METACOGNITIVE AWARENESS : SEBUAH UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI | Sumaryati | Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Akuntansi dan Keuangan 6718 14274 1 SM

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

METACOGNITIVE AWARENESS :
SEBUAH UPAYA OPTIMALISASI KUALITAS
PEMBELAJARAN AKUNTANSI
Sri Sumaryati*
*Pendidikan Akuntansi, FKIP, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Email korespondensi: thathikfkip@gmail.com
ABSTRAK
Pemahaman dan pembiasaan strategi metakognisi sangat dibutuhkan bagi seseorang yang
sedang melakukan proses pembelajaran. Strategi ini memfasilitasi seseorang untuk mampu
mengontrol pembelajarannya dalam hal ini merencanakan, memonitoring dan mengevaluasi
proses belajarnya agar dapat berjalan efektif dan efisien. Individu yang sudah terbiasa
menggunakan strategi ini akan menemukan cara yang tepat dalam memahami sesuatu,
mengembangkan cara memecahkan masalah serta kemampuan melakukan self asesmen. Tujuan
penulisan artikel ini adalah menawarkan suatu strategi yang mampu membantu pebelajar dalam
mengoptimalkan kualitas proses belajarnya. Artikel ini ditulis berdasarkan hasil review
literature yang relevan. Artikel ini menyimpulkan bahwa strategi metakognitif dapat
dikembangkan melalui pengalaman belajar secara berkelanjutan sejak mahasiswa baru masuk

perguruan tinggi sampai mereka lulus.
Kata kunci: Metacognitive, pembelajaran akuntansi

PENDAHULUAN
Proses pembelajaran yang dilaksanakan berhubungan dengan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor dan disertai pembelajaran metakognitif akan memungkinkan
peningkatan kesadaran siswa terhadap apa yang telah dipelajari. Hasil belajar siswa
dapat dikatakan berkualitas apabila siswa secara sadar mampu mengontrol proses
kognitifnya secara berkesinambungan dan berdampak pada peningkatan kemampuan
metakognitif.
Pemerintah selalu mengadakan pembaruan dalam banyak hal sebagai salah satu
upaya pemerintah dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
pendidikan. Pembaharuan yang telah dilakukan, di antaranya penyempurnaan
Kurikulum Sekolah Menengah Atas Tahun 2004 (Depdiknas, 2003). Kurikulum 2004
disempurnakan untuk mengem-bangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar ke
dalam Kurikulum operasi-onal tingkat satuan pendidikan, disebut Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan dan disingkat KTSP (Mulyasa, 2006:24). Pemerintah telah berusaha
untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia dalam rangkan meningkatkan kuantitas dan
307


PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

kualitas guru, penyiapan bahan ajar, mengembangkan pemanfaatan lembar kerja siswa,
dan lain-lain. Namun, masalah pembelajaran yang memanfaatkan

kemampuan

metakognitif belum banyak terungkap. Proses pembelajaran dan pendidikan yang
berkualitas terkait dengan kemampuan berpikir. Pembelajaran selama ini belum
membelajarkan siswa untuk memiliki kemampuan berpikir, menyadari apa yang telah
dipelajari, memberdayakan siswa berpikir kreatif dan antusias serta termotivasi untuk
mengetahui objek belajarnya melalui pelibatan aktif belajar, baik memecahkan masalah
nyata dalam kehidupannya, maupun merangsang siswa untuk selalu tanggap terhadap
permasalahan yang ada di ling-kungan sekitarnya (Winarno, Susilo, dan Soebagio,
2000). Peningkatan kemampuan metakognitif secara signifikan merupakan efek yang
dihasilkan dari pembelajaran, baik pada diri siswa, lembaga maupun masyarakat,
karena itu perlu dipertimbangkan strategi pembelajaran yang berpotensi untuk
mengungkap kemampuan metakognitif.

Menurut Costa (1985) dalam proses pembelajaran ada 3 pengajaran berpikir,
yakni teaching of thinking, teaching for thinking, dan teaching about thinking. Pada
teaching of thinking. Pada kenyataan dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mungkin
melepaskan 3 aspek itu, antara teaching of thinking, teaching for thinking, dan teaching
about thinking terkait sangat erat, bahkan tak dapat dipisahkan (Sanjaya, 2006:106).
Jika ketiga aspek itu disinergikan dalam sebuah proses pembelajaran di rumah maupun
di sekolah, maka dapat dipastikan

kemampuan berpikir siswa akan terfasilitasi.

Kemampuan berpikir yang diperlukan pada era globalisasi adalah terkait kemampuan
berpikir tentang proses berpikir yang melibatkan berpikir tingkat tinggi dan dikenal
dengan metakognisi (Phillips, Tanpa tahun). Eggen dan Kauchak (1996: 54)
menyatakan bahwa berpikir tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif dan berpikir kritis,
yang mencakup kombinasi antara pemahaman mendalam terhadap topik-topik khusus,
kecakapan menggunakan proses kognitif dasar secara efektif, pemahaman dan kontrol
terhadap proses kognitif dasar (metakognisi), maupun sikap dan pembawaan.

Pendekatan Metakognitif
Weinert dan Kluwe (1987) menyatakan bahwa metakognisi adalah secondorder cognition yang memiliki arti berpikir tentang berpikir, pengetahuan tentang


308

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

pengetahuan, atau refleksi tentang tindakan- tindakan. Metakognisi sangat diperlukan
bagi seorang individu untuk dapat mengelola pembelajarannya. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Gardner dalam Schraw (1998) bahwa “Metacognition is necessary to
understand how the task was performed”. Pemahaman metakognisi sendiri dibedakan
dalam knowledge of cognition dan regulation of cognition. Dalam knowledge of cognition
seorang individu akan mengetahui tentang cara berpikirnya secara umum.
Woolfolk (1995) menjelaskan bahwa setidaknya terdapat dua komponen terpisah
yang terkandung dalam metakognisi, yaitu pengetahuan deklaratif dan prosedural
tentang keterampilan, strategi, dan sumber yang diperlukan untuk melakukan suatu
tugas. Mengetahui apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya, mengetahui
prasyarat untuk meyakinkan kelengkapan tugas tersebut, dan mengetahui kapan
melakukannya. Pengetahuan deklaratif merupakan pengetahuan seseorang sebagai
seorang pelajar tentang faktor-faktor yang akan mempengaruhi performancenya, atau

dengan kata lain pengetahuan deklaratif merupakan “knowing about things”.
Lebih jauh lagi, Brown (Weinert dan Kluwe, 1987) mengemukakan bahwa
proses atau keterampilan metakognitif memerlukan operasi mental khusus yang
dengannya seseorang dapat memeriksa, merencanakan, mengatur, memantau,
memprediksi, dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri. Menurut Flavell
(Weinert dan Kluwe, 1987), bentuk aktivitas memantau diri (self monitoring) dapat
dianggap sebagai bentuk metakognisi. Dalam

sudut

pandang

yang

lain, Tim

MKPBM (2001) memandang metakognitif sebagai suatu bentuk kemampuan untuk
melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara
optimal. Para peserta didik dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan
dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat siswa mengetahui kesalahannya,

mereka

sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha

untuk

memperbaikinya.
Suzana (2004: B4-3) mendefinisikan pembelajaran dengan pendekatan
keterampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran
bagaimana merancang, memonitor, serta mengontrol tentang apa yang mereka ketahui;
apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran
dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa;

309

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk

mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar matematika. Sejalan
dengan itu pula, Nindiasari (2004) menyatakan bahwa pembelajaran dengan
pendekatan

keterampilan metakognitif sangat penting untuk mengembangkan

kemampuan siswa dalam mempelajari strategi kognitif. Contoh dari strategi kognitif ini
antara lain: bertanya pada diri sendiri, memperluas aplikasi-aplikasi tersebut, dan
mendapatkan pengendalian kesadaran atas diri mereka.
Ada dua konteks yang mesti dipahami agar siswa mampu belajar secara baik
dalam

proses

pembelajaran

dengan

menggunakan


pendekatan

keterampilan

metakognitif, yaitu siswa dapat memahami dan menggunakan strategi kognitif dan
strategi kognitif metakognitif selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut
Hartono

(Nindiasari,

keterampilan-

2004),

keterampilan

pengertian strategi kognitif adalah, “Penggunaan

intelektual


secara

tepat

oleh

seseorang

dalam

mengorganisasi aturan-aturan ketika menanggapi dan menyelesaikan soal”, sedangkan
strategi kognitif metakognitif adalah mengontrol seluruh aktivitas belajarnya, bila perlu
memodifikasi strategi yang biasa digunakan untuk mencapai tujuan. Bila diterapkan
dalam belajar, anak bertanya pada dirinya sendiri untuk menguji pemahamannya
tentang materi yang dipelajari.
Selain dengan latihan, belajar juga merupakan metakognisi melalui aktivitas yang
digunakan yaitu mengatur dan memantau proses belajar. Adapun kegiatannya menurut
Flavell (Weinert dan Kluwe, 1987) mencakup perencanaan, monitoring, dan
memeriksa hasil. Kegiatan-kegiatan metakognitif ini muncul melalui empat situasi,
yaitu: (1) peserta didik diminta untuk menjustifikasi suatu kesimpulan atau

mempertahankan sanggahan, (2) situasi kognitif dalam mengahadapi suatu masalah
membuka peluang untuk merumuskan pertanyaan, (3) peserta didik diminta untuk
membuat kesimpulan, pertimbangan, dan keputusan yang benar sehingga diperlukan
kehati-hatian dalam memantau dan mengatur proses kognitifnya, dan (4) situasi peserta
didik dalam kegiatan kognitif mengalami kesulitan, misalnya dalam pemecahan
masalah.
Aspek metakognitif sebagai

bagian terkait

dari pembelajaran

dengan

menggunakan pendekatan keterampilan metakognitif sangat penting untuk dapat

310

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN

“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

dikembangkan agar mahasiswa mampu memahami dan mengontrol pengetahuan
yang telah didapatnya dalam
metakognitif

kegiatan

yang dikemukakan

pembelajaran. Adapun

oleh

Flavell

aspek

aktivitas

(Maulana, 2008:10) adalah: (1)

kesadaran mengenal informasi, (2) memonitor apa yang mereka ketahui dan bagaimana
mengerjakannya dengan mempertanyakan diri sendiri dan menguraikan dengan katakata sendiri untuk simulasi mengerti, (3) regulasi, membandingkan dan membedakan
solusi yang lebih memungkinkan. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan oleh
Borkwoski; Borkwoski, Johnson, & Reid; Pressley et al., 1987; Torgosen; Wong
(Jacob, 2003: 17-18), bahwa dosen mengajar mahasiswa untuk merancang, memonitor,
dan merevisi kerja mereka sendiri mencakup tidak hanya membuat mahasiswa sadar
tentang apa yang mereka perlukan untuk mengerjakan apabila mereka gagal untuk
memahami.
Bagaimana siswa secara berangsur-angsur menguasai keterampilan metakognisi
ini mungkin memerlukan suatu proses yang cukup lama. Namun demikian, pendidik
(dosen/guru) dapat memulai lebih awal di sekolah atau perguruan tinggi, dengan
model keterampilan

ini,

dengan

secara

spesifik

melatih siswa dalam

keterampilan dan strategi khusus (seperti perencanaan atau evaluasi, analisis masalah),
dan dengan struktur mengajar mereka sedemikian sehingga para siswa terfokus pada
bagaimana mereka belajar dan juga pada apa yang mereka pelajari (Jacob, 2000: 444)

Macam Metakognitif
Istilah “metakognitif “ pertama kali dikemukakan oleh John Flavel, (1979).
Menurut Flavel (1979) in Livington (1997), metakognitif terdiri dari metacognitive
knowledge dan metacognitive experiences atau regulation.
1.Metacognitive knowledge
Metacognitive Knowledge adalah pengetahuan atau keyakinan seseorang tentang
faktor-faktor yang dapat digunakan untuk mengendalikan proses kognitifnya
(berpikir). Metacognitive knowledge dibagi menjadi tiga macam, yaitu awareness of
knowledge/person variables, awareness of thinking / task variables, dan awareness of
thinking/strategy

variables.

Pertama,

awareness

of

knowledge/person

variables mengacu kepada pemahaman tentang apa yang orang ketahui, apa yang orang
tidak ketahui, dan apa yang orang ingin ketahui. (“Saya mengetahui dan memahami
311

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

bahwa tanam-tanaman memerlukan sinar matahari, namun saya tidak mengetahui
mengapa mereka membutuhkannya?”) Juga termasuk dalam kelompok ini adalah
kesadaran akan keberadaan pengetahuan yang dimiliki orang lain. (“Saya tahu dia
memahami akuntansi secara mendalam, karena itu saya akan meminta ia menjelaskan
masalah akuntansi ini kepada saya”). Dengan kata lain, awareness of knowledge/person
variables berkaitan dengan pengetahuan atau keyakinan seseorang tentang dirinya
sebagai pemikir atau pembelajar dan apa yang ia yakini tentang proses berpikir yang
ada pada orang lain. Awareness of knowledge/person variables juga berkaitan dengan
pengetahuan bagaimana manusia belajar dan memproses informasi, juga pengetahuan
seseorang akan proses belajar dirinya. Misalnya, sesesorang mungkin menyadari bahwa
waktu belajar dan hasil belajarnya akan lebih produktif bila dia belajar di perpustakaan
yang senyap dari pada

belajar di rumah yang banyak gangguannya. Contoh lain,

sesesorang yakin bahwa dia akan belajar lebih baik bila belajar sambil menulis dari
pada

hanya

mendengar

ceramah.

Kedua, Awareness

of

thinking

/

task

variables berkenaan dengan pengetahuan atau semua informasi tentang sifat tugas yang
diperintahkan untuk diselesaikan. Pengetahuan dan informasi ini akan memandu siswa
dalam mengerjakan tugas tersebut dan menyediakan informasi tentang tingkat
keberhasilan yang mungkin dicapai. Misalnya, seorang siswa akan menyadari bahwa ia
akan memerlukan waktu yang lebih panjang untuk menulis essay tentang suatu masalah
yang berkaitan dengan sains daripada menulis essay narasi tentang hari ulang tahun
dirinya. Contoh lain, membaca dan memahami isi sebuah novel lebih mudah dari pada
membaca

dan

memahami

buku

teks

tentang

ilmu

pengetahuan

sosial.

Ketiga, Awareness of thinking/strategy variables berkaitan dengan pengetahuan strategi
kognitif dan metakognitif, serta pengetahuan tentang situasi kapan dan dimana saat
yang tepat untuk menggunakan kedua strategi tersebut. (“Saya mengalami kesulitan
membaca artikel ini, Saya sebaiknya meringkas apa yang saya baca pada bagian ini
terlebih dahulu, dan baru kemudian saya melanjutkan ke bagian yang lain”) Contoh
lain, siswa akan merasa perlu mencari tahu terlebih dahulu pokok pikiran utama dari
sebuah bacaan, sebelum dapat menyimpulkan isi bacaan tersebut.

312

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

2.Metacognitive Experiences/ Regulation
Metacognitive Experiences merujuk pada tanggapan subjektif internal seseorang
terhadap pengetahuan metakognitif, berbagai tugas, atau berbagai strategi. Livingstone
(1997)

dalam

Thamraksa

experiences sebagai monitoring

(2009)

menjelaskan

phenomena yang

dapat

bahwa metacognitive

mengendalikan

aktivitas

kognitif (berpikir) dan memastikan bahwa tujuan kognitif (berpikir) telah tercapai.
Proses ini membantu mengatur dan mengelola belajar. Proses ini terdiri dari
perencanaan dan monitoring aktivitas kognitif (berpikir) serta memeriksa hasil dari
berbagai aktivitasnya. Misalnya, setelah membaca sebuah paragrap dalam sebuah teks,
seorang siswa akan menanyai dirinya tentang seluruh konsep yang dibahas di dalam
paragraph yang dibacanya karena target kognifnya (berpikir) adalah memahami isi
paragrap. Bila ia menyadari bahwa ia tidak dapat menjawab pertanyaan karena
kurangnya pemahaman, maka ia memutuskan untuk membaca ulang paragrap tersebut
agar dapat menjawab pertanyaan yang telah diajukan sebelumnya. Jika setelah ia
membaca ulang, ia dapat menjawab pertanyaan, maka ia dinyatakan telah berhasil
memahami isi paragrap. Semua proses ini menunjukkan bahwa siswa terlibat dalam
metacognitive experience dimana ia mengatur dan mengelola belajarnya melalui
bertanya pada diri sendiri (self-questioning) – strategi monitoring pemahaman
metakognitif yang lazim untuk memastikan bahwa target pemahaman kognitif (berpikir)
tercapai.
Metakognitif dan Tiga Jenis Pengetahuan
Untuk meningkatkan berbagai kemampuan metakognitif, siswa perlu memiliki
dan menyadari tentang adanya tiga macam pengetahuan, yaitu: pengetahuan deklaratif,
pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional (Ehren & Gildroy). Pengetahuan
deklaratif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan konsep, fakta, gagasan atau label.
Misalnya, saya memiliki pengetahuan deklaratif tentang menjadi pengemudi yang baik.
Saya mengetahui rambu-rambu lalu lintas. Saya mengenal berbagai alat/instrumen yang
tersedia di dashboard mobil. Saya dapat membedakan pedal rem dan pedal gas. Saya
mengetahui jarak aman antara mobil yang satu dengan mobil yang lain. Pengetahuan
prosedural adalah pengetahuan yang berkaitan dengan bagaimana seseorang melakukan
sesuatu. Pengetahuan tentang bagaimana melakukan langkah-langkah dalam suatu
proses. Saya dapat menghidupkan mesin mobil, mempercepat dan menghentikan laju

313

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

mobil dengan halus, mengemudikan, membelokkan, dan memarkir mobil dengan
cekatan. Pengetahuan kondisional adalah pengetahuan yang berkaitan dengan kontek
dan lingkungan. Karena itu, seseorang perlu menggunakan berbagai prosedur,
keterampilan dan strategi khusus yang berhubungan dengan informasi “kapan”,
“dimana” dan”mengapa” untuk mengoperasikannya. Saya dapat melakukan pengereman
kendaraan dengan cara berbeda-beda sesuai situasi dan kondisi jalan. Saya dapat
melakukan pengereman kendaraan di jalan kering dan halus, di jalan berbatu kerikil,
dan di jalan basah dan licin dengan baik sekali sehingga mobil dapat berhenti dengan
mulus. Saya juga bisa menyesuaikan kecepatan berkendaraan dan pindah jalur sesuai
dengan tuntutan jalan dan keadaan. Pemahaman tentang ketiga jenis pengetahuan ini
berkaitan dengan berbagai strategi belajar dan mata palajaran. Ketika para siswa belajar,
mereka memerlukan pengetahuan deklaratif. (1) Mereka perlu menyadari adanya
kenyataan/ fakta bahwa ada berbagai mata pelajaran. Bacaan pada masing-masing mata
pelajaran berbeda. Ada bacaan yang mudah dicerna dan ada pula bacaan yang sulit
dipahami. Demikian pula ia akan menyadari bahwa memahami argumentasi yang ada
pada novel akan lebih mudah dibandingkan dengan memahami argumentasi yang ada
pada buku sains. Mereka perlu mengetahui bahwa ada berbagai strategi mencatat yang
berbeda-beda yang dapat mereka pilih. (2) Siswa perlu mengetahui bagaimana
sesungguhnya tatacara mencatat yang efektif untuk mata pelajaran yang berbeda-beda
tingkat kesulitannya itu. Mereka memerlukan pengetahuan prosedural tentang langkahlangkah membuat catatan yang efektif untuk setiap mata pelajaran yang memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. (3) Mereka perlu mengetahui pula “kapan”, “dimana”
dan “mengapa” mereka menerapkan suatu teknik mencatat tertentu ketika mereka
belajar. Mereka memerlukan pengetahuan kondisional tentang bagaimana menerapkan
suatu teknik mencatat tertentu yang efektif. Pengetahuan tentang berbagai strategi
belajar merupakan bagian dari metakognitive knowledge dan pengetahuan tersebut juga
memerlukan kesadaran akan ketiga jenis pengetahuan, yaitu: deklaratif, prosedural dan
kondisional.

Teaching Metakognitif
Dalam mengajarkan strategi metakognitif, Thamraksa (2009) menjelaskan bahwa
seperti banyak proses yang lain, strategi metakognitif dapat diajarkan kepada para

314

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

siswa. Ada tiga pendekan untuk mengajarkan strategi metakognitif, yaitu direct
instruction, teacher modelling, dan application. Pertama,direct instruction. Guru
memberikan penjelasan gamblang tentang strategi yang hendak diajarkan. Mengapa
strategi tersebut penting dan kapan, para siswa dapat menerapkan strategi ini.
Kedua, teacher modelling. Guru dapat mendemonstrasikan strategi ini dengan
menggunakan teknik “think out loud” untuk memperlihatkan “kapan dan bagaimana”
strategi metakognitif ini digunakan. Hal penting dalam teknik ini adalah guru
memperagakan proses berpikir dengan mengatakan secara lantang apa yang sedang
berlangsung dalam pikirannya. Karena proses ini penting, maka para siswa harus
diberikan kesempatan yang luas untuk memperagakan teknik ini di bawah bimbingan
guru sehingga mereka dapat menghayati dan selanjutnya mereka dapat melakukannya
secara otomatis. Ketiga,application. Strategi application berfungsi sebagai praktek
mandiri dimana para siswa memperagakan strategi metakognitif disertai umpan balik
dari guru. Mengenal dan memperagakan strategi metakognitif akan membantu
keberhasilan siswa dalam memecahkan berbagai masalah tidak saja pada berbagai
materi pelajaran tetapi juga berbagai masalah yang akan dihadapi sepanjang hayatnya.

Strategi Metakognitif Untuk Meningkatkan Keberhasilan Belajar
Siwa yang menerapkan strategi metakognitif dengan efektif, diyakini dapat
membantu siswa mengikuti proses belajar dengan berhasil. Halter menggambarkan
strategi metakognitif sebagai berikut: Gambar 1: Penggunaan strategi metakognitif
untuk mengikuti suatu ujian tulis (Halter) Lebih lanjut , Thamraksa (2009) menguraikan
strategi

metakognitif

sebagai

berikut: 1.Mempersiapkan

dan

Merencanakan

Belajar Pada tahap ini, guru membantu siswa untuk menetapkan niat belajar. Para
siswa perlu disadarkan bahwa mereka harus bertanggungjawab akan perencanaan dan
pengaturan belajarnya sendiri. Guru dapat membantu para siswa menetapkan target
belajar, dan membuat rencana tentang tugas-tugas belajar. Dengan melibatkan para
siswa dalam persiapan dan perencanaan tujuan belajar, maka mereka akan dapat
memperkirakan apa saja kebutuhan belajar yang mesti disediakan untuk mencapai apa
yang mereka inginkan. Mereka juga dapat menentukan berbagai strategi belajar yang
akan mereka terapkan untuk mewujudkan tujuannya itu. Guru harus dapat membantu
membuat tujuan belajar sejelas mungkin karena semakin jelas tujuan yang akan dicapai,

315

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

semakin mudah untuk mengukur pencapaiannya. Misalnya, tujuan pembelajarannya
adalah siswa menulis essay di akhir pelajaran. Maka kemudian, siswa tersebut akan
membuat rencana-rencana seperti: mempersiapkan outline, mengumpulkan bahan
bacaan yang relevan, menyediakan berbagai alat tulis dan menentukan berbagai teknik
penulisan untuk membuat essay yang utuh dan padu. 2.Memilih dan menggunakan
berbagai strategi belajar Siswa harus dapat memikirkan dan membuat keputusan
secara sadar berkenaan strategi belajar yang akan dipilihnya untuk mengerjakan tugas
belajar. Ia akan menentukan dan mempertimbangkan sumber-sumber belajar yang akan
diakses. Misalnya, apakah ia akan menggunakan buku teks? Apakah ia akan mencari
buku sumber di perpustakaan ? Apakah ia akan mencari bahan bacaan di internet? Ia
juga akan memilih teman dan tempat belajar yang sesuai. Apakah ia akan belajar sendiri
atau bersama teman-teman? Apakah ia akan belajar di perpustakaan atau di rumah? Ia
juga akan menentukan kapan waktu terbaik untuk belajar dan berapa lama? Ia juga akan
menentukan prioritas dalam belajar, mengorganisasikan bahan belajar dan menentukan
strategi belajar (membuat outlining, merangkum, membuat catatan kecil, membuat mind
mapping dan lain sebagainya) yang paling sesuai dengan gaya belajarnya. Ia juga dapat
membuat jurnal harian.3.Memonitoring penggunaan strategi Bila siswa telah mulai
menggunakan sebuah strategi belajar yang dipilih sebelumnya, maka ia perlu
menanyakan pada dirinya sendiri tentang efektivitas strategi tersebut. Apakah ia akan
tetap menggunakan strategi tersebut atau mengganti dengan strategi belajar yang lain?
Dalam menulis sebuah essay, seorang siswa dapat memilih beberapa strategi. Salah
satunya adalah dengan mempertimbangkan “audiens” dan “tujuan” tulisan. Siswa
diajarkan memonitor penggunaan strategi ini dengan sekali-sekali berhenti ketika
sedang menulis, kemudian bertanya kepada dirinya tentang apa yang ia sedang
kerjakan. Dalam hal ini, siswa dapat bertanya apakah ia sudah cukup memberikan
informasi tentang latar belakang penulisan artikel ini kepada pembacanya. Apakah
uraian-uraiannya sudah cukup efektif untuk mencapai tujuan penulisan? Tahap ini dapat
juga disebut tahap refleksi. Siswa bertanya pada dirinya sendiri tentang bahan pelajaran
atau aktivitas yang dilakukannya. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan, apakah
materi ini bermakna dan bermanfaat buat saya? Bagaimana saya menguasai materi ini?
Mengapa saya merasa mudah/sukar sekali menguasai materi ini? Mengapa konsentrasi
saya menurun? dan lain sebagainya. 4.Mengevaluasi belajar diri sendiri. Dengan

316

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

mendorong siswa mengevaluasi dengan menanyakan apakah yang mereka lakukan
efektif atau tidak, guru sudah aktif terlibat dalam penerapan strategi metakognitif.
Untuk mengevaluasi hasil belajar, Anderson (2002) dalam Thamraksa (2009)
menyarankan guru meminta siswa menjawab secara sungguh-sungguh pertanyaanpertanyaan berikut: “(1) Apa yang sedang saya kerjakan? (2) Apa strategi-strategi yang
saya terapkan? (3) Seberapa baik saya menerapkan strategi-strategi tersebut? (4) Apa
hasil dari yang saya kerjakan? (5) Apa lagi yang bisa saya lakukan?” Dengan menjawab
pertanyaan tersebut di atas, siswa dapat berefleksi tentang proses belajar yang
dialaminya. Mempersiapakan dan merencanakan berkaitan dengan mengidentifikasi apa
tujuan belajar. Memilih dan menggunakan strategi tertentu berkaitan dengan pertanyaan
tentang berbagai strategi yang digunakan. Pertanyaan nomor tiga berkaitan dengan
penggunaan strategi monitoring. Sedangkan pertanyaan nomor empat dan lima
relevansinya dengan evaluasi belajar

Aktivitas untuk Meningkatkan Metakognitif
Sejalan dengan tujuan penulisan paper ini, yaitu bagaimana membantu siswa
menyadari bahwa ia memiliki kemampuan metakognitif yang dapat mengendalikan dan
memonitor proses belajarnya sendiri sehingga ia menjadi pembelajar yang berhasil.
Karena itu, guru memiliki kewajiban moral untuk mengaktifkan pembelajaran yang
melibatkan siswa untuk berefleksi atas kegiatan belajar yang mereka lakukan. Siswa
perlu didorong untuk merencanakan pembelajaran dan menentukan tujuan pembelajaran
dengan jelas, memilih strategi belajar yang sesuai dengan gaya belajarnya,
memonitoring dan mengevaluasi hasil kinerja yang dilakukannya. Thamraksa (2009)
memberikan beberapa contoh kegiatan yang dapat meningkatkan strategi metakognitif
siswa sebagai berikut: 1.Memiliki jurnal sebagai wadah refleksi Jurnal adalah sebuah
wadah dimana siswa dapat mengeksplorasi berbagai gagasan, mencatat berbagai proses
berpikir, perasaan, dan refleksi. Menulis jurnal juga dapat dijadikan alat untuk
mengembangkan keterampilan metakognitif melalui proses refleksi. Guru dapat
mendorong siswa memulai jurnalnya dengan menuliskan “apa yang mereka telah
ketahui”, dan “apa yang mereka tidak/belum ketahui” sebagai sebuah jalan untuk
memacu pengetahuan yang sebelumnya telah mereka miliki dan “apa yang mereka ingin
ketahui atau pelajari” untuk mengungkapkan harapan mereka. Guru perlu pula meminta

317

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

siswa menuliskan pandangan-pandangannya, perasaan-perasaannya, pengalamanpengalamannya, keyakinan-keyakinannya, dan sikap-sikapnya yang berkaitan dengan
pelajaran. Guru perlu juga mendorong siswa membuat catatan-catatan secara sukarela
tentang “adanya ketidak selarasan dan ketidak konsistenan yang dialaminya”,
menuliskan pandangan-pandangannya tentang bagaimana mereka telah berhasil
menghadapi berbagai kesulitan dalam proses belajar dan mengevaluasi diri mereka
sendiri sebagai pelajar.2.Menyuarakan tentang apa yang ada dipikiran Aktivitas ini
mengharuskan siswa berdialog dengan dirinya sendiri tentang proses berpikir yang
dialaminya. Ia akan berdialog dengan dirinya tentang strategi metakognitif yang
dipilihnya ketika ia terlibat dalam proses pengerjaan tugas belajar. Misalnya, sebelum
memulai tugas baca dari gurunya, ia akan berdialog dengan dirinya tentang bagaimana
ia memilih berbagai strategi yang tepat untuk melaksanakan tugas baca tersebut.
Apakah pengetahuan yang telah dimilikinya dapat membantu kelancaran tugas baca
tersebut, dan bagaimana mengantisipasi topik-topik yang ada pada bacaan. Pada saat
melaksanakan tugas baca, ia akan mengidentifikasi berbagai strategi yang sedang
diterapkannya, menganalisa berbagai kesulitan yang dialami, dan berusaha bagaimana
ia menangani kesulitan tersebut. Disamping itu, ia akan pula berdialog dengan dirinya
apakah antisipasi tentang strategi belajar yang telah dipilihnya tepat sasaran, sehingga ia
mudah mendapat pemahaman tentang isi bacaan. Apakah ia berhasil atau gagal dalam
memahami isi bacaan? Apa saja pelajaran-pelajaran yang ia peroleh setelah ia
menerapakan suatu strategi belajar tertentu dan apakah strategi tersebut dapat diterapkan
pada tugas baca berikutnya? Pendekatan berbicara pada diri sendiri sangat penting,
karena ia tidak saja memungkinkan siswa menyatakan proses metakognitifnya sendiri,
yang diawali dari perencanaan, monitoring, dan evaluasi, tetapi juga ia memungkinkan
siswa mengembangkan kosakata dalam menamai proses berpikir ketika ia
menggunakannya. 3.Mempertanyakan

diri

sendiri Dalam

aktivitas

ini,

siswa

mempertanyakan dirinya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat
meningkatkan berbagai strategi metakognitif.
Guru bertindak sebagai fasilitator yang membimbing siswa dengan pertanyaanpertanyaan reflektif yang memacu metakognitif seperti berikut:

318

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

1. Sebelum:
Ketika siswa akan melaksanakan tugas, ia dapat mengajukan pertanyaanpertanyaan sebagai berikut:
a. Apa pengetahuan yang telah saya miliki dapat membantu saya
mengerjakan tugas ini?
b. Hal apa yang saya lakukan terlebih dahulu?
c. Apa target saya dalam mengerjakan tugas ini?
d. Seberapa banyak waktu yang saya butuhkan untuk tugas ini?
2. Selama:
Ketika siswa sedang mengerjakan tugas, ia dapat mengajukan pertanyaan
sebagai berikut:
a. Bagaimana saya mengerjakan tugas ini?
b. Apakah saya mengerjakan tugas sesuai dengan ketentuan?
c. Apa strategi-strategi yang saya terapkan?
d. Haruskah saya menerapkan berbagai strategi untuk mengerjakan tugas
ini?
e. Informasi apa lagi /hal apa lagi yang saya butuhkan?
3. Setelah:
Ketika siswa mengevaluasi tugas yang telah dikerjakan, ia mengajukan
pertanyaan sebagai berikut:
a. Seberapa baik saya mengerjakan tugas ini?
b. Pelajaran apa yang saya dapatkan dari tugas ini?
c. Apakah saya mengerjakan tugas ini melampaui / kurang dari harapan
saya?
d. Perlukan saya mengulangi pekerjaan ini?
e. Apakah saya dapat mengerjakan tugas ini dengan cara yang berbeda?
Dengan mempertanyakan diri sendiri, para siswa secara terus menerus
meningkatkan kesadaran proses berpikir mereka. Proses berpikir itu dimulai
semenjak tahap awal, mempersiapkan, memonitor dan mengevaluasi
aktivitasnya.

319

PROSIDING
SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN
“Pengembangan Pendidikan Akuntansi dan Keuangan yang Berkelanjutan”

DAFTAR PUSTAKA
Chitima Thamraksa (2009) Metacognition: A Key to Success for EFL Learners
http://www.bu.ac.th/knowledgecenter/epaper/jan_june2005/chutima.pdf
Costa, A.L., (1985). Development Mind: A Resource Book for Teaching Thinking.
Alexandria: ASCD
Depdiknas, 2003 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional
Eggen, P. D. & Kauhack, D. P. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content and
Thingking Skills. Boston: Allyn and Bacon.
Flavell
&
Cindy.
1976.
Metacognition,
(Online),(http://www.google.co.id/search?hl=id&q=metacognisi&btnG.Telusu
ri+Google&meta= , diakses 5 Desember 2014).
Jacob, C. (2003). Mengajar Keterampilan Metakognitif dalam Rangka Upaya
Memperbaiki dan Meningkatkan Kemampuan Belajar Matematika. Jurnal
Matematika, Aplikasi dan Pembelajarannya, 2 (1), 17-18. Jurusan Matematika
FMIPA Universitas Negeri Jakarta
Livingston,
J.A.
1997.
Metacognition:
An
Overview,
(Online),
http://www.gse.buffalo.edu/fas/shuell/cep564/Metacog.htm),
diakses
11
Agustus 2015
Maulana (2008) Pendekatan Metakognitif Sebagai Alternatif Pembelajaran Matematika
Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa PGSD, Jurnal
Pendidikan Dasar, Nomor 10, Oktober 2008.
Moh. Djuanda, Urgensi Metakognitif Dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Di
Madrasah, http://bdkjakarta.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=884,
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Phillips, J. A., Tanpa Tahun. Metakognisi. Malaysia: Faculty of Education, Arts &
Social Sciences Open University Malaysia, (Online), (e-mail:
johnarul@oum.edu.my . website: http://www.oum.edu.my , diakses
5
Desember 2014).
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media.
Schraw, G. 1998. Promoting General Metacognitive Awareness Instructional Science.
26, no 1-2: 13-125.
Weinert, F.E. dan Kluwe, R.H. (1987). Metacognition, Motivation, and Understanding.
Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers.
Woolfolk, A.E. (1995). Educational Phsycology. USA: Allyn and Bacon.
Yula Miranda, 2010, Pembelajaran Metakognitif,
http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/pembelajaran-metakognitif.php

320

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PENGARUH DIMENSI KUALITAS LAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN DI CAFE MADAM WANG SECRET GARDEN MALANG

18 115 26

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24