HEGEMONI PENDIDKAN PONDOK PESANTREN DI ERA CYBER WORLD STUDI KASUS PONDOK PESANTREN AT-TAUHID SIDORESMO SURABAYA.

(1)

HEGEMONI PENDIDIKANPONDOK PESANTREN DI ERA CYBER WORLD

(Studi Kasus Di Pondok Pesantren At-Tauhid Sidoresmo Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

SULTAN LAUDZA’I MAULANA

NIM. B05212042

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(2)

HEGEMONI PENDIDIKANPONDOK PESANTREN DI ERA CYBER WORLD

(Studi Kasus Di Pondok Pesantren At-Tauhid Sidoresmo Surabaya)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos) dalam Bidang Sosiologi

Oleh:

SULTAN LAUDZA’I MAULANA

NIM. B05212042

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

J U R U S A N I L M U S O S I A L

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

ABSTRAK

Sultan Laudza’i Maulana, 2016,Hegemoni Pendidikan Pondok Pesantren Di Era Cyber World(Studi Kasus Di Pondok Pesantren At-Tauhid Sidoresmo Surabaya) ,Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Hegemoni,Pendidikan Pondok Pesantren, Era Cyber World.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini ada dua yakni bagaimanapola pendidikan di pondok pesantren At-Tauhid Surabaya di era cyber world dan bagaimana bentuk hegemoni pendidikan di pondok pesantren At-Tauhid Surabaya di era cyber world.

Dari rumusan masalah tersebut terdapat sebuah sub pembahasan didalamnya, antara lain pembahasan mengenai pola pendidikan pondok pesantren, dan bentuk hegemoni pendidikan pondok pesantren At-Tauhid Surabaya di era cyber world.

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi pada hegemoni pendidikan pondok pesantren di era cyber worldini ialah Teori Hegemoni Antonio Gramsci.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa; (1) Pola pendidikan yang diterpakan di pondok pesantren At-Tauhid seperti pendidikan shalaf dan kholaf.(2)Bentuk hegemoni yang terjadi di pondok pesantren At-Tauhid menjadikan pendidikan pondok sebagai pedoman hidup bagi para santri untuk membatasi kehidupan di cyber world.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I :PENDAHULUAN ... 1

A. LatarBelakangMasalah ... 1

B. RumusanMasalah ... 8

C. TujuanPenelitian ... 8

D. ManfaatPenelitian ... 8

E. Penelitian Terdahulu ... 10

F. Definisi Konseptual ... 14

G. MetodePenelitian ... 17

1. PendekatandanJenisPenelitian ... 17

2. LokasidanWaktuPenelitian ... 17

3. PemilihanSubyekPenelitian ... 18

4. Tahap-TahapPenelitian ... 19

5. TeknikPengumpulan Data ... 22

6. TeknikAnalisis Data ... 24

7. TeknikPemeriksaanKeabsahan Data ... 26

H. SistematikaPembahasan ... 28

BABII : PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DAN TEORI GRAMSCI ... 30

A. Pendidikan Pondok Pesantren Dan Hegemoni ... 30

1. Pondok Pesantren ... 30

2. Pendidikan Pondok Pesantren ... 32

3. Hegemoni ... 41

B. Difusi atau penyebaran Unsur Budaya, A.L. Kroeber……...44

C. Teori Gramsci ... 47

BAB III: HEGEMONI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DI ERA CYBER WORLD ... 52

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52

B. Metode Dan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren At-Tauhid ... 59

C. Pola Pendidikan Pondok Pesantren Islam At-Tauhid ... 67

D. Bentuk Hegemoni Pendidikan Pondok Pesantren Di Era Cyber World 74 E. Hegemoni Pendidikan Pondok Pesantren Di Era Cyber World Tinjauan Teori


(9)

Teori Hegemoni Antonio Gramsci... 99

BABIV : PENUTUP ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

DAFTAR PUSTAKA ... 108

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 111 1. PedomanWawancara

2. Dokumen lain yang relevan 3. JadwalPenelitian

4. SuratKeterangan (buktimelakukanpenelitian) 5. BiodataPeneliti


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Daftar informan penelitian ... 19

Tabel 3.1 Data Jumlah Santri ... 58 Tabel 3.2 Fasilitas Asrama ... 59


(11)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada zaman yang semakin maju seperti sekarang ini kebutuh manusia semakin banyak dan berkembang dimana manusia seakan-akan kurang akan kebutuhan hidup mereka setiap harinya mulai sandang, pangan, dan papan mereka selalu berusaha untuk mencari lebih banyak lagi namun, meskipun banyak dan baru mereka tidak pernah ada rasa puas untuk menuntut kebutuhan hidup khususnya masalah kebutuhan sandang yang mana kebutuhan primer ini menjadi tonggak dasar manusia agar mereka dapat dilihat oleh orang lain dengan demikian rasa bangga dan puas, mereka akan ada karena kebutuhan sandang ini yang selalu mereka gunakan untuk dapat dilihat oleh orang lain dengan demikian dengan mudah dapat menujukan pada orang sekitar tentang diri manusia tersebut.

Di zaman manusia modern seperti sekarang kebutuhan memiliki beberapa unsur pendukung yang bisa digunakan manusia untuk mengangkat derajat mereka, yang mana unsur pendukung tersebut menjadi kebutuhan yang pokok diatas semua pokok atau primer yakni, handphone dan internet dimana seperti zaman sekarang hampir semua manusia tidak terlepas dari hanphone dan nternet mulai bangun tidur, sampai akan menutup mata kembali dua hal ini bahkan bisa melupakan segalanya terkait kebutuhan manusia untuk makan dan berinteraksi dengan yang lain karena hekekatnya manusia makhluk social.


(12)

2

Kedudukan dan kebutuhan internet akan terus dan terus kurang di zaman yang modern seperti ini karena setiap detik akan banyak hal baru yang tercipta jadi dengan demikian, manusia seakan akan lupa akan hakekat mereka sebagai makhluk social karena hampir semua manusia pasti akan berinteraksi dengan internet seakan akan mereka tak mau ketinggalan sedikitpun terkait apa yang ada dalam internet mulai dari, informasi berita, melihat social media, dan untuk bermain game semua mata manusia tertujuh pada internet dari anak-anak hingga dewasa mereka lebih mengutamkan melihat internet dari pada kebutuhan lainnya.

Namun ada beberapa orang yang mana mereka tidak menhiraukan sama sekali terkait apa yang dalam internet atau bahkan mereka tidak mengindahkan apa yang terjadi pada kehidupan dunia, mereka lebih memfokuskan diri untuk mendektkan diri pada Yang Maha Kuasa dan mempelajari beberapa kitab yang mana kitab tersebut berisi ajaran para Nabi bagaimana hidup didunia dengan taat dan menjalankan perintah Allah, karena bagi mereka dengan cara ini mereka bisa mendapatkan kebahagian dunia dan akhirat kelak, beberapa orang ini adalah mereka para penghuni pondok pesantren yang mana mereka adalah para guru yang mendidik tentang pendidikan pondok pesantren dan para santri yang menerima pendidikan untuk mereka kerjakan dan mereka lakukan ketika hidup di lingkungan mereka tinggal rumah atau pondok pesantren yang kehidupan mereka jauh dari hingar bingar keramaian dunia khususnya dunia internet.

Pada zaman yang semakin modern seperti sekarang ini keberadaan pondok pesantren mengalami pergeseran fungsi yang cukup besar dikarena beberapa factor yang membuat itu semakin besar salah satunya yakni, modernisasi dan


(13)

3

nasionalisme yang mana kedua hal tersebut menjadi boomerang bagi keberadaan pondok pesantren karena sebelum masa sekarang pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sangat dibutuhkan dan utama pada masa kejayaannya terlebih lagi, pendidikan pondok pesantren di Indonesia pada saat itu sama sekali belum testandardisasi secara kurikulum dan tidak terorganisir sebagai satu jaringan pesantren Indonesia yang sistemik. Ini berarti bahwa setiap pesantren mempunyai kemandirian sendiri untuk menerapkan kurikulum dan mata pelajaran yang sesuai dengan aliran agama Islam yang mereka ikuti. Sehingga, ada pesantren yang menerapkan kurikulum Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) dengan menerapkan juga kurikulum agama. Kemudian, ada pesantren yang hanya ingin memfokuskan pada kurikulum ilmu agama Islam saja.Yang berarti bahwa tingkat keanekaragaman model pesantren di Indonesia tidak terbatasi.

Lembaga pondok pesantren memiliki potensi besar untuk ikut mendukung pembangunan agama dan akhlak generasi bangsa. Sehingga tidak berlebihan apabila dikatakan pondok pesantren memiliki dua peran sekaligus, yakni pengembangan pendidikan dan peran pemberdayaan masyarakat. Peran sebagai pengembangan pendidikan dilihat dari misi utama pondok pesantren, yakni untuk menyebarluaskan ajaran dan universalitas islam ke seluruh pelosok nusantara yang berwatak pluralis, baik dalam dimensi kepercayaan, budaya maupun kondisi sosial ekonomi masyarakat. Peran tersebut dalam konteks masa kini telah menempatkan lembaga pesantren sebagai penerjemah dan penyebar ajaran-ajaran islam ditengah kehidupan masyarakat. Peran sebagai pemberdayaan masyarakat


(14)

4

dilihat dari transformasi nilai yang ditawarkannya (amar ma'ruf nahi munkar). Dalam hal ini segenap potensi pondok pesantren telah berhasil membawa perubahan serta transformasi kehidupan masyarakat dari kekafiran kepada ketakwaan, dari kefakiran menuju kepada kesejahteraan. Kehadiran pondok pesantren menjadi suatu solusi untuk menjawab kebutuhan masyarakat.

Perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus dilakukan terhadap pesantren, baik dari segi manajemen, akademik (kurikulum) maupun fasilitas, menjadikan pesantren keluar dari kesan tradisional dan kolot yang selama ini disandangnya.Beberapa pesantren bahkan telah menjadi model dari lembaga pendidikan yang leading. Dunia pesantren sarat dengan aneka pesona, keunikan, kekhasan dan karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh institusi lainnya. Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam pertama dan khas pribumi yang ada di Indonesia pada saat itu. Tapi, sejak kapan mulai munculnya pesantren, belum ada pendapat yang pasti dan kesepakatan tentang hal tersebut. Belum diketahui secara persis pada tahun berapa pesantren pertama kali muncul sebagai pusat-pusat pendidikan-agama di Indonesia.

Pendidikan di pondok pesantren inilah yang membuat para santri dan guru yang mengajar untuk tidak terpukau dan ikut dalam arus sosisal masyarkat kota modern, karena beberapa metode pendidikan pondok pesantren ini yang membuat mereka berpikir ribuan kali ketika akan memasuki dunia internet atau bahkan

untuk ikut arus social „kekinian‟ dengan demikian mereka focus untuk

mempelajari pendidikan yang ada dalam pondok pesantren khususnya para santri yang mana mereka terdiri dari berbagai macam usia dan daerah asal yang berbeda


(15)

5

namun karena mereka mendapat pendidikan yang sangat amat tepat mereka akan berpikir ulang untuk ikut atau masuk dalam dunia internet dimana usia mereka rasa ingin untuk tahu dunia luar sangat besar namun pendidikan pondok pesantren yang membuat mereka berpikir ulang ketika akan menyentuh dunia internet.

Pendidikan pondok pesantren di kota-kota besar seperti Surabaya ini dimana kehidupan di kota ini pengguna internet cukup banyak dan perkembangannya teknologi menjadi kebutuhan utama kota metropolis ini dengan kehidupan warganya yang hampir tak pernah lepas dari cyber world untuk melihat dan untuk memperbarui informasi yang berkembang di belahan dunia lain. Namun tidak semua warga di Surabaya disibukkan pada cyber world karena lapisan masyrakat disini cukup beragam dengan latar belakang yang berbeda pula membuat kota ini bisa dikatakan cukup lengkap khususnya untuk lapisan masyarakat mengapa demikian karena salah satu kota metropolis membuat kota ini sebagai tujuan beberapa masyarakat luar daerah untuk mengadu nasib atau lainnya karena hingar bingar kota ini namun ada beberapa masyarakat yang menjadikan tujuan ke kota ini untuk proses belajar khususnya mempelajari ilmu agama islam kaerena banyak pondok pesantren ternama dan besar di kota ini menjadikannya sebagai tujuan masyarakat luar kota unutk kesini

Di tengah glamournya kota metropolitan seperti kota Surabaya, terdapat sebuah kampung yang terdiri dari beberapa pondok pesantren, salah satunya adalah pondok pesantren Islam At-Tauhid. Terletak di kawasan Sidoresmo, kelurahan Jagir, kecamatan Wonokromo, pondok pesantren At-Tauhid merupakan salah satu pondok pesantren yang mengalami tahap-tahap seperti yang telah


(16)

6

disebut di atas. Pondok pesantren ini didirikan -secara formal-pada tahun 1969 M. Pondok Pesantren Islam At-Tauhid berawal dari salah satu pewaris perjuangan dan keturunan pendiri pondok pesantren Ndresmo. Beliau adalah K.H. Mas Ahmad Tholhah bin Abdulloh Sattar. Seorang tokoh yang lahir di Surabaya pada 12 Desember 1919 itu memiliki tekad pengabdian sepanjang hidup. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengabdikan diri dalam perjuangan Izzul Islam wal Muslimin. Beliau menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Islam At-Tauhid sejak berdirinya hingga beliau wafat (1991). Selanjutnya, putra-putri beliau menjadi dewan masyayikh dan kedudukan Pengasuh diamanatkan kepada K.H. Mas Mansur Tholhah hingga sekarang.

Dengan menggabungkan metode atau sistem salaf dan modern, pondok pesantren Islam At-Tauhid menerapkan metode salaf dengan tetap mempertahankan pelajaran dari kitab-kitab klasik (kitab kuning) dan juga menerapkan metode atau sistem modern dengan memberikan pengajaran ilmu pengetahuan dan keterampilan umum.

Berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti akan mecari tahu bagaimana para guru atau pengurus di pondok pesantren At-Tauhid Surabaya mengajarkan dan memberikan pendidikan yang teramat penting bagi para santri khususnya untuk menghadapi perkembangan cyber world yang setiap detik akan terus berkembang dan akan semakin membuat manusia bergantung ataupun menjadikan itu sebagai kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari.Melalui pendidikan yang tepat akan menghasilkan anak didik yang berkualitas dan tanggap karena pendidikan hal yang utama untuk kita hidup bermasyarakat dengan berbagai hal


(17)

7

yang kita hadapi,berbagai sifat dan watak yang kita temui dengan fondasi pendidikan agama yang kuat semua itu bisa memfilter kegitan para santri ketika akan memasuki cyber world.

Kehidupan cyber world menjadi suatu kebutuhan utama bagi masyarakat Surabaya tetapi bagi para santri di pondok pesantren At-Tauhid mengaggap hingar bingar cyber world hanyalah kesenangan sesaat yang mana untuk kepuasan jasmani yang lebih penting yakni kepuasan batin dan rohani ketika mereka bisa mempelajari pendidikan pondok dan menjalankan pada kehidupan diluar pondok khusunya cyber world karena pendidikan pondok ini yang membuat mereka berpikir ulang ketika akan memasuki cyber world atau bahkan bisa menjadi filter para santri ini untuk cyber world.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola pendidikan pondok pesantren At-Tauhid Surabaya di era

cyber world ?

2. Bagaimana bentuk hegemoni pondok pesantren At-Tauhid Surabaya di era

cyber world ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat dijabarkan tujuan peneitian skripsi ini dibuat antara lain :


(18)

8

1. Untuk mengetahui pola pendidikan pondok pesantren At-Tauhid di era cyber world

2. Untuk mengetahui bentuk hegemoni pondok pesantren At-Tauhid di era cyber world

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Memberikan sumbangan pemikiran secara khusus kepada peneliti dan secara umum kepada pembaca yang sekiranya hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan referensi bagi penyempurnaan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya dengan tema yang sama dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya sosiologi.

2. Secara Praktis

a. Bagi Akademis

Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan sosial yang ada dalam masyarakat khususnya mahasiswa sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya.

b. Bagi Penulis

Untuk mengetahui dan menambah wawasan terkait pendidikan yang ada dalam masyarakat pondok pesantren di era cyber world.


(19)

9

Masyarakat dapat mengetahui bagaimana pendidikan yang terdapat di pondok pesantren di era cyber world

E. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pondok pesantren dan pendidikan antara lain:

Yang pertama ialah penelitian yang dilkukan oleh Achmad Fachurrosi mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabya Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Islam yang dilkukan pada tahun 2013 dengan judul

"Pendidikan Pesantren dalam Meningkatkan Life Skill Santri (Studi Kasus di Pondok Pesantren At-Taroqqi Sampang Madura)" dengan melakukan suatu analisis pengembangan konsep pendidikan pesantren yang berbasis Life Skill.

Denga rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pola pendidikan pesantren di Pondok Pesantren At-Taroqqi Sampang

2. Bagaimana kondisi Life Skill santri di Pondok Pesantren At-Taroqqi Sampang?

3. Bagaimana Aktualisasi Pendidikan Life Sklill di Pondok Pesantren At-Taroqqi

Sampang?

Dari penelitian yang diatas terdapat beberapa persamaan dan perbedaan diantaranya :


(20)

10

Persamaan: sama-sama ingin mengetahui pola pendidikan pondok pesantren untuk santri

Perbedaan: jika penelitian diatas mengutamakan life skill para santri yang mana life skill ini mengarah pada perubahan social untuk menyiapkan santri dimasyarakat umum berbeda dengan penelitian ini yang lebih focus pada pendidikan pesantren yang mana bisa menyaring para santri untuk berpikir ulang ketika akan masuk dunia maya atau cyber world yang itu termasuk dalam perubahan social masyarakat modern. Ditambah lagi perbedaan dilihat dari sisi keberadaan pondok penelitian terdahulu berapa di Sampang yang mengaharuskan setiap individu untuk mempunyai kecakapan hidup untuk bisa melangsungkan hidupnya berbeda dengan penelitian ini yang berada di kota metropolis yakni Surabaya yang mana kehidupan masyarakat modern sangat bergantung dengan

cyber world namun pendidikan ondok inilah yang bisa meredam santri untuk masuk cyber world.

Yang kedua penelitian yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim mahasiawa Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabya Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Islam yang dilkukan pada tahun 2011 dengan judul “POLA

PENDIDIKAN PESANTREN LEMBAGA DAKWAH ISLAM

INDONESIA” (Studi Kasus di Pesantren Sabilurrosyidin DPD II LDII

Kodya Surabaya) dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pola Pendidikan Pesantren Lembaga Dakwah Islam Indonesia di Pesantren Sabilurrosyidin DPD II LDII Kodya Surabaya?


(21)

11

2. Bagaimanakah Inplementasi Pola Pendidikan Pesantren Lembaga Dakwah Islam Indonesi di Pesantren Sabilurrosyidin DPD II LDII Kodya Surabaya?

Dari rumusan masalah diatas terdapat kesamaan dengan penelitian ini yakni mengetahui pola pendidikan pesantren dan implementasi pendidikan yang mana ini menjadi focus sama-sama membahas pola pendidikan serta penelitian dikota yang sama yakni Surabaya, Namun terdapat perbedaan dari penelitian terdahulu yakni lebih memfokuskan pada pendidikan pesantren LDII dikarena pada penelitian ini lebih memfokuskan pada pola pendidikan pondok pesantren shalaf yang bisa memfilter santri untuk masuk dalam cyber world.

Yang ketiga penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Hasyim mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Ilmi Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi Surabaya pada tahun 2015 dengan judul “HEGEMONI

GADGET di KALANGAN MAHASISWA UIN SUNAN AMPEL

SURABAYA” dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dan Dampak Hegemoni gadget dikalangan mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya ?

Dari rumusan masalah diatas terdapat persamaan dengan penelitian ini yakni membahas tentang gadget yang mana gadget merupakan salah satu teknologi yang bisa membuat pengguna untuk masuk pada cyber world dan para pengguna ini terhegemoni atau terbawa arus untuk lebih masuk dan menggunakan


(22)

12

jauh ataupun yang sedang beda Negara dengan kata lain para pengguna lebih memetingkan gadget dan cyber world daripada kehidupan asli mereka.

Namun yang menjadi pembeda dengan penelitian ini ialah lokasi dan para pengguna gadget atau yang masuk dalam cyber world karena pada penelitian ini bisa dikatakan para santri di pondok pesantren At-Tauhid Surabaya bisa memfilter kegitan mereka dari cyber wrold atau bahkan gadget dengan pendidikan dari pondok pesantren yang setiap hari mereka dapat dan mereka gunakan untuk kehidupan sehari-hari meskipun mereka tinggal dikota metropolitan seperti Surabaya yang kemjuan teknologi dan informasi sebagai makanan utma atau kebutuhan primer bagi masyrakat umum tapi tidak dengan para santri karena pendidikan dari pondok lah yang bisa membatasi mereka dari kehidupan cyber world atau untuk “mellek” teknologi karena pendidikan yang kuat dari pondok

pesantren mereka bisa menggunakan itu sebagai tameng untuk kehidupan diluar pondok khusunya cyber world. Meskipun tentang hegomoni namun hegemoni pada penelitian tantang pendidikan pondok pesantren yang bisa member dampak pada kehidupan para santri untuk kehidupan sehari-hari dan khusunya untuk cyber world dengan hegemoni pendidikan yang masuk secara bahasa dan lisan kepada para santri setiap harinya dari pengurus atau pun penagajar. Karena manusia yang menciptakan dan manusia pula yang seharusnya menguasai bukan dikuasai, salah satunya dengan pendidikan dari pondok pesantren ini.


(23)

13

F. Definisi Konseptual

Dalam pembahasan ini perlulah kiranya peneliti membatasi sejumlah

konsep yang diajukan dalam penelitian dengan judul, “Hegemoni Pendidikan

Pondok Pesantren di Era Cyber world (Studi Kasus Pondok Pesantren

At-Tauhid Surabaya)”. Adapun definisi konsep dari penelitian ini antara lain:

1. Hegemoni

Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui penindasan terhadap kelas sosial lainnya. ada berbagai cara yang dipakai, misalnya melalui institusi yang ada di masyarakat yang menentukan secara langsung

atau tidak langsung struktur-struktur kognitif dari masyarakat. Karena itu hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang ditentukan.1

Hegemoni merupakan upaya untuk menggiring masyarakat dalam kerangka yang ditentukan. Penggiringan tersebut dapat melalui struktur kognitif masyarakat atau kesadaran masyarakat itu sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung.

1

Nezar patria dan andi arief, Antonio Gramsci Negara & Hegemoni, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), hal 121


(24)

14

2. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan teratur, sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk menanamkan ahlak yang baik dan nilai-nilai luhur serta norma-norma susila kepada anak didik sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani untuk mencapai kedewasaan.2 Sementara itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, pemindahan pengetahuan dan nilai-nilai.3

3. Pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam, umumnya dengan cara non klasikal dan di dalamnya sedikitnya terdapat lima unsur (kyai, santri, pengajian, asrama, masjid) dengan segala aktivitas pendidikan dan keagamaan dan kemasyarakatan.4 Pada kenyataannya pondok pesantren dengan fungsinya sebagai lembaga pendidikan Islam juga berfungsi sebagai tempat penyiaran agama Islam di mana para santri (santriwati/santriwan) dididik untuk bisa hidup dalam suasana yang bernuansa agamis. Maka dari itu pondok pesantren

2

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millennium Baru

(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 4-5.

3

Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma'arif,

1980), h. 94.

4


(25)

15

memiliki tingkat integritas yang tinggi dengan masyarakat sekitarnya dan menjadi rujukan moral/perilaku bagi masyarakat umum.

Masyarakat umum memandang pondok pesantren sebagai komunitas khusus yang ideal terutama dalam bidang kehidupan moral/perilaku, dan bahkan pondok pesantren dianggap sebagai tempat mencari ilmu dan mengabdi.Tetapi pengertian ilmu menurut mereka tampak berbeda dengan pengertian ilmu dalam arti science. Ilmu bagi mereka, ilmu dipandang suci dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran agama. Mereka selalu berfikir dalam kerangka keagamaan, artinya semua peristiwa empiris dipandang dalam struktur relevansinya dengan ajaran agama.

Tidak diragukan lagi bahwa pesantren merupakan lingkungan sosial yang kaya dengan sumber-sumber makna dan simbol.Tujuan utama dari pendidikan di pesantren adalah mencari wisdom berdasarkan ajaran Islam untuk meningkat-kan pemahaman tentang makna hidup serta merealisasikan tanggung jawab dan tertib sosial.

4. Cyber world

Sebuah dunia nyata atau virtual informasi di dunia maya.5 Dapat dikatan sebuah bentuk miniatur dunia nyata yang mana semua manusia dapat mengetahui atau mengakses dunia tersebut tanpa mengenal waktu dan tempat. Seperti di zamana sekarang facebook,twitter,bbm dll yang beberapa contoh kecil dari sekian

5


(26)

16

banyak apa yang sudah berkembang di tengah masyarakat serta bisa dikatakan sebagai miniature dunia dalam genggaman tangan manusia modern

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian .

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamatinya.6

Pendekatan adalah sebagai salah satu langkah dalam melakukan penelitian, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan masalah yang dikaji dan dibahas dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi penelitian yakni di pondok pesantren At-Tauhid Terletak di kawasan Sidoresmo, kelurahan Jagir, kecamatan Wonokromo Surabaya dikarena pondok pesantren ini memberikan sumbangsih yang amat besar untuk para santrinya khusunya dalam hal pendidikan agama terkait cyber world. Terkait waktu untuk penelitian akan memakan waktu tiga bulan untuk memperoleh data

6 Andi Prastowo,

Metode Penelitian Kualitatif: dalam Prespektif Rancangan Penelitian (Jogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2011), hal. 22


(27)

17

yang valid dilakukan pada bulan Mei-Juli 2016 dengan waktu yang kondisional selama prosenya kerena mengikuti aturan yang ada pada pondok pesantren At-Tauhid Surabaya dan juga mengikuti kegiatan yang ada disana untuk memperoleh hasil yang maksimal

3. Pemilihan Subyek Penelitian

Pada tahap ini peneliti memilih subyek penelitian yang masih ada hubungannya dengan rumusan masalah di atas yakni pengasuh,pengajar dan santri di pondok pesantren At-Tauhid karena bagi peneliti tiga subyk diatas dirasa pas untuk memberikan informasi yang tepat terkait rumusan masalah yang di paparkan oleh peneliti. Adapun pemilihan sumber data subyek dibagi menjad dua bagian diantaranya:

a. Data primer

Data primer diperoleh dari informasi yang diberikan oleh informan yang bersangkutan. Adapun peneliti nantinya akan menggali informasi secara mendalam dari pondok pesantren At-Tauhid Surabaya. Adapun beberapa informan dalam penelitian ini antara lain:

1) Pengasuh pondok


(28)

18

3) Santri

Ada pun nama-nama informan sebagai berikut:

No. Nama Jabatan Usia

1. H. Mas Ahmad Charisudin Pengasuh Pondok 29 Tahun

2. H. Mas Muhammad Ariful Pengasuh Pondok 30 Tahun

3. Muhammad Nizar Pengurus Pondok 24 Tahun

4. Ahmad Holilluddin Pengurus Pondok 26 Tahun

5. Wahyu Wicaksono Putro Santri 15 Tahun

6. Moch. Ikrom Santri 20 Tahun

7. Abdullah Rosianwar Santri 15 Tahun

8. Imam Alfarizi Santri 15 Tahun

Tabel 1.1

b. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang dihasilkan oleh peneliti berupa gambar dokumentasi terkait lokasi,waktu, dan proses penggalian data dengan wawancara dengan informan di lokasi penelitian pondok pesanten At-Tauhid Surabaya.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap pertama dalam peneltian ini ialah pertama mengenal mempelajari lingkungan yang akan diteliti kedua menggali informasi yang ada pada tempat peneliti dengan tujuan untuk memberikan informasi yang akurat ntukproses penelitian yang ketiga ialah mencerna dan memhami ssetiap informasi yang sudah diberikan dan lantas akan dijadikan rujukan untuk proses pemindahan


(29)

19

informasi dari lisan menuju tulisan atau hasil penelitian. Adapun pemaparan dibawah ini,

a. Pra lapangan

1) Menyusun Rancangan Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan berangkat dari permasalahan dalam lingkup peristiwa yang sedang terus berlangsung dan bisa diamati serta diverifikasi secara nyata pada saat berlangsungnya penelitian. Peristiwa-peristiwa yang diamati dalam konteks kegiatan orang-orang/organisasi.

2) Memilih Lapangan

Adalah tahap penemuan dilapangan. Pada tahap ini tidak dapat dipisahkan dengan penemuan, tahapan ini adalah tahapan pengumpulan data dilapangan yang landasannnya terangkat dari penemuan. Hasil pengamatan sekaligus dari tahapan penemuan selanjutnya ditindak lanjuti dan diperdalam dengan mengumpulkan data-data hasil wawancara serta pengamatan tersebut. Dengan mulai mencari dan mengumpulkan data, yang didapat dari observasi dan interview langsung kesumber data dan orang-orang yang menjadi informan dalam penelitian ini.


(30)

20

Mengurus berbagai hal yang diperlukan untuk kelancaran kegiatan penelitian. Terutama kaitannya dengan metode yang digunakan yaitu kualitatif, maka perizinan dari birokrasi yang bersangkutan biasanya dibutuhkan karena hal ini akan mempengaruhi keadaan lingkungan dengan kehadiran seseorang yang tidak dikenal atau diketahui. Dengan perizinan yang dikeluarkan akan mengurangi sedikitnya ketertutupan lapangan atas kehadiran kita sebagai peneliti.

b. Tahap Lapangan

1) Memahami Latar Penelitian dan Persiapan Diri

Untuk memasuki suatu lapangan penelitian, peneliti perlu memahami latar penelitian terlebih dahulu, disamping itu peneliti perlu mempersiapkan diri baik secara fisik maupun mental dalam menghadapi subyek yang akan diteliti dilapangan.

2) Memasuki Lapangan

Dalam hal ini perlu adanya hubungan yang baik antara peneliti dengan subyek yang diteliti sehingga tidak ada batasan khusus antara peneliti dengan subyek, pada tahapan ini peneliti berusaha menjalin keakraban dengan tetap menggunakan sikap dan bahasa yang baik dan sopan tetapi subyek memahami bahasa dan sikap yang digunakan oleh peneliti. Peneliti juga mempertimbangkan waktu yang digunakan dalam


(31)

21

melakukan wawancara dan pengambilan data yang lainnya dengan semua kegiatan yang dilakukan oleh subyek7

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian iniialah dengan menggunkan teknik wawancara yang mana peneliti melakukan tanya jawab langung dengan informan terkait rumusan masalah diatas. Ditambah lagi dengan dokumentasi sebagai data tambahan untuk proses selanjutnya dengan begitu peneliti dapat lebih dekat dengan informan serta bisa menggali informasi yang banyak terkait penelitian ini adapun beberapa penjelasan untuk teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Pengamatan (observasi)

Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik yang dilakukan penelitian dalam pencarian data pada penelitian kualitatif. Observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian , peristiwa, objek, kondisi atau suasana

7


(32)

22

tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian.

b. Wawancara (interview)

Wawancara atau interview adalah salah satu cara untuk melakukan data dalam penelitian kualitatif. Wawancara dilakukan dengan subjek penelitian. Bertujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka dengan si responden. Dengan menggunakan panduan wawancara. Dalam proses wawancara ini, peneliti mengambil suasana terbuka atau tidak dalam forum resmi, dengan tujuan diharapkan subjek penelitian atau informan lebih nyaman dan mampu memberikan infromasi dengan jelas dan benar. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat dalam penelitian. Dapat pula sebagai proses pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang telah diperoleh lewat teknik yang lain sebelumnya. Karena merupakan proses pembuktian, maka bisa saja hasil wawancara sesuai atau berbeda dengan informasi yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam teknik wawancara dapat di lakukan dengan secara struktur dan tidak struktur:

1) Wawancara terstruktur ialah wawancara yang di lakukan dengan menyiapkan instrument penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telah di siapkan. Dengan


(33)

23

wawancara struktur ini setiap responden di beri pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.

2) Wawancara tidak terstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak mengunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara pencarian data dilapangan yang berbentuk gambar, arsip dan data-data tertulis lainnya. Dengan tujuan untuk memperkuat data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan. Dokumentasi berkenaan dengan data-data yang berhubungan dengan lokasi penelitian, tentang morfologi desa dan data-data yang lain.8

6. Teknik Analisis Data

Setelah mendapatkan informasi terkait rumusan masalah selanjutnya teknik analisis data dengan cara analisis deskriptif kualitatif yang mana menggambarkan pola pendidikan dan bentuk hegemoni yang ada pada pondok pesantren At-Atauhid. Setelah itu dilakukan proses analisis data yang sederhana dilanjutkan dengan pemaparan hasil wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan untuk

8 Sugiyono,

Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011), hlm.233-234


(34)

24

akhirnya dijadikan sebuah kesimpulan. Dengan beberapa penjelasan sebagai berikut:

1) Data reduction.

Data reduction adalah merangkum dari hasil-hasil data yang didapatkan dalam penelitian. Langkah-langkah yang harus dilakukan yakni memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema. Dalam hal ini, peneliti harus segera melakukan analisa data melalui reduksi data, ketika peneliti memeproleh data dari lapangan dengan jumlah yang cukup banyak. Adapun hasil dari mereduksi data, peneliti telah memfokuskan pada study kasus Hegemoni Pendidikan Pondok Pesantren di Era Cyber world (studi kasus pondok pesantren At-Tauhid Surabaya)

2) Data display.

Langkah berikutnya yakni peneliti mendisplaikan data-data yang diperoleh dari lapangan. Data displayyakni mengorganisir data, menyusun data dalam suatu pola hubungan sehingga semakin mudah difahami.

3) Conclusions drawing/verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif yakni penarikan kesimpulan. Dalam hal ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan, yakni berkaitan dengan Hegemoni


(35)

25

Pendidikan Pondok Pesantren di Era Cyber world (studi kasus pondok pesantren At-Tauhid Surabaya)

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksud untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan memperjelas data dengan fakta-fakta aktual di lapangan. Dalam penelitian kualitatif keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring dengan proses penelitian itu berlangsung.

Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan dengan cara menjaga kredibilitas, transferabilitas dan dependabilitas. Dalam melakukan penelitian ini, untuk mencapai kredibilitas peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutertaan tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian. Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan meningkatkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Hal tersebut penting artinya karena penelitian kualitatif berorientasi pada situasi, sehingga dengan perpanjangan keikutsertaaan dapat memastikan apakah kontek itu dipahami dan dihayati. Disamping itu membangun kepercayaan antara subjek dan peneliti memerlukan waktu yang cukup lama.


(36)

26

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan dilakukan untuk mencari dan menemukan ciri-ciri serta unsur lainya yang sangat relevan dengan persoalan penelitian dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dalam hal ini, sebelum mengambil pembahasan penelitian, peneliti telah melakukan pengamatan terlebih dahulu dalam upaya menggali data atau informasi untuk dijadikan obyek penelitian, yang pada akhirnya peneliti menemukan permasalahan yang menarik untuk di teliti, yaitu Hegemoni Pendidikan Pondok Pesantren di Era Cyber world

(studi kasus pondok pesantren At-Tauhid Surabaya).

c. Tringulasi Data

Tujuan trianggulasi data dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian di lapangan. Trianggulasi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan sumber dan metode, artinya peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Trianggulasi data dengan sumber ini antara lain dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan dan key informan. Trianggulasi data dilakukan dengan cara, pertama, membandingkan hasil pengamatan pertama dengan pengamatan berikutnya. Kedua, membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.


(37)

27

Membandingkan data hasil wawancara pertama dengan hasil wawancara berikutnya. Penekanan dari hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan pendapat, pandangan, pikiran semata-mata. Tetapi lebih penting lagi adalah bisa mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan9.

H. Sistematika Pembahasan

Pada penelitian ini ada beberapa bab yang akan djadikan pembahasan yang mana setiap bab tersebut masing-masing berbeda isi adapun bab yang dimaksud antara lain:

Bab 1 berisi tentang pendahuluan,latar belakang,rumusan masalah,tujuan penelitian,manfaat penelitian dan definisi konseptual.

Bab 2 berisi tentang kajian teori menjelaskan tujuan penelitian dari khusus menuju umum serta memaparkan penelitian terdahulu terkait masalah yang sama sebagai bahan acuan dan juga sebagai bahan perbandingan. Bab 3 berisi tentang penyajian dan analisis data yang mana memaparkan hasil observasi,data wawancara serta temuan dilapangan dikaitkan dengan teori yang relevan atau teori yang terkait dengan hasil observasi dan data wawancara.

Bab 4 berisi tentang penutup,saran dan kesimpulan terkait apa yang ditemukan selama proses observasi,hasil olah data dan juga beberapa permasalahan yang dijabarkan sebagai acuan penelitian selanjutnya yang terkait.

9


(38)


(39)

BAB II

PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DAN TEORI HEGEMONI GRAMSCI

A. PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DAN HEGEMONI

1. PONDOK PESANTREN

Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang terbuat dari bambu, atau

kata “pondok” berasal dari bahasa Arab “funduq” yang artinya hotel atau

asrama10.

Sedangkan “pesantren”berasal dari kata santri dengan awalan “pe” dan akhira “an”, yang berarti tempat tinggal para santri. Prof. Johns

berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru ngaji11.

Sedangkan menurut istilah Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman prilaku sehari- hari12

10

Hanun Asrohah, Pelembagaan Pesantren, Asal-Usul Dan Perkembangan Pesantren Di Jawa, (Jakarta: Depag RI, 2004), h. 32

11

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, Jakarta: LP3ES, 1985. h. 18

12


(40)

30

Para ahli mempunyai pendapat yang berbeda-beda dalam memberikan definisi tentang pondok pesantren, untuk lebih memberikan gambaran yang lebih sempurna di bawah ini akan dikemukakan definisi dari para ahli tentang pengertian pondok pesantren

Menurut M. Arifin, Pondok Pesantren adalah “suatu lembaga

pendidikan Islam yang tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama atau kampus, di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau Madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari seorang atau beberapa kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik, serta independent dalam segala hal13

Menurut Nurchalish Majid, sebagimana yang dikutip oleh HM. Amin Haedari dalam bukunya “Masa Depan Pesantren”, Beliau

mengatakan pesantren adalah artefak peradapan Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan keagamaan bercorak tradisional, unik dan

indigenous.14 Sedangkan menurut Mastuhu, sebagaimana dikutip oleh Drs.

Hasbullah dalam bukunya “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, yaitu

pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan

Santri, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), Cet. Ke-1, h.1 13

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transpormasi Metodologi Menuju Demokrarisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 2

14


(41)

31

menekankan pentingnya moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.15

Dari beberapa definisi di atas, kiranya dapat memberikan gambaran kepada kita tentang pengertian pondok pesantren dan akhirnya dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud pondok pesantren adalah Lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari ajaran Islam untuk diamalkan moral agama Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari- hari dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Pesantren memiliki misi untuk mengembangkan dakwah Islam. Dalam pembelajaran, pondok pesanten memiliki ciri khas yang tidak dipraktekkan di lembaga-lembaga pendidikan pada umumnya

2. PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN a. Pondok Pesantren

Menurut penemuan Soedjoko Prasodjo, dalam buku “Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren”, pondok pesantren mempunyai lima pola, dari yang sederhana sampai yang paling maju. Limapola tersebut ialah:16

1) Pesantren yang terdiri atas masjid dan rumah kyai.

15

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada, 1996), h. 39

16

Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, (Surabaya: Diantama, 2007), Cet. K-1,, h. 22


(42)

32

2) Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, dan pondok tempat tinggal santri.

3) Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat tinggal santri dan madrasah

4) Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat tinggal santri, madrasah dan tempat tinggal latihan keterampilan.

5) Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat tinggal santri, madrasah, tempat tinggal latihan keterampilan, dan sekolah agama atau umum, dan perguruan tinggi atau umum. 17

Jadi semua pesantren secara umum memiliki bangunan fisik yang terdiri dari masjid, asrama santri, pengajian kitab klasik dan rumah kyai, elemen-elemin ini menjadi cirikhas setiap pesantren sekaligus kita bisa menilai seperti apakah pola pesantren yang dikembangkan oleh lembaga pendidikan tersebut.

Penggolongan pesantren menjadi beberapa pola di atas hanya dilihat dari segi fisiknya, akan tetapi jika kita melihat secara keseluruhan atau secara garis besar, lembaga pesantren dapat dikatagorikan ke dalam dua bentuk besar yaitu:

17


(43)

33

a) Pondok Pesantren Shalafiyah

Shalaf artinya “lama”, “dulu”, atau “tradisional”. Pondok

pesantren shalafiyah adalah pondok pesantren yang meyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada kitab-kitab klasik berbahasa arab. Penjenjangan tidak didasarkan pada suatu waktu tetapi berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan selesainya suatu kitab tertentu, santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yang tingkat kesukaran lebih tinggi,demikian seterusnya. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang dikenal system belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat intensif mempelajari suatu cabang ilmu. 18

b) Pola Pendidikan Pesantren Kholaf („Ashriyah)

Kholaf artinya “kemudian” atau “belakang” sedangkan ashri artinya “sekarang” atau “modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan pendekatan modern melalui suatu pendidikan formal, baik madrasah (MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMA dan SMK), atau nama lainnya tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran pada pondok pesantren modern dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan suatu program didasarkan pada suatu

18


(44)

34

waktu,seperti catur wulan, semester, tahu/kelas, dan seterusnya. Pada pondok pesantren khalafiyah, “pondok” lebih banyak berfungsi sebagai

asrama yang memberikan lingkungan kondusif untuk pendidikan agama19. Menyambung pemaparan penggolongan pendidikan pondok pesantren diatas untuk melengkapi penelitian ini maka penulis menambahakan kurikulum dan metode pendidikan pondok pesantren.

Pesantren dalam arti sebagai lembaga pendidikan non formal yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama yang bersumber pada kitab-kitab kuning atau kitab-kitab klasik, maka materi kurikulumnya mencakup ilmu

tauhid, tafsir, ilmu tafsir, Hadits, ilmu haits, ilmu fiqh, ushul fiqh ilmu

tasawuf, ilmu akhlak, bahasa arab yang mencakup nahwu, sharaf,

balaghah, badi’, bayan,mantiq, dan tajwid. 20

Penggunaan basar kecilnya kitab kuning disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemahaman santri. Biasanya bagi santri yang baru masuk pesantren masih tingkat awal, maka kitab yang dipergunakan adalah kitab kecil yang bahasa dan bahasannya lebih mudah dan selanjutnya diteruskan dengan kitab-kitab lebih besar dan lebih sukar.21

Sedagkan metode atau model dan bentuk pembelajaran yang digunakan secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, di mana ketiganya mempunyai cirikhas tersendiri, yaitu:22

19

Depag RI, Pondok Pesantren….Op, Cit, h. 30

20

Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, (Surabaya: Diantama, 2007), Cet. K-1,h. 24

21

Ibid. , h. 24

22

Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada,1996). , h. 50-52


(45)

35

a. Sorogan. Kata sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti “sodoran

atau disodorkan”. Maksudnya suatu system belajar secara individu dimana

seorang santri berhadapan dengan seorang guru,terjadi interaksi saling mengenal diantara keduanya. Seorang kyai menghadapi santri satu persatu secara bergantian. Pelaksanaanya, santri datang bersama, kemudian mereka antri menunggu giliran masing-masing.

b. Bandungan. Metode ini sering disebut dengan halaqah, dimana dalam pengajian, kitab yang dibaca kyai hanya satu, sedangkan para santri membawa kitab yang sama, lalu santri menyimak dan mendengarkan bacaan kyai.

c. Weton. Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang diartikan berwaktu atau berkala pengajian weton tidak merupakan pengajian rutin harian,

misalnya pada selesai sehabis sholat jum‟at dan selaninnya. Apa yang

dibaca kyai tidak bisa dipastikan terkadang dengan kitab yang biasanya atau dipastikan dibaca secara berurutan, tetapi kdang-kadang guru hanya memetik sana sini saja, peserta ngaji weton tidak diwajibkan membawa kitab.23

Selain yang tiga di atas ada lagi metode-metode yang diterapkan

dalam pesantren seperti, musyawarah/bahtsul masa‟il. Metode ini

merupakan metode pembelajaran yang mirip dengan metode diskusi. Beberapa santri membentuk halaqah yang dipimpin langsung oleh kyai/ustadz untuk mengkaji suatu persoalan yang telah ditentukan

23


(46)

36

sebelumnya. Juga ada metode hafalan (muhafazhah), demonstrasi/pratek

ubudiyah, muhawarah, mudzakarah, majlis ta’lim24.

Bagi pesantren khalaf/modern kurikulum maupun metode di atas biasanya sudah banyak dimodifikasi, diinovasi dan penambahan metodemetode pengajaran yang lain. Pimpinan-pimpinan pesantren yang tergabung dalam Rabithat Ma’ahid telah mempraktekkan metode-metode yang sangat beragam, bahkan mereka sudah menetapkan dalam muktamar ke-1 pada 1959, yang meliputi metode tanya jawab, diskusi, imla‟,

muthala‟ah, proyek, dialog, karya wisata, hafalan/verbalisme, sosiodrama,

widyawisata (studi banding/tour), problem solving, pemberian situasi, pembiasaan, dramatisasi (percontohan tingkah laku), reinforcement (penguatan), stimulus respon dan sistem modul.25

Dari penjelasan di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa model pendidikan pesantren secara global dibagi menjadi dua katagori yaitu pendidika pesantren salaf dan modern dengan ciri-ciri yang disebutkan di atas, baik secara fisik/perangkat kasar maupun secara perangkat lunak.

b. Tujuan Pondok Pesantren

Sebenarnya pesantren sebagai lembaga pendidikan tidak memiliki formolasi tujuan yang jelas, baik dalam tataran institusional, kurikuler maupun instruksional umum dan khusus. Tujuan yang dimilikinya hanya

24

Masjkur Anhari, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren, (Surabaya: Diantama, 2007), Cet. K-1, h. 27

25

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transpormasi Metodologi Menuju Demokrarisasi Institusi,


(47)

37

ada dalam angan-angan. Tujuan institusional pesantren yang lebih luas dengan tetap mempertahankan hakikatnya dan diharapkan menjadi tujuan pesantren secara nasional pernah diputuskan dalam musyawarah/lokakarya Intensifikasi pengebangan pondok pesantren di jakarta yang berlangsung pada 2 s/d 6 Mei1978.26

Tujuan umum pesantren ialah membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam dan mananamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya serta menjadiakannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat dan Negara.27

Ada pun tujuan khusus pondok pesantren diantaranya : 28

1. Mendidik santri anggota masyarakat untuk menjadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT. Berakhlaq mulia, memeliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin sebagai warga Negara yang berpancasila.

2. Mendidik santri untuk menjadikan manusia muslim selaku kader-kader ulama dan muballiq yang berjiwa ikhlas,tabah,tangguh,wiraswata dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan dinamis.

3. Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia

26

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transpormasi Metodologi Demokrarisasi Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2009) h. 6

27

Ibid.

28


(48)

38

pembangunan yang dapat bertanggung jawab pada dirinya dan bertanggung jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara 29

Namun dari pemaparan tujuan pndok pesantren diatas terdapat lima elemen yang tidak bisa di pisahkan dalam tercapinya tujuan sebuah pondok pesantren dengan peran dan fungsi yng berbeda setiap elemen tersebut bisa menjadikan sebuah kesatuan yang solid. Adapun lima unsur elemen tersebut diantaranya:

a) Pondok sebagai asrama bagi para santri,berkumpul dan belajar di bawah bimbingan kyai. Kata pondok disusun dengan kata pesantren menjadi pondok pesantren yang merupakan bentuk lembaga pendidikan keIslaman khas Indonesia.

b) Masjid. Masjid merupakan unsur yang penting dalam pesantren,karena di masjid ini merupakan sentral pelaksanaan pendidikan di bawah asuhan kyai

c) Pengajaran kitab klasik atau kitab kuning. Kitab-kitab yang diajarkan di pesantren pada umumnya dapat dibedakan menjadi delapan diantaranya:

nahwu dan sharaf, fiqh, ushul fiqh, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf dan cabang-cabang yang lain seperti tarikh, balagha dan sebagainya

d) Santri yaitu para siswa yang mendalami ilmu-ilmu agama di pesantren, baik yang tinggal di pondok maupun yang pulang setelah waktu belajar. Dalam bahasa lain ada santri mukmin ialah santri yang berasal dari daerah

29


(49)

39

yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren,dan santri kalong ialah santri yang berasal dari daerah sekitar pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pesantren.

e) Kyai. Kyai atau pengasuh pondok pesantren merupakan unsur yang sangat esensial bagi suatu peantren. Rata-rata pesantren yang berkembang di Jawa dan Madura sosok kyai begitu sangat berpengaruh,kharismatik, berwibawa, sehingga amat begitu disegani di oleh masyarakat sekitar lingkungan pesantren. Beliau merupakan figure atau sosok yang menjadi tokoh sentral atau tokoh panutan dalam lingkungan pesantren. Selain dianggap sebagai pemimpin tertinggi kyai juga dianggap sebagai sumber belajar oleh para santrinya.

Jadi dengan adanya lima unsur elemen tersebut tujuan dari pondok pesantren bisa dicapai baik tujuan yang umum dan khusus dengan visi dan misi yang sejalan bisa menentukan pergerakan pesantren.

3. HEGEMONI

Hegemoni berasal dari bahasa yunani kuno yaitu eugemonia (hegemonia), yang berarti memimpin. Roger Simon menyatakan,

“hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan


(50)

40

kepemimpinan politik dan ideologis. Atau bahasa sederhananya, hegemoni

adalah sesuatu organisasi consensus”30 .

Dalam pengertian di jaman ini, hegemoni menunjukkan sebuah kepemimpinan dari suatu negara tertentu yang bukan hanya sebuah negara kota terhadap negara-negara lain yang berhubungan secara longgar

maupun secara ketat terintegrasi dalam Negara “pemimpin”31

. Hegemoni adalah salah satu pandangan yang cukup dominan bagi Gramsci. Karenanya, karya Gramsci sebagai marxis Italia, menjadi penting dalam perkembangan teori sosial oleh para marxis dan juga kaum yang menamakan dirinya post-Marxist dewasa ini. Hegemoni merupakan ide sentral, orisinil dalam teori sosial dan filsafat Gramsci.

Konsep hegemoni sendiri ditemukan awalnya ketika Gramsci mencari sebuah pola dalam kelas sosial baru yang saat itu lebih banyak melihat fenomena pada sejarah gereja Roma. Dia terlihat kagum melihat kekuatan ideologi kristen gereja Roma yang berhasil menekan Gap yang berlebihan berkembang antara agama yang terpelajar dan rakyat sederhana. Gramsci mengatakan bahwa hubungan tersebut memang terjadi

secara “mekanikal”, namun dia menyadari bahwa gereja Roma telah

sangat berhasil dalam perjuangan memperebutkan dan menguasai hati nurani para pengikutnya.32

30

Roger Simon, Gagasan-gagasan Politik Gramsci, Yogyakarta : Pustaka Pelajar dan Insist, 1999, Hal. 19-20

31

Nezar Patria dan Andi Arief, Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, Hal. 115-116

32

Agus Afandi, Belenggu Budaya Santetan Di Desa Randu Alas Kecamatan Kare Kabupaten Madiun (Analisis Teori Hegemoni Antonio Gramsci), Jurnal Transformasi Lpm Iain Mataram


(51)

41

Secara umum konsepsi hegemoni yang lahir dari Gramsci, sesungguhnya diambil secara dialektis lewat dikotomi tradisional karakteristik pemikiran politik Italia dari Machiavelli sampai Pareto dan beberapa bagian lainnya dari Lenin. Dari Machiavelli hingga Pareto, konsepsi yang diambil adalah tentang kekuatan dan persetujuan. Bagi Gramsci, klas sosial akan memperoleh keunggulan (supremasi) melalui dua cara yaitu melalui cara dominasi atau paksaan dan yang kedua adalah melalui kepemimpinan intelektual dan moral. Cara terakhir inilah yang kemudian disebut oleh Gramsci sebagai hegemoni.

Menurut Gramsci, dalam sebuah formasi sosial, sang pangeran akan dihadapkan pada tarik menarik antara dua kelompok sosial yaitu bangsawan dan rakyat. Kelompok bangsawan pasti memiliki keinginan untuk memerintah dan mendominasi. Sementara rakyat, justru berkeinginan untuk tidak diperintah dan tidak didominasi. Gramsci, mengakui bahwa dalam masyarakat memang selalu ada yang memerintah dan yang diperintah. Bertolak dari kondisi ini, Gramsci melihat jika pangeran akan memerintah dengan efektif, maka jalan yang dipilih adalah meminimalisir resistensi rakyat dan bersamaan dengan itu pangeran harus menciptakan ketaatan yang spontan dari yang memerintah. Secara ringkas,

Gramsci memformulasikan dalam sebuah kalimat, ”bagaimana caranya menciptakan hegemoni”. Hegemoni adalah sebuah rantai kemenangan

yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang melalui penindasan

(Volume, 7, No. 1 Januari-Juni 2011), Hal. 4-5


(52)

42

terhadap klas sosial lainnya. Hegemoni juga merujuk pada kedudukan ideologi satu atau lebih kelompok atau klas dalam masyarakat sipil yang lebih tinggi dari lainnya.33

Dalam penelitian ini maksud dari hegomoni ialah penggiringan pendidikan pondok pesantren dari pengurus atau pengajar kepada para santri dimana pendidikan pondok ini merujuk pada semua aspek kehidupan yang bisa diimplementasikan pada saat santri ini keluar dari pondok. Para santri di arahkan kepada pemahaman konsep pendidikan pondok pesantren dengan pendekatan yang dilakukan oleh setiap pengajar dan pengurus pondok.

Dengan demikian para santri akan terarahkan atau terhegemoni oleh pendidikan tersebut dengan kata lain pengajaran yang dilakukan berhasil menjadikan sebuah benteng pertahanan setiap para santri untuk memasuki kehidupan dunia luar atau pun cyber world.

Jadi dapat dikatan hegemoni dan pendidikan pondok pesantren menjadi sebuah satu kesatuan dalam penelitian ini yang mana kedua hal tersebut menjadi titik berat atau kata kunci dalam penelitian ini.

33

Nezar Patria dan Andi Arief, Antonio Gramsci Negara dan Hegemoni, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, Hal. 119-121


(53)

43

B. DIFUSI ATAU PENYEBARAN BUDAYA, A.L. KROEBER

Difusi, difusionisme, ialah istilah yang di berikan kepada beberapa teori perkembangan kebudayaan dengan memberi tekanan pada difusi. Difusi adalah suatu proses persebaran suatu atau sejumlah unsur kebudayaan:

Is the process, usually but not necessarily gruadul, by which element or system of culture are spread: by which an invention or a new institution adopted in one place is adopted in neighboring areas, and in same cases continues to be adopted in adjacent, until it may spead over the whole earth.

Kroeber dengan menggunaka pendekatan antrologi, yang berbeda dari pendekatan evolusioner dan struktural fungsional, mengemukakan bahwa difusi itu cenderung menjelaskan tentang perubahan dalam suatu

masyarakat dengan cara mencari asal atau „aslinya‟ dalam suatu

masyarakat yang lain.

Difusi itu adalah suatu proses, yang biasanya tetapi tak seharusnya perlahan, apabila unsur-unsur atau system-sistem budaya itu disebarkan. Apabila suatu penemuan, atau satu institusi yang baru diadopsi di sutu tempat maka adopsi berlangsung pula di daerah tetangganya sehingga dalam berbagai kasus pengadopsian tersebut berjalan terus. Tradisi itu pula dasarnya tersebar dalam lingkup waktu tertentu, sehingga tempo penyebaran lewat ruang ditentukan pula oleh waktu. Dengan demikian difusionisme sebagai suatu proses, yaitu proses penyebaran unsur-unsur


(54)

44

budaya (yang baru bagi masyarakat penerima) adalah merujuk kepada pengembangan atau growth; dan tradisi sebagai suatu proses merujuk pada pemeliharaan.

Difusi pada tahapan yang ektrim menekankan bahwa setiap pola tingkah laku atau unsur budaya yang baru itu tersebar dari satu sumber asli. Tampaknya sebagian besar sosiolog tidak mudah menerima pembahasan difusionisme. Memang benar banyak ide-ide yang tersebar dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya, terutama berlaku pada zaman modern ini dengan adanya kemajuan komunikasi; namun waktu yang sama pula terdapat inovasi sejajar. Inovasi sejajr itu memperlihatkan dua atau lebih budaya memperoleh satu solusi yang sama terhadap masalah yang serupa. Malahan dari berbagai benda yang berkomunikasikan kepada sebarang masyarakat hanya sebagaian saja yang tidak diadopsi oleh mereka. Adapun bagian-bagian, atau sesuatu yang dipergunakan, artinya diadopsi, ataupun sebaliknya yang tidak diadopsi akan tergantung bukan hanya pada komunikasi, seperti tentang potensi, jumlah dan pengulanganya, tetapi dapat tergantung oleh keperluan, minat dan daya serap dari sitem social yang menerima bagian serta unsur bedaya tersebut.

Penolakan warga masyarakat terhadap unsur atau bagian budaya itu oleh adanya rasa tidak cocok sebagai penerima serbuan materi dan system baru, dengan begitu mereka cenderung akan menghalangi difusi selanjutnya. Seringkali berlaku lebih dari keadaan itu, yang kadangkala bagian, unsur atau system yang identic dengan yang dikomunikasikan


(55)

45

tersebut bisa saja diadatasi secara berbeda. Karena itu pula apa yang diperlukan adalah suatu gabungan kajian tentang sistem-sistem komunikasi intrasosial yang berkaitan dengan studi tentang kondisi-kondisi yang inovasi sama dengan yang diajukan secara ekstern dan intern tersebut diintegrasikan dalam sebuah system social atau masyarakat34.

C. TEORI GRAMSCI

Penelitian tidak akan bisa terlihat sempurna, jika peneliti menganalisis data yang diperoleh dari informan tanpa menggunakan teori yang relevan dengan tema yang diangkat oleh peneliti. Maka dari itu, untuk memperkuat masalah yang akan diteliti maka peneliti mengadakan tela‟ah pustaka dengan cara mencari dan menemukan teori-teori yang akan di jadikan landasan penelitian, adapun teori yang digunakan peneliti disini yaitu: Teori Hegemoni menurut Antonio Gramsci. Sosiolog Antonio Gramsci mengajukan teori hegemoni untuk menjelaskan fenomena usaha untuk mempertahankan kekuasaan oleh pihak penguasa dan kelas kapitalis.35 Gramsci mendefinisikan hegemoni sebagai kepemimpinan kultural yang dilaksanakan oleh kelas penguasa. Ia membedakan hegemoni dari pengunaan paksaan yang digunakan oleh kekuasaan

34

Prof. Judistira K. Garna, Ph. D,Teori-teori Perubahan Sosial: Bandung, Program Pasca Sarjana- Universitas Padjadjaran, 1992, Hal 73

35


(56)

46

legislatif dan eksekutif atau yang diwujudkan melalui intervensi kebijakan.36

Secara sederhana, konsep hegemoni Gramsci adalah suatu kondisi ketika kelas-kelas subordinat dipimpin oleh „blok historis‟ yang berkuasa menjalankan otoritas sosial melalui kombinasi antara kekuatan dan juga konsensus.37 Dengan demikian dapat didefinisikan bahwa hegemoni merupakan penundukan melalui ide, nilai, pemikiran dan sebagainya. Sehingga apa yang dimaksud Gramsci dengan hegemoni menunjuk pada konsep penundukan pada pangkal State Of Mind seseorang atau warga negara. Atau dalam titik awal pandangannya menjelaskan bahwa suatu kelas dan anggotanya menjelaskan kekuasaan terhadap kelas-kelas dibawahnya dengan cara kekerasan dan persuasive

Dalam karya terpenting Antonio Gramsci, Prison Notebooks

(1929-1933) menunjukkan bahwa Gramsci adalah seorang Marxis Italia. Tetapi ia menunjukkan penolakan pandangan yang naif dari Marxis-Ortodoks bahwa revolusi itu akan datang dengan sendirinya (taken for granted) seperti hujan turun dilangit. Pemikiran Gramsci lebih tepat dikategorikan sebagai corak analisis yang lebih bersifat praktis, yaitu bagaimana perspektif Marxisme dapat direalisasikan secara strategis tanpa meninggalkan basis teoritisnya. Bagi Gramsci, dominasi kekuasaan tidak

36

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011, Hal. 176

37


(57)

47

selamanya berakar pada kepentingan ekonomi belaka, melainkan juga karena akar-akar kebudayaan dan politis.38

Sebagaimana halnya Marx, Gramsci menganggap dunia gagasan, kebudayaan, superstruktur bukan hanya refleksi atau ekspresi dari struktur kelas ekonomi atau infrastruktur yang bersifat material, melainkan sebagai salah satu kekuatan material itu sendiri. Sebagai kekuatan material itu, dunia gagasan atau ideologi berfungsi mengorganisasi massa manusia, menciptakan tanah lapang yang diatasnya manusia bergerak. Bagi Gramsci hubungan antara yang ideal dengan yang material tidak berlangsung searah, melainkan bersifat tergantung dan interaktif. Kekuatan material merupakan isi, sedangkan ideologi-ideologi merupakan bentuknya. Kekuatan material tidak akan dapat dipahami secara historis tanpa bentuk dan ideologi-ideologi akan menjadi khayalan individu belaka tanpa kekuatan material.39

Gramsci berargumen bahwa pendekatan budaya adalah sangat penting untuk membuat sebuah kerangka teori revolusi sosial, dimana banyak dari ortodoks hanya terfokus pada hegemoni sosial yang terangkum dalam pemikiran basis dan bangunan atas dari marxisme.40 Dengan demikian, selain konsep hegemoni Gramsci membantu untuk

38

Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta : Kanisius, 2005, Hal.

30-33 39

Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra : Dari Strukturalisme Genetik Sampai Post-Modernisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, Hal. 61-62

40

Frank Magnis Suseno,Dalam Bayangan Lenin, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2003, Hal. 23


(58)

48

memahami dominasi dalam kapitalisme dan dapat juga membantu untuk mengorientasikan pemikiran tentang revolusi.41

Gramsci menawarkan adanya blok solidaritas untuk melawan rezim. Mekanismenya adalah menggalang seluas mungkin munculnya kekuatan intelektual yang memiliki visi dan sikap dalam mendukung kebebasan. Gramsci membedakan dua corak intelektual. Yang pertama, dikenal dengan intelektual tradisional, yaitu intelektual yang tunduk dan patuh terhadap kepentingan rezim kekuasaan fasis. Intelektual yang demikian sebenarnya secara faktual adalah musuh masyarakat karena dengan posisi dan integritasnya mereka bekerja sama dengan rezim serta memanipulasi sistem sosial dan politik yang menindas. Yang kedua, dikenal dengan intelektual organik, yaitu para intelektual yang turun dari singgasana menara gadingnya dan bergabung dengan masyarakat untuk menjalankan tugas profesinya serta membangkitkan kesadaran yang dimanipulasi oleh kekuatan yang hegemonik dengan memberi pendidikan-pendidikan kultural dan politik dalam bahasa keseharian. Mereka ini bertugas memperkuat posisi masyarakat sipil (civil society) untuk mengakumulasikan kekuatan blok solidaritas, yaitu masyarakat yang sadar akan kondisi sosial-politis dan melakukan perjuangan-perjuangan untuk mendelegitimasikan rezim kekuasaan.

Blok solidaritas ini diarahkan untuk mengimbangi daya hegemoni rezim dengan melakukan perang posisi (the war of position) dengan tujuan

41

George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta : Kencana Prenada Media Group ,2011, Hal. 76


(59)

49

merebut posisi-posisi vital yang dikuasai oleh rezim. Organisasi infrastruktur masyarakat yang bersifat profesional, kemasyarakatan atau kepemudaan yang tadinya dikuasai oleh prorezim. (berciri subdordinasi atau onderbow kepentingan kekuasaan) harus secara perlahan-lahan diambil alih dan selanjutnya diarahkan sebagai organisasi masyarakat sipil yang tangguh. Jadi, fungsi kaum intelektual organik adalah membentuk budaya perlawanan masyarakat dengan membangkitkan kesadaran kritisnya agar sanggup merebut posisi-posisi vital tanpa harus terjebak pada perlawanan terbuka seperti revolusi. Selain tidak strategis, revolusi juga akan segera ditumpas rezim dengan jalan kekerasan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konsepsi Gramsci lebih menekankan pembentukan budaya perlawanan ketimbang menentukan isi kebudayaan itu sendiri.42

Gramsci menegaskan gagasannya bahwa sangat penting menumbuhkan massa rakyat untuk mengorganisasi diri. Artinya, sangat penting kiranya rakyat untuk memiliki kesadaran kritis dan perang budaya maupun ideologis. Pusat perhatian Gramsci adalah menciptakan kesadaran kritis dan menciptakan perang budaya dalam lingkup masyarakat dan kekuasaan negara. Gramsci yakin bahwa kesadaran akan muncul dikalangan massa rakyat untuk membuat sebuah kehendak kolektif yang akan mampu menandingi kekuasaan yang otoriter.43

42

Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto,Teori-teori Kebudayaan, Yogyakarta : Kanisius, 2005, Hal. 30-33

43


(60)

50

Hegemoni akan menjelaskan bagaimana dominasi pendidikan pondok pesantren terhadap para santri baik ketika mereka didalam lingkup pondok pesantren ataupun ketika diluar pondok pesantren khususnya ketika para santri akan memasuki perkembangan zaman yang ada yakni

cyber world. Dengan pendidikan yang menghegomoni para santri dapat dihasilkan sebuah pola piker atau perilaku yang dapat membuat para santri bisa berpikir ulang serta memilih jalan yang terbaik ketika akan melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang sudah didapat ketika di dalam pondok pesantren.

Hegemoni sendiri menjadi hal baru ketika dikaitkan dengan pendidikan yang mana sedikit bertolak belakang dengan apa yang selama ini dilihat dan dibaca oleh kalangan pembaca. Namun dengan penelitian ini penulis memberikan gambaran yang baru tentang hegemoni tidak selalu dalam hal yan negative bisa menuju ke positive juga misalnya dengan hegemoni pendidikan pondok pesantren para santri didominasi dan diarahakan untuk menuju kepada kebaikan dalam melangkah dan menghadapi cyber world dimana, cyber world sendiri merupakan salah satu unsur perkembangan zaman yang dibuat oleh kaum kapitalis untuk mengarahkan para manusia masa kini menggunakan ataupun hidup di dalam cyber world itu sendiri.

Dengan kekuasaan pendidikan pondok pesantren dimana ini diarahkan oleh para pengajar dan pengurus pondok, pendidikan pondok pesantren bisa menjadikan bekal para santri ketika kaum-kaum kapitalis


(61)

51

mengarahkan kepada cyber world untuk tidak ikut masuk terlalu dalam ataupun tersesat didalamnya karena para santri tahu serta mengerti bagaimana dan apa yang telah diberikan pengurus dan pengajar selama mereka tinggal didalam pondok pesantren .

Jadi bisa dikatakan titik berat atau kata kunci dalam penelitian ini adalah hegemoni dan pendidikan pondok pesantren dengan pemaparan yang secara bertahap dan relevan dapat merubah stigma hegemoni yang selama ini orang tahu terkait hal negative akan menjadi hal baru dan mengangkat kembali pendidikan pondok pesantren yang mana pendidikan keIslaman yang ada di Indonesia.


(62)

BAB III

HEGEMONI PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN DI ERA

CYBER WORLD

A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Pondok Pesantren AT-TAUHID Surabaya

Pondok Pesantren Islam At-Tauhid berkedudukan di Sidoresmo Dalam II/37 RT. 01 RW. 02 Kelurahan Jagir, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya. Pondok pesantren ini didirikan -secara formal- pada tahun 1969 M. Pondok Pesantren Islam At-Tauhid berawal dari salah satu pewaris perjuangan dan keturunan pendiri pondok pesantren Ndresmo. Beliau adalah K.H. Mas Tholhah Abdullah Sattar. Seorang tokoh yang lahir di Surabaya pada 12 Desember 1919 itu memiliki tekad pengabdian sepanjang hidup. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengabdikan diri dalam perjuangan Izzul Islam wal Muslimin. Beliau menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Islam At-Tauhid sejak berdirinya hingga beliau wafat (1991). Selanjutnya, putra-putri beliau menjadi dewan masyayikh dan kedudukan Pengasuh diamanatkan kepada K.H. Mas Mansur Tholhah hingga sekarang.

K.H. Mas Tholhah melihat bahwa pola pendidikan dan pengajaran di pondok pesantren dirasakan masih perlu adanya sentuhan perbaikan dan peningkatan dibeberapa aspek. Kemudian


(63)

53

pada tahun 1969 M. dengan tekad keras beliau memulai mewujudkan sebuah pondok pesantren yang lebih sistemik dan berdirilah Pondok Pesantren Islam At-Tauhid sebagai bagian tak terpisahkan dari pondok pesantren Ndresmo.

2. Latar Belakang Nama Pondok Pesantren Islam AT-TAUHID

Pondok pesantren ini diberi nama Pondok Pesantren Islam At-Tauhid oleh pendirinya K.H. Mas Tholhah Abdulloh Sattar dengan harapan (Tafa‟ulan) agar masyarakat pondok dapat:

a. Senantiasa meng-Esa-kan Tuhan (Senantiasa bertauhid kepada Allah SWT).

b. Memenuhi kewajiban dan tujuan hidupnya yakni menghambakan diri hanya kepada Allah SWT.

c. Tetap menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan persaudaraan

(Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Basyariyah).

d. Bahwa dengan menghayati arti dan kandungan makna firman Allah yang berbunyi IQRO’... dan ’ALLAMA BIL QOLAM, yang kemudian karena mu‟jizatnya berubah keadaan dan peradaban manusia, maka wajarlah apabila pendidikan dan pengajaran baca tulis dan pengembangan wawasan keagamaan menjadi unsur muthlak bagi kehidupan manusia.


(1)

102

kehidupan dan praktek islam di massa lalu dengan memberi contoh di


(2)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian yang sudah di jelakan oleh peneliti terdapat sebuah kesimpulan

untuk penelitian ini pada umumnya para santri yang belajar di pondok pesantren ingin

mempelajari ilmu agama serta dapat membentuk sebuah karakter yang positif, baik itu

melalui dorongan dari orang tua maupun inisiatif dari santri itu sendiri. Santri yang

datang untuk menimba ilmu di Pondok pesantren Islam At Tauhid sebagai suatu

realitas yang asing. Membentuk hubungan dengan dunia yang ada di Pondok

pesantren At Tauhid pun harus mereka lakukan.

1. Pola pendidikan yang diterpakan di pondok pesantren At-Tauhid seperti

pendidikan shalaf dan kholaf dengan pendekatan-pendekatan kepada santri yang

berlatar belakang berbeda ini diharapkan mampu untuk menjadikan santri-santri

yang berkualitas dan juga terdidik karena perkembangan zaman yang sudah

semakin maju diharapkan pendidikan yang mereka dapat selama di pondok

pesantren At-Tauhid bisa menjadi bekal mereka ketika menghadapi

berkembangan manusia modern khususnya di cyber world.

2. Bentuk hegemoni yang terjadi di pondok pesantren At-Tauhid menjadikan

pendidikan pondok sebagai pedoman hidup bagi para santri. Hal ini merupakan

sebuah rantai kehidupan yang harus dijalani oleh seorang santri pada khususnya

dan masyarakat umum sebagai contoh nyata untuk para santri bagaimana cyber

world telah mengubah dunia nyata manusia dengan pihak tertentu yang telah

mengembangkan cyber world. Karena itu tujuan pendidikan pondok pesantren


(3)

104

unutk paham ilmu agama serta menjalankan semua yang sudah dipelajari di

kitab-kitab.

Dengan begitu santri bisa untuk mengendalikan cyber world atau hanya untuk

sekedar menahan rasa ingin tahu yang lebih karena mereka sudah lama tinggal di

pondok dan tidak tahu dunia luar khususnya cyber world yang saat ini dapat

disimpulkan bahwa bukan manusia yang memberikan interpretasi terhadap cyber

world, namun cyber world yang mendominasi pemikiran manusia.

B. Saran

Setelah penulis mengetahui kejadian-kejadian ataupun

permasalahan-permasalahan yang terjadi dan setelah penulis mengetahui hasil akhir dari

penelitian ini, maka saran-saran yang penulis berikan adalah sebagai berikut:

1. Kepada lembaga pendidikan pesantren dalam membentuk karakter generasi

Bangsa tidak bisa dipandang sebelah mata. Pendidikan pesantren berkaitan erat

dengan pendidikan berbasis moral yang mengajarkan peserta didiknya untuk

memiliki karakter kuat dalam membentuk dan meneguhkan pribadi yang

berkarakter. Pembentukan karakter akan sulit diterapkan kepada anak didik/santri

apabila kesadaran dan karisma tidak diperhatikan. Keteladanan merupakan

sasaran awal yang harus di bangun baik untuk para santri bahkan untuk para

pebimbing dan pengurus.

2. Kepada para santri mari salurkan apa yang sudah di dapat dari pendidikan pondok

pesantren karena kemjuan manusia zaman sekarang sangat cepat dan pesan

mereka sedikit melupakan masalah agama karena terlalu sering masuk cyber


(4)

105

bisa menyadarkan masyarakat setidaknya mereka sedikit untuk mengurangi

kehidupan di cyber world.

3. Kepada masyrakat modern mari sedikit mengurangi untuk hidup dalam cyber

world kita semua hidup di dunia nyata dan berinteraksi secara nyata, hidup dalam cyber world tidak ada salahnya namun jika pada situasi dan kondisi yang tepat

karena manusia yang menciptakan cyber world jadi sudah seharusnya manusia


(5)

DAFTAR PUSTAKA

.

Andi Prastowo,2011, Metode Penelitian Kualitatif: dalam Prespektif Rancangan Penelitian

(Jogyakarta: Ar- Ruzz Media)

Agus Afandi,2011 Belenggu Budaya Santetan Di Desa Randu Alas Kecamatan Kare

Kabupaten Madiun (Analisis Teori Hegemoni Antonio Gramsci), (Jurnal Transformasi Lpm Iain Mataram) (Volume, 7, No. 1 Januari-Juni 2011),

Azyumardi Azra,1999, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millennium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu).

Barker,2004, Cultural Studies Teori dan Praktik (Yogyakarta : Kreasi Wacana)

Depag RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah… Loc. Cit. ,

Faruk,2005 Pengantar Sosiologi Sastra : Dari Strukturalisme Genetik Sampai

Post-Modernisme (Yogyakarta : Pustaka Pelajar)

Frank Magnis Suseno,2003, Dalam Bayangan Lenin (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama)

George Ritzer dan Douglas J. Goodman,2011, Teori Sosiologi Modern (Jakarta : Kencana

Prenada Media Group)

H. Amin Haedai, at. al., Masa Depan Pesantren, Loc. Cit

Hanun Asrohah,2004, Pelembagaan Pesantren, Asal-Usul Dan Perkembangan Pesantren Di

Jawa, (Jakarta: Depag RI)

Hasan Langgulung,1980, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Bandung:

Al-Ma'arif)

Hasbullah,1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Remaja Grafindo Persada)

http://www.yourdictionary.com/cyberworld#QI4VpsPuW4wVo5kL.99

Jamaluddin Malik, 2005, Pemberdayaan Pesantren, Menuju Kemandirian Dan


(6)

107

Lexy j, Moleong,2009, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, (Bandung: Rosda

Karya)

Listiyono Santoso Sunarto dkk,2003, Epistemologi Kiri, (Yogyakarta : Ar-ruzz)

Masjkur Anhari,2007, Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren,

(Surabaya:Diantama)

Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto,2005, Teori-teori Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius)

Mujamil Qomar,2009, Pesantren Dari Transpormasi Metodologi Menuju Demokrarisasi

Institusi, (Jakarta: Erlangga)

Nezar patria dan andi arief,1999, Antonio Gramsci Negara & Hegemoni, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar)

Nur Syam,2009, Model Analisis Teori Sosial, (Surabaya : PMN)

Nezar Patria,1999 Antoni Gramsci Negara & Hegemoni, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)

Prof. Judistira K. Garna, Ph. D, 1992 Teori-teori Perubahan Sosial, (Bandung, Program

Pasca Sarjana- Universitas Padjadjaran)

Roger Simon,1999 Gagasan-gagasan Politik Gramsci, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar dan Insist)

Sugiyono,2011 Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta) Zamakhsyari Dhofier,1985 Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai, (Jakarta:LP3ES)