Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Pengrajin Perabot Rumah Tangga di Toko Mulia Rattan, Jalan Gatot Subroto No. 350 Medan Tahun 2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, Ayat (2) menyatakan
bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan". Dengan demikian, kesempatan kerja merupakan masalah
yang amat mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setiap upaya
pembangunan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja sehingga setiap
warga negara dapat memperoleh pekerjaan dan menempuh kehidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Tenaga kerja dan
Transmigrasi adalah dokumen perencanaan pembangunan bidang ketenagakerjaan
dan transmigrasi dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan di bidang
tersebut, selama kurun waktu 15 (lima belas) tahun, mulai dari tahun 2010 hingga
2025. Dokumen ini merupakan penjabaran dari amanah pembangunan bidang
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang tertuang di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, yang selanjutnya disebut RPJP-Nakertrans, ditetapkan dengan
maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh unit kerja di
dalam struktur Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mewujudkan
cita-cita dan tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian
yang sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan dalam kurun waktu 2010-
1
Universitas Sumatera Utara
2
2025.
Keselamatan kerja para pekerja sangat penting nilainya bagi suatu industri,
karena
hal
tersebut
merupakan
kunci
keberhasilan
perusahaan
dalam
meningkatkan nama baik industri dalam bidang K3, namun seperti yang kita lihat
sekarang, masih banyak kecelakaan kerja yang terjadi di suatu industri. Kita
ketahui, bahwa keselamatan kerja para pekerja termasuk dalam Undang-Undang
Republik Indonesia. UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 1). Untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh
guna
mewujudkan
produktivitas
kerja
yang
optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 2)
(Kepnakertrans, 2012).
Menurut Sialagan (2008) yang mengutip hasil penelitian Bird (1990),
kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat
membahayakan orang, menyebabkan kerusakan pada properti atau kerugian pada
proses. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi dapat menganggu
operasi perusahaan. Kerugian yang dialami perusahaan dapat berupa kerugian
ekonomi dan non ekonomi.
Kerugian ekonomi adalah segala kerugian yang bisa dinilai dengan uang,
seperti rusaknya bangunan, peralatan, mesin, dan bahan, biaya untuk pengobatan,
perawatan, dan santunan bagi tenaga kerja yang cedera/sakit, serta hari kerja yang
hilang karena operasi perusahaan yang terhenti sementara. Kerugian non ekonomi
Universitas Sumatera Utara
3
antara lain yaitu rusaknya citra perusahaan, bahkan jika kejadian itu menimbulkan
kematian pada tenaga kerja (Sahab, 1997).
Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour
Organization (ILO) (1989) yang penelitiannya dikutip oleh Suma’mur (1999)
memberikan kesimpulan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, hal
ini setara dengan 1 orang setiap 15 menit atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit
dan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang
meninggal dua kali lebih banyak dibanding wanita, karena mereka lebih mungkin
melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja
telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita
dalam pekerjaan seperti terkena zat kimia beracun.
Di Indonesia, berdasarkan data Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),
angka kecelakaan kerja lima tahun terakhir cenderung naik. Pada 2012 terdapat
99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun
2011 terdapat 98.711 kasus kecelakaan kerja, 2010 terdapat 96.314 kasus, 2009
terdapat 94.736 kasus, dan 2008 terdapat 83.714 kasus.
Sebenarnya setiap kecelakaan itu dapat diramalkan atau diduga dari
semula jika perbuatan dan tindakan yang tidak aman atau tidak memenuhi
persyaratan. Statistik mengungkapkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh
perbuatan yang tidak aman ( Unsafe act), dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak
aman (Unsafe Condition) (Silalahi, 1985).
Beberapa pendekatan dilakukan untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya cidera akibat kecelakaaan dan berdasarkan hasil komparasi yang
Universitas Sumatera Utara
4
dilakukan oleh Stephen Guastello (1993) yang penelitiannya dikutip oleh Geller
(2001) terhadap beberapa pendekatan untuk mengurangi cidera di tempat kerja
menunjukan bahwa pendekatan terhadap perilaku mencapai hasil yang paling
berhasil untuk mengurangi cidera di tempat kerja yaitu sebesar 59,6% diikuti
dengan pendekatan ergonomi sebesar 51,6%, dan pendekatan engineering control
sebesar 29%. Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan
perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya
meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif.
Perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku berisiko atau tidak
aman (at risk behavior ) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan
bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam
perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe
behavior ) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja.
Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety
berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya
mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha
pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan
juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan.
Proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktorfaktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (internal) seperti susunan
syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor
yang berasal dari luar (eksternal) seperti lingkungan fisik/non fisik, iklim,
manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
5
Semakin
baik
peran
supervisor
dalam
K3
maka
akan sangat
mempengaruhi perilaku aman pekerja di tempat tersebut. Adapun peran
supervisor pada hakikatnya adalah kepemimpinan yang merupakan refleksi sistem
manajemen yang ada. Jadi, supervisor (pengawas) yang baik akan menumbuhkan
rasa tanggung jawab yang pada akhirnya akan membentuk perilaku kerja yang
aman (Karyani, 2005).
Seperti yang telah kita ketahui bahwa unsafe act dan unsafe condition
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan. Kehatihatian dan perilaku pekerja yang aman sangat dibutuhkan untuk menghindari
terjadinya kecelakaan akibat unsafe act karena pendekatan terhadap pekerjalah
yang dapat dilakukan apabila mesin sulit dikendalikan. Selain itu, Heinrich (1980)
memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja yang tidak
aman (unsafe act). Meningkatnya keselamatan kerja maka dapat meningkatkan
produktivitas pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemajuan dan
kesejahteraan. Selain itu, manusia merupakan salah satu aset terbesar dalam
mencapai keberhasilan perusahaan.
Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang
memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus.
Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas
panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi duri-duri panjang, keras, dan
tajam. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Sebagian besar
rotan berasal dari hutan di Malesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan
Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70% kebutuhan rotan dunia.
Universitas Sumatera Utara
6
Toko Mulia Rattan merupakan salah satu industri informal yang
memproduksi berbagai perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan. Setiap
hari memproduksi berbagai macam perabot sesuai dengan pesanan para pembeli.
Toko Mulia Rattan berdiri sejak tahun 2001 yang beralamat di Jalan Gatot
Subroto No. 350, Medan. Karyawan yang bekerja di Toko Mulia Rattan sebanyak
7 orang. Masing-masing karyawan mempunyai keahlian dalam pekerjaannya.
Proses pembuatan perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan yaitu:
1. Mendesain gambar
Setiap perabot yang hendak dibuat, terlebih dahulu ditentukan desain
gambar dengan skala tertentu. Adapun hal yang harus sangat diperhatikan dalam
proses ini yaitu ukuran, bentuk dan gaya yang diinginkan oleh pembeli.
2. Persiapan bahan baku kerangka perabot
Dalam proses ini, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan bahan baku
rotan yang dalam kondisi baik, kuat dan tidak ada retak atau pembusukan.
Selanjutnya, bahan baku rotan diukur dan dipilih berdasarkan panjang dan
diameter sesuai dengan skala pada desain gambar yang telah dibuat sebelumnya.
3. Pembengkokan
Bahan baku kerangka yang telah dipilih tadi kemudian dilakukan
pembengkokan dengan cara dipanaskan dengan api (setengah dibakar) sampai
agak lunak sehingga dapat dibentuk sesuai dengan besar atau bentuk sudut yang
diinginkan seperti pada desain gambar. Agar bentuk sudutnya tetap terjaga setelah
dibengkokkan, diusahakan bagian sudut tersebut diikat dengan kulit rotan yang
Universitas Sumatera Utara
7
lebih kecil. Hal ini dilakukan kepada setiap kerangka-kerangka perabot untuk
sementara waktu sebelum memasuki proses berikutnya.
4. Perakitan
Proses perakitan adalah merangkai setiap kerangka-kerangka yang telah
dibentuk ukuran panjang dan sudutnya tadi menjadi satu kesatuan utuh.
Kerangka- kerangka tersebut dirangkai dengan paku atau diikat dengan kulit
rotan.
5. Penganyaman
Penganyaman dilakukan dengan menganyam sisi-sisi dari kerangka rotan
yang telah dibentuk tadi dengan menggunakan kulit rotan ataupun rotan kecil
yang sudah dipilih dan dihaluskan terlebih dahulu. Penganyaman pada perabot
rumah tangga ini ada beragam macam teknik dan disesuaikan dengan desain
gambar atau keinginan pembeli.
6. Finishing
Proses terkahir adalah finishing dengan melakukan pengampelasan
terlebih dahulu agar hasil anyaman lebih halus dan bersih. Kemudian debu-debu
hasil pengampelasan yang masih menempel di perabot dibersihkan untuk
selanjutnya dilakukan proses pengecatan.
Alat-alat yang digunakan pada industri produk jadi rotan meliputi: kompor
solder, bor listrik, gergaji rotan dan biasa, gunting rotan, parang, martil, kakak tua
dan engkol tangan. Selain itu, sebagian kecil ada yang menggunakan kompresor,
mesin potong, sekrup (alat tembak untuk memasukkan paku) dan taples. Kegiatan
proses produksi dilakukan pada suatu bangunan rumah. Bangunan rumah tersebut
Universitas Sumatera Utara
8
dibagi menjadi tempat proses produksi, pemajangan produk jadi rotan dan tempat
tinggal.
Disamping penggunaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses produksi,
ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan
usaha rumah tangga industri produk jadi rotan. Sarana transportasi yang
digunakan adalah kendaraan milik pribadi dan kendaraan umum. Kendaraan
umum seperti angkutan kota (angkot), truk dan bus kota selalu ada setiap saat,
sedangkan kendaraan milik pribadi rumah tangga pengusaha sebagian besar
adalah kendaraan roda dua.
Berdasarkan hasil observasi ditemukan beberapa perilaku tidak aman yang
dilakukan oleh pekerja. Selain itu juga ditemukan beberapa kecelakaan yang
terjadi ketika pekerja sedang mengerjakan tugasnya, misalnya pada pekerja bagian
perekat rotan dari kerangka perabot menjadi perabot utuh. Pada saat pekerja
tersebut sedang memalu rotan agar saling merekat, kerap sekali palu mengenai jari
pekerja. Terkadang ada yang tidak mengeluarkan darah dan ada juga sampai
mengeluarkan darah, kemudian pekerja hanya membalut luka dengan kain dengan
tidak memberikan antibiotik atau obat apapun yang bisa mencegah terjadinya
infeksi. Begitu juga pekerja bagian memahat sering sekali mengalami luka di
tangan tangan akibat terkena kulit rotan yang tipis dari sisa-sisa pahatan,
sehingga menimbulkan rasa perih dan sakit. Akan tetapi, pekerja tetap tidak mau
melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan yang berulang.
Hasil wawancara dengan seorang karyawan juga diketahui bahwa semua
pekerja di setiap bagian pekerjaan dipastikan sering mengalami kecelakaan dan ini
Universitas Sumatera Utara
9
terjadi hampir setiap harinya. Rata-rata setiap kecelakaan kerja yang terjadi hanya
dianggap hal biasa dan kecil juga gampang diatasi dengan hanya membalut luka
dengan kain. Pekerja Toko Mulia Rattan kurang menyadari pentingnya
memperhatikan perilaku dan tindakan aman untuk mengurangi resiko kecelakaan
yang kemungkinan bisa terjadi ketika pekerja sedang bekerja, misalnya tidak
memakai sarung tangan, tidak memakai kaca mata pelindung pada saat sedang
menggergaji rotan dan tidak memakai masker.
Melihat akan hal ini, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Toko
Mulia Rattan dan melihat gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin
perabot rumah tangga.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada
pekerja pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto,
No. 350, Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot
rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan tahun
2015.
Universitas Sumatera Utara
10
1.4. Manfaat Penelitian
1.
Sebagai bahan masukan bagi pihak pemilik toko mengenai pentingnya
diperhatikan gambaran perilaku tidak aman.
2.
Sebagai bahan masukan bagi pekerja mengenai gambaran perilaku tidak
aman.
3.
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis khususnya
mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot
rumah tangga.
4.
Sebagai penambah pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti lain.
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 27, Ayat (2) menyatakan
bahwa "tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan". Dengan demikian, kesempatan kerja merupakan masalah
yang amat mendasar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Setiap upaya
pembangunan harus diarahkan pada penciptaan lapangan kerja sehingga setiap
warga negara dapat memperoleh pekerjaan dan menempuh kehidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Tenaga kerja dan
Transmigrasi adalah dokumen perencanaan pembangunan bidang ketenagakerjaan
dan transmigrasi dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan di bidang
tersebut, selama kurun waktu 15 (lima belas) tahun, mulai dari tahun 2010 hingga
2025. Dokumen ini merupakan penjabaran dari amanah pembangunan bidang
ketenagakerjaan dan ketransmigrasian yang tertuang di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, yang selanjutnya disebut RPJP-Nakertrans, ditetapkan dengan
maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh unit kerja di
dalam struktur Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mewujudkan
cita-cita dan tujuan pembangunan di bidang ketenagakerjaan dan ketransmigrasian
yang sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan dalam kurun waktu 2010-
1
Universitas Sumatera Utara
2
2025.
Keselamatan kerja para pekerja sangat penting nilainya bagi suatu industri,
karena
hal
tersebut
merupakan
kunci
keberhasilan
perusahaan
dalam
meningkatkan nama baik industri dalam bidang K3, namun seperti yang kita lihat
sekarang, masih banyak kecelakaan kerja yang terjadi di suatu industri. Kita
ketahui, bahwa keselamatan kerja para pekerja termasuk dalam Undang-Undang
Republik Indonesia. UU No. 13 Tahun 2003 menegaskan bahwa setiap
pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 1). Untuk melindungi keselamatan
pekerja/buruh
guna
mewujudkan
produktivitas
kerja
yang
optimal
diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja (pasal 86, ayat 2)
(Kepnakertrans, 2012).
Menurut Sialagan (2008) yang mengutip hasil penelitian Bird (1990),
kecelakaan merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan dapat
membahayakan orang, menyebabkan kerusakan pada properti atau kerugian pada
proses. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terjadi dapat menganggu
operasi perusahaan. Kerugian yang dialami perusahaan dapat berupa kerugian
ekonomi dan non ekonomi.
Kerugian ekonomi adalah segala kerugian yang bisa dinilai dengan uang,
seperti rusaknya bangunan, peralatan, mesin, dan bahan, biaya untuk pengobatan,
perawatan, dan santunan bagi tenaga kerja yang cedera/sakit, serta hari kerja yang
hilang karena operasi perusahaan yang terhenti sementara. Kerugian non ekonomi
Universitas Sumatera Utara
3
antara lain yaitu rusaknya citra perusahaan, bahkan jika kejadian itu menimbulkan
kematian pada tenaga kerja (Sahab, 1997).
Berdasarkan Riset yang dilakukan badan dunia International Labour
Organization (ILO) (1989) yang penelitiannya dikutip oleh Suma’mur (1999)
memberikan kesimpulan bahwa setiap hari rata-rata 6.000 orang meninggal, hal
ini setara dengan 1 orang setiap 15 menit atau 2,2 juta orang per tahun akibat sakit
dan kecelakaan kerja yang berkaitan dengan pekerjaan mereka. Jumlah pria yang
meninggal dua kali lebih banyak dibanding wanita, karena mereka lebih mungkin
melakukan pekerjaan berbahaya. Secara keseluruhan, kecelakaan di tempat kerja
telah menewaskan 350.000 orang. Sisanya meninggal karena sakit yang diderita
dalam pekerjaan seperti terkena zat kimia beracun.
Di Indonesia, berdasarkan data Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek),
angka kecelakaan kerja lima tahun terakhir cenderung naik. Pada 2012 terdapat
99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun
2011 terdapat 98.711 kasus kecelakaan kerja, 2010 terdapat 96.314 kasus, 2009
terdapat 94.736 kasus, dan 2008 terdapat 83.714 kasus.
Sebenarnya setiap kecelakaan itu dapat diramalkan atau diduga dari
semula jika perbuatan dan tindakan yang tidak aman atau tidak memenuhi
persyaratan. Statistik mengungkapkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh
perbuatan yang tidak aman ( Unsafe act), dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak
aman (Unsafe Condition) (Silalahi, 1985).
Beberapa pendekatan dilakukan untuk mengurangi atau mencegah
terjadinya cidera akibat kecelakaaan dan berdasarkan hasil komparasi yang
Universitas Sumatera Utara
4
dilakukan oleh Stephen Guastello (1993) yang penelitiannya dikutip oleh Geller
(2001) terhadap beberapa pendekatan untuk mengurangi cidera di tempat kerja
menunjukan bahwa pendekatan terhadap perilaku mencapai hasil yang paling
berhasil untuk mengurangi cidera di tempat kerja yaitu sebesar 59,6% diikuti
dengan pendekatan ergonomi sebesar 51,6%, dan pendekatan engineering control
sebesar 29%. Selain itu, Geller (2001) menggambarkan pentingnya pendekatan
perilaku yang didasari keselamatan (behavior based safety) dalam upaya
meningkatkan keselamatan kerja baik yang bersikap reaktif atau proaktif.
Perspektif reaktif upaya keselamatan ditelusuri dari perilaku berisiko atau tidak
aman (at risk behavior ) yang berakibat pada kerugian. Hal ini dapat diartikan
bahwa upaya reaktif menunggu terjadinya tidak aman dulu. Sedangkan dalam
perspektif proaktif upaya keselamatan kerja ditelusuri dari perilaku aman (safe
behavior ) yang menghasilkan suatu kesuksesan pencegahan kecelakaan kerja.
Geller (2001) juga menyebutkan agar pencapaian behavior based safety
berhasil adalah lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang berupaya
mendorong terjadinya peningkatan perilaku aman. Upaya ini berujung pada usaha
pencegahan terjadinya kecelakaan di tempat kerja atau hal ini dapat dikatakan
juga berupa pendekatan yang bersifat proaktif dalam manajemen keselamatan.
Proses pembentukan dan perubahan perilaku manusia terdapat faktorfaktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam (internal) seperti susunan
syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan sebagainya. Sedangkan faktor
yang berasal dari luar (eksternal) seperti lingkungan fisik/non fisik, iklim,
manusia sosial, dan ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya (Notoadmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
5
Semakin
baik
peran
supervisor
dalam
K3
maka
akan sangat
mempengaruhi perilaku aman pekerja di tempat tersebut. Adapun peran
supervisor pada hakikatnya adalah kepemimpinan yang merupakan refleksi sistem
manajemen yang ada. Jadi, supervisor (pengawas) yang baik akan menumbuhkan
rasa tanggung jawab yang pada akhirnya akan membentuk perilaku kerja yang
aman (Karyani, 2005).
Seperti yang telah kita ketahui bahwa unsafe act dan unsafe condition
mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap terjadinya kecelakaan. Kehatihatian dan perilaku pekerja yang aman sangat dibutuhkan untuk menghindari
terjadinya kecelakaan akibat unsafe act karena pendekatan terhadap pekerjalah
yang dapat dilakukan apabila mesin sulit dikendalikan. Selain itu, Heinrich (1980)
memperkirakan 85% kecelakaan adalah hasil kontribusi perilaku kerja yang tidak
aman (unsafe act). Meningkatnya keselamatan kerja maka dapat meningkatkan
produktivitas pekerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemajuan dan
kesejahteraan. Selain itu, manusia merupakan salah satu aset terbesar dalam
mencapai keberhasilan perusahaan.
Rotan adalah sekelompok palma dari puak (tribus) Calameae yang
memiliki habitus memanjat, terutama Calamus, Daemonorops, dan Oncocalamus.
Batang rotan biasanya langsing dengan diameter 2-5cm, beruas-ruas
panjang, tidak berongga, dan banyak yang dilindungi duri-duri panjang, keras, dan
tajam. Suatu batang rotan dapat mencapai panjang ratusan meter. Sebagian besar
rotan berasal dari hutan di Malesia, seperti Sumatra, Jawa, Borneo, Sulawesi, dan
Nusa Tenggara. Indonesia memasok 70% kebutuhan rotan dunia.
Universitas Sumatera Utara
6
Toko Mulia Rattan merupakan salah satu industri informal yang
memproduksi berbagai perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan. Setiap
hari memproduksi berbagai macam perabot sesuai dengan pesanan para pembeli.
Toko Mulia Rattan berdiri sejak tahun 2001 yang beralamat di Jalan Gatot
Subroto No. 350, Medan. Karyawan yang bekerja di Toko Mulia Rattan sebanyak
7 orang. Masing-masing karyawan mempunyai keahlian dalam pekerjaannya.
Proses pembuatan perabot rumah tangga dengan bahan dasar rotan yaitu:
1. Mendesain gambar
Setiap perabot yang hendak dibuat, terlebih dahulu ditentukan desain
gambar dengan skala tertentu. Adapun hal yang harus sangat diperhatikan dalam
proses ini yaitu ukuran, bentuk dan gaya yang diinginkan oleh pembeli.
2. Persiapan bahan baku kerangka perabot
Dalam proses ini, terlebih dahulu harus dilakukan pemilihan bahan baku
rotan yang dalam kondisi baik, kuat dan tidak ada retak atau pembusukan.
Selanjutnya, bahan baku rotan diukur dan dipilih berdasarkan panjang dan
diameter sesuai dengan skala pada desain gambar yang telah dibuat sebelumnya.
3. Pembengkokan
Bahan baku kerangka yang telah dipilih tadi kemudian dilakukan
pembengkokan dengan cara dipanaskan dengan api (setengah dibakar) sampai
agak lunak sehingga dapat dibentuk sesuai dengan besar atau bentuk sudut yang
diinginkan seperti pada desain gambar. Agar bentuk sudutnya tetap terjaga setelah
dibengkokkan, diusahakan bagian sudut tersebut diikat dengan kulit rotan yang
Universitas Sumatera Utara
7
lebih kecil. Hal ini dilakukan kepada setiap kerangka-kerangka perabot untuk
sementara waktu sebelum memasuki proses berikutnya.
4. Perakitan
Proses perakitan adalah merangkai setiap kerangka-kerangka yang telah
dibentuk ukuran panjang dan sudutnya tadi menjadi satu kesatuan utuh.
Kerangka- kerangka tersebut dirangkai dengan paku atau diikat dengan kulit
rotan.
5. Penganyaman
Penganyaman dilakukan dengan menganyam sisi-sisi dari kerangka rotan
yang telah dibentuk tadi dengan menggunakan kulit rotan ataupun rotan kecil
yang sudah dipilih dan dihaluskan terlebih dahulu. Penganyaman pada perabot
rumah tangga ini ada beragam macam teknik dan disesuaikan dengan desain
gambar atau keinginan pembeli.
6. Finishing
Proses terkahir adalah finishing dengan melakukan pengampelasan
terlebih dahulu agar hasil anyaman lebih halus dan bersih. Kemudian debu-debu
hasil pengampelasan yang masih menempel di perabot dibersihkan untuk
selanjutnya dilakukan proses pengecatan.
Alat-alat yang digunakan pada industri produk jadi rotan meliputi: kompor
solder, bor listrik, gergaji rotan dan biasa, gunting rotan, parang, martil, kakak tua
dan engkol tangan. Selain itu, sebagian kecil ada yang menggunakan kompresor,
mesin potong, sekrup (alat tembak untuk memasukkan paku) dan taples. Kegiatan
proses produksi dilakukan pada suatu bangunan rumah. Bangunan rumah tersebut
Universitas Sumatera Utara
8
dibagi menjadi tempat proses produksi, pemajangan produk jadi rotan dan tempat
tinggal.
Disamping penggunaan alat-alat yang dibutuhkan dalam proses produksi,
ketersediaan sarana transportasi merupakan faktor pendukung bagi keberhasilan
usaha rumah tangga industri produk jadi rotan. Sarana transportasi yang
digunakan adalah kendaraan milik pribadi dan kendaraan umum. Kendaraan
umum seperti angkutan kota (angkot), truk dan bus kota selalu ada setiap saat,
sedangkan kendaraan milik pribadi rumah tangga pengusaha sebagian besar
adalah kendaraan roda dua.
Berdasarkan hasil observasi ditemukan beberapa perilaku tidak aman yang
dilakukan oleh pekerja. Selain itu juga ditemukan beberapa kecelakaan yang
terjadi ketika pekerja sedang mengerjakan tugasnya, misalnya pada pekerja bagian
perekat rotan dari kerangka perabot menjadi perabot utuh. Pada saat pekerja
tersebut sedang memalu rotan agar saling merekat, kerap sekali palu mengenai jari
pekerja. Terkadang ada yang tidak mengeluarkan darah dan ada juga sampai
mengeluarkan darah, kemudian pekerja hanya membalut luka dengan kain dengan
tidak memberikan antibiotik atau obat apapun yang bisa mencegah terjadinya
infeksi. Begitu juga pekerja bagian memahat sering sekali mengalami luka di
tangan tangan akibat terkena kulit rotan yang tipis dari sisa-sisa pahatan,
sehingga menimbulkan rasa perih dan sakit. Akan tetapi, pekerja tetap tidak mau
melakukan tindakan pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan yang berulang.
Hasil wawancara dengan seorang karyawan juga diketahui bahwa semua
pekerja di setiap bagian pekerjaan dipastikan sering mengalami kecelakaan dan ini
Universitas Sumatera Utara
9
terjadi hampir setiap harinya. Rata-rata setiap kecelakaan kerja yang terjadi hanya
dianggap hal biasa dan kecil juga gampang diatasi dengan hanya membalut luka
dengan kain. Pekerja Toko Mulia Rattan kurang menyadari pentingnya
memperhatikan perilaku dan tindakan aman untuk mengurangi resiko kecelakaan
yang kemungkinan bisa terjadi ketika pekerja sedang bekerja, misalnya tidak
memakai sarung tangan, tidak memakai kaca mata pelindung pada saat sedang
menggergaji rotan dan tidak memakai masker.
Melihat akan hal ini, maka peneliti tertarik melakukan penelitian di Toko
Mulia Rattan dan melihat gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin
perabot rumah tangga.
1.2.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada
pekerja pengrajin perabot rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto,
No. 350, Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot
rumah tangga di Toko Mulia Rattan, Jl. Gatot Subroto, No. 350, Medan tahun
2015.
Universitas Sumatera Utara
10
1.4. Manfaat Penelitian
1.
Sebagai bahan masukan bagi pihak pemilik toko mengenai pentingnya
diperhatikan gambaran perilaku tidak aman.
2.
Sebagai bahan masukan bagi pekerja mengenai gambaran perilaku tidak
aman.
3.
Sebagai penambah wawasan dan pengetahuan kepada penulis khususnya
mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja pengrajin perabot
rumah tangga.
4.
Sebagai penambah pengetahuan dan sebagai referensi bagi peneliti lain.
Universitas Sumatera Utara