Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
2.1.1 Klasifikasi tumbuhan
Dalam

taksonomi tumbuhan, tanaman mahkota dewa diklasifikasikan

sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermathophyta

Subdivisi

: Angiospermae


Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Thymelaeaceales

Suku

: Thymelaeaceae

Marga

: Phaleria

Spesies

: Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl


Nama Daerah : Simalakama (Melayu), makuto dewo, makuto rojo, atau makuto
ratu (Jawa Tengah dan Yogyakarta), Raja obat

(Banten), dan

Pau (etnik Cina) (Winarto, 2003).
2.1.2 Morfologi tumbuhan
Mahkota dewa adalah tanaman asli Indonesia. Tumbuhan mahkota dewa
merupakan tumbuhan yang hidup di daerah tropis. Pohon ini akan tumbuh dengan
baik jika ditanam di tanah yang gembur dengan kandungan bahan organik yang
tinggi. Pohon yang ditanam di kebun atau perkarangan. Perbanyakan pohon ini
bisa dilakukan secara vegetative dan generative (Kurniasih, 2010).

6
Universitas Sumatera Utara

Tanaman mahkota dewa berbentuk perdu yang berumur tahunan. Tinggi
tanaman umumnya 1-3 m, tetapi ada yang bisa mencapai 5 m, Batang berwarna
cokelat dan bercabang banyak. Daunnya berbentuk lonjong, langsing memanjang,

dan lancip. Buah bulat, terdiri atas kulit, daging, cangkang, dan biji. Kulit ketika
buah muda berwarna hijau, dan setelah tua akan menjadi merah marun. Daging
berwarna putih dan rasanya sepat agak manis. Cangkang berwarna cokelat dan
sangat beracun, sementara bijinya berwarna putih. Bunga mahkota dewa muncul
sepanjang tahun dan bergerombol dari ketiak daun (Santoso, 2008).

2.2 Sistem Imun
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi. Gabungan
sel, molekul, dan jaringan yang berperan dalam resistensi terhadap infeksi disebut
sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul dan bahan
lainnya terhadap mikroba disebut respons imun. Sistem imun diperlukan tubuh
untuk mempertahankan keutuhannya terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan
berbagai bahan dalam lingkungan hidup (Baratawidjaja, 2014). Sistem imun
berguna sebaga perlindungan terhadap infeksi molekul lain seperti virus, bakteri,
protozoa dan parasit (Salmon, 1989).
2.2.1 Komponen sistem imun
Sistem imun terdiri dari 2 komponen yaitu komponen humoral dan
komponen seluler.
2.2.1.1 Komponen humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan humoral, yaitu

komplemen, interferon, antibodi, dan C-Reactive protein (CRP) (Subowo, 2009).

7
Universitas Sumatera Utara

a. Komplemen
Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon inflamasi.
Komplemen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai
faktor kemotaktik dan juga menimbulkan dekstruksi/lisis bakteri dan parasit.
b. Interferon
Interferon merupakan sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh
makrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang mengandung
nukleus dan dilepaskan sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon
mempunyai sifat anti virus dengan menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi
virus sehingga menjadi resisten terhadap virus (Roitt, 2002). Interferon dihasilkan
sel T (interferon-gamma) atau sel darah putih lain (interferon-alfa) atau fibroblas
(interferon-beta) (Corwin, 2009).
c. C-Reactive Protein (CRP)
CRP merupakan zat yang dibentuk oleh tubuh pada saat infeksi. Perannya

adalah sebagai opsonin (zat yang dapat meningkatkan proses fagositosis) dan
dapat mengaktifkan komplemen (Roitt, 2002).
d. Antibodi
Antibodi adalah immunoglobulin (Ig) yang merupakan golongan yang
dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat adanya kontak
dengan antigen. Menurut perbedaan struktur dan aktivitas biologis, antibodi
dibedakan menjadi 5 subkelas:

8
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Subkelas dari antibodi
Struktur

Subkelas

Miu (µ)

IgM


Keterangan
- Terdapat dalam bentuk pentamer
- Merupakan molekul paling besar
- Berfungsi sebagai reseptor permukaan sel B untuk tempat
antigen melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal
respon sel

Gamma

IgG

( )

- Merupakan immunoglobulin yang paling banyak di dalam
serum

Epsilon

IgE


( )

- Merupakan mediator antibodi untuk respon alergi
- Mampu melekat pada sel mastosit atau basofil yang
melepaskan mediator histamine, heparin, prostaglandin
yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe
cepat

Alpha

IgA

(α)

- Ditemukan dalam sekresi sistem pencernaan, pernafasan,
dan genitouria, serta dalam air susu dan air mata

Delta ( )

IgD


- Terdapat di permukaan sel B, tetapi fungsinya masih
belum jelas
(Sheerwood, 2001)

2.2.1.2 Komponen seluler
Dalam komponen seluler (pertahanan seluler) ada beberapa sel yang
terlibat dalam menjaga sistem imun yaitu sel fagosit dan sel limfoid.
a.

Sel fagosit
Sel fagosit terdiri dari fagosit mononuklear dan fagosit polimorfonuklear

yang berperan dalam respon imun non spesifik.
i. Fagosit mononuklear
Fagosit mononuklear dihasilkan oleh sel induk di dalam sumsum tulang
dan mempunyai 2 fungsi yaitu sebagai fagosit professional dengan fungsi utama

9
Universitas Sumatera Utara


menghancurkan antigen dan antigen presenting cells (APC) yang fungsinya
menyajikan antigen kepada limfosit. Makrofag mempunyai peranan penting dalam
sistem imun yaitu sebagai sel efektor, menghancurkan atau mikroorganisme dan
benda-benda asing atau fagositosis.
ii. Fagosit polimorfonuklear (PMN)
PMN merupakan garis pertahanan terdepan dan melindungi tubuh dengan
menyingkirkan mikroorganisme yang masuk. Yang termasuk dalam golongan
PMN adalah neutrofil, eosinofil dan basofil. Neutrofil memiliki peranan sebagai
fagositik (Kresno, 1991).
b. Sel limfoid
Limfosit menduduki 20% dari leukosit yang ada dalam darah. Kelompok
limfoid terutama bertugas untuk mengenali antigen. Sel limfoid terdiri dari
limfosit T, limfosit B, dan sel NK (natural killer). Kecuali sel NK, limfosit
dilengkapi dengan molekul reseptor yang bertugas untuk mengenali antigen
(Subowo, 2009).
Sel T (limfosit T) adalah yang bertanggung jawab dalam respon imun
selular. Sel T dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Sel Th (Thelper)
Sel Th adalah sel yang membantu meningkatkan perkembangan sel B aktif

menjadi sel plasma, memperkuat aktivitas sel T sitotoksik dan sel T supresor yang
sesuai, dan mengaktifkan makrofag. Sel Th dapat dibedakan menjadi sel Th1 dan
Th2. Sel Th1 berperan sebagai limfosit yang akan melepaskan sitokin yang
bersifat proinflamasi, sedangkan sel Th2 berperan dalam memproduksi antibodi
dengan menstimulasi sel B menjadi sel plasma (Sheerwood, 2001).

10
Universitas Sumatera Utara

b. Sel Ts (Sel Tsuppresor)
Sel Ts adalah sel yang berperan dalam membatasi reaksi imun melalui
mekanisme “check and balance” dengan limfosit yang lain. Sel Ts menekan
aktivitas sel T lainnya dan sel B. Sel Th dan sel Ts akan berinteraksi dengan
adanya metode umpan balik. Sel Th membantu sel Ts beraksi dan sel Ts akan
menekan sel T lainnya. Dengan demikian sel Ts dapat menghambat respon imun
yang berlebihan dan bersifat antiinflamasi (Sheerwood, 2001)
c. Sel Tc (T cytotoxic)
Sel Tc mempunyai kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik, sel
sasaran yang mengandung virus dan sel kanker. Dalam fungsinya, sel Tc
memerlukan rangsangan dari sel Th1 (Baratawidjaja, 2012).

d. Sel Tdh (delayed hypersensitivity)
Sel Tdh adalah sel yang berperan pada pengerahan makrofag dan sel
inflamasi lainnya ke tempat terjadinya reaksi lambat. Dalam fungsinya,
memerlukan rangsangan dari sel Th1 (Baratawidjaja, 2012).
2.2.2 Respon Imun
Respon imun adalah tanggapan sistem imun terhadap zat asing, setelah
terjadi proses pengenalan oleh sel-sel pengenal (limfosit) (Subowo, 2009). Secara
umum dinyatakan bahwa respon imun seseorang terhadap patogen terdiri atas
respon imun alami atau respon imun non spesifik dan respon imun adaptif atau
respon imun spesifik (Subowo, 1993).
1.

Respon imun alami adalah respon yang dibawa sejak lahir. Komplemen
memegang peranan penting dalam mengenal jasad mikroorganisme tertentu
dan segera menghancurkannya.

11
Universitas Sumatera Utara

2.

Respon imun spesifik adalah dimana antibodi memegang peranan utama.
Dalam mengenal molekul asing yang masuk ke dalam tubuh reseptor
dibentuk dengan cara menyatukan beberapa segmen dari gen sehingga
terbentuk suatu resptor yang spesifik untuk molekul tertentu (Handjojo,
2003).

2.2.2.1 Respon imun nonspesifik
Respon imun nonspesifik pada umumnya merupakan imunitas bawaan
(innate immunity), artinya bahwa respon terhadap zat asing yang masuk ke dalam
tubuh dapat terjadi walaupun tubuh belum pernah terpapar pada zat tersebut
(Kresno, 2001). Respon imun nonspesifik dapat mendeteksi adanya zat asing dan
melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, tetapi tidak mampu
mengenali dan mengingat zat asing tersebut. (Kresno, 2001).
2.2.2.2 Respon imun spesifik
Berbeda

dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik

mempunyai kemampuan untuk mengenali benda yang dianggap asing bagi
dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh
sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen
yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan
kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik. Untuk
menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik
dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya
terjalin kerjasama yang baik antara komplemen fagosit-antibodi dan antara
makrofag-sel T (Baratawidjaja, 2014).

12
Universitas Sumatera Utara

Mekanisme dari sistem imun didapat adalah makrofag memproses dan
menyajikan antigen bakteri kepada sel B yang spesifik untuk antigen tersebut. Sel
B yang telah diaktifkan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma dan
sel memori. Sel plasma mengeluarkan antibodi spesifik, yang berikatan dengan
bakteri yang masuk, aktivitas sel plasma ditingkatkan oleh IL-1 yang disekresikan
oleh makrofag dan sel T-penolong yang telah diaktifkan oleh antigen bakteri
sebelumnya. Antibodi berikatan dengan bakteri yang masuk dan meningkatkan
aktivitas bawaan sehingga terjadi kehancuran bakteri. Secara spesifik, antibodi
bekerja sebagai opsonin untuk meningkatkan aktivitas fagositik, meningkatkan
sistem komplemen yang mematikan, dan merangsang sel pemusnah, yang secara
langung melisiskan bakteri. Kemudian sel memori menetap dan mampu berespons
secara lebih cepat dan lebih kuat seandainya bakteri yang sama kembali dijumpai
di masa mendatang (Sherwood, 2011).

2.3 Imunomodulator
Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan dan memperbaiki
sistem imun yang fungsinya terganggu atau untuk menekan yang fungsinya
berlebihan. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 2 cara, yaitu malalui:
-

Imunosupresi

-

Imunostimulasi
Imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation, sedangkan

imunosupresi disebut down regulation (Baratawidjaja, 2012).

13
Universitas Sumatera Utara

A. Imunosupresi
Merupakan suatu tindakan untuk menekan respon imun. Kegunaannya di
klinik terutama pada transplatasi untuk mencegah reaksi penolakan dan pada
berbagai penyakit inflamasi yang menimbulkan kerusakan atau gejala sistemik,
seperti autoimun atau auto-inflamasi. Obat-obat imunosupresi digunakan pada
penderita yang akan menjalani transplatasi dan penyakit autoimun oleh karena
kemampuannya yang dapat menekan respon imun seperti azatioprin, dan
siklofosfamid (Baratawidjaja, 2012).
C. Imunostimulasi
Imunostimulasi

yang

disebut

juga

imunopotensiasi

adalah

cara

memperbaiki fungsi sistem imun dengan menggunakan bahan yang merangsang
sistem imun, seperti levamisol, isoprenosin, dan hidrosiklo (Baratawidjaja, 2012).

2.4 Levamisol
Levamisol merupakan derivat tetramizol, sejenis obat cacing, yang dapat
meningkatkan proliferasi dan sitotoksitas sel T serta mengembalikan anergi pada
beberapa penderita dengan kanker (imunostimulasi non-spesifik). Anergi
ternayata berhubungan dengan prognosis. Levamisol dapat meningkatkan efek
berbagai bahan seperti antigen, mitogen, limfokin dan faktor kemotaktik untuk
merangsang limfosit, granulosit dan makrofag. Levamisol telah pula digunakan
dalam penanggulangan artritis reumatoid, penyakit virus dan lupus eritematosus
sistemik. Levamisol meningkatkan efek fluorourasil sebagai ajuvan pada terapi

14
Universitas Sumatera Utara

pasca reseksi kanker kolon. Efek sampingnya berupa mual, muntah, urtikaria dan
agranulositosis sehingga pemberiannya harus dihentikan (Baratawidjaja, 2014)

2.5 Metode Pengujian Efek Imunomodulator
Ada

beberapa

metode

yang

digunakan

dalam

pengujian

efek

imunomodulator. Beberapa diantaranya adalah uji respon hipersensitivitas tipe
lambat dan pengukuran antibodi (titer antibodi).
a. Uji Respon Hipersensitivitas Tipe Lambat
Uji respon hipersensitivitas merupakan pengujian efek imunomodulator
terkait dengan respon imun spesifik. Respon hipersensitivitas tipe lambat
merupakan respon imun seluler yang melibatkan aktivasi sel Th yang akan
melepaskan sitokin yang bersifat proinflamasi dan meningkkatkan aktivitas
makrofag yang ditandai dengan pembengkakakn kaki hewan uji (Roitt, 1990).
b. Titer Antibodi
Respon imun spesifik dapat berupa respon imun seluler dan respon imun
humoral. Penilaian titer antibodi merupakan pengujian terhadap respon imun
humoral yang melibatkan pembentukan antibodi. Peningkatan nilai titer antibodi
terjadi karena peningkatan aktivitas sel Th yang menstimulasi sel B untuk
pebentukan antibodi dan peningkatan aktivitas sel b dalam pembentukan antibodi
(Roitt, 1990).

15
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 14

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 2

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 2 5

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan Chapter III V

0 0 16

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 3 4

Efek Imunomodulator Ekstrak Etanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) Terhadap Respon Hipersensitivitas dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 15

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 14

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 2

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 0 6

Efek Imunomodulator Ekstrak Etil Asetat Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.) Terhadap Respon Hipersensitivitas Dan Titer Antibodi Sel Imun Mencit Jantan

0 2 16