Makalah Identitas Nasional REVISI

IDENTITAS NASIONAL
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah kewarganegaraan dengan
Dosen Pengampu Drs.Mupid Hidayat, MA

Oleh :
1. Dina Arfan1001731
2. Elsa Syefira Q.

1003039

3. Fathia Ikmi

1006474

4. Muharis Jajuli

1005854

5. Renny Friska


1002115

PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2010

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Identitas Nasional” ini dapat terwujud sesuai dengan
yang direncanakan. Sesuai dengan judulnya, makalah ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai
pegangan dalam memahami dan mengetahui fungsi Pancasila sebagai Identitas Nasional.
Kami percaya bahwa makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dari pihak lain.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak, khususnya dosen kami, Drs. Mupid Hidayat, MA. Sesuai dengan pribahasa yang berbunyi
“tak ada gading yang tak retak” maka kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih
banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik dari manapun akan kami terima dengan
senang hati.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat baik bagi kami sendiri maupun

pembacanya.

Bandung , November 2010

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1.4 Sistematika Penyusunan Makalah
1.5 Metode Penyusunan
BAB II IDENTITAS NASIONAL
2.1 Pengertian Identitas Nasional
2.2 Unsur-Unsur Identitas Nasional
2.3 Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
2.4 Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional

2.5 Kaitan Identitas Nasional dengan Keadaan Aktual
2.6 Penyelesain Masalah
BAB III KESIMPULAN
Daftar Pustaka
Lampiran

i
ii
1
2
2
3
3
4
5
7
9

13
14

15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada hakikatnya, manusia hidup tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, manusia
senantiasa membutuhkan orang lain hingga pada akhirnya manusia hidup secara berkelompokkelompok. Manusia dalam bersekutu atau berkelompok akan membentuk suatu organisasi yang
berusaha mengatur dan mengarahkan tercapainya tujuan hidup yang besar, dimulai dari
lingkungan terkecil sampai pada lingkungan terbesar. Pada mulanya manusia hidup dalam
kelompok keluarga. Selanjutnya mereka membentuk kelompok lebih besar lagi seperti suku,
masyarakat, dan bangsa. Kemudian, manusia hidup bernegara. Mereka membentuk negara
sebagai persekutuan hidupnya.
Negara merupakan suatu organisasi yang dibentuk oleh kelompok manusia yang
memiliki cita-cita bersatu, hidup dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang
sama. Negara dan bangsa memiliki pengertian yang berbeda. Apabila negara adalah organisasi
kekuasaan dari persekutuan hidup manusia maka bangsa lebih menunjuk pada persekutuan hidup
manusia itu sendiri. Di dunia ini masih ada bangsa yang belum bernegara. Demikian pula orangorang yang telah bernegara yang pada mulanya berasal dari banyak bangsa dapat menyatakan
dirinya sebagai suatu bangsa. Baik bangsa maupun negara memiliki ciri khas yang membedakan
bangsa atau negara tersebut dengan bangsa atau negara lain di dunia. Ciri khas sebuah bangsa
merupakan identitas dari bangsa yang bersangkutan. Ciri khas yang dimiliki negara juga

merupakan identitas dari negara yang bersangkutan. Identitas-identitas yang disepakati dan
diterima oleh bangsa menjadi identitas nasional bangsa.
Dengan perkataan lain, dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita sebagai
bangsa di dalam hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang
aktualisasinya tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya
dalam Pembukaan beserta UUD kita, sistem pemerintahan yang diterapkan, nilai-nilai etik,
moral, tradisi, bahasa, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang secara normatif diterapkan di
dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun internasional. Perlu dikemukakan bahwa
nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai identitas nasional tadi bukanlah barang jadi yang sudah

selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka-cenderung terus
menerus bersemi sejalan dengan hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya.
Konsekuensi dan implikasinya adalah identitas nasional juga sesuatu yang terbuka,
dinamis, dan dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional
dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat. Krisis multidimensi yang kini sedang
melanda masyarakat kita, menyadarkan bahwa pelestarian budaya sebagai upaya untuk
mengembangkan identitas nasional kita telah ditegaskan sebagai komitmen konstitusional
sebagaimana dirumuskan oleh para pendiri negara kita dalam Pembukaan, khususnya dalam
Pasal 32 UUD 1945 beserta penjelasannya, yaitu : Kebudayan bangsa ialah kebudayaan yang

timbul sebagai buah usaha budaya rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli
terdapat berbagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia, terhitung
sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya,
dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri serta mempertinggi derajat
kemanusiaan bangsa Indonesia. Kemudian dalam UUD 1945 yang diamandemen dalam satu
naskah disebutkan dalam Pasal 32 :
1. Negara memajukan kebudayan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya.
2. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
Dengan demikian, secara konstitusional, pengembangan kebudayan untuk membina dan
mengembangkan identitas nasional kita telah diberi dasar dan arahnya, terlepas dari apa dan
bagaimana kebudayaan itu dipahami yang dalam khasanah ilmiah terdapat tidak kurang dari 166
definisi sebagaimana dinyatakan oleh Kroeber dan Klukhohn di tahun 1952.
1.2 Rumusan Masalah
· Apa pengertian Identitas Nasional ?
· Apa saja unsur-unsur Identitas Nasional ?
· Apa saja faktor-faktor pendukung kelahiran Idetitas Nasinal ?
· Apa pengertian pancasila sebagai kepribadian dan Identitas Nasional ?


1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
· Untuk megetahui pengertian Identitas Nasional.
· Untuk mengetahui unsur-unsur Identitas Nasional.
· Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional.
· Untuk mengetahui pengertian pancasila sebagai kepribadian dan Identitas Nasional.
1.4 Sistematika Penyusunan Makalah
BAB 1

BAB 2

BAB 3

PENDAHULUAN
Meliputi: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan, Sistematika Penyusunan
Makalah, dan Metode Penyusunan.
IDENTITAS NASIONAL
Meliputi: Pengertian Identitas Nasional, Unsur-Unsur Identitas Nasional, Faktor
Pendukung Kelahiran Identitas Nasional, dan Pancasila sebagai Kepribadian dan
Identitas Nasional.
KESIMPULAN


1.5 Metode Penyusunan
Metode yang kami lakukan dalam penyusunan makalah ini yaitu melalui studi pustaka,
seperti buku dan internet.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1

Pengertian Identitas Nasional
Dilihat dari segi bahasa identitas berasal dari Bahasa Inggris yaitu identity yang dapat

diartikan sebagai ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri. Ciri-ciri adalah suatu yang menandai suatu
benda atau orang. Jadi identity atau identitas atau jati diri dapat memiliki dua arti:
a.

Identitas atau jati diri yang menunjuk pada ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang atau
sebuah benda.


b.

Identitas atau jati diri dapat berupa surat keterangan yang dapat menjelaskan pribadi
seseorang dan riwayat hidup seseorang.
Sedangkan nasional berasal dari Bahasa Inggris yaitu national yang dapat diartikan sebagai

warga negara atau kebangsaan. Jadi identitas nasional berasal dari kata national identity yang
dapat diartikan sebagai kepribadian nasional atau jati diri nasional. Kepribadian nasional atau jati
diri nasional adalah jati diri yang dimiliki oleh suatu bangsa.
Identitas nasional terbentuk sebagai rasa bahwa bangsa Indonesia mempunyai pengalaman
bersama, sejarah yang sama, dan penderitaan yang sama. Identitas nasional diperlukan dalam
interaksi karena di dalam setiap interaksi, para pelaku interaksi mengambil suatu posisi dan
berdasarkan posisi tersebut para pelaku menjalankan peranan-peranannya sesuai dengan corak
interaksi

yang

berlangsung,

maka


dalam

berinteraksi

seorang

berpedoman

kepada

kebudayaannya. Jika kebudayaan dikatakan bagian dari identitas nasional maka kebudayaan itu
juga dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk berbuat dan bertingkah laku.
Jadi, pengertian identitas nasional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa,
filsafat pancasila, dan juga sebagai ideologi negara sehingga mempunyai kedudukan paling
tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum
yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai dasar negara yang merupakan norma
peraturan yang harus dijunjung tinggi oleh semua warga negara tanpa kecuali rule of law, yang
mengatur mengenai hak dan kewajiban warga negara, demokrasi serta hak asasi manusia yang
berkembang semakin dinamis di Indonesia.


Identitas Nasional Indonesia :

1. Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia;
2. Bendera negara yaitu Sang Merah Putih;
3. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya;
4. Lambang Negara yaitu Pancasila;
5. Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika;
6. Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila;
7. Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945;
8. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat;
9. Konsepsi Wawasan Nusantara;
10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional.
2.2

Unsur-Unsur Identitas Nasional
Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:

a.

Suku bangsa, yaitu golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir),
yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat
banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa.

b.

Agama. Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang
tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha,
dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama
resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama
resmi negara dihapuskan.

c.

Kebudayaan, yaitu pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh
pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi
dan digunakan sebagai rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan
benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.

d.

Bahasa: merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami
sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur ucapan manusia
dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antarmanusia.

Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3
bagian sebagai berikut :
1)

Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan
Ideologi Negara;

2)

Identitas Instrumental, yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia,
Lambang Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya;

3)

Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) danpluralisme dalam
suku, bahasa, budaya, dan agama, serta kepercayaan.
Menurut sumber lain disebutkan bahwa satu jati diri dengan dua identitas, yaitu:

1.

Identitas Primordial
- Orang dengan berbagai latar belakang etnik dan budaya: Jawa, Batak, Dayak, Bugis, Bali,
Timor, Maluku, dan sebagainya.
- Orang dengan berbagai latar belakang agama: Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha,
dan sebagainya.

2.

Identitas Nasional
Suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya. Perlu dirumuskan
oleh suku-suku tersebut. Istilah identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri
yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan
bangsa lain. Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena
pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution, era
globalisasi dewasa ini, ideologi kapitalisme yang akan menguasai dunia.
Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional

yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia dan secara tidak
langsung juga nasib, sosial, politik, dan kebudayaan. Perubahan global ini menurut Fakuyama
membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular ke arah ideologi universal dan
dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Dalam kondisi seperti ini,
negara nasional akan dikuasai oleh negara transnasional yang lazimnya didasari oleh negaranegara dengan prinsip kapitalisme.

Konsekuensinya, negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak. Namun
demikian, dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan
bangsa itu sendiri. Menurut Toyenbee, ciri khas suatu bangsa yang merupakan local genious
dalam menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi challenge dan response. Jika
challenge cukup besar sementara response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini
sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika. Namun
demikian, jika challange kecil sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan
berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Oleh karena itu, agar bangsa Indonesia tetap eksis
dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang
merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya
globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan
penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali
kesadaran nasional.
2.3

Faktor-Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional

1.

Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi:
 Faktor Objektif, yang meliputi faktor geografis-ekologis dan demografis;
 Faktor Subjektif, yaitu faktor historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki
bangsa Indonesia (Suryo, 2002).
Menurut Robert de Ventos, dikutip Manuel Castelles dalam bukunya The Power of Identity
(Suryo, 2002), munculnya identitas nasional suatu bangsa sebagai hasil interaksi historis
ada 4 faktor penting, yaitu:
 Faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa, agama, dan yang sejenisnya;
 Faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya angkatan
bersenjata modern dan pembanguanan lainnya dalam kehidupan bernegara;
 Faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional;
 Faktor reaktif, pada dasarnya tercakup dalam proses pembentukan identitas nasional
bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa sebelum bangsa Indonesia mencapai
kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.

2.

Faktor pembentukan Identitas Bersama
Proses pembentukan bangsa-negara membutuhkan identitas-identitas untuk menyatukan

masyarakat bangsa yang bersangkutan. Faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas
bersama suatu bangsa, yaitu:
· Primordial;
· Sakral;
· Tokoh;
· Bhinneka Tunggal Ika;
· Sejarah;
· Perkembangan Ekonomi;
· Kelembagaan.
Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia sebagai berikut:
1.

Adanya persamaan nasib , yaitu penderitaan bersama di bawah penjajahan bangsa asing
lebih kurang selama 350 tahun;

2.

Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari belenggu penjajahan;

3.

Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara yang membentang dari Sabang
sampai Merauke;

4.

Adanya cita-cita bersama untuk mencapai kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa.
Cita- Cita, Tujuan dan Visi Negara Indonesia
Bangsa Indonesia bercita-cita mewujudkan negara yang bersatu, berdaulat, adil, dan

makmur. Dengan rumusan singkat, negara Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan
amanat dalam Alenia II Pembukaan UUD 1945, yaitu negara Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur. Tujuan negara Indonesia selanjutnya terjabar dalam alenia IV
Pembukaan UUD 1945. Secara rinci sebagai berikut:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
2. Memajukan kesejahteraan umum;
3. Mencerdaskan Kehidupan bangsa;
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.

Adapun visi bangsa Indonesia adalah terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,
demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman,
bertakwa dan berahklak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Setelah
tidak adanya GBHN maka berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka mengenah (RPJM)
Nasional 2004-2009, disebutkan bahwa visi pembangunan nasional adalah:
1.

Terwujudnya kehidupan masyarakat , bangsa dan negara yang aman, bersatu, rukun dan
damai;

2.

Terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjujung tinggi hukum, kesetaraan,
dan hak asasi manusia;

3.

Terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan
yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan.

2.4

Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memiliki

sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala
bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakanlah prinsip-prinsip
dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan bernegara.
Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari filsafat
hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat
negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada pandangan hidup
yang bersumber pada kepribadiannya sendiri. Dapat pula dikatakan bahwa Pancasila sebagai
dasar filsafat bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya
dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa. Jadi, filsafat
Pancasila itu bukan muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan suatu rezim atau penguasa melainkan
melalui suatu historis yang cukup panjang. Sejarah budaya bangsa sebagai akar identitas
nasional.
Menurut

sumber

lain

disebutkan

bahwa

kegagalan

dalam

menjalankan

dan

mendistribusikan output berbagai agenda pembangunan nasional secara lebih adil akan

berdampak negatif pada persatuan dan kesatuan bangsa. Pada titik inilah semangat nasionalisme
akan menjadi salah satu elemen utama dalam memperkuat eksistensi negara atau bangsa. Studi
Robert I Rotbergs secara eksplisit mengidentifikasikan salah satu karakteristik penting negara
gagal (failed states) adalah ketidakmampuan negara mengelola identitas negara yang tercermin
dalam semangat nasionalisme dalam menyelesaikan berbagai persoalan nasionalnya.
Ketidakmampuan ini dapat memicu intra dan interstatewar secara hampir bersamaan. Penataan,
pengelolaan, bahkan pengembangan nasionalisme dalam identitas nasional, dengan demikian
akan menjadi prasyarat utama bagi upaya menciptakan sebuah negara kuat (strong state).
Fenomena globalisasi dengan berbagai macam aspeknya seakan telah meluluhkan batas-batas
tradisional antarnegara, menghapus jarak fisik antar Negara, bahkan nasionalisme sebuah negara.
Alhasil, konflik komunal menjadi fenomena umum yang terjadi di berbagai belahan dunia,
khususnya negara-negara berkembang. Konflik-konflik serupa juga melanda Indonesia. Dalam
konteks Indonesia, konflik-konflik ini kian diperuncing karekteristik geografis Indonesia.
Berbagai tindakan kekerasan (separatisme) yang dipicu sentimenet nonasionalis yang terjadi di
berbagai wilayah Indonesia bahkan menyedot perhatian internasional. Nasionalisme bukan saja
dapat dipandang sebagai sikap untuk siap mengorbankan jiwa raga guna mempertahankan negara
dan kedaulatan nasional, tetapi juga bermakna sikap kritis untuk memberi kontribusi positif
terhadap segala aspek pembangunan nasional. Dengan kata lain, sikap nasionalisme
membutuhkan sebuah wisdom dalam melihat segala kekurangan yang masih kita miliki dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan sekaligus kemauan untuk terus
mengoreksi diri demi tercapainya cita-cita nasional. Makna falsafah dalam pembukaan UUD
1945, yang berbunyi sebagai berikut:
1.

Alinea pertama menyatakan: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu hak segala bangsa dan
oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan , karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Maknanya, kemerdekaan adalah hak semua bangsa dan
penjajahan bertentangan dengan hak asasi manusia;

2.

Alinea kedua menyebutkan: dan perjuangan kemerdekaaan Indonesia telah sampailah
kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia
kepada depan gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan
makmur. Maknanya: adanya masa depan yang harus diraih (cita- cita);

3.

Alinea ketiga menyebutkan: atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dan dengan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Maknanya, bila negara ingin mencapai
cita-cita maka kehidupan berbangsa dan bernegara harus mendapat ridha Allah swt yang
merupakan dorongan spiritual;

4.

Alinea keempat menyebutkan: kemudian daripada itu untuk membentuk suatu
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia danseluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dan berdasarkan kepada: ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Alinea ini mempertegas cita-cita yang harus dicapai oleh bangsa
Indonesia melalui wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.5

Kaitan Identitas Nasional dengan Keadaan Aktual
Untuk lebih memahami pentingnya identitas nasional dalam suatu negara, berikut kami

sajikan contohnya dalam peristiwa aktual yang terjadi di masyarakat saat ini.
Permasalahan
Tidak tercerminnya identitas nasional pada diri warga negara Indonesia saat ini. Masyarakat
Indonesia cenderung menutupi bahkan menghilangkan identitas nasionalnya, mereka merasa
lebih bangga dengan identias atau atribut yang berkaitan dengan budaya barat.
Pada saat ini, identitas nasional yang seharusnya melekat pada diri tiap masyarakat Indonesia
kini sudah mulai pudar. Kita mulai dari hal paling kecil dan mendasar saja, saat ini masih cukup
banyak warga negara Indonesia yang tidak hafal urutan sila-sila dalam Pancasila. Apabila hal
kecil seperti ini saja mereka tidak hafal, bagaimana mereka bisa menjalani hidup sebagai warga
negara yang berpedoman Pancasila? Bagaimana juga mereka bisa menunjukan kepada dunia luar
bahwa mereka adalah warga negara Indonesia?

Hal-hal seperti itulah yang menyebabkan Indonesia hanya dipandang sebelah mata oleh
negara lain. Contoh yang nyata saat ini terjadi adalah tentang TKI dan TKW yang mendapat
siksaan oleh para majikannya. Memang tidak semua negara memiliki sifat seperti itu terhadap
TKI dan TKW. Kebanyakan yang berlaku seperti itu adalah negara-negara di Jazirah, Arab
(Timur-Tengah). Para majikan berani untuk berlaku sesuka hatinya kepada TKI dan TKW karena
mereka menganggap TKI dan TKW hanya sebagai pembantu. Mereka seakan-akan melecehkan
negara kita. Hal ini terjadi karena para TKI dan TKW tidak bisa menunjukan jati diri
sesungguhnya sebagai warga negara Indonesia. Seharusnya TKI dan TKW bisa menunjukkan
bahwa negara Indonesia adalah negara yang kuat dan berpedoman pada Pancasila. Mereka
seharusnya bisa menunjukan keramahtamahan yang menjadi ciri bangsa Indonesia. Tetapi, kita
pun tidak bisa sepenuhnya menyalahkan para TKI dan TKW karena kebanyakan dari mereka
hanyalah lulusan SMA, SMP, bahkan SD, sehingga mereka kurang dalam hal mendapatkan
pendidikan yang cukup baik mengenai identitas nasional.
Hal lain yang menyebabkan tidak tercerminnya identitas nasional dari rakyat-rakyat di
Indonesia ini yaitu, karena masyarakat Indonesia terlalu bersifat terbuka terhadap kebudayaan
barat yang masuk ke negeri ini tanpa menyaring budaya tersebut terlebih dahulu. Bila terus
dibiarkan seperti ini, lama kelamaan budaya yang sudah ada di Indonesia bisa tertutupi oleh
budaya barat atau bahkan mungkin bisa menghilang. Secara tidak langsung hal ini bisa membuat
masyarakat Indonesia lebih berorientasi pada budaya barat dan meninggalkan identitas
nasionalnya sebagai warga negara Indonesia.
Selain masalah diatas, Keterkaitan Globalisasi dengan Identitas Nasional pun sangat erat
hubungannya sebab Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan
perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya
teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa
ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era
Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang
telah ada. Nilai-nilai tersebut, ada yang bersifat positif ada pula yang bersifat negatif. Semua ini
merupakan ancaman, tantangan, dan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk
berkreasi dan berinovasi di segala aspek kehidupan. Di era globalisasi, pergaulan antarbangsa
semakin ketat. Batas antarnegara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi
penghalang. Di dalam pergaulan antarbangsa yang semakin kental itu, akan terjadi proses

akulturasi, saling meniru, dan saling mempengaruhi di antara budaya masing-masing. Adapun
yang perlu dicermati dari proses akulturasi tersebut, apakah dapat melunturkan tata nilai yang
merupakan jati diri bangsa Indonesia.
Lunturnya tata nilai-nilai yang ada di Indonesia disebabkan oleh dua factor , yaitu :
1) semakin menonjolnya sikap individualistis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi di atas
kepentingan

umum,

hal

ini

bertentangan

dengan

asas

gotong-royong;

serta

2) semakin menonjolnya sikap materialistis, yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya
diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa
berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi.
Apabila hal ini terjadi, berarti etika dan moral telah dikesampingkan. Arus informasi yang
semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat terhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin
besar. Apabila proses ini tidak segera dibendung, akan berakibat lebih sering ketika pada
puncaknya masyarakat tidak bangga lagi pada bangsa dan negaranya.
Pengaruh negatif akibat proses akulturasi tersebut dapat merongrong nilai-nilai yang telah
ada di dalam masyarakat. Jika semua ini tidak dapat dibendung, akan mengganggu ketahanan di
segala aspek kehidupan, bahkan akan mengarah pada kredibilitas sebuah ideologi. Untuk
membendung arus globalisasi yang sangat deras tersebut, harus diupayakan suatu kondisi
(konsepsi) agar ketahanan nasional dapat terjaga, yaitu dengan cara membangun sebuah konsep
nasionalisme kebangsaan yang mengarah kepada konsep Identitas Nasional.
Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan
negara yang lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya
kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut, antara
lain terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang, peredaran dokumen keimigrasian palsu,
dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang
selama ini dijunjung tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan semakin merajalelanya peredaran
narkotika dan psikotropika sehingga sangat merusak kepribadian dan moral bangsa, khususnya
bagi generasi penerus bangsa. Jika hal tersebut tidak dapat dibendung, akan mengganggu

terhadap ketahanan nasional di segala aspek kehidupan, bahkan akan menyebabkan lunturnya
nilai-nilai Identitas Nasional.
Identitas Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang "dihimpun" dalam satu
kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh "Bhinneka
Tunggal Ika" sebagai dasar dan arah pengembangannya.

2.6 Penyelesaian Masalah
Dari permasalahan di atas, seharusnya kita bisa menentukan sikap apa yang seharusnya
dilakukan agar identitas nasional dapat dipertahankan, salah satunya adalah dengan diadakannya
pendidikan Pancasila pada seluruh warga Indonesia sehingga nilai luhur dalam Pancasila dapat
membentuk kepribadian warga Indonesia yang Pancasilais.
Seperti pada contoh di atas, permasalahan yang terus berkembang dalam ketenagakerjaan
Indonesia seharusnya tidak terjadi apabila para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dibekali dengan
keterampilan yang memadai dan pendidikan Pancasila. Ironis jika penyuplai devisa terbesar ini
justru tidak mendapatkan balasan yang layak atas usahanya. Dengan adanya pembekalan yang
cukup sebelum diterjunkan ke dunia kerja, selain terampil bekerja, para TKI juga dapat
mempertahankan nilai luhur Pancasila dengan mengimplementasikannya dalam pekerjaan
sehingga TKI menjadi tenaga kerja yang berkualitas dan tidak dipandang sebelah mata oleh
negara lain.
Contoh lainnya di atas, masyarakat Indonesia akan lebih mempertahankan kebudayaan dan
identitasnya apabila mereka dibekali pendidikan Pancasila yang cukup. Hal ini dikarenakan
apabila Pancasila sudah dianggap sebagai kepribadian bangsa Indonesia, dengan munculnya
kebudayaan lain tidak akan terlalu berpengaruh terhadap kepribadian bangsa. Seperti yang kita
ketahui bahwa Pancasila bersifat terbuka, yang berarti tidak menolak adanya perkembangan
jaman dan kebudayaan. Pancasila memiliki nilai dinamis dalam perubahan, hal tesebut bukan
berarti nilai Pancasila dapat berubah-ubah, namun nilai-nilai Pancasila diharapkan dapat
diperkuat dengan adanya perkembangan tersebut dan nilai luhur Pancasila hanya dapat diperkuat
apabila masyarakat Indonesia sendiri sudah tertanam nilai luhur Pancasila. Oleh karena itu,

pendidikan Pancasila dan kewarganegaan sangat diperlukan dalam membantu masyarakat
Indonesia menumbuhkan nilai luhur Pancasila menjadi bagian dari kepribadiannya.

BAB III

PENUTUP
Dalam hidup keseharian yang mencakup suatu negara berdaulat, Indonesia sendiri sudah
menganggap bahwa dirinya memiliki identitas nasional. Identitas nasional merupakan pandangan
hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila, dan juga sebagai ideologi negara sehingga
mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Unsurunsur dari identitas nasional adalah suku bangsa yang terdiri dari golongan sosial (askriptif:asal
lahir) dan golongan umur, agama yaitu sistem keyakinan dan kepercayaan, kebudayaan yaitu
pengetahuan manusia sebagai pedoman nilai dan moral dalam kehidupan aktual, serta bahasa
yaitu Bahasa Melayu-penghubung (linguafranca). Faktor-faktor kelahiran identitas nasional
adalah faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas nasional bangsa Indonesia meliputi
faktor subjektif dan faktor objektif, Namun, menurut Robert de Ventos faktor kelahiran identitas
nasional terdiri dari empat faktor, yaitu faktor primer, mencakup etnisitas, territorial, bahasa,
agama, dan yang sejenisnya, faktor pendorong, meliputi pembangunan komunikasi dan
teknologi, lahirnya angkatan bersenjata modern dan pembangunan lainnya dalam kehidupan
bernegara, faktor penarik, mencakup modifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi, tumbuhnya
birokrasi, dan pemantapan sistem pendidikan nasional, dan faktor reaktif, pada dasarnya tercakup
dalam proses pembentukan identitas nasional bangsa Indonesia yang telah berkembang dari masa
sebelum bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan dari penjajahan bangsa lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://aktrismonika.blogspot.com/2009/05/identitas-nasional.html
2. Ganeswara, Ganjar M, 2002, Panduan Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Untuk
Perguruan Tinggi, Yasindo Multi Aspek: Bandung .

LAMPIRAN

Berita Acara Diskusi
Pada hari Rabu, 24 November 2010 telah dilaksanakan diskusi oleh:
Tim Penyaji

: Kelompok II

Anggota

: 1. Dina Arfan
2. Elsa Syefira Qhoirunnisa
3. Muharis Jajuli
4. Renny Friska

Moderator

: Almudin Usman (Kelompok III)

Notulis

: Kumita Ary Fhuspa (Kelompok III)

Permasalahan Yang Dibahas :
a.

Pengertian Identitas Nasional dan Unsur Identitas Nasional (dibahas oleh Elsa Syefira Q)
- Pengertian Identitas Nasional
Adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai
ideologi negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan
berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah hukuman yang berlaku di Indonesia.
Identitas Nasional di Indonesia terbagi menjadi 10, yaitu:
1. Bahasa Nasional,
2. Bendera Negara,
3. Lagu Kebangsaan,
4. Lambang Negara,
5. Semboyan Negara,
6. Dasar Falsafah,
7. Konsitusi,
8. Bentuk Negara Kesatuan,
9. Konsepsi Wawasan Nusantara, dan
10. Kebudayaan.
- Unsur-Unsur Identitas Nasional:
Suku Bangsa, Agama, Kebudayaan, dan Bahasa.

b.

Faktor-faktor Kelahiran Identitas Nasional (Dibahas oleh Muharis Jajuli)
- Identitas Nasional dirumuskan menjadi 3 bagian :
1. Identitas Fundamental;
2. Identitas Instrumental;
3. Identitas Alamiah.

- Faktor-faktor pendukung kelahiran Identitas Nasional :
1. Faktor Objektif;
2. Faktor Subjektif.
c.

Pancasila Sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional (dibahas oleh Renny Friska)
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memiliki

sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Prinsipprinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari falsafat bangsa
Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu
Pancasila. Filsafat Pancasila buka muncul secara tiba-tiba dan dipaksakan suatu rezim atau
penguasa melainkan melalui suatu historis yang cukup panjang. Sejarah budaya bangsa sebagai
akar identitas nasional.
d.

Kesimpulan (disimpulkan oleh Dina Arfan)
Indonesia sendiri menganggap memiliki identitas nasional. Identitas nasional berarti

kepribadian yang melekat pada diri Indonesia.
Season Tanya Jawab:
1.
2.

Penanya 1: Nisa Istiqomah
Pertanyaan: Apa kaitannya konsep nasionalisme dengan Identitas Nasional?
Penanya 2: Adityo Al Barwa
Pertanyaan: Hal apa yang membuat penyiksaan terhadap TKI terjadi dan apa saja yang
dapat dilakukan untuk menghadapi hal tersebut?

3.

Penanya 3: Riza Gilang Ariandy
Pertanyaan: Apa yang dimaksud dari pernyataan “Nilai-nilai budaya yang tercermin
didalam identitas nasional bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam
kebekuan normative & dogmatis, melainkan suatu yang terbuka yang
cenderung terus-menerus bersemi karena hasrat menuju kemajuan yang
dimiliki oleh masyarakat pendukungnya.”

Jawaban :
1.

Pertanyaan 1 dijawab oleh Elsa Syefira Qhoirunnisa

- Identitas nasional terbentuk karena adanya rasa nasonalisme. Rasa nasionalisme secara
alami akan mendorong terbentuknya identitas nasional dalam pembangunan bangsa.
2.

Pertanyaan 2 dijawab oleh Muharis Jajuli
- Karena negara lain kurang menghargai Indonesia, hal yang dapat dilakukan sebaiknya
dimulai dari diri sendiri.
- Point of Order Yuliani (meluruskan pertanyaan)
- Point of Order Audri Utami: Bangsa Indonesia belum bisa menyatu dengan identitas
nasionalnya sendiri.

3.

Pertanyaan 3 dijawab oleh Renny Friska
- Kebudayaan itu sendiri merupakan hasil dari penelitian masyarakat, identitas nasional
yang terbuka tersebut merupakan hal yang bersifat historis dan dapat menyesuaikan
dengan perkembangan zaman.

Season Tanya Jawab 2:
1.

Penanya 1: Cynthia Mugi
Pertanyaan: Bagaimana cara untuk mengatasi permasalahan perbedaan budaya di
Indonesia?

2.

Penanya 2: Nicol Stefani
Pertanyaan: Mungkinkah unsur-unsur Identitas Nasional hilang atau bertambah?

Jawaban:
1.

Pertanyaan 1 dijawab oleh Dina Arfan:
- Salah satunya dengan toleransi.
- Point of Order Yuliani: Menyatukan perbedaan dengan bahasa Indonesia yang satu,
jangan pernah menanyakan apa yang dilakukan pemerintah untuk kita, tetapi tanyakan
apa yang kita berikan untuk negara?
- Point of Order Audri Utami: Toleransi harus dimulai dari diri sendiri.

2.

Pertanyaan 2 dijawab Muharis Jajuli :
Identitas nasional bersifat terbuka, jadi ada kemungkinan untuk berubah.