Penyelesaian Wanprestasi Perjanjian Kerjasama di Bidang Pendistribusian antara PT. Lafarge Cement Indonesia dengan Perusahaan Distributor (Studi PT. Lafarge Cement Indonesia)

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian
1. Pengertian dan syarat perjanjian
Pasal 1313 KUHPerdata, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang
menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri.9
Perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Selain itu, kontrak dan perjanjian
mempunyai makna yang sama karena dalam KUHPerdata hanya dikenal perikatan
yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang atau yang secara
lengkap dapat diuraikan sebagai berikut: “Perikatan bersumber dari perjanjian dan
undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu
dari undang-undang saja dan dari undang-undang karena perbuatan manusia.
Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan manusia
dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang
melanggar hukum.10
Perjanjian (kontrak) adalah hubungan hukum antara subjek hukum satu
dengan subjek hukum lain dalam bidang harta kekayaan. Subjek hukum yang satu


9

Ahmadi Miru & Sakka Pati, Hukum Perikatan (Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai
1456 KUH PERDATA), (Rajawali Pers, Jakarta, 2011), hal. 6.
10
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Rajawali Pers, Jakarta,
2013), hal.1

21

Universitas Sumatera Utara

22

berhak atas prestasi dan begitu pula subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”11
Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat
a. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. suatu hal tertentu;
d. suatu sebab yang halal
Suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan
sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya, perjanjian tersebut akan
mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena
itu, agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang, haruslah sesuai
dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang.Syarat sah
perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang akan diuraikan lebih lanjut
sebagai berikut :
1) Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu
kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, baik
dengan tertulis maupun secara tidak tertulis. Dikatakan tidak tertulis,
bukan lisan karena perjanjian dapat saja terjadi dengan cara tidak
tertulis dan juga tidak lisan, tetapi bahkan hanya dengan simbol-simbol
atau dengan cara lainnya yang tidak secara lisan, namun yang paling
penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran
tersebut. Cara-cara untuk terjadinya penawaran dan penerimaan dapat
11


Salim H.S.,Perkembangan Hukum Kontrak Innominnat di Indonesia , (Sinar Grafika,
Jakarta 2005), hal 15-17

Universitas Sumatera Utara

23

dilakukan secara tegas maupun dengan tidak tegas, yang penting dapat
dipahami atau dimengerti oleh para pihak bahwa telah terjadi
penawaran dan penerimaan.12
2) Kecakapan
Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan
perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan
dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah (walaupun usianya belum
mencapai 21 tahun). 13
3) Suatu hal tertentu
Mengenai hal tertentu, sebagai syarat ketiga untuk sahnya perjanjian ini
menerangkan tentang harus adanya objek perjanjian yang jelas. Jadi
suatu perjanjian tidak bisa dilakukan tanpa objek yang tertentu.14
4) Suatu sebab yang halal

Kata halal di sini bukan dengan maksud untuk memperlawankan
dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksudkan di
sini adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan
dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.15
2. Jenis-jenis dan asas-asas perjanjian
Menurut Sutarno, perjanjian dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
yaitu:16

12

Ahmadi Miru. Op.Cit, hal 14
Ahmadi Miru dan Sakka Pati. Op.Cit, hal 68
14
Ibid
15
Ibid. hal 69
16
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, (Alfabeta, Bandung, 2003), hal

13


82

Universitas Sumatera Utara

24

a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak
dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya
perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata dan perjanjian sewa menyewa
Pasal 1548 KUHPerdata. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di
kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang
dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban
membayar dan hak menerima barangnya.
b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan
kewajiban pada salah satu pihak saja. Misalnya perjanjian hibah. Dalam hibah
ini kewajiban hanya ada pada orang yang menghibahkan yaitu memberikan
barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai
kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang
dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.

c. Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi
keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam
pakai Pasal 1666 dan 1740 KUHPerdata.
d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian
yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang
membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata
sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan
barang Pasal 1741 KUHPerdata dan perjanjian pinjam mengganti Pasal 1754
KUHPerdata. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata
sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat
dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat

Universitas Sumatera Utara

25

umum notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang
menentukan akta jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian
perkawinan dibuat dengan akta notaris.
e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama Perjanjian

bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan
khusus dalam KUHPerdata Buku ke tiga Bab V sampai dengan Bab XVIII.
Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian
tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undangundang. Misalnya perjanjian leasing, perjanjian keagenan dan distributor,
perjanjian kredit.
Salim H.S. memaparkan jenis perjanjian dengan cara yang sedikit berbeda
dibandingkan dengan para sarjana di atas. Salim H.S di dalam bukunya
menyebutkan bahwa jenis kontrak atau perjanjian adalah: 17
1. Kontrak menurut sumber hukumnya kontrak berdasarkan sumber hukumnya
merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu
ditemukan. Perjanjian (kontrak) dibagi jenisnya menjadi lima macam, yaitu:
(a) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya
perkawinan;
(b) Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan
dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
(c) Perjanjian obligatoir , yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;
(d) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan
bewijsovereenkomst;

17


Salim H.S., Hukum Kontrak, (Sinar Grafika, Jakarta, 2006), hal 27-32

Universitas Sumatera Utara

26

(e) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publie
ckrechtelijke overeenkomst.

2. Kontrak menurut namanya
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di
dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319
KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak
menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat
(tidak bernama). Kontrak nominnat adalah kontrak yang dikenal dalam
KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak nominaat adalah jual beli, tukar
menukar, sewa menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam
pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian.
Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh dan

berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum dikenal dalam
KUHPerdata. Yang termasuk dalam kontrak innominat adalah leasing, beli sewa,
franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production
sharing, dan lain-lain. Namun, Vollmar mengemukakan kontrak jenis yang ketiga

antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran. Kontrak campuran
yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang
perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam title I, II, dan IV karena kekhilafan,
title yang terakhir ini (title IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tetapi terdapat
hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari
ketentuan umum. Contoh kontrak campuran, pengusaha sewa rumah penginapan
(hotel) menyewakan kamar-kamar (sewa menyewa), tetapi juga menyediakan
makanan (jual beli), dan menyediakan pelayanan (perjanjian untuk melakukan

Universitas Sumatera Utara

27

jasa-jasa). Kontrak campuran disebut juga dengan contractus sui generis, yaitu
ketentuan-ketentuan yang mengenai perjanjian khusus paling banter dapat

diterapkan secara analogi (Arrest HR 10 Desember 1936) atau orang menerapkan
teori absorpsi (absorptietheorie), artinya diterapkanlah peraturan perundangundangan dari perjanjian, dalam peristiwa yang terjadi merupakan peristiwa yang
paling menonjol, sedangkan dalam tahun 1947 Hoge Raad menyatakan diri (HR,
21 Februari 1947) secara tegas sebagai penganut teori kombinasi.
3. Kontrak menurut bentuknya
Di dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk
kontrak. Namun apabila ditelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam
KUHPerdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang
dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal
1320 KUHPerdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian ini telah terjadi.
Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Pembedaan
ini diilhami dari hukum Romawi. Dalam hukum Romawi, tidak hanya
memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang
suci dan juga harus didasarkan atas penyerahkan nyata dari suatu benda.
Perjanjian konsensuil adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para
pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan
dilaksanakan secara nyata.
Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan. Hal ini dapat dilihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan

dengan akta notaris (Pasal 1682 KUHPerdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua

Universitas Sumatera Utara

28

macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta autentik
terdiri dari akta pejabat dan akta para pihak. Akta yang dibuat oleh notaris itu
merupakan akta pejabat. Contohnya, berita acara Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) dalam sebuah PT. Akta yang dibuat di hadapan notaris merupakan akta
yang dibuat oleh para pihak dihadapan notaris. Di samping itu, dikenal juga
pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian
standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir.
4. Kontrak Timbal Balik
Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak
timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak
dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli dan sewa-menyewa.
Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak
sempurna dan yang sepihak.
(a) Kontak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi
satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak
ada prestasi-prestasi seimbang satu sama lain. Misalnya, si penerima pesan
senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas
pundaknya oleh orang pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biayabiaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus
menggantinya.
(b) Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan
kewajiban-kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah

Universitas Sumatera Utara

29

perjanjian pinjam mengganti. Pentingnya pembedaan di sini adalah dalam
rangka pembubaran perjanjian.
5. Perjanjian cuma-cuma atau dengan alas hak yang membebani penggolongan
ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari
pihak lainnya. Perjanjian cuma-cuma merupakan perjanjian, yang menurut
hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya,
hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang
membebani merupakan perjanjian, di samping prestasi pihak yang satu
senantiasa ada prestasi (kontrak) dari pihak lain, yang menurut hukum saling
berkaitan.
6. Perjanjian berdasarkan sifatnya penggolongan ini didasarkan pada hak
kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut.
Perjanjian menurut sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian
kebendaan (zakelijke overeenkomst) dan perjanjian obligatoir . Perjanjian
kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah
atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian
ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik.
Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan
kewajiban dari para pihak. Disamping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari
sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir . Perjanjian pokok
merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang,
baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian
accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak

tanggungan atau fidusia.

Universitas Sumatera Utara

30

7. Perjanjian dari aspek larangannya.
Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan
perjanjian dari aspek tidak diperkenankannya para pihak untuk membuat
perjanjian yang bertentang dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban
umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat. Di dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian
yang dilarang dibagi menjadi tiga belas jenis, antara lain :
(a) Perjanjian oligopoli, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lainnya untuk secara bersama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang atau jasa. Perjanjian ini dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan tidak
sehat.
(b) Perjanjian penetapan harga, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu
barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggaran
pada pasar yang bersangkutan sama. Pengecualian dari ketentuan ini
adalah:
1.1.Suatu perjanjian yang dibuat usaha patungan, dan
1.2.Suatu perjanjian yang didasarkan pada undang-undang yang berlaku.
(c) Perjanjian dengan harga berbeda, yaitu perjanjian yang dibuat antara
pelaku-pelaku usaha yang mengakibatkan pembeli yang satu harus
membayar dengan harga berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang atau jasa yang berbeda.

Universitas Sumatera Utara

31

(d) Perjanjian dengan harga di bawah harga pasar, yaitu perjanjian yang
dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga yang berada di bawah harga pasar, perjanjian ini dapat
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
(e) Perjanjian yang memuat persyaratan, yaitu perjanjian yang dibuat antara
pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya yang memuat persyaratan
bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya. Tindakan ini dilakukan
dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
(f) Perjanjian pembagian wilayah, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku
usaha dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Perjanjian ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan tidak sehat.
(g) Perjanjian pemboikotan, yaitu suatu perjanjian yang dilarang, yang dibuat
pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk mengahalangi pelaku
usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun luar negeri.
(h) Perjanjian kartel, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.

Universitas Sumatera Utara

32

(i) Perjanjian trust, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan
pelaku usaha lain untuk melakukan kerjasama dengan membentuk
gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap
menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup masing-masing
perseroan anggotanya. Perjanjian ini bertujuan untuk mengontrol produksi
dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
(j) Perjanjian oligopsoni, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk secara bersama-sama
menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan
harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan. Perjanjian
ini dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
(k) Perjanjian integrasi vertikal, perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi
sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan /
atau jasa tertentu. Setiap rangkaian produksi itu merupakan hasil
pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung
maupun tidak langsung yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
(l) Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang

Universitas Sumatera Utara

33

menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan
atau jasa tersebut kepada pihak dan atau pada tempat tertentu.
(m) Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara
pelaku usaha dengan pihak lainnya di luar negeri yang memuat ketentuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan tidak sehat.
Dari berbagai perjanjian yang dipaparkan di atas, menurut Salim H.S, jenis
atau pembagian yang paling asasi adalah pembagian berdasarkan namanya, yaitu
kontrak nominaat dan innominaat. Dari kedua perjanjian ini maka lahirlah
perjanjian-perjanjian jenis lainnya, seperti segi bentuknya, sumbernya, maupun
dari aspek hak dan kewajiban. Misalnya, perjanjian jual beli maka lahirlah
perjanjian konsensual, obligator dan lain-lain.
Hukum kontrak dikenal beberapa asas, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.1.Asas kebebasan berkontrak
Setiap ini orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah
diatur maupun yang belum diatur dalam undang-undang, akan tetapi,
kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal, yaitu tidak bertentangan dengan
undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan tidak
bertentangan dengan kesusilaan.18

18

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Citra Aditya Bakti, Bandung,
2012), hal 295

Universitas Sumatera Utara

34

1.1.Asas kepribadian (personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang
yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan
perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340
KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata menegaskan: “Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk
dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini sudah jelas bahwa untuk mengadakan
suatu perjanjian, orang tersebut harus untuk kepentingan dirinya sendiri.
Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak
yang membuatnya.” Hal ini mengandung maksud bahwa perjanjian yang
dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Namun demikian, ketentuan itu terdapat pengecualiannya sebagaimana
tercantum dalam Pasal 1317 KUHPerdata yang menyatakan: “Dapat pula
perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian
yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,
mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan
bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian/kontrak untuk kepentingan
pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di
dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri
sendiri, melainkan juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orangorang yang memperoleh hak daripadanya. Jika dibandingkan kedua pasal
itu maka Pasal 1317 KUHPerdata mengatur tentang perjanjian untuk pihak
ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata untuk kepentingan
dirinya sendiri, ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak dari

Universitas Sumatera Utara

35

yang membuatnya. Dengan demikian, Pasal 1317 KUHPerdata mengatur
tentang pengecualiannya, sedangkan Pasal 1318 KUHPerdata memiliki
ruang lingkup yang luas.
1.3.

Asas kepastian hukum.
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta
sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus

menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana
layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas
pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata. Asas ini pada mulanya dikenal dalam hukum gereja. Dalam
hukum gereja itu disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian bila ada
kesepakatan antara pihak yang melakukannya dan dikuatkan dengan
sumpah. Hal ini mengandung makna bahwa setiap perjanjian yang
diadakan oleh kedua pihak merupakan perbuatan yang sakral dan dikaitkan
dengan unsur keagamaan. Namun, dalam perkembangan selanjutnya asas
pacta sunt servanda diberi arti sebagai pactum, yang berarti sepakat yang

tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya.
Sedangkan istilah nudus pactum sudah cukup dengan kata sepakat saja.
1.4.

Asas konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa kebutuhan kesepakatan untuk
lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas
konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadi

Universitas Sumatera Utara

36

kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para
pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada
saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para
pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau juga disebut bahwa
kontrak tersebut sudah bersifat obligatoir , yakni melahirkan kewajiban
bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.19 Asas konsensualisme
ini tidak berlaku bagi semua jenis kontrak karena asas ini hanya berlaku
terhadap kontrak konsensuil sedangkan terhadap kontrak formal dan
kontrak riel tidak berlaku.
1.5.Asas obligatoir
Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu
kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya
itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata. Sedangkan
prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan belum terjadi.
Jadi jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja
hak milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak
milik baru berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang
sering disebut juga dengan serah terima (levering). Hukum kontrak
Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena hukum kontrak
Indonesia berdasarkan pada KUHPerdata. Walau pun hukum adat tentang
kontrak

tidak

mengakui

asas

obligatoir

karena

hukum

adat

memberlakukan asas kontrak riil. Artinya suatu kontrak haruslah dibuat
secara riil, dalam hal ini harus dibuat secara “terang” dan “tunai”. Dalam

19

Ahmadi Miru, Op.cit., hal 3

Universitas Sumatera Utara

37

hal ini kontrak haruslah dilakukan di depan pejabat tertentu, misal di
depan penghulu adat atau ketua adat yang sekaligus juga dilakukan
leveringnya. Jika hanya sekedar janji-janji saja, dalam hukum adat kontrak

seperti dalam sistem obligatoir adalah hukum adat kontrak seperti itu tidak
punya kekuatan sama sekali.
1.6.Asas itikad baik (good faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang
berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini
merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan
yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik terbagi
menjadi dua macam, yakni itikad baik nisbi dan itikad baik mutlak. Pada
itikad yang pertama, seseorang memperhatikan sikap dan tingkah laku
yang nyata dari subjek. Pada itikad yang kedua, penilaian terletak pada
akal sehat dan keadilan serta dibuat ukuran yang obyektif untuk menilai
keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif..20

3. Berakhirnya perjanjian
Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhimya suatu
perikatan, yaitu : “Perikatan-perikatan hapus karena:
a. Pembayaran;
b. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan;
c. Karena pembaharuan hutang;
d. Karena perjumpaan hutang atau kompensasi;
e. Karena percampuran hutang;
Salim H.S, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Sinar
Grafika, Jakarta, 2004), hal. 3,
20

Universitas Sumatera Utara

38

f.
g.
h.
i.

Karena pembebasan hutangnya;
Karena musnahnya barang yang terhutang;
Karena kebatalan atau pembatalan;
Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu
buku ini;
j. Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab
tersendiri".
Menurut Mariam Darus, hapusnya perikatan dikarenakan beberapa hal
yaitu:21
a. Pembayaran
Pembayaran dalam Hukum Perikatan adalah setiap tindakan pemenuhan
prestasi. Penyerahan barang oleh penjual, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu adalah merupakan pemenuhan dari prestasi atau
tegasnya adalah “pembayaran”.
b. Subrogasi
Penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga. Penggantian itu
terjadi dengan pembayaran yang diperjanjikan ataupun karena
ditetapkan oleh undang-undang. Misalnya, apabila pihak ketiga
melunaskan utang seorang debitur kepada krediturnya yang asli, maka
lenyaplah hubungan hukum antara debitur dengan kreditur asli.
c. Tentang penawaran pembayaran tunai, diikuti oleh penyimpanan atau
penitipan
Dalam hal perikatan dapat hapus dengan penawaran pembayaran yang
diikuti penyimpanan atau penitipan ini di mana debitur yang akan
membayar hutangnya kepada kreditur, tetapi kreditur menolak
pembayaran tersebut dan oleh debitur uang atau barang yang akan
dibayarkan kepada kreditur di titipkan ke pengadilan guna dibayarkan
kepada kreditur.
d. Pembaharuan Hutang Pembaharuan hutang adalah suatu perjanjian
dengan mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan sekaligus
diadakan suatu perikatan baru.
e. Musnahnya Barang yang Terhutang Musnahnya barang yang terhutang
ini adalah suatu barang tertentu yang menjadi obyek perikatan dihapus
dan dilarang oleh Pemerintah yang tidak boleh diperdagangkan lagi.
Dalam Pasal 1553 KUH Perdata disebutkan bahwa jika selama waktu
sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian
yang tidak disengaja, maka persetujuan sewa gugur demi hukum.
f.
Pengoperan Hutang dan Pengoperan Kontrak
Dalam praktek selalu terjadi bahwa suatu kontrak dialihkan kepada
pihak lain. Hal ini terjadi misalnya pemilik suatu perusahaan
memindahkan perusahaannya kepada pihak lain dengan janji bahwa
pemilik baru tersebut akan mengambil alih juga segala hak-hak dan
kewajiban yang melekat pada perusahaan tersebut.
g. Kompensasi atau Perjumpaan Hutang
21

Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Tentang
Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi II, Cet. I, (Bandung: Alumni, 1996), hal. 116.

Universitas Sumatera Utara

39

Kompensasi itu terjadi apabila 2 (dua) orang saling berhutang l (satu)
dengan yang lain, sehingga hutang-hutang tersebut dihapuskan karena
oleh Undang-undang telah ditentukan bahwa terjadi suatu perhitungan
antara mereka.
h. Percampuran Hutang
Dalam hal pencampuran hutang ini biasanya dalam hal pewarisan,
dimana debitur menjadi ahli waris si kredirur. Apabila kreditur
meninggal dunia, maka hutang-hutang debitur dibayarkan oleh ahli
warisnya dan menjadi lunas.
i.
Pembebasan Hutang
Pembebasan Hutang adalah pernyataan kehendak dari kreditur untuk
membebaskan debitur dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut
diterima oleh debitur.
j.
Kebatalan dan Pembatalan Perikatan
Alasan-alasan yang dapat menimbulkan kebatalan suatu perikatan
adalah kalau perikatan tersebut cacat pada syarat-syarat yang objektif
saja. Cacat tersebut adalah objek yang melanggar undang-undang dan
ketertiban umum.
Di samping hapusnya perjanjian berdasarkan hal-hal yang telah
dijelaskan diatas dan Pasal 1381 KUH Perdata, masih ada sebab lain
berakhirnya perjanjian, yaitu :
1. Jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian tersebut telah
berakhir;
2. Adanya persetujuan dari para pihak untuk mengakhiri perjanjian
tersebut;
3. Ditentukan oleh Undang-undang misalnya perjanjian akan berakhir
dengan meninggalnya salah satu pihak peserta perjanjian tersebut;
4. Adanya putusan hakim dan;
5. Tujuan yang dimaksud dalam perjanjian telah tercapai.

4. Dasar Hukum Perjanjian Kerjasama dalam KUHPerdata
Pengertian perjanjian atau kontrak diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata.
Pasal tersebut berbunyi:"Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu

Universitas Sumatera Utara

40

pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.Untuk
memperjelas pengertian tersebut, maka dapat ditemukan dalam doktrin (teori
lama), bahwa yang disebut perjanjian adalah "perbuatan hukum berdasarkan kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum". Dalam definisi tersebut tampak
adanya asas konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh lenyapnya hak
dan kewajiban) diantara para pihak yang membuat perjanjian.
Sistem pengaturan kontrak innominaat juga sama dengan sistem
pengaturan hukum kontrak yaitu open system, artinya bahwa setiap orang bebas
untuk mengadakan perjanjian, baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur
dalam undang-undang. Hal ini dapat ditegaskan dan disimpulkan dari ketentuan
Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan : “Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”.22 Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata memberikan
kebebasan kepada para pihak untuk :
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun;
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya;
4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis maupun lisan.

B. Tinjauan Umum Tentang Distributor
1. Pengertian, fungsi, dasar hukum distributor
Pendistribusian adalah kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar serta
mempermudah penyampaian produk dan jasa dari produsen kepada konsumen
22

R.Subekti, dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , (Pradnya
Paramitha, Jakarta, 2005), hal. 342

Universitas Sumatera Utara

41

sehingga penggunaannya sesuai (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat ) dengan
yang diperlukan.23
Distributor adalah suatu perusahaan / pihak yang ditunjuk oleh pihak
prinsipal untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipal dalam wilayah
tertentu dan jangka waktu tertentu, dimana pihak Distributor dalam menjalankan
kegiatannya tidak bertindak selaku wakil dari Distributor. Distributor bertindak
untuk dan atas namanya sendiri.
Dalam melakukan kegiatan pemasaran dan penjualan barang, distributor
melakukan pembelian barang-barang dari pihak prinsipal. Dengan adanya jual beli
tersebut, kepemilikan barang berpindah kepada pihak distributor, dan barangbarang yang telah menjadi miliknya tersebut yang dijual kembali kepada
konsumen terbatas dalam wilayah yang diperjanjikan.
Fungi distribusi dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu fungsi pokok dan fungsi
tambahan.24
a. Fungsi pokok distribusi
Fungsi pokok distribusi sebagai berikut.
1). Pengangkutan (transportasi)
Pada umumnya tempat kegiatan produksi berbeda dengan tempat konsumen.
Perbedaan tempat ini harus diatasi dengan kegiatan pengangkutan. Seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan makin majunya teknologi, kebutuhan
manusia makin banyak. Hal ini mengakibatkan barang yang disalurkan semakin
besar sehingga membutuhkan alat transportasi (pengangkutan).
23

http://henisumiati.blogspot.co.id/2014/01/pendistribusian.html (diakses tanggal 1
November 2015)
24
http://www.artikelsiana.com/2014/11/tujuan-tujuan-distribusi-fungsi-fungsidistribusi.html

Universitas Sumatera Utara

42

2). Penjualan (selling)
Di dalam pemasaran barang, selalu ada kegiatan menjual yang dilakukan oleh
produsen. Pengalihan hak dari tangan produsen kepada konsumen dapat dilakukan
dengan penjualan. Dengan adanya kegiatan ini maka konsumen dapat
menggunakan barang tersebut.
3). Pembelian (buying)
Setiap ada penjualan berarti ada kegiatan pembelian. Jika penjualan barang
dilakukan oleh produsen maka pembelian dilakukan oleh orang yang
membutuhkan barang tersebut.
4). Penyimpanan (stooring)
Sebelum barang-barang disalurkan kepada konsumen, biasanya disimpan terlebih
dahulu. Dalam menjamin kesinambungan, keselamatan, dan keutuhan barangbarang, perlu adanya penyimpanan (pergudangan).
5). Pembakuan standar kualitas barang
Dalam setiap transaksi jual beli, banyak penjual maupun pembeli selalu
menghendaki adanya ketentuan mutu, jenis, dan ukuran barang yang akan
diperjualbelikan. Oleh karena itu, perlu adanya pembakuan standar, baik jenis,
ukuran, maupun kualitas barang yang akan diperjualbelikan tersebut. Pembakuan
(standardisasi) barang ini dimaksudkan agar barang yang akan dipasarkan atau
disalurkan sesuai dengan harapan.
6). Penanggung risiko
Seorang distributor menanggung risiko, baik kerusakan maupun penyusutan
barang.

Universitas Sumatera Utara

43

b. Fungsi tambahan distribusi
Fungsi tambahan distribusi, antara lain :
1). Menyeleksi
Kegiatan ini biasanya diperlukan untuk distribusi hasil pertanian dan produksi
yang dikumpulkan dari beberapa pengusaha
2). Mengepak/ mengemas
Untuk menghindari adanya kerusakan atau hilang dalam pendistribusian maka
barang harus dikemas dengan baik.
3). Memberi informasi
Untuk memberi kepuasan yang maksimal kepada konsumen, produsen perlu
memberi informasi secukupnya kepada perwakilan daerah atau kepada
konsumen yang dianggap perlu informasi, informasi yang paling tepat bisa
melalui iklan.
Secara khusus ketentuan perundang-undangan yang mengatur distributor
belum ada, jadi ketentuan-ketentuan yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan
yang dikeluarkan oleh pemerintah misalnya, pada Pasal 1 dan 7 Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan yang mengatur tentang distribusi
barang.
Perjanjian distributor adalah perjanjian tidak bernama atau tidak terdapat
dalam KUHPerdata. Alasan munculnya perjanjian ini adalah karena prinsipal
tidak terlalu menguasai wilayah yang akan menjadi wilayah pemasaran produknya

Universitas Sumatera Utara

44

dan/atau prinsipal membutuhkan pihak lain yang memiliki jaringan bisnis yang
luas sehingga sasaran dan target pemasaran produknya segera terealisasi.25
Perjanjian keagenan dan perjanjian distributor merupakan perjanjian tidak
bernama yang tidak terdapat dalam KUHPerdata. Dasar hukum perjanjianperjanjian ini berdasarkan kebebasan berkontrak, yakni pada pasal 1338 Ayat (1)
KUHPerdata. Sepanjang memenuhi Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat
sahnya kontrak , maka perjanjian ini berlaku dan memiliki nilai hukum.
Perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa, “Semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus,
maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturanperaturan umum.”Dengan berjalannya waktu perjanjian keagenan dan perjanjian
distributor tidak hanya didukung prinsip kebebasan berkontrak saja, tapi juga
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 11/M-DAG/PER/3/2006
tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Agen dan
Distributor Barang dan/atau Jasa (Permendag 11 Thn 2006).26
Distributor dapat dijumpai dalam ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
(1) Dasar Hukum Perjanjian distributor termasuk dalam perjanjian innomiaat
perjanjian tidak bernama), karena tidak diatur secara khusus dalam
KUHPerdata. Sekalipun tidak diatur secara khusus tetapi harus tetap tunduk
pada peraturan atau ketentuan umum Buku III KUHPerdata. Dasar hukum
dari perjanjian distributor adalah asas dari buku III KUHPerdata
yang memberikan kebebasan berkontrak dan sifatnya yang terbuka yang
25

http://igapurwanti-fh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71455-hukum%20kontrakPerjanjian%20Keagenan%20dan%20Distributor.html (diakses tanggal 1 November 2015)
26
http://igapurwanti-fh10.web.unair.ac.id/artikel_detail-71455-hukum%20kontrakPerjanjian%20Keagenan%20dan%20Distributor.html (diakses tanggal 1 November 2015)

Universitas Sumatera Utara

45

memungkinkan masyarakat dapat membuat segala macam perjanjian di luar
perjanjian-perjanjian yang terdapat dalam KUHPerdata Buku III.
(2) Dalam KUHPerdata tentang kebebasan berkontrak
(3) Dalam KUHPerdata tentang kontrak pemberian kuasa
(4) Dalam KUHDagang tentang makelar;
5. Dalam KUHDagang tentang Komisioner;
6. Dalam bidang hukum khusus, seperti dalam perundang-undangan di bidang
pasar modal yang mengatur tentang dealer atau pialang saham.
7. Dalam peraturan administratif, semisal peraturan dari departemen perdagangan
dan perindustrian, yang mengatur masalah administrasi dan pengawasan
terhadap masalah keagenan ini.

2. Sistem dalam pendistribusian
Secara umum sistem distribusi dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :
a. Sistem distribusi langsung
Tipe saluran distribusi langsung menggunakan satu atau berbagai perantara
untuk sampai ke konsumen, dapat berbentuk :
1) Sistem pendistribusian konvensional (tradisional)
Sistem pendistribusian konvensional menggunakan perantara yang independen
dari pengendalian produsen. Sistem ini dapat menciptakan konflik apabila ada
perbedaan pendapat atau perbedaaan kepentingan.
2) Sistem pemasaran vertikal (vertical marketing system)
Sistem pemasaran vertikal dapat dilakukan melalui cara :
(a) Administrasi

Universitas Sumatera Utara

46

(b) Kontraktual
(c) Korporasi
b. Sistem distribusi tidak langsung
Tipe saluran distribusi tidak langsung tidak menggunakan perantara yang
independen. Produsen (dapat menggunakan agen penjual) langsung kepada
konsumen.
Sistem distribusi langsung umumnya digunakan pada sistem:
1) Direct order (pelanggan dapat memesan langsung kepada penjual memalui
surat, telepon, atau bentuk komunikasi lain).
2) Direct relationship marketing (bentuk pemasaran yang mendasarkan pada
respon individual pelanggan).27
3. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pendistribusian
Kendala yang dihadapi perusahaan dalam mendistribusikan produknya
datang dari sisi internal maupun eksternal. Dari sisi internal kendala dapat berasal
dari kebijakan yang dikeluarkan perusahaan menyangkut distribusi dan pelayanan,
serta sarana-prasarana penunjang dalam distribusi. Sedangkan dari sisi eksternal,
kendala dapat berasal dari cara pendistribusian dan tempat yang dituju dan
konsumen.28
Masalah yang sering terjadi dalam distribusi seperti:
a. Pemilihan saluran distribusi yang digunakan
Masalah pemilihan ini sangat penting sebab kesalahan dalam pemilihan
saluran yang dipergunakan dapat memperlambat atau menghambat usaha
27

http://wiiludwy.blogspot.co.id/2014/03/makalah-hukum-bisnis-pengertian.html (diakses
tanggal 1 Desember 2015)
28
https://nisrinaufairoh.wordpress.com/2013/12/27/masalah-dalam-distribusi/(diakses
tanggal 1 Desember 2015).

Universitas Sumatera Utara

47

penyaluran barang atau jasa yang dihasilkan yang telah disesuaikan dengan selera
konsumen, tetapi jika saluran distribusi yang dipergunakan tidak mempunyai
kemampuan, tidak mempunyai inisiatif dan kreatif serta kurang bertanggung
jawab dalam menciptakan transaksi, maka usaha untuk penyaluran akan
mengalami kelambatan dan kemacetan. Oleh karena itu pengaruhnya sangat besar
terhadap kelancaran penjualan, maka masalah saluran distribusi harus benar-benar
dipertimbangkan.
b. Sifat barang yang diproduksi
Sifat barang itu sendiri dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk
menetapkan saluran distribusi yang harus ditempuh. Sifat barang ini dapat berupa
cepat tidaknya barang tersebut mengalami kerusakan. Barang yang cepat rusak
misalnya sayuran, susu segar, cenderung menggunakan saluran distribusi yang
pendek atau langsung.
c. Biaya
Secara umum mata rantai saluran distribusi yang terlalu panjang akan
menimbulkan biaya yang lebih besar dan mendorong harga jual yang tinggi dan
selanjutnya dapat mengganggu kelancaran penjualan barang-barang tersebut.
Untuk menekan harga harga penjualan, maka perusahaan harus rela untuk
mendapatkan keuntungan yang tipis atau mengusahakan agar komisi dari mata
rantai tersebut menjadi lebih kecil.29
d. Jumlah setiap kali penjualan
Suatu barang tertentu mungkin setiap kali penjualan dilakukan dalam
jumlah yang relatif besar meskipun jumlah konsumennya relatif kecil. Misalnya
29

http://wulanwdy.blogspot.co.id/2013/12/masalah-distribusi_8.html (diakses tanggal 1
Desember 2015)

Universitas Sumatera Utara

48

bahan-bahan bangunan, untuk barang seperti ini, perusahaan cenderung
menggunakan mata rantai saluran distribusi pendek, sebab dengan cara ini harga
jual kepada konsumen dapat ditekan serendah-rendahnya. Untuk penjualan
langsung kepada konsumen, perusahaan biasanya menawarkan langsung kepada
pabrik yang bersangkutan atau bila tidak langsung biasanya melalui perantara atau
makelar. Untuk penjualan yang ditujukan kepada konsumen perorangan
perusahaan langsung menjual kepada pengecer.

Universitas Sumatera Utara