MEMBUDAYAKAN LITERASI MELALUI PENILAIAN (1)

MEMBUDAYAKAN LITERASI MELALUI PENILAIAN OTENTIK SESUAI PENERAPAN
KURIKULUM 2013 PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

Oleh:
Yudha Andana Prawira
Widyaiswara Madya
20157
Abstract
Education curriculum aims to build the life of the present and future of the nation, which was developed from the heritage value and
interpretation of the nation in the past, and later inherited and developed for future life. Dimensions of national life, pastpresentfuture, be a philosophical basis for curriculum development. The curriculum also prepares the next generation not merely
competent, but also serves as the inheritance of values and interpretation of the nation in the past.
Curriculum developed at this time in addition to competency-based, also based literacy. High literacy skills that will allow young
people of Indonesia to compete with other countries. Based on this, the authors as an observer of the development of national
education, want to share efforts to develop skills and cultural literacy learners through implications curriculum 2013 review of
aspects of the process and assessment system in accordance with the curriculum 2013. Therefore, in this paper will be presented on
efforts to cultivate literacy through the implementation of authentic assessment in the form of project appraisal
Point press the curriculum development in 2013 was the improvement mindset, strengthening governance curriculum, deepening and
expansion of the material, reinforcement learning, and learning load adjustment in order to ensure conformity between what is
desirable with what is produced. Curriculum development becomes very important in line with the continuity of the progress of
science, technology, art and culture as well as changes in society at local, national, regional, and global in the future. Therefore, the
implementation of Curriculum 2013 is a strategic move in the face of globalization and future demands of Indonesian society.

Development in Curriculum 2013 carried out on the basis of some key principles. First, competency standards derived from the
needs. Second, content standards derived from competency standards through its core competencies-free subjects. Third, all subjects
should contribute to the formation of attitudes, skills, and knowledge of learners. Fourth, subjects derived from the competency.
Fifth, all subjects are bound by the core competencies. Sixth, the alignment of demands graduates, content, learning, and assessment.
The consistent application of these principles to be essential in achieving successful implementation of Curriculum 2013. I hope this
paper will be insprition for teacher or observers and educational developers.
A. Pendahuluan
1) Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 yang Berbasis Literasi
Riuh rendah dan gonjang ganjing tentang kurikulum terbaru di Indonesia yang disebut dengan
Kurikulum 2013 mengundang beragam tanggapan dari berbagai pihak. Semua tanggapan terhadap kurikulum
2013 tersebut tentu sangat bergantung pada latar belakang, pendidikan, pekerjaan, bahkan bergantung pada
kepentingan dari penanggapnya. Apapun tanggapan yang disampaikan dalam berbagai bentuk media, bukanlah
hal yang akan penulis tanggapi pula dalam tulisan ini.

Kurikulum pendidikan bertujuan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa akan datang
bangsa, yang dikembangkan dari warisan nilai dan pretasi bangsa di masa lalu, serta kemudian diwariskan serta
dikembangkan untuk kehidupan masa depan. Dimensi kehidupan bangsa, masa lalu-masa sekarang-masa yang
akan datang, menjadi landasan filosofis pengembangan kurikulum. Kurikulum juga tidak sekedar
mempersiapkan generasi mendatang yang kompeten, namun juga berfungsi sebagai pewarisan nilai dan pretasi
bangsa di masa lalu. Bercermin dari masa lalu memberikan dasar bagi kehidupan bangsa sebagai modal yang

digunakan untuk membangun kualitas kehidupan bangsa dalam kehidupan masa kini, dan kemudian
dikembangkan untuk keberlanjutan kehidupan bangsa dan warganegara.
Dengan perkembangan yang terjadi saat ini, di Indonesia kurikulum pendidikan di sekolah dan
madrasah mengalami pengembangan yang terus menerus dan diharapkan cenderung progresif. Kurikulum
tidak boleh stagnan. Kurikulum yang mengalami stagnan akan membawa kemunduran bagi perkembangan
suatu bangsa. Berkenaan dengan hal tersebut dalam kurikulum yang dikembangkan saat ini yang dikenal
dengan sebutan Kurikulum 2013, mengalami beberapa perkembangan dibandingkan dengan kurikulum
sebelumnya. Perkembangan tersebut paling tidak menyangkut tiga aspek kurikulum antara lain menyangkut
konten kurikulum, proses dan penilaian.
Ketiga aspek ini merupakan paket pengembangan kurikulum. Saat suatu kurikulum mengalami
perkembangan, maka akan selalu menyangkut ketiga aspek tersebut. Hal ini pula yang terjadi dalam Kurikulum
2013. Dari aspek konten dapat dicirikan dengan perubahan yang terjadi pada standar isi. Pada standar ini
kurikulum 2013 ini yang semula pada kurikulum 2006 berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar
minimal yang harus dicapai atau dimiliki peserta didik. Kini berupa kompetensi inti dan kompetensi dasar,
yang secara konsep maupun filosofinya berbeda dengan istilah standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Kurikulum yang disusun bertujuan untuk menyesuaikan dgn perkembangan dunia. Termasuk dalam
kurikulum 2013 ini ditujukan untuk mengejar perkembangan dunia yang sangat pesat, terutama dalam dunia
yang mengglobal ini. Dunia saat ini seakan menjadi semakin sempit dengan perkembangan internet. Negara
membutuhkan generasi muda yang melek internet dan memiliki kemampuan dalam kecepatan membaca
dengan tingkat pemahaman yang tinggi. Apalagi salah satu rujukan perkembangan kurikulum 2013 ini adalah

hasil beberapa penelitian yang berkaitan dengan kemampuan intelegensi dasar manusia, baik dalam
matematika maupun berbahasa. Beberapa hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada pada
posisi di atas peringkat seratusan. Indonesia termasuk negara yang masih sangat rendah posisinya (Depdikbud,
2013).
Dari hasil analisis tersebut, kurikulum yang dikembangkan saat ini selain berbasis kompetensi, juga
berbasis literasi. Karena kemampuan literasi yang tinggi akan memudahkan generasi muda Indonesia untuk
bersaing dan berkompetisi dengan negara lain. Berdasarkan hal tersebut, penulis sebagai pemerhati
perkembangan pendidikan nasional, ingin berbagi upaya mengembangkan kemampuan dan budaya literasi
peserta didik melalui implikasi kurikulum 2013 ditinjau dari aspek proses dan sistem penilaian sesuai dengan
kurikulum 2013 ini. Karena itu, dalam tulisan ini akan dikemukakan tentang upaya membudayakan literasi
melalui pelaksaan penilaian otentik dalam bentuk penilaian proyek.
2) Perubahan yang terjadi dalam Kurikulum 2013
Beberapa perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kurikulum 2013 dbandingkan dengan
kurikulum 2006, sebagaimana yang dikemukakan terdahulu yaitu berkaitan dengan tiga aspek kurikulum antara
lain menyangkut konten kurikulum, proses dan penilaian. Berikut dikemukakan secara rinci perubahan
tersebut.

Ketiga aspek ini merupakan paket pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum akan selalu
menyangkut ketiga aspek tersebut. Hal ini pula yang terjadi dalam Kurikulum 2013. Dari aspek konten dapat
dicirikan dengan perubahan yang terjadi pada standar isi. Pada standar ini kurikulum 2013 ini yang semula

pada kurikulum 2006 berisi tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar minimal yang harus dicapai
atau dimiliki peserta didik. Kini berupa kompetensi inti dan kompetensi dasar, yang secara konsep maupun
filosofinya berbeda dengan istilah standar kompetensi dan kompetensi dasar (Prawira, 2013).
Kompetensi Inti merupakan gambaran tentang kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti juga berperan sebagai pengikat semua mata pelajaran dalam satu tingkat pada suatu jenjang
pendidikan. Semua mata pelajaran yan diajarkan pada satu tingkat kelas memiliki kompetensi inti yang sama.
Dengan demikian semua mata pelajaran yang telah menuntaskan semua kompetensi dasarnya akan mencapai
ranah kompetensi yang sama, baik dari aspek sikap, pengetahuan, maupun keterampilan.
Dari segi konten kurikulum, kompetensi inti ini merupakan terobosan yang sangat besar dalam
kurikulum pendidikan nasional. Kompetensi ini yang membedakannya dari kurikulum sebelumnya.
Pencapaian kompetensi inti yang baik akan memberikan dampak yang luar biasa bagi peserta didik. Mengingat
kompetensi inti ini tertuang secara tersurat dalam standar isi maka peserta didik akan memiliki aspek/ranah
pendidikan yang lengkap, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Karena itu, bisa juga disebutkan bahwa
kompetensi Inti adalah kualitas yang harus dimiliki seorang peserta didik untuk setiap kelas melalui
pembelajaran KD yang diorganisasikan dalam proses pembelajaran siswa aktif. Hal ini pula yang memengaruhi
pengembangan aspek berikutnya dalam kurikulum 2013.
Sementara itu, pada bagian kompetensi dasar dari standar isi untuk kurikulum 2013 mengarah pada
pendekatan literasi. Pendekatan literasi ini secara singkatnya merupakan pendekatan yang sangat aplikatif,
karena semua kompetensi yang harus dimiliki dan dikuasai peserta didik memiliki unsur aplikasi yang lebih

besar. Sehingga kompetensi yang disampaikan harus mengacu pada kemampuan penerapan kompetensi
tersebut pada kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, peserta didik
langsung dihadapkan pada dunia nyata. Hal ini akan lebih nampak pada penjelasan bagian standar proses.
Selanjutnya yang berkenaan dengan pengembangan kurikulum 2013 adalah standar proses. Standar
proses yang dikemukakan dalam kurikulum 2013 ini merupakan pengembangan dari standar proses pada
kurikulum-kurikulum sebelumnya. Standar proses yang diberlakukan pada kurikulum 2013 ini menggunakan
pendekatan saintifik. Pendekatan ini merupakan inti sari dari langkah-langkah metode ilmiah. Dalam
pendekatan saintifk, secara ringkasnya dikemukakan lima tahapan proses pembelajaran yang harus dilakukan
peserta didik. Kelima langkah tersebut antara lain mengamati, menanyakan/bertanya, mengumpulkan
informasi, mengolah hasil informasi, dan mengomunikasikannya.
Kelima langkah tersebut merupakan pengembangan dari standar proses pada kurikulum 2006, yang
dikenal dengan tiga langkah pembelajaran yaitu eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada hakekatnya, kedua
langkah-langkah pembelajaran tersebut mengacu pada arah yang sama. Kedua jenis lankah pembelajaran ini
merupakan inti sari langkah-langkah keterampilan proses. Keterampilan proses ini pernah diungkapkan dan
dikembangkan pada kurikulum yang dilaksanakan pada tahun 1984. Saat itu, pendekatan yang digunakan
adalah strategi cara belajar siswa aktif. Pada kurikulum 2006 menggunakan istilah PAKEM (Pembelajaran
Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan). Dengan demikian, yang dikembangkan pada kurikulum 2013 ini
dengan pendekatan saintifik, embrionya sudah dikenalkan semenjak kurikulum 1984. Semoga dengan masa
inkubasi yang sangat panjang sekitar 30 tahun dapat menghasilkan prroses pembelajaran yang sangat
mumpuni.

Sementara itu, bagian lainnya yang harus dikembangkan dalam pelaksanaan kurikulum adalah standar
penilaian. Aspek penilaian ini memiliki peran yang sama pentingnya dengan dua standar sebelumnya.

Mengingat hasil dari proses pelaksanaan kurikulum yang berupaya menyampaikan standar isi baru akan terlihat
dampaknya setelah melalui tahap penilaian atau evaluasi. Standar penilaian ini dapat juga disebut sebagai
gerbang akhir pelaksanaan kurikulum.
Pada kurikulum 2013 ini, standar penilaian yang dilaksanakan menggunakan pendekatan penilaian
otentik. Secara bahasa otentik dapat diartikan sebagai sahih/valid, original, sesuai realita, atau rekam data
yang nyata. Penilaian otentik yang dimaksud dalam kurikulum 2013 ini merupakan penilaian yang menuntut
otentifikasi seluruh kegiatan penilaian mulai persiapan, proses pembelajaran, proses penilaian, hingga hasil
pembelajaran. Penilaian otentik juga menuntut tercatatnya ketiga ranah pendidikan yang mencakup aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan demikian, dapat disebutkan bahwa penilaian otentik yang
dilaksanakan dalam kurikulum 2013 ini merupakan penilaian yang mendekati paripurna.
Penilaian otentik disebut sebagai penilaian paripurna karena selain mencakup tiga ranah pencapaian
pendidikan (sikap, pengetahuan, keterampilan), juga mencakup pada seluruh Kompetensi inti dan sesuai
dengan pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan pendekatan saintifik. Penilaian otentik sangat penting
dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Karena itu, dalam tulisan ini akan dikemukakan tentang pencapaian
penerapan kurikulum 2013 yang berbasis literasi melalui pelaksanaan penilaian otentik.
3) Kurikulum Berbasis Literasi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia menjadi sangat penting dalam pengembangan kurikulum dan

pelaksanaannya. Hal ini mengingat selain kurikulum 2013 ini berbasis literasi, juga karena bahasa merupakan
salah satu ciri kemampuaan dasar dalam intelengensi manusia. Sangat tepat jika mata pelajaran bahasa, baik
bahasa Indonesia maupun bahasa asing menjadi salah satu mata pelajaran yang diujian-nasionalkan.
Banyak pihak yang mengkhawatirkan kualitas pembelajaran bahasa Indonesia. Alasannya bahwa dalam
pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia belum mencerminkan ke arah kompetensi bahasa yang menuju
literasi. Dalam kurikulum tahun 2006/KTSP, disebutkan bahwa untuk peserta didik tingkat SMA diwajibkan
membaca buku cerita sebanayak 12 buku cerita selama tiga tahun. Hal ini sudah bagus walaupun dibandingkan
dengan negara-negara maju, siswa SMA di Amerika, Belanda, dan Prancis diwajibkan membaca 30 buku sastra
(Depdiknas, 2006).
Misalnya, untuk tingkat sekolah menengah pertama juga jenis teks yang diajarkan untuk perserta didik
dengan jumlah setidaknya 15 jenis teks, namun dengan dua bentuk teks yaitu lisan dan tulis untuk setiap jenis
teks. Jenis-jenis teks tersebut adalah laponran observasi, tanggapan deskripsi, eksposisi, eksplanasi kompleks,
serta pendek, fabel/moral, ulasan, diskusi, prosedur, biografi, eksemplum, tanggapan kritis, tantangan, dan
persuasi.
Peran guru bahasa Indonesia untuk menuntun peserta didik dalam mengasah kemampuan keliterasiannya sangat besar. Guru yang memiliki kompetensi literasi yang baik akan membawa lingkungan
literasi yang baik pula untuk peserta didik selama proses pembelajaran. Lingkungan pembelajaran literasi pada
peserta didik memberikan pengaruh psikologis yang akan tertanam dalam ingatan peserta didik. Kegiatan
seperti ini yang dilakukan terus menerus dan dilakukan pada populasi seluruh peserta didik di Indonesia,
diharapkan akan membentuk dan menjadi budaya literasi bagi generasi penerus bangsa ini (Prawira, 2014).
Peserta didik belajar berbahasa atau bersastra untuk dunia nyata, bukan dunia sekolah. Pembelajaran

berbasis budaya literasi dalam dunia pendidikan memiliki keunggulan karena model literasi bukan hanya
dimaksudkan agar siswa memiliki kapasitas mengerti makna konseptual dari wacana melainkan kemampuan
berpartisipasi aktif secara penuh dalam menerapkan pemahaman sosial dan intelektual (White, 1985:56).
Pembelajaran berbasis budaya literasi akan mengondisikan peserta didik untuk menjadi seorang literat.

Peningkatan kemampuan literasi dalam belajar sejalan dengan tujuan pendidikan, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Depdiknas, 2003). Pemerolehan tujuan ini dapat dilakukan siswa jika mereka telah
menjadi sosok literat.
Proses pengembangan kemampuan berbahasa dan bersastra dilaksanakan dengan cara
mengembangkan kemampuan kognitif, analisis, sintesis, evaluasi, dan kreasi melalui suatu kajian langsung
terhadap kondisi sosial dengan menggunakan kemampuan berpikir cermat dan kritis. Proses pemahaman
peserta didik terhadap fenomena sosial dengan pengenalan secara langsung akan lebih memudahkan bagi
pembelajar dalam mengembangkan kompetensinya. Peserta didik harus terbiasa dengan membaca berbagai
informasi dan mengakses informasi dari media elektronis maupun media tertulis. Selain itu, ia perlu mengikuti
perkembangan peradaban yang sedang terjadi secara faktual. Karena itu, dalam mengembangkan kompetensi
berbahasa dan bersastra berbasis literasi perlu didukung oleh ketersediaan fasilitas dalam membangun insan
literat. Aktivitas pendidik dalam kelas ketika melaksanakan pembelajaran bahasa Indonesia berbasis literasi
lebih ringan, yaitu (1) mengarahkan aktivitas peserta didik; (2) memilih dan menyiapkan bahan pembelajaran;

(3) memerika hasil kerja peserta didik; (4) mengarahkan sistem berkomunikasi keilmuan; (5) berkoordinasi
dalam menyiapkan latar kelas
B. Penilaian Otentik dalam Pengembangan Kurikulum 2013
1. Penilaian otentik [masukan juga tentang karakteristik dan prinsip2 otentik]
Evaluasi dalam pendidikan disinonimkan dengan istirlah penilaian. Karena itu, untuk selanjutnya
penulis mengistilahkan sebagai penilaian. Penilaian dapat memiliki dua pemahaman pelaksanaan, yaitu
pengujian dan pengukuran (assesment). Dalam kurikulum 2013 dikenal dengan istilah penilaian otentik. Istilah
otentik sendiri bersinonim dengan asli, valid, reliabel, dan realistik. Hal ini dapat diartikan bahwa penilaian
otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara valid, asli, realiabel baik yang berupa pengukuran maupun
pengujian terhadap proses dan hasil pembelajaran.
Dalam kaitan dengan kurikulum 2013 ini, maka pemahaman penilaian otentik memiliki pengertian
yang lebih komprehensif. Hal ini sebagaimana dikutip dari American Librabry Association penilaian otentik
didefinisikan sebagai proses evaluasi untuk mengukur kinerja, prestasi, motivasi, dan sikap-sikap peserta didik
pada aktifitas yang relevan dalam pembelajaran (Depdikbud,2013).
Ada empat macam kegiatan penilaian otentik yang ditawarkan dalam pelaksanaan kurikulum 2013 ini,
antara lain penilaian kinerja, penilaian proyek, penilaian portofolio, dan penilaian tertulis. Masing-masing jenis
penilaian otentik ini memiliki kelebihan. Kelebihan ini yang bisa dioptimalkan dengan cara menyesuaikan
dengan kompetensi dasarnya. Karena setiap kompetensi dasar ini memiliki karakteristik yang berbeda dan
membutuhkan intrumen penilaian yang berbeda pula.
2. Fungsi otentifikasi dalam penilaian

Sesuai dengan makna peristilahannya dalam penilaian otentik ini, yang diutamakan adalah konfirmasi
terhadap seluruh kegiatan penilaian. Sehingga pada setiap kegiatan penilaian yang dilaksanakan pencatatan
seluruh proses dan hasil penilaian perlu diperhatikan. Pencatatan inilah yang menjadi fokus dalam penilaian
otentik, sekesil apapun kegaiatan yang dilakukan peserta didik perlu mendapat penghargaan dari guru. Karena
itu, dalam penilaian otentik guru perlu mempersiapkan beragam instrumen penilaian untuk ketiga ranah
pendidikan, yaitu aspek sikap, pengetahuan, maupun keterampilan.

Hal ini pula yang membedakan penilaian hasil belajar yang tradisional dengan penilaian otentik.
Penilaian tradisional yang dimaksud adalah penilaian yang mengacu pada standar norma maupun standar
patokan. Penilaian tradisional cenderung mereduksi makna kurikulum, tidak mampu menggambarkan
kompetensi dasar, dan rendah daya prediksinya terhadap derajat sikap, keterampilan, dan kemampuan
berpikir yang diartikulasikan dalam banyak mata pelajaran.
Dengan mencatat seluruh aktivitas belajar siswa akan memperkaya akuntabilitas penilaian. Sehingga
makna validitas dan reliabilitas yang terintegrasi dalam penilaian otentik tetap terjaga. Hasil pencatatan
penilaian ini ketika akan digunakan guru sebagai dasar penentuan nilai akhir untuk laporan pada orang tua
peserta didik, barulah dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Analisis ini tentunya sesuai dengan
kebutuhan akhir penilaian itu sendiri. Sebagai contoh analisis kualitatif dari data penilaian otentik yaitu dengan
menerapkan rubrik skor atau daftar cek untuk menilai aktivitas peserta didik terhadap kriteria dalam kisaran
tiga atau empat tingkat kemahiran.
3. Pedoman dalam Penilaian Otentik

Dalam penilaian otentik selain kepada proses pembelajaran dan proses penilaian juga tetap mengacu
penilaian hasil belajar. Penialain ini dilakukan pendidik untuk memantau kemajuan belajar, memantau hasil
belajar, dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Fungsi
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik meliputi:
a.

formatif yaitu memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta didik dalam sikap, pengetahuan, dan
keterampilan pada setiap kegiatan penilaian selama proses pembelajaran dalam satu semester. Hasil dari
kajian terhadap kekurangan peserta didik digunakan untuk memberikan pembelajaran remedial dan
perbaikan RPP serta proses pembelajaran yang dikembangkan guru untuk pertemuan berikutnya; dan

b. sumatif yaitu menentukan keberhasilan belajar peserta didik pada akhir suatu semester, satu tahun
pembelajaran, atau masa pendidikan di satuan pendidikan. Hasil dari penentuan keberhasilan ini
digunakan untuk menentukan nilai rapor, kenaikan kelas dan keberhasilan belajar satuan pendidikan
seorang peserta didik (Permendikbud Nomor 104 tahun 2014).
Beberapa prinsip Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik meliputi prinsip umum dan prinsip khusus.
Prinsip umum dalam Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik mencakup Sahih, Objektif, Adil, Terpadu,
Terbuka, holistik dan berkesinambungan, Sistematis, akuntabel, dan edukatif. Sementara itu prinsip khusunya
meliputi Materi penilaian dikembangkan dari kurikulum, Bersifat lintas muatan atau mata pelajaran, Berkaitan
dengan kemampuan peserta didik, Berbasis kinerja peserta didik, Memotivasi belajar peserta didik, dan
Menekankan pada kegiatan dan pengalaman belajar peserta didik.

C. Penilaian Proyek dalam Pembelajaran Literasi
Tugas utama guru dalam proses penilaian pembelajaran perlu memahami dahulu yang berkaitan
dengan: (1) sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan,
misalnya, berkaitan dengan sikap, keterampilan, dan pengetahuan; dan (3) tingkat pengetahuan apa yang akan
dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses (Depdikbud, 2013).
Penilaian otentik yang dianut oleh kurikulum 2013 memiliki empat jenis penilaian yang disarankan,
yaitu penilaian kinerja, portofolio, proyek, dan penilaian tertulis. Penilaian kinerja ini merupakan penilaian
yang menekankan pada perilaku dan keterampilan peserta didik. Penilaian dilakukan dengan mengamati

kinerja peserta didik perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian
kemampuan tertentu. Untuk menilai keterampilan berbahasa peserta didik, dari aspek keterampilan berbicara,
misalnya, guru dapat mengobservasinya dalam kegiatan seperti berpidato, berdeklamasi, dan wawancara.
Pengamatan tersebut akan memerhatikan kemampuan yang dimiliki peserta didik. Namun untuk menjaga
objetivitas penilaian, guru sebaiknya juga membuat lembar pengamatan yang reliabel dan ajeg.
Penilaian otentik sebisa mungkin melibatkan parsisipasi peserta didik, khususnya dalam proses dan
aspek-aspek yang akan dinilai. Pelibatan peserta didik dalam penilaian proyek dapat dimulaidari perencanaan
pembelajaran. Bahkan untuk tingkat sekolah dasar karena menggunakan pembelajaran tematik, penilaian
proyek ini menjadi lebih bermakna.
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap tugas yang harus diselesaikan oleh peserta
didik baik secara mandiri maupun kelompok. Penyelesaian tugas dimaksud berupa investigasi yang dilakukan
oleh peserta didik, mulai dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, analisis, dan
penyajian data. Proses pelaksanaan proyek peserta didik ini sudah pula sejalan dengan langkah-langkah
pembelajaran saintifik sebagaimana yang diharapkan kurikulum 2013.
Produk akhir dari sebuah proyek sangat mungkin memerlukan penilaian khusus. Penilaian produk dari
sebuah proyek dimaksudkan untuk menilai kualitas dan bentuk hasil akhir secara holistik dan analitik.
Penilaian produk dimaksud meliputi penilaian atas kemampuan peserta didik menghasilkan produk, seperti
makanan, pakaian, hasil karya seni atau sastra. Penilaian secara analitik merujuk pada semua kriteria yang
harus dipenuhi untuk menghasilkan produk tertentu. Penilaian secara holistik merujuk pada apresiasi atau
kesan secara keseluruhan atas produk yang dihasilkan.
Berikut penulis ilustrasikan penilaian otentik dengan jenis penilaian proyek untuk mata pelajaran
bahasa Indonesia. Dalam contoh ini penulis mengambil standar isi untuk tingkat sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah. Standar isi yang dianalisis adalah dari Permendikbud Nomor 58 tahun 2014.
Langkah pertama adalah menganalisis kompetensi dasar yang sekiranya bisa menggunakan penilaian
proyek. Hal ini karena tidak semua kompetensi dasar yang disampaikan kepada peserta didik bisa
dioptimalkan dengan penilaian otentik dengan jenis penilaian proyek. Ada kompetensi dasar yang tepat
dengan menggunakan penilaian tulis, misalnya kompetensi dasar yang berkenaan, kompetensi kognitif. Dalam
standar isi untuk bahasa Indonesia dari kurikulum 2013 adalah kompetensi 3.1 hingga 3.4.
Sementara ada juga kompetensi dasar yang lebih optimal jika menggunakan penilaian kinerja, seperti
kompetensi dasar yang berkenaan dengan aspek keterampilan untuk pengembangan keterampilan berbicara.
Misalnya kompetensi dasar 4.2 yaitu menyusun teks hasil observasi sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat
secara lisan (Depdikbud, 2014:39). Ada juga kompetensi dasar yang lebih tepat dan optimal jika menggunakan
penilaian portofolio. Misalnya kompetensi dasar yang berkenaan dengan menelaah dan merevisi, yaitu
kompetensi dasar 4.3 menelaah dan merevisi teks eksplanasi sesuai dengan struktur dan kaidah teks secara tulis
(Depdikbud, 2014:39).
Kompetensi dasar yang lebih memungkinkan menggunakan penilaian proyek untuk tingkat
SMP/MTs ini misalnya menyusun teks cerita biografi sesuai dengan karakteristik teks yang akan baik dibuat secara lisan
maupun tulis (Depdikbud, 2014:40). Jika menganalisis kompetensi dasar ini peserta didik dituntut untuk
melakukan banyak hal, baik yang dilakukan di dalam kelas maupun kegiatan di luar kelas. Kegiatan di dalam
kelas berkenaan dengan pengetahuan tentang cerita biografi. Sementara untuk kegiatan di luar kelas, ketika
peserta didik
D. Penutup

Titik tekan pengembangan Kurikulum 2013 adalah penyempurnaan pola pikir, penguatan tata kelola
kurikulum, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar
agar dapat menjamin kesesuaian antara apa yang diinginkan dengan apa yang dihasilkan. Pengembangan
kurikulum menjadi amat penting sejalan dengan kontinuitas kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
budaya serta perubahan masyarakat pada tataran lokal, nasional, regional, dan global di masa depan. Aneka
kemajuan dan perubahan itu melahirkan tantangan internal dan eksternal yang di bidang pendidikan. Oleh
karena itu, implementasi Kurikulum 2013 merupakan langkah strategis dalam menghadapi globalisasi dan
tuntutan masyarakat Indonesia masa depan.
Pengembangan Kurikulum 2013 dilaksanakan atas dasar beberapa prinsip utama. Pertama, standar
kompetensi lulusan diturunkan dari kebutuhan. Kedua, standar isi diturunkan dari standar kompetensi lulusan
melalui kompetensi inti yang bebas mata pelajaran. Ketiga, semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap
pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Keempat, mata pelajaran diturunkan dari
kompetensi yang ingin dicapai. Kelima, semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti. Keenam, keselarasan
tuntutan kompetensi lulusan, isi, proses pembelajaran, dan penilaian. Aplikasi yang taat asas dari prinsipprinsip ini menjadi sangat esensial dalam mewujudkan keberhasilan implementasi Kurikulum 2013

Bibliografi
Ibrahim, M dan Nur. (2005). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press
Karim, S., et al. (2007). Penerapan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Penguasaan Konsep Fisika serta Mengembangkan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi dan
Kecakapan Ilmiah. Proposal Hibah Kompetitif UPI 2007. Bandung: Tidak diterbitkan Kementerian
Pendidikan Nasional. 2013. Bahan Diklat Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Depdiknas
Melvin L. & Silberman. (1996). Active Learning: 101 Strategies to Teach any Subject. USA: Allyn &
Bacon
Mudjiman, Haris. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS
dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press)
Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004: Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo
Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. (1985). The Development and Validation of the Test of Basic
Process Skills. Paper Presented at the Annual meeting of the National Association for
Research in Science Teaching, French Lick, IN