Catatan Kuliah Filsafat Politik.pdf

22 Januari 2013 FILSAFAT POLITIK

NB: Menjawab Ujian perlu terstruktur. Misalnya: bukan sekadar penuh dari ujung ke ujung, tetapi harus terstruktur, harus memiliki jalan pikiran logis. Perlu pengantar, subjudul, paragraf, stabilo, garis bawah, pulpen dua warna (wajib – kalau tidak nilai dikurangi). Ujian Rm. Armada harus menyelesaikan soal, hukumnya wajib, entah dengan alasan apapun, karena ini tanda keseriusan. Kalau tidak selesai, artinya tidak serius.

Untuk semester ini, kuliah akan dipadatkan dengan memanfaatkan hari-hari tambahan. Kuliah akan diselesaikan dua minggu sebelum waktunya.

Pengantar

Kuliah FP punya kepentingan besar, dan banyak yang usul agar FP tidak diberikan di akhir program sarjana, tetapi tentunya ini sulit untuk diwujudkan sehubungan dengan penyesuaian SKS. Pengenalan politik, berawal dari pengenal hidup sehari-hari. Arti politik sering dimengerti secara sempit yaitu dalam kaitan dengan perebutan kekuasaan. Tentu ini salah satu makan yang merupakan deviasi (pembelokan) atau yang bukan merupakan natura, atau pengertian politik yang dimaksud oleh akal budi manusia. Politik itu, dalam filsafat yang diajarkan para filosof klasik sekelas Plato, Aristoteles, dkk. Politik berarti tata hidup bersama. Kepentingan penataan hidup bersama inilah yang menjadi pergulatan dalam kuliah FP. Siapa pun kita, politik itu tidak mungkin menjadi disposisi yang bisa kamu acuh-tak- acuh-kan. Kalau kita bergerak di bidang apa pun, partisipasi kita sebagai penata hidup, sungguh tak bisa dipungkiri.

Bahan kuliah kita berasal dari buku “Berfilsafat Politik” karena buku ini akan menjadi sumber penting untuk perkuliahan, tugas, dan ujian.

Kepentingan Etika Politik

Kepentingan Etika Politik membuat mereka yang belajar filsafat teologi, dapat berdialog dengan perkara-perkara zaman, ini juga menjadi ekshortasi Optatam Totius. Perlunya pemahaman yang menyeluruh soal persoalan manusia. Dalam konteks Gereja, perkara-perkara yang digumuli oleh Gereja, semua yang merupakan tata hidup Gereja dan kesaksian iman, tak pernah lepas dari konteks tatanan hidup bersama.

Contoh tarekat yang hidup adalah tarekat yang memiliki kepekaan dalam mendengarkan perkara-perkara zaman ini. Tarekat akan redup bahkan Gereja akan redup ketika mengambil jarak dari konteks. Hal ini dipandang sebagai tema pembicaraan yang sangat serius misalnya di Eropa. Yang dimaksud sekularisme dalam pergulatan refleksi filsafat teologis, bukan perkara pemisahan dengan urusan Gereja dan urusan negara, tetapi juga sekularisme membuat Gereja tidak berkutik karena tidak memperhatikan konteks perubahan perkara-perkara manusia dalam zamannya. Gereja hanya seperti berhenti pada wilayah sakristi, tetapi tidak masuk mengurus dalam pergumulan lingkup yang lebih profan, misalnya urusan tata hukum. Baru-baru ini di Prancis terjadi demo besar karena parlemen Prancis akan meratifikasi perkawinan homoseksual. Di beberapa negara sudah terjadi, dan mendadak Gereja betul-betul sekarang turun ke jalan, untuk membela kalau pasangan ini legal, maka anak tidak bisa menyebut bapak dan ibu dalam perkawinan homoseksual, karena jika perkawinan dilegalkan, adopsi anak pun terbuka bagi mereka. Di banyak tempat hal ini tidak bisa dilawan lagi, karena Gereja tidak punya kekuatan. Jika hal ini terjadi, kehidupan dunia menjadi tidak menarik sama sekali.

Kritik terhadap Gereja Eropa ialah urusan teologi menjadi begitu hebat, tetapi dalam kaitannya dengan bagaimana mereka bernegosiasi dengan perkara zamannya, tampaknya begitu enggan. Hendaknya setiap komunitas Gerejawi, termasuk komunitas biara-biara juga menjadi tata hidup masyarakat setempat.

POLITIK

Kita akan memulai dari apa yang disebut dengan politik. Politik berasal dari kata “Polis”. Polis dalam filsafat Yunani, merujuk pada TATAnan, pada SISTEM kehidupan.

Dalam politik Yunani, langsung merujuk dan berkaitan dengan etika. Apa yang dimaksud dengan Etika? Etika adalah salah satu cabang filsafat

Kehidupan Yunani diwarnai dengan aneka tragedi, salah satunya ialah apa yang terjadi dengan adanya banyak pertempuran. Misalnya perang antara Hector dan Achilles, yang terjadi bukan sekadar perang, melainkan di sana ada sekian banyak nilai etika yang menjadi pergulatan. Perang, siapa yang mendapat glory (kemuliaan)? Ada yang mengatakan bahwa yang mendapat glory adalah yang menang. Tetapi ini adalah sudut pandang penonton perang. Bagi yang berperang, glory menjadi milik ...

Cara belajar etika bukan memosisikan diri sebagai penonton, tetapi masuk di dalamnya. Bagi orang Yunani, perang bukan tontonan. Perang berarti hidup itu sendiri. Perang adalah hidup manusia Yunani. Persoalannya, bagaimana hidup dengan baik? Hidup dengan baik, artinya berperang dengan baik. Etika itu menuntun manusia untuk mencari kebaikan. Etika berarti sama seperti ketika kita masuk dalam hidup itu sendiri, yaitu berperang dengan baik. Apa artinya? Artinya, saya harus berlatih bukan untuk terampil memegang senjata, tetapi untuk mengajarkan bagaimana untuk menghormati fair play , berperang dengan keberanian, keadilan, dan kejujuran. Diajarkan bahwa mundur itu tindakan pengecut, tidak menyerah, itulah kehormatan. Maka yang mendapat glory dalam perang adalah orang yang berperang dengan baik, bukan orang yang bisa membunuh. Setiap orang yang berperang dengan baik, meskipun mati di medan perang, dia menerima kehormatan.

29 Januari 2013

Salah satu komponen untuk mengerti buku “Berfilsafat Politik”, bahwa filsafat politik itu amat berkaitan dengan sejarah. Ada suat karakter historis atau historisitas yang tak bisa ditinggalkan oleh apa yang disebut dengan pergumulan filsafat politik. Di dalamnya termasuk juga kalau kita mau memahami politik Indonesia. Sejarah tak bisa ditanggalkan dalam mengelola tata hidup bersama. Yang dimaksud sejarah itu bukan terutama peristiwa-peristiwa. Sejarah yang dimaksud diringkas dalam terminologi historisitas. Historisitas adalah ketika kita berhadapan dengan sejarah, kita tidak berhadapan dengan peristiwa yang telah lewat, tetapi dengan makna yang tak bisa dipandang sepele begitu saja.

Filsafat politik yang ingin disampaikan adalah filsafat politik yang juga uraiannya tidak hanya disimak dari filosof barat, tetapi juga dari sejarah perjalanan bangsa ini. Kelanjutan dari makna, makna hanya didapat dengan cara pandang yang benar ketika kita memahami sejarah politik bangsa Indonesia. Makna bukan sekadar peristiwa tetapi juga menyentuh framework / rangka keseluruhan dari pergulatan bangsa Indonesia. Kita tidak bisa menilai suatu peristiwa tanpa memahami panorama sejarah bangsa Indonesia. Misalnya tragedi 1965, tidak boleh dipandang bahwa komunisme itu sekadar ideologi yang menjadi musuh bangsa ini yang dideklarasikan militer. Kita harus punya logika kecil bahwa masa-masa perang dunia II yang selesai tahun 1945 yang ditandai kekalahan Jepang, dan dengan demikian invasi militer Jepang menjadi negara merdeka, sebenarnya belum merdeka. Sebenarnya yang terjadi adalah perang ideologi, misalnya juga seperti di Timor Leste, perang saudara yang juga mengandung perang ideologi. Hal yang sama juga terjadi di Vietnam, Kamboja, dll. Perang tidak berhenti pada 1945, tetapi berlanjut dengan perang ideologi di negara-negara bersangkutan, termasuk di dalamnya Indonesia. Tahun 1955 dst. ada konstituante, pada saat yang sama, negara-negara tersebut masuk dalam demokrasi modern. Ideologi bertentangan satu sama lain, misalnya di Indonesia ada sejumlah partai Islam, partai Komunis, dll. Namun konstelasi politik ini berada pada ranah perebutan kekuasaan ideologi. Logika kecilnya, betapa mudahnya ketika ada berbagai peristiwa yang ditumpangi berbagai kepentingan, misalnya pembunuhan 7 jenderal yang dituduhkan pada komunisme, ini menjadi senjata untuk membunuh ideologi komunis tersebut. Ketika kita melihat statement historis saat ini, kita harus melihatnya secara lebih luas.

Mari kita melihat sejarah politik Indonesia. Kesulitan para ahli politik ialah bahwa kerap kali mereka menafikan kontribusi historisitas politik karena sejarah disimak sebagai sebuah peristiwa yang memiliki konteks, tetapi kaitan Mari kita melihat sejarah politik Indonesia. Kesulitan para ahli politik ialah bahwa kerap kali mereka menafikan kontribusi historisitas politik karena sejarah disimak sebagai sebuah peristiwa yang memiliki konteks, tetapi kaitan

ASPEK HISTORIS POLITIK

Salah satu kesulitan praktisnya ialah sejak kapan kita menjelaskan politik dari sejarah pergulatan bangsa ini. Sejak kapan? Majapahit? Kita tidak bisa sembarangan. Apapun yang mau kita katakan, sejarah bangsa Indonesia modern, itu tidak muncul sejak Majapahit, tidak juga sejak Cut Nyak Dien. Sejarah Indonesia modern ialah sejak Indonesia berada dalam pergumulan kebebasannya sebagai suatu bangsa. Kapan? Pergumulan Indonesia sebagai bangsa bukan pada tahun 1945. Tetapi juga pada zaman Pangeran Diponegoro 1825. Bukan juga Cut Nyak Dien. R.A. Kartini juga belum menunjukkan sinyal-sinyal cita-cita sebagai sebuah bangsa, tetapi hanya pada ranah kaum perempuan Jawa. Salah satu emblem pergerakan Indonesia ada di sekitar 1920an. Bagaimana dengan 20 Mei 1908? Boedi Oetomo masih berpusat pada Jawa, kendati sudah mulai bertekad membentuk suatu bangsa. Konteksnya memang masih dalam lingkup Jawa. Tahun 1920an merupakan saat yang paling jelas menunjukkan awal mula proses ini. Budi Utomo pun berawal dari tokoh bernama Multatuli, nama alias dari Douwes Dekker. Multatuli menulis buku pertama yang melukiskan kebobrokan pemerintahan kolonial melalui buku Max Havellar yang diterbitkan di Swiss dan membuka banyak mata bahwa pemerintahan ini tidak beradab melainkan biadab. Kebiadaban ini bukan hanya perkara pemaksaan dan pemerasan pemerintah terhadap pribumi. Kebiadaban ini juga mencakup dampak mental dan moral para priyayi yang menjadi kejam pada bangsanya sendiri. Indonesia tertindas bukan karena pemerintah kolonial itu sendiri, tetapi justru dari orang-orang bangsanya sendiri. Lantas pemerintah kolonial mengambil simpati dengan cara membiayai sekolah orang pribumi di Belanda. Dari sini, orang-orang terdidik tersebut membentuk sikap mental mereka untuk membangun suatu bangsa.

5 Februari 2013

Aspek Historis

The Beginning of Political Philosophy sering kali diasalkan oleh para sejarawan filsafat pada Socrates. Socrates adalah the founder of Political Philosophy. Mengapa bukan filosof sebelumnya? Para filosof sebelumnya banyak disebut kaum sofis. Bukan juga dari filosof kosmologis. Filosof sering kali berawal dari alam. Namun Socrates punya cara bicara yang baru dalam ranah pergumulan rasionalitas yaitu apa yang disebut dengan filsafat politik. Kalau kita melihat dengan teliti pergulatan filosofis Socrates, Socrates disebut filosof politik bukan karena dia menulis filsafat politik, bukan penulis buku politik, bukan teoritis politik, bukan penasihat penguasa, tidak ada hubungan

dengan kekuasaan. Inilah A dventure of Socrates’ Political Philosophy. Mengapa disebut pendiri, bahkan inisiator political philosophy . It’s based on what Socrates Concern with. Socrates pertama-tama bergulat dengan manusia, the human being . Manusia adalah tema filsafat Socratean. Kita tahu bahwa Aristofanes, Xenophanes, orang-orang ini berada pada bilangan filosof sofis, filosof sebelum Socrates, juga berurusan dengan manusia. Lantas apa beda filsafat manusia Socratean dengan Sofis? Apa yang khas dari Socrates ialah pertanyaannya. Apa pertanyaan Socrates?

“Apakah manusia?” Bagaimana dengan sofis? Mereka bertanya pada hal-hal praktis. Sofis sering kali mendapat konotasi kurang baik dalam sejarah filsafat, sebab gaya bertanya mereka adalah gaya yang menelikung, seperti hanya

untuk perdebatan bertele-tele yang ujung- ujungnya menjadi bingung sendiri. Ketika Socrates bertanya “Apa itu manusia?” dia menemukan apa sebagai jawaban? “Apa itu manusia” oleh Socrates dipakai untuk menggali natura manusia, kodrat manusia. Jadi “Apa kodrat manusia?” Inilah yang menjadi awal filsafat politik.

Apa artinya “kodrat manusia”? Socrates deklamator, pencetus pertanyaan mengenai natura manusia, itu sama dengan apa itu natura negara. Ini yang membuat Socrates menjadi pendiri Filsafat Politik. Ini adalah statement yang akan menghantar kita pada politik. Sesudah Socrates adalah Plato, Aristoteles. Sebelum mengurus apa yang disebut politik, bertanya dulu “Apa itu manusia?” Nanti kita tahu Agustinus, Thomas Aquinas, Machiavelli, Thomas Hobbes yang dalam buku pertama bertanya soal “Siapa manusia?” Locke, Rousseau, Montesqiu, Karl Marx bertanya siapa manusia yaitu Homo Oeconomicus, Lenin. Bayangkan ketika revolusi Amerika, konstitusi Amerika pertama-tama menyebut “We are THE PEOPLE of United States of America . . .” Sukarno juga menyebut, “Kami bangsa Indonesia . . .” Dalam pidato 1 Juni 1945, pertama-tama ia bertanya “Kita mau apa?” Sukarno tidak menyebut aturan- Apa artinya “kodrat manusia”? Socrates deklamator, pencetus pertanyaan mengenai natura manusia, itu sama dengan apa itu natura negara. Ini yang membuat Socrates menjadi pendiri Filsafat Politik. Ini adalah statement yang akan menghantar kita pada politik. Sesudah Socrates adalah Plato, Aristoteles. Sebelum mengurus apa yang disebut politik, bertanya dulu “Apa itu manusia?” Nanti kita tahu Agustinus, Thomas Aquinas, Machiavelli, Thomas Hobbes yang dalam buku pertama bertanya soal “Siapa manusia?” Locke, Rousseau, Montesqiu, Karl Marx bertanya siapa manusia yaitu Homo Oeconomicus, Lenin. Bayangkan ketika revolusi Amerika, konstitusi Amerika pertama-tama menyebut “We are THE PEOPLE of United States of America . . .” Sukarno juga menyebut, “Kami bangsa Indonesia . . .” Dalam pidato 1 Juni 1945, pertama-tama ia bertanya “Kita mau apa?” Sukarno tidak menyebut aturan-

Jadi cara mendefinisikan politik Indonesia itu bukan melalui abstraksi mayoritas – minoritas. Manusia Indonesia bukan yang secara mayoritas didominasi oleh siapa. Dan ini tampak sekali dari apa yang disebut dengan BAHASA. Peran para pendiri negara lebih hebat dari apa yang dapat mereka rumuskan pada tahun 1945 menjelang 17 Agustus. Waktu itu didirikanlah BPUPKI, dan para pendiri keliru kalau hanya sekadar dimengerti dari rumusan, produk rumusan, melainkan kejeniusan para pendiri ini sudah diintroduksi dari cara mereka mendefinisikan manusia Indonesia. Ini tampak kelak dari cetusan tentang kesepakatan penggunaan bahasa.

Dalam filsafat politik, bagaimana peradaban politik berkembang, dapat dilihat dari perkembangan para filosof politik yang tampak dari judul bukunya.

Title of Political Philosophy: Plato  Republica / Politeia

Aristoteles  Politics (sama dengan Plato, hanya saja Plato menulisnya dalam dialog) Agustinus  De Civitate Dei / Kota Allah (Civitas = keseluruhan dari perihal negara) Thomas Aquinas  Summa Contra Gentiles (Summa = ringkasan; contra = melawan; kekafiran) Thomas More  Utopia

Machiavelli  Il Principe / The Prince Hugo Grotius  Natural Law

Thomas Hobbes  De Cive, dan Leviathan

John Locke nd  Treatis of Government dalam dua buku: 1 dan 2 Social Philosophers of France  menulis traktat-traktat tentang Economical Analisies . Pada periode sesudah

st

Revolusi Prancis adalah analisis-analisis ekonomi. Karl Marx  Das Capital, Communism

Frankfurt School 1920an-1950an antara lain Adorno, Erich From, Marcuse, Habermas  mereka melakukan kritik-kritik tentang Marx Socialism.

Sukarno dkk.  Pancasila Habermas  Theory of Communicative Society John Rawls  Theory of Justice “Justice as Fairness” Eric Voegelin  Aspek Historis dalam Filsafat Politik Leo Strauss  Essoterism Analisys Hannah Arendt  The Origins of Totalitarianism

Dari judul-judul buku filsafat politik ini, Plato dan Aristoteles berada pada satu wadah / asal-usul, yaitu bahwa filsafat politik berurusan dengan polis. Politik berarti penataan polis, maka disebut Politheia. Agustinus, Thomas, dan More masuk dalam filosof Kristen. Mereka memiliki kekhasan untuk membela karakter kekristenan. Utopia kita pahami sebagai sesuatu yang tidak ada di mana pun, namun dalam More, Utopia berarti suatu cita-cita untuk menjelaskan bahwa inilah tata pemerintahan yang baik. Ini adalah cita-cita yang sangat baik. Utopia merupakan perpaduan politik dengan Kekristenan. Utopia adalah karya More sebelum dia dieksekusi mati karena membela iman Katolik ketika skisma Gereja Katolik dengan Henry VIII. Inilah periode di mana politik digandengkan dengan spirit kekristenan.

6 Februari 2013

Ketiganya disebut sebagai filosof kristiani yang mengeksplorasi filsafat politik dari sudut pandang kristiani. Menarik untuk menyimak secara mendalam bahwa dalam poin-poin pemikiran filsafat itu, tak hanya berhubungan dengan konsep-konsep praktis dari apa yang kita sebut negara, tetapi itu berasal dari paham-paham yang lebih modern. Artinya, di dalamnya termasuk misalnya perang adil itu seperti apa. Ini tema penting dalam filsafat kristiani. Contoh lain yang juga layak untuk disimak ialah paham-paham yang berurusan dengan natural law , hukum kodrat.

Thomas Aquinas menjadi rujukan utama untuk memahami hukum kodrat. Cara mengerti hukum kodrat itu begini. Hukum kodrat adalah hukum yang difondasikan pada pengertian tentang kodrat (natura). Natura bagi Thomas Aquinas memiliki kepentingan langsung dari “Apakah manusia itu?” Thomas menjawab manusia adalah ciptaan Tuhan yang diciptakan secitra Allah, bukan dalam artian wajah, fisik, tetapi natura. Apa yang menjadikan sesuatu itu manusia dan bukan yang lain? Bukan karena wajahnya, tetapi akal budi. Hukum kodrat berarti hukum yang didasarkan pada pemahaman akal budi manusia. Bagaimana akal budi manusia memahami manusia, dirinya sebagai ciptaan? Thomas menjawab, Tuhan menciptakan manusia agar manusia datang kepada Allah. Manusia diciptakan untuk diri-Nya. Agustinus punya ungkapan yang lebih sama ketika dia mengatakan, “Hatiku gelisah . . .” Hati manusia gelisah ketika tidak kembali kepada Allah. Agustinus adalah contoh yang indah untuk menyebut bahwa kita tidak perlu mencari apa pun selain Allah. Agustinus seperti Thomas banyak terpengaruh oleh Plato, pandangannya selalu ke atas karena realitas ada di atas.

Ketika manusia diciptakan Tuhan, kehadiran manusia itu menggembirakan Tuhan. Natura manusia oleh Thomas Aquinas sebagai State of Innocent (status sebelum jatuh ke dalam dosa). Hubungannya sedemikian mesra dengan Tuhan. Hal ini dipakai Thomas untuk mengarahkan kembali manusia pada keadaan lepas dari segala dosa dan hidup mesra dengan Tuhan dan sesama. Tata hidup manusia harus kembali pada tata relasi seperti ketika manusia pertama kali diciptakan di Eden. Lantas politik menjadi elaborasi untuk memulihkan relasi manusia dengan sesamanya dan manusia dengan Tuhan. Inilah skema hukum kodrat Thomas Aquinas. Maka judul dari salah satu buku politiknya, “Summa Contra Gentiles.” SCG mengatakan bahwa Thomas ingin mengajak manusia kembali pada kodrat semula ketika manusia diciptakan. Sekarang politik malah memecah-belah dan menjadi kemunafikan manusia.

Thomas Moore punya skema yang berbeda. Moore berada pada kerumunan di mana politik dan agama menjadi satu. Agama menjadi aksioma. Moore mengacu pada sebuah pergulatan di mana negara dan agama bercampur baur dan tumpang tindih. Pejabat Gereja menjadi pejabat negara.

Machiavelli menulis Il Principe , di mana yang disebut politik adalah kekuasaan. Pemimpin politik berarti penguasa. Politik menjadi perebutan kekuasaan. Fondasinya ada pada kepentingan kekuasaan. Machiavelli disebut filosof modern politik, karena seolah-olah dia mengelaborasikan keterpautan dengan Kekristenan kepada kekuasaan. Karena dia mengaitkan dengan begitu dramatis, politik dengan kekuasaan, metodologi berfilsafatnya juga berubah sama sekali. Dari Aristoteles kita melihat bahwa politik punya tujuan tertinggi. Machiavelli bukan soal tujuan tertinggi, tetapi soal bagaimana mempertahankan kekuasaan. Logika ini disukai oleh para politikus yang gila kuasa. Machiavelli menggeser paradigma Kristiani dalam hubungannya dengan tatanan politik. Logika Machiavelli dimaknai sebagai sebuah metode realisme dalam politik. Machiavelli akan mengalirkan spirit Utilitarianisme dalam politik, artinya apa pun yang kita kerjakan sebagai sebuah keburukan yang perlu, tak perlu merasa bersalah para pemimpinnya apabila keburukan itu dilakukan untuk membela kekuasaan.

Logika realisme ini diteruskan oleh Hobbes. Ketika Hobbes menggebrak zamannya dengan berkata manusia itu dari kodratnya adalah serigala bagi lai nnya, “ Homo homini lupus est .” Manusia haus akan darah sesamanya. Di Cina, komunisme menghantam semua yang bukan komunis. Di Indonesia, yang bukan komunis, menghantam semua yang komunis. Hobbes mengajukan filsafat yang sangat penting bagi demokrasi baru.

8 Februari 2013

Kita telah melihat sepintas soal apa yang dimaksud oleh judul-judul buku filsafat politik masing2 tokoh. Hugo Grotius adalah orang Belanda yang menjadi salah satu contoh filosof yang secara jelas mengurai natural law. Hal ini penting membuat sebuah hukum tidak direduksi pada semangat pertimbangan sosiologis kekinian. Contoh, hukum-hukum Kita telah melihat sepintas soal apa yang dimaksud oleh judul-judul buku filsafat politik masing2 tokoh. Hugo Grotius adalah orang Belanda yang menjadi salah satu contoh filosof yang secara jelas mengurai natural law. Hal ini penting membuat sebuah hukum tidak direduksi pada semangat pertimbangan sosiologis kekinian. Contoh, hukum-hukum

Hobbes, Locke, dan Rousseau adalah tiga filosof wajib bagi orang yang mau belajar filsafat politik. Hal ini wajib dipelajari karena Hobbes adalah filosof yang menulis filsafat dengan pertama-tama menguraikan makna manusia. Hobbes adalah murid filosof klasik sekelas Plato, Socrates, dan Aristoteles. Dari para gurunya, Hobbes tahu bahwa untuk mengurai tata hidup bersama, yang pertama harus diurus adalah manusia. Siapakah manusia. Siapa manusia menurut Socrates, adalah jiwanya. Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk berakal budi. Penyebutan makhluk berakal budi, sebenarnya mau menggambarkan manusia itu makhluk macam apa? Apa yang membuat manusia berbeda dengan makhluk lainnya? Apa buktinya manusia itu berakal budi? Hobbes belajar sangat baik dari Aristoteles, bahwa manusia adalah makhluk berakal budi. Manusia disebut makhluk berakal budi karena dia bisa mengatakan masa depan, cita-cita, tujuan hidup. Dengan sesamanya, manusia dapat menentukan / merumuskan tujuan hidup bersama. Bagi Aristoteles, keburukan adalah pencederaan tujuan hidup bersama. Orang yang melukai tujuan hidup bersama artinya merusak kodrat manusia. Inilah keburukan, yaitu ketika orang tidak mengarahkan diri pada tujuan (bersama). Aristoteles membuat etika moral baru tanpa teologi dengan berpedoman pada apa yang disebut dengan tujuan. Jadi natura itu tujuan. Thomas Aquinas nanti mengatakan bahwa dosa bukan melanggar perintah Tuhan, melainkan contra natura . Dalam hubungannya dengan pasangan suami istri, dikatakan dalam moral etika, itu sesuatu yang kodrati. Tetapi bagi yang hidup selibat, itu tidak sesuai dengan tujuan. kaul selibat adalah pertaruhan dan pertarungan antara tekad dan fisik yang bertentangan. Dari Aristoteles kita melihat, mengerti dan memahami bahwa patokannya bukan pada yang lain selain tujuan hidup kita.

Bhagavad Gita juga mengatakan hal yang sama ketika Arjuna hendak berperang. Krisna mengatakan bahwa kodratmu sekarang adalah ksatria yang harus berperang. “Tujuanmu adalah berperang.” Arjuna berkata, “Aku tak bisa melawan orang-orang yang adalah orang- orang terdekatku yang memberi cinta dan kasih saya.” Krisna berkata, “Hai Arjuna, apa yang kamu lihat sekarang adalah apa yang kamu lihat dengan matamu. Dengan kedua matamu kamu melihat itu. tetapi ketika kami melihat dengan mata self -mu, tidak akan ada lagi pengetahuan semu. Kamu akan menemukan kebenaran yang sejati.” “Oh Krisna, ajarkanlah kepadaku bagaimana aku dapat melihat dan mendengar dengan self .” Inilah emblem pergulatan manusia.

Kembali ke filsafat politik. Filsafat politik memiliki inti yaitu ketika politik kembali bukan pada apa yang tampak wah, tetapi kembali pada apa yang menjadi tujuan hidup bersama. Thomas Hobbes mendeklarasikan diri sebagai yang mengambil jalan berbeda dengan Aristoteles. Di mana bedanya? “Manusia” Hobbes adalah makhluk yang sendirian, kesepian. Ketika manusia menjadi homini lupus, tidak ada manusia yang dapat hidup bersama. Manusia selalu menerkam, memakan, menghantam yang lain. Hobbes tidak sedang berilusi, tetapi ia berada pada disposisi di mana manusia di hadapannya adalah pribadi yang tak pernah puas dengan apa yang dia miliki, menghancurkan yang lain, iri dan cemburu dengan yang lain. Hobbes menjelaskan kodrat manusia dalam kondisi alamiahnya, state of nature . State of nature is the state where Three is no law, constitution, leaders. Kalau manusia hidup dalam keadaan seperti itu, apa yang kira-kira akan terjadi? Skenario Hobbes menggarap manusia pada kondisi alamiahnya. Ketika kondisi alamiah Kembali ke filsafat politik. Filsafat politik memiliki inti yaitu ketika politik kembali bukan pada apa yang tampak wah, tetapi kembali pada apa yang menjadi tujuan hidup bersama. Thomas Hobbes mendeklarasikan diri sebagai yang mengambil jalan berbeda dengan Aristoteles. Di mana bedanya? “Manusia” Hobbes adalah makhluk yang sendirian, kesepian. Ketika manusia menjadi homini lupus, tidak ada manusia yang dapat hidup bersama. Manusia selalu menerkam, memakan, menghantam yang lain. Hobbes tidak sedang berilusi, tetapi ia berada pada disposisi di mana manusia di hadapannya adalah pribadi yang tak pernah puas dengan apa yang dia miliki, menghancurkan yang lain, iri dan cemburu dengan yang lain. Hobbes menjelaskan kodrat manusia dalam kondisi alamiahnya, state of nature . State of nature is the state where Three is no law, constitution, leaders. Kalau manusia hidup dalam keadaan seperti itu, apa yang kira-kira akan terjadi? Skenario Hobbes menggarap manusia pada kondisi alamiahnya. Ketika kondisi alamiah

18 Februari 2013

Sejak Thomas Hobbes, POLITIK ADALAH MILIK INDIVIDU, milik manusia sebagai makhluk individu. Manusia menjadi fokus dalam politik. Apakah sebelumnya bukan manusia? Dalam Hobbes yang dimaksud manusia adalah individu. Yang dimaksud INDIVIDU adalah dia dengan segala kebebasan dan hak-hak yang menyertainya. Politik menjadi eksplorasi dari prinsip-prinsip individualis. Jadi yang bergerak dalam konsep-konsep filsafat politik itu, punya fondasi pada konsep2 manusia sebagai individu. Sedikit kita mengingat, Machiavelli melihat politik langsung berurusan dengan kekuasaan dan penguasa. Aristoteles melihat politik beruurasn dengan komunitas yang terarah pada tujuan tertinggi. Jadi, buku Politik Aristoteles be rjudul “Politic” sama seperti Plato yang punya judul buku “Politheia”. Agustinus dan Thomas Aquinas termasuk Al-Farabi, politik berarti perkara tata hidup yang difondasikan pada prinsip-prinsip iman. Agustinus menulis buku De Civitas Dei. Al-Farabi menulis “The Virtus City” kota atau peradaban yang punya keutamaan. Thomas Aquinas memberi judul bukunya Summa Contra Gentiles, intisari tentang prinsip-prinsip politik melawan prinsip-prinsip kafir, menentang cara pikir yang bukan kristiani.

Hobbes menggulirkan sebuah wacana modern yang diwarisi oleh Machiavelli, yaitu soal penguasa, dalam Thomas Hobbes, politik adalah urusan individu. Legitimasi kekuasaan hanya menjadi sah ketika mengabdi, membela individu. Sejak Hobbes muncul pula John Locke, Jacques Rousseau, Montesquieu, dll. Hobbes betul-betul mengubah cara berpikir baru. Hobbes mengintroduksi politik sebagai sebagai sebuah konsen, persetujuan. Political power doesn’t come from above. It is come from below . Karena itu, bagaimana dengan legitimasi dirinya sebagai pemimpin? Menurut Hobbes hanya menjadi mungkin kalau difondasikan pada kesepakatan. Negara dibentuk dari dua hal yaitu NATURAL dan ARTIFICIAL. Negara punya fondasi karakter natural dan punya fondasi karakter artifisial. Artifisial artinya bahwa negara merupakan produk ART, atau ARTE, artinya seni. Dalam bahasa Yunani, ARTE mengatakan semua kepandaian, keindahan, kesenian. Logika kekuasaan politik yang diurus oleh Hobbes berada pada koridor artifisial. Aristoteles, Machiavelli, Thomas, Agustinus, Plato masuk dalam koridor NATURAL. Apa yang dimaksud dengan artifisial Hobbes? Menurut Hobbes, manusia sebagai individu dilahirkan bebas, dilahirkan sama, artinya sama dalam hubungannya dengan kebebasan. Menurut Hobbes, ketika manusia itu lahir, manusia memiliki apa yang disebut fakultas tubuh dan akal budi yang sama. Hobbes sadar bahwa tak mungkin sama persis, sebab ada yang lebih pandai, pandai, dan kurang pandai, dari sisi akal budi. Dari sisi tubuh, problemnya sama, yaitu ada yang besar, kecil, tinggi, pendek, kuat, lemah, gemuk, kurus, dst. Bagaimana mungkin secara filosofis, manusia sejauh dilahirkan sama dalam fakultas tubuh dan akal budi. (fakultas artinya kemampuan) De facto, kemampuan manusia itu berbeda-beda, tetapi mengapa bagi Hobbes disebut sama? Mengapa de facto manusia terlahir beda? De facto manusia berbeda dalam kemampuan fisik dan akal budi, mengapa manusia terlahir sama? Karena menurut Hobbes, perbedaan fisik dan akal budi tidak terlalu penting. Hobbes benar-benar melihat bahwa perbedaan ini tidak penting. Sama menurut Hobbes ialah semua manusia punya segala kemampuan untuk mempertahankan hidupnya dan mengancam yang lain. Manusia sama-sama bisa mengancam hidup manusia yang lain. Kalau Aristoteles, manusia sama karena punya tujuan yang sama. Bagi Hobbes, manusia sama karena punya titik tolak yang sama yaitu untuk mempertahankan hidupnya, manusia mengancam hidup orang lain. Hobbes mengambil sikap realisme. Manusia pada prinsipnya ingin membela hidupnya. Kalau manusia tidak mempertahankan hidupnya, itu karena Injil, Kitab Suci. Sebelum ada Kitab Suci, manusia, menurut Hobbes, selalu ingin mempertahankan diri.

19 Februari 2013 ASAL-USUL NEGARA

Bagaimana negara terbentuk? Hobbes memperluas wawasan tentang asal-usul negara. Negara bisa dimengerti dalam dua perspektif untuk menyebut bagaimana negara dibangun, direalisasikan dalam pemahaman filosofis. Dua itu ialah Natural dan Artifisial. Yang disebut artifisial bukan dalam arti sehari-hari yang berkonotasi dangkal, tetapi menunjuk pada pemahaman yang mendalam yaitu negara merupakan produk dari seni dan kepandaian. Jika diperhatikan, apa yang disebut Natural? Apa yang ada di benak kita perihal negara yang merupakan sesuatu yang natural? Natural dalam

terminologi yang penting dalam filsafat etika politik. Kalau dirunut dengan baik, maka kita dapat melihat poin-poin penting untuk memahami filsafat politik. Natural berasal dari kata kerja Latin nascire – natus , artinya dilahirkan ( natus ). Jadi natural punya konotasi, hubungan arti yang berhubungan dengan pengertian “yang dilahirkan”. Apa arti “yang dilahirkan”? Maksudnya bukan berasal dari buatan tangan manusia. Bukan produk manufaktur ( manus + facere = tangan + membuat = buatan tangan). Natural berarti, itu yang bukan buatan manusia. Bukan buatan manusia berarti itu yang mengalir along with my existence . Jadi, natural berarti itu yang mengalir seiring dengan keberadaanku. Apa yang “seiring dengan keberadaanku”? Yang seiring dengan keberadaanku ialah hidup. Hidup tak boleh dimengerti hanya sekadar bernafas, maka hidup pada saat yang sama mengatakan HIDUP BAIK. Kalau negara asal-usulnya ada dalam perspektif natura, negara itu keberadaannya untuk dimaksudkan sebagai pencapaian hidup baik. NEGARA adalah itu yang di dalamnya manusia mengejar TUJUAN hidup baik. Dengan maksud tersembunyi, kalau manusia hidup sesuai dengan natura sebagai manusia, maka hidup itu ialah hidup yang memiliki tujuan. Jadi, kalau manusia hidup tanpa tujuan yang jela, itu tidak kodrati sama sekali. Hidup haru sesuai dengan tujuan. kalau kita kembali pada Aristoteles, ia mengatakan bahwa manusia adalah makhluk polis, maka polis adalah tempat di mana manusia mencapai hidup baik. Maka jelas bahwa Aristoteles masuk dalam politik negara natural. Manusia dari lahirnya mengejar tujuan hidupnya, polis. Polis adalah tata hidup bersama / komunitas yang mengejar tujuan tertinggi. Kalau Aristoteles menyebut manusia sebagai binatang berakal budi, asosiasinya seperti binatang yang lain tapi berakal. Namun bukan itu maksudnya. Maksudnya manusia adalah dia yang memiliki tujuan. Manusia adalah makhluk yang tujuan hidupnya ialah dimilikinya sendiri. Jadi kalau manusia hidup tanpa tujuan, manusia sungguh tidak ada bedanya dengan sapi, anjing, kucing, dll. Aristoteles dengan kata lain luar biasa dalam hal ini. Bahwa TUJUAN itu adalah milik manusia. You are the very owner of your destination . Agustinus, selanjutnya, berkata bahwa tujuan itu ialah untuk Tuhan. “Engkau membuat kami untuk-Mu, ya Tuhan.” Ketika negara itu natura, maka akan sesuai dengan tujuan manusia.

Poin lain, jika asal-usul negara natural, maka negara itu menjadi kelanjutan dari kodrat manusia. Hal ini sangat jelas dalam Aristoteles. Di mana jelasnya? Aristoteles berkata, every art and every investigation, and similarly every action and pursuit, is considered to aim at some GOOD, selalu terarah kepada kebaikan. Kata-kata ini dikutip dalam politik Nicomachean. So what is good? Kalau semua tindakan manusia, seni, investigasi, aksi, tertuju pada kebaikan, good is that considered admit human action in aim . Itu yang menjadi keterarahan pada yang baik.

Bagaimana Aristoteles menjelaskan politik? Every polis is a community of some kind, and every community is established with a view to some good; for mankind always act in order to obtain that which they think good. But, if all communities aim at some good, the state or political community, which is the highest of all, and which embraces all the rest, aims at good in a greater degree than any other, and at the highest good. (Politics by Aristotle) Artinya, setiap negara adalah komunitas yang didirikan dengan pandangan untuk meraih kebaikan, karena manusia selalu bertindak dan berpikir untuk mendapatkan itu yang mereka pikir baik. Tetapi jika semua komunitas itu mengejar kebaikan, maka polis (komunitas politik), yang adalah lebih tinggi dari semuanya, dari sendirinya merangkul segalanya, dan terarah kepada kebaikan yang lebih tinggi tingkatannya dari segala yang lain, itulah kebaikan tertinggi.

Natura manusia

Gambaran Manusia Aristoteles

Political Society

Menurut Aristoteles, manusia memiliki tujuan untuk mengejar kebaikan. Kalau ada manusia-manusia (komunitas), maka mereka memiliki tujuan untuk mengejar kebaikan-kebaikan. Ketika kita bicara tentang kebaikan sebagai tujuan dari manusia, kita diajar oleh Aristoteles dalam apa yang disebut etika. Inilah etika. Etika berada dalam ranah politik. Maka pembicaraan politik tidak pernah lepas dari etika. Asal-usul negara natural berada dalam ikatan etika komunitas. Individu Aristoteles berarti manusia memiliki keterarahan pada polis. Kalau manusia tidak tinggal dalam polis, maka tidak hidup. Akibat dari skema ini, logika kecilnya ialah begini. Menurut Socrates, yang lebih banyak mengkritisi Platon, manusia terdiri atas rasio, spirit, dan appetitive (keinginan). Maka skema negara menjadi pemimpin, militer dan produsen.

Masalahnya sekarang bagaimana dengan negara artifisial?

Bagi Hobbes, manusia itu bukan dilahirkan lantas mengejar kebaikan. Manusia, begitu dilahirkan, meraung-raung

(menangis), dan manusia dilahirkan bebas.

The State of Nature

Gambaran Manusia Hobbes (Asal-Usul Negara Artifisial)

Bagaimana kalau manusia tinggal dalam komunitas seperti ini? Jika manusia bebas, di mana kebebasan Hobbes berarti saling mengancam, berarti satu sama lain terancam. Satu sama lain saling mengancam. Tak ada waktu semenit pun bagi manusia untuk merasa aman dan nyaman. Tidak ada sense of gathering , rasa kebersamaan. Maka logikanya, tidak ada komunitas. Thomas Hobbes melukiskan bahwa hidup jenis ini, brutish, poor, short, kumuh, kumal, pendek, dan penuh dengan segala ketakutan. Dalam Hobbes, hati nurani ialah keterlaluan kalau kamu kerasan tinggal dalam komunitas macam ini. Bagi Hobbes, tujuan manusia adalah keluar dari situasi itu. Inilah awal dari negara.

Dari sendirinya, kira- kira “negara itu apa” bagi Hobbes kalau de facto manusia seperti yang digambarkan di atas? Apa yang harus dikerjakan? Hidup bersama dalam The State of Nature seperti dalam Leviathan 13 (L 13) In such condition, there is no place for industry (kerajinan tangan) , because the fruit thereof is uncertain: and consequently no culture of the earth; no navigation, nor use of the commodities that may be imported by sea; no commodious building; no instrument of moving and removing such things as require much force; Industri tidak dapat dijalankan karena hasilnya tidak pasti. Misalnya kalau bertani, baru bertunas sudah dicabut orang. Konsekuensinya tidak ada kultur bumi, tidak ada navigasi transportasi, tidak ada gunanya komoditas-komoditas diimpor melalui laut, tidak ada pelabuhan, tidak ada bangunan yang nyaman, semua saling mengancam, tidak ada instrumen untuk mengangkut ke sana ke mari apa saja yang membutuhkan tenaga. No knowledge of the face on the earth , tidak ada ilmu pengetahuan, no account of time , tidak ada aturan waktu, no arts , tidak ada seni, no letters , tidak ada surat menyurat, no society and which is worst of all, continual fear, and danger of violent death; and the life of man, solitary, poor, nasty, brutish, and short. Yang paling parah adalah ketakutan terus-menerus, bahaya kematian, dan hidup manusia menjadi sendiri, miskin, kotor, kumuh, dan pendek.

Kalau hidup manusia saling mengancam, apakah masih ada rasionalitas? Apakah masih ada hal yang tersisa dalam rasionalitas manusia? Bagi Thomas Hobbes ketika manusia menjadi liar, jalang, dan asling mengancam, dari sendirinya rasionalitas berupa itu yang dimiliki oleh setipa manusia yang digunakan untuk membela diri. Bagaimana caranya? Kalau caranya masih pribadi per pribadi, persona per persona, setiap orang masih memasang pedang untuk berhadapan dengan yang lain. Maka harus diakui adanya kodrat kedua (law of nature yang kedua), artinya ini kita membicarakan manusia, bukan binatang. Manusia jelas tidak mungkin kerasan hidup seperti ini. Maka harus diandaikan dalam diri manusia ada kerinduan yang dimiliki oleh umum bahwa tak mungkin hidup seperti ini diteruskan. Harus ada yang disebut dengan kedamaian sebagai second law of nature. Bagaimana caranya berdamai? Menurut Thomas Hobbes, bahwa kondisi state of nature yang kacau ini harus diatur, harus diluruskan. Bagaimana caranya? Caranya Thomas Hobbes ialah harus ada apa yang disebut kontrak, kesepakatan untuk memilih, memutuskan yang menjadi pemimpin di antara mereka. Bagaimana caranya memilih pemimpin? Sebelum ada PEMILU, ada poin filosofis yang jauh lebih penting yaitu ketika pemimpin ada, pemimpin itu harus memiliki segala hak untuk mengeksekusi kepemimpinannya. Dia harus punya kekuasaan untuk meratifikasi hukum, meluruskan kehidupan. Komunitas-komunitas juga harus rapi dalam tata hidupnya. Hukum berfungsi untuk melindungi hak dari setiap manusia yaitu hidup. Jangan sampai ada ancaman. Karena logika Hobbes ialah bahwa manusia seperti serigala (homo homini lupus), penguasa ini harus kuat sekali. Pemerintahan harus kuat, bahkan sangat kuat, tak terkalahkan. Namun tidak ada pemerintahan seperti ini di dunia. Pemerintahan sekuat Leviatan, tak akan ada yang mengalahkan. Inilah pertama kali negara disebut organ badan. Manusia adalah bagian dari tubuh.

Non est potestas super teraam que comparatur ei. Tak ada kekuasaan di atas bumi ini yang sebanding dengan dia (Ayub 41:24) Tidak ada taranya di atas bumi; itulah makhluk yang tidak mengenal takut.

The State of Nature

Pemimpin

Gambaran Manusia Hobbes

(Asal-Usul Negara Artifisial)

Bagaimana dengan kepemimpinan Aristoteles?

Natura manusia

Gambaran Manusia Aristoteles

Political Society

(Asal-Usul Negara Natural)

Bagi Plato, pemimpin adalah filosof. Bagi Aristoteles, pemimpin adalah orang dengan kebijakan praktis. Apa bedanya pemimpin menurut Aristoteles dan pemimpin menurut Hobbes? Aristoteles adalah representasi dari

filsafat politik klasik. Hobbes merepresentasikan filsafat politik modern. Aristoteles memulai filsafat politiknya dari jalan pikiran yang rapi dan rinci untuk menunjukkan siapa kodrat manusia. Tetapi kerapian gagasan kodrat manusia aristoteles berada pada wilayah klasik. Artinya kodrat manusia dikurung dalam koridor keutamaan. Karena manusia itu bernilai dan berharga seutuhnya karena keutamaan, maka konsep selanjutnya ialah bahwa manusia itu tidak sama. Betul-betul manusia tidak sama, karena logika Aristoteles bisa dibenarkan dalam konsep keutamaan. Ada manusia yang memiliki kepandaian, ada yang memiliki kekuakatan. Mereka yang punya kekuatan fisik, mereka bekerja untuk hal-hal fisik. Mereka yang bijak, berada pada koridor sebagai pemimipin. Maka bagi Aristoteles, pemimpin berarti sebuah keniscayaan. Jadi manusia tidak bisa jadi pemimpin kalau tidak punya keutaman kebijaksanaan mengenai tata hidup bersama. Bagi Aristoteles, filsafat politik cannot be otherwise . Teologi Kristiani sangat dibantu oleh filsafat Aristoteles.

Dalam Hobbes, manusia bukan diambil yang baik, tetapi dilihat, diobservasi realitasnya. Realitasnya manusia kacau balau. Tampaknya saja manusia bisa mengikuti aturan atau tata jadwal yang dibuat manusia. Hal ini hanyalah penampakan semata, bukan menyentuh natura manusia. Apa artinya? Hobbes berkata bahwa manusia bisa demikian karena lingkungannya. Bagaimana kalau aturan itu dilanggar, hidup tanpa aturan, tanpa pemimpin, tanpa hukum, tidak ada RT-RW? Apa jadinya? Hobbes merangkai sebuah hipotesis mengenai hidup manusia bahwa dari kodratnya, manusia tidak teratur, tidak digerakkan oleh akal budi, melainkan nafsu. Hal ini tampak dalam situasi konflik. Banyak orang mati dalam situasi konflik. Hobbes berangkat dari sebuah realitas, bukan dari yang ideal. Akibatnya manusia menjadi pengancam bagi sesamanya. Maka manusia harus diakui memiliki segala kebebasan untuk membela hidupnya. Hobbes tampak banal dalam memahami manusia. Hobbes memasukkan konsep filsafat yang menjadi fondasi semua filsafat politik modern, yaitu bahwa manusia terlahir sama yaitu dalam kebebasan. Maka tidak ada yang pandai, bodoh, kuat, lemah, sehat, sakit. Tidak ada bedanya karena masing-masing bisa saling membunuh. Akibatny selanjutnya ialah manusia hidup dalam situasi yang sama sekali tidak nyaman. Maka dengan sisa rasionalitany,a mereka harus masuk dalam konsen bersama membentuk pemimmpin. Siapa pemimpin dalam Hobbes? Bisa siapa saja asal dipilih. Sementara dalam Aristoteles tidak bisa.

26 Februari 2013

Apa persamaan antara Thomas Hobbes dan Aristoteles? Hobbes tidak bisa menyangkal bahwa dirinya adalah Aristotelian, seluruh fondasi filsafat politiknya dia urus dengan pertama-tama menggarap KONSTITUSI KODRATI MANUSIA . Mengapa “konstitusi kodrati” merupakan kata yang baik? Karena Hobbes menguraikan perihal kodrat manusia tetapi pada saat yang sama kodrat itu ialah sebuah bentukan, konstruksi, bangunan, konstitusi dari Hobbes sendiri. KKM Hobbes diberi nama dengan apa yang disebut The State of Nature. Hobbes tidak bisa keluar dari jalur Aristotelian dalam arti filsafat politik harus dikembalikan pada kodrat manusia. Dalam hal ini, Hobbes adalah Aristotelian. Ini yang pertama.

Paper: Perbedaan dan persamaan Hobbes dan Aristoteles. 2 halaman, bukan daftar tetapi diuraikan.

JOHN LOCKE

Tulisan yang sangat terkenal berjudul “Treties on the Government”. Dalam traktat ini ada dua bagian. Yang satu adalah dialog (dispute) debat John Locke dengan ... Yang kedua adalah yang terkenal, kaerna adanya konsep private property yang merupakan konsep modern. Aristoteles tidak menulis soal private property . Itu konsep modern. De facto kita tahu dengan baik konsep private property menjadi pergulatan filsafat politik untuk periode-periode selanjutnya. Jadi, John Locke menulis The Second Treaties on the Government . John Locke berada pada koridor politik modern. Dia tidak masuk dalam politik klasik. Periode John Locke adalah yang menyusul Hobbes, jadi dia juga bicara soal The State of Nature , seperti Hobbes. Ini mendahului konsep dia tentang Political Society . Hobbes dan Locke, ketika membagi bukunya, Hobbes bab 1-13 mengenai manusia. Bab 14 mengenai hukum kodrat. Skema yang sama juga menjadi skema Locke. Skema pembahasannya bergerak dari State of Nature ke Political Society . Apa pertanyaannya? Siapa manusia dalam The State of Nature John Locke. Pertanyaan “Siapa manusia?” sangat penting Tulisan yang sangat terkenal berjudul “Treties on the Government”. Dalam traktat ini ada dua bagian. Yang satu adalah dialog (dispute) debat John Locke dengan ... Yang kedua adalah yang terkenal, kaerna adanya konsep private property yang merupakan konsep modern. Aristoteles tidak menulis soal private property . Itu konsep modern. De facto kita tahu dengan baik konsep private property menjadi pergulatan filsafat politik untuk periode-periode selanjutnya. Jadi, John Locke menulis The Second Treaties on the Government . John Locke berada pada koridor politik modern. Dia tidak masuk dalam politik klasik. Periode John Locke adalah yang menyusul Hobbes, jadi dia juga bicara soal The State of Nature , seperti Hobbes. Ini mendahului konsep dia tentang Political Society . Hobbes dan Locke, ketika membagi bukunya, Hobbes bab 1-13 mengenai manusia. Bab 14 mengenai hukum kodrat. Skema yang sama juga menjadi skema Locke. Skema pembahasannya bergerak dari State of Nature ke Political Society . Apa pertanyaannya? Siapa manusia dalam The State of Nature John Locke. Pertanyaan “Siapa manusia?” sangat penting

Siapa manusia menurut Locke? Locke menguraikan bahwa manusia adalah (1) dia yang memenuhi didirnya sendiri, (2) dia yang bekerja, (3) manusia seolah-olah dapat diringkas, terealisir dalam keringat. Manusia adalah self sufficient , artinya manusia bisa mencukupkan dirinya sendiri dengan bekerja. Dan bekeraj itulah yang menjadi pondasi bahwa dia memiliki hak untuk menerima buah-buah dari kerja kerasnya.

Bagaimana dalam Hobbes? Hobbes benar-benar memiliki poin jelas, bahwa manusia adalah makhluk yang mengancam dan mengejar yang lain, bukan karena senang melakukannya, tetapi karena untuk membela hidupnya (self reservation). Manusia Hobbes terlukis seperti manusia pemburu, seperti pada zaman purba, tidak hanya berburu binatang, tetapi juga memburu pesaingnya. Hal ini tercontoh nyata dalam suku-suku Indian, namun hal ini juga nyata dalam situasi negara yang tanpa pemimpin.