Tingkat Kepuasan Masyarakat Desa Simacem Terhadap Relokasi Tempat Tinggal di Siosar Kecamatan Merek Kabupaten Karo

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara berada di garis khatulistiwa yang memiliki dua
musim yaitu musim panas dan musim hujan. Negara Indonesia adalah Negara yang
sering terjadi bencana alam, karena Indonesia terletak di wilayah Cincin Api Pasifik
atau Lingkaran Api Pasifik ( Ring Of Fire ). Bencana alam yang terdiri dari gempa
bumi, banjir, tsunami, dan gunung meletus, semua itu terjadi tidak diduga-duga atau
tidak dapat diprediksi. Bagi masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana alam
seperti di gunung berapi yang masih aktif agar selalu waspada.
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam
dan non alam yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Ratusan bahkan ribuan
peristiwa bencana selama lima dekade terakhir menunjukkan betapa hebat dan luasnya
tingkat kerugian dan kehancuran yang di timbulkan oleh bencana. Misalnya, hilangnya
harta benda dan mata pencaharian, hancurnya fasilitas publik dan memburuknya
fasilitas sosial dan kehilangan nyawa. (Sudibyakto, 2011 : 1)
Bencana memang tidak dapat dianggap sebelah mata lagi bagi manusia karena
bencana merupakan gejala atau fenomena alam yang tidak bisa diprediksi kapan dan

dimana akan terjadi. Bencana senantiasa disertai dengan cerita tragis penderitaan

Universitas Sumatera Utara

manusia yang tidak ada habisnya. Tidak hanya menyisakan kerusakan alam dan materi
tetapi juga kerugian dari berbagai aspek khususnya kehidupan manusia. (Nurjannah,
2011 : 11)
Bencana dapat merusak tatanan ekonomi, sistem sosial dan lingkungan.
Kerusakan yang terjadi pun beragam seperti kerusakan infrastrktur dan kerusakan
lingkungan. Jika ditelusuri lebih jauh, bencana sudah berkali-kali terjadi menimpa bumi
meski bencana yang dimaksud merupakan bencana besar. Di indonesia, ada beberapa
bencana alam terbesar yang pernah terjadi antala lain Tsunami yang terjadi pada 26
desember 2004, Gempa Tektonik 6,2 SR di Yogyakarta pada 27 mei 2006, gempa 7,6
SR di sumatera barat pada 30 september 2009, Tsunami pantai selatan jawa
(pangandaran) pada 17 juli 2006 dan gempa bumi 6,6 SR di selawesi tengah pada 4 mei
2000. (Ramli, 2010 : 3)
Gunung Sinabung adalah gunung api di Dataran Tinggi Karo, Kabupaten
Karo, Sumatera Utara. Gunung Sinabung bersama Gunung Sibayak di dekatnya adalah
dua gunung berapi aktif di Sumatera Utara dan menjadi puncak tertinggi ke 2 di
provinsi itu. Ketinggian gunung ini adalah 2.451 meter. Gunung ini tidak pernah tercatat

meletus sejak tahun 1600, tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada tahun
2010. Letusan terakhir gunung ini terjadi sejak September 2013 dan berlangsung hingga
kini.
Serangkaian erupsi Gunung Sinabung diawali pada tahun 2010, letusan Gunung
Sinabung pada 27 Agustus dikategorikan tipe letusan freatik (letusan yang terjadi
karena tekanan gas) yang diikuti jatuhan abu vulkanik Gunung Sinabung hingga
menutupi desa Sukameriah, Gungpintu, Singgarang-garang, Sukandebi, Bekerah dan

Universitas Sumatera Utara

Simacem. Tanggal 27-28 Agustus abu atau freatik dari kawah puncak. Pada tanggal 2930 Agustus letusan abu dari puncak disertai dentuman dan kolom abu berkisar 15002000 meter. Pada 3-7 September letusan abu dengan tinggi kolom berkisar 2000-5000
meter. (http://www.ini riwayat erupsi dan letusan gunung sinabung_merdeka.com.htm
diakses pada 10 februari 2016, pukul 11.20 Wib).
Pada 7 September Gunung Sinabung kembali meletus ini merupakan letusan
terbesar sejak gunung ini menjadi aktif pada tanggal 29 Agustus 2010. Suara letusan ini
terdengar sampai jarak 8 kilometer, debu vulkanis ini tersembur hingga 5000 meter di
udara. Pada tahun 2013 Gunung Sinabung meletus kembali sampai 18 September 2013
telah terjadi 4 kali letusan. Letusan pertama terjadi pada tanggal 15 Sebtember 2013 dini
hari kemudian terjadi kembali pada sore harinya pada 17 Sebtember 2013, terjadi 2 kali
letusan pada siang dan sore hari letusan ini melepasakan awan panas dan debu vulkanik.

Tidak ada tanda-tanda sebelum peningkatan aktivitas sehingga tidak ada peringatan dini
sebelumnya, tidak ada korban jiwa dilaporkan, tetapi ribuan warga permukiman sekitar
terpaksa mengungsi ke kawasan aman. Akibat pristiwa ini status Gunung Sinabung
dinaikan ke level 3 menjadi siaga. Setelah aktivitas cukup tinggi selama beberapa hari
pada tanggal 29 September 2013 status di turunkan menjadi level 2 waspada. Aktivitas
tidak berhenti dan kondisinya fluktuatif.
Mulai tanggal 4 Januari 2014 terjadi rentetan kegempaan, letusan, dan luncuran
awan panas terus menerus sampai hati berikutnya. Hal ini memaksa tambahan warga
untuk mengungsi, hingga melebihi dua ribu orang. Setelah kondisi ini terus bertahan,
pada minggu terakhir Januari 2014 kondisi Gunung Sinabung mulai stabil dan
direncanakan pengungsi yang berasal dari luar radius bahaya (5 km) dapat dipulangkan.
Sehari kemudian 14 orang ditemukan tewas dan 3 orang luka-luka terkena luncuran

Universitas Sumatera Utara

awan panas ketika sedang mendatangi Desa Suka Meriah Kecamatan Payung yang
berada dalam zona bahaya. (http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gunung_Sinabung. Diakses
pada tanggal 17 februari 2016 pukul 15.20 Wib).
Meletusnya Gunung Sinabung memberikan dampak besar pada beberapa aspek
kehidupan masyarakat khususnya yang berada di sekitar gunung tersebut. Hingga saat

ini efek tersebut telah dirasakan masyarakatnya sejak September 2013 silam.
Masyarakat yang tinggal di sekitar Gunung Sinabung kehilangan tempat tinggal, mata
pencaharian berupa gagal panen, tanah terkontaminasi belerang, yang jumlah
kerugiannya belum bisa ditaksir hingga sekarang ini. Banyak masyarakat gagal panen
karena tanaman mereka rusak akibat tertutup debu vulkanik yang mencapai 1 inc di
beberapa tempat, belum lagi lahar dingin yang juga merusak tanaman dan sumbersumber air, serta memutuskan jalan desa.(http://salamhutan.blogspot.com/2013/11/efekdomino-meletusnyasinabung.html. diakses pada 15 februari 2016, pukul 19.30 Wib).
Rusaknya pemukiman dan tempat tinggal masyarakat yang tinggal di kawasan
Gunung Sinabung membuat mereka harus tinggal di posko-posko pengungsian. Kondisi
pengungsi korban erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo masih sangat
memprihatinkan. Lokasi pengungsian yang disediakan pemerintah tidak membuat
nyaman buat pengungsi. Pengungsi yang berada di dalam gedung saling himpithimpitan. Kondisi ini membuat udara di dalam gedung tidak sehat. Bahkan sampah di
dalam gedung lokasi pengungsian banyak berserakan.
Banyak perubahan yang ditimbulkan akibat dari erupsi Gunung Sinabung baik
di bidang sosial mapun bidang ekonomi. Kerusakan infrastruktur menyebabkan
terhentinya aktivitas-aktivitas sosial. Demikian juga halnya dengan lingkungan yang

Universitas Sumatera Utara

berubah drastis menjadi rusak. Dari sisi perekonomian juga menurun drastis, hasil
pertanian dan perkebunan menjadi gagal panen terkena awan panas yang menyembur

dari gunung sinabung. Akibat bencana ini pemerintah merelokasi 3 desa yang dekat
dengan kawah Gunung Sinabung. Ketiga desa yang telah direlokasi itu yakni Desa Suka
Meriah Kecamatan Payung, Desa Bekerah dan Desa Simacem Kecamatan Naman
Teran.
Ketiga desa tersebut sering dilintasi semburan awan panas, aliran lava, gas
beracun, lontaran batu pijar akibat erupsi Gunung Sinabung dan sangat berbahaya bagi
keselamatan penduduk yang tinggal di daerah itu. Karena itu pemerintah memindahkan
warga yang hanya berjarak dalam radius 3 kilometer dari kawah Gunung Sinabung.
Adapun rincian jumlah penduduk yang terdapat di tiga desa itu sebanyak 1.255 orang
yakni desa sukameriah 450 orang (137 kepala keluarga), Desa Bekerah 348 orang (115
kepala keluarga) dan Desa Simacem 467 orang (137 kepala keluarga). Dalam relokasi
tersebut, setiap kepala keluarga akan diberikan bantuan tanah seluas 100 meter persegi
untuk di jadikan relokasi perumahan. (http://m.liputan6.com/news/read/821527/ribuanwarga-di-3-desa-dekat-sinabung-direlokasi. Diakses pada tanggal 17 februari pukul
21.10 Wib).
Desa Simacem di Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo merupakan salah
satu desa yang terkena dampak erupsi Gunung Sinabung. Desa ini berada di bawah kaki
Gunung Sinabung yang berjarak sekitar 3 kilometer (km) dari Gunung Sinabung.
Sekarang ini Desa Simacem sudah terbakar dan rata dengan tanah setelah diterjang
awan panas dengan jarak luncur mencapai 4,5 km.


Universitas Sumatera Utara

Desa yang sebelumnya merupakan salah satu sentra penghasil sayur mayur, kini
hanya tinggal kenangan bagi warganya. Setelah diterjang erupsi serta guguran awan
panas Gunung Sinabung untuk pertama kali pada 15 September 2013 lalu sehingga
menjadikan

Desa

Simacem

masuk

ke

dalam

kawasan

zona


merah.

(http://daerah.sindonews.com/read/1027769/191/desa-simacem-terbakar-diterjangawan-panas-sinabung diakses pada tanggal 15 februari 2016, pukul 11.45 Wib).
Saat erupsi Gunung Sinabung pada 15 September 2013 silam, sebanyak 445
jiwa penduduk desa itu terpaksa harus angkat kaki meninggalkan desa tercinta mereka.
Beban jiwa warga desa itu semakin terasa berat setelah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan Desa Simacem dan dua desa tetangganya,
yakni Desa Bekerah dan Sukameriah, Kecamatan Naman Teran, sebagai areal zona
terlarang. Karena itu, dengan penetapan status maka desa tersebut harus ditinggalkan
dan tidak boleh ditempati dalam waktu yang belum ditentukan.
Menurut warga setempat, seluruh bangunan telah tersapu hingga ke aliran
Sungai Lau Borus yang kini juga sudah mengering. Sebelumnya, pada 5 Maret 2015
lalu Desa Sukameriah, Kecamatan Payung yang berjarak sangat dekat dengan Gunung
Sinabung juga telah musnah disapu awan panas guguran.
Meletusnya Gunung Sinabung yang tidak henti-hentinya dan tidak tahu kapan
akan berakhirnya membuat pemerintah akhirnya merelokasi pemukiman-pemukiman
penduduk yang dekat dengan Gunung Sinabung. Pemerintah melakukan relokasi ini
karena tiga desa yang berada di bawah kaki gunung sinabung sudah tidak bisa
digunakan lagi sebagai tempat tinggal. Pemerintah merelokasi pemukiman-pemukiman

tersebut ke hutan Siosar yang berjarak 23.5 km dari Gunung Sinabung. Pindahnya

Universitas Sumatera Utara

masyarakat korban bencana alam Gunung Sinabung ke lokasi hutan Siosar berdampak
besar bagi masyarakat yang direlokasi.
Siosar merupakan lokasi resmi dari pemerintah untuk merelokasi masyarakat
dari desa yang berada di bawah kaki Gunung Sinabung, lahan yang letaknya sangat
terpencil ini sudah mendapat izin secara resmi dan merupakan satu-satunya alternatif
lokasi perancangan untuk permukiman relokasi masyarakat Gunung Sinabung.
Masyarakat Desa Simacem sudah direlokasi ke Siosar sejak awal bulan Januari
tahun 2016 lalu. Mereka sudah menempati rumah-rumah yang sudah dibangun lengkap
dengan fasilitas seperti air, listrik, pembukaan lahan pemukiman, dan jalan sepanjang
9,2 Km.
Keberadaan tempat tinggal pasca bencana sangat mempengaruhi semua aspek
rumah tangga dan pemulihan korban bencana. Adanya dukungan dalam bentuk tempat
tinggal yang memadai, dengan kelengkapan pelayanan dasar, dapat menjamin
keamanan masyarakat dan mempercepat pemulihan ekonomi. Tidak hanya itu dengan
adanya tempat tinggal baru ini masyarakat akan memiliki tempat tinggal mereka sendiri
paska erupsi Gunung Sinabung. Namun, dibalik hal itu masyarakat juga melihat

bagaimana lokasi, keadaan serta tempat tinggal mereka. Kadang kala terlintas rasa puas
karna memiliki rumah namun kadang juga ada rasa tidak puas dengan apa yang mereka
dapatkan, karena besarnya rumah yang tidak sesuai dengan harapan, tidak adanya lahan
pertanian dan struktur tanah yang tidak sesuai untuk dijadikan sebagai lahan pertanian.
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disajikan penulis tertarik untuk
meneliti “ Tingkat Kepuasan Masyarakat Desa Simacem terhadap Relokasi Tempat
Tinggal di Siosar Kecamatan Merek Kabupaten Karo”

Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu : “Bagaimana Kepuasan Masyarakat Desa Simacem
terhadap Relokasi Tempat Tinggal di Siosar Kecamatan Merek Kabupaten Karo”

1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran Tingkat
Kepuasan Masyarakat Desa Simacem terhadap Relokasi Tempat Tinggal di Siosar
Kecamatan Merek, Kabupaten Karo.


1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam rangka :
a. Menambah wawasan, menambah pengetahuan dan mengasa kemampuan
berpikir penulis dalam menyikapi dan menganalisis permasalahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat khususnya dalam permasalahan pemberian bantuan
bagi korban bencana alam seperti korban erupsi gunung berapi.
b. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Kesejahteraan
Sosial, terutama mengenai bencana alam.

Universitas Sumatera Utara

1.5 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah :
BAB I

: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penilisan.

BAB II


: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan
objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi
operasional.

BAB III

: METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan
sampel, dan teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV

: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis
melakukan penelitian.

BAB V

: ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
dan analisisnya.

Universitas Sumatera Utara

BAB VI

: PENUTUP
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan
hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara