Perlindungan Terhadap Industri Dalam Negeri Melalui Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) Chapter III V
BAB III
TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK
MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN
SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG
D. Pengertian Industri Dalam Negeri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi
manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas,
yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah
dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya,
makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah,
makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat
kegiatan dan usaha tersebut. 68
Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda.
Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu
berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi
yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara
tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi,
maka semakin beranekaragam jenis industrinya.
68
Loveyta, Perlindungan Terhadap Kepentingan Nasional Melalui Pengecualian
Penerapan Prinsip-Prinsip WTO Untuk Negara Berkembang, (Malang : Fakultas Hukum Univ.
Brawijaya, 2008), hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian industri dalam negeri tidak dijumpai baik di dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
maupun Di Dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan
Industri Nasional, hanya saja di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 Tentang Perindustrian disebutkan bahwa perindustrian diselenggarakan
berdasarkan asas: 69
a. Kepentingan nasional;
b. Demokrasi ekonomi;
c. Kepastian berusaha;
d. Pemerataan persebaran;
e. Persaingan usaha yang sehat; dan
f. Keterkaitan Industri.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
menyebutkan bahwa perindustrian diselenggarakan dengan tujuan: 70
a. Mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian
nasional;
b. Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
c. Mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri
Hijau;
d. Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah
pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan
yang merugikan masyarakat;
69
70
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Universitas Sumatera Utara
e. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
f. Mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia
guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
g. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Perindustrian disebutkan industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga
menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi,
termasuk jasa industri. 71
Pengertian industri yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
cukup komprehensif untuk mencakup semua jenis industri baik berupa industri
barang ataupun industri jasa. Dari pengertian tersebut, bisa diketahui bahwa
perindustrian tersebut mencakup hal yang sangat luas dalam perekonomian,
terutama dalam bidang produksi.
Menurut Ensklopedia Indonesia, Industri merupakan bagian dari proses
produksi yang tidak mengambil bahan-bahan tersebut langsung dari alam untuk
konsumsi, tetapi bahan-bahan diproses dan akhirnya menjadi komoditas yang
berharga kepada masyarakat.
Industri adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dengan bahan baku
atau bahan mentah melalui proses produksi penggarapan dalam jumlah besar
sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga serendah mungkin tetapi
dengan mutu setinggi-tingginya. 72
71
72
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Ida Bagus Wyasa Putra, Op.Cit, hlm. 148
Universitas Sumatera Utara
Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah
sebagai berikut: 73
a. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku
Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung pada
apa yang akan dihasilkan dari proses industri tersebut. Berdasarkan bahan
baku yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung
dari alam. Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan
industri hasil kehutanan.
2) Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil
industri lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan, dan
industri kain.
3) Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya
adalah dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya:
perbankan, perdagangan, angkutan, dan pariwisata.
b. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan
menjadi:
1) Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
73
Hawamita. “Usaha Indonesia Menghadapi Perdagangan”, melalui http// blogspot.com,
diakses tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri
tempe/tahu, dan industri makanan ringan.
2) Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan
industri pengolahan rotan.
3) Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan
perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
4) Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui
uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil,
industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
c. Klasifikasi industri berdasarkan produksi yang dihasilkan
Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang
tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung. Misalnya:
industri anyaman, industri konveksi, industri makanan dan minuman.
2) Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda
yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau
digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang, industri ban, industri
baja, dan industri tekstil.
3) Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda
yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak
langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau
membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri
perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.
d. Klasifikasi industri berdasarkan bahan mentah
Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang
diperoleh dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak goreng,
industri gula, industri kopi, industri teh, dan industri makanan.
2) Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang
berasal dari hasil pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja,
industri BBM (bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.
3) Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat
mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan.
Misalnya: industri perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata,
industri transportasi, industri seni dan hiburan.
Universitas Sumatera Utara
e. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan
industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan
menjadi:
1) Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri), yaitu industri
yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
2) Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri),
yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk,
terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.
3) Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industri), yaitu
industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri
semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk
di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri
BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
4) Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di
tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan
dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan
pelabuhan.
5) Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri),
yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas.
Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja,
Universitas Sumatera Utara
dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya:
industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
f. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi
barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku
untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri
alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.
2) Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi
barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau
dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri
konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.
g. Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan
Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat
produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan
industri percetakan.
2) Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk
dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri
minuman.
h. Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
Universitas Sumatera Utara
1) Industri dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu industri
yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha
nasional (dalam negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata,
dan industri makanan dan minuman.
2) Industri dengan Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu industri yang
modalnya berasal dari penanaman modal asing. Misalnya: industri
komunikasi, industri perminyakan, dan industri pertambangan.
3) Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang
modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya:
industri otomotif, industri transportasi, dan industri kertas.
i.
Klasifikasi industri berdasarkan subjek pengelola
Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat,
misalnya: industri meubeler, industri makanan ringan, dan industri
kerajinan.
2) Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara
yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri
pupuk, industri baja, industri pertambangan, industri perminyakan, dan
industri transportasi.
j.
Klasifikasi industri berdasarkan cara pengorganisasian
Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:
modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan
cara pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi:
Universitas Sumatera Utara
1) Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil,
teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari
kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya
masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri
makanan ringan.
2) Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative
besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200
orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas
(berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri
mainan anak-anak.
3) Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar,
teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam
jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau
internasional. Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri
otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.
E. Akibat Subsidi Terhadap Industri Dalam Negeri Suatu Negara.
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau
bantuan kepada indusrti dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak,
pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga.
Impor, bersama dengan ekspor, membentuk dasar dari perdagangan
internasional. Impor barang biasanya membutuhkan keterlibatan pabean
berwenang di kedua negara impor dan negara ekspor dan sering tunduk pada
impor kuota, tarif dan perjanjian perdagangan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan bahwa : 74
a. Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea
Masuk Imbalan, jika:
(1) Barang yang diimpor mengandung Subsidi di negara pengekspor;
(2) Impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf a menyebabkan
Kerugian.
b. Besarnya Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
tinggi sama dengan Subsidi Neto.
Subsidi Neto adalah selisih antara Subsidi dengan: 75
h. Biaya permohonan, tanggungan, atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh Subsidi; dan/atau
i.
Pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti Subsidi yang
diberikan kepada barang ekspor tersebut.
Bea masuk imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dikenakan
setelah dilakukan penyelidikan oleh Komite Antidumping Indonesia (KADI).
Penyelidikan oleh KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
berdasarkan permohonan atau berdasarkan inisiatif KADI. 76
Produsen dalam negeri barang sejenis dan/atau asosiasi produsen dalam
negeri barang sejenis dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud
74
Pasal 37 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
75
Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
76
Pasal 38 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 38 ayat (2) secara tertulis kepada KADI untuk melakukan
penyelidikan dalam rangka pengenaan tindakan imbalan atas barang impor yang
diduga
mengandung subsidi yang
menyebabkan Kerugian. Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh produsen dalam
negeri barang sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri barang sejenis yang
mewakili Industri dalam negeri. produsen dalam negeri barang sejenis dan
asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dianggap mewakili Industri dalam
negeri apabila: 77
a. Produksinya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi
pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen dalam negeri
Barang Sejenis yang menolak permohonan penyelidikan;
b. Produksi dari pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen
dalam negeri Barang Sejenis yang mendukung permohonan penyelidikan
menjadi lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi pemohon,
pendukung, dan yang menolak permohonan penyelidikan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat bukti
awal dan didukung dengan dokumen lengkap mengenai adanya: 78
a. Subsidi
b. Kerugian
c. Hubungan sebab akibat antara barang impor yang mengandung Subsidi dan
d. Kerugian yang dialami oleh pemohon.
77
Pasal 39 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
78
Pasal 39 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas data yang
bersifat rahasia dan data yang bersifat tidak rahasia. Dalam hal data yang bersifat
rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak didukung alasan yang kuat
bahwa bersifat rahasia, KADI dapat mengabaikan kerahasiaan data dimaksud.
Penyelidikan berdasarkan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (2) dapat dilakukan apabila KADI memiliki bukti awal yang cukup
mengenai adanya subsidi neto, kerugian industri dalam negeri, dan hubungan
sebab akibat antara subsidi neto dan kerugian industri dalam negeri. 79
Penyelidikan hanya dapat dilakukan apabila: 80
a. Produksi dari pemohon atau produksi dari pemohon dan yang mendukung
permohonan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total
produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam
hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan;
b. Produksi dari Industri Dalam Negeri yang mendukung dilakukannya
penyelidikan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total
produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam
hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
F. Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) Sebagai Bentuk Perlindungan
Terhadap Industri Dalam Negeri.
1. Pengertian Tindakan Imbalan (Countervailing Duties).
Tindakan imbalan (Countervailing Duties) adalah tambahan bea masuk
yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan oleh negara
79
Pasal 40 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
80
Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
pengekspor untuk perusahaan eksportir. Menurut UU No. 7 Tahun 2014 tentang
Perdangangan pada Pasal 67 ayat (3) bagian d, tindakan imbalan bertujuan untuk
mengatasi praktik perdagangan yang tidak sehat. Dalam Pasal 71 UU No. 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan, diatur juga mengenai kewajiban pemerintah untuk
mengambil tindakan imbalan dalam rangka menghilangkan atau mengurangi
kerugian atau ancaman kerugian industri dalam negeri.
Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi
terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
on Establisshing The World Trade Organization/WTO (Pesetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik eksternal maupun
internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus melakukan harmonisasi
peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan
WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan
kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO. 81
Subsidi diartikan sebagai bantuan atau insentif yang diberikan oleh
pemerintah atau suatu negara kepada para pelaku ekonomi di negaranya. Bantuan
tersebut dapat berupa :
a. Keringanan dalam perpajakan dalam bentuk penangguhan pembebasan
pembayaran pajak
b. Pembatasan bea masuk atau impor
c. Keringanan bunga kredit perbankan
81
Muhammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: RajaGrafindoPersada,
2011), hlm. 13-14
Universitas Sumatera Utara
d. Bantuan ‘in natura’ seperti pemberian bonus uang kepada produsen ekspor
untuk setiap volume produksi yang berhasil di ekspor yang dikenal dengan
sebutan subsidi ekspor (export subsidy)
e. Biaya riset dan pengembangan terknologi. 82
Tujuan diberikannya subsidi agar mendorong pertumbuhan produksi dan
menggalakkan ekspor dan mengurangi impor. Subsidi pada prinsipnya tidak
dilarang, akan tetapi perlu adanya pembatasan agar mencegah timbulnya penyalah
gunaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara lain. Dalam perdagangan
internasional subsidi merupakan suatu perbuatan yang tidak fair (unfair practices)
yang dapat merugikanpihak-pihak yang terkena perbuatan praktik subsidi.Praktik
subsidi mengeleminasi persaingan yang wajar dalam mekanismepasar sehingga
dapat melumpuhkan iklim usaha yang kompetitif yangmengakibatkan rusaknya
tatanan hubungan dagang yang fair. 83
Kriteria subsidi yang masuk dalam pengawasan WTO, diatur dalam Article
1 Agreement on Subsidies and Countervailing Measures GATT/WTO 1994,
adalah sebagai berikut:
a. Kontribusi finansial yang berasal dari pemerintah seperti, hibah, pinjaman,
penyertaan modal, pengalihan kewajiban atau modal, pengalihan pemasukan
kas negara, penghapusan pajak,
b. Khusus bidang pertanian, subsidi dianggap jika terdapat apa yang disebut
price support atau income support,
c. Subsidi harus menimbulkan keuntungan bagi pihak yang menerima,
82
83
Muhammad Sood. Op.Cit, hlm. 189
Ida Bagus Wyasa Putra, Op.Cit, hlm. 94
Universitas Sumatera Utara
Subsidi tersebut harus bersifat spesifik, artinya subsidi itu memang diberikan
pemerintah hanya kepada sebuah perusahaan atau industri, atau sekelompok
perusahaan atau sekelompok industri. 84
2. Tujuan dari Tindakan Imbalan
Subsidi adalah suatu pemberian (kontibusi) dalam bentuk uang atau
finansial yang diberikan oleh pemerintah atau suatu badan umum (public body).85
Kontribusi pemerintah tersebut dapat berupa antara lain, penyerahan dana secara
langsung seperti hibah, pinjaman, dan penyertaan, pemindahan dana atau jaminan
langsung atas hutang : hilangnya pendapatan pemerintah atau pembebasan fiskal
(seperti keringanan pajak), penyediaan barang atau jasa diluar prasarana umum
atau pembelian barang, pemerintah melakukan pembayaran pada mekanisme
pendanaan atau memberikan otorisasi kepada suatu badan swasta untuk
melaksanakan tugas pemerintah dalam hal penyediaan dana. Disamping hal
tersebut, semua bentuk income dan price support juga merupakan subsidi apabila
bantuan tersebut menimbulkan suatu keuntungan.
Tindakan
konkret
untuk
mengkompensasikan
dampaknya,
dalam
contervailing duty, seperti juga halnya anti-dumping terhadap duty yang
diterapkan dumping, ditujukan terhadap produk yang memperoleh unfair
advantage tersebut. Sebagai konsekuensi, inside dari tindakan balsan tersebut
ditujukan terhadapat perusahaan yang memperoleh subsidi karena countervail
yang dikenakan akan mempunyai dampak langsung terhadap perusahaan yang
memperoleh subsidi. 86
84
Muhammad sood. Op.Cit, hlm. 195
Erwan, “Pengantar Mengenai Subsidi dan Contervailling Di Dalam Perdagangan”
melalui https://wordpress.com, diakses tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib.
86
Ibid.
85
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian
tentang
mengenai
subsidi
dan
tindakan
imbalan
(countervailing) diatur tersendiri dalam Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan
Countervailing yang dimaksudkan untuk mengembangkan Agreement on
Interpretation and Application Pasal VI, XVI dan XXIII yang dinegosiasikan
dalam Putaran Tokyo (Tokyo Round Subsidies Code). Berbeda dengan peraturan
sebelumnya,
perjanjian
tersebut
memperkenalkan
definisi
subsidi
dan
memperkenalkan konsep subsidi khusus.
Definisi subsidi mengandung tiga elemen dasar yang harus terpenuhi,
yaitu:
87
a. Kontribusi keuangan
b. Oleh pemerintah atau badan publik dalam wilayah anggota WTO
c. Yang memberikan manfaat. Dengan kata lain, subsidi yang tersedia hanya
untuk suatu perusahaan atau industri atau kelompok perusahaan atau industri
dalam yurisdiksi kewenangan pemberian subsidi.
Salah satu bagian dari perjanjian tersebut menyangkut penggunaan
tindakan imbalan (countervailing) atas barang impor bersubsidi. Ketentuan
tersebut mengatur mengenai inisiasi kasus tindakan imbalan, penyelidikan oleh
otoritas nasional dan aturan penetapan bukti-bukti untuk memastikan bahwa
semua pihak yang berkepentingan dapat menyajikan informasi dan argumen yang
jelas. Perhitungan jumlah subsidi juga diatur dalam ketentuan sebagai dasar untuk
penentuan kerugian pada industri dalam negeri. Semua faktor ekonomi yang
relevan harus diperhitungkan dalam menilai keadaan suatu industri dan hubungan
sebab akibat harus terpenuhi antara impor bersubsidi dan dugaan kerugian.
87
Kemendag, “Analisis Kebijakan Pengamanan”, melalui http://www.go.id, diakses
tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
Investigasi tindakan imbalan akan segera diakhiri dalam kasus di mana
jumlah subsidi adalah de minimis (subsidi kurang dari 1% ad valorem) atau di
mana volume impor bersubsidi aktual atau potensial maupun kerugian dapat
diabaikan. Kecuali dalam keadaan luar biasa, investigasi harus dapat disimpulkan
dalam waktu satu tahun setelah inisiasi dan tidak boleh melebihi 18 bulan. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan
Pengamanan Perdagangan yang menentukan bahwa penyelidikan tidak dapat
dilakukan atau segera harus dihentikan terhadap eksportir, eksportir produsen,
atau negara pengekspor tertentu apabila KADI menemukan: 88
a. Jumlah Subsidi kurang dari 1% ad valorem;
b. Volume impor barang yang mengandung subsidi yang secara nyata ataupun
potensial sedemikian kecil sehingga dapat diabaikan
Semua bea masuk imbalan (countervailing duties) harus dihentikan dalam
waktu 5 tahun dari tanggal pengenaan kecuali countervailing duties pihak yang
berwenang menentukan bahwa berdasarkan review menjelang berakhirnya
pengenaan bea masuk imbalan akan cenderung mengarah pada berlanjutnya atau
berulangnya subsidi dan kerugian.
Perjanjian tersebut mengakui bahwa subsidi dapat memainkan peran
penting dalam program pembangunan ekonomi negara-negara berkembang dan
negara-negara transisi dari sistem ekonomi terpusat ke sistem ekonomi pasar.
Negara-negara kurang berkembang dan negara-negara berkembang yang memiliki
88
Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
GNP per kapita kurang dari USD 1.000 dibebaskan dari ketentuan subsidi ekspor
dan memiliki pengecualian terikat waktu dari subsidi terlarang lainnya. Untuk
negara-negara berkembang lainnya, larangan subsidi ekspor akan berlaku 8 tahun
setelah berlakunya perjanjian pembentukan WTO, dan mereka memiliki
pembebasan terikat waktu dari subsidi terlarang lainnya. Investigasi tindakan
imbalan suatu produk yang berasal dari anggota negara berkembang akan
dihentikan jika tingkat keseluruhan subsidi tidak melebihi 2% (dari negara-negara
berkembang tertentu sebesar 3%) dari nilai produk, atau jika volume impor
bersubsidi kurang dari 4% dari total impor untuk produk sejenis. Untuk negaranegara transisi, subsidi yang dilarang harus dihapus dalam jangka waktu 7 tahun
sejak tanggal berlakunya perjanjian. 89
3. Syarat-Syarat dalam Menggunakan Tindakan Imbalan
Menurut Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (Article 3
– Article 8) bahwa jenis subsidi meliputi :
32
a. Subsidi yang terlarang dalam Article 3 yaitu :
1) Kelompok subsidi yang diberikan kepada pelaksana ekspor misalnya
subsidi ekspor (yang berhubungan dengan kinerja ekspor). Larangan
subsidi ekspor ini tidak berlaku untuk negara yang tergolong sangat
terbelakang, dan untuk negara berkembang dalam jangka waktu 8 tahun
terhitung sejak berlakunya persetujuan WTO mengenai subsidi tersebut.
2) Kelompok subsidi yang diberikan untuk pemakaian produk lokal
(penggunaan barang dalam negeri) sebagai pengganti produk impor.
89
Kemendag, “Analisis Kebijakan Pengamanan”, melalui http://www.go.id, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
Larangan subsidi ini tidak berlaku bagi negara berkembang dalam jangka
waktu 5 tahun, dan negara terbelakang selama jangka waktu 8 tahun sejak
berlakunya persetujuan WTO
b. Subsidi yang dapat terkena tindakan, Article 5 :
Kelompok subsidi jenis ini adanya kemungkinan terkena sanksi apabila :
1) Mengakibatkan kerugian industri dalam negeri dari negeri yang
mengimpor produk yang disubsidi tersebut
2) Menghilangkan atau merusak keuntungan baik secara langsung maupun
tidak langsung yang seharusnya dinikmatinya oleh negara lain
c. Subsidi yang tidak terkena tindakan,Article 8 :
Kelompok subsidi jenis ini meliputi :
1) Subsidi yang tidak spesifik. 90 Subsidi yang tidak spesifik adalah subsidi
yang khusus diberikan untuk riset dan pengembangan, subsidi untuk
daerah miskin yang terbelakang dan bantuan yang ditujukan untuk proses
adaptasi.
2) Subsidi berupa bantuan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan,
universitas, lembaga penelitian, sepanjang besarnya bantuan itu tidak
melebihi 75% dari biaya penelitian industry.
3) Subsidi untuk wilayah yang terbelakang, sepanjang kriteria daerah
terbelakang itu disusun secara objektif, transparan, dan eksplisit melalui
peraturan perundang-undangan dengan
menggunakkan tolok
ukur
pembangunan ekonomi yang minimal terdiri dari faktor pendapatan per
kapita, angka pengangguran
90
Article 2 Agreement on Subsidies and Countervailing Measures
Universitas Sumatera Utara
4) Subsidi untuk membantu penyesuaian fasilitas persyaratan lingkungan
hidup sesuai dengan undang-undang, sepanjang bantuan itu hanya untuk
satu kali saja dan besarnya 20% dari biaya yang dibutuhkan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan, bahwa syarat-syarat dalam menggunakan tindakan imbalan adalah
terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea Masuk
Imbalan, jika: 91
a. Barang yang diimpor mengandung subsidi di negara pengekspor;
b. Impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf a menyebabkan Kerugian.
Produsen dalam negeri barang sejenis dan/atau asosiasi produsen dalam
negeri barang sejenis dapat mengajukan permohonan terhadap barang impor
selain dikenakan bea masuk dapat dikenakan bea masuk imbalan dilakukan secara
tertulis kepada KADI untuk melakukan penyelidikan dalam rangka pengenaan
tindakan imbalan atas barang impor yang diduga mengandung subsidi yang
menyebabkan kerugian.
4. Proses Pemeriksaan dan Pengambilan Keputusan Tindakan Imbalan
Sesuai dengan tujuan pemberian subsidi, yaitu untuk merangsang kegiatan
ekspor, maka pemerintah masih diperbolehkan memberikan subsidi kepada pelaku
ekonomi sebatas subsidi tersebut untuk produk primer, misalnya untuk
mendukung pengembangan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan.
91
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
Sementara subsidi untuk produk non-primer, yaitu produk lain diluar pertanian,
perikanan, dan kehutanan tidak diperbolehkan karena berindikasi menimbulkan
dampak kerugian terhadap negara lain.
Dalam usaha pemberian subsidi untuk mendorong pertumbuhan ekspor,
pemerintah suatu negara wajib memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis
kepada para eksportirnya. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi
industri domestik negara pengimpor bagi subsidi produksi. Adapun syarat yang
harus dipenuhi oleh pelapor adalah sebagai berikut :
a. Pemberitahuan tersebut harus dilakukan secara tertulis
b. Pemberitahuan harus berisi :
1) Jumlah produk yang diberikan subsidi
2) Nilai subsidi
3) Keadaan-keadaan yang dijadikan alasan diberikannya subsidi
Kewajiban untuk memberitahukan dalam rangka melindungi industri
domestik sebagaimana diatur dalam Article XVI, selain kurang mempunyai
kekuatan hukum dan cenderung untuk tidak ditaati, ketentuan ini pun tidak
mempunyai kepastian hukum dan seolah-olah hanya merupakan anjuran saja.
Ketentuan ini hanya menggambarkan bahwa subsidi yang diberikan kepada
produsennya harus benar-benar beritikad baik. Apabila suatu negara enggan
memberitahukan perlakuan subsidi yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara
lain karena tidak ada sanksi hukum jika dilanggar, maka sanksi satu-satunya
adalah kemungkinan untuk dikenakan tindakan balasan oleh negara yang
dirugikan. Begitu pula jika negara yang bersangkutan memberitahukan tentang
Universitas Sumatera Utara
adanya subsidi juga akan diancam dengan sanksi yang sama. Dengan tidak adanya
kekuatan hukum mengenai kewajiban pemberitahuan tersebut, sehingga suatu
negara cenderung tidak mempergunakan prosedur.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan, bahwa: 92
a. Dalam
hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)
diterima
secara
lengkap,
KADI
memberitahukan
mengenai
adanya
permohonan kepada pemerintah negara pengekspor.
b. Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) diterima
secara lengkap, KADI:
1) Melakukan kajian atas kecukupan dan ketepatan bukti awal yang
disampaikan dalam permohonan;
2) Memberikan keputusan:
a) Menolak, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan Pasal 39
dan Pasal 41 ayat (1) huruf a; atau
Menerima dan menetapkan dimulainya penyelidikan, dalam hal permohonan
memenuhi ketentuan Pasal 39 dan Pasal 41 ayat (1) huruf a.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan
Antidumping,
Tindakan
Imbalan,
dan
Tindakan
Pengamanan
Perdagangan menentukan : 93
92
Pasal 42 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
a. Penyelidikan dalam rangka pengenaan tindakan imbalan dimulai pada saat
diumumkan kepada publik. Selain diumumkan kepada publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KADI memberitahukan dimulainya penyelidikan
kepada:
1) Eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui
pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di
negara pengekspor, importir, dan pemohon, dalam hal penyelidikan
dilakukan berdasarkan permohonan; atau
2) Eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui
pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di
negara pengekspor, importir, dan Industri Dalam Negeri, dalam hal
penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
b. Penyelidikan berakhir pada tanggal laporan akhir hasil penyelidikan.
Pasal 44 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 94
(1) Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penyelidikan
dimulai.
(2) Dalam keadaan tertentu, jangka waktu penyelidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 18 (delapan belas)
bulan.
93
Pasal 43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
94
Pasal 44 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
(3) Apabila dalam masa penyelidikan tidak ditemukan adanya bukti Barang
Subsidi
yang
menyebabkan
Kerugian,
KADI
segera
menghentikan
penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri.
(4) Penghentian penyelidikan harus segera diberitahukan kepada eksportir
dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara
pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor,
pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir disertai dengan alasan.
Pasal 45 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 95
(1) KADI menyampaikan laporan akhir hasil penyelidikan kepada Menteri dan
kepada eksportir dan/atau produsen secara langsung atau melalui pemerintah
negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara
pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penyelidikan
berakhir.
(2) Dalam hal yang menyebabkan Kerugian, KADI menyampaikan besarnya
Subsidi laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya barang mengandung
Subsidi Neto dan merekomendasikan kepada Menteri mengenai pengenaan
Bea Masuk Imbalan.
(3) Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang
mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, KADI melaporkan kepada
Menteri mengenai penghentian penyelidikan.
95
Pasal 45 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
Dalam menyelidiki Kerugian, KADI wajib mengevaluasi faktor ekonomi
yang terkait dengan kondisi Industri Dalam Negeri dan faktor lain yang relevan. 96
Pasal 52 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 97
(1) Apabila dalam masa penyelidikan, KADI menemukan bukti permulaan yang
cukup mengenai adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan
Kerugian, KADI dapat menyampaikan laporan sementara hasil penyelidikan
dan merekomendasikan kepada Menteri untuk mengenakan Tindakan
Sementara.
(2) Laporan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah
negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir.
(3) Menteri menyampaikan rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang
terkait dengan Barang Yang Diselidiki untuk memperoleh pertimbangan
dalam rangka kepentingan nasional.
(4) Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat Menteri
mengenai permintaan pertimbangan.
(5) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non
96
Pasal 51 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
97
Pasal 52 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki tidak menyampaikan
pertimbangan, maka menteri dan/atau kepala lembaga pemerintahan non
kementerian dianggap menyetujui rekomendasi KADI.
(6) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam
jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
rekomendasi KADI, Menteri memutuskan untuk menerima atau menolak
rekomendasi KADI.
(7) Dalam hal Menteri menerima rekomendasi KADI, Menteri dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai
keputusan:
a. Besarnya pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara yang jumlahnya
paling tinggi sama dengan Subsidi Neto; dan
b. Jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara.
(8) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan
Sementara sesuai dengan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal diterimanya surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(9) Penetapan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(8)
harus
dengan
mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Imbalan
Sementara.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 53 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 98
(1) Tindakan Sementara dikenakan paling cepat 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal dimulainya penyelidikan dan berlaku untuk jangka waktu paling
lama 4 (empat) bulan.
(2) Pelunasan pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara dapat dilakukan dengan
cara:
a. Pembayaran sebesar Bea Masuk Imbalan Sementara; atau
b. Penyerahan jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan
dari perusahaan asuransi, sebesar Bea Masuk Imbalan Sementara.
(3) Cara pelunasan pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam penetapan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (8).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelunasan pengenaan Bea Masuk
Imbalan Sementara diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan
Pasal 54 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 99
98
Pasal 53 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
99
Pasal 54Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan menentukan
Universitas Sumatera Utara
(1) Menteri memutuskan penghentian Tindakan Sementara apabila laporan akhir
hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang mengandung Subsidi yang
menyebabkan Kerugian.
(2) Menteri menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal laporan KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
(3) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
menetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sesuai dengan keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat
Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
(4) Dalam hal ditetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(3),
importir
dapat
mengajukan
permohonan
pengembalian pembayaran atau jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
53 ayat (2) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian pembayaran Bea
Masuk Imbalan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
TINDAKAN IMBALAN (COUNTERVAILING DUTIES)
DALAM HUKUM DI INDONESIA
E. Kebijakan Pemerintah Mengenai Tindakan Imbalan (Countervailing
Duties) Dalam Perdagangan Luar Negeri menurut Undang-Undang No.7
Tahun 2014 tentang Perdagangan
Kebijakan pemerintah mengenai tindakan imbalan (countervailing duties)
dalam perdagangan internasional diartikan sebagai tindakan dan peraturan yang
dikeluarkan pemerintah untuk memengaruhi struktur, komposisi, dan arah dari
perdagangan internasional. Dengan demikian dapat dikatakan arah kebijakan
perdagangan internasional itu untuk mengatur perdagangan internasional agar
sesuai dengan yang dikehendaki pemerintah. Banyak macam atau ragam
kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah dalam bidang perdagangan
internasional.
Adapun tujuan yang akan ditargetkan pemerintah dari kebijakan
perdagangan internasional itu antara lain :
100
1. Melindungi kepentingan dalam ekonomi nasional terhadap berbagai
kemungkinan pengaruh buruk/negatif dari berbagai negara lain.
2. Melindungi kepentingan industri di dalam negeri dari berbagai kemungkinan
persaingan yang tidak sehat maupun kondisi yang kurang menguntungkan.
3. Melindungi lapangan kerja agar bisa tetap tersedia.
4. Menjaga
keseimbangan
dan
stabilitas
neraca
terhadap
pembayaran
internasional
100
http://www.artikelsiana.com//kebijakan perdagangan internasional. html, diakses
tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
5. Mampu mendorong laju ekspor
6. Menjaga tingkatpertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
7. Menjaga stabilitas nilai tukar atau kurs.
Kebijakan pemerintah mengenai tindakan imbalan (countervailing duties)
dalam perdagangan luar negeri menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2014
tentang Perdagangan adalah : 101
(1) Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan Luar Negeri melalui kebijakan
dan pengendalian di bidang Ekspor dan Impor.
(2) Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Luar Negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. Peningkatan daya saing produk Ekspor Indonesia;
b. Peningkatan dan perluasan akses Pasar di luar negeri; dan
c. Peningkatan kemampuan Eksportir dan Importir sehingga menjadi Pelaku
Usaha yang andal.
(3) Kebijakan Perdagangan Luar Negeri paling sedikit meliputi:
a. Peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah produk ekspor;
b. Pengharmonisasian Standar dan prosedur kegiatan Perdagangan dengan
negara mitra dagang;
c. Penguatan kelembagaan di sektor Perdagangan Luar Negeri;
d. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang Perdagangan Luar Negeri;
dan
e. Pelindungan dan pengamanan kepentingan nasional dari dampak negatif
Perdagangan Luar Negeri.
101
Pasal 3 Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
(4) Pengendalian Perdagangan Luar Negeri meliputi:
a. Perizinan;
b. Standar; dan
c. Pelarangan dan pembatasan.
F. Harmonisasi Kebijakan Pemerintah Mengenai Tindakan Imbalan
(Countervailing Duties) Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut
Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Lahirnya WTO membawa dampak pada usaha-usaha harmonisasi
pengaturan tarif yang dibahas dalam perundingan-perundingan. Perundingan
perdagangan internasional sebelum Putaran Uruguay dan terbentuknya WTO
1994, para peserta lebih banyak membahas mengenai upaya penurunan tarif
impor, sedangkan masalah non-tarif baru dibahas setelah perundingan Tokyo
Round 1973. Adapun perundingan tersebut yaitu : 102
a. Perundingan Jenewa tahun 1947
Tahun 1947 GATT berhasil dibentuk melalui perundingan yang
diselenggarakan di Jenewa (Swiss) yang disebut dengan putaran Perundingan
Jenewa 1947 (GATT Conference 1947). Perundingan tersebut merupakan
perundingan putaran pertama GATT yang diikuti oleh 23 negara peserta yang
dalam perundingan tersebut, negara-negara peserta menyetujui konsesi penurunan
tarif sebanyak 45.000 produk dengan nilai sebesar 10 miliar, mewakili separuh
perdagangan dunia.
b. Perundingan Annecy 1949
102
Muhamad Sood, Op. Cit., hlm. 54-67.
Universitas Sumatera Utara
Perundingan GATT putaran kedua diselenggarakan di Annecy (Prancis)
tahun 1949, sehingga dikenal dengan Perundingan Annecy Round 1949.
Perundingan tersebut diikuti oleh 33 negara peserta, dan berhasil menyepakati
penambahan penurunan bea masuk sekitar 5.000 tarif.
c. Perundingan Torquay 1950-1951
Tahun 1955 perundingan GATT diselenggarakan di Torquay (Inggris)
yang dikenal dengan perundingan Torquay Round 1951. Perundingan putaran
ketiga ini diikuti oleh 34 negara peserta. Dalam perundingan ini, upaya penurunan
tingkat tarif sebesar 25% dari tingkat tarif 1998, dilakukan dengan merundingkan
konsesi penurunan tarif produk demi produk dari 45.000 (Perundingan Jenewa)
menjadi 55.000 produk.
d. Perundingan Jenewa 1955-1956
Tahun 1955 kembali diselenggarakan perundingan GATT di Jenewa yang
dikenal dengan Jenewa Round 1955-1956. Perundingan ini sifatnya lebih terbatas,
karena diikuti oleh 22 negara peserta. Nilai perdagangan yang disepakati dalam
perundingan ini adalah AS $ 2,5 miliar.
e. Perundingan Dillon Round 1961-1962
Tahun 1961-1962 diselenggarakan perundingan Dillon Round (Dillon
1961-1962). Perundingan ini diselenggarakan di Jenewa atas prakarsa Menteri
Keuangan Amerika Serikat, Do
TINDAKAN YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH NEGARA UNTUK
MELINDUNGI INDUSTRI DALAM NEGERI DARI TINDAKAN
SUBSIDI NEGARA ASAL BARANG
D. Pengertian Industri Dalam Negeri
Istilah industri sering diidentikkan dengan semua kegiatan ekonomi
manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah
jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai
kegiatan manufaktur (manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas,
yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya
produktif dan komersial. Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah
dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya,
makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah,
makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat
kegiatan dan usaha tersebut. 68
Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda.
Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu
berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi
yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan
ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara
tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi,
maka semakin beranekaragam jenis industrinya.
68
Loveyta, Perlindungan Terhadap Kepentingan Nasional Melalui Pengecualian
Penerapan Prinsip-Prinsip WTO Untuk Negara Berkembang, (Malang : Fakultas Hukum Univ.
Brawijaya, 2008), hlm. 3.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian industri dalam negeri tidak dijumpai baik di dalam UndangUndang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
maupun Di Dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008 Tentang Kebijakan
Industri Nasional, hanya saja di dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2014 Tentang Perindustrian disebutkan bahwa perindustrian diselenggarakan
berdasarkan asas: 69
a. Kepentingan nasional;
b. Demokrasi ekonomi;
c. Kepastian berusaha;
d. Pemerataan persebaran;
e. Persaingan usaha yang sehat; dan
f. Keterkaitan Industri.
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
menyebutkan bahwa perindustrian diselenggarakan dengan tujuan: 70
a. Mewujudkan Industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian
nasional;
b. Mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur Industri;
c. Mewujudkan Industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri
Hijau;
d. Mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah
pemusatan atau penguasaan Industri oleh satu kelompok atau perseorangan
yang merugikan masyarakat;
69
70
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Universitas Sumatera Utara
e. Membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;
f. Mewujudkan pemerataan pembangunan Industri ke seluruh wilayah Indonesia
guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan
g. Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.
Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang
Perindustrian disebutkan industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga
menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi,
termasuk jasa industri. 71
Pengertian industri yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
cukup komprehensif untuk mencakup semua jenis industri baik berupa industri
barang ataupun industri jasa. Dari pengertian tersebut, bisa diketahui bahwa
perindustrian tersebut mencakup hal yang sangat luas dalam perekonomian,
terutama dalam bidang produksi.
Menurut Ensklopedia Indonesia, Industri merupakan bagian dari proses
produksi yang tidak mengambil bahan-bahan tersebut langsung dari alam untuk
konsumsi, tetapi bahan-bahan diproses dan akhirnya menjadi komoditas yang
berharga kepada masyarakat.
Industri adalah usaha untuk memproduksi barang jadi dengan bahan baku
atau bahan mentah melalui proses produksi penggarapan dalam jumlah besar
sehingga barang tersebut dapat diperoleh dengan harga serendah mungkin tetapi
dengan mutu setinggi-tingginya. 72
71
72
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian
Ida Bagus Wyasa Putra, Op.Cit, hlm. 148
Universitas Sumatera Utara
Adapun klasifikasi industri berdasarkan kriteria masing-masing, adalah
sebagai berikut: 73
a. Klasifikasi industri berdasarkan bahan baku
Tiap-tiap industri membutuhkan bahan baku yang berbeda, tergantung pada
apa yang akan dihasilkan dari proses industri tersebut. Berdasarkan bahan
baku yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri ekstraktif, yaitu industri yang bahan bakunya diperoleh langsung
dari alam. Misalnya: industri hasil pertanian, industri hasil perikanan, dan
industri hasil kehutanan.
2) Industri nonekstraktif, yaitu industri yang mengolah lebih lanjut hasil-hasil
industri lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri pemintalan, dan
industri kain.
3) Industri fasilitatif atau disebut juga industri tertier. Kegiatan industrinya
adalah dengan menjual jasa layanan untuk keperluan orang lain. Misalnya:
perbankan, perdagangan, angkutan, dan pariwisata.
b. Klasifikasi industri berdasarkan tenaga kerja
Berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, industri dapat dibedakan
menjadi:
1) Industri rumah tangga, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja
kurang dari empat orang. Ciri industri ini memiliki modal yang sangat
terbatas, tenaga kerja berasal dari anggota keluarga, dan pemilik atau
pengelola industri biasanya kepala rumah tangga itu sendiri atau anggota
73
Hawamita. “Usaha Indonesia Menghadapi Perdagangan”, melalui http// blogspot.com,
diakses tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
keluarganya. Misalnya: industri anyaman, industri kerajinan, industri
tempe/tahu, dan industri makanan ringan.
2) Industri kecil, yaitu industri yang tenaga kerjanya berjumlah sekitar 5
sampai 19 orang, Ciri industri kecil adalah memiliki modal yang relative
kecil, tenaga kerjanya berasal dari lingkungan sekitar atau masih ada
hubungan saudara. Misalnya: industri genteng, industri batubata, dan
industri pengolahan rotan.
3) Industri sedang, yaitu industri yang menggunakan tenaga kerja sekitar 20
sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup
besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan
perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. Misalnya: industri
konveksi, industri bordir, dan industri keramik.
4) Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100
orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun
secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus
memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui
uji kemapuan dan kelayakan (fit and profer test). Misalnya: industri tekstil,
industri mobil, industri besi baja, dan industri pesawat terbang.
c. Klasifikasi industri berdasarkan produksi yang dihasilkan
Berdasarkan produksi yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri primer, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda yang
tidak perlu pengolahan lebih lanjut. Barang atau benda yang dihasilkan
Universitas Sumatera Utara
tersebut dapat dinikmati atau digunakan secara langsung. Misalnya:
industri anyaman, industri konveksi, industri makanan dan minuman.
2) Industri sekunder, yaitu industri yang menghasilkan barang atau benda
yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut sebelum dinikmati atau
digunakan. Misalnya: industri pemintalan benang, industri ban, industri
baja, dan industri tekstil.
3) Industri tertier, yaitu industri yang hasilnya tidak berupa barang atau benda
yang dapat dinikmati atau digunakan baik secara langsung maupun tidak
langsung, melainkan berupa jasa layanan yang dapat mempermudah atau
membantu kebutuhan masyarakat. Misalnya: industri angkutan, industri
perbankan, industri perdagangan, dan industri pariwisata.
d. Klasifikasi industri berdasarkan bahan mentah
Berdasarkan bahan mentah yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri pertanian, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang
diperoleh dari hasil kegiatan pertanian. Misalnya: industri minyak goreng,
industri gula, industri kopi, industri teh, dan industri makanan.
2) Industri pertambangan, yaitu industri yang mengolah bahan mentah yang
berasal dari hasil pertambangan. Misalnya: industri semen, industri baja,
industri BBM (bahan bakar minyak bumi), dan industri serat sintetis.
3) Industri jasa, yaitu industri yang mengolah jasa layanan yang dapat
mempermudah dan meringankan beban masyarakat tetapi menguntungkan.
Misalnya: industri perbankan, industri perdagangan, industri pariwisata,
industri transportasi, industri seni dan hiburan.
Universitas Sumatera Utara
e. Klasifikasi industri berdasarkan lokasi unit usaha
Keberadaan suatu industri sangat menentukan sasaran atau tujuan kegiatan
industri. Berdasarkan pada lokasi unit usahanya, industri dapat dibedakan
menjadi:
1) Industri berorientasi pada pasar (market oriented industri), yaitu industri
yang didirikan mendekati daerah persebaran konsumen.
2) Industri berorientasi pada tenaga kerja (employment oriented industri),
yaitu industri yang didirikan mendekati daerah pemusatan penduduk,
terutama daerah yang memiliki banyak angkatan kerja tetapi kurang
pendidikannya.
3) Industri berorientasi pada pengolahan (supply oriented industri), yaitu
industri yang didirikan dekat atau ditempat pengolahan. Misalnya: industri
semen di Palimanan Cirebon (dekat dengan batu gamping), industri pupuk
di Palembang (dekat dengan sumber pospat dan amoniak), dan industri
BBM di Balongan Indramayu (dekat dengan kilang minyak).
4) Industri berorientasi pada bahan baku, yaitu industri yang didirikan di
tempat tersedianya bahan baku. Misalnya: industri konveksi berdekatan
dengan industri tekstil, industri pengalengan ikan berdekatan dengan
pelabuhan.
5) Industri yang tidak terikat oleh persyaratan yang lain (footloose industri),
yaitu industri yang didirikan tidak terikat oleh syarat-syarat di atas.
Industri ini dapat didirikan di mana saja, karena bahan baku, tenaga kerja,
Universitas Sumatera Utara
dan pasarnya sangat luas serta dapat ditemukan di mana saja. Misalnya:
industri elektronik, industri otomotif, dan industri transportasi.
f. Klasifikasi industri berdasarkan proses produksi
Berdasarkan proses produksi, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri hulu, yaitu industri yang hanya mengolah bahan mentah menjadi
barang setengah jadi. Industri ini sifatnya hanya menyediakan bahan baku
untuk kegiatan industri yang lain. Misalnya: industri kayu lapis, industri
alumunium, industri pemintalan, dan industri baja.
2) Industri hilir, yaitu industri yang mengolah barang setengah jadi menjadi
barang jadi sehingga barang yang dihasilkan dapat langsung dipakai atau
dinikmati oleh konsumen. Misalnya: industri pesawat terbang, industri
konveksi, industri otomotif, dan industri meubeler.
g. Klasifikasi industri berdasarkan barang yang dihasilkan
Berdasarkan barang yang dihasilkan, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri berat, yaitu industri yang menghasilkan mesin-mesin atau alat
produksi lainnya. Misalnya: industri alat-alat berat, industri mesin, dan
industri percetakan.
2) Industri ringan, yaitu industri yang menghasilkan barang siap pakai untuk
dikonsumsi. Misalnya: industri obat-obatan, industri makanan, dan industri
minuman.
h. Klasifikasi industri berdasarkan modal yang digunakan
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dibedakan menjadi:
Universitas Sumatera Utara
1) Industri dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yaitu industri
yang memperoleh dukungan modal dari pemerintah atau pengusaha
nasional (dalam negeri). Misalnya: industri kerajinan, industri pariwisata,
dan industri makanan dan minuman.
2) Industri dengan Penanaman Modal Asing (PMA), yaitu industri yang
modalnya berasal dari penanaman modal asing. Misalnya: industri
komunikasi, industri perminyakan, dan industri pertambangan.
3) Industri dengan modal patungan (join venture), yaitu industri yang
modalnya berasal dari hasil kerja sama antara PMDN dan PMA. Misalnya:
industri otomotif, industri transportasi, dan industri kertas.
i.
Klasifikasi industri berdasarkan subjek pengelola
Berdasarkan subjek pengelolanya, industri dapat dibedakan menjadi:
1) Industri rakyat, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik rakyat,
misalnya: industri meubeler, industri makanan ringan, dan industri
kerajinan.
2) Industri negara, yaitu industri yang dikelola dan merupakan milik Negara
yang dikenal dengan istilah BUMN, misalnya: industri kertas, industri
pupuk, industri baja, industri pertambangan, industri perminyakan, dan
industri transportasi.
j.
Klasifikasi industri berdasarkan cara pengorganisasian
Cara pengorganisasian suatu industri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti:
modal, tenaga kerja, produk yang dihasilkan, dan pemasarannya. Berdasarkan
cara pengorganisasianya, industri dapat dibedakan menjadi:
Universitas Sumatera Utara
1) Industri kecil, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relatif kecil,
teknologi sederhana, pekerjanya kurang dari 10 orang biasanya dari
kalangan keluarga, produknya masih sederhana, dan lokasi pemasarannya
masih terbatas (berskala lokal). Misalnya: industri kerajinan dan industri
makanan ringan.
2) Industri menengah, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal relative
besar, teknologi cukup maju tetapi masih terbatas, pekerja antara 10-200
orang, tenaga kerja tidak tetap, dan lokasi pemasarannya relative lebih luas
(berskala regional). Misalnya: industri bordir, industri sepatu, dan industri
mainan anak-anak.
3) Industri besar, yaitu industri yang memiliki ciri-ciri: modal sangat besar,
teknologi canggih dan modern, organisasi teratur, tenaga kerja dalam
jumlah banyak dan terampil, pemasarannya berskala nasional atau
internasional. Misalnya: industri barang-barang elektronik, industri
otomotif, industri transportasi, dan industri persenjataan.
E. Akibat Subsidi Terhadap Industri Dalam Negeri Suatu Negara.
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau
bantuan kepada indusrti dalam negeri dalam bentuk keringanan pajak,
pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga.
Impor, bersama dengan ekspor, membentuk dasar dari perdagangan
internasional. Impor barang biasanya membutuhkan keterlibatan pabean
berwenang di kedua negara impor dan negara ekspor dan sering tunduk pada
impor kuota, tarif dan perjanjian perdagangan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, Dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan bahwa : 74
a. Terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea
Masuk Imbalan, jika:
(1) Barang yang diimpor mengandung Subsidi di negara pengekspor;
(2) Impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf a menyebabkan
Kerugian.
b. Besarnya Bea Masuk Imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
tinggi sama dengan Subsidi Neto.
Subsidi Neto adalah selisih antara Subsidi dengan: 75
h. Biaya permohonan, tanggungan, atau pungutan lain yang dikeluarkan untuk
memperoleh Subsidi; dan/atau
i.
Pungutan yang dikenakan pada saat ekspor untuk pengganti Subsidi yang
diberikan kepada barang ekspor tersebut.
Bea masuk imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dikenakan
setelah dilakukan penyelidikan oleh Komite Antidumping Indonesia (KADI).
Penyelidikan oleh KADI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
berdasarkan permohonan atau berdasarkan inisiatif KADI. 76
Produsen dalam negeri barang sejenis dan/atau asosiasi produsen dalam
negeri barang sejenis dapat mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud
74
Pasal 37 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
75
Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
76
Pasal 38 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 38 ayat (2) secara tertulis kepada KADI untuk melakukan
penyelidikan dalam rangka pengenaan tindakan imbalan atas barang impor yang
diduga
mengandung subsidi yang
menyebabkan Kerugian. Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh produsen dalam
negeri barang sejenis dan asosiasi produsen dalam negeri barang sejenis yang
mewakili Industri dalam negeri. produsen dalam negeri barang sejenis dan
asosiasi produsen dalam negeri Barang Sejenis dianggap mewakili Industri dalam
negeri apabila: 77
a. Produksinya lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi
pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen dalam negeri
Barang Sejenis yang menolak permohonan penyelidikan;
b. Produksi dari pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan produsen
dalam negeri Barang Sejenis yang mendukung permohonan penyelidikan
menjadi lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah produksi pemohon,
pendukung, dan yang menolak permohonan penyelidikan.
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat bukti
awal dan didukung dengan dokumen lengkap mengenai adanya: 78
a. Subsidi
b. Kerugian
c. Hubungan sebab akibat antara barang impor yang mengandung Subsidi dan
d. Kerugian yang dialami oleh pemohon.
77
Pasal 39 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
78
Pasal 39 ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas data yang
bersifat rahasia dan data yang bersifat tidak rahasia. Dalam hal data yang bersifat
rahasia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak didukung alasan yang kuat
bahwa bersifat rahasia, KADI dapat mengabaikan kerahasiaan data dimaksud.
Penyelidikan berdasarkan inisiatif KADI sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 ayat (2) dapat dilakukan apabila KADI memiliki bukti awal yang cukup
mengenai adanya subsidi neto, kerugian industri dalam negeri, dan hubungan
sebab akibat antara subsidi neto dan kerugian industri dalam negeri. 79
Penyelidikan hanya dapat dilakukan apabila: 80
a. Produksi dari pemohon atau produksi dari pemohon dan yang mendukung
permohonan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total
produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam
hal penyelidikan dilakukan berdasarkan permohonan;
b. Produksi dari Industri Dalam Negeri yang mendukung dilakukannya
penyelidikan berjumlah 25% (dua puluh lima persen) atau lebih dari total
produksi Barang Sejenis yang dihasilkan oleh Industri Dalam Negeri, dalam
hal penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
F. Tindakan Imbalan (Countervailing Duties) Sebagai Bentuk Perlindungan
Terhadap Industri Dalam Negeri.
1. Pengertian Tindakan Imbalan (Countervailing Duties).
Tindakan imbalan (Countervailing Duties) adalah tambahan bea masuk
yang dikenakan untuk mengimbangi efek dari subsidi yang diberikan oleh negara
79
Pasal 40 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
80
Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
pengekspor untuk perusahaan eksportir. Menurut UU No. 7 Tahun 2014 tentang
Perdangangan pada Pasal 67 ayat (3) bagian d, tindakan imbalan bertujuan untuk
mengatasi praktik perdagangan yang tidak sehat. Dalam Pasal 71 UU No. 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan, diatur juga mengenai kewajiban pemerintah untuk
mengambil tindakan imbalan dalam rangka menghilangkan atau mengurangi
kerugian atau ancaman kerugian industri dalam negeri.
Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi
terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
on Establisshing The World Trade Organization/WTO (Pesetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik eksternal maupun
internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus melakukan harmonisasi
peraturan perundang-undangan nasional dengan ketentuan hasil kesepakatan
WTO, artinya dalam melakukan harmonisasi, Indonesia harus tetap memikirkan
kepentingan nasional namun tidak melanggar rambu-rambu ketentuan WTO. 81
Subsidi diartikan sebagai bantuan atau insentif yang diberikan oleh
pemerintah atau suatu negara kepada para pelaku ekonomi di negaranya. Bantuan
tersebut dapat berupa :
a. Keringanan dalam perpajakan dalam bentuk penangguhan pembebasan
pembayaran pajak
b. Pembatasan bea masuk atau impor
c. Keringanan bunga kredit perbankan
81
Muhammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta: RajaGrafindoPersada,
2011), hlm. 13-14
Universitas Sumatera Utara
d. Bantuan ‘in natura’ seperti pemberian bonus uang kepada produsen ekspor
untuk setiap volume produksi yang berhasil di ekspor yang dikenal dengan
sebutan subsidi ekspor (export subsidy)
e. Biaya riset dan pengembangan terknologi. 82
Tujuan diberikannya subsidi agar mendorong pertumbuhan produksi dan
menggalakkan ekspor dan mengurangi impor. Subsidi pada prinsipnya tidak
dilarang, akan tetapi perlu adanya pembatasan agar mencegah timbulnya penyalah
gunaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara lain. Dalam perdagangan
internasional subsidi merupakan suatu perbuatan yang tidak fair (unfair practices)
yang dapat merugikanpihak-pihak yang terkena perbuatan praktik subsidi.Praktik
subsidi mengeleminasi persaingan yang wajar dalam mekanismepasar sehingga
dapat melumpuhkan iklim usaha yang kompetitif yangmengakibatkan rusaknya
tatanan hubungan dagang yang fair. 83
Kriteria subsidi yang masuk dalam pengawasan WTO, diatur dalam Article
1 Agreement on Subsidies and Countervailing Measures GATT/WTO 1994,
adalah sebagai berikut:
a. Kontribusi finansial yang berasal dari pemerintah seperti, hibah, pinjaman,
penyertaan modal, pengalihan kewajiban atau modal, pengalihan pemasukan
kas negara, penghapusan pajak,
b. Khusus bidang pertanian, subsidi dianggap jika terdapat apa yang disebut
price support atau income support,
c. Subsidi harus menimbulkan keuntungan bagi pihak yang menerima,
82
83
Muhammad Sood. Op.Cit, hlm. 189
Ida Bagus Wyasa Putra, Op.Cit, hlm. 94
Universitas Sumatera Utara
Subsidi tersebut harus bersifat spesifik, artinya subsidi itu memang diberikan
pemerintah hanya kepada sebuah perusahaan atau industri, atau sekelompok
perusahaan atau sekelompok industri. 84
2. Tujuan dari Tindakan Imbalan
Subsidi adalah suatu pemberian (kontibusi) dalam bentuk uang atau
finansial yang diberikan oleh pemerintah atau suatu badan umum (public body).85
Kontribusi pemerintah tersebut dapat berupa antara lain, penyerahan dana secara
langsung seperti hibah, pinjaman, dan penyertaan, pemindahan dana atau jaminan
langsung atas hutang : hilangnya pendapatan pemerintah atau pembebasan fiskal
(seperti keringanan pajak), penyediaan barang atau jasa diluar prasarana umum
atau pembelian barang, pemerintah melakukan pembayaran pada mekanisme
pendanaan atau memberikan otorisasi kepada suatu badan swasta untuk
melaksanakan tugas pemerintah dalam hal penyediaan dana. Disamping hal
tersebut, semua bentuk income dan price support juga merupakan subsidi apabila
bantuan tersebut menimbulkan suatu keuntungan.
Tindakan
konkret
untuk
mengkompensasikan
dampaknya,
dalam
contervailing duty, seperti juga halnya anti-dumping terhadap duty yang
diterapkan dumping, ditujukan terhadap produk yang memperoleh unfair
advantage tersebut. Sebagai konsekuensi, inside dari tindakan balsan tersebut
ditujukan terhadapat perusahaan yang memperoleh subsidi karena countervail
yang dikenakan akan mempunyai dampak langsung terhadap perusahaan yang
memperoleh subsidi. 86
84
Muhammad sood. Op.Cit, hlm. 195
Erwan, “Pengantar Mengenai Subsidi dan Contervailling Di Dalam Perdagangan”
melalui https://wordpress.com, diakses tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib.
86
Ibid.
85
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian
tentang
mengenai
subsidi
dan
tindakan
imbalan
(countervailing) diatur tersendiri dalam Perjanjian tentang Subsidi dan Tindakan
Countervailing yang dimaksudkan untuk mengembangkan Agreement on
Interpretation and Application Pasal VI, XVI dan XXIII yang dinegosiasikan
dalam Putaran Tokyo (Tokyo Round Subsidies Code). Berbeda dengan peraturan
sebelumnya,
perjanjian
tersebut
memperkenalkan
definisi
subsidi
dan
memperkenalkan konsep subsidi khusus.
Definisi subsidi mengandung tiga elemen dasar yang harus terpenuhi,
yaitu:
87
a. Kontribusi keuangan
b. Oleh pemerintah atau badan publik dalam wilayah anggota WTO
c. Yang memberikan manfaat. Dengan kata lain, subsidi yang tersedia hanya
untuk suatu perusahaan atau industri atau kelompok perusahaan atau industri
dalam yurisdiksi kewenangan pemberian subsidi.
Salah satu bagian dari perjanjian tersebut menyangkut penggunaan
tindakan imbalan (countervailing) atas barang impor bersubsidi. Ketentuan
tersebut mengatur mengenai inisiasi kasus tindakan imbalan, penyelidikan oleh
otoritas nasional dan aturan penetapan bukti-bukti untuk memastikan bahwa
semua pihak yang berkepentingan dapat menyajikan informasi dan argumen yang
jelas. Perhitungan jumlah subsidi juga diatur dalam ketentuan sebagai dasar untuk
penentuan kerugian pada industri dalam negeri. Semua faktor ekonomi yang
relevan harus diperhitungkan dalam menilai keadaan suatu industri dan hubungan
sebab akibat harus terpenuhi antara impor bersubsidi dan dugaan kerugian.
87
Kemendag, “Analisis Kebijakan Pengamanan”, melalui http://www.go.id, diakses
tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib
Universitas Sumatera Utara
Investigasi tindakan imbalan akan segera diakhiri dalam kasus di mana
jumlah subsidi adalah de minimis (subsidi kurang dari 1% ad valorem) atau di
mana volume impor bersubsidi aktual atau potensial maupun kerugian dapat
diabaikan. Kecuali dalam keadaan luar biasa, investigasi harus dapat disimpulkan
dalam waktu satu tahun setelah inisiasi dan tidak boleh melebihi 18 bulan. Hal ini
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
34 Tahun 2011 Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan
Pengamanan Perdagangan yang menentukan bahwa penyelidikan tidak dapat
dilakukan atau segera harus dihentikan terhadap eksportir, eksportir produsen,
atau negara pengekspor tertentu apabila KADI menemukan: 88
a. Jumlah Subsidi kurang dari 1% ad valorem;
b. Volume impor barang yang mengandung subsidi yang secara nyata ataupun
potensial sedemikian kecil sehingga dapat diabaikan
Semua bea masuk imbalan (countervailing duties) harus dihentikan dalam
waktu 5 tahun dari tanggal pengenaan kecuali countervailing duties pihak yang
berwenang menentukan bahwa berdasarkan review menjelang berakhirnya
pengenaan bea masuk imbalan akan cenderung mengarah pada berlanjutnya atau
berulangnya subsidi dan kerugian.
Perjanjian tersebut mengakui bahwa subsidi dapat memainkan peran
penting dalam program pembangunan ekonomi negara-negara berkembang dan
negara-negara transisi dari sistem ekonomi terpusat ke sistem ekonomi pasar.
Negara-negara kurang berkembang dan negara-negara berkembang yang memiliki
88
Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
GNP per kapita kurang dari USD 1.000 dibebaskan dari ketentuan subsidi ekspor
dan memiliki pengecualian terikat waktu dari subsidi terlarang lainnya. Untuk
negara-negara berkembang lainnya, larangan subsidi ekspor akan berlaku 8 tahun
setelah berlakunya perjanjian pembentukan WTO, dan mereka memiliki
pembebasan terikat waktu dari subsidi terlarang lainnya. Investigasi tindakan
imbalan suatu produk yang berasal dari anggota negara berkembang akan
dihentikan jika tingkat keseluruhan subsidi tidak melebihi 2% (dari negara-negara
berkembang tertentu sebesar 3%) dari nilai produk, atau jika volume impor
bersubsidi kurang dari 4% dari total impor untuk produk sejenis. Untuk negaranegara transisi, subsidi yang dilarang harus dihapus dalam jangka waktu 7 tahun
sejak tanggal berlakunya perjanjian. 89
3. Syarat-Syarat dalam Menggunakan Tindakan Imbalan
Menurut Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (Article 3
– Article 8) bahwa jenis subsidi meliputi :
32
a. Subsidi yang terlarang dalam Article 3 yaitu :
1) Kelompok subsidi yang diberikan kepada pelaksana ekspor misalnya
subsidi ekspor (yang berhubungan dengan kinerja ekspor). Larangan
subsidi ekspor ini tidak berlaku untuk negara yang tergolong sangat
terbelakang, dan untuk negara berkembang dalam jangka waktu 8 tahun
terhitung sejak berlakunya persetujuan WTO mengenai subsidi tersebut.
2) Kelompok subsidi yang diberikan untuk pemakaian produk lokal
(penggunaan barang dalam negeri) sebagai pengganti produk impor.
89
Kemendag, “Analisis Kebijakan Pengamanan”, melalui http://www.go.id, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
Larangan subsidi ini tidak berlaku bagi negara berkembang dalam jangka
waktu 5 tahun, dan negara terbelakang selama jangka waktu 8 tahun sejak
berlakunya persetujuan WTO
b. Subsidi yang dapat terkena tindakan, Article 5 :
Kelompok subsidi jenis ini adanya kemungkinan terkena sanksi apabila :
1) Mengakibatkan kerugian industri dalam negeri dari negeri yang
mengimpor produk yang disubsidi tersebut
2) Menghilangkan atau merusak keuntungan baik secara langsung maupun
tidak langsung yang seharusnya dinikmatinya oleh negara lain
c. Subsidi yang tidak terkena tindakan,Article 8 :
Kelompok subsidi jenis ini meliputi :
1) Subsidi yang tidak spesifik. 90 Subsidi yang tidak spesifik adalah subsidi
yang khusus diberikan untuk riset dan pengembangan, subsidi untuk
daerah miskin yang terbelakang dan bantuan yang ditujukan untuk proses
adaptasi.
2) Subsidi berupa bantuan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan,
universitas, lembaga penelitian, sepanjang besarnya bantuan itu tidak
melebihi 75% dari biaya penelitian industry.
3) Subsidi untuk wilayah yang terbelakang, sepanjang kriteria daerah
terbelakang itu disusun secara objektif, transparan, dan eksplisit melalui
peraturan perundang-undangan dengan
menggunakkan tolok
ukur
pembangunan ekonomi yang minimal terdiri dari faktor pendapatan per
kapita, angka pengangguran
90
Article 2 Agreement on Subsidies and Countervailing Measures
Universitas Sumatera Utara
4) Subsidi untuk membantu penyesuaian fasilitas persyaratan lingkungan
hidup sesuai dengan undang-undang, sepanjang bantuan itu hanya untuk
satu kali saja dan besarnya 20% dari biaya yang dibutuhkan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan, bahwa syarat-syarat dalam menggunakan tindakan imbalan adalah
terhadap barang impor selain dikenakan Bea Masuk dapat dikenakan Bea Masuk
Imbalan, jika: 91
a. Barang yang diimpor mengandung subsidi di negara pengekspor;
b. Impor barang sebagaimana dimaksud pada huruf a menyebabkan Kerugian.
Produsen dalam negeri barang sejenis dan/atau asosiasi produsen dalam
negeri barang sejenis dapat mengajukan permohonan terhadap barang impor
selain dikenakan bea masuk dapat dikenakan bea masuk imbalan dilakukan secara
tertulis kepada KADI untuk melakukan penyelidikan dalam rangka pengenaan
tindakan imbalan atas barang impor yang diduga mengandung subsidi yang
menyebabkan kerugian.
4. Proses Pemeriksaan dan Pengambilan Keputusan Tindakan Imbalan
Sesuai dengan tujuan pemberian subsidi, yaitu untuk merangsang kegiatan
ekspor, maka pemerintah masih diperbolehkan memberikan subsidi kepada pelaku
ekonomi sebatas subsidi tersebut untuk produk primer, misalnya untuk
mendukung pengembangan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan.
91
Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
Sementara subsidi untuk produk non-primer, yaitu produk lain diluar pertanian,
perikanan, dan kehutanan tidak diperbolehkan karena berindikasi menimbulkan
dampak kerugian terhadap negara lain.
Dalam usaha pemberian subsidi untuk mendorong pertumbuhan ekspor,
pemerintah suatu negara wajib memberitahukan terlebih dahulu secara tertulis
kepada para eksportirnya. Pemberitahuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi
industri domestik negara pengimpor bagi subsidi produksi. Adapun syarat yang
harus dipenuhi oleh pelapor adalah sebagai berikut :
a. Pemberitahuan tersebut harus dilakukan secara tertulis
b. Pemberitahuan harus berisi :
1) Jumlah produk yang diberikan subsidi
2) Nilai subsidi
3) Keadaan-keadaan yang dijadikan alasan diberikannya subsidi
Kewajiban untuk memberitahukan dalam rangka melindungi industri
domestik sebagaimana diatur dalam Article XVI, selain kurang mempunyai
kekuatan hukum dan cenderung untuk tidak ditaati, ketentuan ini pun tidak
mempunyai kepastian hukum dan seolah-olah hanya merupakan anjuran saja.
Ketentuan ini hanya menggambarkan bahwa subsidi yang diberikan kepada
produsennya harus benar-benar beritikad baik. Apabila suatu negara enggan
memberitahukan perlakuan subsidi yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara
lain karena tidak ada sanksi hukum jika dilanggar, maka sanksi satu-satunya
adalah kemungkinan untuk dikenakan tindakan balasan oleh negara yang
dirugikan. Begitu pula jika negara yang bersangkutan memberitahukan tentang
Universitas Sumatera Utara
adanya subsidi juga akan diancam dengan sanksi yang sama. Dengan tidak adanya
kekuatan hukum mengenai kewajiban pemberitahuan tersebut, sehingga suatu
negara cenderung tidak mempergunakan prosedur.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan, bahwa: 92
a. Dalam
hal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1)
diterima
secara
lengkap,
KADI
memberitahukan
mengenai
adanya
permohonan kepada pemerintah negara pengekspor.
b. Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) diterima
secara lengkap, KADI:
1) Melakukan kajian atas kecukupan dan ketepatan bukti awal yang
disampaikan dalam permohonan;
2) Memberikan keputusan:
a) Menolak, dalam hal permohonan tidak memenuhi ketentuan Pasal 39
dan Pasal 41 ayat (1) huruf a; atau
Menerima dan menetapkan dimulainya penyelidikan, dalam hal permohonan
memenuhi ketentuan Pasal 39 dan Pasal 41 ayat (1) huruf a.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan
Antidumping,
Tindakan
Imbalan,
dan
Tindakan
Pengamanan
Perdagangan menentukan : 93
92
Pasal 42 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
a. Penyelidikan dalam rangka pengenaan tindakan imbalan dimulai pada saat
diumumkan kepada publik. Selain diumumkan kepada publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), KADI memberitahukan dimulainya penyelidikan
kepada:
1) Eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui
pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di
negara pengekspor, importir, dan pemohon, dalam hal penyelidikan
dilakukan berdasarkan permohonan; atau
2) Eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui
pemerintah negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di
negara pengekspor, importir, dan Industri Dalam Negeri, dalam hal
penyelidikan dilakukan berdasarkan inisiatif KADI.
b. Penyelidikan berakhir pada tanggal laporan akhir hasil penyelidikan.
Pasal 44 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 94
(1) Penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dilakukan dalam jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal penyelidikan
dimulai.
(2) Dalam keadaan tertentu, jangka waktu penyelidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diperpanjang menjadi paling lama 18 (delapan belas)
bulan.
93
Pasal 43 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
94
Pasal 44 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
(3) Apabila dalam masa penyelidikan tidak ditemukan adanya bukti Barang
Subsidi
yang
menyebabkan
Kerugian,
KADI
segera
menghentikan
penyelidikan dan melaporkan kepada Menteri.
(4) Penghentian penyelidikan harus segera diberitahukan kepada eksportir
dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah negara
pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara pengekspor,
pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir disertai dengan alasan.
Pasal 45 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 95
(1) KADI menyampaikan laporan akhir hasil penyelidikan kepada Menteri dan
kepada eksportir dan/atau produsen secara langsung atau melalui pemerintah
negara pengekspor, perwakilan Negara Republik Indonesia di negara
pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir dalam jangka
waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal penyelidikan
berakhir.
(2) Dalam hal yang menyebabkan Kerugian, KADI menyampaikan besarnya
Subsidi laporan akhir hasil penyelidikan terbukti adanya barang mengandung
Subsidi Neto dan merekomendasikan kepada Menteri mengenai pengenaan
Bea Masuk Imbalan.
(3) Dalam hal laporan akhir hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang
mengandung Subsidi yang menyebabkan Kerugian, KADI melaporkan kepada
Menteri mengenai penghentian penyelidikan.
95
Pasal 45 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
Dalam menyelidiki Kerugian, KADI wajib mengevaluasi faktor ekonomi
yang terkait dengan kondisi Industri Dalam Negeri dan faktor lain yang relevan. 96
Pasal 52 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 97
(1) Apabila dalam masa penyelidikan, KADI menemukan bukti permulaan yang
cukup mengenai adanya barang mengandung Subsidi yang menyebabkan
Kerugian, KADI dapat menyampaikan laporan sementara hasil penyelidikan
dan merekomendasikan kepada Menteri untuk mengenakan Tindakan
Sementara.
(2) Laporan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan kepada
eksportir dan/atau eksportir produsen secara langsung atau melalui pemerintah
negara pengekspor, pemohon atau Industri Dalam Negeri, dan importir.
(3) Menteri menyampaikan rekomendasi KADI sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) kepada menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian yang
terkait dengan Barang Yang Diselidiki untuk memperoleh pertimbangan
dalam rangka kepentingan nasional.
(4) Menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non kementerian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) memberikan pertimbangan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal surat Menteri
mengenai permintaan pertimbangan.
(5) Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) menteri dan/atau kepala lembaga pemerintah non
96
Pasal 51 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
97
Pasal 52 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
kementerian yang terkait dengan Barang Yang Diselidiki tidak menyampaikan
pertimbangan, maka menteri dan/atau kepala lembaga pemerintahan non
kementerian dianggap menyetujui rekomendasi KADI.
(6) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam
jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal
rekomendasi KADI, Menteri memutuskan untuk menerima atau menolak
rekomendasi KADI.
(7) Dalam hal Menteri menerima rekomendasi KADI, Menteri dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan kepada menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan mengenai
keputusan:
a. Besarnya pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara yang jumlahnya
paling tinggi sama dengan Subsidi Neto; dan
b. Jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara.
(8) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
menetapkan besaran tarif dan jangka waktu pengenaan Bea Masuk Imbalan
Sementara sesuai dengan keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal diterimanya surat Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(9) Penetapan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(8)
harus
dengan
mempertimbangkan kemudahan pelaksanaan pemungutan Bea Masuk Imbalan
Sementara.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 53 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 98
(1) Tindakan Sementara dikenakan paling cepat 60 (enam puluh) hari terhitung
sejak tanggal dimulainya penyelidikan dan berlaku untuk jangka waktu paling
lama 4 (empat) bulan.
(2) Pelunasan pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara dapat dilakukan dengan
cara:
a. Pembayaran sebesar Bea Masuk Imbalan Sementara; atau
b. Penyerahan jaminan dalam bentuk uang tunai, jaminan bank, atau jaminan
dari perusahaan asuransi, sebesar Bea Masuk Imbalan Sementara.
(3) Cara pelunasan pengenaan Bea Masuk Imbalan Sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam penetapan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (8).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelunasan pengenaan Bea Masuk
Imbalan Sementara diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan
Pasal 54 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan menentukan : 99
98
Pasal 53 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan
99
Pasal 54Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2011 Tentang
Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan menentukan
Universitas Sumatera Utara
(1) Menteri memutuskan penghentian Tindakan Sementara apabila laporan akhir
hasil penyelidikan tidak terbukti adanya barang mengandung Subsidi yang
menyebabkan Kerugian.
(2) Menteri menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
tanggal laporan KADI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
(3) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan
menetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sesuai dengan keputusan
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat
Menteri oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
(4) Dalam hal ditetapkan pengakhiran Tindakan Sementara sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(3),
importir
dapat
mengajukan
permohonan
pengembalian pembayaran atau jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
53 ayat (2) kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembalian pembayaran Bea
Masuk Imbalan Sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan
peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
TINDAKAN IMBALAN (COUNTERVAILING DUTIES)
DALAM HUKUM DI INDONESIA
E. Kebijakan Pemerintah Mengenai Tindakan Imbalan (Countervailing
Duties) Dalam Perdagangan Luar Negeri menurut Undang-Undang No.7
Tahun 2014 tentang Perdagangan
Kebijakan pemerintah mengenai tindakan imbalan (countervailing duties)
dalam perdagangan internasional diartikan sebagai tindakan dan peraturan yang
dikeluarkan pemerintah untuk memengaruhi struktur, komposisi, dan arah dari
perdagangan internasional. Dengan demikian dapat dikatakan arah kebijakan
perdagangan internasional itu untuk mengatur perdagangan internasional agar
sesuai dengan yang dikehendaki pemerintah. Banyak macam atau ragam
kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah dalam bidang perdagangan
internasional.
Adapun tujuan yang akan ditargetkan pemerintah dari kebijakan
perdagangan internasional itu antara lain :
100
1. Melindungi kepentingan dalam ekonomi nasional terhadap berbagai
kemungkinan pengaruh buruk/negatif dari berbagai negara lain.
2. Melindungi kepentingan industri di dalam negeri dari berbagai kemungkinan
persaingan yang tidak sehat maupun kondisi yang kurang menguntungkan.
3. Melindungi lapangan kerja agar bisa tetap tersedia.
4. Menjaga
keseimbangan
dan
stabilitas
neraca
terhadap
pembayaran
internasional
100
http://www.artikelsiana.com//kebijakan perdagangan internasional. html, diakses
tanggal 05 April 2017 Pukul 10.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
5. Mampu mendorong laju ekspor
6. Menjaga tingkatpertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
7. Menjaga stabilitas nilai tukar atau kurs.
Kebijakan pemerintah mengenai tindakan imbalan (countervailing duties)
dalam perdagangan luar negeri menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2014
tentang Perdagangan adalah : 101
(1) Pemerintah mengatur kegiatan Perdagangan Luar Negeri melalui kebijakan
dan pengendalian di bidang Ekspor dan Impor.
(2) Kebijakan dan pengendalian Perdagangan Luar Negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan untuk:
a. Peningkatan daya saing produk Ekspor Indonesia;
b. Peningkatan dan perluasan akses Pasar di luar negeri; dan
c. Peningkatan kemampuan Eksportir dan Importir sehingga menjadi Pelaku
Usaha yang andal.
(3) Kebijakan Perdagangan Luar Negeri paling sedikit meliputi:
a. Peningkatan jumlah dan jenis serta nilai tambah produk ekspor;
b. Pengharmonisasian Standar dan prosedur kegiatan Perdagangan dengan
negara mitra dagang;
c. Penguatan kelembagaan di sektor Perdagangan Luar Negeri;
d. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang Perdagangan Luar Negeri;
dan
e. Pelindungan dan pengamanan kepentingan nasional dari dampak negatif
Perdagangan Luar Negeri.
101
Pasal 3 Undang-Undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Universitas Sumatera Utara
(4) Pengendalian Perdagangan Luar Negeri meliputi:
a. Perizinan;
b. Standar; dan
c. Pelarangan dan pembatasan.
F. Harmonisasi Kebijakan Pemerintah Mengenai Tindakan Imbalan
(Countervailing Duties) Dalam Perdagangan Luar Negeri Menurut
Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Lahirnya WTO membawa dampak pada usaha-usaha harmonisasi
pengaturan tarif yang dibahas dalam perundingan-perundingan. Perundingan
perdagangan internasional sebelum Putaran Uruguay dan terbentuknya WTO
1994, para peserta lebih banyak membahas mengenai upaya penurunan tarif
impor, sedangkan masalah non-tarif baru dibahas setelah perundingan Tokyo
Round 1973. Adapun perundingan tersebut yaitu : 102
a. Perundingan Jenewa tahun 1947
Tahun 1947 GATT berhasil dibentuk melalui perundingan yang
diselenggarakan di Jenewa (Swiss) yang disebut dengan putaran Perundingan
Jenewa 1947 (GATT Conference 1947). Perundingan tersebut merupakan
perundingan putaran pertama GATT yang diikuti oleh 23 negara peserta yang
dalam perundingan tersebut, negara-negara peserta menyetujui konsesi penurunan
tarif sebanyak 45.000 produk dengan nilai sebesar 10 miliar, mewakili separuh
perdagangan dunia.
b. Perundingan Annecy 1949
102
Muhamad Sood, Op. Cit., hlm. 54-67.
Universitas Sumatera Utara
Perundingan GATT putaran kedua diselenggarakan di Annecy (Prancis)
tahun 1949, sehingga dikenal dengan Perundingan Annecy Round 1949.
Perundingan tersebut diikuti oleh 33 negara peserta, dan berhasil menyepakati
penambahan penurunan bea masuk sekitar 5.000 tarif.
c. Perundingan Torquay 1950-1951
Tahun 1955 perundingan GATT diselenggarakan di Torquay (Inggris)
yang dikenal dengan perundingan Torquay Round 1951. Perundingan putaran
ketiga ini diikuti oleh 34 negara peserta. Dalam perundingan ini, upaya penurunan
tingkat tarif sebesar 25% dari tingkat tarif 1998, dilakukan dengan merundingkan
konsesi penurunan tarif produk demi produk dari 45.000 (Perundingan Jenewa)
menjadi 55.000 produk.
d. Perundingan Jenewa 1955-1956
Tahun 1955 kembali diselenggarakan perundingan GATT di Jenewa yang
dikenal dengan Jenewa Round 1955-1956. Perundingan ini sifatnya lebih terbatas,
karena diikuti oleh 22 negara peserta. Nilai perdagangan yang disepakati dalam
perundingan ini adalah AS $ 2,5 miliar.
e. Perundingan Dillon Round 1961-1962
Tahun 1961-1962 diselenggarakan perundingan Dillon Round (Dillon
1961-1962). Perundingan ini diselenggarakan di Jenewa atas prakarsa Menteri
Keuangan Amerika Serikat, Do