Analisis Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Puskesmas Tigapanah Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Tahun 2016

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS)

2.1.1

Pengertian Puskesmas
Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan

pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Menurut
Permenkes No. 75 tahun 2014, puskesmas merupakan fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan masyarakat dan
upaya pelayanan kesehatatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan peventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Puskesmas dibangun untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar,

menyeluruh dan terpadu bagi seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah
kerjanya. Program kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas merupakan
program pokok (public health essential) yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah
untuk melindungi penduduknya, termasuk mengembangkan program khusus
untuk penduduk miskin (Muninjaya, 2011).
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan
yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif
(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan
kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak

10
Universitas Sumatera Utara

11

membedakan jenis kelamin, golongan umur, sejak dari pembuahan dalam
kandungan sampai tutup usia (Permenkes No. 75 Tahun 2014).
2.1.2

Tujuan Puskesmas

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan

untuk mewujudkan masyarakat yang:
1.

memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat;

2.

mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu;

3.

hidup dalam lingkungan sehat; dan

4.

memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat (Permenkes No.75 Tahun 2014).


2.1.3

Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
Sebagaimana tertera di Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas,

prinsip penyelenggaraan puskesmas meliputi:
1.

Paradigma Sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen
dalam upaya mencegah dan mengurangi resiko kesehatan yang dihadapi
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

2.

Pertanggungjawaban Wilayah
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap pembangunan
kesehatan di wilayah kerjanya.


Universitas Sumatera Utara

12

3.

Kemandirian Masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.

4.

Pemerataan
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang dapat diakses dan
terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah kerjanya secara adil tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, agama, budaya dan kepercayaan.

5.

Teknologi Tepat Guna

Puskesmas menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memanfaatkan
teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan, mudah
dimanfaatkan dan tidak berdampak buruk bagi lingkungan.

6.

Keterpaduan dan Kesinambungan.
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan penyelenggaraan UKM
dan UKP lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan sistem rujukan
yang didukung dengan manajemen puskesmas.

2.1.4

Fungsi Puskesmas
Menurut Permenkes No.75 Tahun 2014 tentang Puskesmas, dalam

melaksanakan tugasnya puskesmas menyelenggarakan fungsi:
1.

penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas

berwenang untuk:
a. melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan
masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;
b. melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

Universitas Sumatera Utara

13

c. melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan;
d. menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang
bekerjasama dengan sektor lain terkait;
e. melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat;
f. melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia puskesmas;
g. memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;
h. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap akses, mutu,
dan cakupan Pelayanan Kesehatan; dan

i. memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat.
2.

penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas
berwenang untuk:
a. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
b. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

Universitas Sumatera Utara

14

e. menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerja sama inter dan antar profesi;

f. melaksanakan rekam medis;
g. melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan
akses Pelayanan Kesehatan;
h. melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;
i. mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
j. melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.

2.2

Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.2.1

Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Penyakit ini ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa

penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai dengan tanda
perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau
ruam (purpura). Kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran
menurun atau renjatan (shock) (Kepmenkes RI No 581/Menkes/SK/1992).
2.2.2

Vektor Penularan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Di Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit Demam Berdarah Dengue

(DBD) adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus, tetapi saat ini yang menjadi

Universitas Sumatera Utara

15

vektor utama dari penyakit DBD adalah Aedes aegypti. Demam Berdarah Dengue
(DBD) disebabkan oleh virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3, dan
DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam grup B Arthropoda borne viruses
(arboviruses). Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan diberbagai daerah di


Indonesia. Virus yang banyak berkembang di masyarakat adalah virus Dengue
dengan tipe satu dan tiga (Zulkoni, 2010)
Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black-white mosquito
atau tiger mosquito karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garisgaris dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan
yang menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna
putih keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis
median dari puggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking).
Dalam siklus hidupnya Aedes aegypti mengalami empat stadium yaitu
telur, larva pupa, dan dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air
tawar yang jernih serta tenang. Genangan air yang disukai sebagai tempat
perindukannya (breeding place) adalah genangan air yang terdapat di dalam suatu
wadah atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat-tempat perindukan
yang paling potensial adalah tempat penampungan air (TPA) yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari: drum, bak mandi, bak WC, gentong/ tempayan,
ember, dan lain-lain. Tempat perindukan lainnya yang non-TPA adalah vas bunga,
pot tanaman hias, ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum burung,
dan lain-lain, serta tempat penampungan air alamiah: lubang pohon, pelepah daun
pisang, pelepah daun keladi, lubang batu, dan lain-lain. Tempat perindukan yang

Universitas Sumatera Utara


16

paling disukai adalah yang berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindung dari sinar
matahari langsung (Soegijanto, 2006).
2.2.3

Ciri-ciri Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri yang khas antara lain:

a. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih.
b. Berkembangbiak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan drum, barang-barang penampung air seperti kaleng, ban bekas,
pot tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain.
c. Jarak terbang ± 100 meter.
d. Nyamuk betina bersifat ‘multiple biters‘ (menggigit beberapa orang karena
sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)
e. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2011).
2.2.4

Taksonomi dan Morfologi Nyamuk Aedes aegypti

A.

Taksomoni
Nyamuk Aedes aegypti disebut black-white mosquito, karena tubuhnya

ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar hitam. Di
Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-nyamuk
rumah.
Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto (2006), kedudukan
nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi animalia adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera

Universitas Sumatera Utara

17

Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis : Ae. aegypti L.
B.

Morfologi

1. Telur
Telur Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran + 0,80 mm, berbentuk
oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih atau menempel
pada dinding tempat penampungan air. Telur dapat bertahan sampai dengan enam
bulan di tempat yang kering. Telur nyamuk dapat tetap menetas di iklim dingin
sekalipun. Perbedaaannya dengan di air yang beriklim panas hanya dalam hal laju
waktu menetasnya. Di iklim yang lebih dingin, perlu waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan telur yang menetas di air yang beriklim lebih panas
(Nadesul, 2007).
2. Jentik (larva)
Pertumbuhan larva (jentik) nyamuk Aedes aegypti dibagi dalam 4 tingkat
(instar) sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2. Instar II : berukuran 2,5 - 3,8 mm
3. Instar III : memiliki ukuran sedikit lebih besar dari larva instar II
4. Instar IV : berukuran paling besar 5 mm
3. Kepompong

Universitas Sumatera Utara

18

Pupa Aedes aegypti berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ratarata pupa nyamuk lain. Kepompong (pupa) berbentuk seperti “koma”. Bentuknya
lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya.
4. Nyamuk dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata
nyamuk lain dan mempunyai ciri khas warna dasar hitam dengan bintik-bintik
putih pada bagian badan dan kaki. Vektor penyakit DBD adalah nyamuk Aedes
aegypti betina. Perbedaan antara nyamuk Aedes aegypti jantan dan betina terletak

pada morfologi antenanya.Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu lebat
sedangkan antena pada nyamuk betina berbulu agak jarang/tidak lebat (Ditjen PP
& PL, 2014).
2.2.5

Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu : telur-

jentik-kepompong-nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup/berada di
dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu + 2 hari
setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari dan
stadium kepompong (pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur
sampai menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk Aedes aegypti
betina dapat mencapai 2-3 bulan (Ditjen PP & PL, 2014).
Menurut Soegijanto (2006) telur nyamuk Aedes aegypti didalam air
dengan suhu 20-40°C akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2 hari.
Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu temperatur, tempat, keadaan air kandungan zat makanan yang ada di

Universitas Sumatera Utara

19

dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa
dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3
hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa
memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari.
2.2.6

Tempat Perkembangbiakan Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes aegypti memiliki tempat perkembangbiakan utama adalah

tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu
tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat
berkembang biak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti : drum,
tangki, reservoir, tempayan, bak mandi/wc dan ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat
minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang bekas (ban,
kaleng, botol, plastik dan lain-lain).
3. Tempat penampungan air alamiah seperti : lobang pohon, lobang batu, pelepah
daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.
2.2.7

Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti betina mampu terbang rata-rata 40 meter,
maksimal 100 meter, namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan, nyamuk dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti sebagai vektor
DBD tersebar luas di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, nyamuk ini dapat

Universitas Sumatera Utara

20

tersebar dan berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari permukaan
laut. Nyamuk tidak dapat berkembang biak di atas ketinggian 1.000 m karena
pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan
kehidupan bagi nyamuk tersebut (Ditjen PP & PL, 2014).
2.2.8

Ekologi Vektor
Penyakit DBD melibatkan tiga organisme yaitu virus Dengue, nyamuk

Aedes aegypti dan host manusia. Untuk memahami penyakit yang ditularkan

vektor dan untuk pengendalian penyakit sebagai ekosistem alam dimana
subsistem yang terkait dalam ekosistem ini adalah virus, nyamuk Aedes aegypti,
manusia, lingkungan fisik dan lingkungan biologi (Depkes, 2007).
a. Virus Dengue. Virus ini termasuk dalam genus Flavivirus dari family
Flaviviridae terdiri dari 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4.

b. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang menularkan virus Dengue
melalui gigitan nyamuk dari orang sakit ke orang sehat.
c. Manusia merupakan sebaran inang (organisme dimana parasit hidup dan
mendapatkan makanan) untuk penyakit DBD.
d. Lingkungan fisik meliputi :
1. Tempat Penampungan Air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah
sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti.
2. Ketinggian tempat, dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan laut
tidak ditemukan nyamuk Aedes aegypti.
3. Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan
kelembaban udara terutama untuk daerah pantai.

Universitas Sumatera Utara

21

4. Kecepatan angin juga mempengaruhi pelaksanaan pemberantasan vektor
dengan cara fogging.
5. Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus di dalam tubuh nyamuk
(Depkes, 2007).

2.3

Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

581/MENKES/SK/VII/1992 tentang Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah
Dengue, pemberantasan penyakit DBD adalah semua upaya untuk mencegah dan
menangani kejadian DBD. Adanya keputusan tersebut bertujuan untuk
memberikan pedoman bagi masyarakat, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan
sektor-sektor terkait dalam upaya bersama mencegah dan membatasi penyebaran
penyakit sehingga program Penanggulangan dan Pemberantasan penyakit DBD
(P2DBD) dapat tercapai. Program P2DBD mempunyai tujuan utama diantaranya
adalah untuk menurunkan angka kesakitan, menurunkan angka kematian, dan
mencegah terjadinya KLB penyakit DBD.
Upaya pemberantasan penyakit DBD berdasarkan Kepmenkes No.
581/MENKES/SK/VII/1992,

dilaksanakan

dengan

cara

tepat

guna

oleh

pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi:
a. Pencegahan, dengan melakukan PSN.
b. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan.
c. Penyelidikan epidemiologi dan pengamatan penyakit.
d. Penanggulangan seperlunya.

Universitas Sumatera Utara

22

e. Penanggulangan lain.
f. Penyuluhan kesehatan.

2.4
1.

Kegiatan Pokok Pengendalian Demam Berdarah (DBD)
Surveilans Epidemiologi
Surveilans

pada pengendalian DBD meliputi kegiatan surveilans kasus

secara aktif maupun pasif, surveilans vektor, surveilans laboratorium dan
surveilans terhadap faktor resiko penularan penyakit seperti pengaruh curah
hujan, kenaikan suhu dan kelembaban serta surveilans akibat adanya
perubahan iklim (climate change).
2.

Penemuan dan Tatalaksana Kasus
Penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan pemeriksaan dan
penanganan penderita di puskesmas dan rumah sakit.

3.

Pengendalian Vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan
jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
pengasapan untuk memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang
terinfeksi kepada manusia. Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan
kegiatan 3M Plus:
a)

Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang
bekas.

b)

Secara kimiawi dengan larvasidasi.

c)

Secara biologis dengan pemberian ikan.

Universitas Sumatera Utara

23

d)

Cara lainnya (menggunakan obat nyamuk bakar, kelambu, memasang
kawat kasa, dll)

Kegiatan pengalaman vektor di lapangan dilakukan dengan cara:
a)

Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan di
monitor oleh petugas pukesmas.

b)

Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim
penularan.

c)

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap tiga bulan sekali dan di
laksanakan oleh petugas puskesmas.

d)

Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada
pimpinan wilayah pada rapat bulanan Kelompok Kerja Operasional
(POKJANAL) DBD, yang menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas
Jentik (ABJ).

4.

Peningkatan Peran Serta Masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi Kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan
pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat-tempat umum dan tempat
ibadah).

5.

Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya
KLB dan apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulangi dengan cepat
dan

tepat.Upaya

dilapangan

yaitu

dengan

melaksanakan

kegiatan

Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan penanggulangan seperlunya meliputi

Universitas Sumatera Utara

24

fogging fokus, penggerakan masyarakat dan penyuluhan untuk PSN serta
larvasidasi
6.

Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet
atau poster tetapi juga kearah perubahan perilaku dalam pemberantasan
sarang nyamuk sesuai dengan kondisi setempat.

7.

Kemitraan/Jejaring Kerja
Didasari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor
kesehatan saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat
besar. Wadah kemitraan telah terbentuk melalui KEPMENKES 581/1992
dan KEPMENDAGRI 44/1994 dengan nama kelompok kerja operasional
(POKJANAL). Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring
kemitraan dalam pengendalian DBD.

8.

Capacity Building

Peningkatan kapasitas dari sumber daya baik manusia maupun sarana dan
prasarana sangat mendukung tercapainya target dan indikator dalam
pengendalian

DBD.

Sehingga

sosialisasi/penyegaran/pelatihan

secara

kepada

rutin

petugas

dari

perlu

diadakan

tingkat

kader,

puskesmas sampai dengan pusat.
9.

Penelitian dan Survei
Penelitian dan upaya pengembangan kegiatan pengendalian tetap terus
dilaksanakan oleh berbagai pihak antara lain: Universitas, Rumah Sakit,
Litbang, LSM, dll. Penelitian ini menyangkut beberapa aspek yaitu

Universitas Sumatera Utara

25

bionomik vektor, penanganan kasus, laboratorium, perilaku, obat herbal, dan
saat ini sedang dilakukan uji coba terhadap vaksin DBD.
10.

Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan atau desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan
pengendaliaan DBD, dimulai dari input, proses, ouput, dan outcome yang
dicapai pada setiap tahun (Ditjen PP & PL, 2014).

2.5

Tata Laksana Penanggulangan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Setiap diketahui adanya penderita DBD, segera ditindaklanjuti dengan

kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dan KLB dapat dicegah.Selanjutnya
dalam melaksanakan kegiatan pemberantasan DBD sangat diperlukan peran serta
masyarakat,

baik

untuk

membantu

kelancaran

pelaksanaan

kegiatan

pemberantasan maupun dalam memberantas jentik nyamuk penularnya.
2.5.1

Penyelidikan Epidemiologi (PE)
Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau

tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat
tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum
dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter.
Tujuan umum dari Penyelidikan Epidemiologi adalah untuk mengetahui
potensi

penularan

dan

penyebaran

DBD

lebih

lanjut

serta

tindakan

penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita,
dan tujuan khususnya adalah untuk mengetahui adanya penderita dan tersangka

Universitas Sumatera Utara

26

DBD lainnya, mengetahui ada/tidaknya jentik nyamuk penular DBD, dan
menentukan jenis tindakan (penanggulangan fokus) yang akan dilakukan. (Ditjen
PP & PL, 2014).
2.5.2

Penanggulangan Fokus
Penanggulangan Fokus adalah kegiatan pemberantasan nyamuk penular

DBD yang dilaksanakan dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk
demam berdarah dengue (PSN DBD), larvasidasi, penyuluhan dan pengabutan
panas (pengasapan/fogging) dan pengabutan dingin (ULV) menggunakan
insektisida. Penanggulangan fokus dilaksanakan untuk membatasi penularan DBD
dan mencegah terjadinya KLB di lokasi tempat tinggal penderita DBD dan
rumah/bangunan sekitar serta tempat-tempat umum berpotensi menjadi sumber
penularan DBD lebih lanjut.
2.5.2.1 Kriteria Penanggulangan Fokus
1. Bila ditemukan penderita DBD lainnya (1 atau lebih) atau ditemukan 3
atau

lebih

tersangka

DBD

dan

ditemukan

jentik



5%

dari

rumah/bangunan yang diperiksa, maka dilakukan penggerakan masyarakat
dalam PSN DBD, larvasidasi, penyuluhan dan pengasapan dengan
insektisida dirumah penderita DBD dan rumah/bangunan sekitarnya radius
200 meter sebanyak dua siklus dengan interval satu minggu.
2. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut di atas, tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat dalam PSN
DBD, larvasidasi dan penyuluhan.

Universitas Sumatera Utara

27

3. Bila tidak ditemukan penderita lainnya seperti tersebut diatas dan tidak
ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat.
Langkah – Langkah Pelaksanaan Kegiatan:
1. Setelah kades/lurah menerima laporan hasil PE dari puskesmas dan
rencana koordinasi penanggulangan fokus, meminta ketua RW/RT agar
membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan fokus
2. Ketua RW/RT menyampaikan jadwal kegiatan yang diterima dari petugas
puskesmas setempat dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan penanggulangan fokus.
3. Kegiatan penanggulangan fokus sesuai hasil PE:
a. Penggerakan masyarakat dalam PSN DBD dan larvasidasi
1. Ketua RW/RT, Toma (tokoh masyarakat) dan kader memberikan
pengarahan langsung kepada warga pada waktu pelaksanaan PSN
DBD
2. Penyuluhan dan penggerakan masyarakat PSN DBD dan
larvasidasi dilaksanakan sebelum dilakukan pengabutan dengan
insektisida.
b. Penyuluhan
Penyuluhan dilaksanakan oleh petugas kesehatan/kader atau kelompok
kerja (Pokja) DBD Desa/Kelurahan berkoordinasi dengan petugas
puskesmas.
c. Pengabutan dengan insektisida

Universitas Sumatera Utara

28

1. Dilakukan oleh petugas puskesmas atau berkerjasama dengan dinas
kesehatan kabupaten/kota. Petugas penyemprotan adalah petugas
puskesmas atau petugas harian lepas terlatih.
2. Ketua RT, Toma atau kader mendampingi petugas dalam kegiatan
pengabutam. (dilapangan tidak hanya mendampingi tapi juga
melakukan penyuluhan).
4. Hasil pelaksanaan penanggulangan fokus dilaporkan oleh puskesmas
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota dengan tembusan kepada camat
dan kades/lurah setempat.
5. Hasil kegiatan pengendalian DBD dilaporkan oleh puskesmas kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota setiap bulan dengan menggunakan
formulir K-D. (Ditjen PP & PL, 2014)

2.6

Pelaksanaan Program Penanggulangan Demam Berdarah Dengue
(DBD)
1. Penyemprotan insektisida (pengasapan/pengabutan)/ Fogging
Pelakasana

: Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan
tenaga lain yang telah dilatih.

Lokasi

: Meliputi seluruh wilayah terjangkit.

Sasaran

: Rumah dan tempat-tempat umum.

Insektisida

: Sesuai dengan dosis.

Alat

: Hot fogger/mesin pengabut atau ULV

Universitas Sumatera Utara

29

Cara

: - Fogging/ULV dilaksanakan dua siklus dengan interval
satu minggu.
- Pengasapan dimulai dari rumah bagian belakang lalu
depan.
- Untuk rumah bertingkat dimulai dari lantai atas.
- Selanjutnya diluar rumah jangan melawan arah angin.
- Penyemprotan dilakukan dua siklus interval 5-7 hari.

Operasional

: - Sasaran fogging; rumah/bangunan dan
halaman/pekarangan sekitarnya.
- Waktu operasional: pagi hari atau sore (Ae. aegypti).
- Kecepatan gerak fogging; seperti orang berjalan biasa (23 km/jam).
- Temperatur udara ideal: 18oC, maksimal 28oC.
- Fogging di dalam rumah; dimulai dari ruangan yang
paling belakang, jendela dan pintu ditutup kecuali pintu
depan untuk keluar masuk petugas.
- Fogging di luar rumah; tabung pengasap harus searah
dengan arah angin, dan petugas berjalan mundur.
- Penghuni rumah; selama rumah di fog dengan system
thermal, semua penghuni supaya berada diluar, setelah
fog dalam ruangan menghilang baru para penghuni boleh
masuk kembali. (15-30 menit setelah fogging)

Universitas Sumatera Utara

30

- Binatang peliharaan, makanan dan minuman; untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka
dianjurkan semua makanan, bahan makanan dan tempat
penampungan air minum agar ditutup.
- Berdasarkan pengalaman, lama fogging: dari berbagai
studi dan pengalaman selama ini untuk rumah dan
halaman di daerah urban di Indonesia memakan waktu
fogging antara 2-3 menit/rumah.
2. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)
Gerakan PSN DBD adalah kegiatan terencana yang dilakukan oleh
seluruh masyarakat bersama pemerintah dan pemerintah daerah untuk
mencegah penyakit DBD melalui kegiatan PSN secara terus menerus dan
berkesinambungan. Gerakan PSN DBD ini merupakan kegiatan yang
paling efektif untuk mencegah terjadinya penyakit DBD serta mewujudkan
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat (Ditjen PP & PL, 2014).
Pelaksana

: Masyarakat di lingkungan masing-masing.

Lokasi

: Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah
sekitarnya yang merupakan satu kesatuan epidemiologis

Sasaran

: Semua tempat potensial bagi perindukan nyamuk: tempat
penampungan air, barang bekas (botol, pecahan gelas, ban
bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah pisang,
tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat

Universitas Sumatera Utara

31

penampungan air di bawah kulkas dsb, dirumah/bangunan
dan tempat umum.
Cara

: Melakukan kegiatan 3 M plus

Contoh

: Menguras dan Menyikat TPA
Menutup TPA
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang
dapat menjadi TPA
PLUS : - Menaburkan bubuk larvasida
- Memelihara ikan pemakan jentik
- Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia,
lavender, geranium).
- Memakai obat anti nyamuk
- Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.
- Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan
lokal.

3. Penyuluhan
Dalam program pengendalian DBD strategi promosi kesehatan
yang harus dilakukan adalah pemberdayaan masyarakat, pembinaan
suasana lingkungan sosialnya, dan advokasi kepada pihak-pihak yang dapat
mendukung terlaksananya program pengendalian DBD.
Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota
bersama puskesmas. Adapun materi pesan dalam penyuluhan adalah
mengenai waspada Nyamuk Demam Berdarah, Gejala demam berdarah,

Universitas Sumatera Utara

32

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan bebas jentik nyamuk di
rumah dan 3 M Plus dengan menggunakan media antara lain media massa
cetak dan elektronik (radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lainlain) serta media tradisional.
Hasil yang ingin dicapai adalah adanya opini positif yang
berkembang di masyarakat tentang pentingnya pengendalian DBD, semua
kelompok potensial di masyarakat ikut menyuarakan dan mendukung
pengendalian DBD serta adanya dukungan sumber daya (SDM, Dana,
sumber daya lain) dari kelompok potensial masyarakat. (Ditjen PP & PL,
2014).

2.7

Pendekatan Sistem
Suatu sistem adalah suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari

berbagai elemen yang berhubungan serta saling mempengaruhi yang dengan sadar
dipersiapkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dibentuknya suatu
sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan.
Pembentukan suatu sistem memerlukan berbagai unsur atau elemen sedemikian
rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu kesatuan dan secara bersamasama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. Apabila prinsip pokok atau cara
kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarakan pekerjaan administrasi,
maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan nama pendekatan sistem
(system approach) (Azwar, 1996).

Pendekatan sistem telah dikembangkan sejak awal 1960an. Pendekatan

Universitas Sumatera Utara

33

sistem dalam manajemen dikembangkan untuk membantu manajer mampu
berpikir secara holistik dan komprehensif dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan yang terjadi dengan sangat cepat dan sulit diperkirakan. Perubahan
lingkungan manajemen muncul akibat pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi
(Muninjaya, 2011).
Menurut Azwar (1996) prinsip pokok pendekatan sistem dalam
manajemen memiliki dua tujuan, yaitu
a) Membentuk sesuatu, sebagai hasil dari pekerjaan manajemen.
b) Menguraikan sesuatu yang telah ada dalam manajemen, biasanya dikaitkan
dengan kehendak untuk mencari jalan keluar yang tepat.
Secara sederhana, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan (input),
proses (process), keluaran (output), umpan balik (feed back), dampak (impact)
dan lingkungan (environment). Komponen sistem tersebut berhubungan satu sama
lain serta saling mempengaruhi.
a. Masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan diperlukan agar dapat berfungsinya suatu sistem.
b. Proses (process) merupakan kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
c. Keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungnya proses dalam sistem.
d. Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan
keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.

Universitas Sumatera Utara

34

e. Dampak (impact) merupakan akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu
sistem.
f. Lingkungan (environment) merupakan dunia di luar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem
Hubungan elemen-elemen dalam sistem dapat digambarkan sebagai
berikut:

LINGKUNGAN

MASUKAN

PROSES

KELUARAN

DAMPAK

UMPAN BALIK
Gambar 2.1 Hubungan Unsur-unsur Suatu Sistem (Azwar, 1996)

Dalam program kesehatan, komponen sebuah sistem terdiri dari masukan
(input), proses (process), keluaran (output),

effect dan out-come/impact

(Muninjaya, 2011).
a. Masukan (input) dalam program kesehatan terdiri dari 6 M yaitu : Man (staf),
Money (dana untuk kegiatan program), Material (peralatan yang dibutuhkan,

termasuk

logistik),

Method

(ketrampilan,

prosedur

kerja,

peraturan,

kebijaksanaan, dsb), Minute (jangka waktu pelaksanaan kegiatan program),
Market (sasaran masyarakat yang akan diberikan pelayanan program serta

persepsinya).
b. Proses (process) terdiri dari Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakan dan
Pelaksanaan program, pengawasan dan pengendalian untuk kelancaran
kegiatan dari program kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

35

c. Keluaran (output) dapat berupa cakupan kegiatan program.
d. Effect yaitu perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat yang
diukur dengan peran serta masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang tersedia.
e. Outcome (impact) merupakan dampak program yang diukur dengan
peningkatan status kesehatan masyarakat yaitu : tingkat dan jenis morbiditas
(kejadian sakit), mortalitas (tingkat kematian spesifik berdasarkan sebab
penyakit tertentu, serta indikator yang paling peka untuk menentukan status
kesehatan di suatu wilayah.
Beberapa keuntungan menerapkan pendekatan sistem dalam manajemen
adalah sebagai berikut : (Azwar, 1996)
a) Jenis dan jumlah masukan dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan,
dengan demikian pemborosan sumber, tata cara, dan kesanggupan yang
sifatnya selalu terbatas, akan dapat dihindari.
b) Proses yang dilaksanakan dapat diarahkan untuk mencapai keluaran, sehingga
dapat dihindari pelaksanaan kegiatan yang tidak diperlukan.
c) Keluaran yang dihasilkan dapat lebih optimal serta dapat diukur secara lebih
tepat dan objektif.
d) Umpan balik dapat diperoleh pada setiap tahap pelaksanaan program.

Universitas Sumatera Utara

36

2.8

Komponen Dalam Program Penanggulangan Demam Berdarah
Dengue (DBD).

2.8.1

Masukan (Input)

2.8.1.1 Sumber Daya Manusia
Dalam menjalankan kegiatan yang telah ditetapkan dibutuhkan sumber
daya manusia (SDM)/tenaga yang nantinya akan menjalankan program untuk
mencapai tujuan. Menurut Flippo (1996) sumber daya yang terpenting dalam
suatu organisasi adalah sumber daya manusia (SDM), yaitu orang-orang yang
memberikan tenaga, bakat, kreatifitas untuk keberhasilan organisasi. SDM
tersebut akan menentukan apakah program tersebut berjalan dengan baik dan
lancar.
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk penanggulangan DBD meliputi
petugas kesehatan dari dinas kesehatan dan puskesmas yang meliputi Pelaksana
surveilans

kasus

DBD,

Kader/PKK/Jumantik,

Pengelola

program

DBD

Puskesmas, Pengelola Program DBD di Dinas Kesehatan Kab/Kota, petugas
penyemprot untuk fogging serta tokoh masyarakat dan masyarakat umum. (Ditjen
PP&PL, 2014).
Dalam

Kepemenkes

Nomor:581/MENKES/SK/VII1992,

untuk

memberantas penyakit demam berdarah dengue diperlukan pembinaan peran serta
masyarakat guna mencegah dan membatasi penyebaran penyakit. Pembinaan
peran serta masyarakat dilaksanakan dengan penyuluhan dan motivasi kepada
masyarakat. Oleh karena itu pemberantasan penyakit demam berdarah dengue

Universitas Sumatera Utara

37

dilaksanakan melalui kerjasama lintas program dan sektoral yang dikoordinasikan
oleh kepala wilayah/daerah.
2.8.1.2 Dana
Menurut Soedjadi uang adalah faktor yang amat penting di dalam setiap
proses pencapaian tujuan, semua kegiatan tidak akan terlaksana tanpa adanya
penyediaan uang atau biaya yang cukup. Tersedianya anggaran yang memadai
untuk pembiayaan berbagai kegiatan yang telah ditetapkan untuk diselenggarakan
dapat menunjang keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya (Siagian,
1996).
Menurut KEPMENKES RI NOMOR:581/MENKES/SK/VII/1992 biaya
yang diperlukan untuk pemberantasan penyakit demam berdarah dibebankan
kepada masing-masing instansi/lembaga terkait, baik melalui APBN, APBD I,
APBD II, swadaya maupun sumber-sumber lain yang sah. Salah satu sumber dana
lain untuk kegiatan penanggulangan DBD berasal dari dana Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK). Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan upaya
masyarakat dalam bentuk bantuan dana dari pemerintah melalui Kementerian
Kesehatan dalam membantu pemerintahan daerah melaksanakan pelayanan
kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan. Bantuan
Operasional Kesehatan di Puskesmas dan jaringannya tidak lagi menafikan dan
mempunyai tujuan meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan
masyarakat melalui kegiatan promotif dan preventif.

Universitas Sumatera Utara

38

2.8.1.3 Sarana dan Prasarana
Untuk melaksanakan kegiatan penanggulangan DBD diperlukan berbagai
alat dan bahan. Dalam standar penanggulangan DBD alat dan bahan yang harus
tersedia antara lain formulir pemeriksaan jentik, bahan penyuluhan seperti leaflet,
poster, formulir Penyelidikan Epidemiologi, alat semprot minimal empat buah per
Puskesmas Kecamatan, kendaraan roda empat minimal satu unit, solar dan bensin,
insektisida sesuai kebutuhan, alat komunikasi minimal satu unit (Depkes RI,
2002).
Menurut Siagian (1996) tersedianya sarana dan prasarana kerja yang jenis,
jumlah, dan mutunya sesuai dengan kebutuhan dapat juga mendorong
keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan. Suatu organisasi tidak dapat
berjalan dengan sempurna tanpa adanya sarana maupun prasaran untuk
menggerakkan sumber daya lainnya dalam organisasi. (Azwar, 1996).
2.8.2

Proses (Process)
Proses (Process) adalah kegiatan penanggulangan yang dilakukan untuk

menurunkan jumlah kasus DBD yaitu Fogging Focus, Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), dan Penyuluhan. Proses akan dibahas dengan menggunakan
pendekatan manajemen dengan metode POAC yaitu Planning, Organizing,
Actuating, and Controlling.

a. Perencanaan (Planning)
Perencanaan tingkat puskesmas akan memberikan pandangan
menyeluruh terhadap semua tugas, fungsi dan peranan yang akan
dijalankan serta menjadi tuntutan dalam proses pencapaian tujuan

Universitas Sumatera Utara

39

Puskesmas secara efisien dan efektif. Perencanaan puskesmas merupakan
inti kegiatan manajemen Puskesmas, karena semua kegiatan manajemen
diatur dan diarahkan oleh perencanaan. Dengan perencanaan Puskesmas
memungkinkan para pengambil keputusan dan pimpinan Puskesmas untuk
menggunakan sumber daya Puskesmas secara berdaya guna dan berhasil
guna. Untuk menjadikan organisasi dan manajemen Puskesmas efektif dan
berkinerja tinggi diawali dari perencanaan efektif (Sutisna, 2011).
Perencanaan dalam sebuah oprganisasi merupakan hal penting
yang harus dilakukan agar program-program dalam organisasi tersebut
dapat menunjang terlaksananya tujuan dari organisasi yang tentunya
ditentukan

bagaimana

cara

seorang

manager

menyusun

sebuah

perencanaan tersebut. Seperti hal yang yang dikatakan oleh Stephen
Robins dan Mary Coulter perencanaan adalah sebuah proses yang dimulai
dari penetapan tujuan organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian
tujuan organisasi tersebut secara menyeluruh untuk mengintegrasikan dan
mengoordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya tujuan
organisasi.
Menurut Robbins dan Coulter perencanaan tersebut ada dua
macam bentuknya yaitu: Rencana formal adalah rencana tertulis yang
telah ditetapkan dan harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka
waktu tertentu dan merupakan rencana bersama anggota korporasi.
Maksunya setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu
agar tujuan dapat diwujudkan. Rencana formal ini dibentuk untuk

Universitas Sumatera Utara

40

mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang
harus dilakukan untuk tujuan bersama sebuah organisasi atau perusahaan.
Rencana informal adalah rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan
tujuan bersama anggota suatu organisasi. Rencana informal ini biasanya
mencakup pada kemampuan anggota dalam hubungannya dengan seorang
manager. Maksudnya tidak tertulis disini adalah rencana yang tidak ada
dalam AD/ART sebuah organisasi, rencana ini bersifat tidak tetap hanya
berada pada kondisi tertentu saja.
b. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokkan
orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang
sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan
sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan. Pengorganisasian merupakan langkah pertama ke arah
pelaksanaan rencana yang telah tersusun sebelumnya. Pelaksanaan fungsi
pengorganisasian menghasilkan suatu organisasi yang dapat digerakkan
sebagai suatu kesatuan yang bulat (Siagian, 1997).
Melalui fungsi pengorganisasian seluruh sumber daya yang
dimiliki oleh organisasi (manusia dan bukan manusia) dapat dipadukan
dan diatur untuk dapat digunakan seefisien mungkin untuk mencapai
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Disamping itu akan dapat
diketahui pembagian tugas untuk perorangan dan untuk kelompok,
hubungan organisatoris diantara orang-orang yang ada diorganisaasi,

Universitas Sumatera Utara

41

pendelegasian wewenang, pemanfaatan staf dan fasilitas fisik (Muninjaya,
1999).
Pengorganisasian berkaitan dengan struktur organisasi. Struktur
organisasi penting dibuat untuk mengetahui tugas-tugas dan kewajiban
dari masing-masing staf dan untuk mengetahui mekanisme pelimpahan
wewenang (Muninjaya, 199). Struktur organisasi didefinisikan secara luas
sebagai ciri-ciri organisasi yang dapat digunakan untuk mengendalikan
atau membedakan bagian-bagiannya. Jadi, tujuan struktur organisasi
adalah untuk mengendalikan atau membedakan perilaku, menyalurkan dan
mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan organisasi (Gibson, 1994).
c. Pelaksanaan (Actuating)
Pelaksanaan dan penggerakan atau biasa disebut aktuasi Puskesmas
merupakan usaha untuk menciptakan iklim kerjasama di antara staf
pelaksana program Puskesmas sehingga pelaksanaan program berjalan
sesuai rencana dalam rangka pencapaian tujuan Puskesmas. Aktuasi juga
merupakan suatu fungsi pembimbingan dan pengarahan pegawai agar
pegawai mau dan mampu bekerja dengan rasa tanggung jawab tanpa
menunggu perintah dari siapapun.
Menurut George R. Terry penggerakan adalah membuat semua
kelompok mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas dan bergairah untuk
mencapai

tujuan

sesuai

dengan

perencanaan

dan

usaha-usaha

pengorganisasian. Jadi penggerakan merupakan kegiatan yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

42

pimpinan untuk mengatur, membimbing, mengarahkan agar melaksanakan
kegiatannya untuk mencapai tujuan (Wijono, 1997).
d. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan adalah proses pengamatan dari pada pelaksanaan
seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang
sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
sebelumnya. Dari definisi ini jelas terlihat bahwa terdapat hubungan yang
erat antara perencanaan dan pengawasan (Siagian, 1997).
Melalui fungsi pengawasan, standar keberhasilan program yang
telah dibuat dalam bentuk target, prosedur kerja, dan sebagainya harus
selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu
dikerjakan oleh staf. Pemimpin bisa mendapatkan data pada saat
melakukan pengawasan dengan tiga cara: pengamatan langsung, laporan
lisan dari staf atau pengaduan masyarakat, dan laporan tertulis dari staf.
Menurut Robert J. Mockler dalam Handoko (1999) dengan adanya
pengawasan dapat ditetapkan dan diukur penyimpangan-penyimpangan
serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa
sumber daya organisasi digunakan dengan cara yang paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan organisasi. Jika pengawasan dilakukan
secara tepat maka organisasi akan memperoleh banyak manfaat
diantaranya dapat mengetahui apakah suatu kegiatan telah dilaksanakan
sesuai standar atau rencana yang telah ditetapkan sehingga efisiensi
program dapat diketahui, diketahuinya penyimpangan pada pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

43

tugas yang dilakukan oleh para petugas sehingga pimpinan dapat
merancang suatu pendidikan dan pelatihan yang akan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan dari petugas (Muninjaya, 1999).
2.8.3

Keluaran (Output)
Keluaran hasil dari pelaksanaan program penanggulangan DBD,

diharapkan terlaksananya program penanggulangan DBD yang optimal untuk
menurunkan jumlah kasus DBD.

2.9

Kerangka Pikir
Pada dasarnya keberhasilan pelaksanaan program penanggulangan

DBD dapat diukur melalui indikator masukan, proses, dan keluaran. Oleh karena
itu kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:

Keluaran
(Output) :

Proses (Process) :
Masukan
(Input) :
1. SDM
2. Pendanaan
3. Sarana dan
Prasarana

POAC

Terlaksananya
program
penanggulangan
DBD yang
optimal untuk
menurunkan
jumlah kasus
DBD

1. Fogging Focus
2. Pemberantasan
Sarang Nyamuk
(PSN)
3. Penyuluhan

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

Universitas Sumatera Utara

44

Berdasarkan gambaran diatas maka kerangka pikir penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Masukan (Input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program

penanggulangan DBD agar terlaksana dengan optimal, meliputi

SDM, metode, sarana dan prasarana.
a. SDM adalah tenaga kesehatan yang telah mendapat pelatihan untuk
melaksanakan program penanggulangan DBD serta sumber daya lain yang
telah mendapat pelatihan untuk terlibat dalam pelaksanaan program
penanggulangan DBD.
b. Pendanaan adalah dana yang digunakan untuk melaksanakan program
penanggulangan DBD.
c. Sarana dan Prasarana yaitu segala sesuatu yang diperlukan untuk
mendukung pelaksanaa program penanggulangan DBD.
2. Proses (Process) adalah kegiatan penanggulangan yang dilakukan untuk

menurunkan jumlah kasus DBD yaitu Fogging Focus, Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN), dan Penyuluhan. Proses akan dibahas dengan menggunakan
pendekatan manajemen dengan metode POAC yaitu Planning, Organizing,
Actuating, and Controlling.
3. Keluaran (Output) adalah hasil dari pelaksanaan program penanggulangan

DBD, diharapkan terlaksananya program penanggulangan DBD yang optimal
untuk menurunkan jumlah kasus DBD.

Universitas Sumatera Utara