Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Azhar, MHD Karya Satya. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Adhiantoko, Hony. 2013. Analisis Kinerja Keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Klaten Tahun 2008-2012). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Bawono, Bernanda Gatot Tri. 2008. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Berti, Emelia. 2006. Mengukur Tingkat Kemampuan Keuangan dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Periode 2000-2004 di Kabupaten Lampung Timur. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Bowman, Hawton, 1983, Desentralisasi Fiskal di Negara-Negara Berkembang, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Detisa, Dora. 2009. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah dalam Era Otonomi Khusus pada Pmerintahan Nanggroe Aceh Darussalam. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Erlina, et al., 2012. Pengelolaan dan Akuntansi Keuangan Daerah. USU Press. Medan.

Fauziana, Ayu. 2009. Analisis Rasio Keuangan dan Model Z-Score untuk Menilai Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Halim, Abdul, 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Jakarta. Kepmendagri Nomor 600.900.327 Tahun 1996

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta. Ulum, Ihyaul, 2008. Akuntansi Sektor Publik. UMM Press. Malang.

Padovani, Emanuele, Francesca Manes Rossi dan Rebecca Levy Orelli. 2010. The Use of Financial Indicators to Determine Financial Health of Italian Municipalities. Toulouse.


(10)

Panggabean, Henri Edison H. 2009. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Toba Samosir. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Sakti, Adhidian Fajar. 2007. Analisis Perkembangan Kemampuan Daerah dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Silalahi, Winner. 2016. Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus pada Kabupaten Humbang Hasundutan). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Suprapto, Tri. 2006. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Sleman dalam Masa Otonomi Daerah Tahun 2000-2004. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyajikan gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Dalam penelitian ini, penulis berusaha mendapatkan gambaran tentang kesehatan keuangan pemerintah daerah di Kabupaten Karo dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

3.2 Sumber dan Jenis Data

Jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari sumber-sumber kepustakaan yang meliputi Undang-undang Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah, Peraturan daerah mengenai pengelolaan keuangan daerah dan Laporan Realisasi APBD atau Laporan Keuangan Pemerintah (LKPD) Kabupaten Karo dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. Data yang digunakan diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara.


(12)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: 1. Teknik Dokumentasi, yaitu dengan cara menghimpun data-data yang

diperlukan.

2. Teknik Kepustakaan, yaitu mengumpulkan informasi atau yang dibutuhkan melalui buku, literatur, jurnal, dan sebagainya yang berhubungan dengan penelitian.

3.4 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif case study yaitu metode analisis data dengan mengumpulkan data yang ada terlebih dahulu kemudian diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan sehingga dapat memberikan gambaran mengenai objek yang diteliti. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa rasio keuangan, yaitu:

1. Rasio Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemda dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain.


(13)

����������������= ���

��������������������ℎ× 100%

Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana diluar Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD (Halim, 2008). Berikut adalah tabel tingkat kemandirian daerah:

Tabel 3.1

Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah

Rasio Kemandirian

Tingkat Kemandirian 0% - 25% Sangat Rendah

25% - 50% Rendah

50% - 75% Sedang

75% - 100% Tinggi Sumber: Suprapto, 2006:59

2. Rasio Indeks Kemampuan Rutin (IKR)

Indeks Kemampuan Rutin (IKR) merupakan suatu ukuran yang menggambarkan sejauh mana kemampuan keuangan pada potensi suatu pemerintah daerah dalam rangka membiayai belanja rutin daerah. Berikut


(14)

adalah formula untuk menghitung Indeks Kemampuan Rutin suatu pemerintah daerah (Berti, 2006):

���= �������������������ℎ (���)

������������ ����� × 100%

Semakin tinggi rasio IKR suatu daerah, mengindikasikan bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber pendapatan daerah selain PAD semakin rendah dan semakin tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. Berikut tabel tingkat kemampuan rutin suatu daerah:

Tabel 3.2

Tingkat Kemampuan Rutin

% IKR

Kemampuan Keuangan Daerah

0 - 20 Sangat Kurang

20 - 40 Kurang

40 - 60 Cukup

60 - 80 Baik

80 - 100 Sangat Baik Sumber: Berti, 2006

3. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Rasio efektivitas menggambarkam kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.


(15)

����������������= ����������������������

�������������������

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar satu atau 100 persen. Namun demikian, semakin tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan daerah pun semakin baik (Halim, 2008).

Berikut ini adalah kriteria penilaian efektivitas kinerja keuangan menurut Kepmendagri Nomor 600.900.327 Tahun 1996:

Tabel 3.3

Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan

Persentase Kinerja

Keuangan Kriteria

100% ke atas Sangat efektif

90% - 100% Efektif

80% - 90% Cukup efektif 60% - 80% Kurang Efektif Kurang dari 60% Tidak Efektif Sumber: Kepmendagri Nomor 600.900.327 tahun 1996

4. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

Rasio Efisiensi Keuangan Daerah menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Formula yang digunakan untuk menghitung tingkat efisiensi keuangan daerah adalah (Adhiantoko, 2013):


(16)

�������������� = ���������������������ℎ

������������������������ℎ× 100%

Berikut adalah tabel tingkat efisiensi keuangan daerah: Tabel 3.4

Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan

Rasio Efisiensi Tingkat Efisiensi >100% Tidak Efisien 90% - 100% Kurang Efisien

80% - 90% Cukup Efisien 60% - 80% Efisien

<60% Sangat Efisien Sumber: Suprapto, 2006

5. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah dalam penggunaan dana-dana yang diberikan pemerintah. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah. Formula untuk menghitung rasio ketergantungan keuangan suatu daerah adalah (Assidiqi, 2014):

�������������������= ������������������

��������������������ℎ× 100%

Semakin tinggi rasio ketergantungan maka semakin rendah kinerja pemerintah daerah karena sedikitnya dana yang dihasilkan sendiri daripada


(17)

dana yang didapat dari pemerintah pusat. Tingkat ketergantungan keuangan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.5

Tingkat Ketergantungan Keuangan Daerah

Persentase (%)

Ketergantungan Keuangan Daerah 0-10 Sangat Rendah

10,1-20 Rendah

20,1-30 Sedang

30,1-40 Cukup

40,1-50 Tinggi

6. Rasio Pertumbuhan

Rasio Pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai. Rasio Pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan perhatian lebih. Formula untuk menghitung rasio pertumbuhan suatu daerah adalah sebagai berikut (Febriyanti, 2011)

��������ℎ������ =������� − ����−1 �−1


(18)

7. Analisis Trend

Analisis trend dilakukan untuk mengetahui perkiraan kemungkinan tingkat kemandirian, efektivitas, dan efisiensi pada tahun-tahun anggaran yang akan datang. Dalam analisis trend, digunakan analisis time series dengan persamaan trend sebagai berikut (Suprapto, 2006):

�′ =+��

Besarnya a dan b dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut:

�= ��

� �= ���

��2

Keterangan:

Y’ = Perkembangan Kemandirian/Efektivitas/Efisiensi Y = Variabel tingkat kemampuan

a = Besar Y pada saat X=0

b = Besar Y jika X mengalami perubahan 1 satuan X = Waktu

Dengan diadakannya peramalan, perencanaan perancangan anggaran di tahun-tahun berikutnya akan lebih mudah karena sudah ada gambaran. Trend jangka panjang (trend sekuler merupakan suatu trend yang menunjukkan arah perkembangan secara umum. Trend ini dapat berbentuk garis lurus atau garis lengkung yang memiliki kecenderungan naik atau justru menurun.


(19)

Kelemahan dari perhitungan ini adalah hasilnya cenderung selalu naik, sedangkan perkembangan penerimaan yang diperoleh belum tentu selalu meningkat setiap tahun, sehingga terkadang perhitungan untuk perkiraan target penerimaan pada tahun-tahun berikutnya tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.


(20)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Karo

Secara geografis letak Kabupaten Karo berada di antara 2º50’–3º19’ Lintang Utara dan97º55’–98º38’ Bujur Timur dengan luas 2.127,25 km2 atau 2,97 persen dari luas Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Karo terletak pada jajaran Bukit Barisan dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini sehingga rawan gempa vulkanik.

Wilayah Kabupaten Karo berada pada ketinggian 200-1.500m di atas permukaan laut. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Samosir, sebelah timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah barat dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam.

4.2 Analisis Data

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Karo dengan melakukan analisis terhadap laporan realisasi anggaran menggunakan rasio keuangan. Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dimulai dari kegiatan mengumpulkan, meongolah, dan menyajikan penelitian terhadap suatu objek tertentu, dari data


(21)

selanjutnya dapat dianalisis dan dapat ditarik kesimpulan. Dalam melaksanakan penelitian ini, data yang digunakan adalah data dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo tahun anggaran 2010 sampai dengan 2014.

4.2.1 Analisis Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribuse sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain.

a. Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010 Tabel 4.1

Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010

Kode

Uraian Jumlah (Rp)

Akun

1 PENDAPATAN 584.866.455.558,49

1,1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 27.685.561.839,49

1.1.1 Pajak Daerah 10.878.118.172,17

1.1.2 Retribusi Daerah 9.342.146.157,00

1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 2.094.482.565,00

yang dipisahkan

1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 5.370.814.945,32 1,2 PENDAPATAN TRANSFER 540.182.106.875,00 1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 483.849.879.058,00 1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 43.595.041.200,00 1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 12.737.186.617,00 1,3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 16.998.786.844,00 1.3.1 Pendapatan Hibah 10.029.746.844,00 1.3.2 Pendapatan Lainnya 6.969.040.000,00


(22)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Laporan Realisasi Anggaran Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010, diketahui bahwa total Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Karo adalah sebesar Rp27.685.561.839,49. Jumlah PAD ini besumber dari Pajak Daerah sebesar Rp10.878.118.172,17, Retribusi Daerah sebesar Rp9.342.146.157,00, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan sebesar Rp2.094.482.565,00, dan Lain-lain PAD yang Sah sebesar Rp5.370.814.945,32. Sedangkan Pendapatan Transfer berjumlah Rp540.182.106.875,00, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah sebesar Rp16.998.786.844,00.

����������������= 27.685.561.839,49

584.866.455.558,49× 100% = 4,73%

Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo tahun anggaran 2010 adalah sebesar 4,73%. Berdasarkan tabel tingkat kemandirian daerah pada bab III, dapat dikatakan tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2010 sangat rendah, karena berada diantara 0%-25%, dan memiliki pola hubungan instruktif, yaitu pola hubungan dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada kemandirian pemerintah daerah.


(23)

b. Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011 Tabel 4.2

Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011

Kode

Uraian Jumlah (Rp)

Akun

1 PENDAPATAN 650.260.229.332,35

1,1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 35.363.329.911,35

1.1.1 Pajak Daerah 14.612.423.183,34

1.1.2 Retribusi Daerah 9.411.382.142,25

1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 3.508.769.111,88

yang dipisahkan

1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 7.830.755.473,88 1,2 PENDAPATAN TRANSFER 607.053.068.074,00 1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 515.454.236.465,00 1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 72.812.158.160,00 1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 18.783.673.449,00 1,3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 7.843.831.347,00

1.3.1 Pendapatan Hibah 2.215.698.742,00

1.3.2 Pendapatan Dana Darurat 1.429.160.523,00 1.3.3 Pendapatan Lainnya 4.198.972.082,00

Sumber: data diolah

Pada tahun anggaran 2011, total pendapatan Kabupaten Karo mengalami kenaikan dari Rp584.866.455.558,49 menjadi Rp650.260.229.332,35. Pendapatan Asli Daerah juga mengalami kenaikan dari Rp27.685.561.839,49 ke Rp35.363.329.911,35.

����������������= 35.363.329.911,35

650.260.229.332,35× 100% = 5,44% Tingkat kemandirian daerah Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2011 mengalami kenaikan dari sebelumnya 4,73 menjadi 5,44. Tetapi kenaikan ini masih sangat kecil. Tingkat kemandirian daerah Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2011 masih juga tergolong sangat rendah dan memiliki pola instruktif.


(24)

c. Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012 Tabel 4.3

Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012

Ref. Uraian Jumlah (Rp)

5.1.1 PENDAPATAN 753.388.842.976,17

5.1.1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 41.242.973.174,17

5.1.1.1.1 Pajak Daerah 17.041.195.089,44

5.1.1.1.2 Retribusi Daerah 15.760.990.120,00 5.1.1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 3.157.200.078,00

yang dipisahkan

5.1.1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 5.283.587.886,73 5.1.1.2 PENDAPATAN TRANSFER 685.732.585.014,00 5.1.1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat – Dana Perimbangan 615.142.284.001,00 5.1.1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya 60.038.468.000,00 5.1.1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 10.551.833.013,00 5.1.1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 26.413.284.788,00 5.1.1.3.1 Pendapatan Hibah 6.397.948.788,00

5.1.1.3.2 Pendapatan Dana Darurat 0,00

5.1.1.3.3 Pendapatan Lainnya 20.015.336.000,00 Sumber: data diolah

Pada tahun anggaran 2012 jumlah pendapatan Kabupaten Karo sejumlah Rp753.388.842.976,17 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya. Jumlah PAD juga mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp35.363.329.911,35 menjadi Rp41.242.973.174,17.

����������������= 41.242.973.174,17

753.388.842.976,17× 100% = 5,47%

Dari perhitungan di atas dapat kita lihat bahwa meskipun PAD dan pendapatan daerah mengalami peningkatan tetapi belum tentu tingkat kemandirian juga akan naik. Untuk tahun anggaran 2012 tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Karo hanya 5,47% dari sebelumnya yaitu


(25)

tahun anggaran 2011 5,44%. Kenaikan ini sama sekali tidak signifikan dan masih juga tergolong sangat rendah dan termasuk pola instruktif.

d. Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013 Tabel 4.4

Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013

Ref. Uraian Jumlah (Rp)

5.1.1 PENDAPATAN 909.311.459.027,79

5.1.1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 46.342.693.861,79

5.1.1.1.1 Pajak Daerah 18.101.033.469,10

5.1.1.1.2 Retribusi Daerah 18.822.628.571,00 5.1.1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 2.701.109.902,00

yang dipisahkan

5.1.1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6.717.921.919,69 5.1.1.2 PENDAPATAN TRANSFER 795.997.482.315,00 5.1.1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 704.068.995.887,00 5.1.1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 83.419.737.000,00 5.1.1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 8.508.749.428,00 5.1.1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 66.971.282.851,00 5.1.1.3.1 Pendapatan Hibah 8.972.174.851,00 5.1.1.3.2 Pendapatan Lainnya 57.999.108.000,00

Sumber: data diolah

Pendapatan daerah Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2013 mengalami kenaikan lagi menjadi Rp.909.311.459.027,79. Jumlah PAD juga mengalami sedikit kenaikan dari Rp41.242.973.174,17 menjadi Rp46.342.693.861,79.

����������������= 46.342.693.861,79

909.311.459.027,79× 100% = 5,09%

Kenaikan PAD dan pendapatan daerah Kabupaten Karo untuk tahun 2013 berbanding terbalik dengan tingkat kemandiriannya yang mengalami penurunan dari yang sebelumnya 5,47 menjadi 5,09. Angka ini


(26)

menunjukkan bahwa PAD berpengaruh kecil pada kenaikan pendapatan daerah Kabupaten Karo. Kenaikan pendapatan daerah ini berasal dari jumlah Pendapatan Transfer yang cukup besar.

e. Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014 Tabel 4.5

Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014

Ref. Uraian Jumlah (Rp)

5.1.1 PENDAPATAN 1.010.908.170.173,05

5.1.1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 72.914.095.471,05

5.1.1.1.1 Pajak Daerah 28.842.756.405,10

5.1.1.1.2 Retribusi Daerah 25.084.797.476,00 5.1.1.1.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 1.648.336.721,00

yang dipisahkan

5.1.1.1.4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 17.338.204.868,95 5.1.1.2 PENDAPATAN TRANSFER 918.228.028.727,00 5.1.1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 761.711.483.878,00 5.1.1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 115.443.290.000,00 5.1.1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 41.073.254.894,00 5.1.1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 19.766.045.975,00

5.1.1.3.1 Pendapatan Hibah 3.820.894.544,00

5.1.1.3.2 Pendapatan Lainnya 15.945.151.431,00 Sumber: data diolah

Tahun anggaran 2014 adalah tahun dimana jumlah pendapatan mencapai jumlah tertinggi di bandingkan tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp1.010.908.170.173,05. Sama hal nya dengan PAD yaitu sejumlah Rp72.914.095.471,05.

���������������� = 72.914.095.471,05

1.010.908.170.173,05× 100% = 7,21% Tingkat kemandirian Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2014 adalah yang tertinggi. Tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Karo terus


(27)

meningkat (kecuali tahun 2013 mengalami penurunan) dan mencapai tingkat tertinggi pada tahun 2014 yaitu7,21%, namun kenaikan ini tidak begitu signifikan. Untuk tahun anggaran 2014 ini tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Karo masih tergolong sangat rendah dan mengikuti pola instruktif.

Tabel 4.6

Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun

PAD Total Pendapatan % TKD

Tingkat Kemandirian

Anggaran Daerah

2010 27.685.561.839,49 584.866.455.558,49 4,73% Sangat Rendah 2011 35.363.329.911,35 650.260.229.332,35 5,44% Sangat Rendah 2012 41.242.973.174,17 753.388.842.976,17 5,47% Sangat Rendah 2013 46.342.693.861,79 909.311.459.027,79 5,09% Sangat Rendah 2014 72.914.095.471,05 1.010.908.170.173,05 7,21% Sangat Rendah

Dari tabel diatas, dapat dilihat tingkat Tingkat Kemandirian Daerah (TKD) Kabupaten Karo, dalam menghasilkan pendapatan dalam rangka pelayanan masyarakat, pembiayaan untuk tugas-tugas pemerintahan, pembangunan, serta pelayanan sosial kemasyarakatan tergolong masih sangat rendah. Rasio kemandirian daerah Kabupaten Karo, hanya berada dalam kisaran 4% sampai dengan 8%, sedangkan untuk lepas dari tingkat kemandirian “sangat rendah”, persentase tingkat kemandirian setidaknya harus mencapai 26%, itupun masih tergolong “rendah”. Angka ini juga menunjukkan bahwa tingkat kemandirian daerah Kabupaten Karo masih tergolong dalam pola hubungan instruktif, yaitu suatu pola hubungan dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan daripada peranan pemerintah daerah dalam


(28)

kontribusinya terhadap pendapatan daerah. Hal ini ditunjukkan besarnya angka pendapatan transfer dibandingkan PAD. Seperti pada tahun anggaran 2014, Pendapatan Transfer mencapai Rp918.228.028.727,00 jumlah ini mencapai 90,83% dari total pendapatan daerah Kabupaten Karo, sehingga dapat dikatakan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo masih sangat bergantung terhadap Pemerintah Pusat.

Gambar 4.1

Rasio Kemandirian Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Untuk mengetahui gambaran kedepannya bagaimana kondisi tingkat kemandirian daerah Kabupaten Karo selama lima tahun anggaran, digunakan metode analisis trend dengan rumus: Y’= a + bX

0,00% 1,00% 2,00% 3,00% 4,00% 5,00% 6,00% 7,00% 8,00%


(29)

Tabel 4.7

Trend Perkembangan Tingkat Kemandirian Daerah Kab. Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun Tingkat

X XY X''

Anggaran Kemandirian

(Y)

2010 4,73 -2 -9,46 4

2011 5,44 -1 -5,44 1

2012 5,47 0 0 0

2013 5,09 1 5,09 1

2014 7,21 2 14,42 4

Total 27,94 0 4,61 10

Sumber: data diolah

Nilai a dan b dapat dicari dengan rumus:

� =��

� =

27,94

5 = 5,58 �=

��� ��2 =

4,61

10 = 0,46

Sehingga, persamaan trend dilihat dari tingkat kemandirian daerah Kabupaten Karo adalah: �′ = 5,58 + 0,46�

Tabel 4.8

Proyeksi Perkembangan Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2015-2019

Tahun Proyeksi Tingkat Anggaran Kemandirian (%)

2015 6,96

2016 7,42

2017 7,88

2018 8,34


(30)

Dilihat dari tabel 4.14 di atas, proyeksi/gambaran tingkat kemandirian daerah Kabupaten Karo untuk lima tahun kedepan juga belum lepas dari kategori “sangat rendah”, bahkan belum mencapai angka 10%.

4.2.2 Analisis Indeks Kemampuan Rutin Kabupaten Karo

Indeks Kemampuan Rutin (IKR) menggambarkan sejauh mana kemampuan keuangan pada potensi suatu pemerintah daerah dalam rangka membiayai belanja rutin daerah. Kemampuan rutin suatu daerah dapat diketahui dengan menggunakan rasio indeks kemampuan rutin (IKR), yaitu dengan cara membandingkan total PAD dengan total belanja rutin.

a. Indeks Kemampuan Rutin Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010 Tabel 4.9

Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kab. Karo Tahun Anggaran 2010

Kode

Uraian Jumlah (Rp)

Rek.

1 PENDAPATAN 584.866.455.558,49 1.1 Pendapatan Asli Daerah 27.685.561.839,49 1.2 Pendapatan Transfer 540.182.106.875,00 1.3

Lain-Lain Pendapatan yang

Sah 16.998.786.844,00

2 BELANJA 585.246.911.265,00

2.1 Belanja Operasi 493.117.470.433,00 2.2 Belanja Modal 92.129.440.832,00

2.3 Belanja Tak Terduga 0,00

2.4 Transfer 0,00

Sumber:data diolah

Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2010 adalah sejumlah Rp27.685.561.839,49 dan belanja


(31)

operasi sejumlah Rp493.117.470.433,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung Indeks Kemampuan Rutin.

�������� = 27.685.561.839,49

493.117.470.433,00× 100% = 5,61%

Dari perhitungan diatas diperoleh persentase indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2010 adalah 5,61%. Angka ini tergolong dalam kategori “sangat kurang” sesuai dengan tabel 3.2 pada bab III. Rendahnya tingkat kemampuan rutin ini menunjukkan bahwa PAD masih sangat kecil dan belum mampu menunjukkan kontribusi yang signifikan terhadap belanja rutin.

b. Indeks Kemampuan Rutin Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011 Tabel 4.10

Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kab. Karo Tahun Anggaran 2011

Kode

Uraian Jumlah (Rp)

Akun

1 PENDAPATAN 650.260.229.332,35 1.1 Pendapatan Asli Daerah 35.363.329.911,35 1.2 Pendapatan Transfer 607.053.068.074,00 1.3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah 7.843.831.347,00

2 BELANJA 675.614.384.705,00

2.1 Belanja Operasi 547.166.470.146,00 2.2 Belanja Modal 128.447.914.559,00

2.3 Belanja Tak Terduga 0,00

Sumber: data diolah

Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2011 adalah sejumlah Rp35.363.329.911,35 naik dari


(32)

sebelumnya Rp27.685.561.839,49. Belanja operasi sejumlah Rp675.614.384.705,00 juga naik dari yang sebelumnya sejumlah Rp493.117.470.433,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung Indeks Kemampuan Rutin.

�������� = 35.363.329.911,35

547.166.470.146,00× 100% = 6,46%

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa persentase indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2011 adalah 6,46% naik dari tahun anggaran sebelumnya sebesar 5,61%. Kenaikan ini masih sangat kecil dan dapat disimpulkan bahwa indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2011 tergolong “sangat kurang”.

c. Indeks Kemampuan Rutin Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012

Jumlah PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 adalah sejumlah Rp41.242.973.174,17 naik dari sebelumnya Rp35.363.329.911,35. Belanja operasi sejumlah Rp597.202.767.152,62 juga naik dari yang sebelumnya sejumlah Rp675.614.384.705,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung Indeks Kemampuan Rutin.


(33)

Tabel 4.11

Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kab. Karo Tahun Anggaran 2012

Reff Uraian Jumlah (Rp)

5.1.1 PENDAPATAN 753.388.842.976,17 5.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah 41.242.973.174,17 5.1.1.2 Pendapatan Transfer 685.732.585.014,00 5.1.1.3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah 26.413.284.788,00 5.1.2 BELANJA 750.398.279.122,62 5.1.2.1 Belanja Operasi 597.202.767.152,62 5.1.2.2 Belanja Modal 153.195.511.970,00

5.1.2.3 Belanja Tak Terduga 0,00

Sumber: data diolah

�������� = 41.242.973.174,17

597.202.767.152,62× 100% = 6,90%

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa persentase indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 adalah 6,90% naik dari tahun anggaran sebelumnya sebesar 6,46%. Kenaikan ini masih sangat kecil dan dapat disimpulkan bahwa indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 tergolong “sangat kurang”.


(34)

d. Indeks Kemampuan Rutin Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013 Tabel 4.12

Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kab. Karo Tahun Anggaran 2013

Reff Uraian Jumlah (Rp)

5.1.1 PENDAPATAN 909.311.459.027,79 5.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah 46.342.693.861,79 5.1.1.2 Pendapatan Transfer 795.997.482.315,00 5.1.1.3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah 66.971.282.851,00 5.1.2 BELANJA 901.675.564.724,17 5.1.2.1 Belanja Operasi 656.245.288.218,17 5.1.2.2 Belanja Modal 245.358.709.245,00 5.1.2.3 Belanja Tak Terduga 71.567.261,00 Sumber: data diolah

Jumlah PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2013 adalah sejumlah Rp46.342.693.861,79 naik dari sebelumnya Rp41.242.973.174,17. Belanja operasi sejumlah Rp656.245.288.218,17juga naik dari yang sebelumnya sejumlah Rp597.202.767.152,62. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung Indeks Kemampuan Rutin.

�������� = 46.342.693.861,79

656.245.288.218,17× 100% = 7,06%

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa persentase indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2013 adalah 7,06% naik dari tahun anggaran sebelumnya sebesar 6,90%. Kenaikan ini masih sangat kecil dan dapat disimpulkan bahwa indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 tergolong “sangat kurang”.


(35)

e. Indeks Kemampuan Rutin Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014 Tabel 4.13

Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kab. Karo Tahun Anggaran 2014

Reff Uraian Jumlah (Rp)

5.1.1 PENDAPATAN 1.010.908.170.173,05 5.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah 72.914.095.471,05 5.1.1.2 Pendapatan Transfer 918.228.028.727,00 5.1.1.3 Lain-Lain Pendapatan yang Sah 19.766.045.975,00

5.1.2 BELANJA 889.667.378.450,12

5.1.2.1 Belanja Operasi 733.782.357.793,85 5.1.2.2 Belanja Modal 155.665.020.656,27 5.1.2.3 Belanja Tak Terduga 220.000.000,00 Sumber: data diolah

Jumlah PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2014 adalah sejumlah Rp72.914.095.471,05 naik dari sebelumnya Rp46.342.693.861,79. Belanja operasi sejumlah Rp733.782.357.793,85 juga naik dari yang sebelumnya sejumlah Rp656.245.288.218,17. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung Indeks Kemampuan Rutin.

�������� = 72.914.095.471,05

733.782.357.793,85× 100% = 9,93%

Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa persentase indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2013 adalah 9,93% naik dari tahun anggaran sebelumnya sebesar 7,06%. Meskipun rasio IKR Kabupaten Karo naik setiap tahunnya, tetapi belum juga mencapai angka10%, bahkan untuk mencapai kategori “kurang” membutuhkan angka 21%.


(36)

Tabel 4.14

Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2015

Tahun

PAD (Rp) Total Belanja %IKR Tingkat

Anggaran Rutin Kemandirian

2010 27.685.561.839,49 493.117.470.433,00 5,61 Sangat Kurang 2011 35.363.329.911,35 547.166.470.146,00 6,46 Sangat Kurang 2012 41.242.973.174,17 597.202.767.152,62 6,9 Sangat Kurang 2013 46.342.693.861,79 656.245.288.218,17 7,06 Sangat Kurang 2014 72.914.095.471,05 733.782.357.793,85 9,93 Sangat Kurang

Gambar 4.2

Perbandingan PAD dan Belanja Rutin Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

0,00 100.000.000.000,00 200.000.000.000,00 300.000.000.000,00 400.000.000.000,00 500.000.000.000,00 600.000.000.000,00 700.000.000.000,00 800.000.000.000,00

2010 2011 2012 2013 2014

PAD


(37)

Gambar 4.3 IKR Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Untuk mengetahui perkembangan indeks kemampuan rutin Pemerintah Daerah Kabupaten Karo selama 5 tahun anggaran kedepan 2015-2016, digunakan metode analisis trend dengan rumus Y’=a+bX

Tabel 4.15

Trend Perkembangan Tingkat Kemampuan Rutin Kabupaten Karo Tahun anggaran 2010-2014

Tahun IKR

X XY X2

Anggaran (Y)

2010 5,61 -2 -11,22 4

2011 6,46 -1 -6,46 1

2012 6,9 0 0 0

2013 7,06 1 7,06 1

2014 9,93 2 19,86 4

Total 35,96 0 9,24 10 0,00%

2,00% 4,00% 6,00% 8,00% 10,00% 12,00%


(38)

Nilai a dan b dapat dicari dengan rumus:

� =��

� =

35,96

5 = 7,19 �=

��� ��2 =

9,24

10 = 0,92 Sehingga, persamaan trend dilihat dari tingkat kemandirian daerah Kabupaten Karo adalah:

�′ = 7,19 + 0,92

Dari persamaan trend di atas, maka proyeksi tingkat kemampuan rutin daerah Kabupaten Karo untuk 5 tahun yang akan datang dapat dilihat di tabel di bawah ini.

Tabel 4.16

Proyeksi Perkembangan IKR Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2015-2019

Tahun Proyeksi Tingkat Anggaran Kemandirian

2015 9,95

2016 10,87 2017 11,79 2018 12,71 2019 13,63

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa proyeksi tingkat kemampuan rutin Kabupaten Karo 5 tahun anggaran mendatang mengalami peningkatan yang sangat kecil dan belum beranjak dari kriteria “sangat rendah”.


(39)

4.2.3 Analisis Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar satu. Namun demikian, semakin tinggi rasio efektivitas, maka kemampuan daerah pun semakin baik.

a. Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010, diketahui bahwa jumlah realisasi PAD adalah Rp27.685.561.839,49 sedangkan target penerimaan PAD adalah Rp26.446.000.000,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung tingkat efektivitas PAD.

����������������= 27.685.561.839,49

26.446.000.000,00× 100% = 104,68%

Tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo berdasarkan perhitungan di atas adalah sebesar 104,68%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tahun 2010 Pemerintah Daerah Kabupaten Karo telah mampu merealisasikan penerimaan PAD dengan sangat efektif sesuai dengan tabel 3.3 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan pada bab III.

b. Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011, diketahui bahwa jumlah realisasi PAD


(40)

adalah Rp35.363.329.911,35 sedangkan target penerimaan PAD adalah Rp31.150.000.000,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung tingkat efektivitas PAD.

����������������=35.363.329.911,35

31.150.000.000,00× 100% = 113,52% Tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo berdasarkan perhitungan di atas adalah sebesar 113,52%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tahun 2011 Pemerintah Daerah Kabupaten Karo telah mampu merealisasikan penerimaan PAD dengan sangat efektif sesuai dengan tabel 3.3 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan pada bab III.

c. Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012, diketahui bahwa jumlah realisasi PAD adalah Rp41.242.973.174,17 sedangkan target penerimaan PAD adalah Rp46.826.174.176,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung tingkat efektivitas PAD.

����������������=41.242.973.174,17

46.826.174.176,00× 100% = 88,07% Tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo berdasarkan perhitungan di atas adalah sebesar 88,07%, angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 113,52%. Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan tabel 3.3 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan pada bab III, tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 adalah “cukup efektif”.


(41)

d. Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013, diketahui bahwa jumlah realisasi PAD adalah Rp46.342.693.861,79 sedangkan target penerimaan PAD adalah Rp49.208.823.587,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung tingkat efektivitas PAD.

����������������=46.342.693.861,79

49.208.823.587,00× 100% = 94,17% Tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo berdasarkan perhitungan di atas adalah sebesar 94,17%, angka ini mengalami sedikit kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 88,07%. Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan tabel 3.3 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan pada bab III, tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 adalah “efektif”.

e. Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014, diketahui bahwa jumlah realisasi PAD adalah Rp72.914.095.471,05 sedangkan target penerimaan PAD adalah Rp67.343.577.486,00. Dari angka-angka tersebut dapat dihitung tingkat efektivitas PAD.

����������������= 72.914.095.471,05


(42)

Tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo berdasarkan perhitungan di atas adalah sebesar 108,27%, angka ini mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 94,17%. Hal ini menunjukkan bahwa sesuai dengan tabel 3.3 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan pada bab III, tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 adalah “sangat efektif”.

Tabel 4.17

Tingkat Efektivitas Anggaran Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun

Realisasi PAD Anggaran PAD % Efektivitas

Tingkat

Anggaran Efektivitas

2010 27.685.561.839,49 26.446.000.000,00 104,68% Sangat Efektif 2011 35.363.329.911,35 31.150.000.000,00 113,52% Sangat Efektif 2012 41.242.973.174,17 46.826.174.176,00 88,07% Cukup Efektif 2013 46.342.693.861,79 49.208.823.587,00 94,17% Efektif 2014 72.914.095.471,05 67.343.577.486,00 108,27% Sangat Efektif

Gambar 4.4

Tingkat Efektivitas Anggaran Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

0,00% 20,00% 40,00% 60,00% 80,00% 100,00% 120,00%


(43)

Berdasarkan tabel 4.18, dapat diketahui bahwa tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo dalam rangka merealisasikan PAD yang telah tersusun dalam rancangan APBD Kabupaten Karo, masih belum stabil dan mencapai titik terendah pada tahun 2012 walaupun masih tergolong cukup efektif.

Tabel 4.18

Trend Perkembangan Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun Efektivitas

X XY X2

Anggaran (Y)

2010 104,68 -2 -209,36 4 2011 113,52 -1 -113,52 1

2012 88,07 0 0 0

2013 94,17 1 94,17 1

2014 108,27 2 216,54 4

Total 508,71 0 -12,17 10

Untuk mengetahui perkembangan efektivitas PAD Kabupaten Karo untuk 5 tahun kedepan, digunakan metode analisis trend dengan rumus:

�′ = +�� Nilai a dan b dapat dicari dengan rumus:

� =��

� =

508,71

5 = 101,74 �=

��� ��2 =

−12,17

10 =−1,21 Sehinga persamaan trend dilihat dari tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo adalah:


(44)

�′ = 101,74 + (1,21)

Dari persamaan trend di atas, maka proyeksi tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo untuk 5 tahun anggaran yang akan datang dapat dilihat di tabel 4.19.

Tabel 4.19

Proyeksi Perkembangan Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2015-2019

Tahun Proyeksi Tingkat Anggaran Efektivitas (%)

2015 98,11

2016 96,9

2017 95,69

2018 94,48

2019 93,27

Berdasarkan tabel 4.19 dapat dilihat proyeksi tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo untuk 5 tahun ke depan cenderung mengalami penurunan.

4.2.4 Analisis Efisiensi Keuangan Daerah

Rasio efisiensi keuangan daerah menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima.

a. Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010

Berdasarkan data yang telah dihimpun dari Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010 realisasi belanja daerah adalah sebesar Rp585.246.911.265,00 sedangkan jumlah realisasi pendapatan adalah


(45)

Rp584.866.455.558,49. Berikut ini adalah persentase tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo.

��������������= 585.246.911.265,00

584.866.455.558,49× 100% = 100,06%

Dari perhitungan di atas diketahui bahwa rasio efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun 2010 adalah 100,06%. Sesuai dengan tabel 3.4 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan, tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2010 termasuk dalam kriteria “tidak efisien”.

b. Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011

Berdasarkan data yang telah dihimpun dari Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011 realisasi belanja daerah adalah sebesar Rp657.614.384.705,00 sedangkan jumlah realisasi pendapatan adalah Rp650.260.229.332,35. Berikut ini adalah persentase tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo.

��������������= 657.614.384.705,00

650.260.229.332,35× 100% = 103,89%

Dari perhitungan di atas diketahui bahwa rasio efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun 2011 adalah 103,89%, naik sedikit dari tahun sebelumnya 100,06%. Sesuai dengan tabel 3.4 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan pada bab III, tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2011 termasuk dalam kriteria “tidak efisien”.


(46)

c. Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012

Berdasarkan data yang telah dihimpun dari Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012 realisasi belanja daerah adalah sebesar Rp750.398.279.122,62 sedangkan jumlah realisasi pendapatan adalah Rp753.388.842.976,17. Berikut ini adalah persentase tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo.

�������������� = 750.398.279.122,62

753.388.842.976,17× 100% = 99,60%

Dari perhitungan di atas diketahui bahwa rasio efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun 2010 adalah 99,60%, mengalami penurunan yang sangat kecil dari tahun anggaran sebelumnya yaitu 103,89. Perlu diingat bahwa untuk rasio efisiensi, semakin kecil persentasenya semakin baik. Jadi penurunan ini adalah hal baik meskipun sangat kecil. Sesuai dengan tabel 3.4 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan, tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 termasuk dalam kriteria “kurang efisien”.

d. Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013

Berdasarkan data yang telah dihimpun dari Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013 realisasi belanja daerah adalah sebesar Rp901.675.564.724,17 sedangkan jumlah realisasi pendapatan adalah Rp903.311.459.027,79. Berikut ini adalah persentase tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo.

��������������=901.675.564.724,17


(47)

Dari perhitungan di atas diketahui bahwa rasio efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun 2011 adalah 99,81%, hampir tidak berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 99,60%. Sesuai dengan tabel 3.4 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan, tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 termasuk dalam kriteria “kurang efisien”.

e. Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014

Berdasarkan data yang telah dihimpun dari Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014 realisasi belanja daerah adalah sebesar Rp889.667.378.450,12 sedangkan jumlah realisasi pendapatan adalah Rp1.010.908.170.173,05. Berikut ini adalah persentase tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo.

��������������= 889.667.378.450,12

1.010.908.170.173,05× 100% = 88,00%

Dari perhitungan di atas diketahui bahwa rasio efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun 2014 adalah 88,00%, mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang sebesar 99,81%. Sesuai dengan tabel 3.4 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan, tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2012 termasuk dalam kriteria “cukup efisien”.


(48)

Tabel 4.20

Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun Realisasi Realisasi

% Efisiensi Tingkat

Anggaran Belanja Pendapatan Efisiensi

2010 585.246.911.265,00 584.866.455.558,49 100,07 Tidak Efisien 2011 675.614.384.705,00 650.260.229.332,35 103,90 Tidak Efisien 2012 750.398.279.122,62 753.388.842.976,17 99,60 Kurang Efisien 2013 901.675.564.724,17 903.311.459.027,79 99,82 Kurang Efisien 2014 889.667.378.450,12 1.010.908.170.173,05 88,00 Cukup Efisien

Gambar 4.5

Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Untuk mengetahui perkembangan efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2015-2019, digunakan metode analisis trend dengan rumus:

�′ = +�� 80,00%

85,00% 90,00% 95,00% 100,00% 105,00% 110,00%


(49)

Tabel 4.21

Trend Perkembangan Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun Efisiensi

X XY X2

Anggaran (Y)

2010 100,07 -2 -200,14 4

2011 103,9 -1 -103,9 1

2012 99,6 0 0 0

2013 99,82 1 99,82 1

2014 88 2 176 4

Total 491,39 0 -28,22 10

Nilai a dan b dapat dicari dengan rumus:

� =��

� =

491,39

5 = 98,27 �=

��� ��2 =

−28,22

10 =−2,82 Sehinga persamaan trend dilihat dari tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo adalah:

�′ = 98,27 + (2,82)

Dari persamaan trend di atas, maka proyeksi tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk 5 tahun anggaran yang akan datang dapat dilihat di tabel 4.21.


(50)

Tabel 4.22

Proyeksi Perkembangan Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo

Tahun Anggaran 2015-2019

Tahun Proyeksi Tingkat Anggaran Efektivitas (%)

2015 89,91

2016 86,99

2017 84,17

2018 81,35

2019 78,53

Berdasarkan tabel 4.22 dapat dilihat proyeksi tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk 5 tahun ke depan cenderung mengalami penurunan. Penurunan ini adalah hal yang positif, bahkan proyeksi untuk tahun 2019 tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo memasuki kriteria “efisien”.

4.2.5 Analisis Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Karo Rasio ketergantungan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana-dana yang diberikan pemerintah pusat. Ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar dana yang dibutuhkan pemerintah daerah dari pusat. Hasil perhitungan rasio ketergantungan Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2010-2014 dapat dilihat pada tabel berikut.


(51)

Tabel 4.23

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun Pendapatan Pendapatan %

Ketergantungan

Tingkat

Transfer Daerah Ketergantungan

2010 540.182.106.875,00 584.866.455.558,49 92,35 Sangat Tinggi 2011 607.053.068.074,00 650.260.229.332,35 93,35 Sangat Tinggi 2012 685.732.585.014,00 753.388.842.976,17 91,01 Sangat Tinggi 2013 795.997.482.315,00 909.311.459.027,79 87,53 Sangat Tinggi 2014 918.228.028.727,00 1.010.908.170.173,05 90,81 Sangat Tinggi

Gambar 4.6

Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, dapat diketahui bahwa kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo selama tahun anggaran 2010-2014 masih kurang baik jika dilihat dari hasil perhitungan rasio ketergantungan keuangan daerahnya. Ketergantungan dana dari pemerintah pusat masih sangat tinggi. Tingkat ketergantungan tertinggi terjadi pada tahun anggaran 2011 yaitu

84,00% 85,00% 86,00% 87,00% 88,00% 89,00% 90,00% 91,00% 92,00% 93,00% 94,00%


(52)

93,35% dan yang paling rendah pada tahun anggaran 2013 sebesar 87,53%. Kinerja pemerintah membaik untuk tahun 2013 tetapi untuk tahun 2014 mengalami penurunan yang cukup drastis.

Untuk mengetahui perkembangan kemampuan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo, ditinjau dari nilai rasio ketergantungan daerah selama lima tahun anggaran, digunakan metode analisis trend dengan rumus:

�′ = +��

Tabel 4.24

Trend Perkembangan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kab. Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun Ketergantungan

X XY X2

Anggaran (Y)

2010 92,35 -2 -184,7 4

2011 93,35 -1 -93,35 1

2012 91,01 0 0 0

2013 87,53 1 87,53 1

2014 90,81 2 181,62 4

Total 455,05 0 -8,9 10

Nilai a dan b dapat dicari dengan rumus:

� =��

� =

455,05

5 = 91,01 �=

��� ��2 =

−8,9

10 =−0,89 Sehinga persamaan trend dilihat dari tingkat efektivitas PAD Kabupaten Karo adalah:


(53)

�′ = 91,01 + (0,89)

Dari persamaan trend di atas, maka proyeksi tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo untuk 5 tahun anggaran yang akan datang dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 4.25

Proyeksi Perkembangan Ketergantungan Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2015-2019

Tahun Proyeksi Tingkat Anggaran

Ketergantungan (%)

2015 88,34

2016 87,45

2017 86,56

2018 86,67

2019 84,78

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa proyeksi tingkat

ketergantungan daerah Kabupaten Karo akan terus mengalami penurunan setiap tahunnya, penurunan di sini adalah hal yang positif karena menandakan bahwa ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat berkurang setiap tahunnya.

4.2.6 Analisis Pertumbuhan PAD Kabupaten Karo

Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai. Rasio pertumbuhan PAD diukur dengan cara membandingkan PAD tahun bersangkutan dengan PAD tahun sebelumnya.


(54)

a. Tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010

Berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010, diketahui jumlah realisasi PAD adalah Rp27.685.561.839,49 sedangkan penerimaan PAD tahun lalu adalah Rp27.186.838.303,98. Untuk lebih detil komponen PAD dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 4.26

Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun anggaran 2009 dan 2010 (dalam rupiah)

Uraian Tahun Anggaran Pertumbuhan

2009 2010 %

Pajak Daerah 8.528.730.980,19 10.878.118.172,17 27,54 Retribusi Daerah 9.466.413.946,00 9.342.146.157,00 -1,31 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 1.150.626.421,49 2.094.482.565,00 82,02

yang Dipisahkan

Lain-lain PAD yang Sah 8.041.066.956,30 5.370.814.945,32 -33,20 Total PAD 27.186.838.303,98 27.685.561.839,49 1,83

�������������ℎ��=27.685.561.839,49−27.186.838.303,98

27.186.838.303,98 × 100% = 1,83%

Berdasarkantabel 4.26, dapat diketahui PAD Kabupaten Karo tahun anggaran 2010 mengalami pertumbuhan sebesar 1,83%. Angka ini menunjukkan bahwa untuk tahun anggaran 2010 Pemerintah Daerah kabupaten Karo telah mampu mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai pada tahun sebelumnya meskipun rasio pertumbuhan ini sangat kecil.


(55)

b. Tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011

Berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011, diketahui jumlah realisasi PAD adalah Rp35.363.329.911,35 sedangkan penerimaan PAD tahun lalu adalah Rp27.685.561.839,49. Untuk lebih detil komponen PAD dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 4.27

Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun anggaran 2010 dan 2011 (dalam rupiah)

Uraian Tahun Anggaran Pertumbuhan

2010 2011 %

Pajak Daerah 10.878.118.172,17 14.612.423.183,34 34,32 Retribusi Daerah 9.342.146.157,00 9.411.382.142,25 0,74 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 2.094.482.565,00 3.508.769.111,88 67,52

yang Dipisahkan

Lain-lain PAD yang Sah 5.370.814.945,32 7.830.755.473,88 45,80 Total PAD 27.685.561.839,49 35.363.329.911,35 27,73

�������������ℎ��=35.363.329.911,35−27.685.561.839,49

27.685.561.839,49 × 100% = 27,73% Berdasarkan tabel 4.27, dapat diketahui PAD Kabupaten Karo tahun anggaran 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 27,73%. Angka ini menunjukkan bahwa untuk tahun anggaran 2011 Pemerintah Daerah kabupaten Karo telah mampu mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari tahun sebelumnya.


(56)

c. Tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012

Berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012, diketahui jumlah realisasi PAD adalah Rp41.242.973.174,17 sedangkan penerimaan PAD tahun lalu adalah Rp35.363.329.911,35. Untuk lebih detil komponen PAD dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 4.28

Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun anggaran 2011 dan 2012 (dalam rupiah)

Uraian Tahun Anggaran Pertumbuhan

2011 2012 %

Pajak Daerah 14.612.423.183,34 17.041.195.089,44 16,62 Retribusi Daerah 9.411.382.142,25 15.760.990.120,00 67,46 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 3.508.769.111,88 3.157.200.078,00 -10,01

yang Dipisahkan

Lain-lain PAD yang Sah 7.830.755.473,88 5.283.587.886,73 -32,52 Total PAD 35.363.329.911,35 41.242.973.174,17 16,62

�������������ℎ��=41.242.973.174,17−35.363.329.911,35

35.363.329.911,35 × 100% = 16,62% Berdasarkan tabel 4.28, dapat diketahui PAD Kabupaten Karo tahun anggaran 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 16,62%. Angka ini menunjukkan bahwa untuk tahun anggaran 2012 Pemerintah Daerah kabupaten Karo telah mampu mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari tahun sebelumnya.


(57)

d. Tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013

Berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013, diketahui jumlah realisasi PAD adalah Rp46.342.691.861,79 sedangkan penerimaan PAD tahun lalu adalah Rp41.242.973.174,17. Untuk lebih detil komponen PAD dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 4.29

Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun anggaran 2012 dan 2013 (dalam rupiah)

Uraian Tahun Anggaran Pertumbuhan

2012 2013 %

Pajak Daerah 17.041.195.089,44 18.101.033.469,10 62,19 Retribusi Daerah 15.760.990.120,00 18.822.626.571,00 19,42 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 3.157.200.078,00 2.701.109.902,00 -14,44

yang Dipisahkan

Lain-lain PAD yang Sah 5.283.587.886,73 6.717.921.919,69 27,14 Total PAD 41.242.973.174,17 46.342.691.861,79 12,36

�������������ℎ��=46.342.691.861,79−41.242.973.174,17

41.242.973.174,17 × 100% = 12,36% Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui PAD Kabupaten Karo tahun anggaran 2013 mengalami pertumbuhan sebesar 12,36%. Angka ini menunjukkan bahwa untuk tahun anggaran 2013 Pemerintah Daerah kabupaten Karo telah mampu mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari tahun sebelumnya.


(58)

e. Tingkat Pertumbuhan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014

Berdasarkan data yang dikumpulkan mengenai perhitungan APBD Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014, diketahui jumlah realisasi PAD adalah Rp72.803.919.329,10 sedangkan penerimaan PAD tahun lalu adalah Rp46.342.691.861,79. Untuk lebih detil komponen PAD dapat dilihat di tabel berikut.

Tabel 4.30

Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun anggaran 2013 dan 2014 (dalam rupiah)

Uraian Tahun Anggaran Pertumbuhan

2013 2014 %

Pajak Daerah 18.101.033.469,10 28.842.756.405,10 59,34 Retribusi Daerah 18.822.626.571,00 25.084.797.476,00 33,26 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 2.701.109.902,00 1.648.336.721,00 -38,97

yang Dipisahkan

Lain-lain PAD yang Sah 6.717.921.919,69 17.228.028.727,00 156,44 Total PAD 46.342.691.861,79 72.803.919.329,10 57,09

�������������ℎ��=72.803.919.329,10−46.342.691.861,79

46.342.691.861,79 × 100% = 57,09% Berdasarkan perhitungan di atas, dapat diketahui PAD Kabupaten Karo tahun anggaran 2014 mengalami pertumbuhan sebesar 57,09%. Angka ini adalah yang tertinggi selama tahun anggaran 2010-2014 menunjukkan bahwa untuk tahun anggaran 2014 Pemerintah Daerah kabupaten Karo telah mampu mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari tahun sebelumnya.


(59)

Tabel 4.31

Tingkat Pertumbuhan Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014

Tahun PAD Tahun PAD Tahun Pertumbuhan Rasio

Sebelumnya Berjalan Pertumbuhan

2010 27.186.838.303,98 27.685.561.839,49 498.723.535,51 18,34% 2011 27.685.561.839,49 35.363.329.911,35 7.677.768.071,86 27,73% 2012 35.363.329.911,35 41.242.973.174,17 5.879.643.262,82 16,62% 2013 41.242.973.174,17 46.342.691.861,79 5.099.718.687,62 12,36% 2014 46.342.691.861,79 72.803.919.329,10 26.461.227.467,31 57,09%

Gambar 4.7

Rasio Pertumbuhan Keuangan Kabupaten Karo

0,00% 10,00% 20,00% 30,00% 40,00% 50,00% 60,00%


(60)

4.3 Pembahasan

4.3.1 Rasio Kemandirian Daerah

Rasio Kemandirian daerah mencerminkan sejauh mana pemerintah daerah memaksimalkan PAD agar mengurangi jumlah transfer dari pemerintah pusat atau provinsi. Rasio tingkat kemandirian daerah menunjukkan tingkat kemandirian Kabupaten karo dalam tahun 2010-2014 adalah sangat rendah, bahkan tingkat tertinggi hanya mencapai 7,21% sedangkan agar dapat dikategorikan tingkat kemandirian yang tinggi harus mencapai angka 75%. Pemerintah Daerah Kabupaten Karo mempunyai tugas yang sangat berat dilihat dari angka yang sangat rendah ini, namun demikian setiap tahunnya rasio tingkat kemandirian keuangan daerah kabupaten karo mengalami peningkatan kecuali pada tahun anggaran 2013. Meskipun kenaikannya sangat kecil setidaknya dapat dikatakan ada sedikit perbaikan dalam kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo dalam meningkatkan PAD nya guna mengurangi dana transfer karena PAD adalah elemen terpenting dalam keberlangsungan otonomi daerah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Riza Dewi al Ardi (2011) terhadap kinerja keuangan Kabupaten Jember, rasio kemandirian daerah Kabupaten Jember selama tahun anggaran 2006 hingga 2010 adalah tergolong sangat rendah dengan angka rata-rata rasio sebesar 8,99% tidak jauh berbeda dengan kabupaten karo dengan rata-rata rasio kemandirian sebesar 5,59%. Angka-angka ini menunjukkan bahwa Kabupaten Karo dan Kabupaten Jember pada tahun anggaran terkait, memiliki ketergantungan yang sangat tinggi kepada pemerintah pusat.


(61)

4.3.2 Indeks Kemampuan Rutin

Indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo tahun anggaran 2010-2014 mencerminkan buruknya kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Karo. Pada tabel 4.14 dapat dilihat bahwa persentase indeks kemampuan rutin Kabupaten Karo hanya berkisar 5%-10% dengan rata rata 7,19% dan sudah jelas bahwa tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Karo adalah sangat kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Riza Dewi al Ardi (2011) menunjukkan indeks kemampuan rutin Kabupaten Jember tahun anggaran 2006-2010 rata-rata sebesar 23,59%. Perbedaan ini cukup signifikan, meskipun begitu indeks kemampuan rutin Kabupaten Jember masih tergolong kurang mampu.

Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Karo dalam membiayai belanja pegawai, belanja barang, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja bantuan keuangan masih sangat bergantung terhadap pendapatan transfer. Pemerintah Daerah Kabupaten Karo belum mampu menghasilkan jumlah pendapatan asli daerah yang optimal.

4.3.3 Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah

Pada tabel 4.17 dapat dilihat bahwa selama tahun anggaran 2010-2014, tingkat efektivitas Kabupaten Karo rata-rata sebesar 101,74%, mencapai angka tertinggi 108,27% pada tahun 2014 dan terendah pada tahun 2012 yaitu 88,07% angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat efektivitas PAD kabupaten karo cenderung sangat efektif walaupun pada tahun 2012 dan 2013 hanya tergolong dalam kriteria cukup efektif dan efektif. Hony Adhiantoko (2013) dalam


(62)

penelitiannya terhadap Kabupaten Blora untuk tahun anggaran 2007-2011 mendapatkan hasil rata-rata sebesar 108,71% hampir sama dengan Kabupaten Karo.

Meskipun demikian angka-angka ini menunjukkan bahwa Pmerintah Daerah Kabupaten Karo sudah mampu memenuhi target penerimaan pendapatan asli daerah yang telah dianggarkan sebelumnya. Namun apabila dikaitkan dengan tingkat kemandirian dan tingkat kemampuan rutin, keberhasilan dalam pencapaian target ini tidak begitu berarti. Pemerintah Daerah Kabupaten Karo masih harus meningkatkan jumlah pendapatan asli daerah dengan mengoptimalkan sektor-sektor penerimaan daerahnya. Pemerintah daerah harus terus menggali potensi-potensi yang dimiliki daerah dan mengembangkannya, serta harus kreatif dalam menghasilkan alternatif-alternatif penerimaan daerah. Dengan demikian pertumbuhan PAD akan lebih optimal dan ketergantungan terhadap pendapatan transfer akan semakin berkurang.

4.3.4 Rasio Efisiensi Keuangan Daerah

Berbanding terbalik dengan rasio efektivitas, rasio efisiensi menunjukkan bahwa belanja daerah Kabupaten Karo masih terlalu besar dibandingkan pendapatan daerah sehingga dikategorikan kurang efisien. Meskipun begitu tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo seiring waktu semakin membaik. Pada tahun 2010 tingkat efisiensi keuangan Kabupaten Karo sebesar 100,07% dan tergolong tidak efisien. Angka ini menurun cukup signifikan sampai pada tahun anggaran 2014 sebesar 88,00 dan tergolong cukup efisien. Perlu diingat


(63)

bahwa semakin rendah persentase tingkat efisiensi, berarti semakin efisien. Pencapaian ini bukan berarti ada perbaikan yang signifikan dalam upaya peningkatan PAD karena Pemerintah Daerah Kabupaten Karo meskipun sudah cukup efektif kinerja keuangannya tetapi pendapatan yang didapat sebagian besar dari pendapatan transfer, bukan dari PAD. Jadi bukan berarti semakin efisien kinerja keuangan suatu pemerintah daerah semakin tinggi jumlah pendapatan asli daerahnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Winner Silalahi (2016) terhadap Kabupaten Humbang Hasundutan menunjukkan rata-rata rasio efisiensi sebesar 95,14% dan tergolong masih kurang efisien.

4.3.5 Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Tingginya pendapatan transfer dibuktikan oleh rasio ketergantungan keuangan daerah Kabupaten Karo yang sangat tinggi, rata-rata 91% setiap tahunnya. Pada tahun anggaran 2011 tingkat ketergantungan keuangan Kabupaten Karo mencapai tingkat tertinggi sebesar 93,35%. Pendapatan transfer pada tahun tersebut sejumlah Rp607.053.068.074,00 sedangkan total pendapatan daerah adalah 650.260.229.332,35. Analisis trend menunjukkan tingkat ketergantungan keuangan daerah Kabupaten Karo untuk tahun anggaran 2015-2019 adalah rata-rata 86%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Bahrun Assidiqi (2014) diketahui bahwa tingkat ketergantungan Kabupaten Klaten untuk tahun anggaran 2008-2012 rata-rata sebesar 90,44% hampir sama dengan Kabupaten Karo sebesar


(64)

91%, hal ini menunjukkan bahwa kedua kabupaten belum maksimal dalam mengoptimalkan pendapatan asli daerah yang merupakan kewajiban daerah. UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 25 menyatakan bahwa kepala daerah mempunyai tugas mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.

4.3.6 Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan menunjukkan seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode. Rasio pertumbuhan Kabupaten Karo untuk tahun 2010-2014 adalah rata-rata sebesar 26,43% mencapai angka tertinggi pada tahun 2014 yaitu sebesar 57,09%. Setiap tahunnya rasio pertumbuhan Kabupaten Karo bisa dikatakan naik-turun. Penelitian yang dilakukan oleh Sonia Fambayun (2013) menunjukkan rasio pertumbuhan Kabupaten Magetan selama tahun anggaran 2009-2013 adala rata-rata sebesar 17,88%, lebih rendah dibandingkan Kabupaten Karo. Rasio pertumbuhan ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Karo sudah cukup baik dalam meningkatkan PAD. Meskipun tidak mengalami kenaikan yang stabil, pada tahun 2014 sudah mencapai 57,09%.


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana kinerja dan kondisi kesehatan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo selama tahun anggaran 2010-2014 serta proyeksinya untuk tahun 2015-2019. Dari hasil analisis yang dilakukan di Bab IV, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil analisis rasio-rasio keuangan yaitu rasio kemandirian daerah, indeks kemampuan rutin, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio ketergantungan keuangan daerah dan rasio pertumbuhan pendapatan asli daerah terhadap Laporan Realisasi Anggaran pada APBD Pemerintah Daerah Kabupaten Karo menunjukkan kondisi kesehatan keuangan tidak begitu stabil, terutama dilihat dari rasio pertumbuhan PAD.

2. Tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Karo masih sangat rendah dengan rata-rata persentase rasio kemandirian sebesar 5,59%. Artinya tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan keuangan dari pemerintah pusat masih sangat tinggi.

3. Penerimaan PAD sebagai elemen terpenting pendukung otonomi daerah, masih tergolong sangat kecil dibandingkan jumlah pendapatan daerah.


(66)

4. Dilihat dari rasio keuangan yang telah diterapkan dalam bab IV, kondisi kesehatan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo tergolong kurang sehat.

5. Kinerja keuangan dan kondisi kesehatan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo selama periode tahun anggaran 2010-2014 meskipun tidak bisa dikatakan “baik tetapi setidaknya ada perbaikan-perbaikan yang terlihat dan tidak ada indikasi akan terjadinya kebangkrutan daerah.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka ada beberapa saran yang dapat penulis berikan guna memperbaiki kondisi kesehatan dan meningkatkan kualitas kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Karo dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah.

1. Pemerintah Daerah Kabupaten Karo agar lebih mengoptimalkan PAD dengan mengupayakan peningkatan pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, dimana pajak dan retribusi adalah komponen utama PAD.

2. Perluasan obyek penelitian yang lebih luas dan periode penelitian yang lebih panjang dapatdilakukan bagi para peneliti selanjutnya dengan mengacu pada penelitian ini.


(67)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Sumber-sumber penerimaan daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 terdiri atas:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri atas: a. Pajak Daerah

b. Retribusi Daerah

c. Bagian Laba Usaha Daerah d. Lain-lain PAD yang Sah 2. Dana Perimbangan, yang terdiri atas:

a. Dana Alokasi Umum (DAU) b. Dana Alokasi Khusus (DAK) c. Dana Bagi Hasil

3. Lain-lain Pendapatan yang Sah

2.1.1 Teori Otonomi Daerah

Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuain dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Widarta (2001, dalam Bawono, 2006) dijelaskan bahwa otonomi daerah berasal dari bahasa Yunani,


(68)

yaitu Autos yang berarti sendiri dan Nomos yang berarti aturan. Dalam hal ini, otonomi daerah dapat diartikan sebagai kebebasan dan kemandirian daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri.

Salah satu ketetapan MPR yaitu Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. UU Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 sebagai dasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

Tujuan diberlakukannya otonomi daerah adalah agar pemerintah pusat tidak perlu terbebani masalah yang tidak seharusnya menjadi masalah pemerintah pusat. Pemerintah pusat diharapkan lebih fokus pada perumusan kebijakan yang bersifat makro. Pada dasarnya, dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskalterkandung tiga misi utama, yaitu (Sakti, 2007):

1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.

2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.

3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.


(69)

Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi logis dari otonomi daerah. Desentralisasi fiskal adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bowman dan Hawton (1983) menyatakan bahwa tidak satupun pemerintah dari suatu negara dengan wilayah yang luas dapat menentukan secara efektif ataupun dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program-programnya sedara efektif melalui sistem sentralisasi. Oleh karena itu perlu ada pelimpahan wewenang dari pusat ke daerah.

Prinsip-prinsip otonomi daerah seperti yang tertera dalam undang-undang adalah:

1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah.


(70)

5. Pelaksanaan Otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan pertambangan, kawasan kehutanan, kawasan perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya berlaku ketentuan peraturan daerah otonom.

6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.

7. Pelaksanaan atas dekonsentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.

8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, saran dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.

Pelimpahan kekuasaan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi dengan semangat


(71)

federalisme. Jenis kekuasaan yang ditangani pusat hampir sama dengan yang ditangani oleh pemerintah di negara federal.

Otonomi daerah bersifat luas, nyata dan bertanggungjawab. Disebut luas karena kewenangan sisa justru berada pada pusat; disebut nyata karena kewenangan yang diselenggarakan itu menyangkut yang diperlukan, tumbuh dan hidup, dan berkembang di daerah; disebut bertanggungjawab karena kewenangan yang diserahkan itu harus diselenggarakan demi pencapaian tujuan otonomi daerah.

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Dalam bentuk yang paling sederhana, anggaran merupakan suatu dokumen yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi (Mulyadi, dalam Ardi, 2011).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan yang dikelola pemerintah daerah secara tahunan yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD satu periode yaitu setahun dimulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD terdiri atas:

1. Anggaran pendapatan, yang terdiri atas

a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain.


(72)

b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus.

c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat 2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas

pemerintahan di daerah.

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

Adapun fungsi-fungsi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah:

1. Fungsi otorisasi, bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

2. Fungsi perencanaan, bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.

3. Fungsi pengawasan, mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

4. Fungsi alokasi, mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran,


(1)

4.2.4 Analisis Efisiensi Keuangan Daerah ... 69

4.2.5 Analisis Ketergantungan Keuangan Daerah Kab.

Karo………… ... 75

4.2.6 Analisis Pertumbuhan PAD Kab. Karo ... 78

4.3 Pembahasan……….. ... 85

4.3.1 Rasio Kemandirian Daerah ... 85

4.3.2 Indeks Kemampuan Rutin ... 86

4.3.3 Rasio Efektivitas PAD ... 86

4.3.4 Rasio Efisiensi Keuangan Daerah ... 87

4.3.5 Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah ... 88

4.3.6 Rasio Pertumbuhan ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

5.1 Kesimpulan…….. ... 90

5.2 Saran………. ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... ... 92

LAMPIRAN……….………… ... 94


(2)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Kontribusi PAD Terhadap Anggaran Pendapatan dalam APBD

Kabupaten Karo T.A. 2010 s/d 2014 ... 4

2.1 Penelitian Terdahulu ... .30

3.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah ... .38

3.2 Tingkat Kemampuan Rutin ... .39

3.3 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan ... .40

3.4 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan ... .41

4.1 Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010……….. ... .46

4.2 Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011……….. ... .48

4.3 Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012……….. ... .49

4.4 Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013……….. ... .50

4.5 Ringkasan Pendapatan Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2014……….. ... .51

4.6 Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggar 2010-2014………….. ... .52

4.7 Trend Perkembangan Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014……….. ... .54

4.8 Proyeksi Perkembangan Tingkat Kemandirian Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2015-2019……….. ... .54

4.9 Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010……….. ... .55

4.10 Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011 ... .56

4.11 Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012 ... .58 4.12 Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo


(3)

Tahun Anggaran 2013……….. ... .59 4.13 Ringkasan Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo

Tahun Anggaran 2014……….. ... .60 4.14 Indeks Kemampuan Rutin (IKR) Kabupaten Jember Tahun

Anggaran 2011……. ... .61 4.15 Trend Perkembangan Tingkat Kemampuan Rutin Kabupaten

Karo Tahun Anggaran……. ... .62 4.16 Proyeksi Perkembangan IKR Kabupaten Karo Tahun Anggaran

2010-2019…………. ... .63 4.17 Tingkat Efektivitas Anggaran Daerah Kabupaten Karo Tahun

Anggaran 2010-2014. ... .67 4.18 Trend Perkembangan Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo

Tahun Anggaran 2010-2014……. ... .68 4.19 Proyeksi Perkembangan Tingkat Efektivitas PAD Kabupaten Karo

Tahun Anggaran 2015-2019……. ... .69 4.20 Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran

2010-2014…………. ... .73 4.21 Trend Perkembangan Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo

Tahun Anggaran 2010-2014……. ... .74 4.22 Proyeksi Perkembangan Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten

Karo Tahun Anggaran 2015-2019……. ... .75 4.23 Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Karo Tahun

Anggaran 2010-2014……. ... .76 4.24 Trend Perkembangan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah

Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014……. ... .77 4.25 Proyeksi Perkembangan Ketergantungan Keuangan Kabupaten

Karo Tahun Anggaran 2015-2019……. ... .78 4.26 Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran

Tahun Anggaran 2009 dan 2010……. ... .79 4.27 Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran

Tahun Anggaran 2010 dan 2011……. ... .80 4.28 Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran

Tahun Anggaran 2011 dan 2012……. ... .81 4.29 Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran


(4)

Tahun Anggaran 2012 dan 2013……. ... .82 4.30 Ringkasan Perhitungan PAD Kabupaten Karo Tahun Anggaran

Tahun Anggaran 2013 dan 2014……. ... .83 4.31 Tingkat Pertumbuhan Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 35 4.1 Rasio Kemandirian Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-

2014……….. ... 53 4.2 Perbandingan PAD dan Belanja Rutin Kabupaten Karo Tahun

Anggaran 2010-2014 ... .61 4.3 IKR Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010-2014 ... .62 4.4 Tingkat Efektivitas Anggaran Daerah Kabupaten Karo Tahun

Anggaran 2010-2014 ... .67 4.5 Tingkat Efisiensi Keuangan Kabupaten Karo Tahun Anggaran

2010-2014…………. ... .73 4.6 Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Karo

Tahun Anggaran 2010-2014 ... .76 4.7 Rasio Pertumbuhan Keuangan Kabupaten Karo ... .84


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman

Laporan Realisasi Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2010…………. ... 94 Laporan Realisasi Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2011…………. ... 95 Laporan Realisasi Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2012…………. ... 97 Laporan Realisasi Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo Tahun Anggaran 2013…………. ... 99 Laporan Realisasi Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Karo


Dokumen yang terkait

ANALISIS KESEHATAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

0 3 19

ANALISIS KESEHATAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH (Studi Kasus pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

0 24 19

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan)

3 16 118

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 4 10

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 12

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 2

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 10

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 25

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 2

Analisis Kesehatan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Karo)

0 0 8