Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan Imbalan (Countervailing Duties)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia sekarang sedang mengalami perubahan yang disebut globalisasi.
Globalisasi tersebut terjadi diberbagai aspek, salah satunya pada aspek ekonomi
yang lazim disebut globalisasi ekonomi. Proses globalisasi ekonomi adalah
perubahan perekonomian dunia yang bersifat mendasar atau struktural, dan proses
ini akan berlangsung terus dengan laju yang semakin cepat mengikuti perubahan
teknologi yang juga akan semakin cepat dan peningkatan serta perubahan pola
kebutuhan masyarakat dunia. 1
Globalisasi ekonomi ini ditandai dengan adanya keterbukaan, keterkaitan
dan juga persaingan yang semakin ketat dalam masyarakat internasional
khususnya di bidang ekonomi. Gejala globalisasi ini terjadi dalam kegiatan
finansial, produksi, investasi, dan perdagangan yang kemudian mempengaruhi tata
hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi tersebut telah meningkatkan
kadar hubungan saling ketergantungan antar negara, bahkan menimbulkan proses
menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai
praktik dunia usaha/bisnis seakan-akan dianggap tidak berlaku lagi. 2
Selama ini setiap negara pada umumnya meyakini bahwa tidak satu pun
negara di dunia yang dapat mengisolasi diri dari proses globalisasi. Dengan

demikian penerapan perdagangan dan investasi bebas adalah pilihan baik yang
harus dilaksanakan. Namun kenyataan menunjukkan lain, di mana hasil studi
1

Tulus T.H. Tambunan, Globalisasi dan Perdagangan Internasional, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2004), hlm. 1.
2
R Hendra Halwani, Ekonomi Internasional & Globalisasi Ekonomi, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), hlm. 224

Universitas Sumatera Utara

membuktikan bahwa manfaat yang lahir dari penerapan liberalisasi perdagangan
dan investasi tidak sama bagi setiap bangsa. 3 Pada dasarnya negara maju adalah
pihak yang paling diuntungkan dalam liberalisasi perdagangan sebab negara maju
memiliki keunggulan dalam berbagai hal yang tidak dimiliki oleh negara
berkembang seperti kestabilan perekonomian, teknologi yang tinggi, industri yang
produktif, dan lain sebagainya. Sangat jelas, bahwa negara berkembang adalah
pihak yang lemah dalam liberalisasi perdagangan ini.
Negara maju umumnya memiliki kepiawaian dalam menerapkan cara-cara

sehingga negara berkembang terikat dengan sistem perdagangan bebas. Cara yang
sering digunakan antara lain adalah dengan permintaan pengurangan tarif impor
bea masuk atas produk dan jasa dari negara maju di negara berkembang. 4 Negaranegara industri tanpa hambatan berarti akan lebih mudah menjual barang dan
jasanya ke negara sedang berkembang. Karena itu, dalam waktu bersamaan,
globalisasi akan melahirkan pengelompokan masyarakat dan negara ke dalam
kelas baru berdasarkan kemampuan ekonomi. Dengan demikian tampak bahwa
globalisasi juga akan melahirkan jurang antara yang kaya dengan yang miskin
kian lebar, baik antara negara yang satu dengan lainnya maupun internal individu
sesama warga negara di negara tersebut.
Dalam memasuki era perdagangan bebas ini, Indonesia sudah harus
memiliki persiapan yang mantap untuk menghadapi pengaruh yang timbul pada
perekonomian dan atau perdagangan Indonesia dalam semua aspek, termasuk di
3

Ibid, hlm. 228.
Mamnun Laidu, “Dampak Liberalisasi Perdagangan bagi Pelaku Bisnis Indonesia”,
http://www.baubaupos.com/page.php?kat=10&id_berita=1104, diakses tanggal 05 Pebruari 2017
Pukul 10.00 Wib.
4


Universitas Sumatera Utara

dalamnya aspek hukum, khususnya hukum ekonomi sebagai pranata hukum yang
berisikan kebijakan untuk mengarahkan kegiatan ekonomi ke suatu arah tertentu.5
Pemerintah Indonesia untuk menjembatani masyarakat Indonesia dalam
memasuki era perdagangan bebas ini adalah dengan mengesahkan dan
melaksanakan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
sebagai pengaturan nasional mengenai kegiatan perdagangan di Indonesia.
Undang-undang ini dibuat untuk meningkatkan daya saing Indonesia dan
melindungi produk-produk dalam negeri. 6 Undang-undang ini didasari keinginan
untuk mendorong daya saing sektor perdagangan Indonesia di tengah integrasi
ekonomi dunia. Undang-undang perdagangan ini mencakup berbagai aspek
penting di bidang perdagangan baik perdagangan dalam negeri dan perdagangan
luar negeri. Undang-undang ini juga merupakan manifestasi dari keinginan untuk
memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan dengan
mengedepankan kepentingan nasional. Hal ini terlihat dalam Pasal 2 huruf (a)
yang menyatakan bahwa “kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas
kepentingan nasional”. Artinya setiap kebijakan perdagangan semata-mata
ditujukan untuk melindungi kepentingan bangsa, negara dan rakyat. 7 Kebijakankebijakan perdagangan baik untuk perdagangan dalam negeri maupun
perdagangan luar negeri harus merujuk kepada kepentingan nasional. Bentuk

perlindungan terhadap kepentingan nasional dalam perdagangan luar negeri dapat

5

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: Books Terrace & Library,
2009), hlm. 3.
6
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, “INTRA (Indonesia Trade Insight) :
Welcome Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).” (Edisi ke- VIII, 2014), hlm.2
7
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,“INTRA (Indonesia Trade Insight) :
Selamat Datang UU Perdagangan.” (Edisi Perdana 2014), hlm. 3

Universitas Sumatera Utara

dilihat dalam Pasal 38 yaitu berupa perizinan, standar, larangan dan pembatasan
atas barang ekspor dan barang impor.
Pasal 3 Agrement on Subsidies and Contervailing Measures (Perjanjian
Mengenai Subsidi Dan Tindakan Imbalan), WTO secara tegas melarang jenis
subsidi tertentu: Subsidi ekspor, artinya subsidi-subsidi yang diberikan secara

hukum (de jure) atau kenyataan (de facto), apakah secara tunggal atau secara satu
di antara beberapa kondisi, tergantung pada performa ekspor.8 Subsidi pengganti
impor, artinya subsidi yang diberikan secara tunggal atau satu di antara beberapa
kondisi, tergantung pada penggunaan barang domestik barang impor.9
Dalam Pasal 4 Agrement on Subsidies and Contervailing Measures
(Perjanjian Mengenai Subsidi Dan Tindakan Imbalan) mengatur tentang
penyelesaian apabila terjadi sengketa atas subsidi yang dilarang tersebut. Jika
panel atau Appellate Body menemukan bahwa sebuah tindakan merupakan subsidi
yang dilarang yang masuk ke dalam pengertian Pasal 3 Agrement on Subsidies
and Contervailing Measures, maka subsidi tersebut harus ditarik oleh anggota
WTO tanpa penundaan. Jika rekomendasi untuk penarikan tidak diindahkan
dalam waktu yang ditetapkan oleh panel, maka Badan Penyelesaian Sengketa oleh
WTO harus berdasarkan permohonan tergugat atau penggugat-penggugat dengan
konsensus terbalik mengijinkan tindakan balasan yang sesuai.
Berdasarkan Pasal 5 Agrement on Subsidies and Contervailing Measures,
bahwa subsidi dapat bermasalah apabila mengakibatkan kerugian terhadap pihak

8

Mahfud Fahrazi, “Word Trade Organisation (WTO) Beserta Aspek Hukumnya”,

melalui .http:// blogspot.co.id,, diakses tanggal 05 April 2017 Pukul 08.00 Wib
9
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

lain. Ada tiga jenis pengaruh yang dapat menyebabkan kerugian terhadap
kepentingan para anggota lain, yaitu: 10
1. Kerugian

terhadap

industri

domestik

negara

anggota.


Konsep kerugian terhadap industri domestik seperti yang dimaksud Pasal 5 (a)
Agrement on Subsidies and Contervailing Measures mencakup kerugian
material atau ancaman terjadinya kerugian terhadap industri domestik
penghasil barang sejenis.
2. Pembatalan atau pengurangan terhadap keuntungan yang seharusnya didapat
secara langsung atau tidak langsusng oleh anggota.
Selain

peraturan-peraturan

mengenai

subsidi,

hukum

WTO

juga


menyediakan peraturan-peraturan atau tindakan-tindakan yang boleh diambil oleh
anggota WTO untuk melindungi industri domestik yang menghasilkan barangbarang sejenis melawan akibat dampak negatif dari impor atas barang-barang
bersubsidi.
Pasal 6 GATT 1994 mengizinkan para anggota WTO untuk menerapkan
apa yang dikenal dengan “bea masuk” (Countervailing duties)”. Countervailing
Duties adalah tambahan bea masuk yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari
subsidi yang diberikan oleh negara pengekspor untuk perusahaan eksportir. WTO
memungkinkan negara untuk menempatkan Countervailing Duties pada impor
ketika pemerintah asing mensubsidi produk ekspornya yang pada gilirannya
menyebabkan cedera pada perusahaan-perusahaan impor yang bersaing.
Terlepas dari kenyataan bahwa subsidi ekspor menghasilkan keuntungan bersih

10

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

bagi negara pengimpor, negara pengimpor diperbolehkan di bawah aturan WTO
untuk melindungi diri dari manfaat ini. Countervailing Duties ditempatkan jika

dapat ditunjukkan bahwa subsidi memang menyebabkan cedera untuk mengimpor
perusahaan yang bersaing.
Perlu penekanan bahwa Countervailing Duties dalam hal ini tidak
melindungi negara juga tidak melindungi konsumen. Hukum ini dirancang untuk
membantu perusahaan domestik. Tidak ada evaluasi efek pada konsumen dan
tidak ada evaluasi dari efek kesejahteraan nasional diperlukan oleh hukum. Satusatunya persyaratan adalah bahwa cedera disebabkan kepada perusahaan impor
yang bersaing. 11
Countervailing Duties dikenakan terhadap barang impor setinggi-tingginya
sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut,
perhitungan tersebut sama dengan Pasal 19 Tentang Bea Masuk Anti-dumping
dikenakan terhadap barang impor yang terkena dumping.
Jelasnya suatu Negara dapat mengenakan Countervailing Duties apabila
subsidi yang diberikan memenuhi hal-hal sebagai berikut: 12
1. Subsidi tersebut harus mengakibatkan “be level pricing” di Negara
pengimpor.
2. Subsidi produk primer yang telah mengakibatkan membanjirnya barang
melampaui ”equitable shere” di pasar inetrnasional.
3. Subsidi tersebut menimbulkan kerugian terhadap industri yang telah ada.
4. Subsidi tersebut menghambat pendirian industri.
11

12

Ibid.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan latar belakang di atas, dipilih judul tentang "Perlindungan
Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan

Imbalan (Countervailing

Duties)".

B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penyusunan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan tindakan subsidi dalam kerangka hukum perdagangan
internasional ?
2. Bagaimana tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk melindungi

industri dalam negeri dari tindakan subsidi negara asal barang ?
3. Bagaimana tindakan imbalan (Countervailing Duties) dalam hukum di
Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaturan tindakan subsidi dalam kerangka hukum
perdagangan internasional.
2. Untuk mengetahui tindakan yang dapat dilakukan oleh negara untuk
melindungi industri dalam negeri dari tindakan subsidi negara asal barang.
3. Untuk mengetahui tindakan imbalan (Countervailing Duties) dalam hukum di
Indonesia.
Adapun manfaat penulisan dalam skripsi ini adalah:

Universitas Sumatera Utara

1. Secara teoritis untuk menambah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan
dan memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu
hukum khususnya tentang perlindungan terhadap industri dalam negeri
melalui tindakan imbalan (countervailing duties).
2. Secara praktis memberikan informasi kepada masyarakat tentang apa saja
tentang perlindungan terhadap industri dalam negeri

melalui tindakan

imbalan (countervailing duties).

D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri
Melalui Tindakan Imbalan (Countervailing Duties)". Di dalam penulisan skripsi
ini dimulai dengan mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan
pembagian royalti hasil tambang dalam penambangan, baik melalui literatur yang
diperoleh dari perpustakaan maupun media cetak maupun elektronik dan
disamping itu juga diadakan penelitian. Sehubungan dengan keaslian judul skripsi
ini dilakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau
belum terdapat di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Terdapat beberapa judul yang pernah membahas tentang perlindungan
terhadap industri dalam negeri melalui tindakan imbalan (countervailing duties)
tetapi mempunyai perumusan masalah yang berbeda yaitu :
1. Asas Kepentingan Nasional Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut
Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan Berkaitan Dengan
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 dengan permasalahan :

Universitas Sumatera Utara

a. Bagaimanakah konsep perdagangan bebas barang dalam Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?
b. Bagaimanakah kebijakan perdagangan luar negeri dalam Undang- Undang
No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan ?
c. Bagaimanakah Asas Kepentingan Nasional dalam perdagangan luar negeri
menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan
berkaitan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 ?
2. Perlindungan Hukum Terhadap Industri dalam Negeri Dalam ASEAN China
Free Trade Agreement (ACFTA). Permasalahan dalam skripsi ini adalah :
a. Bagaimana perlindungan hukum terhadap industri dalam negeri dalam
rangka ACFTA ?
b. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri
terhadap dampak negatif dari pelaksanaan ACFTA ?
c. Bagaimana hambatan terhadap perlindungan hukum bagi industri dalam
negeri dalam rangka ACFTA?
Bila dikemudian hari ternyata terdapat judul yang sama atau telah ditulis
oleh orang lain dalam bentuk skripsi sebelum skripsi ini saya buat, maka hal itu
menjadi tanggung jawab saya sendiri.
E. Tinjauan Pustaka
1. Perdagangan Luar Negeri
Perdagangan

luar

negeri

atau

perdagangan

internasional

adalah

perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk

Universitas Sumatera Utara

negara lain atas dasar kesepakatan bersama. 13 Perdagangan luar negeri adalah
perdagangan yang terjadi di luar negeri, kegiatan perdagangan luar negeri itu
tergantung pada keadaan pasar hasil produksi maupun pasar faktor produksi,
masing masing pasar yang saling berhubungan satu dengan lain yang dapat
mempengaruhi pendapatan ataupun kesempatan kerja. 14
Perdagangan internasional terjadi karena : 15
a. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri
b. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara
c.

Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam mengolah sumber daya ekonomi

d.

Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk
menjual produk tersebut.

e.

Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja,
budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil
produksi dan adanya keterbatasan produksi.

f.

Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang.

g. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara
lain.
h. Terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup
sendiri.

13

Anonim, “Pengertian perdagangan luar negeri,” https://www.scribd.com/doc/
Perdagangan-Luar-Negeri, diakses tanggal 05 Pebruari 2017 Pukul 10.00 Wib
14
Fidya, “Perdagangan Luar Negeri”, melalui http:// blogspot.co.id, diakses tanggal 05
April 2017 Pukul 10.00 Wib
15

Universitas Sumatera Utara

Perdagangan luar negeri sering timbul karena adanya perbedaan harga di
berbagai negara. Perbedaan harga inilah yang menjadi pangkal timbulnya
perdagangan antar negara. Bukan hanya perbedaan harga tetapi juga karena
perbedaan pendapatan, serta selera permintaan akan sesuatu barang. Selera dapat
memainkan peranan penting dalam menentukan permintaan akan sesuatu barang
antara berbagai negara. Apabila persediaan suatu barang di suatu negara tidak
cukup untuk memenuhi permintaan, negara tersebut dapat mengimpor dari negara
lain. Contohnya: mobil, pakaian, negara dapat saja menghasilkan barang-barang
tersebut namun kemungkinan besar impor dari negara lain juga dapat terjadi. Hal
ini karena faktor selera, dimana penduduk negara tersebut menyukai barangbarang buatan negara lain.
Ahli-ahli ekonomi yang hidup di sekitar abad keenam belas dan ketujuh
belas, berpendapat bahwa perdagangan luar negeri merupakan sumber suatau
negara dapat mempertinggi kekayaan dengan cara menjual barang-barangnya
keluar negeri. 16
2. Asas Kepentingan Nasional
Menurut terminologi, yang dimaksud dengan asas ada dua pengertian,
yaitu pertama dasar, alas, pedoman, dan yang kedua adalah suatu kebenaran yang
menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir atau berpendapat. 17 Asas hukum dapat
dikatakan sebagai “jantungnya” peraturan hukum. Maksudnya asas hukum
merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Asas
16

Marten Wicahyao, “Perdagangan luar negeri, proteksi, dan globalisasi,”
https://www.academia.edu/3891512/Perdagangan_Luar_Negeri (diakses tanggal 05 Pebruari 2017
Pukul 10.00 Wib
17
Anonim, “Pengertian asas asas hukum,” http://makalahkomplit.blogspot.co.id/
/pengertian-asas-asas-hukum.html diakses tanggal 05 Pebruari 2017 Pukul 10.00 Wib

Universitas Sumatera Utara

hukum juga layak disebut alasan lahirnya suatu peraturan hukum. Dengan adanya
asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan
melainkan hukum itu menjadi hidup, tumbuh dan berkembang, sebab asas itu
mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan masyarakatnya. 18
Kepentingan Nasional (National Interest) adalah tujuan-tujuan yang ingin
dicapai sehubungan dengan kebutuhan bangsa/negara atau sehubungan dengan hal
yang dicita-citakan. Dalam hal ini kepentingan nasional yang relatif tetap dan
sama diantara semua negara/bangsa adalah keamanan (mencakup kelangsungan
hidup rakyatnya dan kebutuhan wilayah) serta kesejahteraan. Kedua hal pokok ini
yaitu keamanan (security) dari kesejahteraan (prosperity). Kepentingan nasional
diidentikkan dengan dengan

“tujuan

nasional”.

Contohnya

kepentingan

pembangunan ekonomi, kepentingan pengembangan dan peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) atau kepentingan mengundang investasi asing
untuk mempercepat laju industrialisasi.Kepentingan nasional sering dijadikan
tolok ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers)
masing-masing negara sebelum merumuskan dan menetapkan sikap atau tindakan.
Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy) perlu dilandaskan
kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa
yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai ”Kepentingan Nasional”.

19

Asas kepentingan nasional adalah dasar, alas, pedoman, dan menjadi
tumpuan berfikir atau berpendapat bagi suatu pembangunan ekonomi, sumber

18

Satjipto Raharjo. Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 45
Iwan, “Konsep kepentingan nasional,” https://iwansmile.wordpress.com/konsepkepentingan-nasional-national-interest/ diakses tanggal 05 Pebruari 2017 Pukul 10.00 Wib
19

Universitas Sumatera Utara

daya manusia (SDM) atau pembuatan suatu peraturan perundang-undangan yang
mementingkan kepentingan negara, bangsa dan masyarakat.
3. Industri Dalam Negeri.
Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian bahwa
industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku,
barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi

untuk

penggunaannya,

termasuk

kegiatan

rancang

bangun

dan

perekayasaan industri.
Industri dalam negeri yang dimaksud di sini adalah industri dalam negeri
Indonesia yang mempunyai tujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merdeka, bersatu, dan berdaulat berdasarkan Pancasila dan UndangUndang

Dasar

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1945

dilaksanakan

pembangunan nasional berdasar atas demokrasi ekonomi.
Pembangunan nasional di bidang ekonomi dilaksanakan dalam rangka
menciptakan struktur ekonomi yang kukuh melalui pembangunan industri yang
maju sebagai motor penggerak ekonomi yang didukung oleh kekuatan dan
kemampuan sumber daya yang tangguh
Pembangunan industri yang maju diwujudkan melalui penguatan struktur
Industri yang mandiri, sehat, dan berdaya saing, dengan mendayagunakan sumber
daya secara optimal dan efisien, serta mendorong perkembangan industri ke
seluruh wilayah Indonesia dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional yang berlandaskan pada kerakyatan, keadilan, dan nilai-nilai
luhur budaya bangsa dengan mengutamakan kepentingan nasional.

Universitas Sumatera Utara

Istilah

industri

sering

disebut

sebagai

kegiatan

manufaktur

(manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut
semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan
komersial. Karena merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan
macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya,
makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah,
makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat
kegiatan dan usaha tersebut..
Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi
suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara tersebut,
semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka
semakin beranekaragam jenis industrinya.
4. Tindakan Imbalan (Countervailing Duties).
Masalah subsidi diatur dalam (Article XVI GATT 1947) dielaborasi dalam
“Persetujuan Tentang Subsidi dan Tindakan Imbalan (Agreement on Subsidies
and Countervailing Measures)” tahun 1994 GATT WTO (Article XVI),
merupakan bagian dari hasil persetujuan dalam perundingan Multilateral Putaran
Uruguai pada 1994. Sementara subsidi yang berkaitan dengan produk pertanian
diatur secara khusus dalam Agreement on Agriculture tahun 1994. Kedua
perjanjian tersebut berlaku bersamaan. 20
Pengaturan tentang Countervailing Duty diatur dalam Article VI GATT
antara lain mengatakan kewajiban tindakan imbalan harus dimengerti sebagai
kewajiban istimewa yang bertujuan untuk pergantian kerugian batasan atau
20

Muhammad Sood, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm.192.

Universitas Sumatera Utara

pelimpahan subsidi secara langsung atau tidak langsung mengenai industri,
produksi, atau produk apapun. 21
Sesuai dengan tujuan pemberian subsidi sebagaimana dimaksudkan dalam
uraian terdahulu, yaitu untuk merangsang kegiatan ekspor, maka pemerintah
masih diperbolehkan memberikan subsidi kepada pelaku ekonomi sebatas subsidi
tersebut untuk produk primer misalnya untuk mendukung pengembangan produk
pertanian, perikanan, dan kehutanan. Sementara subsidi untuk produk non primer,
yaitu produk lain diluar pertanian, perikanan, dan kehutanan tidak diperbolehkan
karena berindikasi menimbulkan berdampak kerugian terhadap negara lain. 22
F. Metode Penelitian.
Sehubungan

yang

telah

dikemukakan

diatas

sebelumnya,

untuk

melengkapi penulisan skripsi ini agara tujuan dapat terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, oleh karena itu adapun metode penelitian
hukum yang digunakan dalam mengerjakan skrispsi ini meliputi :
1. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis
penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Ratifikasi Kesepakatan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia
(Agreement on Establishing the World Trade Organization), dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
21
22

Ibid, hlm.194
Ibid, hlm.200.

Universitas Sumatera Utara

ditujukan untuk mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan
mengadakan penelitian terhadap masalah hukum. 23
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang
dimaksudkan untuk

memberikan data

yang

perlindungan terhadap industri dalam negeri

seteliti

mungkin 24

melalui tindakan

tentang
imbalan

(countervailing duties).
Pendekatan penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan dalam
penulisan skripsi ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan
menganalisis permasalahan dalam penelitian melalui pendekatan terhadap asasasas hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan.
2. Data Penelitian
Data penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
penelitian kepustakaan (library research) yang bertujuan untuk mendapatkan
konsep-konsep, teori-teori dan informasi-informasi serta pemikiran konseptual,
baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. 25 Data
sekunder yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Dokumen berupa peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang
berwenang. Dalam skripsi ini diantaranya berdasarkan Undang 7 Tahun 2014
23

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995), hlm. 12.
24
Ibid., hlm. 10.
25
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Surabaya:
Bayumedia, 2006), hlm.192.

Universitas Sumatera Utara

Tentang Perdagangan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Ratifikasi Kesepakatan Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia (Agreement on Establishing the World Trade Organization) dan
Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang Tindakan
Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan Perdagangan.
b. Bahan Hukum Sekunder
Dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminarseminar, jurnal hukum, majalah, koran karya tulis ilmiah dan beberapa sumber
internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti.
c. Bahan Hukum Tersier
Dokumen yang berisi tentang konsep-konsep maupun bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan
(library research) dan juga melalui bantuan media elektronik yaitu internet,
selanjutnya

penulis

mengumpulkan,

memadukan,

menafsirkan

dan

membandingkan buku-buku dan bacaan tersebut dengan setiap permasalahan yang
dibahas dalam penulisan skripsi ini. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut
kemudian dibuat ringkasan secara sitematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi
dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-

Universitas Sumatera Utara

konsepsi,

teori-teori,

pendapat-pendapat

atau

penemuan-penemuan

yang

berhubungan dengan permasalahan penelitian. 26

4. Analisis Data
Penelitian hukum normatif yang menelaah data sekunder menyajikan data
berikut dengan analisisnya. 27 Metode analisis data dilakukan dengan metode
kualitatif dengan penarikan kesimpulan secara deduktif. Metode penarikan
kesimpulan secara deduktif adalah suatu proporsi umum yang kebenarannya telah
diketahui dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat
lebih khusus. Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan
dengan menggunakan logika berpikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan
membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas
dan kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan
tujuan penulisan yang dirumuskan. 28

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 bab, dan tiap tiap bab terbagi atas beberapa
sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang
dapat digambarkan sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan. Bab ini dimulai dengan mengemukakan apa yang
menjadi latar belakang penulisan skripsi ini kemudian dilanjutkan dengan
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
26

Edy Ikhsan, Mahmul Siregar, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum Sebagai Bahan
Ajar (Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009), hlm. 24.
27
Soerjono Soekanto, Op. Cit., hlm. 69.
28
Lexi Moelong, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rosda Karya, 2008), hlm. 48.

Universitas Sumatera Utara

pustaka, metode penelitian dan ditutup dengan memberikan sistematikan dari
penulisan skripsi ini.
BAB II Subsidi Dalam Kerangka Hukum Perdagangan Internasional. Bab
ini menguraikan mengenai : Tinjauan Umum Tentang Subsidi, Pengertian dan
Bentuk-Bentuk Subsidi, Tujuan Subsidi, Subsidi dan Hambatan Perdagangan
Internasional,

Pengertian

dan

Bentuk-Bentuk

Hambatan

Perdagangan

Internasional, Dampak Subsidi dalam Perdagangan Internasional, Subsidi dalam
Kerangka Hukum Perdagangan Internasional, Sumber Hukum Pengaturan Subsidi
dalam Hukum Perdagangan Internasional, Subsidi Sebagai

Unfair Practice,

Subsidi dan Kepentingan Negara.
BAB III Tindakan Yang Dapat Dilakukan Oleh Negara Untuk Melindungi
Industri Dalam Negeri Dari Tindakan Subsidi Negara Asal Barang. Bab ini
menguraikan mengenai : Pengertian Industri Dalam Negeri, Akibat Subsidi
Terhadap

Industri

Dalam

Negeri

Suatu

Negara,

Tindakan

Imbalan

(Countervailing Duties) Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Industri Dalam
Negeri, Pengertian Tindakan Imbalan (Countervailing Duties), Tujuan dari
Tindakan Imbalan, Syarat-Syarat dalam Menggunakan Tindakan Imbalan, Proses
Pemeriksaan dan Pengambilan Keputusan Tindakan Imbalan.
BAB IV Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) Dalam Hukum Di
Indonesia. Bab ini menguraikan mengenai : Kebijakan Pemerintah Mengenai
Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) Dalam Perdagangan Luar Negeri
menurut Undang-undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Harmonisasi
Kebijakan Pemerintah Mengenai Tindakan Imbalan (Countervailing Duties)

Universitas Sumatera Utara

Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2014
tentang Perdagangan, Eksistensi Kebijakan Pemerintah Mengenai Tindakan
Imbalan (Countervailing Duties) dalam Perdagangan Luar Negeri menurut
Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang perdagangan, Hambatan Tindakan
Imbalan (Countervailing Duties) Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut
Undang-Undang No.7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.
BAB IV Penutup. Merupakan bab penutup dari seluruh rangkaian bab-bab.
Seluruhnya yang berisikan kesimpulan yang dibuat berdasarkan uraian skripsi ini
yang dilengkapi dengan saran-saran.

Universitas Sumatera Utara