Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Pada Berbagai Tingkat Salinitas di Kampung Nipah Desa Sei Nagalawan Serdang Bedagai Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan mangrove yang sering kali disebut hutan bakau atau mangal adalah
komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang didominasi oleh beberapa
jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang
surut pantai berlumpur. Komunitas ini umumnya tumbuh dan berkembang pada
daerah intertidal dan subratidal yang cukup mendapat air, dan terlindung dari
gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat (Bengen, 2000).
A. marina yang sering disebut Api-api merupakan tumbuhan mangrove
pada substrat berpasir atau berlumpur tipis, dengan salinitas relatif tinggi (salinitas
laut) pada kisaran yang sempit. Pohonnya dapat mencapai tinggi 30 m. Daun A.
marina dilihat dari sisi sebelah atas berwarna hijau muda, sedangkan pada sisi
sebelah bawah abu-abu keperakan atau putih. Daunnya berbentuk elips, panjang
daunnya berkisar 5-11 cm. Buah berbentuk bulat dan agak berbulu dengan
panjang 1,5-2,5 cm dan berwarna hijau. Kulit batang halus, berwarna putih keabuabuan hingga hijau, akar berbentuk cakar ayam berpneumatofora untuk
pernafasan (Indriani, 2008).
Serasah yang jatuh di lantai hutan mangrove mengalami proses
dekomposisi baik secara fisik maupun biologis, yang dapat menyuburkan kawasan
pesisir. Serasah yang sudah terdekomposisi tersebut berguna untuk menjaga
kesuburan tanah mangrove dan merupakan sumber pakan untuk berbagai jenis
ikan dan Avertebrata melalui rantai makanan fitoplankton dan zooplankton

sehingga keberlangsungan populasi ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap
terjaga. Serasah mangrove yang terdekomposisi akan menghasilkan unsur hara

4
Universitas Sumatera Utara

yang diserap oleh tanaman dan digunakan oleh jasad renik di lantai hutan dan
sebagian lagi akan terlarut dan terbawa air surut ke perairan sekitarnya
(Rismunandar, 2000).
Avicennia marina adalah salah satu spesies mangrove yang ada di
Indonesia yang juga dikenal dengan nama api-api jambu. A. marina banyak
ditemukan di hilir hingga zona estuarin menengah di seluruh daerah intertidal
(Robertson dan Alongi 1992 pada www.iucnredlist.org).
Berikut dibawah ini adalah taksonomi dari Avicennia marina yang diambil
dari IUCN (www.iucnredlist.org) :
Kingdom

: Plantae

Filum


: Magnoliophyta

Kelas

: Magnolopsida

Ordo

: Lamiales

Famili

: Avicenniaceae

Genus

: Avicennia

Spesies


: Avicennia marina

Secara ekologis, hutan mangrove berfungsi sebagai feeding ground dan
nursery ground bagi beberapa jenis ikan dan crustaceae. Selain itu hutan
mangrove juga memiliki fungsi sebagai penahan gelombang laut, penahan abrasi,
dan penahan intrusi air laut.
Komponen-komponen hayati dan non-hayati yang turut mendukung
keberadaan suatu ekosistem mangrove yaitu:
1. Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove.

5
Universitas Sumatera Utara

2. Proses (abrasi dan sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting
dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove.
3. Keanekaragaman jenis mangrove di Indonesia cukup tinggi jika
dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di
indonesia dapat mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna,
dan 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit . Dari 35

jenis pohon tersebut, yang umumnya dijumpai di pesisir pantai adalah
Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp,
Ceriops sp, dan Excoecaria sp.
Fungsi dan Manfaat Mangrove
Mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang penting bagi manusia dan
lingkungan di sekitarnya (Bengen, 2003), yaitu:
1. Sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung abrasi, penahan
lumpur, dan perangkap sedimen.
2. Daun dan dahan pohon mangrove menghasilkan sejumlah besar detritus.
3. Daerah asuhan (nursery grounds), daerah mencari makanan (feeding
grounds), dan daerah pemijahan (spawning grounds) berbagai jenis ikan,
udang dan biota laut lainnya.
4. Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan
bahan baku kertas (pulp).
5. Pemasok larva ikan, udang, dan biota lainnya.
6. Sebagai daerah pariwisata.
Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu fungsi
biologis/ekologis, fungsi fisik, dan fungsi sosial-ekonomi. Sedangkan manfaat

6

Universitas Sumatera Utara

mangrove adalah sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat. Hal tersebut dapat
dilihat dari dua tingkatan, yaitu tingkat ekosistem mangrove secara keseluruhan
(lahan tambak, lahan pertanian, kolam garam, ekowisata) dan tingkat komponen
ekosistem sebagai primary biotic component (masing-masing flora dan faunanya).
Fungsi biologis/ekologis hutan mangrove sebagai sebuah ekosistem terdiri
dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik terdiri dari vegetasi
mangrove yang meliputi pepohonan, semak, dan fauna. Sedangkan komponen
abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan hutan mangrove
adalah pasang surut air laut, lumpur berpasir, ombak laut, pantai yang landai,
salinitas laut, dan lain sebagainya.
Mangrove merupakan daerah mencari makanan (feeding ground) bagi
organisme-organisme yang ada didalamnya. Karena kerapatan msngrove yang
memungkinkan untuk melindungi kehidupan organisme di dalamnya, maka hutan
mangrove dijadikan sebagai tempat berkumpul dan tempat persembunyian
(nursery ground atau daerah asuhan), terutama bagi anak udang, anak ikan, dan
biota laut lainnya. Selain itu, dengan bentuknya yang unik, hutan mangrove juga
menyediakan tempat yang sangat baik dan ideal bagi proses pemijahan (spawning
ground) biota laut yang ada di dalamnya.

Fungsi sosial dan ekonomi adalah upaya pengelolaan sumber daya hutan
mangrove secara lestari hendaknya sudah memperhatikan inisiatif lokal
masyarakat sekitar hutan. Hal ini dimaksud sebagai upaya proteksi terhadap
kemungkinan perusakan ekosistem hutan. Dampak negatif yang mungkin akan
timbul dapat ditekan apabila masyarakat disekitar hutan mangrove dilibatkan dan

7
Universitas Sumatera Utara

diberi akses untuk mengelola hutan dengan tetap memperhatikan kelestarian
hutan.
Hasil hutan mangrove baik hutan kayu maupun nonkayu dpat
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku
kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata dan masih banyak lagi.
Hal ini tentu saja memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Pemenuhan
kebutuhan masyarakat akan hasil hutan dan jasa mangrove memberikan kontribusi
dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat sekitar hutan.
Pembangunan lokasi ekowisata mangrove dan hutan pendidikan dapat pula
menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar hutan (Kusmana,
2000).

Menurut Kusmana, dkk (2003), fungsi fisik hutan mangrove memiliki
peran penting dlam melindungi pantai dari gelombang besar, angin kencang dan
badai. Mangrove juga dapat melindungi pantai dari abrasi, menahan lumpur,
mencegh intrusi air laut dan juga memerangkap sedimen. Fungsi fisik keberadan
hutan mangrove adalah menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi
agar tetap stabil, mempercepat perluasan lahan, mengendalikan intrusi air laut,
melindungi daerah di belakang hutan mangrove dari hempasan gelombang dan
angin kencang dan mengelola limbah organik.
Manfaat hutan mangrove telah diketahui memiliki manfaat ganda dan
merupakan mata rantai yang pentingdalam memelihara siklus biologi di suatu
perairan. Manfaatnya dapat dibedakan atas manfat langsung dan manfaat tidak
langsung. Manfaat langsung dikategorikan sebagai manfaat yang secara langsung
dapat dirasakan kegunaannya, dan nilainya dapat dikuantifikasikan dalam

8
Universitas Sumatera Utara

pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi atau jasa pelayanan.
Sedangkan manfaat tidak langsung seing kali sulit dirasakan dan dikuantitatifkan ,
walaupun manfaat itu sesungguhnya mempunyai nilai strategis yang sangat

menentukan dalam menunjang kehudupan manusia, seperti dalam kaitannya
sebagai sumber plasmanutfah, ilmu pengetahuan,pendidikan, hidrologis, iklim,
dan lain sebagainya.
Zonasi Mangrove
Zonasi alamiah mangrove menurut Bengen (2003) adalah:
1. Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir,
sering ditumbuhi oleh Avicennia sp. Pada zona ini biasa berasosiasi
Sonneratia sp yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan
organik.
2. Lebih ke arah darat, hutan mangrove umum nya di dominasi oleh
Rhizophora sp di zona ini juga Bruguiera sp.
3. Zona berikutnya di dominasi oleh Bruguiera sp.
4. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah
biasanya ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan spesies palem lainnya.
Zonasi mangrove di Indonesia dari arah laut ke darat yaitu:
Zonasi mangrove dari laut ke darat
Sedangkan zona vegetasi mangrove yang berkaitan dengan pasang surut meliputi :
1. Areal yang sering digenangi walaupun pada pasang rendah umumnya
didominasi Avicennia sp atau Sonneratia sp.
2. Areal yang digenangi oleh pasang sedang didominasi oleh Rhizophora sp.


9
Universitas Sumatera Utara

3. Area yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi, yang mana areal ini
lebih ke daratan, umumnya didominasi oleh Bruguiera sp dan Xylocarpus
sp.
4. Areal yang digenangi hanya pada saat pasang tertinggi (hanya beberapa
hari dalam sebulan) umumnya didominasi oleh Bruguiera sexangula dan
Lumnitzera littoralis.
Prose Laju Dekomposisi
Dekomposisi terbentuk melalui suatu proses fisika dan kimia yang
mereduksi secara kimia bahan organik yang telah mati pada vegetasi dan
binatang. Dekomposisi bahan organik hutan mempunyai dua tahap proses yang
pertama, ukuran partikel dari bagian bunga ke batang dari pohon yang besar, di
pecah ke dalam spesies yang lebih kecil yang dapat di reduksi secara kimia. Yang
kedua, biasanya sampai aktivitas organisme spesies kecil ini dari bahan organik
direduksi dan dimineralisasi untuk melepaskan unsur dasar dari protein,
karbohidrat, lipid dan mineral yang dapat dikonsumsi , diserap oleh organisme
atau dihanyutkan dari sistem (Hilwan, 1993).

Sebagai proses yang dinamis, dekomposisi memiliki dimensi kecepatan
yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor bahan yang akan
didekomposisi. Proses dekomposisi bahan organik secara alami akan berhenti bila
fakto-faktor pembatasnya tidak tersedia atau telah dihabiskan dalam proses
dekomposisi itu sendiri. Oksigen dan bahan organik, menjadi faktor kendali dalam
proses dekomposisi. Kedua faktor ini terutama oksigen merupakan faktor kritis

10
Universitas Sumatera Utara

bagi dekomposisi aerobik. Ketersediaan bahan organik yang berlimpah mungkin
tidak berarti banyak dalam mendukung dekomposisi bila faktor lain seperti
oksigen ketersediannya dalam kondisi terbatas (Sunarto, 2003).
Hasil penelitian Dewi (2009) tentang laju dekomposisi serasah daun A.
marina di hutan mangrove Sicanang Belawan, Medan. Penurunan bobot kering
dan laju dekomposisi serasah daun A. marina yang tertinggi terjadi pada tingkat
salinitas >30 ppt dan yang paling lama terdekomposisi adalah pada tingkat
salinitas 20-30 ppt. Setiap minggu terjadi perubahan bobot serasah daun A.

marina di dalam kantong serasah. Diduga hal ini diakibatkan oleh keberadaan
makrobentos yang membutuhkan bahan makanan dan berperan sebagai
decomposer yang tinggi serta faktor lingkungan yang mempengaruhi akibat
pasang surut air laut. Rasio Karbon dan Nitrogen (Rasio C/N) merupakan salah
satu indikator untuk melihat laju dekomposisi bahan organik, dimana semakin
tinggi rasio C/N maka akan semakin lama bahan organik itu terdekomposisi.
Semakin cepat serasah terdekomposisi maka akan semakin banyak unsur hara
yang tersedia bagi tanaman, makrobentos dan mikroorganisme.
Serasah yang memiliki kandungan unsur hara N tinggi cenderung disukai
oleh dekomposer karena lebih mudah dicerna (digestibility). Kandungan unsur
hara karbon cenderung menurun seiring dengan penambahan waktu dekomposisi
dan pengurangan ukuran partikel serasah (Ulqodry, 2008). Dekomposisi serasah
adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana oleh mikroorganisme
tanah (bakteri, fungi dan hewan tanah lainnya) atau sering disebut juga
mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari hewan
dan tanaman menjadi senyawa-senyawa anorganik sederhana (Sutedjo dkk, 1991).

11
Universitas Sumatera Utara

Serasah yang jatuh kelantai hutan tidak langsung mengalami pelapukan
oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan yang disebut
makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan
hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi
makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang
bekerja dengan cara mencacah-cacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil,
yang

kemudian

akan

dilanjutkan

oleh

organisme

yang

kecil,

yakni

mikroorganisme (bakteri dan fungi) yang menguraikan bahan organik menjadi
protein dan karbohidrat. Pada umumnya keberadaan makrobentos mempercepat
proses dekomposisi (Arief, 2003).
Ratio C/N merupakan faktor kimia pembentuk kecepatan dekomposisi dan
mineralisasi nitrogen. Penyebab pembusukan pada bahan organik diakibatkan
adanya karbon dan nitrogen. Rasio C/N digunakan untuk mendapatkan degradasi
biologis dan bahan-bahan organik yaitu sampah tersebut baik atau tidak untuk
dijadikan kompos, serta menunjukkan kematangan kompos (Allo dkk., 2014)
Faktor – Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Mangrove
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vegetasi mangrove yaitu:
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang berperan penting
dalam proses fisiologis, seperti fotosintesis dan respirasi. Temperatur rata-rata di
daerah tropis cukup baik bagi pertumbuhan mangrove. Kusmana (2000) kisaran
temperatur optimum pada pertumbuhan beberapa jenis tumbuhan mangrove, yaitu
Avicennia marina tumbuh baik pada suhu 18–20 oC.

12
Universitas Sumatera Utara

Salinitas
Lingkungan bergaram (asin) diperlukan untuk kestabilan ekosistem
mangrove, Aksornkoae (1993) meyatakan bahwa salinitas merupakan faktor
lingkungan yang sangat menentukan perkembangan hutan mangrove, terutama
bagi laju pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Pada umumnya
tumbuhan mangrove hidup dan tumbuh dengan kisaran salinitas 10-30 ppt.
Namun ada beberapa spesies mangrove yang dapat tumbuh pada daerah yang
salinitasnya tinggi. Spesies Avicennia sp. termasuk jenis mangrove yang memiliki
toleransi tinggi terhadap garam.
Menurut Hutabarat dan Evans (1985) fluktuasi salinitas merupakan
gambaran dominan lingkungan estuari, dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
pasang surut, musim, topografi estuari dan jumlah air tawar. Sedangkan menurut
Nontji (1987) menyatakan bahwa sebaran salinitas di perairan estuari mempunyai
struktur salinitas yang kompleks, karena merupakan pertemuan antara air tawar
yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air yang sangat
menentukan.
Tinggi dan waktu penggenangan air laut di suatu lokasi pada saat pasang
juga menentukan salinitas. Salinitas merupakan salah satu faktor dalam
menentukan penyebaran tumbuhan mangrove. Di samping salinitas juga menjadi
faktor pembatas untuk spesies tertentu. Walaupun beberapa spesies tumbuhan
mangrove memiliki mekanisme adaptasi yang tinggi terhadap salinitas, namun
bila suplai air tawar tidak tersedia, hal ini akan menyebabkan kadar garam tanah
dan air mencapai kondisi ekstrem sehingga mengancam kelangsungan hidup
(Dahuri,2003).

13
Universitas Sumatera Utara

Kondisi salinitas sangat mempengaruhi komposisi mangrove. Berbagai
jenis mangrove mengatasi kadar salinitas dengan cara yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya secara selektif mampu menghindari penyerapan garam dari
media tumbuhnya, sementara beberapa jenis lainnya mampu mengeluarkan garam
dari kelenjar khusus pada daunnya (Gultom, 2009).
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena
bakteri dan fungi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen
untuk kehidupannya. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan
fotosintesis. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan
kondisi terendah pada malam hari (Dewi, 2009).
Unsur Hara
Aksornkoae (1993) menyatakan hara merupakan faktor penting dalam
keseimbangan ekosistem mangrove. Hara terbagi menjadi dua yaitu hara
anorganik dan detritus organik. Hara anorganik terdiri dari N, P, K, Mg, Ca, dan
Na. Nitrat dan fosfor merupakan nutrien anorganik yang sangat stabil. Sumber
nutriennya berasal dari hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut, dan bahan
organik yang terdegradasi. Detritus organik terdiri dari dua sumber yaitu dari
perairan itu sendiri dan dari ekosistem lain.
Unsur-Unsur Hara yang Terkandung di Dalam Serasah Daun A. marina
Salah satu fungsi ekosistem mangrove dapat mempertahankan kesuburan
tanah hutan mangrove yang berasal dari guguran serasah daun yang berada di
lantai hutan yang akan melepaskan unsur hara. Unsur hara yang diurai oleh
bakteri dan fungi berasal dari serasah daun A.marina. Serasah daun A.marina

14
Universitas Sumatera Utara

yang terdapat di lantai hutan akan mengalami dekomposisi sehingga
menghasilkan unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah
serta menjadi sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan invertebrata melalui
rantai makanan fitoplankton dan zooplankton sehingga keberlangsungan populasi
ikan, kerang, udang dan lainnya dapat tetap terjaga (Hasibuan, 2011).
Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara
anorganik dan organik.Anorganik : P, K, Ca, Mg, Na. Organik : fitoplankton,
bakteri, alga. Sedangkan kandungan unsur hara yang terdapat di dalam daun-daun
berbagai jenis mangrove terdiri atas karbon, nitrogen, fosfat, kalium, kalsium, dan
magnesium. Data selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan unsur hara di dalam daun-daun berbagai jenis mangrove
No.

Jenis Daun

Karbon Nitrogen Fosfat

Kalium

Kalsium

Magnesium

1.

Rhizophora

50,83

0,83

0,025

0,35

0,75

0,86

2.

Ceriops

49,78

0,38

0,006

0,42

0,74

1,07

3.

Avicennia

47,93

0,35

0,086

0,81

0,30

0,49

4.

Sonneratia

1,43

0,12

1,30

0,98

0,27

0,45

Sumber : Thaher, 2013.
Nitrogen (N)
Unsur N didalam tanah berasal dari hasil dekomposisi bahan orgaanik
sisa-sisa tanaman maupun binatang, pemupukan (terutama urea dan ammonium
nitrat) dan air hujan. Pengaruh bahan organik terhadap tanah dan terhadap
tanaman tergantung pada laju proses dekomposisi (Hanafiah, 2005).
Meskipun beberapa organisme dapat memanfaatkan nitrogen dalam
bentuk gas. Nitrogen berupa nitrogen anorganik terdiri atas (NH3), Amonium

15
Universitas Sumatera Utara

(NH4), Nitrit (NO3), dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas dan nitrogen
anorganik berupa protein asam ammino dan urea (Effendi, 2003).
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan
merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen
sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari
proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang
merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan
mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen. Distribusi
horisontal kadar nitrat semakin tinggi menuju ke arah pantai dan kadar tertinggi
biasanya ditemukan di perairan muara (Dewi, 2009).
Fosfor (P)
Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan
alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga yang
sangat mempengaruhi produktivitas perairan (Effendi, 2003).
Effendi (2003), bahwa unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas
sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang terlarut. Fosfor
membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat
larut dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh alga
akuatik. Fosfor yang terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi
organisme yang sudah mati.
Fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan
dalam bentuk senyawa organik yang terlarut.Fosfor membentuk kompleks dengan
ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat larut dan mengendap pada
sedimensehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae akuatik.Fosfor yang

16
Universitas Sumatera Utara

terdapat dalam air laut umumnya berasal dari dekomposisi organisme yang sudah
mati (Thaher, 2013).
Karbon (C)
Karbon dan oksigen yang terdapat di atmosfer berasal pelepasan CO2 dan
H2O.Oksigen secara berangsur terbentuk karena rerata produksi biomassa yang
menghasilkan oksigen melampaui sedikit respirasi yang mengkonsumsi
oksigen,maka CO2 berperan dalam pembentukan iklim. Karbondioksida berperan
besar dalam proses pelapukan secara kimia batuan dan mineral (Gultom, 2009).

17
Universitas Sumatera Utara