Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja di Unit Welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara Tahun 2012

(1)

GAMBARAN PERILAKU TIDAK AMAN PADA PEKERJA DI UNIT WELDING PT. GAYA MOTOR, SUNTER II, JAKARTA UTARA

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh:

WIDAYU RAHMIDHA NOER NIM: 108101000022

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H/2012 M


(2)

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2012

Widayu Rahmidha Noer NIM: 108101000022


(3)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, November 2012

Widayu Rahmidha Noer, NIM: 108101000022

Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja di Unit Welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara Tahun 2012

xvi + 162 halaman, 5 tabel, 13 gambar, 5 lampiran ABSTRAK

Perilaku tidak aman dianggap sebagai hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh organisasi yaitu pihak manajemen. Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Gaya Motor, pada tahun 2009, dari 14 kasus kecelakaan kerja (SR 1,24), 10 kasus disebabkan oleh perilaku tidak aman dan 4 kasus disebabkan oleh kondisi tidak aman. Tahun 2010, dari 11 kasus kecelakaan kerja (SR 3,10), 10 kasus disebabkan oleh perilaku tidak aman dan 1 kasus disebabkan oleh kondisi tidak aman, sedangkan pada tahun 2011, dari 14 kasus kecelakaan kerja (SR 1,83), seluruhnya disebabkan oleh perilaku tidak aman.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-September 2012 di unit welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tujuan menggambarkan perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor. Informan dalam penelitian ini adalah foreman, group leader, dan pekerja. Data dikumpulkan dengan cara observasi dan wawancara.

Hasil penelitian ini berupa bentuk perilaku tidak aman yaitu melakukan pekerjaan tanpa wewenang, gagal dalam mengamankan, menghilangkan alat pengaman, menggunakan peralatan yang rusak, tidak menggunakan APD dengan benar, pengisian/pembebanan yang tidak sesuai, cara mengangkat yang salah, posisi tubuh yang salah, memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi, dan bersenda gurau pada saat bekerja. Saran untuk penelitian ini adalah meningkatkan pengawasan kepada pekerja dan menindak tegas pekerja yang melanggar peraturan, memberikan tanda peringatan pada alat pengelasan yang rusak, pelindung cakram pada gerinda jangan dilepas dan tetap dipasang, pekerja harus melapor kepada maintenance atau group leader jika alat kerja rusak, memberikan pelatihan kepada pekerja cara memelihara APD yang mereka gunakan, pekerja harus segera melapor kepada group leader jika APD yang mereka gunakan rusak, menggunakan kereta dorong saat membawa panel dalam jumlah yang banyak, memberikan pelatihan kepada pekerja teknik mengangkat panel yang baik dan benar, mendesain kembali meja panel dengan mempertimbangkan faktor ergonomi, tidak diizinkan pekerja memperbaiki sendiri alat las yang rusak.


(4)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES STUDY PROGRAMME OF PUBLIC HEALTH

OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduated Thesis, November 2012

Widayu Rahmidha Noer, NIM: 108101000022

Description of Unsafe Action at Workers in Welding Unit PT. Gaya Motor, Sunter II, North Jakarta in 2012.

xvi + 162 pages, 5 tables, 13 pictures, 5 attachments ABSTRACT

Unsafe action can be assumed as the result of mistake done by either the workers themselves or the one done by the organization in this case the management. Based on works accident data year 2009 by PT. Gaya Motor, out of 14 works accident cases (SR 1,24), 10 cases caused by unsafe action and 4 causes were caused by unsafe condition. In year 2010, out of 11 works accident cases (SR 3,10), 10 cases caused by unsafe action, the other one was caused by unsafe condition, as in year 2011, out of 14 work accident cases (SR 1,83), all of it were caused by unsafe action and 7 of those cases were happened in welding unit. All of the cases were caused by the workers unsafe action.

This Study was done between July to September year 2011 in welding unit of PT. Gaya Motor, Sunter II, North Jakarta. This research is a qualitative study with the aim of describing the behavior of workers in unsafe welding unit PT. Gaya Motor. Informants in this study is the foreman, group leader, and workers. Data collected by observation and interview.

The result of this study shows that the forms of workers unsafe action in welding unit of PT. Gaya Motor, consist of doing work without authorization, failure to secure, removing safety devices, using defective equipment, failing to use PPE properly, improper loading, improper lifting, improper position for task, servicing equipment in operation, and horseplay. Suggestions for this research is to improve the supervision of employees and take action against employees who violate the rules, providing warning signs of damaged welding equipment, protective discs to grinding should not be removed and remain installed, workers must report to maintenance or a group leader if the damaged work tools, providing training to workers how to maintain PPE they use, workers should immediately report to the group leader if they use damaged PPE, using a stroller while carrying the panels in large numbers, provide training to employees lifting technique is good and right panels , redesign the table panel with ergonomic factors into account, workers are not allowed to fix it yourself welding tools are broken.


(5)

(6)

(7)

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. DATA PRIBADI

Nama : Widayu Rahmidha Noer Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Jakarta, 5 September 1989 Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Sawo Ujung 1 No. 39 Rt. 008/010 Cijantung 3, Jakarta Timur

Fakultas/Jurusan : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/Kesehatan Masyarakat (K3) Agama : Islam

E-mail : luffy_gom2@yahoo.com

B. PENDIDIKAN FORMAL Tahun Nama Sekolah

1994 - 1995 TK ISLAM BUDI MULIA JAKARTA 1995 – 2001 MIN 3 CIJANTUNG JAKARTA

2001 – 2004 SMP ISLAM PB. SUDIRMAN JAKARTA 2004 – 2007 SMAN 98 JAKARTA

2008–Sekarang UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur yang teramat dalam saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas kebesaran dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih ya Allah atas kemudahan-kemudahan, kesabaran, kekuatan, dan pertolongan yang telah Engkau berikan kepada saya, karena tanpa itu semua saya tidak dapat melangkah sampai sejauh ini. Saya ucapkan juga terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang saya yang tercinta, Bapak Wito Wiharjo dan Ibu Diah Sritani, atas do’a, semangat, dan dukungan yang tidak ada henti-hentinya yang diberikan kepada saya selama proses pengerjaaan skripsi ini dari awal hingga akhir. Kalian adalah orang tua yang luar biasa bagi saya. Selanjutnya, kepada kakak dan adik saya, Wira Noer Riadho, S.EI dan Widiakso Noer Fajrin, yang telah memberikan dukungan dan do’a kepada saya.

Selama proses pengerjaan dan pembuatan skripsi ini, tidak dapat dipungkiri bahwa saya tidak akan mampu bekerja sendiri tanpa mendapat bantuan, bimbingan, saran, kritik, dukungan, dan penghiburan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulusnya kepada:

1. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta dan selaku dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan saran dan masukan selama saya menjalani proses perkuliahan.

2. Bapak Drs. M. Farid Hamzens, M.Si, selaku dosen pembimbing 1, yang telah memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya dengan sabar sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.


(9)

3. Ibu Iting Shofwati, ST, M.KKK, selaku dosen pembimbing 2, yang telah memberikan ilmunya dan meluangkan waktunya untuk membimbing saya dengan sabar sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, M.MA, Ibu Minsarnawati, SKM, M.Kes, dan Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK, selaku tim penguji sidang ujian skripsi, yang telah menguji, memberikan kritik, dan saran untuk kemajuan skripsi ini.

5. Bapak E. Doni Prasetyo, AMD, selaku pemegang program Environmental, Health, and Safety PT. Gaya Motor sekaligus pembimbing lapangan saya, yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan saya dengan sabar selama proses pengambilan data, serta kebaikannya untuk memberikan data-data dan informasi yang saya butuhkan untuk kepentingan pembuatan skripsi ini.

6. Bapak Purwanto, selaku staff departemen PGA, yang telah mengizinkan saya untuk melakukan pengambilan data di PT. Gaya Motor.

7. Seluruh karyawan unit welding PT. Gaya Motor, yang telah meluangkan waktunya untuk diwawancarai dan membantu saya dalam proses pengumpulan data.

8. Seluruh staff departemen teknik PT. Gaya Motor, yang telah memberikan bantuan kepada saya saat proses pengambilan data.

9. Bapak Sugeng Praptono, yang telah banyak membantu saya dari awal sampai akhir proses pengambilan data skripsi.

10. Hermansyah, SKM, yang telah memberikan dukungan, do’a, dan saran-sarannya. 11.Zumrotun, Nur Rinilda, Titah Wulandari, Ayu Dwi Lestari, Siti Farhatun, Sari


(10)

12.dan membantu saya pada saat penyelesaian skripsi ini. Mudah-mudahan kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.

13.Teman-temanku satu angkatan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Mudah-mudahan urusan kita semua diberi kelancaran dan keMudah-mudahan oleh Allah SWT. 14.Semua pihak yang mungkin belum saya sebutkan dan yang tidak dapat saya

sebutkan satu per satu.

Saya menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna dengan segala kekurangannya sehingga tidak lupa saya utarakan bahwa dengan senang hati saya menanti saran dan kritik yang membangun dari Bapak, Ibu, rekan-rekan, maupun pembaca untuk melengkapi skripsi ini sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang menggunakannya.

Jakarta, Desember 2012 Hormat Saya,


(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN……… i

ABSTRAK……… ii

LEMBAR PENGESAHAN……… iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP……… vi

KATA PENGANTAR………. vii

DAFTAR ISI.………... x

DAFTAR TABEL……… xiv

DAFTAR GAMBAR ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I. PENDAHULUAN……… 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Rumusan Masalah………... 9

1.3 Pertanyaan Penelitian……….. 10

1.4 Tujuan Penelitian………... 10

1.4.1 Tujuan Umum……….. 10

1.4.2 Tujuan Khusus………. 10

1.5 Manfaat Penelitian………... 11

1.5.1 Bagi Perusahaan……….. 11

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta…... 12

1.5.3 Bagi Peneliti……… 12

1.6 Ruang Lingkup Penelitian………... 12


(12)

2.1 Kecelakaan Kerja………... 14

2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja……… 14

2.1.2 Kerugian-Kerugian Kecelakaan Akibat Kerja………... 15

2.1.3 Konsep Kecelakaan……… 15

2.1.4 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan………. 17

2.2 Perilaku……….. 20

2.2.1 Pengertian Perilaku……… 20

2.2.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku………... 21

2.2.3 Determinan Perilaku……….. 22

2.3 Perilaku Tidak Aman………. 23

2.3.1 Pengertian……….. 23

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Aman… 25 2.3.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman……… 26

2.4 Pengelasan………..36

2.4.1 Pengertian Pengelasan………... 36

2.4.2 Jenis-Jenis Pengelasan………... 37

2.4.3 Bahaya Dalam Pengelasan………. 42

2.4.4 Perlengkapan Keselamatan Kerja Las………... 45

2.5 Kerangka Teori……….. 47

BAB III. KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH……… 49

3.1 Kerangka Berpikir……… 49

3.2 Definisi Istilah……….. 51

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN………. 54

4.1 Jenis Penelitian………. 54

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian……….. 54

4.3 Informan………... 54

4.4 Instrumen Penelitian………... 57


(13)

4.6 Teknik Pengumpulan Data... 58

4.7 Pengolahan data……… 59

4.8 Analisis Data……… 59

4.9 Keabsahan Data……… 61

BAB V. HASIL PENELITIAN………... 64

5.1 Gambaran Umum Perusahaan………64

5.1.1 Riwayat Singkat Perusahaan……….. 64

5.1.2 Visi dan Misi……….. 65

5.1.3 Gambaran Unit Keselamatan dan Kesehatan Kerja………... 65

5.2 Gambaran Umum Unit Welding……… 70

5.2.1 Peralatan Pengelasan yang Digunakan di Unit Welding…… 70

5.2.2 Proses Pengelasan Unit Welding……….... 77

5.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman……… 83

5.3.1 Gambaran Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang………. 83

5.3.2 Gambaran Gagal dalam Memberi Peringatan……… 87

5.3.3 Gambaran Gagal dalam Mengamankan………. 89

5.3.4 Gambaran Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya…………. 91

5.3.5 Gambaran Menghilangkan Alat Pengaman………... 93

5.3.6 Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi………96

5.3.7 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai…….97

5.3.8 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Rusak…………... 99

5.3.9 Gambaran Tidak Menggunakan APD dengan Benar……… 103

5.3.10 Gambaran Pengisian/Pembebanan yang Tidak Sesuai…….. 108

5.3.11 Gambaran Cara Mengangkat yang Salah………... 111

5.3.12 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah……….. 115

5.3.13 Gambaran Memperbaiki Peralatan yang Sedang Beroperasi. 117 5.3.14 Gambaran Berkelakar atau Bersenda Gurau……….. 123

5.3.15 Gambaran Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat- Obatan……… 126


(14)

BAB VI. PEMBAHASAN………... 127

6.1 Keterbatasan Penelitian……… 127

6.2 Pembahasan Penelitian………. 129

6.2.1 Gambaran Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang……… 129

6.2.2 Gambaran Gagal dalam Mengamankan………... 132

6.2.3 Gambaran Menghilangkan Alat Pengaman……….. 134

6.2.4 Gambaran Menggunakan Peralatan yang Rusak………….. 136

6.2.5 Gambaran Tidak Menggunakan APD dengan Benar……... 137

6.2.6 Gambaran Pengisian/Pembebanan yang Tidak Sesuai……. 141

6.2.7 Gambaran Cara Mengangkat yang Salah………. 142

6.2.8 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah………. 145

6.2.9 Gambaran Memperbaiki Peralatan yang Sedang Beroperasi………. 148

6.2.10 Gambaran Berkelakar atau Bersenda Gurau……… 150

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN……….. 151

7.1 Simpulan………... 151

7.2 Saran………. 155

7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian………. 155

7.2.2 Saran Untuk Penelitian Berikutnya……….. 157


(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja PT. Gaya Motor Tahun 2011………... 6

Tabel 2.1 Teori Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman ………. 47

Tabel 3.1 Definisi Istilah………51

Tabel 4.1 Informan Penelitian………56


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 5.1 Spot Welding Gun……….. 71

Gambar 5.2 Mesin Las CO2………... 72

Gambar 5.3 Projection Welding……… 73

Gambar 5.4 Stud Welding……….. 74

Gambar 5.5 Gerinda Batu Kasar……… 75

Gambar 5.6 Gerinda Sand Disc………. 76

Gambar 5.7 Gerinda Velcro Disc………... 76

Gambar 5.8 Spot Gun Welding dan Projection Nut………... 94

Gambar 5.9 Gerinda yang Tidak Memiliki Pelindung Cakram………... 95

Gambar 5.10 Gerinda yang Memiliki Pelindung Cakram………. 95

Gambar 5.11 Pekerja yang Tidak Menggunakan Masker Pada Saat Mengelas…… 106

Gambar 5.12 Pekerja Dengan Posisi Membungkuk Pada Saat Mengangkat Panel... 114


(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Balasan Permohonan Pengambilan Data Skripsi PT. Gaya Motor Lampiran 2 Pedoman Wawancara

Lampiran 3 Lembar Observasi Lampiran 4 Matriks Wawancara Lampiran 5 Hasil Observasi


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut International Labour Office (1989), badan khusus PBB yang berhubungan dengan tenaga kerja dan masalah-masalah yang berkaitan dengan standar ketenagakerjaan internasional, kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terencana dan terkontrol, yang disebabkan oleh manusia, situasi/faktor lingkungan atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang mengganggu proses kerja dan dapat menimbulkan injury, kesakitan, kematian, kerusakan properti atau kejadian yang tidak diinginkan. Dalam konsep energi, kecelakaan terjadi akibat energi yang lepas dari penghalangnya mencapai penerima (recepient). Jika isolasi rusak atau terkelupas, energi listrik dapat mengenai tubuh manusia atau benda lain yang mengakibatkan cedera atau kebakaran. Mesin gerinda akan memancarkan berbagai jenis energi, seperti energi kinetik, mekanik, listrik, suara, dan getaran. Benda berat yang jatuh dari ketinggian akan menimbulkan energi kinetik sesuai dengan bobot dan ketinggiannya. Cedera atau kerusakan terjadi karena kontak dengan energi yang melampaui ketahanan atau ambang batas kemampuan penerima. Besarnya keparahan atau kerusakan tergantung besarnya energi yang diterima. Benda yang jatuh dari ketinggian dapat mengakibatkan kerusakan atau cedera berat bagi penerimanya (Ramli, 2009).

Kecelakaan kerja merupakan masalah yang cukup serius bagi sebuah perusahaan karena kerugian-kerugian yang ditimbulkannya. Kerugian yang


(19)

diakibatkan oleh kecelakaan kerja, antara lain kerusakan material, hilangnya hari kerja, dan timbulnya korban jiwa. Timbulnya korban jiwa adalah kerugian yang cukup besar karena jumlahnya yang tidak sedikit. Kerugian yang langsung nampak dari timbulnya kecelakaan kerja adalah biaya pengobatan dan kompensasi kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung yang tidak nampak ialah kerusakan alat-alat produksi, penataan manajemen keselamatan yang lebih baik, penghentian alat-alat produksi, dan hilangnya waktu kerja (Ramli, 2009).

Menurut data kecelakaan kerja PT. Jamsostek (2012), di Indonesia tercatat pada tahun 2007 terdapat 83.714 kasus kecelakaan kerja, tahun 2008 terdapat 94.736 kasus, dan tahun 2009 terdapat 96.314 kasus. Untuk tahun 2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, meningkat jika dibandingkan dengan pada tahun 2010 yang hanya 98.711 kasus.

Heinrich (1980), mengatakan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi lingkungan kerja yang tidak aman dan perilaku yang tidak aman yang bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material. Menurut Heinrich (1980), 88% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan/tindakan tidak aman dari manusia (unsafe action), sedangkan sisanya disebabkan oleh hal-hal yang tidak berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10% disebabkan oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition) dan 2% disebabkan oleh takdir Tuhan. Heinrich menekankan bahwa kecelakaan lebih banyak disebabkan oleh kekeliruan, kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Menurutnya, tindakan dan kondisi yang tidak aman akan terjadi bila manusia berbuat suatu kekeliruan.


(20)

Menurut Bird (1990), mengatakan bahwa unsafe action (perilaku tidak aman) adalah tindakan orang yang menyimpang dari prosedur atau cara yang wajar atau benar menurut persetujuan bersama sehingga tindakan tersebut mengandung bahaya, misalnya melakukan pekerjaan tanpa wewenang, gagal dalam memberi peringatan, gagal dalam mengamankan, bekerja dengan kecepatan berbahaya, menghilangkan alat pengaman, membuat alat pengaman tidak berfungsi, menggunakan peralatan yang rusak, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, tidak menggunakan APD dengan benar, pengisian/pembebanan yang tidak sesuai cara mengangkat yang salah, memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi, berkelakar atau bersenda gurau, dan bekerja di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan. Keadaan dan tindakan berbahaya kalau dibiarkan tanpa perbaikan akan menimbulkan kecelakaan.

Perilaku tidak aman adalah salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan kerja yang merupakan cerminan dari perilaku pekerja terhadap keselamatan kerja. Perilaku tidak aman ini dapat dianggap sebagai hasil dari kesalahan yang dilakukan baik oleh pekerja yang terlibat secara langsung maupun kesalahan yang dilakukan oleh organisasi yaitu pihak manajemen. Suatu perilaku tidak aman yang merupakan pelanggaran dari peraturan atau standar yang dilakukan oleh pekerja bisa secara sadar maupun tidak sadar, memungkinkan sebagai penyebab terjadinya suatu kecelakaan. Dengan meningkatkan perilaku pekerja dan memfokuskan pada pengurangan perilaku tidak aman terhadap keselamatan kerja, dapat mencegah atau mengurangi timbulnya kecelakaan kerja (Prasetiyo, 2011).

Perilaku manusia sebenarnya refleksi dari berbagai gejala kejiwaan dan sekaligus merupakan resultansi dari banyak faktor, baik internal (karakteristik dari


(21)

dalam diri manusia), maupun eksternal (faktor lingkungan) sehingga determinan perilaku sulit untuk dibatasi. Faktor karakteristik manusia, meliputi tingkat kecerdasan, pengetahuan, persepsi, emosi, motivasi, jenis kelamin dan faktor genetik individu. Faktor eksternal atau lingkungan yang mencakup lingkungan fisik dan nonfisik, diantaranya adalah kebijakan atau peraturan, pengawasan, pelatihan, keteladanan, sosial budaya, kebudayaan, dan ekonomi (Notoatmodjo, 2003). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Maanaiya (2005) pada pekerja di PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), menunjukkan bahwa faktor internal, yaitu pengalaman kerja, pelatihan, dan kelelahan serta faktor eksternal, yaitu sistem punishment, pre-job meeting berpengaruh terhadap perilaku tidak aman.

Industri perakitan kendaraan bermotor adalah salah satu bagian dari industri otomotif yang bertugas menjalankan produksi pembuatan body mobil, pengelasan, pengecatan, perakitan komponen dan assesoris mobil, pengecekan kembali, dan pendistribusiannya kepada masyarakat. Industri perakitan mobil yang sangat berkembang akhir-akhir ini di Indonesia, memiliki proses dan pekerja yang banyak dan bervariasi dalam industri ini yang selalu berhadapan dengan bahaya dari proses perorangan. PT. Gaya Motor merupakan perusahaan industri otomotif yang bergerak dalam bidang perakitan dan pendistribusian kendaraaan bermotor yang memiliki proses produksi yang meliputi pengelasan (welding), pengecatan (painting), dan perakitan (assembling), yang mengandung berbagai macam sumber bahaya yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat menimbulkan kerugian berupa kerusakan materi, hilangnya hari kerja, dan timbulnya korban jiwa.


(22)

Berdasarkan dari proses produksinya, PT. Gaya Motor tidak terlepas dari risiko timbulnya kecelakaan kerja. Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Gaya Motor pada tahun 2009, dari 14 kasus kecelakaan kerja (SR 1,24), terdapat 10 kasus yang disebabkan oleh perilaku tidak aman dan 4 kasus disebabkan oleh kondisi tidak aman. Tahun 2010, dari 11 kasus kecelakaan kerja (SR 3,10), terdapat 10 kasus yang disebabkan oleh perilaku tidak aman dan 1 kasus disebabkan oleh kondisi tidak aman, sedangkan pada tahun 2011, dari 14 kasus kecelakaan kerja (SR 1,83), seluruhnya (14 kasus) disebabkan oleh perilaku tidak aman. Dari data kecelakaan kerja tersebut dapat disimpulkan bahwa penyebab utama dari kasus kecelakaan kerja di PT. Gaya Motor adalah karena perilaku tidak aman.

Welding (pengelasan) adalah suatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan. Kegiatan pengelasan mempunyai tingkat bahaya dan berisiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pekerjaan ini berhubungan dengan penggunaan alat-alat pengelasan yang menghasilkan suhu tinggi, pencahayaan dengan intensitas tinggi, dan kebisingan (noise). Disamping itu, akan terjadi pula percikan-percikan api dan kerak-kerak logam pada pemotongan berbagai logam sehingga keadaan ini dapat menimbulkan kecelakaan kerja (Suharno, 2008). Kecelakaan-kecelakaan yang berhubungan dengan pengelasan menjadi makin banyak. Kecelakaan umumnya disebabkan kurang kehati-hatian pada pengerjaan las, pemakaian alat pelindung yang kurang benar, dan pengaturan lingkungan yang tidak tepat. Untuk menghindari kecelakaan tersebut,


(23)

perlu penguasaan tertentu dan mengetahui tindakan-tindakan yang menyebabkan faktor-faktor tersebut (Anggoro dan Dewi, 1999).

Welding adalah salah satu kegiatan produksi di PT. Gaya Motor selain painting dan assembling. Kegiatan welding PT. Gaya Motor meliputi pembuatan body kendaraan yang dimulai dengan pembentukan beberapa jenis sub assy panel sampai dengan panel utuh. Pembentukan body kendaraan dilakukan dengan menggunakan peralatan welding gun dengan metode las titik (spot welding), projection nut, stud welding, dan las CO2. Proses welding meliputi pengelasan panel

dash, apron front fender, cowl top, cross member, suport radiator, dan member main floor. Kegiatan welding di PT. Gaya Motor memiliki potensi kecelakaan yang sama dengan kegiatan pengelasan pada umumnya. Hal ini telihat pada data kecelakaan kerja di bawah ini:

Tabel 1.1 Data Kecelakaan Kerja PT. Gaya Motor Tahun 2011

NO BULAN JUMLAH

KASUS LOKASI KEJADIAN BENTUK KECELAKAAN JENIS LUKA KATEGORI KECELAKAAN 1. Januari 1 kasus Welding Tangan pekerja

terkena baling-baling kipas yang masih berputar.

Luka tersayat

Kecelakaan ringan

2. Februari 1 kasus Warehouse Kaki pekerja tersandung gerobak panel cover disc clutch. Kemudian, secara reflek tangan kiri memegang part cover disc clutch sehingga telapak kirinya terluka.

Luka tersayat

Kecelakaan ringan


(24)

NO BULAN JUMLAH KASUS LOKASI KEJADIAN BENTUK KECELAKAAN JENIS LUKA KATEGORI KECELAKAAN tersayat oleh panel

cowl top karena pada saat merapihkan rak cowl top, cowl top tersebut tiba-tiba merosot dan pekerja reflek menahannya tanpa menggunakan sarung tangan.

tersayat

4. April 2 kasus Welding Siku pekerja tersayat panel yang dilas karena pekerja tersebut kurang berhati-hati pada saat memutar spot gun welding.

Luka tersayat

Kecelakaan ringan

Assembling Paha pekerja tertimpa

oleh engine yang jatuh pada saat akan diangkat ke frame.

Luka memar Kecelakaan ringan

5. Mei 1 kasus Anti Rust Mata kaki pekerja tersayat pecahan cutting wheel pada saat membersihkan panel CKD dengan menggunakan gerinda

Luka tersayat

Kecelakaan berat

6. Juni 2 kasus Assembling Telapak tangan kiri pekerja terjepit hydraulic gun rivet yang tiba-tiba maju karena pekerja tersebut mengganti snap rivet pada gun rivet pada saat

kondisi power supply gun rivet masih menyala.

Patah tulang Kecelakaan berat

Welding Dagu pekerja tersayat

panel karena pada saat membawa panel, posisi kepala pekerja

Luka tersayat


(25)

NO BULAN JUMLAH KASUS LOKASI KEJADIAN BENTUK KECELAKAAN JENIS LUKA KATEGORI KECELAKAAN menunduk sehingga panel tersebut mengenai dagu pekerja.

7. Juli 1 kasus Welding Telapak tangan kiri pekerja tergencet tip gun pada saat pekerja tersebut ingin

memasang tip gun yang lepas pada spot gun yang mesinnya masih menyala.

Luka memar Kecelakaan ringan

8. Agustus 2 kasus Welding Jari tangan pekerja terjepit clam jig karena pada saat melakukan pekerjaan pada jig, operator mengantuk sehingga melakukan pekerjaan dalam kondisi kurang sadar.

Luka lecet Kecelakaan ringan

Welding Betis pekerja tersayat

beberapa panel karena kerubuhan panel yang sedang disandarkan di pallet suplay. Hal ini terjadi karena pekerja tersebut tidak meletakkan panel-panel pada rak yang telah disediakan

Luka tersayat

Kecelakaan berat

9. Oktober 1 kasus Assembling Jari tangan kanan pekerja terluka terkena handle lock cabin karena pada saat pekerja tersebut sedang

memperhatikan pekerjaan orang lain, tanpa sadar pekerja tersebut memegang

Luka tersayat


(26)

NO BULAN JUMLAH KASUS LOKASI KEJADIAN BENTUK KECELAKAAN JENIS LUKA KATEGORI KECELAKAAN panel yang sedang

diproses. 10. Desember 1 kasus Warehouse Tangan pekerja

terkena baling-baling kipas yang masih berputar karena pekerja tersebut menggesernya, kipas tidak dimatikan terlebih dahulu Luka tersayat Kecelakaan ringan TOTAL

KASUS 14 kasus

SR 1,83

Sumber: Data Kecelakaan Kerja PT. Gaya Motor Tahun 2011

Berdasarkan tabel data kecelakaan kerja PT. Gaya Motor tahun 2011, terdapat 14 kasus kecelakaan kerja dan dari 14 kasus tersebut terdapat 7 kasus kecelakaan kerja yang terjadi unit welding yang disebabkan oleh perilaku tidak aman pekerja. Berdasarkan fakta-fakta dari data kecelakaan kerja tersebut, peneliti tertarik untuk menggambarkan perilaku tidak aman pada pekerja yang terdapat di unit welding PT. Gaya Motor sebagai langkah perbaikan masalah perilaku tidak aman serta sebagai upaya untuk pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja.

1.2Rumusan Masalah

Kegiatan pengelasan adalah pekerjaan yang berhubungan dengan penggunaan alat-alat pengelasan yang menghasilkan suhu tinggi, pencahayaan dengan intensitas tinggi, dan kebisingan (noise). Kegiatan pengelasan mempunyai tingkat bahaya dan berisiko terhadap terjadinya kecelakaan kerja yang ditimbulkan


(27)

dari percikan-percikan api dan kerak-kerak logam pada pemotongan berbagai logam. Kecelakaan-kecelakaan yang berhubungan dengan pengelasan pada umumnya disebabkan kurang kehati-hatian pada pengerjaan las, pemakaian alat pelindung yang kurang benar, pengaturan lingkungan yang tidak tepat (Anggoro dan Dewi, 1999). Untuk menghindari kecelakaan tersebut, perlu penguasaan tertentu dan mengetahui tindakan-tindakan yang menyebabkan faktor-faktor tersebut.

Berdasarkan data kecelakaan kerja PT. Gaya Motor tahun 2011, menunjukkan bahwa dari 14 kasus kecelakaan kerja terdapat 7 kasus kecelakaan kerja di unit welding yang disebabkan oleh perilaku tidak aman. Perilaku tidak aman pekerja merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja di unit welding PT. Gaya Motor. Untuk itu, peneliti bertujuan untuk menggambarkan perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor tahun 2012.

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor tahun 2012?

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahuinya bentuk-bentuk perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor tahun 2012.

1.4.2 Tujuan Khusus


(28)

2. Mengetahui gambaran kegagalan dalam memberi peringatan 3. Mengetahui gambaran kegagalan dalam mengamankan

4. Mengetahui gambaran perilaku bekerja dengan kecepatan yang berbahaya 5. Mengetahui gambaran perilaku menghilangkan alat pengaman

6. Mengetahui gambaran perilaku membuat alat pengaman tidak berfungsi 7. Mengetahui gambaran perilaku menggunakan peralatan yang rusak 8. Mengetahui gambaran perilaku menggunakan peralatan yang tidak sesuai 9. Mengetahui gambaran perilaku tidak menggunakan APD dengan benar 10.Mengetahui gambaran perilaku pengisian/pembebanan yang tidak sesuai 11.Mengetahui gambaran perilaku cara mengangkat yang salah

12.Mengetahui gambaran posisi tubuh yang salah

13.Mengetahui gambaran perilaku memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi

14.Mengetahui gambaran perilaku berkelakar atau bersenda gurau

15.Mengetahui gambaran perilaku bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan

1.5Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor sebagai upaya mengurangi perilaku tidak aman untuk pencegahan dan pengendalian kecelakaan kerja.


(29)

1.5.2 Manfaat bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan keilmuan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, terutama mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor.

1.5.3 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta melatih kemampuan peneliti dalam memberikan gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor.

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai gambaran perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara dan dilakukan oleh mahasiswi tingkat akhir semester 9 Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli-September 2012. Penelitian ini dilakukan karena perilaku tidak aman pekerja merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan kerja di unit welding PT. Gaya Motor. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggambarkan perilaku tidak aman pada pekerja di unit welding PT. Gaya Motor tahun 2012. Subyek yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah foreman welding, group leader welding, dan


(30)

pekerja welding. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara kepada informan penelitian dan observasi perilaku tidak aman pekerja.


(31)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kecelakaan Kerja 2.1.1 Pengertian

Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak terduga maksudnya di belakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih dalam bentuk perencanaan. Maka dari itu, peristiwa sabotase atau tindakan kriminal itu di luar ruang lingkup kecelakaan yang sebenarnya. Sedangkan tidak diharapkan maksudnya peristiwa kecelakaan itu disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Menurut Bird (1990), kecelakaan adalah kejadian yang tidak diinginkan yang menyebabkan kerugian fisik pada manusia atau kerusakan material. Kecelakaan biasanya dihasilkan dari kontak dengan sumber energi (kinetik, listrik, kimia, suhu, dll).

Proses terjadinya kecelakaan terkait empat unsur produksi, yaitu people, equipment, material, environment (PEME) yang saling berinteraksi dan bersama-sama menghasilkan suatu produk dan jasa. Kecelakaan terjadi dalam proses interaksi tersebut yaitu ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak aman. Disamping itu,


(32)

kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material.

Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, terdapat dua permasalahan penting, yaitu: 1. Kecelakaan adalah akibat langsung dari pekerjaan.

2. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.

Kadang-kadang kecelakaan akibat kerja diperluas ruang lingkupnya sehingga meliputi juga kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan atau transport ke dan dari tempat kerja.

2.1.2 Kerugian-Kerugian yang Disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja

Menurut Suma’mur (1989), kecelakaan menyebabkan 5 jenis kerugian, yaitu: 1. Kerusakan

2. Kekacauan organisasi 3. Keluhan dan kesedihan 4. Kelainan dan cacat 5. Kematian

2.1.3 Konsep Kecelakaan

Dewasa ini banyak dikembangkan konsep kecelakaan oleh para ahli K3, seperti Heinrich, Frank Bird, James Reason, Petersen, dan lainnya. Mereka mengemukakan berbagai teori kecelakaan mulai dari faktor manusia, manajemen, sistem, dan perilaku (Ramli, 2009).


(33)

Menurut Frank Bird dalam Ramli (2009), kecelakaan terjadi karena adanya kontak dengan suatu sumber energi, seperti mekanis, kimia, kinetis, fisis yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia. Teori ini dikembangkan oleh Derek Viner yang disebut konsep energi.

Energi hadir di alam dalam berbagai bentuk, seperti energi kinetik, kimia, mekanik, radiasi, panas, dan lainnya. Dalam kondisi normal, energi ini biasanya terkandung atau terkungkung dalam wadahnya, misalnya energi kimia dalam bahan kimia dan energi listrik berada di dalam kabel. Kecelakaan terjadi akibat energi yang lepas dari penghalangnya mencapai penerima (recepient). Jika isolasi rusak atau terkelupas, energi listrik dapat mengenai tubuh manusia atau benda lain yang mengakibatkan cedera atau kebakaran. Mesin gerinda akan memancarkan berbagai jenis energi, seperti energi kinetik, mekanik, listrik, suara, dan getaran. Benda berat yang jatuh dari ketinggian akan menimbulkan energi kinetik sesuai dengan bobot dan ketinggiannya. Cedera atau kerusakan terjadi karena kontak dengan energi yang melampaui ketahanan atau ambang batas kemampuan penerima. Besarnya keparahan atau kerusakan tergantung besarnya energi yang diterima. Benda yang jatuh dari ketinggian dapat mengakibatkan kerusakan atau cedera berat bagi penerimanya.

Energi suara dari mesin gerinda dapat mengakibatkan gangguan mulai dari cedera ringan sampai ketulian tergantung intensitas kebisingan yang datang dan ketahanan fisik manusia yang menerimanya. Namun, kontak dengan energi tidak terjadi begitu saja, tetapi selalu ada penyebabnya, misalnya karena pengaman tidak dipasang, kabel tidak memenuhi syarat atau terkelupas,


(34)

pekerja tidak menggunakan sarung tangan atau karena bekerja dengan peralatan listrik yang masih berenergi.

2.1.4 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan

Menurut Ramli (2009), prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tindakan tidak aman dan kondisi yang tidak aman. Namun, dalam praktiknya tidak semudah yang dibayangkan karena menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari penyebab langsung, penyebab dasar, dan latar belakang. Oleh karena itu, berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan kecelakaan. Banyak teori dan konsep yang dikembangkan para ahli, beberapa diantaranya dibahas berikut ini:

1. Pendekatan Energi

Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu, pendekatan energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik, yaitu pada sumbernya, pada aliran energi (path way), dan pada penerima.

a. Pengendalian pada sumber bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau administratif. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat dikendalikan dengan mematikan mesin, mengurangi tingkat kebisingan, memodifikasi mesin, memasang peredam pada mesin atau mengganti dengan mesin yang lebih rendah tingkat kebisingannya.


(35)

b. Pendekatan pada jalan energi

Pendekatan berikutnya dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima dapat dikurangi. Sebagai contoh, kebisingan dapat dikurangi tingkat bahayanya dengan memasang dinding kedap suara, menjauhkan manusia dari sumber bising atau mengurangi waktu paparan.

c. Pengendalian pada penerima

Pengendalian berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima, baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan secara efektif. Oleh karena itu, perlindungan diberikan kepada penerima dengan meningkatkan ketahanannya menerima energi yang datang. Sebagai contoh, untuk mengatasi bahaya bising, manusia yang menerima energi suara tersebut dilindungi dengan alat pelindung telinga sehingga dampak bising yang timbul dapat dikurangi.

2. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman. Karena itu, untuk mencegah kecelakaan, dilakukan berbagai upaya pembinaan unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga kesadaran K3 meningkat.

Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3, dilakukan berbagai pendekatan dan program K3, antara lain:


(36)

a. Pembinaan dan pelatihan b. Promosi K3 dan kampanye K3 c. Pembinaan perilaku aman d. Pengawasan dan inspeksi K3 e. Audit K3

f. Komunikasi K3

g. Pengembangan prosedur kerja aman (safe working practices) 3. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis, dilakukan upaya keselamatan, antara lain: a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan

teknis dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi atau peralatan kerja.

b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam pengoeprasian alat atau instalasi, misalnya tutup pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, sistem instrumentasi, dll.

4. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat dikurangi.


(37)

b. Penyediaan alat keselamatan kerja.

c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3. d. Mengatur pola kerja, sistem produksi, dan proses kerja.

5. Pendekatan Manajemen

Kecelakaan banyak disebabkan oleh faktor manusia yang tidak kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan, antara lain:

a. Menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan K3, khususnya untuk manajemen tingkat atas.

2.2Perilaku

2.2.1 Pengertian

Menurut Notoadmodjo (1993), perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung maupun yang tidak diamati langsung, dapat diamati pihak luar. Skinner (1983), seorang ahli psikologi, dalam Notoadmodjo (2007), merumuskan bahwa perilaku merupakan respons


(38)

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespon, teori Skinner ini disebut dengan teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons.

Menurut Notoadmodjo (2007), perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek. Respon ini berbentuk dua macam, yaitu:

a. Bentuk pasif

Bentuk pasif yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat dilihat, seperti berpikir, sikap batin, dan persepsi. Perilaku ini seperti ini biasa disebut terselubung (covert behaviour).

b. Bentuk aktif

Bentuk aktif yaitu apabila perilaku dapat diobservasi secara langsung, misalnya berjalan, menulis, dan belajar. Perilaku di sini sudah merupakan tindakan nyata yang nampak (overt behaviour).

2.2.2 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk-bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi. Bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut WHO dalam Notoadmodjo (2007), terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Perubahan alamiah (natural change)

Perubahan alamiah yang dimaksud yaitu bahwa manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau


(39)

sosial budaya dan ekonomi, anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

b. Perubahan terencana (planned change)

Perubahan terencana terjadi karena perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek sehingga hanya subyek itu sendiri yang ingin dan dapat mengubahnya.

c. Kesediaan untuk berubah (readdiness to change)

Kelompok ketiga ini akan terjadi apabila terjadi suatu inovasi atau program pembangunan di dalam masyarakat maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.

2.2.3 Determinan Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan penggabungan dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan).

1. Faktor Internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya. Aliran ini disebut aliran negatisme yang ditokohi oleh Schopenhower (Jerman) yang mengatakan bahwa perilaku manusia itu sudah dibawa sejak lahir.

2. Faktor Eksternal, yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang. Hal sesuai dengan


(40)

aliran positivisme yang dikemukakan oleh Jhon Locke yang mengatakan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh lingkungan

Secara lebih rinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, sikap, minat, motivasi, persepsi, dan sebagainya, tetapi pada realitasnya sulit dibedakan atau dideteksi gejala kejiwaan yang menentukan perilaku seseorang. Apabila ditelusuri lebih lanjut, gejala kejiwaan tersebut ditentukan atau dipengaruhi oleh berbagai faktor lain, diantaranya adalah faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio-budaya masyarakat, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2007).

2.3Perilaku Tidak Aman 2.3.1 Pengertian

Menurut Bird (1990), unsafe action atau perilaku tidak aman adalah tindakan orang yang menyimpang dari prosedur atau cara yang wajar atau benar menurut persetujuan bersama sehingga tindakan tersebut merupakan mengandung bahaya, misalnya berdiri di bawah barang yang diangkat crane, mengebut di jalan ramai, dan lain-lain. Keadaan dan tindakan berbahaya kalau dibiarkan tanpa perbaikan akan menimbulkan kecelakaan. Beberapa contoh perilaku tidak aman menurut Dessler (1986), yaitu:

1. Tidak mengamankan peralatan

2. Tidak menggunakan pakaian pelindung atau peralatan pelindung tubuh 3. Membuang benda sembarangan


(41)

4. Bekerja dengan kecepatan yang tidak aman 5. Menyebabkan tidak berfungsinya alat pengaman 6. Menggunakan peralatan yang tidak aman

7. Mengambil posisi yang tidak aman 8. Mengangkat barang dengan ceroboh

9. Mengganggu, menggoda, bertengkar, bermain, dan sebagainya. Menurut Santoso (2003), bentuk-bentuk perilaku tidak aman, antara lain: 1. Melakukan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan

2. Gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi tidak aman 3. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya 4. Memakai APD hanya berpura-pura

5. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

6. Pengrusakan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia

7. Bekerja berlebihan/melebihi jam kerja di tempat kerja 8. Mengangkat/mengangkut beban yang berlebihan 9. Menggunakan tenaga berlebihan

10.Peminum/pemabuk/mengkonsumsi narkoba

Bentuk perilaku tidak aman yang dikemukakan Bird (1990), yaitu: 1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

2. Gagal dalam memberi peringatan 3. Gagal dalam mengamankan


(42)

5. Menghilangkan alat pengaman

6. Membuat alat pengaman tidak berfungsi 7. Menggunakan peralatan yang rusak 8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai 9. Tidak menggunakan APD dengan benar 10.Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai 11.Cara mengangkat yang salah

12.Posisi atau sikap tubuh yang benar 13.Memperbaiki peralatan yang beroperasi 14.Berkelakar atau bersenda gurau

15.Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan 2.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Tidak Aman

Perilaku manusia seperti yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, yang meliputi pengetahuan, keinginan, minat, sikap, persepsi, dan motivasi. Perilaku seseorang merupakan resultansi dari faktor internal maupun eksternal (lingkungan). Hal yang sama juga didukung beberapa ahli, seperti Gibson (1996) dan Geller (2001) dalam Pratiwi (2009), yang menyatakan bahwa perilaku tidak aman dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal.

Gibson menggunakan aspek–aspek yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja menjadi aspek individu atau psikologis dan aspek organisasi. Aspek individu atau psikologis adalah sebagai faktor internal, meliputi pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap. Sedangkan aspek organisasi merupakan


(43)

faktor eksternal yang meliputi sumber daya manusia, kepemimpinan, imbalan dan sanksi serta struktur dan desain pekerjaan. Menurut Geller (2001) dalam Pratiwi (2009), faktor internal yang mempengaruhi perilaku tidak aman adalah persepsi, nilai, peralatan, sikap, keyakinan, perasaan, pemikiran dan kepribadian, sedangkan faktor eksternal mencakup pelatihan, pengakuan, pengawasan secara aktif dan kepatuhan terhadap peraturan.

2.3.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Tidak Aman 1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.

Pekerjaan pengelasan harus dilaksanakan oleh orang yang mempunyai sertifikat juru las sesuai dengan kelas untuk pekerjaan las yang sedang dilaksanakan. Juru las yang telah tersertifikasi adalah orang yang diberi wewenang untuk melakukan jenis pengelasan tertentu, dengan suatu syarat mempunyai kecakapan dan pengalaman teknis serta terampil dalam bidangnya (Suhulman, 2008).

2. Gagal dalam memberi peringatan.

Sebuah peringatan biasanya diberikan kepada pekerja yang melanggar peraturan yang telah ditetapkan perusahaan. Peringatan dapat berupa himbauan atau teguran yang berguna untuk mengingatkan pekerja agar pekerja tidak melakukan tindakan yang berbahaya atau agar pekerja tidak mengulangi kesalahannya dalam bekerja. Peringatan adalah suatu bentuk tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja guna menunjang kedisiplinan pekerja (Nitisemito, 1984 dalam Sudrajat, 2008).


(44)

3. Gagal dalam mengamankan

Setiap petugas yang mengetahui setiap terjadinya kerusakan mesin saat operasi harus segera mematikan tenaga penggerak. Mesin tersebut harus diberi alat pengaman atau tanda yang bersifat pengumuman yang mudah dibaca dengan ditempelkan pada mesin tersebut dan melarang penggunaanya sampai perbaikan yang diperlukan telah dilakukan dan mesin tersebut berada dalam keadaan baik (Suhulman, 2008).

4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya.

Salah satu alasan paling lazim untuk mengambil risiko dalam bekerja adalah menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu santai atau waktu untuk menghasilkan uang lebih banyak atau sekedar menghemat waktu dengan mempercepat menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak aneh apabila keinginan menghemat waktu ini menyebabkan perilaku tidak aman (International Labour Office, 1989).

5. Menghilangkan alat pengaman.

Tujuan alat pengaman (safety device) dipasang pada fasilitas kerja atau mesin yang berbahaya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan untuk menjamin keselamatan para pekerja. Berbagai alat pengaman berfungsi secara mekanik, seperti misalnya alat pengaman untuk mesin pres atau katup pengaman pada ketel uap. Alat pengaman, seperti alat penutup pengaman gir atau gerinda, dipasang secara tetap di satu tempat. Peralatan pengaman merupakan peralatan keselamatan kerja yang dipasang pada


(45)

tempat-tempat tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan tambahan bagi para pekerja (O’Brien, 1974 dalam Helliyanti, 2009).

Menurut International Labour Office (ILO) (1989), tujuan alat pengaman pada mesin adalah mencegah sesuatu bagian tubuh atau pakaian pekerja agar jangan tersentuh bagian berbahaya mesin yang sedang bergerak. Sebuah mesin mungkin dirancang dan dibuat sedemikian rupa sehingga semua daerah berbahaya yang ada tertutup atau terlindungi. Pengaman mesin dan alat pelindung lainnya dapat dipasang pada mesin. Metode manapun yang dipakai, sebuah pengaman yang berhasil adalah yang memungkinkan pekerja mengoprasikan mesin dengan mudah tanpa risiko atau takut terluka.

Pada beberapa kasus, biasanya pengaman yang dibuat hanya mengutamakan kepentingan persyaratan hukum atau menghindari satu risiko dan kurang memikirkan pengaruh pengaman terhadap produksi atau gangguan yang dapat ditimbulkan para pekerja. Hal ini dapat menghambat efisiensi produksi dan menyebabkan operator tidak nyaman serta tidak leluasa dalam bekerja. Akibatnya, pekerja akan menyingkirkan pengaman tersebut yang menyebabkan kegunaannya hilang. Hal ini sangat berbahaya karena dapat memperbesar peluang kontak antara tubuh dengan mesin-mesin yang berbahaya. Apabila hal ini terjadi, kecelakaan kerja pun tidak dapat terelakkan.


(46)

6. Membuat alat pengaman tidak berfungsi.

Pada beberapa kasus, alat pengaman yang dapat menghambat efisiensi produksi dan menyebabkan ketidaknyamanan dalam bekerja, dapat mendorong pekerja untuk menyingkirkan atau bisa dengan jalan merusak alat pengaman tersebut. Membuat alat pengaman menjadi tidak berfungsi sangat berbahaya karena kegunaannya sebagai pengaman pun akan hilang sehingga dapat menimbulkan risiko terjadinya kontak antara pekerja dengan alat yang berbahaya (International Labour Office, 1989). 7. Menggunakan peralatan yang rusak.

Peralatan kerja yang digunakan harus berfungsi dengan baik dan dalam kondisi layak pakai. Menggunakan peralatan kerja yang sudah tidak layak pakai dapat membahayakan keselamatan pekerja. Oleh karena itu, semua peralatan harus dirawat menurut kondisi bagian dari peralatan tersebut dan bukan menurut waktu pemakaian. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan peralatan berubah menjadi salah satu faktor bahaya. Jadi, perawatan yang tidak teratur adalah perbuatan yang berbahaya karena dapat menimbulkan keadaan berbahaya (Silalahi, 1985).

8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai.

Menurut Silalahi (1985), menggunakan peralatan kerja yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dan peraturan yang telah ditetapkan dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini merupakan tindakan yang berbahaya karena dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja.


(47)

9. Tidak menggunakan APD dengan benar.

Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita perlu menggunakan ala-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan.

Personal Protective Equipment atau Alat Pelindung Diri (APD)

didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazard) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik, dan lainnya (Rijanto, 2011).

Setiap pekerja harus memakai apron, sarung tangan, dan perlengkapan pelindung lain, pakailah sarung tangan yang kering untuk melindungi tangan dari kemungkinan terkena aliran listrik (electric shock), pakailah penutup mulut dan hidung sebagai filter agar asap dan gas yang timbul pada saat pengelasan sedang berlangsung tidak berbahaya bagi kesehatan (Suhulman, 2008).

10.Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai.

Penyebab lain terjadinya kecelakaan kerja adalah akibat beban yang berlebihan sehingga melebihi kemampuan tubuh dalam menyangga (over load). Membawa atau mengangkat barang yang terlalu berat, terlalu besar, dan sulit untuk dipegang akan membahayakan diri kita. Akan jauh lebih aman bagi Anda untuk meminta bantuan orang lain atau menggunakan alat


(48)

bantu saat menemui barang-barang tersebut dalam bekerja (Hendarta, 2012).

11.Cara mengangkat yang salah.

Menurut Nurmianto (1996), pekerjaan mengangkat barang sering menyebabkan cedera pada punggung bawah. Pekerjaan mengangkut barang adalah satu pekerjaan yang berisiko terjadinya cedera kesakitan pada punggung. Pekerjaan ini membutuhkan aktivitas mengangkat beban yang cukup berat dan berulang-ulang sehingga membutuhkan peran yang sangat besar dari otot-otot punggung dan tulang belakang. Penggunaan otot-otot punggung dan tulang belakang yang berlebihan dan kesalahan dalam aktivitas mengangkat sangat memungkinkan pekerja pengangkut barang akan mengalami gangguan nyeri punggung bawah.

Sebanyak 80% populasi orang dewasa dalam rentan hidupnya akan mengalami cedera punggung bawah. Cedera ini biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam teknik mengangkat suatu benda dan juga penggunaan yang berlebihan. Dengan menggunakan teknik mengangkat yang benar diikuti dengan latihan penguluran dan penguatan, Anda dapat mengurangi risiko cedera punggung. Sekitar 745 cedera tulang belakang disebabkan karena aktivitas mengangkat. Mengingat tingginya risiko cedera tulang belakang pada aktivitas mengangkat maka hal ini perlu mendapatkan perhatian tersendiri dengan teknik mengangkat yang benar (Tarwaka, 2004).


(49)

Menurut Silalahi (1985), sewaktu mengangkat dan membawa, bagian tubuh yang paling terpengaruh dan dapat cedera adalah tulang punggung. Ketegangan yang diderita tulang punggung semakin berat (diukur dalam kilogram gaya) jika beban semakin berat. Teknik mengangkat dan membawa yang tepat akan memungkinkan beban maksimum karena beban tersebut tidak lagi tergantung pada tulang punggung melainkan pada otot tubuh. Teknik ini hanya dapat diterapkan melalui latihan. Beberapa pokok penting yang harus diperhatikan adalah: a. Kapasitas fisik karyawan

b. Sifat beban

c. Keadaan lingkungan

d. Latihan mengangkat/membawa yang dijalani karyawan

Adapun cara mengangkat yang baik menurut Tarwaka (2004) adalah sebagai berikut:

1. Posisi tulang belakang dan punggung harus tetap lurus atau tidak membungkuk.

2. Kedua tungkai ditekuk ke arah posisi jongkok sehingga tenaga angkat yang digunakan untuk mengangkat beban tidak murni berasal dari kontraksi otot-otot punggung.

3. Pegangan atau handling terhadap barang yang akan diangkat harus kuat.

4. Lengan berada sedekat mungkin dengan badan 5. Dagu segera ditarik setelah kepala ditegakkan


(50)

6. Posisi kaki merenggang untuk membagi momentum dalam posisi mengangkat.

7. Badan dimanfaatkan untuk menarik dan mendorong, gaya untuk gerakan dan perimbangan.

8. Beban diusahakan sedekat mungkin dengan garis vertical yang melalui pusat gravitasi tubuh.

9. Untuk beban yang akan diangkat, usahakan pada posisi yang tidak terlalu rendah

10.Usahakan jumlah beban yang akan diangkat tidak melebihi batas kemampuan individu yang akan mengangkat.

12.Posisi tubuh yang salah.

Sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomik yang berkaitan dengan sikap/ posisi kerja akan sangat penting (Suma’mur, 1999).

Menurut Wignjosoebroto (2003), beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita cacat


(51)

tubuh. Postur yang baik merupakan bagian penting dalam pemeliharaan diri.

Membiasakan diri dengan kondisi postur yang baik akan membantu dalam mencegah berbagai gangguan fisik, seperti kelelahan, memperbaiki bentuk tubuh, memberi kesan penampilan diri lebih luwes dan tidak kaku. Disiplin diri merupakan unsur yang menentukan bagi suatu kepribadian yang tertib, tenang, menyenangkan serta menyehatkan. Berdiri dalam posisi yang benar akan menjaga otot-otot dan tubuh dalam kondisi yang baik. Postur yang baik sangat tergantung pada kebiasaan seseorang, untuk itu hindari sikap malas, posisi punggung yang membungkuk atau posisi tubuh yang membuat lekukan pada tulang punggung ketika sedang bekerja. Saat berjalan harus dibiasakan berdiri dengan benar, berat tubuh harus terbagi sama rata untuk mendapatkan keseimbangan tubuh. Selain dari sikap tubuh saat berdiri, sikap duduk yang baik pun penting diperhatikan untuk mencegah kelelahan pada umumnya dan ketegangan pada punggung. Sikap duduk yang baik yaitu punggung tegak dan posisi duduk menekan bagian belakang (Wignjosoebroto, 2003).

13.Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi.

Pada saat memperbaiki peralatan kerja yang menggunakan aliran listrik, pekerja diharuskan untuk mematikan terlebih dahulu aliran listrik pada alat tersebut karena untuk mengisolir bagian sistem tenaga listrik pada alat tersebut agar aman untuk kerja ketika memperbaikinya. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi atau memperbaiki peralatan tanpa


(52)

mematikan terlebih dahulu aliran listriknya merupakan suatu tindakan yang sangat berbahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Sebagai contoh, ada seorang pekerja yang sedang memperbaiki suatu mesin/peralatan, tiba-tiba tanpa disengaja mesinnya menyala dan pada akhirnya membahayakan pekerja tersebut (Suhulman, 2008).

14.Berkelakar atau bersenda gurau.

Bersenda gurau pada saat bekerja merupakan suatu perilaku yang harus dihilangkan karena dapat mengakibatkan kejadian yang sangat fatal sehingga tidak hanya menyebabkan kerugian material, tetapi juga dapat menyebabkan kerugian nonmaterial, contoh ketika para pekerja sedang melakukan tugasnya menuangkan semen kedalam mesin pencetak, tiba-tiba ada salah seorang pekerja lainnya mengejutkannya dari belakang sehingga secara tidak sengaja dia tersentak hebat dan tanpa dia sadari tangannya masuk ke dalam mesin pencetak. Mungkin bisa kita tebak apa yang terjadi selanjutnya. Benar, tangan para pekerja tersebut patah dan terputus sehingga akan dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar bagi para pekerja itu sendiri, dimana kerugian yang diderita bukan merupakan kerugian material melainkan kerugian non material (Apri, 2012).

Bersenda gurau pada saat bekerja sangat dilarang karena dapat mengganggu konsentrasi pekerja sehingga pekerja kurang fokus terhadap pekerjaannya, apalagi jika pekerja tersebut bekerja dengan peralatan atau tempat kerja yang berbahaya. Hal tersebut akan membuat pekerja


(53)

berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam bekerja yang akibatnya dapat menyebabkan kecelakaan kerja.

15.Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.

Menurut Tanjung (2005), alkohol dan obat-obatan termasuk ke dalam NAPZA. NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu konsentrasi, penilaian, penglihatan, dan koordinasi pada orang yang mengonsumsinya.

Kombinasi alkohol dengan obat-obatan lain sangat berbahaya karena hal ini meningkatkan efek dan pengaruh negatif yang tidak dapat diperkirakan, termasuk kerusakan serius yang menetap. Karena efek negatif yang ditimbulkan dari alkohol dan obat-obatan tersebut, seorang pekerja tidak boleh berada di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan pada saat bekerja karena dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan kerja.

2.4Pengelasan 2.4.1 Pengertian

Pengelasan adalah suatu proses dimana bahan dan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan (Suharno, 2008).


(54)

Perkembangan teknologi pengelasan logam memberikan kemudahan umat manusia dalam menjalankan kehidupannya. Saat ini kemajuan ilmu pengetahuan di bidang elektronik melalui penelitian yang melihat karakteristik atom, mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap penemuan material baru dan sekaligus bagaimanakah menyambungnya (Djamiko, 2008).

Jauh sebelumnya, penyambungan logam dilakukan dengan memanasi dua buah logam dan menyatukannya secara bersama. Pada zaman sekarang pemanasan logam yang akan disambung berasal dari pembakaran gas atau arus listrik. Beberapa gas dapat digunakan, tetapi yang sangat popular adalah gas acetylene yang lebih dikenal dengan gas karbit. Selama pengelasan, gas acetylene dicampur dengan gas oksigen murni. Kombinasi campuran gas tersebut memproduksi panas yang paling tinggi diantara campuran gas lain (Djamiko, 2008).

2.4.2 Jenis-Jenis Pengelasan

Menurut Djamiko (2008), mesin las adalah alat utama yang digunakan untuk menyambung logam dengan las. Mesin ini berfungsi sebagai penyambung bahan yang dilas, sedangkan alat bantu digunakan untuk pendukung proses pengelasan. Jenis-jenis mesin las, terdiri dari:

1. Las Proyeksi (Projection Welding)

Projection welding (las proyeksi) dilakukan dengan

menghubungkan dua benda kerja yang akan disambung pada dua elektroda dan menggerakkannya secara perlahan. Ketika kedua benda kerja tersebut hampir bersentuhan, terjadilah loncatan arus listrik yang mengakibatkan


(55)

pemanasan pada bagian yang dilas. Setelah itu, kedua benda kerja tersebut ditekan maka terbentuklah sambungan las.

2. Las MIG

Las MIG termasuk jenis las elektroda terumpan yang banyak digunakan di industri otomotif. Hal ini dikarenakan las MIG memiliki kelebihan yaitu dapat dengan mudah digunakan untuk mengelas logam yang tipis dan juga karena menggunakan elektroda gulungan maka las MIG dapat digunakan pengelasan otomatis dengan pemrograman komputer. Prinsip kerja las MIG adalah ketika saklar welding gun di on-kan, arus listrik mengalir pada elektroda dan elektroda berjalan sesuai dengan kecepatan yang diatur sebelumnya. Sesaat sebelum ujung elektroda menyentuh benda kerja, terjadilah loncatan listrik yang melelehkan benda kerja dan elektroda tersebut. Bersamaan dengan kejadian ini gas pelindung mengalir di atas permukaan deposit lasan dan melindungi deposit tersebut dari pengaruh udara luar.

3. Las Listrik (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)

Las listrik disamping dinamakan SMAW juga disebut Manual Metal Arc (MMA). Penyebutan ini dikarenakan las listrik sangat sulit diotomatiskan. Namun, penggunaannya di industri sangat luas. Kelebihan dari las listrik adalah konstruksi sederhana dan bahan fluk yang padat sangat efektif dalam melindungi deposit lasan dari pengaruh udara luar sehingga las listrik dapat digunakan di segala medan. Penggunaan las listrik dimulai dari mengalirkan arus listrik dalam rangkaian listrik dan


(56)

menyentuhkan elektroda pada benda kerja. Sesaat setelah elektroda bersentuhan dengan benda kerja, terjadilah loncatan listrik yang panasnya dapat mencairkan kedua bahan tersebut dan terbentuk sambungan las. 4. Las Busur Terpendam (Submerged Arc Welding/SAW)

Las busur terpendam banyak digunakan untuk penyambungan tabung-tabung gas, pipa besar, dan penyambungan benda-benda yang sama serta banyak. Pengelasan dilakukan secara otomatis dan fluksnya berupa butiran. Satu unit mesin las SAW terdiri dari sebuah travo, kontrol, elektroda gulungan, nosel, dan perlengkapan untuk menaburkan fluks. Pengelasan dimulai dengan mengalirkan arus listrik pada rangkaian listrik SAW. Elektroda berjalan dan menyentuh benda kerja. Loncatan busur listrik dari elektroda ke benda kerja mencairkan keduanya. Pada saat bersamaan butiran fluks ditaburkan agar deposit lasan yang terbentuk terlindung dari udara luar.

5. Las Tungsten Inert Gas (TIG)

Las TIG atau lebih dikenal dengan sebutan las argon. Argon termasuk gas lemas (inert gas) yang berfungsi sebagai pelindung deposit lasan dari pengaruh udara luar. Biasanya las jenis ini digunakan untuk mengelas stainless steel dan logam-logam nonfero, seperti alumunium, titanium, dll. Bagian utama las TIG adalah sebuah inverter, satu unit peralatan kontrol, welding gun, satu tabung gas pelindung beserta regulatornya. Pengoperasian las TIG dimulai dengan mengalirkan arus listrik ke dalam rangkaian listrik. Pada saat ujung elektroda didekatkan


(57)

pada benda kerja, akan terjadi loncatan arus listrik bersamaan dengan keluarnya gas pelindung yang panasnya dapat mencairkan bahan tambah (filler metal) dengan benda kerja dan terjadilah pengelasan.

6. Las Plasma

Penyambungan logam dengan las plasma, prosedurnya sama dengan las TIG. Penempatan elektroda di dalam nosel tersendiri dapat memisahkan busur api dengan gas pelindung. Elektroda las plasma terbuat dari tungsten dengan elemen tambahan thorium sebanyak 2% dan nosel dibuat dan bahan tembaga. Ada tiga model pengoperasian las plasma berkaitan dengan ukuran nosel dan laju gas plasma, yaitu: 1) Plasma mikro (Microplasma) dengan arus listrik antara 0,1 sampai 15 A; 2) Arus menengah (Medium current) yang arusnya antara 15 hingga 200 A; dan 3) Keyhole plasma digunakan untuk pengelasan di atas arus 200 A. Dalam kondisi normal, las plasma menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai karakter arus menurun (drop voltage). Penyalaan busur listrik pada saat awal pengelasan lebih sulit jika dibandingkan dengan las yang menggunakan karakter arus konstan (constan voltage).

7. Las Titik (Spot Welding)

Las titik yang merupakan salah satu proses las tertua banyak digunakan di industri khususnya industri yang banyak mengerjakan plat seperti industri otomotif. Bahan yang disambung dengan metode ini sering dilakukan pada ketebalan di bawah 3 mm. Bahan dasar sebaiknya mempunyai ketebalan sama atau dengan perbandingan 3:1. Pembangkitan


(1)

185

NO INFORMASI HASIL WAWANCARA

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

a. Jenis pekerjaan apa yang menjadi wewenang Anda? a. Informan AA:

Bapak AA adalah seorang operator cross member. b. Informan AB:

Bapak AB adalah seorang operator cowl top. c. Informan AC:

Bapak AC bekerja di bagian ginishing apron. d. Informan AD:

Bapak AD adalah seorang operator apron. b. Apakah Anda mempunyai sertifikasi untuk

melakukan jenis pekerjaan tersebut?

a. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Semua pekerja mengatakan bahwa mereka tidak memiliki sertifikasi pengelasan. Akan tetapi, sebelum bekerja di pos pengelasan tertentu, mereka sudah

mendapatkan pelatihan terlebih dahulu. c. Adakah pekerjaan lain di luar wewenang Anda yang

Anda kerjakan? (probing: contoh)

a. Informan AA dan AC:

Mereka mengatakan bahwa mereka tidak melakukan pekerjaan lain di luar wewenangnya. Mereka bekerja sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh group leader.

b. Informan AB:

Bapak AB mengatakan bahwa dirinya melakukan pekerjaan lair di luar

wewenangnya yaitu membantu mengelas atau memabantu pekerjaan temannya di pos lain yang masih dikuasinya. Dia melakukan hal tersebut atas inisiatif sendiri dan tanpa seizin dari group leader.

c. Informan AD:

Bapak AD mengatakan bahwa dirinya juga membantu pekerjaan temannya yang belum selesai, tetapi masih dalam pos yang sama.

2. Gagal dalam memberi peringatan

a. Apa saja yang foreman atau teman Anda lakukan jika Anda melakukan kesalahan dalam pengelasan? (probing: bentuk peringatan)

a. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Semua pekerja mengatakan bahwa jika mereka melakukan kesalahan dalam bekerja foreman ataupun group leader akan menegur mereka dan teman kerja mereka juga akan mengingatkan mereka.


(2)

NO INFORMASI HASIL WAWANCARA b. Apakah yang Anda lakukan jika teman Anda

melakukan kesalahan dalam pengelasan? (probing: bentuk peringatan)

a. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Semua pekerja mengatakan bahwa mereka juga akan mengingatkan teman kerjanya yang ditemukan melakukan kesalahan dalam bekerja.

3. Menggunakan peralatan yang rusak

a. Peralatan pengelasan apa yang Anda gunakan untuk jenis pekerjaan Anda?

a. Informan AA:

Bapak AA menggunakan las CO2. b. Informan AB:

Bapak AB menggunakan spot gun dan stud weld. c. Informan AC:

Bapak AC menggunakan alat-alat repair yang digunakan untuk memperbaiki panel yang rusak.

d. Informan AD:

Bapak AD adalah spot gun. e. Apa yang Anda lakukan jika alat pengelasan yang

Anda gunakan mengalami kerusakan?

a. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Semua pekerja mengatakan bahwa mereka akan melapor kepada maintenance atau group leader jika alat pengelasan yang mereka gunakan mengalami kerusakan.

b. Apakah Anda tetap menggunakan alat pengelasan Anda yang mengalami kerusakan? (probing)

a. Informan AA dan AB:

Mereka mengatakan bahwa mereka pernah tetap menggunakan alat pengelasannya yang rusak.

b. Informan AC dan AD:

Mereka mengatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan alat pengelasannya yang rusak karena menurutnya itu berbahaya bagi mereka. c. Mengapa Anda tetap menggunakan alat pengelasan

yang rusak? (probing)

a. Informan AA:

Bapak AA tetap menggunakannya karena pekerjaan yang dilakukannya sedang banyak sehingga dia menunda untuk melaporkannya kepada maintenance. b. Informan AB:

Bapak AA tetap menggunakannya karena menurut group leader masih ada toleransi untuk digunakan sementara waktu sambil menunggu maintenance datang.

4. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi


(3)

NO INFORMASI HASIL WAWANCARA pengelasan yang mengalami kerusakan? (probing:

penyebab)

Semua pekerja mengatakan bahwa biasanya mereka akan memperbaiki sendiri alat pengelasannya yang mengalami kerusakan ringan, seperti mengganti tip gun dan memperbaiki selang yang bocor. Mereka melakukan hal itu karena mereka bisa memperbaikinya sendiri dan jika memanggil maintenance akan memakan waktu yang lama.

b. Bagaimana kondisi mesin pada saat Anda

memperbaiki peralatan yang mengalami kerusakan?

b. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Semua pekerja mengatakan bahwa sebelum memperbaiki alat pengelasannya yang rusak mereka telah mematikan terlebih dahulu mesin alat pengelasan tersebut.

5. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

a. Bagaimana Anda menggunakan peralatan pengelasan untuk jenis pekerjaan Anda? Adakah peralatan lain di luar peralatan yang khusus untuk jenis pekerjaan Anda yang Anda gunakan?

a. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Semua pekerja mengatakan bahwa mereka menggunakan peralatan yang sesuai dengan jenis pekerjaan mereka. Mereka tidak menggunakan peralatan lain yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan mereka.

6. Tidak menggunakan APD dengan benar

a. Jenis APD apa saja yang harus Anda gunakan untuk jenis pekerjaan Anda?

a. Informan AA:

APD yang digunakan Bapak AA pada saat bekerja adalah masker, kacamata las, kedok las, sepatu safety.

b. Informan AB:

APD yang digunakan Bapak AB pada saat bekerja adalah helm, kacamata, earplug, pelindung nadi tangan dan kaki, sarung tangan, masker.

c. Informan AC:

APD yang digunakan Bapak AC pada saat bekerja adalah helm, kacamata, pelindung nadi, otto, dan safety shoes.

d. Informan AD:

APD yang digunakan Bapak AD pada saat bekerja adalah pelindungi nadi, lengan, otto, earplug, kacamata, helm.

b. Bagaimana Anda menggunakan APD tersebut? (probing: kebiasaan penggunaan APD)

a. Informan AA:

Bapak AA mengatakan bahwa terkadang dia melepas maskernya pada saat mengelas. Hal ini dilakukan karena terkadang Bapak AA malas

menggunakannya. b. Informan AB:


(4)

NO INFORMASI HASIL WAWANCARA

Bapak AB mengatakan bahwa terkadang dia melepas maskernya pada saat melakukan pekerjaan pemasangan nut dengan menggunakan stud weld. Bapak AB menilai asap yang ditimbulkan oleh stud weld tidak begitu banyak. Selain itu, terkadang dia melepas maskernya karena merasa gerah.

c. Informan AC:

Bapak AB mengatakan bahwa terkadang dia tidak menggunakan masker karena lupa akibat terburu-buru mengejar pekerjaan.

d. Informan AD:

Bapak AD mengatakan bahwa dia tetap menggunakan APD nya pada saat bekerja.

7. Pembebanan/pengisian yang tidak sesuai a. Berapa jumlah beban panel yang biasa Anda

angkat/bawa?

a. Informan AA, AB, dan AC:

Mereka mengatakan bahwa beban panel yang biasa mereka angkat/bawa adalah sekitar 2-5 buah panel yang ringan.

b. Informan AD:

Bapak AD mengatakan bahwa terkadang beban panel yang dibawanya bisa mencapai 30 buah panel ringan. Hal ini dilakukan supaya pekerjaannya cepat selesai.

8. Cara mengangkat yang salah

a. Bagaimana cara Anda mengangkat/memindahkan panel? (probing: posisi tubuh)

a. Informan AA dan AB:

Mereka mengatakan bahwa cara mengangkat panel yang mereka lakukan sudah sesuai dengan cara yang telah diajarkan oleh foreman dan group leader mereka yang pada saat mengangkat dengan posisi agak jongkok dan badan tidak membungkuk.

b. Informan ACdan AD:

Mereka mengatakan bahwa cara mengangkat panel yang mereka lakukan belum sesuai dengan cara yang telah diajarkan oleh foreman dan group leader mereka yaitu pada saat mengangkat posisi tubuh mereka dalam keadaan membungkuk. Hal ini mereka lakukan karena posisi tersebut nyaman bagi mereka.

9. Posisi atau sikap tubuh yang salah

a. Bagaimana posisi tubuh Anda pada saat bekerja? a. Informan AA, AB, AC, dan AD:


(5)

NO INFORMASI HASIL WAWANCARA

berdiri selama 8 jam kerja dengan posisi tubuh rata-rata agak membungkuk. b. Bagaimanakah kenyamanan dari posisi Anda dalam

bekerja? (probing: keluhan)

b. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Semua pekerja mengatakan bahwa Semua pekerja mengatakan bahwa dengan posisi tersebut mereka sering merasa pegal-pegal, seperti pegal pada daerah punggung dan leher.

10. Berkelakar atau bersenda gurau

a. Apakah Anda pernah bercanda pada saat melakukan pengelasan?

a. Informan AA, AB, dan AD:

Mereka mengatakan bahwa terkadang mereka pernah bersenda gurau atau bercanda pada saat bekerja/mengelas seperti mengobrol dengan teman kerjanya pada saat bekerja. Hal tersebut mereka lakukan untuk menghilangkan kejenuhan pada saat bekerja.

b. Informan AC:

Bapak AC mengatakan bahwa dirinya tidak pernah bersenda gurau pada saat bekerja karena menurutnya hal itu sangat berisiko.

b. Mengapa Anda bersenda gurau dengan teman kerja Anda saat melakukan pengelasan? (probing)

a. Informan AA, AB, dan AD:

Mereka mengatakan bahwa Hal tersebut mereka lakukan untuk menghilangkan kejenuhan pada saat bekerja dan stres akibat beban kerja yang cukup berat. 11. Bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan

a. Apakah Anda pernah mengkonsumsi alkohol atau obatan? (probing: jenis alkohol atau obat-obatan)

a. Informan AA:

Bapak AA mengatakan dia tidak mengkonsumsi alkohol dan dia tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, obat yang dia konsumsi adalah obat untuk menghilangkan rasa pegal.

b. Informan AB dan AD

Mereka mengatakan bahwa dahulu mereka pernah mengkonsumsi alkohol dan mereka tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, obat yang dia konsumsi adalah vitamin.

c. Informan AC:

Bapak AC tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan dia tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang, obat yang dia konsumsi adalah jamu. b. Apakah Anda pernah mengkonsumsinya sebelum

Anda bekerja?

a. Informan AA, AB, AC, dan AD:

Mereka mengatakan bahwa mereka mengkonsumsi obat-obatan, seperti obat pegal-pegal, vitamin, dan jamu, pada saat di rumah mereka masing-masing.


(6)

190

HASIL OBSERVASI

NO INFORMASI FAKTA DI LAPANGAN CATATAN

YA TIDAK

1. Melakukan pekerjaan tanpa

wewenang - √

2. Gagal dalam memberi peringatan - √

3. Gagal dalam mengamankan - √

4. Bekerja dengan kecepatan

berbahaya - √

5. Menghilangkan alat pengaman √ -

- Tidak terdapat pelindung cakram pada gerinda. Pelindung cakram tersebut sengaja dilepas karena mengganggu proses produksi 6. Membuat alat pengaman tidak

berfungsi - √

7. Menggunakan peralatan yang rusak - √

8. Menggunakan peralatan yang tidak

sesuai - √

9. Tidak menggunakan APD dengan

benar

√ -

- Pekerja tidak menggunakan masker pada saat melakukan pengelasan.

- Pekerja tidak menggunakan masker pada saat melakukan pekerjaan pemasangan nut.

10. Pengisian/pembebanan yang tidak

sesuai √ -

- Pekerja membawa 30 buah panel ringan

11. Cara mengangkat yang salah

√ -

- Posisi tubuh pekerja membungkuk pada saat mengambil atau mengangkat panel, tetapi pada saat mereka membawa panel, posisi badan mereka tegak.

12. Posisi atau sikap tubuh yang salah

- - Posisi tubuh pekerja agak

membungkuk pada saat mengelas 13. Memperbaiki peralatan yang sedang

beroperasi - √