Implementasi Kebijakan Anggaran Sesuai Dengan Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 di Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa adalah sebuah organisasi pemerintahan paling rendah di negara
Indonesia. Pengaturan desa merupakan kebutuhan yang wajib dipenuhi untuk
menjalankan rumah tangga desa yang lebih baik. Telah banyak pengaturan
desa yang telah lahir sebagai bentuk kepengurusan pemerintah terhadap desa.
Diantaranya Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok
Pemerintahan Daerah, Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang PokokPokok Pemerintahan Daerah, Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang
Pokok – Pokok Pemerintahan Daerah, Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa, Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan yang terakhir adalah Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Namun dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai desa belum dapat
mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa termasuk dalam
hal kebutuhan anggaran di desa. Selain itu, pelaksanaan pengaturan desa yang
selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,
terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat,
demokratisasi, keberagaman, partisipasi masyarakat, serta kemajuan dan
pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antar wilayah,


1
Universitas Sumatera Utara

kemiskinan, dan masalah sosial budaya. Dewasa ini, desa menjadi salah satu
targetan khusus pembangunan nasional. Sebanyak kurang lebih 32.000 (tiga
puluh dua ribu) desa di antaranya masuk dalam arsiran daerah yang
memerlukan perhatian khusus dimana sebagian besar berada di wilayah timur
Indonesia. Melihat banyaknya desa yang tertinggal dari sebagaimana desa
normal yang seharusnya, mendorong pemerintah untuk berusaha ekstra dalam
memikirkan jalan keluar untuk permasalahan ini. Sejarah yang panjang untuk
menempatkan (kembali) posisi desa sebagai suatu daerah yang memiliki sifat
istimewa, heterogen, serta kejelasan status serta kepastian hukumnya dalam
sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
Untuk itulah, pemerintah mensahkan Undang – Undang

Nomor 6

Tahun 2014 tentang desa pada sidang paripurna DPR RI, Rabu 18 Desember
2013 dan menyetujui rancangan Undang - Undang Desa untuk disahkan
menjadi Undang - Undang desa. Dalam Undang – Undang tersebut, di

antaranya membahas tentang Keuangan dan Aset Desa dan di dalam
pembahasan tersebut, akan dibahas tentang kebijakan anggaran untuk desa.
Kebijakan anggaran adalah kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam
rangka mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi melalui pengendalian pajak
dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini, kebijakan anggaran untuk desa
paling sedikit 10% dari pajak dan retribusi daerah. Sejak diberlakukannya
otonomi daerah di Indonesia, desa telah memiliki kewenangan sendiri untuk

2
Universitas Sumatera Utara

mengatur seluruh tatanan di desa, termasuk menyusun anggaran ataupun
menyusun keuangan desa sendiri 1
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan
desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), bantuan
pemerintah

dan

bantuan


pemerintah

daerah.

Penyelenggaraan

urusan

pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari
APBD. Pemerintahan Desa merupakan lembaga perpanjangan pemerintah
pusat

memiliki

peran

yang

strategis


dalam

pengaturan

masyarakat

desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya
yang besar, maka perlu adanya Peraturan-peraturan atau Undang - Undang
yang

berkaitan

dengan

pemerintahan

desa

yang


mengatur

tentang

pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal.
Pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa dan Perangkat Desa, yakni terdiri
atas sekretaris desa dan perangkat lainnya. Sejak diberlakukannya otonomi
daerah di Indonesia, desa telah memiliki kewenangan sendiri untuk mengatur
seluruh tatanan di desa, termasuk menyusun anggaran ataupun menyusun
keuangan desa sendiri. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang
menjadi kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDesa),

bantuan

pemerintah

dan


bantuan

pemerintah

daerah.

Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh

1

Innesa Destifani, Suwondo, Ike Wanusmawatie, Pelaksanaan Kewenangan Desa Dalam rangka
Mewujudkan Otonomi Desa (Studi Pada Desa Sumber, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Blora),
Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1239-1246)

3
Universitas Sumatera Utara

pemerintah desa didanai dari APBD. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa. APBDesa terdiri atas bagian
Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan. Rancangan APBDesa

dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa
bersama BPD menetapkan APBDesa setiap tahun dengan Peraturan Desa. Hal
inilah yang menjadi salah satu latar belakang munculnya kebijakan anggaran
yang baru dari pemerintah Indonesia Penyelenggaraan urusan pemerintah yang
diselenggarakan oleh pemerintah desa. APBDesa terdiri atas bagian
Pendapatan Desa, Belanja Desa dan Pembiayaan. Rancangan APBDesa
dibahas dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kepala Desa
bersama BPD menetapkan APBDesa setiap tahun dengan Peraturan Desa
Dalam hal ini, pemerintahan desa merupakan lembaga perpanjangan
pemerintah pusat memiliki peran yang strategis dalam pengaturan masyarakat
desa/kelurahan dan keberhasilan pembangunan nasional. Karena perannya
yang besar, maka perlu adanya peraturan-peraturan atau Undang - Undang
yang

berkaitan

dengan

pemerintahan


desa

yang

mengatur

tentang

pemerintahan desa, sehingga roda pemerintahan berjalan dengan optimal. Hal
inilah yang menjadi salah satu latar belakang munculnya kebijakan anggaran
yang baru dari pemerintah Indonesia.
Dari 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa atau nagori yang berada di
Indonesia, diantaranya terletak di Kabupaten Simalungun. Kabupaten
Simalungun adalah sebuah kabupaten yang berada di Sumatera Utara dan Raya

4
Universitas Sumatera Utara

adalah ibu kota kabupaten ini. Suku Bangsa di Kabupaten Simalungun masih
didominasi oleh Suku Batak Simalungun, dan suku-suku pendatang seperti

Suku Jawa, dan Suku Melayu. Sedangkan agama yang dianut oleh masyarakat
Simalungun adalah Islam (56,6 %), Kristen (37,1 %), Katolik (6,1 %), Buddha
(0,06 %), Hindu (0,05 %), dan sisanya adalah agama-agama lain seperti
Parmalim.
Kabupaten ini memiliki 31 (tiga puluh satu) kecamatan dan keseluruhan
kecamatan terdiri dari 345 (tiga ratus empat puluh lima) desa. Desa
Sibaganding adalah salah satu desa yang terdapat di kabupaten Simalungun,
dimana Desa Sibaganding adalah sebagai objek penelitian. Desa Sibaganding,
berjarak 3 (tiga) kilometer dari jalan besar Siantar – Parapat. Namun, akses
jalan sepanjang 2 (dua) kilometer ke Desa Sibaganding yang hingga saat ini
sangat sulit dilalui oleh kendaraan roda 4 (empat) dan tidak ada angkutan yang
dapat masuk ke desa karena kondisi jalan yang sangat parah untuk dilalui.
Sehingga, warga kesulitan untuk menjual hasil bumi ke pasar Ajibata dan
Parapat dan harus mengeluarkan biaya tambahan untuk carter mobil bak
terbuka. Akses ke desa ini hanya dapat dicapai dengan alat transportasi danau,
yaitu kapal. Selain itu, penerangan pada akses jalan darat ke desa ini sangat
minim atau bahkan hampir tidak ada.
Desa Sibaganding memiliki jumlah penduduk sebanyak 1418 (seribu
empat ratus delapan belas) jiwa yang terdiri dari 320 (tiga ratus dua puluh)
Kepala Keluarga, yang dibagi menjadi 9 dusun yang terdiri dari 9 lingkungan.


5
Universitas Sumatera Utara

Komposisi penduduk antara pria dan wanita di Desa Sibaganding hampir sama,
yakni 695 pria atau sekitar 49,01 % dan 723 jiwa wanita atau sekitar 50,99 %.
Warga Desa Sibaganding mempunyai mata pencarian yang berbeda – beda,
sebagian besar adalah nelayan atau tambak ikan, sebagian kecil sebagai petani
penggarap dan sisanya adalah pekerja swasta maupun sipil.
Fasilitas pendidikan di Desa Sibaganding sangat rendah. Di desa ini,
hanya terdapat satu bangunan sekolah saja, yaksi Sekolah Dasar (SD).
Sementara penduduk desa yang bersekolah pada tingkat SMP maupun SMA,
bersekolah ke Kota Parapat maupun Kota Pematang Siantar. Latar belakang
pendidikan penduduk desa Sibaganding, beraneka ragam, namun sebagian
besar penduduk adalah tamatan SD (Sekolah Dasar). Sarana pendidikan di
Desa Siaganding pada umumnya sangat minim, maka tak heran jika rata – rata
masyarakat desa ini memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Di
kelurahan Girsang Sipangan Bolon terdapat 4 (empat) Sekolah Dasar (SD)
Negeri, namun tidak tersedia Sekolah Menengah Pertama (SMP) maupun
Sekolah Menengah Atas (SMA). Begitu juga dengan kondisi di Kelurahan

Girsang, dimana hanya terdapat 4 (empat) SD Negeri dan tidak tersedianya
SMP maupun SMA. Di Kelurahan Parapat terdapat 7 (tujuh) SD Negeri, 1
(satu) SMP Negeri, 1 (satu) SMA Negeri dan 1 (satu) SMA Swasta. Sementara
itu di Kelurahan Tigaraja, tidak terdapat SD dan SMA, hanya terdapat 1 SMP
Negeri dan 1 SMP Swasta, sedangkan di Desa Siaganding hanya terdapat 2 SD
Negeri dengan kondisi fasilitas belajar mengajar yang sangat buruk dan tidak

6
Universitas Sumatera Utara

tersedianya SMP dan SMA. Sedangkan fasilitas kesehatan di desa juga sangat
rendah. Tidak ada fasilitas kesehatan yang cukup memadai untuk masyarakat
desa. Hanya bidan desa yang tersedia di desa ini. Sementara untuk berobat,
masyarakat desa harus ke Pusat Kesehatan Masyarakat (PusKesMas) kota
Parapat maupun Rumah Sakit di Pematang Siantar.
Melihat kondisi desa Sibaganding, yaitu kondisi jalan atau akses jalan
menuju desa, fasilitas masyarakat seperti fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan yang masih kurang memadai, maka Undang –Undang No. 6 Tahun
2014 diharapkan dapat menjadi solusi dalam kekurangan atau permasalahan di
desa. Dalam Undang – Undang baru yang membahas tentang anggaran itu,
alokasi dana Desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari pajak dan
retribusi daerah atau dengan kata lain dari dana perimbangan yang diterima
Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Dengan
demikian, Desa dapat membangun kesejahteraannya sendiri dengan mandiri.
Desa Sibaganding tidak lagi menunggu perhatian terlalu lama dari Pemerintah
Kabupaten. Namun, dengan Undang – Undang No.6 ini Desa Sibaganding
mendapat anggaran langsung dan langsung membuat perubahan di Desa
Sibaganding itu sendiri.
Telah jelas, dalam Undang – Undang yang disambut sangat baik itu
juga,

satu

diantaranya

adalah

membahas

tentang

anggaran

desa.

Selanjutnya,Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki fungsi untuk
membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama dengan

7
Universitas Sumatera Utara

Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, serta
melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. Selanjutnya dalam ayat (4) pasal
yang sama disebutkan.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka saya merasa tertarik
untuk menulis skripsi tentang implementasi kebijakan anggaran sesuai dengan
Undang-Undang Desa No. 6 Tahun 2014 di Desa Sibaganding kabupaten
Simalungun.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa
masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting
dan perlu untuk diteliti.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang
menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana strategi
dan kesiapan pemerintahan desa dan masyarakat desa di Desa Sibaganding
Kabupaten Simalungun dalam mengimplementasikan anggaran desa sesuai
dengan Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa”
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, adalah :

8
Universitas Sumatera Utara

1. Untuk mendeskripsikan masalah – masalah apa saja yang dihadapi
oleh pemerintahan dan masyarakat desa terkait dengan masalah
anggaran pada desa.
2. Untuk mengetahui strategi dan kesiapan pemerintahan dan
masyarakat desa yang akan ditempuh untuk mengatasi masalah yang
ada pada desa sesuai dengan Undang – Undang No. 6 Tahun 2014
tentang anggaran desa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik kepada
peneliti maupun kepada orang lain yang membacanya, terlebih lagi untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu penelitian ini diharapkan
memberikan manfaat:
1. Bagi ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan, mengenai berbagai aspek dari
pengetahuan politik terkait dengan kebijakan publik, yaitu tentang
kebijakan anggaran pada desa Sibaganding Kabupaten Simalungun.
2. Bagi lembaga desa yaitu Desa Sibaganding Kabupaten Simalungun
diharapkan dapat meningkatkan pendidikan politik khususnya dalam hal
kebijakan anggaran desa dan hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi pemikiran politik terhadap masyarakat desa.

9
Universitas Sumatera Utara

3. Bagi peneliti, untuk meningkatkan pengetahuan politik yaitu strategi dan
kesiapan

desa

Sibaganding

Kabupaten

Simalungun

dalam

mengimplementasikan kebijakan anggaran sesuai Undang – Undang
No. 6 Tahun 2014.
E. Kerangka Teori
Sebelum melakukan penelitian lebih lanjut, seorang peneliti perlu
menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan teori berfikir untuk
menggambarkan dari segi mana peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih

2

Hal ini tentu bersinergi terhadap fokus masalah yang akan diteliti oleh
peneliti. Menurut F. N. Karliger, teori adalah sebuah konsep atau konstruksi
yang berhubungan satu dengan yang lain, suatu set dari proporsi yang
mengandung suatu pandangan yang sistematis dan fenomena. Jadi dapat
dikatakan kerangka teori merupakan bagian penting dalam penelitian karena
merupakan kostruksi ataupun dasar dari sebuah penelitian. Adapun beberapa
teori yang digunakan oleh peneliti, adalah :
E.1. Desa
Desa, atau udik, menurut definisi "universal", adalah sebuah aglomerasi
permukiman di area perdesaan (rural). Di Indonesia, istilah desa adalah
pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah kecamatan, yang
dipimpin oleh Kepala Desa. Sebuah desa merupakan kumpulan dari beberapa
2

H. Nawawi, 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Pers.

10
Universitas Sumatera Utara

unit pemukiman kecil yang disebut kampung (Banten, Jawa Barat) atau dusun
(Yogyakarta) atau banjar (Bali) atau jorong (Sumatera Barat). Kepala Desa
dapat disebut dengan nama lain misalnya Kepala Kampung atau Petinggi di
Kalimantan Timur, Klèbun di Madura, Pambakal di Kalimantan Selatan, dan
Kuwu di Cirebon, Hukum Tua di Sulawesi Utara.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah Istilah desa dapat disebut
dengan nama lain, misalnya di Sumatera Barat disebut dengan istilah nagari, di
Aceh dengan istilah gampong, di Papua dan Kutai Barat, Kalimantan Timur
disebut dengan istilah kampung. Begitu pula segala istilah dan institusi di desa
dapat disebut dengan nama lain sesuai dengan karakteristik adat istiadat desa
tersebut. Hal ini merupakan salah satu pengakuan dan penghormatan
Pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat.
Dalam UU Desa No.6/2014 yang dimaksud dengan desa adalah, desa
dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak assal usul dan atau
hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Lebih lanjut, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

11
Universitas Sumatera Utara

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005).
Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari
perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari
perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur
wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat
ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan.
Kawasan perdesaan didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Selain itu, menurut Undang – Undang No. 22 Tahun 1999, desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada
di daerah Kabupaten.
Kewenangan desa, merupakan hak yang dimiliki desa untuk mengatur
secara penuh untuk mengatur rumah tangga sendiri. Berdasarkan sejarahnya,
Undang – Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa
memposisikan desa berada di bawah kecamatan dan kedudukan desa

12
Universitas Sumatera Utara

diseragamkan di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini
tentunya menghambat tumbuhnya kreatifitas dan partisipasi masyarakat desa
setempat karena mereka tidak dapat mengelola desa sesuai dengan kondisi
budaya dan adat istiadat dari desa itu sendiri. Pada era reformasi, diterbitkan
Undang – Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
memberikan keleluasaan kepada desa untuk dapat mengatur rumah tangganya
sendiri sesuai adat istiadat dan kondisi budaya setempat. Dalam Undang –
Undang No. 32 Tahun 2004 disebutkan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan desa mencakup:
1. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul
desa.
2. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota
yang diserahkan pengaturannya kepada desa.
3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah provinsi, dan atau
pemerintah kabupaten / kota.
4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundangperundangan diserahkan kepada desa. Tugas pembantuan dari
Pemerintah,

Pemerintah

Provinsi,

dan/atau

pemerintah

Kabupaten/kota kepada desa disertai dengan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia.

13
Universitas Sumatera Utara

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi
untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang
menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD 3.
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 6 mengenai
definisi pemerintahan desa, yaitu : Pemerintah desa adalah penyelenggaraan
urusan pemerintah oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa
dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
asal – usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam Peraturan
Pemerintah tersebut, menyebutkan mengenai perangkat desa, yaitu :
a. Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 terdiri dari
Kepala Desa dan perangkat Desa.
b. Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari
Sekretaris Desa dan Perangkat Desa lainnya.
c. Perangkat Desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terdiri
dari :

3

Hanif Nurcholis, 2011. Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Jakarta:
Erlangga

14
Universitas Sumatera Utara

1) Sekretaris Desa
2) Pelaksanaan Teknis Lapangan
3) Unsur Kewilayahan
4)Jumlah Perangkat Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 2,
Disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya
masyarakat setempat.
5) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa
ditetapkan dengan Peraturan Desa
Selanjutnya, pada Pasal 30 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 memberikan penjelasan mengenai keanggotaan BPD, yaitu :
Anggota BPD adalah wakil dari desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan
wilayah yang ditetapkan dengan musyawarah dan mufakat. Adapun
kewenangan-kewenangan dari BPD, adalah :
1. Mengayomi adat istiadat, yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup
dan

berkembang

di

desa

yang

bersangkutan

sepanjang

menunjang

kelangsungan pembangunan desa.
2.

Legislasi, yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan desa bersama-

sama dengan Pemerintah Desa.

15
Universitas Sumatera Utara

3.

Pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan

Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Desa
4. Menampung aspirasi masyarakat, yaitu menumbuhkan demokrasi dan
menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada pejabat atau
institusi yang berwenang.
Otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan
merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban
menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa,
desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum
perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di
muka pengadilan 4
Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 yang kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan landasan
kuat bagi desa dalam mewujudkan “Development Community” dimana desa
tidak lagi sebagai level administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya
sebagai “Independent Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak
berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk
mengatur desanya secara mandiri termasuk bidang sosial, politik dan ekonomi.
4

Widjaja, HAW, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2003

16
Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya kemandirian ini diharapkan akan dapat meningkatkan
partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan sosial dan politik.
Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang
dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota.
Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat
istiadatnya,bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa
atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Landasan

pemikiran

yang

perlu

dikembangkan

saat

ini

adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan
masyarakat. Widjaja menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi
asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah.
Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki
oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan
hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta
benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan. Dengan dimulai
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

yang kemudian

disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan landasan kuat bagi desa dalam

17
Universitas Sumatera Utara

mewujudkan “Development Community” dimana desa tidak lagi sebagai level
administrasi atau bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent
Community” yaitu desa dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan
masyarakat sendiri. Desa diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara
mandiri termasuk bidang sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya
kemandirian ini diharapkan akan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat
desa dalam pembangunan sosial dan politik.
Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang
dimiliki oleh daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota.
Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat
istiadatnya,bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa
atau nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.
Landasan

pemikiran

yang

perlu

dikembangkan

saat

ini

adalah

keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan
masyarakat.
Pengakuan otonomi di desa, dijelaskan sebagai berikut :
a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya
dan dilindungi oleh pemerintah, sehingga ketergantungan

18
Universitas Sumatera Utara

masyarakat desa kepada “kemurahan hati” pemerintah dapat
semakin berkurang.
b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan
seperti

sediakala

atau

dikembangkan

mengantisipasi masa depan

sehingga

mampu

5

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada
pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa
tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang
menjadi

wewenang

pemerintahan

pengaturannya kepada desa.

Kabupaten

atau

Kota

diserahkan

Namun harus selalu diingat bahwa tiada hak

tanpa kewajiban.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan
dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung nilai-nilai
tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan
negara Indonesia. Pelaksanaan hak, wewenang dan kebebasan otonomi desa
menuntut tanggungjawab untuk memelihara integritas, persatuan dan kesatuan
bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tanggungjawab
5

Syaukani, Afan Gaffar dan Ryaas Rasyid, 2009. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

19
Universitas Sumatera Utara

untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor
peraturan perundang-undangan yang berlaku

6

E.2 Kebijakan Publik
Kebijakan Publik adalah, keputusan atau peraturan yang dibuat oleh
yang berwenang untuk mengatasi masalah publik, sehingga diharapkan tujuan
organisasi dapat dicapai denga baik. Dari berbagai kepustakaan dapat
diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut
sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama
yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran
akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan
sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas
menjatuhkan sanksi. Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita
pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan
suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus
memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut
kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut
menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati
oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan
menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah
menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan
Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus
6

opcit

20
Universitas Sumatera Utara

ditaati. Ciri –ciri utama kebijakan publik adalah, suatu peraturan atau
ketentuan yang diharapkan dapat mengatasi masalah publik. Cochran dan
Malone mengemukakan : “Public Policy is a study of goverments decisions
and actions designed to deal with matter of Public Concern”
Dari pengertian di atas, maka Keputusan Menteri, Keputusan Direktoral
Jendral, Keputusan Direktur Departemen terkait pada dasarnya merupakan
Public Policy. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai apa yang
dilakukan oleh pemerintah, bagaimana mengerjakannya, mengapa perlu
dikerjakan dan perbedaan apa yang dibuat. Dye seperti yang dikutip Winarno
berpandangan lebih luas dalam merumuskan pengertian kebijakan, yaitu
sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (
whatever goverments choose to do or not to do), 7 atau dengan kata lain bahwa
kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan
oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah
manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik
agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan
berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan,
walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan,
disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu
kebijakan.

7

Winarno, Budi, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Presindo, 2002.

21
Universitas Sumatera Utara

Dengan mengacu pada pandangan Dye tersebut, maka keputusan –
keputusan pemerintah adalah merupakan suatu kebijakan, namun membiarkan
sesuatu tanpa adanya keputusan juga merupakan kebijakan. Kebijakan publik,
pada dasarnya tidak permanen tetapi harus selalu disesuaikan, karena adanya
perubahan keadaan, baik masalah politik, sosial, ekonomi maupun adanya
informasi yang berubah. Perubahan kebijakan publik, dilakukan setelah adanya
evaluasi.
Suatu kebijakan adalah “arah tindakan yang mempunyai tujuan yang
diambil oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah
atau persoalan”. Pembuatan kebijakan secara khusus mencakup suatu pola
tindakan yang membutuhkan cukup banyak waktu dan meliputi banyak
keputusan, baik yang rutin maupun tidak.
E.3. Kebijakan Anggaran
Kebijakan anggaran adalah suatu teknik untuk mengubah pengeluaran
atau penerimaan Negara yang bertujuan untuk menentukan arah dan tujuan
pembangunan serta pertumbuhan ekonomi. Yang diharapkan dari rencana kerja
tahunan pemerintah dan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat.
Kebijakan anggaran tersebut, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.

22
Universitas Sumatera Utara

Dalam mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka
membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara
umum. APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan
pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus
dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN,
perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan
dengan Undang-Undang

8

Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yakni :
Belanja Pemerintah Pusat (adalah belanja yang digunakan untuk membiayai
kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat) dan Belanja Daerah (belanja yang
dibagikan ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan
APBD ke daerah yang bersangkutan). Macam-macam kebijakan anggaran
1.

Anggaran

seimbang.

Semua

pengeluaran

didasarkan

pada

penerimaan. Pada akhirnya, jumlah pengeluaran sama dengan jumlah

8

Bungaran Antonius Simanjuntak, 2013. Dampak Otonomi Daerah di Indonesia, Merangkai
Sejarah Politik dan Pemerintahan Indonesia, Jakarta: yayasan Pustaka Obor Indonesia

23
Universitas Sumatera Utara

penerimaan. Tujuan penyusunan anggaran seimbang adalah untuk memelihara
stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya anggaran defisit.
2. Anggaran dinamis. Dalam anggaran dinamis berarti bahwa jumlah
mutlak dari anggaran dari tahun ke tahun semakin besar.
3.

Anggaran

defisit.

Penerimaan

negara

lebih

kecil

daripada

pengeluaran negara. Kebijakan ini dijalankan karena pemerintah akan
memperbaiki keadaan perekonomian negara yang sedang menurun atau dilanda
deflasi. Dalam hal ini pemerintah menutup kekurangan anggaran dengan
pinjaman dalam dan luar negeri.
4. Anggaran surplus. Penerimaan negara lebih besar daripada
pengeluaran negara. Kebijakan ini dijalankan bila keadaan ekonomi sedang
dilanda inflasi untuk menyesuaikan anggaran dengan kenaikan harga barang
atau jasa. Dalam hal ini pemerintah meningkatkan penerimaan negara (dari
pajak dan non pajak) dan melakukan penghematan
Dengan disahkannya Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 mengenai
kebijakan anggaran pada desa, peluang untuk mewujudkan desa yang lebih
baik dan solusi yang tepat untuk memberdayakan masyarakat desa. Dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan, bahwa salah
satu sumber pendapatan Desa berasal dari alokasi APBN. Aturan ini mengatur
seluruh aspek dari penyelenggaraan pemerintah desa, termasuk pengaturan
pengelolaan dan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).

24
Universitas Sumatera Utara

Pemerintah pusat harus menyalurkan dana khusus bagi penyelenggaraan
pemerintah desa yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa (ADD). ADD
bersumber dari APBN yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota .
Dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014 Pasal 72 Ayat 3, alokasi dana desa
paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari pajak dan retribusi daerah. Dana desa
akan

digunakan

untuk

membiayai

penyelenggaraan

pemerintahan,

pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Penggunaan
dana ini diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat.
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas, jelaslah diketahui
bahwa kebijakan anggaran adalah salah satu kebijakan publik yang diharapkan
pencapaiannya adalah untuk kemakmuran seluruh lapisan masyarakat,
termasuk masyarakat desa.
F. Metodologi Peneltitian
F.1. Jenis Penelitian
Metodologi penelitian adalah pengetahuan yang mengkaji ketentuan
mengenai metode-metode yang digunakan dalam penelitian. Metodologi
penelitian juga merupakan deskriptif mengenai fenomena atau permasalahan.
Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan

25
Universitas Sumatera Utara

sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan
terorganisir untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif.
Dengan kata lain, secara metode, penelitian ini tidak menggunakan metode
statistik tetapi menggunakan analisis verbal dan kualitatif.
F.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan di Desa Sibaganding kecamatan Girsang
Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia.
F.3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh in formasi, keterangan- keterangan atau fakta- fakta
yang diperlukan, maka peneliti menggunakan tekhnik pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Metode Penelitian Lapangan (Field Research)
Yaitu dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian untuk
menghimpun data- data yang diperlukan, wawancara akan dilakukan
kepada perangkat desa, penduduk setempat dan pihak-pihak yang
terkait atas penelitian ini. Dimana dalam penelitian ini, pihak – pihak
yang terkait ke dalam wawancara yakni Camat Girsang Sipangan
Bolon, Bapak Jhonri Wilson Purba, SH, M.Si, Kepala Desa
Sibaganding,

Bapak

Rudi

Pohan

Sidabutar,

Sekretaris

Desa

26
Universitas Sumatera Utara

Sibaganding, Ibu Jumiarli Sinaga dan Kepala Penatua Adat, Bapak
Benni Sinaga.
2. Metode Library Research atau Studi Kepustakaan.
Studi yang dilakukan ini adalah dengan cara pengumpulan data
dengan

cara menghimpun dan mengumpul buku-buku, dokumen-

dokumen, makalah, arsip-arsip, dan literatur-literatur serta seluruh
sarana informasi lainnya yang tentu saja berhubungan dengan
masalah penelitian ini.
F.4. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara menggunakan metode kualitatif. Jenis analisa data seperti ini
banyak digunakan pada jenis penelitian yang bersifat deskriftif, yaitu suatu
metode yang lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci
yang mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa
dalam situasi tertentu menurut pandangan peneliti 9
Untuk analisis data kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat
dihitung berwujud kasus- kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk
angka-angka.

9

Boleong, 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

27
Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci,
serta untuk mempermudah isi dari skripsi ini, maka dengan ini penulis
membagi dalam empat BAB. Susunan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I

Pendahuluan
Bab ini akan menguraikan latar belakang masalah, perumusan
masalah yang akan dibahas, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teori yang digunakan dalam penelitian, metodologi
penelitian yang digunakan peneliti serta sistematika penulisan.

BAB II

Deskripsi Lokasi Penelitian
Pada Bab ini akan menggambarkan lokasi penelitian, dalam hal
ini adalah profil Desa Sibaganding kecamatan Girsang Sipangan
Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Indonesia.

BAB III

Penyajian dan Pembahasan
Pada bab ini akan memuat tentang penyajian data dan fakta yang
diperoleh daripenelitian dan juga akan menyajikan pembahasan
mengenai implementasi kebijakan anggaran desa sesuai dengan
Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 di Desa Sibaganding,
Kabupaten Simalungun.

28
Universitas Sumatera Utara

BAB IV

Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penelitian ini, yaitu berisi
kesimpulan yang diperoleh dari hasil- hasil pembahasan pada
bab- bab sebelumnya. Serta saran yang merupakan rekomendasi
dalam melihat masalah yang terdapat dalam penelitian ini.

29
Universitas Sumatera Utara