Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori
Sumber-sumber penerimaan daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004
terdiri atas:
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri atas:
a. Pajak Daerah
b. Retribusi Daerah
c. Bagian Laba Usaha Daerah
d. Lain-lain PAD yang Sah
2. Dana Perimbangan, yang terdiri atas:
a. Dana Alokasi Umum (DAU)
b. Dana Alokasi Khusus (DAK)
c. Dana Bagi Hasil
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah

2.1.1


Teori Otonomi Daerah
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak,

wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuain
dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Widarta (2001, dalam
Bawono, 2006) dijelaskan bahwa otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani,

Universitas Sumatera Utara

yaitu Autos yang berarti sendiri dan Nomos yang berarti aturan. Dalam hal ini,
otonomi daerah dapat diartikan sebagai kebebasan dan kemandirian daerah
dalam menentukan langkah-langkah sendiri.
Salah satu ketetapan MPR yaitu Tap MPR Nomor XV/MPR/1998
tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan
Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia” merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya UU Nomor 22
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. UU Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan UU Nomor 32

dan 33 Tahun 2004 sebagai dasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Tujuan diberlakukannya otonomi daerah adalah agar pemerintah pusat
tidak perlu terbebani masalah yang tidak seharusnya menjadi masalah
pemerintah pusat. Pemerintah pusat diharapkan lebih fokus pada perumusan
kebijakan yang bersifat makro. Pada dasarnya, dalam pelaksanaan otonomi
daerah dan desentralisasi fiskalterkandung tiga misi utama, yaitu (Sakti, 2007):
1.

Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat.

2.

Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya
daerah.

3.

Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.


Universitas Sumatera Utara

Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi logis dari otonomi daerah.
Desentralisasi fiskal adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bowman dan
Hawton (1983) menyatakan bahwa tidak satupun pemerintah dari suatu negara
dengan wilayah yang luas dapat menentukan secara efektif ataupun dapat
melaksanakan kebijaksanaan dan program-programnya sedara efektif melalui
sistem sentralisasi. Oleh karena itu perlu ada pelimpahan wewenang dari pusat
ke daerah.
Prinsip-prinsip otonomi daerah seperti yang tertera dalam undangundang adalah:
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah.
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan

bertanggung jawab.
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan
otonomi yang terbatas.
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antardaerah.

Universitas Sumatera Utara

5. Pelaksanaan Otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada
lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang
dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan
pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan,
kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru,
kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah
otonom.
6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

7. Pelaksanaan atas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam
kedudukannya

sebagai

wilayah

administrasi

untuk

melaksanakan

kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur
sebagai wakil pemerintah.
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada
desa yang disertai dengan pembiayaan, saran dan prasarana, serta sumber
daya


manusia

dengan

kewajiban

melaporkan

pelaksanaan

dan

mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Pelimpahan kekuasaan pemerintah pusat ke pemerintah daerah
dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat

Universitas Sumatera Utara

federalisme. Jenis kekuasaan yang ditangani pusat hampir sama dengan yang
ditangani oleh pemerintah di negara federal.

Otonomi daerah bersifat luas, nyata dan bertanggungjawab. Disebut
luas karena kewenangan sisa justru berada pada pusat; disebut nyata karena
kewenangan yang diselenggarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh
dan hidup, dan berkembang di daerah; disebut bertanggungjawab karena
kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian
tujuan otonomi daerah.

2.1.2

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang

hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran
finansial. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran merupakan suatu
dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi
(Mulyadi, dalam Ardi, 2011).
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana
keuangan yang dikelola pemerintah daerah secara tahunan yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dalam Peraturan
Daerah. Tahun anggaran APBD satu periode yaitu setahun dimulai dari tanggal

1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD terdiri atas:
1.

Anggaran pendapatan, yang terdiri atas
a.

Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

b.

Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana
Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

c.
2.

Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat


Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah.

3.

Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Adapun fungsi-fungsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah adalah:
1.

Fungsi otorisasi, bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa
dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk
dilaksanakan.

2.


Fungsi perencanaan, bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman
bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang
bersangkutan.

3.

Fungsi pengawasan, mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan
pemerintah daerah.

4.

Fungsi alokasi, mengandung makna bahwa anggaran daerah harus
diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran,

Universitas Sumatera Utara

dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas
perekonomian daerah.

5.

Fungsi distribusi, memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam
penganggaran daerah, harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

6.

Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat
untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah.
Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dapat dicerminkan dari
peningkatan

pelayanan

dan

kesejahteraan

masyarakat,

keadilan,

pemerataan, keadaan yang semakin maju, dan terdapat keserasian antara
pusat dengan daerah maupun antar-daerah. Salah satu elemen penting
terwujudnya hal-hal yang telah disebutkan tadi adalah kegiatan APBD
yang dilakukan dengan baik.

2.1.3

Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Daerah memiliki kewenangan sendiri dalam mengatur semua urusan

pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat. Dengan adanya kewenangan
ini, daerah juga memiliki wewenang untuk membuat kebijakan daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Untuk mencapai tujuan ini maka
Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus digenjot agar terus meningkat jumlahnya
setiap tahun. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah,

Universitas Sumatera Utara

setiap daerah diberikan keleluasaan dalam menggali potensi Pendapatan Asli
Daerah sebagai wujud dari asas desentralisasi.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang bersumber dari pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
dan lain-lain PAD yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu
unsur utama dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Yuwono dkk, (2005, dalam Panggabean, 2009) menyatakan bahwa pendapatan
daerah adalah semua penerimaan kas yang menjadi hak daerah dan diakui
sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam satu tahun anggaran dan
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemamkmuran rakyat.
Retribusi Daerah, adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa
atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan izin
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan
penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
Lain-lain PAD yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan
daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak dan hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4

Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan bertujuan mengurangi
kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintahan daerah dan antar
pemerintah daerah. Kelompok pendapatan dana perimbangan merupakan
transfer dana dari pemerintah kepada daerah. Mengacu pada Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, permerintah pusat memberi dana bantuan berupa Dana
Perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

2.1.4.1 Dana Bagi Hasil (DBH)
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Dana Bagi Hasil terdiri dari dana bagi hasil yang bersumber dari pajak dan
dana bagi hasil yang bersumber dari pajak.

2.1.4.2 Dana Alokasi Umum (DAU)
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
daerah antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.3 Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan
sesuai dengan prioritas nasional.

2.1.5

Belanja Daerah
Belanja daerah sesuai dengan undang-undang adalah kewajiban

pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
Belanja daerah mengandung semua pengeluaran kas daerah dalam periode
tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. Belanja daerah dibiayai
dari Pendapatan Asli Daerah, dan pendapatan lainnya.Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah menyebutkan bahwa belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari
rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Belanja daerah difokuskan pada kepentingan masyarakat, yaitu
meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat,
pendidikan, kesehatan dan sebagainya yang menyangkut kepentingan
masyarakat.
Berdasarkan struktur anggaran daerah, elemen-elemen yang termasuk
dalam belanja daerah terdiri dari (Bawono, 2008):

Universitas Sumatera Utara

1.

Belanja aparatur daerah, merupakan bagian belanja yang berupa
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja
modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai
kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dapat
dinikmati oleh masyarakat (publik).

2.

Belanja pelayanan publik, merupakan bagian belanja yang berupa belanja
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja
modal/pembangunan yang dialokasikan atau digunakan untuk membiayai
kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya dapat dinikmati oleh
masyarakan secara langsung.

3.

Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, merupakan pengeluaran
pemerintah dengan kriteria:
a.

Tidak menerima secara langsung imbalan barang dan jasa seperti
layaknya terjadi dalam transaksi pembelian dan penjualan.

b.

Tidak mengharap dibayar kembali pada masa yang akan datang
seperti yang diharapkan dalam suatu pinjaman.

c.

Tidak mengharapkan adanya hasil pendapatan yang layak seperti yang
diharapkan pada kegiatan investasi.

4.

Belanja tak tersangka, merupakan pengeluaran yang disediakan untuk:
a.

Kejadian-kejadian luar biasa seperti bencana alam, kejadian yang
dapat membahayakan daerah.

b.

Utang (pinjaman) periode sebelumnya yang belum diselesaikan
dan/atau yang tersedia anggarannya pada tahun yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara

c.

Pengembalian penerimaan yang bukan haknya atau penerimaan yang
dibebaskan (dibatalkan) dan/atau kelebihan penerimaan.
Dalam rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, belanja

daerah terdiri atas 2 yaitu:
1.

Belanja rutin, yaitu merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang

digunakan untuk membiayai operasional pemerintah daerah dan hasilnya tidak
dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat, contohnya: belanja gaji dan
honorarium pegawai, belanja perjalanan dinas, dan lain-lain. Belanja rutin
merupakan pengeluaran pemerintah yang rutin dilakukan secara terus-menerus
sepanjang periode anggaran.
2.

Belanja pembangunan, merupakan belanja pemerintah yang sifatnya tidak

rutin, dan umumnya menghasilkan wujud fisik yang manfaatnya dapat
dinikmati lebih dari satu tahun. Belanja pembangunan dikeluarkan oleh
pemerintah dengan tujuan untuk peningkatan pelayanan publik dan manfaatnya
dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Contohnya pembangunan
jalan, jembatan, gedung sekolah, dan sebagainya.

2.1.6

Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kinerja dalam makna luas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan

dalam melaksanakan fungsinya. Kinerja adalah ukuran sejauh mana
keberhasilan suatu pekerjaan.
Pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya diukur dengan
pengukuran kinerja. Apakah pemerintah daerah sudah berhasil dalam

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan fungsinya yaitu melayani masyarakat atau belum. Kinerja
keuangan pemerintah daerah menunjukkan sudah sejauh mana pencapaian
pemerintah dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Bentuk dari pengukuran ini berupa rasio keuangan yang dibentuk dari
pertanggungjawaban pemerintah daerah yang berupa Laporan Realisasi
Anggaran.
Pemerintah

wajib

mempertanggungjawabkan

kinerjanya

dengan

menyediakan informasi yang transparan mengenai hasil program yang
dilaksanakannya kepada masyarakat yang ingin menilai kinerja pemerintah.
Manurut Mardiasmo (2002), ada empat tolok ukur yang digunakan untuk
menilai kinerja keuangan pemerintah daerah, yaitu:
1. Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang
ditetapkan dalam APBD
2. Efisiensi biaya
3. Efektivitas program
4. Pemerataan dan keadilan
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur,
demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu
dilakukan meskipun kaidah akuntansi dalam APBD berbeda dengan akuntansi
sektor swasta (Halim, 2002). Analisis rasio keuangan dilakukan dengan cara
perbandingan antara satu periode terhadap periode yang lewat. Cara lain yang
dapat digunakan adalah membandingkan antara rasio keuangan suatu daerah
terhadap daerah lain. Beberapa jenis rasio keuangan yang dapat dikembangkan

Universitas Sumatera Utara

berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
yaitu:
1.

Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemda dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan
kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber
pendapatan

yang

diperlukan

daerah.

Kemandirian

keuangan

daerah

ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan
dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain.

����� ����������� =

���
× 100%
����� ���������� �����ℎ

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap
sumber dana diluar Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi rasio
kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
bantuan pihak eksternal semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio
kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam
pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi
partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang
merupakan komponen utama PAD (Halim, 2008).
Menurut Halim (2002, dalam Suprapto, 2006) terdapat empat macam
pola yang memperkenalkan “hubungan situasional” dalam pelaksanaan
otonomi daerah, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

a. Pola hubungan instruktif, yaitu pola hubungan dimana peranan
pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah
daerah.
b. Pola hubungan konsultatif, yaitu pola hubungan dimana campur
tangan pemerintah sudah mulai berkurang, karena dianggap sedikit
lebih mampu untuk melaksanakan otonomi daerah.
c. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola hubungan dimana peranan
pemerintah

pusat

kemandirian

daerah

semakin

berkurang,

melebihi

50%,

mengingat

sehingga

daerah

tingkat
yang

bersangkutan lebih mendekati mampu untuk melaksanakan otonomi
daerah.
d. Pola hubungan delegatif, merupakan pola hubungan dimana campur
tangan pemerintah pusat tidak lebih dari 25% bahkan nyaris tidak
ada.

Tabel 3.1
Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio
Kemandirian
0% - 25%
25% - 50%
50% - 75%
75% - 100%

Tingkat
Kemandirian
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi

Sumber: Suprapto, 2006:59

Universitas Sumatera Utara

2.

Rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR)
Indeks Kemampuan Rutin (IKR) merupakan suatu ukuran yang

menggambarkan sejauh mana kemampuan keuangan pada potensi suatu
pemerintah daerah dalam rangka membiayai belanja rutin daerah. Berikut
adalah formula untuk menghitung Indeks Kemampuan Rutin suatu pemerinta
daerah (Berti, 2006):

��� =

���������� ���� �����ℎ (���)
× 100%
����� ������� �����

Semakin tinggi rasio IKR suatu daerah, mengindikasikan bahwa tingkat
ketergantungan daerah terhadap sumber pendapatan daerah selain PAD
semakin rendah dan semakin tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam
membayar pajak dan retribusi daerah, menggambarkan bahwa tingkat
kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. Berikut tabel tingkat kemampuan
rutin suatu daerah:
Tabel 3.2
Tingkat Kemampuan Rutin

% IKR
0 - 20
20 - 40
40 - 60
60 - 80
80 - 100

Kemampuan Keuangan
Daerah
Sangat Kurang
Kurang
Cukup
Baik
Sangat Baik

Sumber: Berti, 2006

Universitas Sumatera Utara

3.

Rasio Efektivitas Anggaran
Rasio efektivitas menggambarkam kemampuan pemerintah daerah

dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target
yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.

����� ����������� =

��������� ���������� ���
������ ���������� ���

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif
apabila rasio yang dicapai minimal sebesar satu atau 100 persen. Namun
demikian, semakin tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan daerah pun
semakin baik (Halim, 2008).
Berikut ini adalah kriteria penilaian efektivitas kinerja keuangan menurut
Kepmendagri Nomor 600.900.327 Tahun 1996:
Tabel 3.3
Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan
Persentase Kinerja
Keuangan
Kriteria
100% ke atas
Sangat efektif
90% - 100%
Efektif
80% - 90%
Cukup efektif
60% - 80%
Kurang Efektif
Kurang dari 60%
Tidak Efektif
Sumber: Kepmendagri Nomor 600.900.327 tahun 1996

Universitas Sumatera Utara

4.

Rasio Efisiensi Anggaran
Rasio Efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara

besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan
realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemda dalam melakukan
pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang dicapai
kurang dari satu atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio efisiensi berarti
kinerja pemda semakin baik (Halim, 2008).

����� ��������� =

����� ���� ����������� ����� �������� ���
��������� ���������� ���

Berikut adalah tabel tingkat efisiensi anggaran:
Tabel 3.4
Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan

Rasio Efisiensi
>100%
90% - 100%
80% - 90%
60% - 80%

Dokumen yang terkait

ANALISIS KESEHATAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

0 3 19

ANALISIS KESEHATAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

0 24 19

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan)

3 16 118

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

9 37 115

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 4 10

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 12

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 2

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 10

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 2

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 8