Makna Verba Kakeru dalam Novel Jepang

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahasa terus berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran pemakai bahasa. Pemakaian bahasa diwujudkan di dalam bentuk kata dan kalimat. Dalam setiap bahasa, termasuk bahasa Jepang sering kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi makna antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Satuan bahasa disini dapat berupa kata, frase, maupun kalimat. Cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang makna yaitu semantik. Semantik mempelajari hubungan antara tanda-tanda atau lambang-lambang yang menandainya dan dapat membentuk tautan makna yang berwujud antonim, sinonim, homonim, dan polisemi.

Menurut Chaer (1995: 101) : “Salah satu bahasa yang ada hubungan kemaknaan atau relasi makna antara sebuah kata atau satuan bahasa lainnya adalah polisemi atau kegandaan makna”.

Polisemi adalah suatu kata yang memiliki makna lebih dari satu. Polisemi tidak hanya terbatas pada satu kelas kata saja, namun hampir semua kelas kata. Salah satunya yang terdapat pada kata verba kakeru. Verba kakeru memiliki banyak makna sehingga sering menimbulkan kesalahan dalam penggunaannya, seperti kesalahan dalam menerjemahkan kalimat bahasa Jepang. Kesalahan tersebut dikarenakan adanya kesamaan huruf dan bunyi, sehingga pembelajar bahasa Jepang akan mengalami kesulitan dalam memahami makna yang terkandung dalam verba kakeru dan informasi kalimat tidak dapat tersampaikan dengan baik sebab makna verba kakeru dalam kalimat tidak diketahui secara jelas oleh pembelajar bahasa Jepang dan hal tersebut akan


(2)

menghambat proses pembelajaran. Selain itu, dalam kamus bahasa Jepang yang sering digunakan oleh pembelajar, makna kakeru yang disajikan tidak lengkap. Padahal dalam kenyataannya banyak sekali makna yang terkandung dalam verba kakeru.

Dalam proses menerjemahkan suatu kalimat, terkadang kita tidak bisa menerjemahkan kata dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia secara langsung dan apa adanya ke dalam satu kata. Makna kata seringkali berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi, misalnya:

(1) 壁に絵をかける。(Moriyama Shin, 2012:140)

Kabe ni e wo kakeru .

Menggantungkan lukisan di dinding.

(2) 準備に時間をかける。(Moriyama Shin, 2012:141)

Junbi ni jikan wo kakeru.

Menghabiskan waktu untuk persiapan.

Verba kakeru pada contoh kalimat (1) memiliki makna ‘menggantungkan’. Akan tetapi makna verba kakeru yang terdapat pada contoh kalimat (2) adalah ‘menghabiskan’. Jika verba kakeru pada kalimat (2) diterjemahkan dengan ‘menggantungkan waktu’, maka terjemahan kalimat tersebut menjadi rancu.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk menganalisis permasalahan tersebut dengan melakukan penelitian lebih mendalam yang akan disajikan dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Makna Verba Kakeru dalam Novel Jepang “.


(3)

1.2Perumusan Masalah

Kata kakeru dalam bahasa Jepang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia memiliki berbagai makna. Verba kakeru dapat bermakna “menggantung”, yang memiliki arti menggantung dan mengalungkan sesuai dengan kata yang mendahuluinya serta kondisi dan situasi penggunaannya dalam kalimat.

Sebagai pembelajar bahasa Jepang, penulis mengalami kesulitan dalam memahami makna yang terkandung dalam verba kakeru. Hal itu terjadi karena adanya perubahan dan perbedaan makna yang terkandung pada verba kakeru yang nantinya akan menyebabkan kesalahan dalam menggunakannya. Maka dari itu penulis melakukan penelitian untuk mendeskripsikan makna yang dimiliki verba kakeru.

Penulis merumuskan masalah penelitian ini dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah klasifikasi makna verba kakeru dalam novel Jepang yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini?

2. Bagaimanakah makna verba kakeru dalam novel Jepang yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini?

1.3Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam setiap penelitian diperlukan adanya pembatasan masalah agar pembahasan tidak terlalu melebar dan lebih jelas sehingga tidak menyulitkan pembaca untuk memahami pokok permasalahan yang dibahas.

Penelitian ini akan membahas makna verba kakeru di dalam kalimat yang terdapat dalam dua novel bahasa Jepang, yaitu Bara no Satsujin karya Uchida Yasuo dan Kazoku Hakkei karya Tsutsui Yatsutaka. Novel Bara no Satsujin terdiri dari 259 halaman dan novel Kazoku Hakkei terdiri dri 282 halaman. Penulis memilih kedua novel ini karena penulis banyak menemukan verba kakeru di dalamnya.


(4)

Kalimat yang menggunakan verba kakeru dalam kedua novel Jepang ini seluruhnya berjumlah 28 kalimat. Tetapi, yang akan penulis analisis dan teliti hanya 12 dari 28 kalimat yang penulis pilih secara acak yaitu masing-masing sebanyak 7 cuplikan dari novel Bara no Satsujin dan 5 cuplikan dari novel Kazoku Hakkei.

Penulis menggunakan teori dari Moriyama Shin (2012: 140-148) untuk menganalisis makna verba kakeru yang terdapat dalam sumber data.

1.4Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

a. Linguistik

Menurut Wibowo (2001: 3) bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvesional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

Menurut Ferdinand De Sausure (1988) bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi oleh sejelompok manusia berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap.

b. Semantik

Menurut Sutedi (2003: 103), semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik mencakup kata, frase, klausa, dan kalimat.


(5)

Menurut Verhaar (2004: 385) semantik merupakan cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Semantik dibagi menjadi dua, yaitu semantik gramatikal dan semantik leksikal. Semantik gramatikal adalah salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna yang muncul akibat proses gramatikal, contohnya : bertambah. Semantik leksikal yaitu salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensi sebagai hasil dari pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli dari suatu kata, contohnya : tambah.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa semantik adalah salah satu cabang linguistik yang membahas tentang makna yang terdapat dalam kata, frase, klausa dan kalimat.

c. Verba

Dalam kalimat bahasa Jepang, verba atau doushi berperan sebagai predikat yang bahkan dengan sendirinya dapat menjadi sebuah kalimat. Yamaguchi Matsumura (1998: 955) dalam Kokugojiten mendefenisikan doushi sebagai berikut:

品詞の一つ。自立語で活用があり、単独で述語となれるもの (用言)のうち、終止形がU段の音(ただし、豊後のラ変は 「リ」)で終わる語。事物.動作.存在を表す。

Hinshi no hitotsu. Jiritsugo de ketsuyou ga ari, tandoku de jutsugo to nareru mono (yougen) no uchi, shuushikei ga U dan no oto (tadashi,


(6)

bungo no Ra hen wa (RI) de owaru go. Jibutsudousasonzai wo arawasu.

Kata kerja merupakan salah satu jenis kata. Kata yang bisa berdiri sendiri dan memiliki perubahan, yang bisa menjadi predikat, bentuknya diakhiri dengan bunyi “u” (perubahan “ra” pada bahasa tulis adalah “ri”). Menjelaskan aktivitas dari suatu hal, kerja/aksi, serta keberadaan. Menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2007: 149) doushi adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan ajektiva-i dan ajektiva-na menjadi salah satu yougen. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Doushi juga termasuk dalam jiritsugo, dapat membentuk sebuah bunsetsu (kalimat) walaupun tanpan bantuan kelas kata lain. Selain itu, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vokal /u/ dan dapat membentuk kalimat perintah.

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa doushi adalah kelas kata dalam bahasa Jepang yang dipakai menyatakan aktivitas, keberadaan atau keaadaan sesuatu dan dapat berdiri sendiri dan memiliki perubahan.

1.4.2 Kerangka Teori

a. Relasi Makna (go no imi kankei)

Menurut Chaer (2007: 297-310) dalam semantik terdapat relasi makna, yaitu hubungan makna yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Relasi makna ini biasanya membahas tentang :

1. Sinonim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.


(7)

2. Antonim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase dan kalimat) yang maknanya dianggap kebaikan dari makna ungkapan lain.

3. Polisemi adalah satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu.

4. Homonim adalah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.

5. Hiponim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satu ungkapan lain.

6. Ambiguiti adalah sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. 7. Redundasi adalah pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ajaran.

b. Polisemi (tagigo)

Menurut Yamaguchi (1998: 922) たぎごとはーつの単語に多くの意

味があること。Tagigo wa hitotsuno tango ni ooku no imi ga arukoto artinya

polisemi adalah satu kata yang memiliki banyak makna.

Kunihiro dalam Sutedi (2009: 79) mengungkapkan bahwa polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu dan makna tersebut satu sama lain memiliki keterkaitan (hubungan) yang dapat dideskripsikan.

Chaer (2006: 386) mengungkapkan bahwa polisemi adalah maknanya lebih dari satu, sebab akibat terdapatnya lebih dari sebuah komponen makna pada kata-kata tersebut.


(8)

Dari pendapat para ahli diatas, disimpulkan bahwa polisemi adalah makna ganda dari suatu kata yang saling berhubungan, berkaitan baik makna denotasi maupun konotasi.

1.5Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan klasifikasi verba kakeru dalam kalimat yang terdapat pada novel Bara no Satsujin dan Kazoku Hakkei.

2. Untuk mendeskripsikan makna verba kakeru dalam kalimat yang terdapat pada novel Bara no Satsujin dan Kazoku Hakkei.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh berdasarkan tujuan penelitian diatas, yaitu :

1. Menambah pemahaman dan pengetahuan makna verba kakeru sebagai polisemi dalam bahasa Jepang.

2. Sebagai referensi ilmu ketatabahasaan bagi institusi yang membutuhkan karangan ilmiah ini untuk diteliti lebih lanjut.

1.6Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Dengan menggunakan metode analisis ini penulis akan menganalis sekaligus mendeskripsikan suatu keadaan yang terjadi secara apa adanya. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu


(9)

fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual (Sutedi, 2009: 58).

Kajian kebahasaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah telaah sinkronis, yaitu menelaah permasalahan yang terjadi saat ini. Generalisasinya dilakukan secara induktif, yaitu berdasarkan hasil analisis perbandingan tersebut yang mengacu pada data (jitsurei dan sakurei). Jitsurei adalah contoh penggunaan yang berupa kalimat dalam teks konkrit seperti tulisan ilmiah, surat kabar, novel-novel dan sebagainya sedangkan sakurei adalah contoh penggunaan yang dibuat oleh peneliti sendiri yang tingkat kebenarannya diterima oleh umum (Sutedi, 2008: 128).

Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research), yaitu mencari data dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penulisan. Objek dalam penelitian ini adalah beberapa novel Jepang yang di dalamnya terdapat verba kakeru. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Pengumpulan data-data dari referensi yang berkaitan dengan judul penulisan. 2. Membaca 2 buah novel Jepang yang berjudul Bara no Satsujin dan Kazoku

Hakkei.

3. Mencari dan merangkum verba kakeru yang terdapat pada novel Bara no Satsujin karya Uchida Yasuo dan Kazoku Hakkei karya Yasutaka Tsutsui.


(1)

Kalimat yang menggunakan verba kakeru dalam kedua novel Jepang ini seluruhnya berjumlah 28 kalimat. Tetapi, yang akan penulis analisis dan teliti hanya 12 dari 28 kalimat yang penulis pilih secara acak yaitu masing-masing sebanyak 7 cuplikan dari novel Bara no Satsujin dan 5 cuplikan dari novel Kazoku Hakkei.

Penulis menggunakan teori dari Moriyama Shin (2012: 140-148) untuk menganalisis makna verba kakeru yang terdapat dalam sumber data.

1.4Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

a. Linguistik

Menurut Wibowo (2001: 3) bahasa adalah suatu sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvesional, yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

Menurut Ferdinand De Sausure (1988) bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi oleh sejelompok manusia berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap.

b. Semantik

Menurut Sutedi (2003: 103), semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna. Semantik mencakup kata, frase,


(2)

Menurut Verhaar (2004: 385) semantik merupakan cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Semantik dibagi menjadi dua, yaitu semantik gramatikal dan semantik leksikal. Semantik gramatikal adalah salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna yang muncul akibat proses gramatikal, contohnya : bertambah. Semantik leksikal yaitu salah satu cabang linguistik yang mengkaji tentang makna kata yang sesungguhnya sesuai dengan referensi sebagai hasil dari pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikalnya atau bisa juga dikatakan sebagai makna asli dari suatu kata, contohnya : tambah.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa semantik adalah salah satu cabang linguistik yang membahas tentang makna yang terdapat dalam kata, frase, klausa dan kalimat.

c. Verba

Dalam kalimat bahasa Jepang, verba atau doushi berperan sebagai predikat yang bahkan dengan sendirinya dapat menjadi sebuah kalimat. Yamaguchi Matsumura (1998: 955) dalam Kokugojiten mendefenisikan doushi sebagai berikut:

品詞の一つ。自立語で活用があり、単独で述語となれるもの (用言)のうち、終止形がU段の音(ただし、豊後のラ変は 「リ」)で終わる語。事物.動作.存在を表す。

Hinshi no hitotsu. Jiritsugo de ketsuyou ga ari, tandoku de jutsugo to nareru mono (yougen) no uchi, shuushikei ga U dan no oto (tadashi,


(3)

bungo no Ra hen wa (RI) de owaru go. Jibutsudousasonzai wo arawasu.

Kata kerja merupakan salah satu jenis kata. Kata yang bisa berdiri sendiri dan memiliki perubahan, yang bisa menjadi predikat, bentuknya diakhiri dengan bunyi “u” (perubahan “ra” pada bahasa tulis adalah “ri”). Menjelaskan aktivitas dari suatu hal, kerja/aksi, serta keberadaan. Menurut Sudjianto dan Ahmad Dahidi (2007: 149) doushi adalah salah satu kelas kata dalam bahasa Jepang, sama dengan ajektiva-i dan ajektiva-na menjadi salah satu yougen. Kelas kata ini dipakai untuk menyatakan aktivitas, keberadaan, atau keadaan sesuatu. Doushi juga termasuk dalam jiritsugo, dapat membentuk sebuah bunsetsu (kalimat) walaupun tanpan bantuan kelas kata lain. Selain itu, dalam bentuk kamus selalu diakhiri dengan vokal /u/ dan dapat membentuk kalimat perintah.

Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa doushi adalah kelas kata dalam bahasa Jepang yang dipakai menyatakan aktivitas, keberadaan atau keaadaan sesuatu dan dapat berdiri sendiri dan memiliki perubahan.

1.4.2 Kerangka Teori

a. Relasi Makna (go no imi kankei)

Menurut Chaer (2007: 297-310) dalam semantik terdapat relasi makna, yaitu hubungan makna yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Relasi makna ini biasanya membahas tentang :

1. Sinonim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain.


(4)

2. Antonim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase dan kalimat) yang maknanya dianggap kebaikan dari makna ungkapan lain.

3. Polisemi adalah satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu.

4. Homonim adalah ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama.

5. Hiponim adalah ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satu ungkapan lain.

6. Ambiguiti adalah sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. 7. Redundasi adalah pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ajaran.

b. Polisemi (tagigo)

Menurut Yamaguchi (1998: 922) たぎごとはーつの単語に多くの意

味があること。Tagigo wa hitotsuno tango ni ooku no imi ga arukoto artinya

polisemi adalah satu kata yang memiliki banyak makna.

Kunihiro dalam Sutedi (2009: 79) mengungkapkan bahwa polisemi adalah kata yang memiliki makna lebih dari satu dan makna tersebut satu sama lain memiliki keterkaitan (hubungan) yang dapat dideskripsikan.

Chaer (2006: 386) mengungkapkan bahwa polisemi adalah maknanya lebih dari satu, sebab akibat terdapatnya lebih dari sebuah komponen makna pada kata-kata tersebut.


(5)

Dari pendapat para ahli diatas, disimpulkan bahwa polisemi adalah makna ganda dari suatu kata yang saling berhubungan, berkaitan baik makna denotasi maupun konotasi.

1.5Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan klasifikasi verba kakeru dalam kalimat yang terdapat pada novel Bara no Satsujin dan Kazoku Hakkei.

2. Untuk mendeskripsikan makna verba kakeru dalam kalimat yang terdapat pada novel Bara no Satsujin dan Kazoku Hakkei.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh berdasarkan tujuan penelitian diatas, yaitu :

1. Menambah pemahaman dan pengetahuan makna verba kakeru sebagai polisemi dalam bahasa Jepang.

2. Sebagai referensi ilmu ketatabahasaan bagi institusi yang membutuhkan karangan ilmiah ini untuk diteliti lebih lanjut.

1.6Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Dengan menggunakan metode analisis ini penulis akan menganalis sekaligus mendeskripsikan suatu keadaan yang terjadi secara apa adanya. Penelitian deskriptif


(6)

fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual (Sutedi, 2009: 58).

Kajian kebahasaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah telaah sinkronis, yaitu menelaah permasalahan yang terjadi saat ini. Generalisasinya dilakukan secara induktif, yaitu berdasarkan hasil analisis perbandingan tersebut yang mengacu pada data (jitsurei dan sakurei). Jitsurei adalah contoh penggunaan yang berupa kalimat dalam teks konkrit seperti tulisan ilmiah, surat kabar, novel-novel dan sebagainya sedangkan sakurei adalah contoh penggunaan yang dibuat oleh peneliti sendiri yang tingkat kebenarannya diterima oleh umum (Sutedi, 2008: 128).

Data-data diperoleh melalui metode penelitian pustaka (library research), yaitu mencari data dan mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penulisan. Objek dalam penelitian ini adalah beberapa novel Jepang yang di dalamnya terdapat verba kakeru. Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Pengumpulan data-data dari referensi yang berkaitan dengan judul penulisan. 2. Membaca 2 buah novel Jepang yang berjudul Bara no Satsujin dan Kazoku

Hakkei.

3. Mencari dan merangkum verba kakeru yang terdapat pada novel Bara no Satsujin karya Uchida Yasuo dan Kazoku Hakkei karya Yasutaka Tsutsui.