Sistem Pertanian Konservasi Di Sub Das Krueng Sieumpo Aceh

7

BAB II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

KonsepDasar Sistem Pertanian Berkelanjutan
Lebih dari 50% dari luas lahan secara global yang dinilai cocok untuk

pertanian telah dikonversi menjadi lahan pertanian. Selain itu, pada tahun 2050
diproyeksikanmembutuhkan peningkatan satu miliar hektar lahan pertanian.
Peningkatan lahan pertanian tersebut diperlukan untuk mensuplai makanan bagi
populasi yang terus mengalami pertumbuhan dan untuk memenuhi peningkatan
konsumsi per kapita (Tilman, 2001). Oleh karena itu, pertanian berkelanjutan
bukanlah pilihan tetapi suatu keharusan yang perlu dilakukan.
Konsepsistem pertanian berkelanjutan (SPB) menjadi isu global yang
muncul

pada

tahun


1980-an,

yangmerupakan

implementasi

darikonsep

pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian.
setelah terbukti bahwa pertanian sebagai suatu sistem produksi ternyata juga
sebagai penghasil polusi. Meluasnya lahan-lahan marjinal dan pendangkalan
perairan di daerah hilir merupakan bukti nyata bahwa pertanian yang tidak
dikelola secara berkelanjutan telah menurunkan kualitas sumberdaya alam. Oleh
karena itu, tantangan bagi stakeholder pertanian di masa depan adalah bagaimana
pertanian dapat memasok kebutuhan hidup manusia secara berkelanjutan tanpa
banyak menimbulkan degradasi sumberdaya alam dan lingkungan (Suwardji et al.
2003).
Pertanian berkelanjutan telah digunakan dan ditafsirkan dalam banyak
cara. Menurut Menalled et al.(2008) pertanian berkelanjutan adalah praktik
pertanian dan peternakan yang dirancang secara spesifik untuk memenuhi


8

kebutuhan saat ini dan masa depan untuk makanan, serat, energi, termasuk jasa
ekosistem, namun tidak terbatas pada, konservasi tanah, air bersih dan
keanekaragaman hayati.
Menurut FAO (1995), pertanian berkelanjutan dan pembangunan pedesaan
didefinisikan sebagai pengelolaan sumberdaya alam yang konservatif dengan
orientasi teknologi dan perubahan institusi sebagai suatu cara untuk mencapai
hasil yang berkelanjutan dimana sumberdaya lahan, air, tanaman dan genetik
hewan terpelihara atau secara lingkungan tidak terdegradasi, secara teknologi
tepat guna, secara ekonomi menguntungkan dan dapat berlanjut dan secara sosial
dapat diterima dan diterapkan. Oleh karena itu, penggunaan lahan yang
berkelanjutan merupakan sesuatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan produksi
pertanian dari penggunaan lahan sekarang dalam rangka memelihara sumberdaya
alam pokok untuk generasi mendatang.
Sabiham(2008) menjelaskan pertanian berkelanjutan diartikan sebagai
pengelolaan sumberdaya untuk menghasilkan kebutuhan pokok manusia
(sandang, pangan dan papan), sekaligus mempertahankan dan melestarikan
sumberdaya alam. Sedangkan definisi yang lebih luas dan komprehensif

dikemukakan oleh Gips (1986) dalam Sabiham (2008) yang mecakup hal-hal
sebagai berikut: (1) mantap secara ekologis, (2) bisa berlanjut secara ekonomis,
(3) adil, (4) manusiawi, (5) luwes.
Mantap secara ekologis, berarti mempertahankan kualitas sumberdaya,
termasuk

lahan

serta

meningkatkan

kemampuan

agroekosistem

secara

keseluruhan, baik manusia, lahan, tanaman, hewan maupun organisme tanah. Bisa


9

berlanjut secara ekonomis, artinya petani harus bisa cukup menghasilkan untuk
bisa memenuhi kebutuhan sendiri beserta keluarganya, dan mendapatkan
penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang telah
dikeluarkan. Keberlanjutan secara ekonomis ini harus dapat diukur bukan hanya
terhadap produk usahatani secara langsung, namun juga terhadap fungsinya dalam
melestarikan sumberdaya alam. Adil, yang berarti bahwa sumberdaya lahan harus
didistribusikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua anggota
masyarakat dapat terpenuhi, dan hak-hak mereka terhadap modal yang memadai,
penggunaan lahan, bantuan teknis dan peluang pemasaran lebih terjamin.
Manusiawi, yang berarti semua bentuk kehidupan harus dihargai, baik tanaman,
hewan dan manusia. Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan dapat
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung
secara terus menerus, misalnya pertambahan jumlah penduduk, kebijakan dan
permintaan pasar.
Sinukaban (2010) juga merumuskan bahwa pertanian berkelanjutan
merupakan penggunaan sumberdaya secara berkelanjutan sehingga sumberdaya
tersebut dapat digunakan oleh manusia untuk kehidupannya secara terus menerus.
Secara khusus Sinukaban (2007) menjelakan pertanian berkelanjutan harus

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : mantap secara ekologis (erosi aktual 15%) dengan jenis vegetasi tegakan hutan
(Asdak, 2002). Bagian hilir DAS dicirikan sebagai daerah pemanfaatan, kerapatan
drainase kecil, kemiringan lereng kecil ( 65 %) sebaiknya tanah kelas VIII dibiarkan pada keadaan
alami, dan diperuntukkan sebagai hutan lindung atau suaka alam atau areal
rekreasi.

29

2.5.

Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah merupakan penempatan sebidang tanah pada cara

penggunaan tanah yang sesuai kemampuan tanah dan memperlakukannya sesuai
dengan syarat-syarat yang dibutuhkan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad,
2010). Sedangkan menurut UU No.37/2014 konservasi tanah dan air adalah upaya
perlindungan, pemulihan, peningkatan dan pemeliharaan fungsi tanah pada lahan
sesuai dengan kemampuan dan peruntukan lahan untuk mendukung pembangunan
yang berkelanjutan dan kehidupan lestari. Usaha konservasi tanah tersebut
ditujukan untuk dua hal, yaitu: (1) mencegah kerusakan tanah, dan (2)

memperbaiki tanah agar dapat berproduksi optimal untuk waktu yang tidak
terbatas. Morgan (2005) menambahkan tujuan dari konservasi tanah adalah untuk
mencapai produksi pertanian pada tingkat yang maksimum dan berkelanjutan
tanpa mengakibatkan keruskan lingkungan.
Masalah konservasi tanah adalah masalah menjaga agar struktur tanah
tidak terdispersi, dan mengatur kekuatan gerak dan jumlah aliran permukaan.
Berdasarkan asas ini, Morgan (2005) menekankanpendekatan konservasi tanah
harus didasarkan atas: (1) menutup permukaan tanah agar terlindung dari daya
perusak butir-butir hujan yang jatuh, (2) meningkatkan kapasitas infiltrasi untuk
mengurangi aliran permukaan, (3) meningkatkan stabilitas agregat tanah, dan (4)
meningkatkan kekasaran permukaan tanah untuk mengurangi kecepatan aliran
permukaan.
Setiap macam penggunaan tanah mempunyai pengaruh terhadap kerusakan
tanah oleh erosi. Penggunaan tanah pertanian ditentukan oleh jenis tanaman dan

30

vegetasi, cara bercocok tanam dan intensitas penggunaan tanah. Teknologi yang
diterapkan pada setiap macam penggunaan tanah akan menentukan apakah akan
didapat penggunaan dan produksi yang lestari dari sebidang tanah.

Metode konservasi tanah dapat dibagi dalam tiga golongan utama, yaitu:
(1) metode vegetatif, (2) metode mekanik, dan (3) metode kimia. Metode vegetatif
adalah penggunaan tanaman atau tumbuhan dan sisasisinya untuk mengurangi
daya rusak hujan yang jatuh, mengurangi jumlah dan daya rusak aliran permukaan
dan erosi. Dalam konservasi tanah dan air metode vegetatif mempunyai fungsi: (a)
melindungi tanah terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b)
melindungi tanah terhadap daya perusak aliran air di atas permukaan tanah, dan
(c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang langsung
mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Termasuk di dalam metode vegetatif
untuk konservasi tanah dan air adalah (1) penanaman tumbuhan dan atau tanaman
yang menutupi tanah secara terus menerus, (2) penamanan dalam strip (strip
cropping), (3) pengiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman
penutup tanah (conservation rotation), (4) system pertanian hutan (agroforestry),
pemanfaatan sisa tanaman atau tumbuhan (residu management) dan (6) penaman
saluran-saluran pembuangan dengan rumput (vegetated atau grassed waterways).
Metode mekanik adalah semua perlakukan fisik mekanis yang diberikan
terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi, dan mengingkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam
metode mekanik adalah (1) pengolahan tanah (tillage), (2) pengolahan tanah
menurut kontur (counter cultivation), (3) guludan dan gulugan bersaluran menurut


31

kountur, (4) teras, (5) dan penghambatan (check dam), waduk (balong) (farm
ponds), rorak, tanggul, dan (6) perbaikan drainase dan irigasi.
Metode kimia dalam konservasi tanah dan air adalah penggunaan preparat
kimia sintetis atau alami, kemantapan struktur tanah merupakan salah satu sifat
tanah yang menentukan kepekaan tanah terhadap erosi. Dalam pembentukan
struktur tanah butir-butir terikat satu sama lain menjadi agregrat.
Model konservasi telah banyak dikemukan oleh berbagai sumber maupun
ahli. Seperti dikemukan oleh Dariah et.al, (2004) bahwa model penanganan lahan
kering dengan konservasi di kembangkan usahatani konservasi dengan anjuran
menggunakan sistem tanam tumpang sari dan sistem tanaman sisipan antara
tanaman pangan, tanaman keras/kayukayu/buah-buahan, rumput pakan ternak
yang dapat mempertinggi efisiensi penggunaan lahan dan waktu yang tersedia.
2.6.

Erosi, Faktor yang Mempengaruhi Erosi dan Selektivitas Erosi

2.6.1. Pengertian erosi

Erosi adalah peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari
suatu tempat yang terangkut ke tempat yang lain oleh media alami. Pada peristiwa
erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut
kemudian diendapkan di tempat lain (Pansaket al. 2010). Erosi tanah merupakan
masalah yang serius dan memberikan dampak bagi lahan-lahan pertanian berupa:
1) menurunnya produktivitas tanah, 2) hilangnya lapisan tanah yang subur, 3)
menurunnya kesuburan tanah, dan 4) meningkatnya sedimentasi yang berakibat
pendangkalan sungai dan saluran irigasi, berkurangnya secara tajam umur
pemanfaatan waduk (Shenet al. 2009).

32

Terjadinya erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir-butir hujan dan
aliran permukaan atau karena kekuatan angin. Sebagian besar daerah tropika
basah seperti Indonesia, erosi disebabkan oleh kekuatan jatuh butir hujan dan
aliran permukaan. Proses terjadinya erosi melalui beberapa tahap, yaitu pelepasan
(detachment), pemindahan (transportation) dan pengendapan (deposition) (Xu
dan Wang, 2011). Hujan yang jatuh di permukaan tanah akan menghancurkan
partikel tanah dan memercikkan partikel tersebut ke atas kemudian berpindah ke
tempat lain. Dampak yang ditimbulkan akibat berpindahnya partikel-partikel

tanah tersebut yaitu akan terjadi penyumbatan pori-pori tanah sehingga akan
mengurangi infiltrasi tanah karena telah terjadinya pemadatan tanah (surface
crusting). Apabila hujan melebihi kapasitas infiltrasi tanah, maka akan terjadi run
off yang akan menghancurkan partikel tanah dan mengangkutnya dengan tenaga
aliran run off. Jika kecepatan aliran menjadi lambat atau terhenti, partikel akan
mengalami deposisi atau sedimentasi. Banyaknya air mengalir di permukaan
tanah bergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan
kapasitas infiltrasi tanah (Klik dan Eitzinger, 2010).
Erosi yang disebabkan oleh air hujan mengakibatkan hilangnya tanah
lapisan atas (top soil), dimana tanah lapisan atas adalah tanah yang lebih subur
dibandingkan dengan lapisan tanah dibawahnya (sub soil), dan pada tanah lapisan
atas kandungan bahan organik dan unsur-unsur hara lebih tinggi. Kehilangan
tanah lapisan atas akan mengakibatkan kehilangan bahan organik dan unsur-unsur
hara tanah cukup besar bersama-sama dengan tanah yang tererosi (Dvorak dan
Novak, 1994). Setiap 1 mm tanah yang hilang melalui erosi akan membawa

33

sedikitnya 15 ton/ha tanah. Dilain pihak untuk mengembalikan kehilangan tanah
sebesar itu membutuhkan waktu 20 tahun (Pimentel, 2006).

2.6.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi
Proses terjadinya erosi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
iklim, topografi, vegetasi, tanah, dan tindakan manusia. Selanjutnya Blanco dan
Lal (2008) mengklasifikasi faktor-faktor tersebut dalam suatu persamaan sebagai
berikut :
E = f ( I, R, V, T, M )
dimana : I = iklim V = vegetasi M = manusia R = topografi T = tanah
1) Iklim
Di daerah tropika faktor iklim yang terpenting yang menentukan besarnya tanah
tererosi adalah hujan. Karakteristik hujan yang mempengaruhi erosi adalah
intensitas hujan, lama hujan, total curah hujan energi kinetik hujan, ukuran butir,
kecepatan dan bentuk jatuhnya hujan serta distribusi hujan (Hardjoamidjojo dan
Sukartaatmadja 1993).
2) Tanah
Sifat –sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah faktor kepekaan tanah
(erodibilitas tanah). Semakin besar nilai erodibilitas tanah suatu tanah makin peka
tanah tersebut terhadap erosi. Erodibilitas tanah sangat tergantung pada dua
karakteristik tanah yaitu stabilitas agregat tanah dan kapasitas infiltrasi. Stabilitas
agregat tanah dipengaruhi oleh struktur tanah, bahan organik tanah, persentase
fraksi pasir, debu dan liat.Tanah dengan kandungan liat dan bahan organik yang
tinggi mempunyai agregat yang stabil karena mempunyai ikatan yang kuat

34

diantara koloid-koloidnya(Hardjoamidjojo dan Sukartaatmadja 1993). Sebaliknya
tanah dengan kadar bahan organik rendah dan perkembangan struktur tanah yang
lemah sangat mudah tererosi (Pimentel, 2006). Kriteria yang penting dalam
menduga kepekaan tanah terhadap erosi adalah clay ratio yaitu perbandingan
antara persentase pasir dan debu dengan persentase liat (Hardjoamidjojo dan
Sukartaatmadja 1993). Selain struktur tanah, bahan organik dan tekstur tanah,
erodibiltas tanah juga dipengaruhi oleh retensi air, infiltrasi, jenis mineral liat,
kapasitas pertukaran ion dan jenis ion yang terkandung didalam tanah (Pimentel,
2006).
3) Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang berpengaruh
terhadap erosi. Kenaikan kecepatan aliran permukaan akibat kemiringan lereng
menjadikan air tersebut sebagai pengangkut yang lebih baik, karena tetesan hujan
akan mengakibatkan terlepasnya butir-butir tanah yang selanjutnya akan di
hanyutkan oleh aliran permukaan. Pengaruh panjang lereng terhadap erosi sangat
tergantung pada jenis tanah dan intensitas hujan. Umumnya kehilangan tanah
meningkat dengan meningkatnya panjang lereng bila intensitas hujannya besar
(Arsyad, 2010).
4) Vegetasi
Faktor vegetasi merupakan lapisan pelindung antara atmosfer dan tanah.
Vegetasi akan mempengaruhi siklus hidrologi diantaranya volume air yang masuk
ke sungai, kedalam tanah dan cadangan air bawah tanah. Menurut Lal (2001),
karakteristik vegetasi sebagai penutup tanah yang berpengaruh terhadap erosi

35

adalah biomassa, kanopi, sistem perakaran dan keragaman jenis vegetasi.
Selanjutnya Arsyad (2010) mengemukakan pengaruh vegetasi terhadap aliran
permukaan dan erosi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Intersepsi hujan
Intersepsi hujan oleh vegetasi akan mempengaruhi erosi, yaitu mengurangi jumlah
air yang sampai ke tanah sehingga akan mengurangi aliran permukaan dan
mengurangi kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh ke tanah.
b. Mengurangi kecepatan dan kekuatan perusakan aliran permukaan
Tumbuhan yang merambat di atas permukaan tanah merupakan penghambat aliran
permukaan. Pengaruh vegetasi terhadap pengurangan laju aliran permukaan lebih
besar dari pada pengaruhnya terhadap pengurangan jumlah aliran permukaan.
c. Pengaruh perakaran
Perakaran tumbuhan akan membentuk agregat-agregat tanah yang dimulai dengan
penghancuran bongkah-bongkah tanah oleh akar. Akar tumbuhan masuk ke dalam
bongkah dan menimbulkan tempat-tempat lemah yang menyebabkan bongkahbongkah terpisah menjadi butir-butir sekunder. Rumput, leguminosa dan
tumbuhan semak memiliki pengaruh yang nyata dalam memperkuat ketahanan
tanah terhadap erosi dan longsor sampai kedalaman 0.75-1.5 m, sedangkan
pepohonan memiliki pengaruh lebih dalam dan dapat meningkatkan kekuatan
tanah sampai kedalaman 3 m atau lebih tergantung pada morfologi akar jenis
pepohonan tersebut (Arsyad, 2010).

36

d. Transpirasi
Tanah dalam kapasitas lapang mengakibatkan hilangnya air dari tanah terutama
melalui transpirasi. Transpirasi memperbesar kapasitas tanah untuk menyerap air
hujan, sehingga nantinya akan mengurangi jumlah aliran permukaan
e. Kegiatan biologi tanah
Kegiatan biologi tanah (bakteri, jamur, cendawan, insekta dan cacing tanah) akan
memperbaiki porositas dan kemantapan agregat tanah. Pengaruh dari berbagai
organisme tanah ini akan meningkatkan infiltrasi tanah, mengurangi aliran
permukaan dan mengurangi erosi.
5) Manusia
Manusia merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan
terjadinya erosi. Beberapa kegiatan manusia yang mengakibatkan terjadinya erosi
adalah adanya aktivitas manusia dalam memanfaatkan tanah untuk berbagai
kegunaan, diantaranya cara bercocok tanam yang salah atau pembuatan jalan yang
ceroboh dapat mempercepat terjadinya erosi. Selanjutnya pemusnahan tanaman
akibat penebangan dan kebakaran akan menyebabkan erosi semakin besar.
Menurut Arsyad (2010) faktor erosi akan sangat menentukan berhasil tidaknya
suatu pengelolaan lahan, untuk itu didalam perencanaan penggunaan lahan dan
pengelolaannya faktor erosi harus dipertimbangkan. Salah satu alat bantu yang
dapat digunakan dalam perencanaan penggunaan lahan adalah model prediksi
erosi.

37

2.6.3. Selektivitas erosi
Erosi membawa lapisan tanah permukaan yang umumnya lebih subur
(kaya bahan organik dan unsur hara) dibandingkan dengan lapisan bawah, dan
berarti erosi juga menyebabkan hilangnya unsur hara tanaman. Dalam peristiwa
erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi yang
lebih kasar, sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi dari kandungan liat
tanah semula. Hal ini terkait dengan daya angkut aliran permukaan terhadap butirbutir tanah yang berbeda berat jenisnya. Pemindahan partikel halus oleh erosi
menyebabkan peningkatan persentase pasir dan kerikil di permukaan tanah, dan
pada waktu yang sama mengurangi persentase debu dan liat (Sinukaban 1981).
Dengan demikian tanah yang telah mengalami erosi bertekstur lebih kasar
dibandingkan dengan sebelum tererosi. Kemudian oleh karena bahan organik dan
unsur hara tanah umumnya terikat pada fraksi bahan halus (liat), maka sedimen
atau tanah hasil erosi biasanya lebih kaya dengan bahan organik dan unsur hara
dibandingkan dengan tanah asalnya (tanah yang tererosi) (Arsyad 2010).
Pengkayaan juga dapat disebabkan oleh hanyutnya bentuk-bentuk larut dari hara
yang ada di dalam residu tanaman atau pupuk organik dan anorganik yang
digunakan di permukaan tanah, dan mudahnya pengangkutan terhadap partikelpartikel yang densitasnya lebih kecil terutama bahan organik (Elliot dan Wildung
1992).
Erosi akan bersifat selektif pada partikel-partikel halus jika erosi kecil dan
tidak selektif jika erosi besar, karena selektivitas erosi terjadi disebabkan oleh
keterbatasan energi aliran permukaan (Hennyet.al, 2011). Tingkat selektivitas

38

erosi dapat diukur dari nilai nisbah pengkayaan sedimen (NPS) atau Sediment
Enrichment Ratio yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kandungan
bahan organik dan unsur hara di dalam tanah yang terbawa erosi (sedimen)
terhadap kandungannya di dalam tanah asalnya (Arsyad 2010).
Nilai NPS dari partikel-partikel halus dan distribusi ukuran partikel di
dalam sedimen sangat bervariasi tergantung pada mekanisme penghancuran dan
transportasi dari proses erosi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Arsyad
(2010) mengemukakan bahwa NPS dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi penghancuran agregat dan aliran permukaan. Jika dalam proses
erosi terjadi dominan penghancuran agregat sebelum pengangkutan butir-butir
tanah, maka nilai NPS akan besar; sebaliknya jika penghancuran agregat tidak
dominan, maka selektivitas erosi akan kecil dan nilai NPS akan kecil. Demikian
juga jika kecepatan aliran permukaan makin tinggi akibat lereng yang makin
curam, maka selektivitas erosi semakin kecil dan nilai NPS juga akan kecil.
Sebaliknya jika aliran permukaan menjadi lambat akibat lereng yang makin landai
atau oleh makin rapatnya tanaman dan makin banyaknya sisa tanaman di
permukaan tanah, maka nilai NPS akan makin besar.
Pada umumnya energi aliran permukaan akan menurun apabila terdapat
hambatan seperti adanya tindakan KTA, permukaan yang kasar atau sisa-sisa
tanaman di permukaan tanah. Oleh karena itu teknik pengelolaan tanah dan
tanaman yang dapat menurunkan energi aliran permukaan dapat meningkatkan
selektivitas erosi terhadap partikel-partikel halus, dan sekaligus menurunkan
jumlah tanah tererosi secara dramatis (Johnson et al. 1979). Oleh karena itu nilai

39

NPS cenderung meningkat dengan menurunnya jumlah tanah tererosi (Menzel
1980) dan memberi petunjuk tingkat atau kecepatan pemiskinan tanah serta
petunjuk untuk mengetahui apakah kehilangan hara merupakan faktor utama
penyebab penurunan produktivitas tanah (Arsyad, 2010). Banuwa (2004)
mendapatkan nilai NPS fraksi liat berkisar dari 0,98 – 1,66 dengan berbagai
tindakan konservasi tanah pada lahan berlereng 30 % yang ditanami kubis dan
kentang, sedangkan tanpa tindakan konservasi nilai NPS fraksi liat hanya 0,98.
Meningkatnya konsentrasi fraksi liat di dalam sedimen dengan makin
selektifnya erosi, diikuti dengan meningkatnya konsentrasi bahan organik dan
unsur hara di dalam sedimen tersebut. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar
bahan organik dan unsur hara terjerap pada partikel-partikel halus seperti liat dan
koloid (Soepardi 1983). Konsentrasi unsur hara di dalam sedimen dapat 50 persen
lebih tingg