meski popok sekali pakai lebih praktis dan tidak repot, tapi, tak sedikit

orang tua yang tetap memilih popok kain untuk bayinya dengan alasan dapat
dibersihkan ulang dan konon ramah lingkungan.43
Popok kain tidak memiliki kapasitas absorben melainkan harus secepat
mungkin diganti setelah berkemih, hal ini dapat mencetuskan terjadinya
hiperhidrasi dan maserasi. Juga dibutuhkan perhatian penuh dalam mencuci dan
laundry popok kain, pastikan tidak ada lagi detergenyang tertinggal pada popok,
dan popok telah didesinfeksi dengan efektif.44
2.3.2

Popok sekali pakai
Popok sekali pakai telah menjadi barang yang sangat diperlukan didalam

daftar keperluan barang keperluan bayi. Terlepas dari memberikan keuntungan
dalam hal kenyamanan, popok sekali pakai juga memberikan keuntungan
kesehatan lainnya. Sebagai tambahan, selama beberapa dekade, teknologi popok
juga semakin maju dengan dikenalkannya bahan super absorben (BSA) dan desain
yang lebih baik untuk menjamin terlindung dari kebocoran. Dibandingkan dengan
popok kain, popok sekali pakai memberikan keuntungan dalam menurunkan
kemungkinan infeksi potensial.40
Penggunaan popok sekali pakai ini menurunkan insidensi dermatitis
popok.40 Popok sekali pakai mengandung polimer absorben. Pada sebuah seri uji

33

klinis buta ganda, ternyata bayi yang menggunakan popok sekali pakai yang
breathable lebih jarang mengalami dermatitis popok daripada bayi yang
menggunakan popok sekali pakai yang standard. Sebagai tambahan, telah
dilakukan evaluasi retrospektif dari studi klinis sebelum dan sesudah perkenalan
popok sekali pakai ini untuk mengkonfirmasi bahwasannya penggunaan materi
gel absorben atau materi-materi zink oksida/petrolatum yang dikeluarkan popok
dapat melindungi kelembaban kulit. Popok sekali pakai menurunkan kulit yang
basah dan menormalkan pH kulit. Koloni kandida berkurang hampir dua per tiga
pada daerah yang tertutup popok breathable dibandingkan daerah kontrol.41-43
2.3.3

Kemajuan terbaru dalam teknologi popok
Sekarang ini, tiga tipe popok telah dirancang untuk menurunkan insidensi

ruam popok.
1.

Popok sekali pakai yang secara berkesinambungan diolesi formulasi
petrolatum topikal pada kulit. Hal ini telah dapat menurunkan keparahan
ruam popok secara signifikan dibandingkan dengan popok sekali pakai
konvensional44

2.

Popok sekali pakai breathable telah menunjukkan dapat menurunkan
insidensi infeksi kandida sebesar 38-50% dan juga menurunkan pertahanan
dua per tiga koloni kandida. Prevalensi ruam popok pada studi ini secara
terbalik berkaitan dengan kemampuan bernafas popok.45

3.

Popok dengan insersi membran water impermeable tetapi vapor permeable
sepanjang lapisan popok. Membran permiabel selektif ini dapat mengeluarkan
uap air, tetapi mencegah kebocoran urin, mempertahankan kulit tetap kering.

34

Pada sebuah studi, popok ini telah menunjukkan dapat menurunkan insidensi
dari dermatitis popok ringan dan berat sebesar masing – masing 18% dan
39%.46

2.4

Popok dengan Kejadian Dermatitis Popok
Popok digunakan untuk memperoleh kenyamanan, meskipun dapat

menyebabkan peningkatan kelembaban kulit, perubahan pH menjadi alkali,
mempertahankan enzim feses dan menyebabkan gesekan pada kulit bayi, sehingga
membuat lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya DP.41,47
Popok sekali pakai, meskipun nyaman untuk digunakan, tidak menurunkan
insidensi dari DP, meskipun sekarang terdapat popok sekali pakai super absorben
yang memberikan emolien ke permukaan kulit, popok breathable dan popok
dengan membran water impermeable dan vapor permeable telah dirancang.41-43
Studi perbandingan berbagai merk popok kain, popok sekali pakai
konvensional dan popok superabsorbent, menunjukkan popok superabsorben
secara signifikan menurunkan kelembaban kulit dan mempertahankan tetap kering
dibandingkan dengan popok lain. Popok sekali pakai konvensional meskipun
tidak lebih baik dari popok kain yang dipakai berulang, tetapi lebih nyaman
digunakan selama kegiatan sosial dan malam hari. Kekurangan utama popok
sekali pakai superabsorbent adalah efek lingkungan, yaitu bertambahnya jumlah
sampah popok akibat dari penggunaannya.41-43

35

2.5

Derajat Keparahan Dermatitis Popok
Penilaian keparahan dermatitis popok dapat dilakukan secara klinis

menggunakan skala yang ditetapkan oleh Global Clinical Impression untuk
keparahan DP, seperti pada Tabel 2.1.48 Dimana keparahan dinilai berdasarkan
ruam eritematosa, skuama, papul, pustul, edema, erosi maupun ulserasi dan
disesuaikan berdasarkan luas lokasi yang terkena.48
Bentuk DP yang parah mengindikasikan kondisi yang mendasarinya
serius, seperti defisiensi nutrisi, sindroma malabsorpsi intestinal, abnormalitas
kongenital saluran kemih dan gastrointestinal, atau reaksi toksik.48
Tabel 2.1. Skala Derajat Keparahan Dermatitis Popok48
Nilai
0
0,5
1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

Derajat
Tidak ada
Sangat
Ringan
Ringan

Keparahan
Tidak ditemukan ruam
Pucat sampai merah muda pada area yang sangat kecil
(
Derajat
Keparahan

Gambar 2.2. Kerangka teori dermatitis popok

Mikroorganisme
& bahan iritan
Dermatitis
Popok

39

2.8 Kerangka Konsep

Nilai pH kulit
daerah popok

Derajat Keparahan
Dermatitis Popok

Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian