Fungsi Advokasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Dalam Memperjuangkan Hak Normatif Buruh (Studi Kasus pada Dewan Pimpinan Daerah Serikat Buruh Sejahterah Indonesia 1992 Sumatra Utara) Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Jenis Penelitian
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memilki tahapan berpikir

kritis-ilmiah, dimana seorang peneliti berpikir induktif, yaitu menangkap fakta
dan fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, menganalisis dan berupaya
melakukan teorisasi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti
(Bungin, Burhan. 2007). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi
kasus melalui pendekatan kualitatif. Studi kasus merupakan kajian mendalam
tentang peristiwa, lingkungan dan situasi tertentu yang memungkinkan untuk
mengungkapkan dan memahami sesuatu hal. Studi kasus cenderung menghasilkan
kesimpulan dari suatu kekhususan yang dapat atau tidak dapat diterapkan pada
situasi yang lebih umum. Topik penelitian mengenai fungsi advokasi SBSI 1992
dalam memperjuangkan hak normatif buruh ini memiliki kekhasan yang berbeda
dengan kondisi di tempat dan waktu yang berbeda.

3.2


Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekretariat DPD Serikat Buruh Sejahtera

Indonesia 1992 (SBSI 1992) yang berada di Jl.Djamin Ginting No. 273
Kecamatan Medan Baru, Medan, Sumatera Utara. Alasan memilih SBSI 1992
adalah SBSI 1992 merupakan organisasi yang memilki nama besar dan
merupakan serikat buruh yang sudah lama berdiri yaitu sejak kepemimpinan
Soeharto pada masa orde baru dan memilki dasar yang kuat baik dari segi

39
Universitas Sumatera Utara

finansial maupun dari segi jumlah anggota. SBSI 1992 didirikan pada saat rezim
orde baru berkuasa dan sebuah organisasi yang merupakan lambang perlawanan
buruh paada masa orde baru. SBSI 1992 telah mapan finansial dan mempunyai
jumlah anggota yang relatif besar serta memiliki DPD (Dewan Pimpinan Daerah)
serta DPC (Dewan Pimpinan Cabang) di tujuh belas Provinsi di Indonesia.

3.3


Unit Analisis dan Informan
3.3.1 Unit Analisis
Unit analsis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian

atau unsur yang menjadi fokus penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis
dalam penelitian ini adalah DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI
1992), Sumatera Utara.
3.3.2 Informan
Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam
melakukan penelitian. Informan penelitian adalah subjek yang memahami
informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami
objek penelitian (Bungin, 2007). Untuk memperoleh informan digunakan dengan
cara purposive sampling dengan cara pengambilan sampel sumber data dengan
kriteria tertentu. Kriteria dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap
paling mengetahui topik penelitian. Dengan demikian dapat dihasilkan seorang
informan kunci yang dapat membantu peneliti memahami apa yang sedang
terjadi. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:


40
Universitas Sumatera Utara

1.

Pengurus Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992) Dewan
Pimpinan Daerah Sumatera Utara

2.

Buruh yang menjadi anggota di DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
1992 (SBSI 1992), Sumatera Utara

3.

3.4

Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Provinsi Sumatera Utara

Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian di lapangan, maka

diperlukan adanya alat pengumpulan data. Pengumpulan data dimaksudkan untuk
memperoleh informasi yang menjelaskan dan menawab masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini, teknik pegumpulan data yang digunakan adalah data primer
dan data sekunder. Untuk mendapatkan data tersebut maka peneliti memakai
teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut:
3.4.1 Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari
lapangan oleh peneliti berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari objek
penelitian. Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini maka peneliti
melakukan cara penelitian lapangan yaitu:
1.

Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Observasi
adalah kemampuan yang dimiliki manusia menggunakan pengamatannya melalui
panca indranya (Bungin, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti berada di DPD

SBSI 1992 Sumut untuk mengamati kegiatan advokasi yang dilakukan oleh SBSI

41
Universitas Sumatera Utara

1992 tetapi tidak ikut terlibat. Peneliti melakukan observasi saat pengurus dan
anggota DPD SBSI 1992 melakukan persiapan Mayday.
2.

Wawancara
Wawancara adalah melakukan suatu percakapan atau tanya jawab dengan

informan secara mendalam. Peneliti akan berusaha menggali informasi yang dari
interview guide yang telah disusun sebelumnya. Hal-hal yang akan diwawancarai
adalah hal-hal yang terkait dengan judul penelitian yaitu, apa saja fungsi-fungsi
serikat buruh, bagaimana serikat buruh memperjuangkan hak-hak normatif buruh
dan apa saja manfaat yang didapatkan buruh dengan menjadi anggota serikat
buruh.
3.


Dokumentasi
Dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang dapat mengabadikan

informasi-informasi pendukung dalam penelitian seperti kamera, alat perekam.
Dokumentasi juga dilakukan dengan tujuan untuk menutupi keterbatasan dari
peneliti untuk mengingat hal-hal yang mendetail dari kejadian yang terjadi di
lapangan. Dalam hal ini peneliti melakukan dokumentasi saat SBSI 1992 dan
buruh melakukan rapat persiapan aksi Mayday dan melakukan dokumentasi saat
melakukan aksi demo dalam memperingati Mayday pada tanggal 2 Mei 2016.
3.4.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek
penelitian. Data ini sebagai salah satu aspek pendukung keabsaan penelitian. Data
ini berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu

42
Universitas Sumatera Utara

dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku referensi, skripsi,

dokumen majalah, jurnal dan bahan dari situs-situs internet dan hasil penelitian
terdahulu yang yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam
penelitian ini peneliti mengumpulkan beberapa informasi berupa berita elektronik
yang terkait dengan buruh dan SBSI 1992 dalam melakukan advokasi.

3.5

Interpretasi Data
Interpretasi data atau penafsiran data merupakan suatu kegiatan

menggabungkan antara hasil analisis dengan permasalahan penelitian untuk
menemukan makna yang ada dalam permasalahan. Dalam tahap ini data akan
dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikan rupa sampai berhasil mengumpulkan
kebenaran yang berguna untuk menjawab persoalan yang diajukan oleh peneliti.
(Koentjaraningrat, 1998; 328)
Analisis data dimulai dengan menelaah data yang telah terkumpul dalam
proses penelitian, kemudian membca dan mempelajarinya untuk dilakukan
reduksi data yang dilakukan dengan membuat rangkuman atau inti dari
permasalahan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Interpretasi data
dilakukan melalui upaya mengolah data, memadukan atau menggabungkannya,

dan

memutuskan

untuk

menceriterikannya

kepada

orang

lain

yang

dikomunikasikan melalui penulisan laporan penelitian.
Data-data yang telah diperoleh dari lapangan dalam rangkaian atau proses
penelitian, selanjutnya diurutkan, dikelompokkan kedalam kateegori-kategori,
diatur, dan dipelajari untuk kemudian ditulis dalam bentuk laporan secara

seksama untuk mendapatkan kesimpulan dan juga hasil penelitianyang baik.

43
Universitas Sumatera Utara

3.6
No

Jadwal Kegiatan
Kegiatan

Bulan Ke1

1

Pra Observasi



2


Acc Judul Penelitian



3
4

Penyusunan
Proposal √
Penelitian
Seminar Proposal Penelitian

5

Revisi Proposal Penelitian

6
7


Penelitian Lapangan dan
Interpretasi Data
Penulisan Penelitian Akhir

8

Bimbingan

9

Sidang Meja Hijau

3.7

2

3





4

5

6

7

















8

9








Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa adanya keterbatasan yaitu

kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan
penelitian ilmiah masih kurang memadai. Dalam melakukan wawancara
mendalam terhadap informan, penelti tidak dapat meggali lebih dalam informasi
dari informan. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan pengalaman yang dimiliki
oleh peneliti dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh informan saat wawancara
berlangsung. Terlepas dari masalah teknis penulisan dan penelitian, peneliti
berusaha untuk melakukan kegiatan penelitian semaksimal mungkin agar data
yang diperoleh bersifat valid dan tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi.

44
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA

4.1

Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1

Gambaran Umum Ketenagakerjaan Kota Medan

Kota Medan merupakan salah satu pusat perekonomian regional terpenting
di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan baru di Indonesia,
memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama
bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional/internasional di
kawasan barat Indonesia. Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini
terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001
lingkungan. Berdasarkan batas wilayah administratif, Kota Medan relatif kecil
dibanding kota lainnya. Namun posisi kota Medan secara regional dalam bidang
ekonomi sangat penting karena kota ini berada dalam wilayah hinterland dengan
basis ekonomi sumberdaya budaya, jasa dan pariwisatawa yang relatif kuat dan
besar.
Berdasarkan

deskripsi

karakteristik

wilayah,

Kota

Medan

dapat

diidentifikasi sebagai wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai
salah satu pusat perekonomian daerah dan regional yang penting serta utama di
Pulau Sumatera. Potensi itu dapat dilihat dari kedudukan, fungsi dan peranan Kota
Medan yang penting dan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa,
perdagangan barang dan keuangan domestik, maupun regional/internasional di
kawasan barat Indonesia. Dengan dukungan faktor-faktor dominan yang

45
Universitas Sumatera Utara

dimilikinya, pembangunan dan pengembangan fisik Kota Medan diarahkan untuk
kepentingan kerjasama pembangunan kawasan industri dan perdagangan baru.
Pertumbuhan ekonomi Kota Medan dipengaruhi oleh pertambahan jumlah
tenaga kerja dan investasi terutama di sektor tersier (jasa-jasa) dan sekunder
(industri pengolahan). Kota Medan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia,
sebagaimana kota besar pada umumnya, Medan memiliki kawasan industri. Saat
ini terdapat dua kawasan industri di Medan yaitu Kawasan Industri Medan (KIM)
1 dan KIM 2 yang berlokasi di dekat Pelabuhan Belawan. KIM memiliki luas
lahan 514 Ha dan menyediakan fasilitas listrik 120 MW. Saat ini terdapat 86
perusahaan swasta nasional dan 17 perusahaan asing yang menempati lokasi
tersebut. Hal ini sebagai pertanda bahwa Kota Medan dinilai sebagai kota yang
relatif aman untuk berinvestasi di Indonesia.
Sebagai satu wilayah yang tidak bisa dipisahkan dari aturan pengupahan
secara nasional, di Propinsi Sumatera Utara dan secara khusus Kota Medan,
kebijakan pengupahan dan berbagai regulasi perburuhan tetap menjadi kendala
bagi perbaikan nasib buruh. Kacaunya sistem pengupahan dan minimnya aspek
keadilan kebijakan pengupahan tersebut ternyata belum disoroti secara serius oleh
elemen demokrasi di Indonesia. Memang sejak kebijakan upah minimum
diberlakukan secara nasional, perdebatan kebijakan pengupahan tidak pernah
berhenti. Namun perdebatan tersebut masih sekedar pengkritisan pelaksanaan
sistem tanpa menyentuh konsep paling dasar dari pengupahan. Perdebatan yang
bermuara pada keinginan perubahan kebijakan yang selama ini berlangsung masih
bersifat incremental (tambal sulam). Sejak kebijakan upah minimuum dijalankan,
praktis sebenarnya tidak ada perubahan yang cukup mendasar dan komprehensif.

46
Universitas Sumatera Utara

Lihat saja misalnya kebijakan pergeseran kewenangan pengupahan dari pusat ke
daerah,

yang

sebenarnya

hanya

merupakan

konsekuensi

formal

dari

diberlakukannya undang-undang desentralisasi atau otonomi daerah. Pergeseran
kewenangan tersebut di tingkat substansial tidak merubah persoalan utama
pengupahan. Proses demokratisasi pengupahan masih dilihat secara parsial,
namun masih tetap dalam ruang kebijakan yang sama. Fokus persoalan yang
selama ini diasumsikan menjadi substansi pengupahan masih pada aspek
konsistensi, ketaatan pemerintah dan pengusaha dalam menerapkan kebijakan
perburuhan, termasuk aturan pengupahan, redefinisi konsep dasar upah, maupun
pada level peran institusi stakeholder pengupahan. Tuntutan yang diusung oleh
elemen pergerakan buruh masih pada seputar tekanan kepada pemerintah dan
pengusaha untuk menjalankan aturan pengupahan tanpa melihat sisi fundamen
politik ekonomi yang mendasari berbagai kebijakan upah buruh. Contoh paling
jelas dalam melihat periferal-nya elemen perburuhan dalam persoalan pengupahan
adalah yang diungkapkan oleh ILO (International Labour Organization). Laporan
organisasi buruh internasional tersebut cenderung melihat persoalan pengupahan
pada level marginal.
Proses penetapan kebijakan upah yang sebelumnya ditentukan oleh
pemerintah pusat melalui Menteri Tenaga Kerja sudah mulai didistribusikan
kepada kepala daerah, yakni Gubernur dalam menentukan UMP (Upah Minimum
Propinsi), Bupati/Walikota yang merumuskan dan menentukan UMK (Upah
Minimum Kabupaten/Kota). Prinsip pergeseran kewenangan yang sebenarnya
bertujuan agar unsur lokalitas lebih dipertimbangan dalam proses perumusan dan

47
Universitas Sumatera Utara

penetapan upah ternyata tidaklah signifikan sama sekali dalam menaikkan upah
buruh, apalagi meningkatkan kesejahteraan buruh secara umum.
Kondisi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan kenaikan bahan bakar
minyak (BBM) ikut memicu kenaikan sejumlah produk. Kenaikan tarif dasar
listrik dan BBM medorong sebelas serikat pekerja atau buruh di kota Medan
meminta agar UMK direvisi. Ke-11 serikat buruh tersebut adalah SBMUI Sumut,
SPN Medan, SPS Sejati Medan, SBSU Medan, GSBI Medan, KC FSMI Medan,
SBMI Mandiri, SBBI Medan, SP Kahudpar SPSI, Lomonik SBSI Medan dan
SBSI 1992. Hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk Dewan Pengupahan Kota
Medan dalam menentukan ketetapan upah minimum kota (UMK). Sistem
pengupahan merupakan salah satu sub sistem pokok yang memiliki peran krusial
yang cenderung punya dinamika sendiri. Dewan pengupahan memiliki tugas
umtuk memberi pertimbangan dan merumuskan kebijakan pengupahan dan
mengembangkan sistem pengupahan yang sesuai dengan pedoman kenaikan upah
minimum regional secara keseluruhan. Dampak kenaikan harga BBM dan TDL
sangat mempengaruhi kehidupan buruh. Lonjakan harga mengakibatkan daya beli
buruh berkurang dengan UMK yang diterima.
Tabel 4.1 Upah Minimum Kota Medan Tahun 2012-2016
Tahun

Jumlah UMK

2012

Rp. 1.400.000,00

2013

Rp. 1.650.000,00

2014

Rp. 1.851.500,00

2015

Rp. 2.037.000,00a

2016

Rp. 2.272.000,00

Sumber tabel: kompas.com, 2016

48
Universitas Sumatera Utara

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa gaji buruh di kota Medan selalu
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun kenaikan ini dinilai kurang
maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh yang sudah berkeluarga.
Rendahnya pendapatan atau gaji yang diterima buruh saat ini menjadi masalah
yang sangat penting. Kebutuhan hidup buruh semakin hari semakin mahal tidak
dapat terpenuhi dengan gaji yang diterima buruh saat ini. Upah yang diterima oleh
buruh menjadi acuan untuk menentukan kesejahteraan hidup buruh. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi maka buruh membutuhkan gaji
yang yang cukup. Jumlah gaji yang hanya mengalami sedikit kenaikan sementara
kebutuhan hidup bertambah seperti adanya bencana alam, sakit, uang sekolah,
harga BBM naik, biaya transportasi, biaya listrik, biaya air, biaya telepon serta
biaya untuk sewa rumah. Hal ini menyebakan kesejahteraan buruh semakin
rendah karena buruh tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Hal ini yang menjadi
salah satu faktor yang mendorong buruh untuk melakukan aksi protes terhadap
kebijakan upah yang diberlakukan oleh pemerintah.
4.1.2

Angkatan Kerja Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin, Pendidikan
dan Lapangan Pekerjaan Kota Medan
Perkembangan keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada tahun 2015

menunjukkan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk
bekerja, jumlah pengangguran terbuka maupun tingkat penganguran terbuka.
Jumlah angkatan kerja di Kota Medan mencapai 974.951 orang dibagi atas
angkatan kerja Laki-laki sebanyak 619.377 orang dan angkatan kerja Perempuan
sebanyak 15.930 orang.

49
Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Ke atas Yang
Termasuk Angkatan Kerja Menurut Umur dan Jenis Kelamin
Golongan
Laki-laki
Umur
15-19
24.102
20-24
91.773
25-29
89.033
30-34
90.160
35-39
69.662
40-44
77.656
45-49
64.883
50-54
47.058
55-59
33.970
60+
31.080
Jumlah
619.377
Sumber: Medan Dalam Angka 2015

Perempuan

Jumlah

21.420
66.300
61.300
41.684
32.640
45.120
33.166
24.514
13.500
15.930
355.574

45.522
158.073
150.333
131.844
102.302
122.776
98.049
71.572
47.470
47.010
974.951

Penduduk kota Medan yang termasuk angkatan kerja berdasarkan pendidikan
tertinggi yang ditamatkan masih didominasi oleh angkatan kerja dengan
pendidikan terakhir jenjang SMA sebanyak 336.444 orang.
Tabel 4.3 Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang
Termasuk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan
Dan Jenis Kelamin
Pendidikan Tinggi
No
Yang Ditamatkan
1. Tidak/Belum Pernah
Sekolah/Tidak/Belum Tamat
SD
2. SMP
3. SMA
4. SMK
5. Diploma I/II/III
6. Akademi/Universitas
Jumlah
Sumber: Medan Dalam Angka 2015

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

67.752

54.504

122.256

102.413
210.800
121.336
15.637
101.439
619.377

46.425
125.644
46.965
19.272
62.764
355.574

148.838
336.444
168.301
34.909
164.203
974.951

Penduduk Kota Medan yang merupakan angkatan kerja berdasarkan
lapangan pekerjaan

sektor pertnian, erkebunan, kehutanan, perburuhan dan

50
Universitas Sumatera Utara

perikanan sebanyak 31.424 orang. Pada sektor Pertambangan dan Penggalian
sebanyak 1.580 orang. Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada sektor Industri
sebanyak 133.662 orang.
Tabel 4.4 Penduduk Kota Medan Yang Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang
Bekerja Selama Seminggu Menurut Lapangan Pekerjaan Dan Jenis Kelamin
Lapangan
Laki-laki
Pekerjaan Utama
Pertanian, Perkebunan,
28.278
Kehutanan, Perburuhan
dan Perikanan
Pertambangan dan
1.580
Penggalian
Industri
95.930
Listrik, Gas dan Air
5.848
Minum
Konstruksi
41.185
Perdagangan Besar,
185.446
Rumah Makan dan Jasa
Akomodasi
Transportasi,
82.988
Pergudangan dan
Komunikasi
Lembaga Keuangan,
35.784
Usaha Persewaan
Bangunan dan Jasa
Perusahaan
Jasa Kemasyarakatan,
91.767
Sosial dan Perorangan
Jumlah
568.806
Sumber: Medan Dalam Angka 2015

Perempuan

Jumlah

3.146

31.424

0

1.580

37.732
721

133.662
6.569

2.186
147.470

43.371
332.916

7.904

90.892

19.461

55.245

95.088

186.855

313.708

882.514

51
Universitas Sumatera Utara

4.2

Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI 1992)
4.2.1 Sejarah Beridirinya SBSI 1992 ( Indonesian Prosperity Trade
Union 1992) (SBSI 1992)
SBSI 1992 pada awalnya bernama Serikat Buruh Sejahtera Indonesia

(SBSI) dan berbentuk federasi atau disebut Federasi Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia (FSBSI). FSBSI didirikan pada tanggal 25 April 1992 di Hotel
Cipayung, Bogor, Jawa Barat. Adapun tokoh yang memprakarsai terbentuknya
organisasi buruh SBSI adalah sebagai berikut:
1. Gus Dur ( KH. Abdurrahman Wahid)
2. Asmara Nababan ( Tokoh HAM)
3. Sabam Sirait
4. Dr. Muchtar Bebas Pakpahan, SH
5. Sunarti
6. Tohap Simanungkalit
7. Dr. Sukowaluyo Mintohardjo, Mr
FSBSI pada saat itu merupakan organisasi terlarang yang dituduh sebagai
organisasi kekiri-kirian.
Pada Kongres I yang dilakukan pada tanggal 21 April 1992, Kepengurusan
Federasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia atau disebut FSBSI diketuai oleh Dr.
Muchtar Pakpahan. Dr. Muchtar Pakpahan memimpin FSBSI sampai pada
tanggal 23 April 2003. Pada Kongres IV yang dilaksanakan pada tanggal 25
April 2003 sampai dengan 1 Mei 2003 di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta,
FSBSI pecah menjadi dua kelompok yaitu :

52
Universitas Sumatera Utara

a.

Kelompok 1, yaitu KSBSI yang merubah identitasnya dari federasi

menjadi konfederasi (FSBSI menjadi KSBSI). Pada saat kongres yang diadakan
di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta terpilih Rekson Silaban, SE sebagai ketua
KSBSI.
b.

Kelompok 2, yaitu SBSI kembali ke semangat deklarasi

atau

disebut FSBSI 1992. Pada Kongres I yang dilaksanakan pada tanggal 24-26
April 2003 di Hotel Rolex, Jakarta terpilih Tohap Simanungkalit sebagai ketua
dan Sunarti sebagai sekretaris dengan masa jabatan Mei 2003 sampai dengan
November 2005.
Pada tanggal 11 September sampai dengan 14 September 2005 Federasi
Serikat Buruh Seluruh Indonesia 1992 (FSBSI 1992) melakukan Refleksi dan
Kongres I yang dilaksanakan di Karang Anyar, Solo, Jawa Tengah. Pada
Kongres II Raswan Suryana terpilih sebagi ketua umum dan Ir. Dahlan Gurning
sebagai sekretaris menggantikan kepemimpinan sebelumnya yang dipimpin oleh
Tohap Simanungkalit. Pada tahun 2010 FSBSI 1992 melakukan Refleksi dan
Kongres III di Jl. Ir. Juanda, dengan hasil kongres Sunarti sebagai ketua dan
Danis sebagai sekretaris dengan masa jabatan 2010-2014. Pada tanggal 22-24
April 2011 dilaksanakan musyawarah nasional (Jakarta munas) di Asrama Haji,
Podok Gede, Jakarta. Dalam munas ini Sunarti kembali terpilih menjadi ketua
umum FSBSI 1992 untuk periode 2011-2015. Kepengurusan periode 2011-2015,
yaitu Asep Djamaludin sebagai Ketua Bidang Konsolidasi dan Keorganisasian,
Thomas Aquino, SH sebagai Ketua Bidang Hukum dan HAM, Drs. Pahala PS.
Napitupulu, BA sebagai Ketua Bidang Jaringan Kerja dan Hubungan
Internasional, Herman sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan, Yosafati

53
Universitas Sumatera Utara

sebagai Sekretaris dan Gunawan sebagai Wakil Sekretaris, indarti sebagai
Bendahara dan Suhendi sebagai Wakil Bendahara Tohap Simanungkalit.
4.2.2 Deskripsi SBSI 1992
A.

DPD SBSI 1992 Sumatera Utara

DPD SBSI 1992 Sumatera Utara sudah berdiri sejak FSBSI didirikan pada
tanggal 21 April tahun 1992. SBSI pertama sekali didirikan di Sumatera Utara dan
gerakan perlawanan buruh secara nasional di Indonesia juga diawali di Sumater
Utara yang dilakukan oleh aktivis atau anggota SBSI. Gerakan perlawanan buruh
Indonesia secara nasional terjadi pada tanggal 14 April 1994 dan kejadian tersebut
dicatatkan sebagai “ Peristiwa April Kelabu”. Pada saat 14 April 1994 terjadi
pergolakan atau perlawan buruh di 32 kota di Indonesia. Sekitar 60.000 orang
buruh di Kota Medan turun ke jalan yang mengakibatkan kerusuhan di pusat kota
Medan. Kerusuhan ini mengakibatkan satu orang pengusaha tewas yang
belakangan diketahui bernama Johannes. Banyak tokoh dan aktivis SBSI yang
ditangkap dan dihukum, ada juga yang menjadi buronan dan tidak terjerat hukum.
Kepengurusan DPD SBSI 1992 di Sumatera Utara sudah mengalami
pergantian pengurus, yaitu pada tahun 2000-2011 dipimpin oleh Drs. Pahala PS
Napitupulu dan Kepengurusan tahun 2011- 2016 dipimpin oleh Drs. Pahala PS
Napitupulu. Namun pada tahun 2014 terjadi pergantian kepengurusan yaitu
pergantian sekretaris DPD Bambangyang diberhentikan karena timdakan
indisipliner. DPP SBSI 1992 menerbitkan surat keputusan susunan kepengurusan
DPD SBSI 1992 Sumut untuk periode 2014-2016 yang ketuanya tetap diputuskan
Drs. Pahala PS Napitupulu.

54
Universitas Sumatera Utara

B. Kepengurusan DPD SBSI 1992 Sumatera Utara
Kepengurusan DPD FBSI 1992 Sumatera Utara membawahi 11 Dewan
Pengurus Cabang yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.5 Kepengurusan DPD SBSI 1992 Sumut
DPC SBSI 1992 kota Medan
DPC SBSI 1992 kabupaten Deli Serdang
DPC SBSI 1992 kabupaten Langkat/ Binjai
DPD SBSI 1992 SUMUT

DPC SBSI 1992 kota Tebing Tinggi
DPC SBSI 1992 kabupaten Batu Bara
DPC SBSI 1992 kabupaten Simalungun
DPC SBSI 1992 kabupaten Tobasa
DPC SBSI 1992 kabupaten Tapanuli
Tengah
DPC SBSI 1992 kabupaten Sibolga
DPC SBSI 1992 kabuaten Nias Selatan
DPC SBSI 1992 kabupaten Dairi

Sumber: temuan di lapangan, 2015
Dewan Perwakilan Daerah SBSI 1992 Sumatera Utara membawahi 11
Dewan Pimpinan Cabang yang akan membantu DPD SBSI 1992 Sumut untuk
mengatasi permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi oleh buruh. Sebelas DPC
yang ada dalam wilayah cakupan DPD SBSI 1992 Sumut saling berkoordinasi
dan melaporkan masalah yang ditangani setiap DPC kepada DPD SBSI 1992
Sumut sebagai penanggungjawab.

55
Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Dasar dan Tujuan Dibentuknya Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia 1992 (SBSI 1992)
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992) adalah organisasi
yang berkedudukan di tempat Dewan Pengurus Pusat (DPP) dan berasaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan AD/ART pasal 8
organisasi ini didirikan dengan tujuan:
1. Mewujudkan masyarakat buruh yang sejahtera, terdidik, terorganisir,
memiliki solidaritas sesama buruh serta menjunjung tinggi HAM dan
demokrasi
2. Mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, demokratis, produktif
dan berkeadilan sosial.
3. Mewujudkan masyarakat buruh yang berperan aktif dalam menentukan
kebijakan manajemen perusahaan termasuk kepemilikan saham.
4. Ikut mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
5. Mendorong terciptanya pemerintahan yang bersi, demokratis dan
berwibawa.
Untuk mencapai tujuannya, SBSI 1992 berfungsi melakukan pendidikan,
pengorganisasian, advokasi, membangun semangat solidaritas dan pemberdayaan
ekonomi masyarakat buruh. SBSI 1992 adalah organisasi buruh yang berdaulat,
demokratis, independen, mandiri dan tidak merupakan bagian dari partai politik
manapun baik langsung maupun tidak langsung.

56
Universitas Sumatera Utara

4.2.4 Kepengurusan dan Anggota SBSI 1992
4.2.4.1 Kepengurusan SBSI 1992
SBSI 1992 adalah organisasi yang berbentuk federasi. Organisasi ini
memiliki struktur organisasi dan kepengurusan (AD/ART pasal13 dan pasal 14):
1) Pengurus Komisariat (PK)
Pengurus Komisariat minimal 3 (tiga) orang terdiri atas: Ketua,
Sekretaris, Bendahara.
2) Dewan Pengurus Cabang (DPC)
Dewan Pengurus Cabang minimal 3 (tiga) orang yaitu: Ketua,
Sekretaris, Bendahara.
3) Koordinator Wilayah (KORWIL)
Koordinator Wilayah dijabat oleh 1 (satu) orang dan dapat dibantu
oleh beberapa divisi sesuai kebutuhan.
4) Dewan Pengurus Pusat (DPP)
Dewan Pengurus Pusat terdiri dariseorang Ketua Umum, seorang
Ketua Bidang Konsolidasi dan Keorganisasian, seorang Ketua
Bidang Hukum dan HAM, seorang Ketua Bidang Jaringan Kerja dan
Hubungan Internasional, seorang Ketua Bidang Pendidikan dan
Latihan, seorang Sekretaris Umum, seorang Wakil Sekretaris Bidang
Data dan Informasi, seorang Bendahara Umum dan seorang Wakil
Bendahara.
5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Badan Pemeriksa Keuangan terdiri dari seorang Ketua dan 2 (dua)
orang anggota.

57
Universitas Sumatera Utara

6) Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO)
Majelis Pertimbangan Organisasi terdiri dari seorang Ketua dan
beberapa anggota.
4.2.4.2 Keanggotaan SBSI 1992
Yang menjadi anggota adalah buruh dan anggota afiliasi yang dapat
menerima dan menaati AD/ART, keputusan kongres dan keputusan-keputusan
organisasi lainnya. Anggota dari organisasi ini terdiri dari anggota biasa dan
anggota afiliasi. Adapun kewajiban anggota yang harus dijalankan adalah sebagai
berikut:
1.

Menaati AD/ART serta keputusan organisasi

2.

Membela dan menjunjung tinggi nama baik organisasi

3.

Membayar uang iuran keanggotaan setiap bulan

4.

Turut aktif melaksanakan keputusan organisasi

5.

Menghadiri rapat, pertemuan dan kegiatan yang diadakan
organisasi

6.

Tidak menjadi anggota atau pengurus organisasi lain yang sejenis.

Anggota biasa dan anggota afiliasi mempunyai hak suara, memilih dan
dan dipilih, memperoleh segala pelayanan yang dilakukan organisasi organisasi.
4.2.5

Struktur Kepengurusan

Struktur Organisasi Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992
Periode: 2010 – 2014 adalah sebagai berikut:

58
Universitas Sumatera Utara

Bagan No.4.1
Struktur Organisasi SBSI 1992

MPO

DPP

HUKUM &
HAM

HUBIN

MPO

DIKLAT

LITBANGPOL

KORWIL

DPC

DPC

DPC

PK

PK

PK

ANGGOTA

ANGGOTA

ANGGOTA

Keterangan :
Garis Instruksi
Garis Koordinasi
Sumber: AD/ART SBSI 1992,2010-2014
Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) dan Badan Pemerikasa (BPK)
berkoordinasi dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) untuk menjalankan
organisasi. MPO dan BPK memiliki fungsi untuk mengawasi keberlangsungan
organisasi baik di wilayah maupun di pusat. DPP memiliki beberapa divisi untuk
59
Universitas Sumatera Utara

menjalankan visi dan misi organisasi seperti divisi Hbungan Internasional
(HUBIN), Hukum dan HAM, Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT), dan divisi
LITBANGPOL.

DPP

memberikan

instruksi

kepada

divisi-divisi

untuk

menjalankan fungsi masing-masing sesuai dengan kebutuhan organisasi. DPP
berkoordinasi dan mengawasi berjalannya Korwil (DPD) di berbagai wilayah di
Indonesia. Korwil akan bertanggung jawab ke DPP sebagai struktur organisasi
tertinggi. Korwil memiliki beberapa cabang (DPC), dan DPC akan membentuk
Pengurus Komisariat (PK) yang menempati struktur paling akhir dalam
organisasi. Korwil, DPC, PK dan anggota akan bekoordinasi dengan DPP yang
memiliki struktur organisasi yang paling tinggi.

4.2.5.1 Dewan Pengurus Pusat (DPP)
Untuk memimpin dan melaksanakan kegiatan organisasi, maka dibentuk
Susunan Personalia Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
1992 Masa Bakti 2010-2014 berikut:

Tabel 4.6 Susunan Personalia DPP SBSI 1992
Ketua Umum
Sunarty
Ketua Bidang Konsolidasi dan
Keorganisasian
Ketua Bidang Hukum dan HAM

Yosafati waruwu

Ketua Bidang Jaringan Kerja dan
Hubungan Internasional

Drs. Pahala PS. Napitupulu,
BA

Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan

Hermawan

Sekretaris Umum

Danis, A.Ma.SH

Wakil Sekretaris Umum Bidang Data dan
Informasi

Suhendy

Thomas Aquino, SH

60
Universitas Sumatera Utara

Bendahara Umum

Gunawan

Wakil Bendahara Umum

M. Dini Haryani Syarief,
SE,MM

Sumber: AD/ART SBSI 1992,
Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992
yang beralamat di Jalan Dr. KRT Radjiman Widyodiningrat, Jakarta Timur telah
tercatat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Madya Jakarta Timur
pada tanggal 5 Oktober 2005. Bukti pencatatan Dewan Pimpinan Pusat Serikat
Buruh Sejahtera Indonesia 1992 : 530/IV/N/X/2005 pada tanggal 4 Oktober
2005 dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Madya Jakarta Timur. Kepengurusan DPP SBSI 1992 juga tercatat dalam
akta yang disahkan oleh Notaris-PPAT Ilyas, SH,MKn pada tanggal 11 Maret
2011.
4.2.5.2 Dewan Pengurus Daerah (DPD) SBSI 1992 SUMUT
Untuk memimpin dan melaksanakan kegiatan organisasi di daerah, maka
dibentuk Susunan Personalia Dewan Pengurus Daerah Sumatera Utara Serikat
Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Masa Bakti 2011-2016:
Tabel 4.7 Susunan Personalia DPD SBSI 1992 Sumut Periode 2014-2016
Ketua
Drs. Pahala PS Napitupulu
Ketua Bidang Konsolidasi dan
Keorganisasian
Ketua Bidang Hukum dan HAM

Drs.Erwin Manalu

Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan

Drs. M. Tumpal H Sihombing

Ketua Bidang Penelitian dan
Pengembangan Organisasi
Sekretaris

Drs. Adi Susanto Purba

Herman Brahmana, S.H

Agustina Sinulingga

61
Universitas Sumatera Utara

Sekretaris Bidang Data dan Informasi

Ir. Frans Martin

Bendahara

Nurmian Marbun, SH

Wakil Bendahara

Drs. Arden Manik

Sumber: dokumentasi DPD SBSI 1992, 2014
Dewan Pengurus Daerah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia mendaftarkan
diri ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Keputusan
Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep.16/Men/2001 tanggal 15 Februari
2001, Dewan Pengurus Daerah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Provinsi
Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Letjend Jamin Ginting No.273 Medan,
Sumatera Utara telah tercatat sebagai Serikat Buruh dengan nomor suratnya
No.001/DPD SBSI 1992/SU/VII/2011 pada tanggal 26 Juli 2011. Selain
pencatatan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, SBSI 1992 juga
mendaftarkan kepengurusan periode 2011-2016 melalui Badan Kesatuan Bangsa,
Politik dan Perlindungan Masyarakat.

4.3

Profil Informan
4.3.1

Pengurus DPD SBSI 1992 Sumatera Utara

1. Ketua DPD SBSI 1992 Sumatera Utara
Drs. Pahala PS Napitupulu, lahir di Balige pada tanggal 09 Oktober
1959 bertempat tinggal di Jalan Sejati Gang Kasih Nomor 23 A,
Kelurahan Sarirejo, Medan Polonia. Bapak Drs. Pahala PS
Napitupulu, BA memiliki dua orang anak (satu orang anak laki-laki
dan satu orang anak perempuan). Beliau merupakan alumni dari
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara tahun 1998. Beliau

62
Universitas Sumatera Utara

menjabat sebagai ketua DPD SBSI 1992 Sumatera Utara dari tahun
2000 sampai tahun 2016. Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA
merupakan salah satu pengurus di DPD SBSI 1992 Sumatera Utara,
saat ini beliau diamanahkan untuk menjabat sebagai ketua DPD SBSI
1992 Sumatera Utara. Awalnya beliau hanya menjadi orang yang
mengorganisasikan gerakan buruh bawah tanah dan mulai ikut dalam
kepengurusan pada tahun 1996 dan menjabat sebagai ketua di Bidang
Konsolidasi dan Keorganisasian. Beliau diangkat sebagai ketua
selama enam belas tahun (16 tahun) dikarenakan oleh pengalaman
beliau dalam bidang organisasi sangat baik. Hal ini terbukti dari
keikutsertaan beliau dalam kepengurusan DPP SBSI 1992 yang
berkedudukan di Jakarta. Beliau dipercaya untuk menempati posisi
Ketua Bidang Jaringan Kerja dan Hubungan Internasioanal masa
pimpinan Ibu Sunarty periode 2010 samapai dengan tahun 2016.
Selama enam belas tahun kepemimpinannya beliau sudah banyak
menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang ditangani oleh DPD
SBSI 1992 Sumatera Utara. Beliau merupakan pemimpin yang
amanah dan masih dipercayakan oleh anggotanya untuk pemimpin
DPD SBSI 1992 Sumatera Utara selama enam belas tahun
kepemimpinannya. Beliau adalah pemimpin yang kharismatik saat
memimpin aksi-aksi yang dilakukan oleh DPD SBSI 1992 Sumatera
Utara dalam rangka menyuarakan hak-hak buruh.

63
Universitas Sumatera Utara

2. DPD SBSI 1992 Sumatera Utara
Sumarlin Marbun, SH berusia 38 tahun dan memiliki satu orang
anak. Beliau merupakan seorang advokad lulusan dari Universitas
Darma Agung tahun 2012. Beliau tinggal di Jalan Temperai Lestari II
No.419 Blok V Griya Martubung, Medan. Beliau merupakan wakil
ketua dari Lembaga Bantuan Hukum Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia 1992 (LBH-SBSI 1992) Provinsi Sumatera Utara. Beliau
menjadi kuasa hukum buruh dalam menyelesaikan masalah
ketenagakerjaan di Disnaker karena beliau dipercayai untuk
menangani kasus-kasus buruh dan memproses berkas-berkas buruh
yang diproses oleh Disnaker. Kasus diproses oleh Disnaker bagian
pengawasan dan penyelesaian Permasalahan Hubungan Industrial
yang ditangani oleh mediator. Beliau biasanya membawa berkas
buruh dan langsung mendatangi kantor Disnaker Sumut yang berada
di Jalan Asrama untuk menemui pejabat yang bersangkutan untuk
menyelesaikan permasalahan buruh.
4.3.2
1.

2.

Anggota DPD SBSI 1992 Sumatera Utara
Nama

: Suyadin A.S

Umur

: 45 tahun

Alamat

: Jalan Pisang No.40 Helvetia, Medan

Pekerjaan

: Satpam Bank CIMB Niaga

Nama

: Hendrikus P Siregar

Umur

: 42 tahun

64
Universitas Sumatera Utara

Alamat

: Jalan Boxit Gang Perjuangan Lingkungan I,
Medan

Pekerjaan

: Satpam Bank CIMB Niaga

Kedua buruh ini merupakan buruh yang bekerja di perusahaan
outsourcing penyedia jasa security atau satpam yaitu PT Tunas
Artha Gadatama. PT Tunas Artha Gardatama beralamat di Jalan
Eka Bakti No. 3F, Medan dan memiliki kantor pusat di Jakarta.
Kedua buruh ini ditempatkan di Bank CIMB Niaga. Kedua buruh
diatas merupakan buruh yang tidak menerima hak-hak normatifnya
dari PT Tunas Artha Gardatama. Kedua buruh dengan didampingi
oleh SBSI 1992 mengajukan surat pengaduan yang ditujukan ke
Disnakertrans

Provsu

untuk

menggugat

PT

Tunas

Artha

Gardatama.
4.3.3
1.

Disnaker
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Disnakertrans Provinsi

Sumatera Utara
Marolop S, SE adalah seorang pegawai negeri sipil yang bekerja
sebagai penyidik pegawai negeri sipil di Disnakertrans Provsu.
Beliau saat ini berusia 51 tahun dan tinggal di Jalan Dorowati
Lorong Gereja, Sidorame, Medan. Beliau bekerja sebagai PPNS
dari tahun 1992 sampai dengan sekarang. Selaku PPNS di
Disnakertrans Provsu beliau melakukan pengawasan terhadap
perusahaan-perusahaan yang ada di Provinsi Sumatera Utara.
Beliau berhak memberikan nota peringatan kepada perusahaan

65
Universitas Sumatera Utara

yang melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang yang
berlaku dan perjanjian bersama yang disahkan oleh pihak
perusahaan dan buruh.
2.

Mediator Hubungan Industrial Disnakertrans Provinsi Sumatera
Utara
Christian Panggabean, SH, M.Hum menjabat sebagai mediator
hubungan industrial ( Mediator HI) di Disnakertrans Provsu. Beliau
saat ini berusia 34 tahun, meskipun terbilang muda beliau
menjalankan tugasnya dengan baik berdasarkan prosedur dan
undang-undang yang berlaku. Beliau tinggal di Jalan Flamboyan
1/1 Komplek Pemda Tingkat II, Medan. Beliau memfasilitasi
pengusaha dan buruh yang berselisih untuk melakukan mediasi
guna mencapai kesepakatan bersama dan memberikan anjuran yang
dianggap dapat menyelesaikan permasalahan antara kedua belah
pihak yang berselisih.

4.4

Pembahasan
4.4.1

Konflik Realistis Buruh dalam Hubungan Industrial

Menurut Coser konflik realistis berasal dari kekecewaan terhadap
tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan
kemungkinan keuntungan para partisipan dan yang ditujukan ada obyek yang
dianggap mengecewakan. Dalam hubungan Industrial, buruh dan pengusaha
terikat perjanjian kerja bersama. Perjanjian kerja bersama menjadi pedoman bagi
buruh dan pengusaha untuk menjalankan kewajiban dan menerima hak masing-

66
Universitas Sumatera Utara

masing. Perjanjian kerja bersama mengatur semua ketentuan-ketentuan dalam
menjalankan hak dan kewajiban keduan pihak.
Dalam penelitian ini konflik realistis dalam hubungan industrial
merupakan konflik yang tampak antara pengusaha dan buruh. Konflik realistis
terjadi karena pengusaha tidak memenuhi hak buruh. Hak tersebut sudah diatur
dalam perjanjian kerja bersama. Pengusaha melanggar isi perjanjian kerja bersama
dan tidak menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Hak buruh
yang tidak diterima oleh buruh mendorong buruh melakukan perlawanan. Buruh
menuntut haknya agar dipenuhi oleh pengusaha. Dalam penelitian ini, buruh yang
menjadi anggota SBSI 1992 menyatakan kecewaan buruh terhadap pengusaha
yang tidak memenuhi hak normatif yang seharusnya diterima oleh buruh.
Kekecewaan yang dialami oleh buruh karena hak normatifnya tidak dipenuhi oleh
pengusaha disampaikan melalui SBSI 1992. SBSI 1992 sebagai wakil buruh
melakukan musyawarah dengan pengusaha untuk menyampaikan tuntutantuntutan buruh. Musyawarah tersebut merupakan langkah advokasi secara bipartit.
Sedangkan advokasi secara tripartit yang dilakukan oleh SBSI 1992 untuk
memperjuangkan hak buruh dengan melakukan pengaduan kepada Disnaker.
Hak normatif merupakan tuntutan yang mendorong buruh untuk
melakukan perjuangan. Problematika yang dihadapi oleh buruh berkaitan dengan
kesejahteraan hidupnya, pemenuhan gaji atau UMR yang layak, tunjangan sosial
dan kesehatan, isu-isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketersediaan
lapangan pekerjaan. Semua problematika tersebut merupakan hak normatif yang
diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Hal ini juga diungkapkan oleh
Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA:

67
Universitas Sumatera Utara

“Hak normatif adalah hak yang sudah diatur dalam undang-undang. Hak
yang tidak diberikan biasanya upah atau UMP dibawah standar, uang
lembur, jam lembur yang diabaikan.”(Wawancara 23 April 2016)
Hak normatif meruupakan hak yang sudah melekat pada diri buruh yang diatur
oleh Undang Undang Ketenagakerjaan. Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh
Bapak Marolop S, SE:
“Masalah yang dilaporkan buruh ke Disnaker adalah masalah PHK
sepihak, hak normatif yaitu masalah upah, kesejahteraan buruh, lembur,
perlindungan dan BPJS.”(Wawancara 11 Mei 2016)

Pernyataan dari Bapak Christian Panggabean, SH, M.Hum yang mendukung
pernyataan dari Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA dan Bapak Marolop S, SE
mengenai hak normatif buruh:
“...ada empat masalah ketenagakerjaan berdasarkan undang-undang
yaitu masalah perselisihan hak, masalah kepentingan, masalah PHK dan
masalah antar SP/SB. Perselisihan hak menyangkut masalah hak
normatif yang diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan.
Permasalahan kepentingan menyangkut masalah isi perjanjian kerja
bersama. Masalah antar SP/SB adalah perselisihan antar SP/SB dalam
perusahaan terkait serikat mana yang berhak mewakili pekerja dalam
perundingan dengan pemerintah untuk memutuskan UMP atau UMK
maupun hak-hak pekerja yang ditulis dalam perjanjian kerja
bersama.”(Wawancara 11 Mei 2016)
Hak normatif buruh yang tidak dipenuhi oleh pengusaha menimbulkan
perlawanan dari buruh. Buruh tentunya tidak tinggal diam menerima perlakukan
dari pengusaha yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati.
Pengusaha dalam prakteknya tidak menjalankan perjanjian kerja yang telah
disepakati menimbulkan pemasalahan industrial. Permasalahan yang tampak
anatara buruh dan pengusaha adalah konflik realistis. Konflik realistis terjadi
karena tidak dijalankannya perjanjian kerja bersama. Gesekan-gesekan yang

68
Universitas Sumatera Utara

terjadi antara pengusaha dan buruh tidak dapat dihindari karena menyangkut
keberlangsungan hidup buruh.
Bagan 4.2 Konflik Realistis dalam Hubungan Industrial

Hak Normatif

Buruh

Konflik Realistis

Pengusaha

Ketidakpatuhan pengusaha untuk memenuhi hak-hak buruh merupakan
akibat dari kurangnya fungsi pengawasan dari Disnaker atau pemerintah.
Tuntutan-tuntutan yang tidak dipenuhi oleh pengusaha membuat pengusaha
memilih untuk menutup perusahaannya (lock out) bahkan ada pengusaha yang
melarikan diri. Keadaan seperti ini membuat buruh tidak bisa melakukan apa-apa
dan hanya menonton saja bahkan mereka yang sudah putus asa mengambil
beberapa barang dan mesin yang ada di pabrik. Pemerintah hanya diam saja tanpa
ada klarifikasi yang jelas dan keputusan yang jelas terhadap masalah pengusaha
yang lari dan tidak memenuhi hak buruh. Harusnya ada penyelesaian langsung
dari pemerintah, apabila pengusaha lari maka aset yang masih ada harus disita dan
dieksekusi di pengadilan yang menyatakan perusahaan tersebut pailit kemudian
membayar hak buruh dari hasil penyitaan aset-aset perusahaan. Namun pada

69
Universitas Sumatera Utara

kenyataannya eksekusi yang seharusnya dilakukan tidak terlaksana sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
4.4.2

SBSI 1992 Sebagai Lembaga Katup Penyelamat

Sebagai sebuah institusi SBSI 1992 memungkinkan pengungkapan rasa
tidak puas terhadap struktur sesuai dengan sistem yang berlaku sehingga
meminimalisir pertentangan yang terjadi antara pihak pengusaha dengan buruh.
Seperti yang diungkapkan oleh Coser bahwa konflik yang terjadi dalam tatanan
masyarakat mendorong masyarakat untuk mengetahui hak yang seharusnya
mereka dapatkan dari pihak pengusaha dan cara untuk memperjuangkan hak
tersebut yang diwadahi oleh SBSI 1992. Buruh meyadari bahwah mereka harus
memperjuangkan hak-hak yang seharusnya diterima oleh buruh. SBSI 1992 yang
menjadi katup penyelamat meredakan permusuhan agar pihak-pihak yang
bertentangan yaitu buruh dan pengusaha tidak memanas. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Drs. Pahala Napitupulu PS, BA:
“...hubungan antara SBSI 1992 dan pengusaha adalah mitra, SBSI 1992
tidak hanya membela buruhnya tapi juga ikut membela pengusaha saat
bermasalah. Misalnya, TPL (Toba Pulp Lestari) yang terancam ditutup
namun SBSI 1992 mengatakan jangan ditutup karena kemana para
buruh jika perusahaan ditutup. Aqua farm yang terancam ditutup juga
mendapat pembelaaan dari SBSI 1992. Hanya sebagian kecil pengusaha
yang menganggap bahwa SBSI 1992 penting dan menerima kehadiran
SBSI 1992 sebagai mitra pengusaha. Serikat buruh tidak semata-mata
membela buruh namun juga membela perusahaan saat mendapatkan
masalah contohnya, saat pasokan bahan baku PT Bangun Gundar yang
ditahan oleh pihak beacukai di pelabuhan Belawan SBSI 1992 meminta
agar bahan baku tidak ditahan agar buruh dapat melanjutkan
pekerjaannya. Sama halnya dengan Aqua Farm yang mau ditutup karena
destinasi wisata Danau Toba, SBSI 1992 menolak ditutupnya
perusahaan dan meminta untuk memperbaiki sistem limbahnya bukan
menutup peternakan ikannya. Tidak selamanya SBSI 1992 hanya
membela buruh, perusahaan dianggap sebagai milik bersama karena
merupakan tempat untuk mencari nafkah para buruh. Buruh hidup dari
perusahaan dengan bekerja di perusahaan. Bukan berarti kita membenci
perusahaan ketika menyuarakan aspirasi buruh tetapi perusahaan harus

70
Universitas Sumatera Utara

memberikan hak buruh karena buruh melaksanakan kewajibannya
seperti kerja 8 jam, disiplin dan tepat waktu.” (Wawancara 23 April
2016)
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Lewis Coser bahwa lewat katup
penyelamat permusuhan dihambat agar tidak berpaling melawan obyek aslinya.
Tetapi penggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistem sosial
maupun bagi individu: mengurangi tekanan untuk menyempurnakan sistem untuk
memenuhi

kondisi-kondisi

yang sedang berubah maupun membendung

ketegangan dalam diri individu, menciptaan kemungkinan tumbuhnya ledakanledakan destruktif. SBSI 1992 menghambat buruh agar tidak langsung melawan
obyek asli yaitu pengusaha. SBSI 1992 meredakan konflik yang terjadi antara
buruh dan pengusaha agar tidak terjadi perlawanan yang bersifat merusak yang
dapat merugikan kedua belah pihak yang sedang bertikai. Buruh yang merasa
tertindas atas perlakuan pengusaha yang tidak memberikan haknya bisa saja
langsung melakukan perlawanan tanpa pikir panjang, namun karena buruh sudah
diberikan pendidikan dan pengarahan agar tidak melakukan tindakan yang dapat
merugikan mereka. Penyampaian hak-hak buruh harus dilakukan sesuai dengan
prosedur dan aturan yang berlaku. SBSI 1992 memegang peran yang penting
terhadap penyelesaian konflik antara buruh dan pengusaha. SBSI 1992
mendengarkan aspirasi buruh dan menyampaikannya kepada pihak pengusaha dan
tidak memperkeruh masalah dengan mengabil keuntungan dari masalah yang
terjadi.
SBSI 1992 harus mendukung sepenuhnya kepentingan buruh dan bersikap
selayaknya organisasi yang sedang melakukan advokasi terhadap hak buruh.
Apabila kepentingan buruh terhambat maka SBSI 1992 tempat berlindungnya

71
Universitas Sumatera Utara

buruh harus membuka jalan agar buruh bisa melaksanakan kewajibannya. Seperti
yang dilakukan SBSI 1992 yang langsung mendatangi pihak beacukai yang
menahan bahan baku agar mengeluarkan bahan baku dan buruh bisa melanjutkan
pekerjaanya. Apabila perusahaan berhenti untuk beroperasi maka buruh tidak
dapat melakukan kewajibannya sehingga buruh dapat meminta haknya yaitu upah
yang layak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan buruh. SBSI 1992
menampung aspirasi buruh dan menyampaikannya kepada pengusaha dan
pemerintah selaku pengawasan hubungan industrial antara buruh dan pengusaha.
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah membantu berjalannya hubungan
industrial yang harmonis. Pemerintah memegang peran penting dalam hubungan
industrial, fungsi pengawasan yang berjalan baik akan mengurangi pelanggaranpelanggaran perjanjian kerja bersama. Tindakan yang tegas dari pemerintah
terhadap pelanggaran yang terjadi membuat pengusaha akan berpikit dua kali
untuk tidak melaksanakan perjanjian kerja bersama dan peraturan perundangudangan yang mengatur tentang masalah perburuhan.
Serikat pekerja dalam hal ini SBSI 1992 menjadi tameng yang akan
melindungi buruh sebagai anggotanya agar tidak mendapatkan perlakuan yang
semena-mena dari pengusaha di perusahaan tempat buruh bekerja. Serikat buruh
dibentuk agar buruh merasa nyaman dan mendapat jaminan atas kelangsungan
dalam pekerjaan. SBSI 1992 yang memiliki basis masa yang besar dan solid
menjadi kekuatan dalam sistem Hubungann Industrial sehingga SBSI 1992 dapat
melakukan advokasi dan menghindari kerugian bagi buruh. Serikat buruh
merupakan tempat bersandar bagi buruh. Dengan rasa solidaritas dan perasaan
senasib sepenanggungan maka serikat buruh akan melakukan advokasi terhadap

72
Universitas Sumatera Utara

perusahaan. bukan hanya perusahaan saja yang dapat dikritisi tetapi kebijakankebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Advokasi yang dilakukan untuk
mengkritisi kebijakan pemerintah dilakukan dengan cara melakukan orasi dan
unjuk rasa seperti yang dilakukan SBSI 1992 dalam memperingati Mayday,
masalah yang disuarakan adalah masalah kebijakan pemerintah mengenai Upah
Minimum Provinsi dan Kota yang dianggap kurang memenuhi kebutuhan buruh.

Sebagai

individu

buruh

tidak

akan

mampu

melindungi

dan

memperjuangkan kepentingan dan hak-hak yang dimiliki, dan hanya melalui
serikat pekerjalah memungkinkan buruh menjadi lebih terwakili dan untuk
mempertinggi kekuatan dalam menghadapi tekanan dan tantangan yang dihadapi
buruh saat ini dan kedepan.

4.4.3

Proses Advokasi SBSI 1992 Dalam Memperjuangkan Hak

Buruh
Advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi
dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahapmaju (incremental). Dengan kata lain, Advokasi bukan revolusi, tetapi lebih
merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan peranti
demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam
sistem yang berlaku. Tujuan dari advokasi adalah menempatkan perubahan sosial
sebagai bagian dari dinamika yang dikendalikan oleh masyarakat. Bagi buruh,
sulit untuk mencari sistem yang mendukung kepentingannya. Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (SBSI 1992) hadir untuk menyuarakan hak-hak buruh yang
tidak diberikan oleh pengusaha. Dalam memperjuangkan ha-hak buruh SBSI 1992

73
Universitas Sumatera Utara

melakukan advokasi baik secara bipartit maupun tripartit. Hal ini sesuai dengan
penyataan dari Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA:
“Bentuk advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 melalui dua cara yaitu
bipartit dan tripartit. Pertama, bipartit dilak