HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DAN PENGETAHUAN TENTANG ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK REMAJA.

(1)

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Alawiyah Husna Khotijah B77211111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(2)

PENGETAHUAN TENTANG ROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata

Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Alawiyah Husna Khotijah B77211111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(3)

(4)

(5)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dan pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling, dengan jenis samplingnya purposive sampling yaitu sampling yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti. Dengan jumlah 85 subjek. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala konformitas teman sebaya, skala pengetahuan tentang rokok, dan skala perilaku merokok remaja.Karena setelah diuji normalitas, data tidak berdistribusi normal maka pengujian korelasi menggunakan uji statistik non parametric yaitu Spearman. Sedangkan untuk mengetahui hubungan ketiga variabel menggunakan analisis regresi linier berganda.Dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku merokok remaja. Hal ini ditunjukkan dengan hasil nilai signifikansi sebesar 0.022 < 0.05, yang artinya Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga hipotesis menyatakan terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku merokok remaja. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.248, Dan Tidak terdapat hubugan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Hal ini ditunjukkan dengan hasil nilai signifikansi sebesar 0.728 > 0.05 yang artinya Ha ditolak dan Ho diterima, sehingga hipotesis menyatakan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,038. Sedangkan pada uji analisis regresi linier berganda didapatkan nilai signifikansi 0.072 >0.0.5 yang artinya variabel konformitas teman sebaya dan pengetahuan tentang rokok tidak bersama-sama mempengaruhi variabel perilaku merokok remaja. Dengan sumbangan efektif yang diberikan sebesar 41%, dan 59% dipengaruhi oleh factor lain.

Kata Kunci: konformitas teman sebaya, pengetahuan tentang rokok, dan perilaku merokok remaja


(6)

Puji syukur Alhamdulillah, penulit panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan taufiq dan hidayah Nya. Berkat rahmat dan petunjuk Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan lancar. Judul penelitian yang diangkat adalah “ Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya dan Pengetahuan Tentang Rokok dengan Perilaku Merokok Remaja di MA Daarul Ulum Waru”

Sholawat serta salam, semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita baginda Nabi Muhammada SAW, para keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang telah membawa petunjuk kebenaran, untuk seluruh umat manusia yang kita harapkan syafaatnya diakhirat kelak.

Penelitian ini merupakan salah satu tugas akhir yang wajib ditempuh oleh mahasiswa, sebagai tugas akhir studi di UIN Sunan Ampel Surabaya. Penelitian ini disusun dengan bekal ilmu pengetahuan yang terbatas dan tidak akan mungkin terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa syukur, penulis berterimakasih banyak kepada:

1. Prof. Dr. Abd A’la, M.Ag, selaku rektor UIN Sunan Ampel Surabaya. 2. Prof. Dr. Moh. Sholeh, M.Pd, selaku dekan Fakultas Psikologi dan

Kesehatan.

3. Rizma Fithri, S.Psi, M.Si, selaku kepala jurusan psikologi 4. Dr. Suryani, M. Si, selaku Ketua prodi psikologi.


(7)

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

6. Kepala sekolah yang bersangkutan beserta staf dan dewan guru yang telah memberikan izin dan juga arahan terhadap kelancaran penelitian ini. 7. Kepada siswa-siwa yang telah membantu penulis untuk mengisi skala

yang telah diberikan penulis.

8. Kepada kedua orang tuaku yang telah memberikan kepadaku doa dan dukungan untuk selalu sabar, tabah, dan terus berjuang tanpa lelah demi menggapai impian.

9. Kepada saudara- saudara ku yang selalu membuatku ceria dan semangat dikala mendapatkan kesulitan hidup.

10.Kepada Amirul Mukmin yang selalu memberikan support dan perhatian kepada penulis untuk tetap semangat demi meraih cita-cita bersama.

11.Kepada teman-teman ku 4 sekawan yang selalu memberikan dukungan demi kelancaran penelitian ini.

12.Kepada teman-teman psikologi G1 yang saling memberikan bantuan, arahan, support demi kelancaran penelitian dan meraih cita-cita bersama. 13.Kepada Bu Erista yang selalu mengingatkan penulis untuk segera

menyelesaikan penelitian ini.

14.Kepada seluruh teman-teman ku psikologi UIN Sunan Ampel Surabaya yang selalu bergandengan tangan untuk menggapai cita-cita bersama.


(8)

untaian doa semoga Allah meridhoi kita semua dengan ilmu yang bermanfaat, umur yang barokah dan semoga selalu dalam naungan hidayah Nya. Dan akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 28 Mei 2015

Penulis


(9)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

INTISARI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Merokok Remaja ... 13

1. Remaja ... 13

a. Pengertian Remaja ... 13

b. Ciri-ciri Remaja ... 14

c. Tugas-tugas Perkembangan Remaja ... 16

d. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja ... 18

2. Perilaku Merokok ... 20

a. Pengertian Perilaku ... 20

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku ... 22

c. Pengertian Perilaku Merokok ... 22

d. Aspek-Aspek Perilaku Merokok ... 24


(10)

a. Pengertian Konformitas ... 29

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas ... 33

c. Pengertian Konformitas Teman Sebaya ... 35

d. Hakikat Teman Sebaya ... 37

e. Bentuk –bentuk Kelompok teman sebaya ... 39

f. Fungsi Teman sebaya ... 41

C. Pengetahuan Tentang Rokok ... 42

a. Pengertian Pengetahuan Tentang Rokok ... 42

b. Pengertian Rokok ... 45

c. Kandungan Rokok ... 45

d. Dampak Rokok ... 47

D. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Perilaku Merokok Remaja ... 51

E. Hubungan Antara Pengetahuan tentang Rokok dengan Perilaku Merokok Remaja ... 53

F. Kerangka Teoritik ... 54

G. Hipotesa ... 55

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 56

B. Identivikasi Variabel Penelitian ... 56

C. Definisi Operasional ... 57

D. Populasi, Sampling, Teknik Sampling ... 60

E. Teknik Pengumpulan Data ... 63

F. Validitas dan Reliabilitas ... 66

1. Hasil uji validitas ... 66

2. Hasil uji reliabilitas ... 69

G. Analisis Data ... 71

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN ... 72


(11)

B. PEMBAHASAN ... 79 BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 83 B. SARAN ... 84 DAFTAR PUSTAKA ... 85


(12)

Tabel 1 Dampak Kandungan Rokok Bagi Kesehatan ... 48

Tabel 2 Jumlah Siswa Madrasah Aliyah Darul Ulum Waru ... 60

Tabel 3 Blue print perilaku merokok ... 64

Tabel 4 Blue print konformitas teman sebaya... 65

Tabel 5 Blue Print pengetahuan tentang rokok ... 66

Tabel 6 Blue Print Setelah Try out perilaku merokok remaja ... 67

Tabel 7 Blue Print Setelah Try out konformitas teman sebaya ... 68

Tabel 8 Blue Print Setelah Try out pengetahuan tentang rokok ... 69

Tabel 9 Reliabilitas skala perilaku merokok ... 70

Tabel 10 Reliabilitas skala konformitas teman sebaya ... 70

Tabel 11 Reliabilitas skala pengetahuan tentang rokok ... 71

Tabel 12 Gambaran Subjek berdasarkan usia ... 72

Tabel 13 Deskrptif Statistik ... 73

Tabel 14 Uji normalitas data ... 74

Tabel 16 Uji Aanalisis regresi linier berganda ... 76


(13)

Gambar 1 Zat yang terkandung dalam rokok ... 47 Gambar 2 Kerangka Teoritik ... 55


(14)

Skala perilaku merokok remaja ... 88

Skala konformitas teman sebaya ... 90

Skala pengetahuan tentang rokok ... 92

Tabulasi data mentah konformitas teman sebaya ... 94

Tabulasi data nilai konformitas teman sebaya ... 96

Tabulasi data mentah pengetahuan tentang rokok ... 98

Tabulasi data nilai pengetahuan tentang rokok ... 100

Tabulasi data mentah perilaku merokok ... 102

Tabulasi data nilai perilaku merokok ... 104

Hasil output SPSS validitas aitem ... 106


(15)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konformitas teman sebaya dan pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Penelitian ini merupakan penelitian korelasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling, dengan jenis samplingnya purposive sampling yaitu sampling yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria atau tujuan yang telah ditentukan peneliti. Dengan jumlah 85 subjek. Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah skala konformitas teman sebaya, skala pengetahuan tentang rokok, dan skala perilaku merokok remaja.Karena setelah diuji normalitas, data tidak berdistribusi normal maka pengujian korelasi menggunakan uji statistik non parametric yaitu Spearman. Sedangkan untuk mengetahui hubungan ketiga variabel menggunakan analisis regresi linier berganda.Dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku merokok remaja. Hal ini ditunjukkan dengan hasil nilai signifikansi sebesar 0.022 < 0.05, yang artinya Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga hipotesis menyatakan terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku merokok remaja. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.248, Dan Tidak terdapat hubugan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Hal ini ditunjukkan dengan hasil nilai signifikansi sebesar 0.728 > 0.05 yang artinya Ha ditolak dan Ho diterima, sehingga hipotesis menyatakan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,038. Sedangkan pada uji analisis regresi linier berganda didapatkan nilai signifikansi 0.072 >0.0.5 yang artinya variabel konformitas teman sebaya dan pengetahuan tentang rokok tidak bersama-sama mempengaruhi variabel perilaku merokok remaja. Dengan sumbangan efektif yang diberikan sebesar 41%, dan 59% dipengaruhi oleh factor lain.

Kata Kunci: konformitas teman sebaya, pengetahuan tentang rokok, dan perilaku merokok remaja


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku merokok dikalangan remaja Indonesia semakin hari, kian memprihatinkan. Bagaimana tidak, hal itu kini menjadi sorotan publik, tak hanya di dalam negeri, namun media massa internasional. Data WHO menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia dan setiap tahunnya terus meningkat. WHO menyebutkan bahwa pada tahun 2000-2008 terdapat 24,1% remaja pria dan 4% remaja wanita di Indonesia adalah perokok aktif. Dan pada tahun 2009 terjadi peningkatan sebesar 65,9% laki-laki dan 4,5 % perempuan merokok. WHO juga mempertegas bahwa jumlah perokok di dunia sebanyak 30% kaum remaja, dan di Amerika Serikat sebanyak 50% perokok usia remaja.

Meskipun sudah mengetahui akibat dari merokok akantetapi jumlah perokok bukan semakin menurun melainkan semakin meningkat bahkan semakin banayak orang yang merokok dengan usia yang lebih dini. Apalagi yang belum mengetahui kandungan yang berbahaya serta bahaya dari rokok itu sendiri. Menurut Centers For Disease Control and Prevention (CDC) setiap

hari sebanyak 3.600 anak anak merokok mulai usia 12-17 tahun. Sedangkan

survey yang dilakukan kepada 3.319 pelajar berusia 15-18 tahun oleh Global Youth Tobacco Survey pada tahun 2009 menyebutkan bahwa 30,4% pelajar sudah pernah merokok dengan prosentase perokok laki-laki 57.8% dan 6,4% perokok perempuan (GTSSData.2012). Data Riset Kesehatan Dasar


(17)

(Riskesdas, 2010) Secara nasional, prevalensi penduduk usia 15 tahun keatas yang merokok sebesar 34,7% dimana 28,2% adalahperokoksetiaphari, dan 6,5% perokok kadang-kadang. Yang memprihatinkan, hampir sebagian besar perokok aktif di Indonesia mulai merokok sejak usia belia. Sekitar 43,3% perokok, mulai merokok di usia 15-19 tahun, sekitar 17,5 % mulai merokok direntang usia 10-14 tahun dan 14,6 % diusia 20-24 tahun. Bahkan di antara para perokok sebanyak 1,7 % mulai merokok sejak usia 5-9 tahun.

Masa remaja adalah masa-masa dimana seorang anak mengalami transisi dari anak-anakmenuju kedewasa baik dari segi fisik maupun psikologis (Notoadmojo.2010). Masa transisi ini seringkali menghadapkan remaja pada situasi yang membingungkan karena disatu pihak ia msih anak-anak dan dilain pihak harus bersikap dewasa.sehingga dapat terjadi perubahan pada psikologis remaja yang dapat terlihat dari ketidakstabilan emosi ketika menghadapi sesuatu.

Pada masa remaja seorang anak laki-laki sudah mulai ingin menjadi seorang laki-laki dewasa dan seorang perempuan ingin menjadi seorang perempuan dewasa. Karena kinginan menjadi dewasa inilah maka masa perkembangan remaja mengalami peralihan dari sifat yang sangat tergantung pada orang tua kesifat yang mulai berani untuk mencoba menjadi mandiri dan bertanggungjawab, dan mengalami perubahan secara fisik, kognitif, psikososial, dan ekonomi (Hurlock.1990). Menurut Kurt Lewin (Komaasari. 2010), ada banyak alasan yang melatar belakangi seorang remaja merokok. Perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya


(18)

perilaku merokok selain disebabkan oleh factor-faktor yang ada dalam diri, juga disebabkan oleh factor lingkungan. Salah satu factor lingkungan yang mempengaruhi perilaku merokok pada remaja adalah factor teman sebaya. Karena teman sebaya sangat berpengaruh terhadap diri individu. Remaja

mendapatkan pengaruh yang sangat kuat dari peer group tatau teman

sebayanya. Dan didalam peer group terdapat tekanan untuk menyamakan diri

untuk menjadi conform.

Adapun penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pratiwi ( 2009) tentang “Hubungan antara control diri dan konformitas dengan perilaku merokok pada remaja di Surakarta” adalah terdapat hubungan yang signifikan antara control diri dan konfrmitas dengan perilaku merokok pada remaja di Surakarta dengan kontribusi sebesar 57,30% terhadap perilaku merokok, dengan besar sumbangan masing-masing variable adalah 29,62% untuk variable konformitas teman sebaya dan variable konsep diri adalah 27,68%. Dan masih ada 42,70% factor lain yang mempengaruhiperilaku merokok.

Pengaruh lingkungan dan kelompok memegang peranan yang cukup besar. Karena itulah para remaja berusaha untuk merunbah atau menyesuaikan perilakunya supaya sesuai dengan aturan dalam suatu kelompok. Konformitas mempengaruhi berbagai aspek kehidupan remaja seperti pilihan aktivitas, penampilan, bahasa yang digunakan dan nilai-nilai yang dianut. Hurlock (2012) menyebutkan bahwa banyak sekali perilaku yang muncul pada remaja hanya karena mengikuti norma yang ada pada kelompoknya, contonya


(19)

mencoba minum alcohol, obat-obatan terlarang, merokok, membolos, dan tawuran.

Dilihat dari berbagai sudut pandang perilaku merokok sangat merugikan bagi kesehatan, baik diri sendiri maupun orang lain. Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang terkandung dalam rokok seperti nikotin, tar, karbonmonoksida (CO) akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan syaraf simptis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat. Perokok aktif berisiko untuk terkena kanker hati, paru, bronchitis, dan gangguan pernafasan. Merokok juga menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif. Resiko yang ditanggung oleh perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah.

Dalam perspektif agama rokok juga menjadi perdebatan tersendiri dikalangan ulama, karena kandungan yang ada dalam rokok sendiri sangant membahayakan bagi tubuh baik yang menghisapnya ataupun yang menghirupnya. Tubuh kita pada dasarnya adalah amanah dari Allah yang harus dijaga. Mengkonsumsi barang-barang yang besifat mengganggu fungsi raga dan akal hukumnya adalah haram. Terdapat beberapat dalil mengenai rokok. Seperti halnya yang tercantum pada firman Allah SWT yang artinya “… Allah melarang bagi mereka mereka untuk mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, mereka itulah orang-orang yang beruntung (Q.SAl A’raf:157).”


(20)

Penemuan ilmu pengetahuan sekarang meningkat lagi dengan ditemukannya suesuatu yang baru lagi yang berkaitan dengan masalah merokok ini , yaitu yang sekarang dikenal dengan istilah perikok pasif yaitu pengaruh atau dampak yang ditimbulkan ini sangat membahayakan kadang-kadang melebihi bahaya rokok terhadap perokonya sendiri (Qaradhawi.2008). Islam Mengatakan :

ﺔﻜ ﻬ اﻰ إﻢﻜﻳﺪﻳﺄﺑاﻮﻘ ﺎ و …

“…Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al Baqarah: 195).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

اﺮﺿ ﺎ و رﺮﺿ ﺎ…

“… Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan.” (HR. Ibnu Majah. Hadis ini di shahihkan oleh Albani).

Observasi yang dilakukan pada awal Mei 2015 di MA Darul Ulum waru,

peneliti melihat sehabis pulang sekolah terdapat sekumpulan siswa merokok di warkop baik dengan teman sesama sekolahnya maupun dengan teman diluar sekolahnya, dan remaja yang merokok dengan mengendarai motor menuju pulang kerumahnya. Ada kekhawatiran terhadap perilaku merokok


(21)

pada remaja tersebut, yakni semakin besar kemungkinan yang bersangkutan menjadi perokok berat di usia dewasa nantinya.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 9 Mei 2015 kepada beberapa siswa disana. Sebagian siswa laki-laki pada sekolah yang diteliti yang merokok, mereka memiliki berbagai alasan mengenai perilaku merokok, diantaranya ada yang mengatakan hanya sekedar ingin mencoba, karena pengaruh teman, sebagai penghilang stress, dan sebagai image diri. Dan sebagaian dari mereka ada yang belum mengetahui tentang kandungan yang berbahaya didalam rokok tersebut dan dampak yang diakibatkan dari merokok. Selain itu mereka juga mengatakan, bahwa ketika ia ingin merokok biasanya mereka melakukannya secara diam-diam di kamar mandi atau pada saat akan berangkat ke sekolah maupun pulang sekolah dengan sebisa mungkin untuk tidak sampai ketahuan oleh guru di sekolah, karena peraturan sekolah melarang siswa merokok pada saat jam pelajaran atau pada saat dilingkungan sekolah dan jika ketahuan akan mendapatkan sanksi dari sekolah.

Dipertegas lagi oleh salah seorang guru yang pernah menjuampai siswanya sedang merokok dijalanan dengan masih menggunakan seragam sekolah baik pada saat berangkat kesekolah maupun pelang sekolah. Ditambahkan lagi pernah mempergogi siswa ini merokok dikeas pada saat guru berhalangan masuk kelas. Dan akhirnya sanksipun diberikan kepada mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh kankel (Chotdijah.2012) menunjukkan bahwa diantara perilaku mengkonsumsi alcohol, merokok dan olah raga maka


(22)

perilaku merokoklah yang memiliki hubungan yang paling erat dengan pengetahuan tentang kesehatan. Sedangkan Lipperman-Kreda & Grube (Chotdijah. 2012) menemukan bahwa perilaku merokok pada remaja sebagian besar merupakan hasil dari proses kognitif bahwa mereka memiliki antisipasi terhadap konsekuensi terkait dengan perilaku-perilaku mereka.

Adapun penelitian terdahulu yang dialakuka oleh Cotdijah (2012) tentang “Pengetahuan tentang Rokok, Pusat Kendali Kesehatan Eksternal dan Perilaku

Merokok”. adalah Hasil uji dengan t-tes menunjukkan terdapat perbedaan

pusat kendali kesehatan eksternal (t = -0,913; p = 0,363; F = 1,360; p = 0,204 > 0,05) dan pengetahuan tentang rokok (t = 1,572; p = 0,119; F = 1, 276; p = 0,261 > 0,05) antara perokok tetap dan perokok coba-coba. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan ada hubungan antara perilaku merokok dengan pusat kendali kesehatan eksternal (rs = 0,210; p = 0,027 < 0,05) tetapi tidak ada hubungan antara perilaku merokok dengan pengetahuan tentang rokok (rs = 0,155; p = 0,105 > 0,05).

Kalangie (1994) mengatakan bahwa perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan. Sehubungan dengan perilaku sosial, David. O. Sears (1994) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi dan membentuk perilaku sosial individu yaitu: a) Faktor genetic, b) Faktor pengalaman, c) Faktor lingkungan, d) Faktor pendidikan. Sedangkan menurut smet (1994) perilaku merokok terbagi menjadi tiga aspek


(23)

yaitu: a) frekuensi merokok, b) itensitas merokok, c) lamanya berlangsung merokok.

Dari beberapa uraian diatas perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh bebrapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan. Di mana lingkungan yang sangat berperan dalam kehidupan remaja adalah teman sebaya. Teman sebaya disini merupakan factor kedua yang sangat berpengearuh setelah orang tua. Biasaya remaja ini akan mengikuti teman sebaya pada kelompoknya. Hal ini bisa dikatakan reaja melakukan konformitas.

Menurut sears (1994) konformitas adalah suatu bentuk tingkah laku

menyesuaikan diri dengan tingkah laku orang lain, sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna mencapai tujuan tertentu.

Selain itu minimnya pengetahuan yang dimiliki oleh para remaja dapat menyebabkan perilaku berisiko pada remaja, seperti perilaku merokok. hal tersebut dipertegas oleh Emilia (Andarini), bahwa untuk menurunkan perilaku merokok dengan memberikan materi pendidikan individu yaitu melalui pemberian informasi mengenai dampak dari merokok. Pengetahuan tentang rokok juga sangat penting untuk remaja, dengan adanya pengetahuan diharapkan para remaja sadar akan bahaya merokok untuk dirinya dan orang lain.

Pengetahuan menurut (Notoaimodjo.2002) merupakan hasil dari tahu, dan

ini terjadi setelah seseorang melakukan penindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang sudah diperoleh


(24)

sebelumnya. Chotdijah (2012) mendefisikan pengetahuan tentang rokok adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang tentang seputar rokok, zat-zat yang terkandung dalam rokok, dampak dari rokok. Pengetahuan ini meliputi pemahaman remaja tentang pengertian rokok, kandungan zat-zat yang berbahaya dalam rokok serta dampak rokok baik bagi kesehatan dan psikologis.

Dari fenomena diatas peneliti mencoba melakukan penelitian tentang hubungan antara konformitas teman sebaya dengan pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja.

B. Rumusan Masalah

Dari fenomena diatas peneliti merumuskan permasalahan yaitu:

1. Apakah terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dan

pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja?

2. Apakah terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan

perilaku merokok remaja?

3. Apakah terdapat hubungan antara pengetahuan tentang rokok dengan

perilaku merokok remaja?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dan

pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja.

2. Untuk mengetahui hubungan antara konformitas teman sebaya dengan


(25)

3. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja.

D. Manfaat

1. Secara teoritis

Dapat memberikan sumbangsih pengetahuan dalam bidang psikologi terutama psikologi social dengan tema perilaku merokok remaja.

2. Secara praktis

a. Untuk remaja dapat memberikan pengetahuan tentang bahaya merokok

dan membentengi diri agar tidak terpengaruh dengan teman sebaya untuk ikut merokok.

b. Untuk peneliti dapat memberikan pengalamann baru dalam melakukan

penelitian dan dapat mengkaitan fenomena yang ada dengan kajian psikologi.

C. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian bertujuan untuk membandingkan penelitian yang sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan membandingkan antar keduanya maka dapt diketahui perbedaan dan ciri khas penelitian yang sedang dilakukan. Hal ini dapat dijadikan sebagai usaha untuk mengurangi plagiatisme. Beberapa hal penting diketahui dalam keaslian penelitian adalah lokasi, teknik analisis, variable, dan hasil penelitian ataupun hasil yang diharapkan.

Telah banyak penelitian yang mengkaji tentang perilaku merokok, diantaranya: penelitian yang dilakukan oleh Avin Fadilla Helmi tentang


(26)

factor-faktor penyebab perilaku merokok pada remaja. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan psikologis merupakan predictor yang kurang baik, namun untuk predictor sikap permisif orang tua terhadap perilaku merokok remaja dan lingkungan teman sebaya merupakan predictor yang cukup baik terhadap perilaku merokok remaja yaitu sebesar 38.4%.

Penelitian kedua dilakukan oleh Gretty C. Runtakuhu,dkk tentang hubungan control diri dengan perilaku merokok kalangan remaja di SMKN 1Bitung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima yaitu terdapat hubungan negative yang signifikan antara control diri dengan perilaku merokok remaja dengan nilai r= - 0.756 p=0.000 < 0.05.

Penelitian ketiga dilakukan oleh Siti Chotidjah tentang pengetahuan

tentang rokok, pusat kendali kesehatan eksternal dan perilaku merokok. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara perilaku merokok dengan pusat kendali kesehatan eksternal (rs= 0.210; p= 0.027< 0.05) tetapi tidak ada hubungan antara perilaku merokok dengan pengetahuan tentang rokok (rs= 0.155; p=0.105> 0.05)

Penelitian keempat yang dilakukan oleh Pratiwi tentang “Hubungan

antara control diri dan konformitas dengan perilaku merokok pada remaja di Surakarta” adalah terdapat hubungan yang signifikan antara control diri dan konfrmitas dengan perilaku merokok pada remaja di Surakarta dengan kontribusi sebesar 57,30% terhadap perilaku merokok, dengan besar sumbangan masing-masing variable adalah 29,62% untuk variable


(27)

konformitas teman sebaya dan variable konsep diri adalah 27,68%. Dan masih ada 42,70% factor lain yang mempengaruhi perilaku merokok.

Pada penelitian kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian kali ini mencoba menggabungkan dengan menggunakan tiga variable, yaitu x1: konformitas teman sebaya, x2: Pengetahuan tentang rokok, y: perilaku merokok dengan subjeknya adalah remaja.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku Merokok Remaja

1. Remaja

a. Pengertian Remaja

Kata remaja berasal dari bahasa latin yaiutu adolescenenyang berarti grow (tumbuh) atau to grow maturity. Menurut Papalia dan Olds masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12-13 tahun dan berakhir pada akhir belasan tahun atau awal duapuluhan. Kartini Kartono, masa remaja disebut pula sebagai penghubung antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkatan orang-orang yang lebih tua melainkan dalam tingkatan yang sama. Pada periode ini terjadi perubahan-perubahan besar dan esensial mengenai kematangan fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual.

Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek agfektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.


(29)

Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual (Ali.2006). Transformasi intelektual dari cara berfikir remaja ini memumngkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya kedalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan.

Menurut Piaget (dalam Hurlock,1999) secara psikologis masa remaja adalah usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat, mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, transformasi yang khas dari cara berfikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa.

Monks membagi batasan masa remaja adalah antara 12-21 tahun dengan rincian remaja awal 12-15, remaja pertengahan 15-18, dan remaja akhir18-21 tahun. Sedangkan Hurlock memberikan batasan tersendiri tentang masa remaja menjadi dua bagian, yaitu remaja awal 13-16 dan remaja akhir 17-18 tahun.

b. Ciri-ciri Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada bebearapa perubahan yang terjadi diantaranya:


(30)

1) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa strom dan stress.

2) Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai dengan kematangan seksual.

3) Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.

4) Perubahan nilai dimana apa yang dianggap mereka penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.

5) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi

perubahan yang terjadi.

6) Masa remaja sebagai masa mencari identitas 7) Masa remaja sebagai usia bermasalah

8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa (Hurlock.1980).

Seseorang dikatakan sudah memasuki masa remaja dimana ia akan menunjukkan ciri-ciri perubahan dalam dirinya baik dari segi fisik maupun psikologis. Seorang anak dikatan remaja dimana ia sudah memasuki usia 12 hingga 21 tahun. Pada usia ini remaja akan mengalami perubahan fisik yang juga akan disertai dengan kematangan seksualnya. Selain itu perubahan yang menarik dalam dirinya akan ia tunjukkan kepada orang lain serta ketertarikannya dengan orang lain.


(31)

c. Tugas-tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku anak. Menurut Havighust (dalam Hurlock.1991), dia mengatakan bahwa tugas perkembagan adalah tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas perkembangan berikutnya. Berikut tugas-tugas perkembangan masa remaja:

1) Berkembangnya sikap dependen kepada orang tua kearah

independen. 2) Minat seksualitas

3) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya

4) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figure-figur yang mempunyai otoritas.

5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap emampuannya sendiri.

6) Memperkuat self control.

Adapun tugas-tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1991) adalah berusaha:

1) Mampu menerima keadaan fisiknya


(32)

3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.

4) Mencapai kemandirian emosional 5) Mencapai kemandirian ekonomi

6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. 7) Memahami dan menginternalisasi nilai-nilai orang dewasa dan

orang tua

8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab social yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa.

9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan

10)Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab

kehidupan keluarga.

Tugas perkembangan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan seseorang itu melawati masa yang sedang dialaminya. Apabila tugas perkembangan ini berhasil dilaluinya, maka akan membawa keberhasilan untuk tugas perkembangan selanjutnya. Pada masa ini beberapa tugas perkembangan remaja harus dilalui dan dilaksanakan oleh seorang remaja. Diantaranya mampu menerima keadaan fisiknya, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok baik yang sejenis maupun yang berlawanan jenis, mampu mencapai kemandirian emosional, mampu


(33)

memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.

d. Masalah-masalah yang terjadi pada remaja

Banyak sekali masalah-masalah yang akan dihadapi seseorang pada sat usia remaja. Seorang remaja bisa saja mengalami masalah yang sangat berat dan memerlukan waktu lama untuk menyelesaikannya (Santrock. 2007). Misalnya saja pada saat ia berusia 13 tahun ia mulai menunjukkan perilaku mengganggu orang lain, pada usisa 14 tahun ia sudah melakukan kenakalan-kenakalan yang nyata, dan pada usia 16 tahun masalahnya akan bertambah parah, karena ia semakin sering melakukan kenakalan. Hal ini terjadi karena masa remaja adalah masa pembuktian diri kepada orang lain, maka remaja akan melakukan apa saja agar dirinya diakui walaupun apa yang ia lakukan sebenarnya salah. Berikut adalah masalah-masalah yang sering terjadi pada remaja (Santrock.2007):

1) Penggunaan obat terlarang, alcohol, dan merokok

Para remaja tertarik menggunakan obat-obatan karena mereka yakin bahwa obat-obatan dapat membantu mereka beradaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah. Mereka menganggap dengan merokok, minum-minuman jeras dapat mengurangi stress, tidak bosan, dan dalam beberpa situasi dapat membantu remaja untuk melarikan diri dari kenyataan dunia. Remaja dapat merasakan perasaan tenang, gembira, rilks pada saat memakai obat. Namun penggunaan obat untuk


(34)

memperoleh kepuasan pribadi dan kemampuan beradaptasi yang sementara dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan. Dengan demikian, remaja yang menganggap penggunaan obat itu adalah perilaku adaptif malah sebenarnya adalah perilaku maladaptive, karena dapat menimbulkan masalah kesehatan dalam waktu jangka panjang,

2) Kenakalan remaja

Kenakalan remaja mengarah pada berbagai perilaku, mulai perilaku yang dapat diterima secara social, pelanggaran, hingga tindakan criminal. Kenakalan ini biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani tugas perkembangannya, baik pada saat remaja maupun masa kanak-kanak. Kenakalan remaja merupakan bentuk dari konflik-konflik yang tidak terseesaikan dengan baik pada tahap perkembangannya.

3) Gangguan depresif dan bunuh diri

Dimasa remaja, gejala-gejala depresif dapat dilihat dalam berbagai cara, seperti kecenderungan untuk mengenakan pakaian hitam, menulis kata-kata yang mengerikan, atau senang mendengarkan lagu-lagu yang bertema sedih. Gangguan tidur juga dapat muncul seperti sulit bangun di pagi hari maupun sulit tidur saat malam hari. Dengan timbulnya perasaan depresi akan membuat remaja menjadi bosan dan


(35)

enggan untuk melanjutkan hidupnya, sehingga muncul ide-ide untuk bunuh diri dan usaha bunuh diri dimasa remaja.

Masa remaja adalah masa pembuktian diri kepada orang lain, dimana remaja akan melakukan apa saja agar dirinya diakui walaupun apa yang ia lakukan sebenarnya salah. Sehingga membuat persepsi orang lain bahwa remaja ini bermasalah. Adapun permasalah yang sering dihadapi pada masa remaja ini adalah penggunaannobat terlarang, alcohol, merokok, kenakalan remaja, dan gangguan depresif atau bunuh diri.

2. Perilaku Merokok a. Pengertian perilaku

Chaplin (2001) memberikan pengertian perilaku terbagi menjadi 2: pengertian dalam arti luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas, perilaku mencakup segala sesuatu yang dilakukan atau dialami seseorang, sedangkan pengertian lebih sempit, perilaku mencakup reaksi yang diamati secara umum atau objektif. Hal tersebut senada dengan pendapat Sarwono (2001) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan oleh individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata. Dan perilaku yang ada pada individu tidak timbul dengan sendirinya melainkan sebagai akaibat dari stimulus eksternal maupun internal (Walgito 2001).

Skinner mendefinisikan perilaku adalah respon seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organism dan kemudian organism


(36)

tersebut merespon (Hall&Lindzey.1993). Respon ini dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:

1) Respondent respons atau reflexive, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus tertentu)., respon ini juga mencakup perrilaku emosional.

2) Operan respon atau instrumental respon, yaitu respon yang timbul dan berkembang yang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu:

1) Perilaku tertutup

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,persepsi, pengetahuan/kesadaran, sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum diamati secara jelas oleh orang lain.

2) Perilaku terbuka

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati dan dilihat oleh orang lain.


(37)

Jadi perilaku adalah sesuatu yang dilakukan individu dan itu bersifat nyata. Perilaku ini tidak akan mencul dengan sendirinya, akantetapi terdapat factor yang melatarbelakanginya yaitu sebuah stimulus, baik stimulus dari luar maupun stimulus dari dalam. Dilihat dari bentuk stimulusnya, perilaku ini terbagi menjadi dua yaitu perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Respon dari stimulus perilaku tertutup ini hanya terbatas pada perhatian, pengetahuan/ kesadaran dan belum diamati secara jelas oleh orang lain. Sedangkan perilaku terbuka sudah jelas dalam bentuk tindakan, sehingga bisa diamati oleh orang lain.

b. Faktor-faktor Yang Mempengerahui Perilaku

Menurut Lawrance Green menyatakan bahwasanya perilaku manusia itu dipengaruhi oleh dua factor pokok yaitu factor perilaku dan factor diluar perilaku. Perilaku sendiri ditentukan oleh 3 faktor diantaranya:

1) Factor predisposisi yang menyangkut pengetahuan dan sikap 2) Factor pemungkin yang mencakup lingkungan fisik, tersedia atau

tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana keselamatan. 3) Factor penguat, factor-faktor ini meliputi pengawasan.

c. Pengertian Perilaku merokok

Menurut Perry dkk (Andarini) perilaku merokok adalah suatu aktivitas yang berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun. Seperti halnya perilaku lain, perilaku merokok muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor


(38)

psikologis seperti perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial seperti terpengaruh oleh teman sebaya).

Setiap indivudu mempunyai kebiasaan merokok yang berbeda dan biasanya disesuaikan dengan tujuan mereka merokok, seperti untuk mendapatkan kekuatan kesibukan tangan, kenikmatan dan menenangkan diri pada saat stress, dan ketergantungan pada nikotin. Smet (1994) memberi pengertian bahwa seseorang dikatakan perokok berat apabila menghisap rokok 15 batang atau lebih dalam sehari. Perokok sedang adalah apabila menghisap rokok 5-14 batang rokok dalam sehari. Sedangkan perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

Danusantosa (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga berakibat bagi orang lain disekitarnya. Demikian dengan pendapat Wismanto & Sarwo (2007) mengatakan bahwa merokok adalah perilaku manusia yang sudah berusia ratusan tahun bahkan ribuan tahun. Perilaku merokok adalah perilaku yang merugikan bukan hanya pada si perokok sendiri namun juga merugikan orang lain yang ada disekitarnya. Levy dkk (1984) menambahkan bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar rokok dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang- orang disekitarnya.


(39)

Brigham (1991) mengatakan bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan simbolisasi. Simbolisasi dari kematamgam, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik terhadap lawan jenis. Perilaku merokok biasanya dimulai pada masa remaja. Erikson (dalam Komasari & Helmi, 2000) menyatakan bahwa keputusan seorang remaja untuk merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya, yaitu masa mencari identitas diri. Sering kali remaja merokok karena iseng, diberi oleh temannya atau dipaksa oleh temannya. Hal tersebut dilakukan agar terlihat dewasa, ingin menyesuaikan diri dengan teman atau supaya diterima dalam kelompok dan supaya tidak di cemooh.

Berdasarkan pada definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok merupakan suatu tindakan individu yang bersifat nyata dapat diamati secara umum dan objektif dengan menghisap asap rokok yang terbuat dari tembakau yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain disekitarnya. Perilaku merokok bagi remaja merupakan suatu simbolisasi bagi mereka sebagai laki-laki yang kuat cool dan ingin menunjukan ketertarikan dirinya kepada lawan jenis.

d. Aspek-aspek Perilaku Merokok

Umumnya setiap individu dapat menggambarkan setiap perilaku menurut tiga aspek. Aspek-aspek perilaku menurut Smet (1994) adalah sebagai berikut:


(40)

1) Frekuensi

Frekuensi adalah sering tidaknya perilaku muncul. Frekuensi sangatlah bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana perilaku merokok seseorang dengan menghitung jumlah munculnya perilaku merokok sering muncul atau tidak. Dari frekuensi merokok seseorang,dapat diketahui perilaku merokok seseorang yang sebenarnya.

2) Lamanya berlangsung

Lamanya berlangsung adalah waktu yang diperlukan seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Aspek ini sangatlah berpengaruh bagi perilaku merokok seseorang. Dari aspek inilah dapat diketahui perilaku merokok seseorang apakah dalam menghisapnya lama atau tidak.

3) Intensitas

Intensitas adalah banyaknya daya yang dikeluarkan oleh perilaku tersebut. Aspek intensitas digunakan untuk mengukur seberapa dalam dan seberapa banyak seseorang menghisap rokok. Dimensi intensitas merupakan cara yang paling subjektif dalam mengukur perilaku merokok seseorang.

Menurut Rasmiyati (dalam Triyono, 2004) aspek-aspek perilaku merokok antara lain :


(41)

1) Aktivitas individu yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, diukur melalui intensitas merokok, tempat merokok, waktu merokok dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari. 2) Sikap permisif orangtua terhadap perilaku merokok yaitu

bagaimana penerimaan keluarga terhadap perilaku merokok.

3) Lingkungan teman sebaya, yatu sejauh mana individu mempunyai teman sebaya yang merokok dan memiliki penerimaan positif terhadap perilaku merokok.

4) Kepuasan psikologis, yaitu efek yang diperoleh dari merokok yang berupa keyakinan dan perasaan yang menyenangkan.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwasanya perilaku merokok seorang remaja dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya a) frekuensi, b) intensitas, dan c) lamanya berlansung.

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok

Adapun Faktor yang mempengaruhi perilaku merokok menurut Smet (1994) sebagai berikut:

1) Social environment

Faktor lingkungan sosial yang mempengaruhi Perilaku merokok seperti teman sebaya, saudara, orang tua dan media masa. Faktor yang terpenting yaitu tekanan dari teman sebaya berpengaruh sebesar (46%), tetapi pengaruh anggota atau saudara merupakan faktor penentu kedua sebesar (23%) dan orang tua (14%).


(42)

Lingkungan yang mendukung atau menerima perilaku merokok akan menyebabkan seseorang untuk mempertahankan perilaku merokoknya. Demikian sebaliknya lingkungan yang tidak menerima perilaku merokok maka akan merubah pandangan seseorang tentang merokok.

2) Demographic variables

Faktor ini meliputi faktor usia dan jenis kelamin. Semakin muda seseorang mulai merokok maka semakin besar kemungkinan untuk merokok dikemudian hari. Jenis kelamin juga berpengaruh pada perilaku merokok. Pada mulanya merokok hanya dilakukan oleh sebagian kaum pria, namun seiring perkembangan zaman wanita juga ambil bagian dalam hal perilaku merokok. dan Di Indonesia jenis kelamin merupakan faktor terpenting dalam faktor sosial. 3) Socio-cultural factors

Yang terkait dengan kebiasaan budaya, kelas sosial dan tingkat pendidikan.

Mu’tadin (dalam Aula, 2010) mengemukakan alasan seseorang merokok, diantaranya:

1) Pengaruh orang tua

Menurut Baer dan Corado, individu perokok adalah individu yang berasal dari keluarga tidak bahagia, dimana orang tua tidak memperhatikan anak-anaknya dibandingkan dengan individu yang


(43)

berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku merokok lebih banyak didapati pada individu yang tinggal dengan satu orang tua (Single Parent). Individu berperilaku merokok apabila ibu mereka merokok dibandingkan ayah mereka yang merokok. Hal ini terlihat pada wanita.

2) Pengaruh teman

Berbagai fakta mengungkapkan semakin banyak individu merokok maka semakin banyak teman-teman individu itu yang merokok, begitu pula sebaliknya.

3) Faktor kepribadian

Individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan dari rasa sakit atau kebosanan.

4) Pengaruh iklan

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour membuat seseorang seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku yang ada di iklan tersebut.

Remaja sangat rentan sekali dengan perilaku menyimpang seperti halnya dengan perilaku merokok. Perilaku merokok ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya a) faktor orang tua, b) pengaruh iklan, dan c) faktor lingkungan, Faktor lingkungan ini termasuk didalamnya adalah teman sebaya. Beberapa faktor tersebut sangat berpengeruh terhadap


(44)

perilaku remaja yang sedang mencari jati dirinya atau remaja yang kurang mendapatkan perhatian dari orang tuanya.

3. Konformitas

a. Pengertian Konformitas

Menurut pendapat Sears (1994) konformitas adalah suatu bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan tingkah laku orang lain, sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna mencapai tujuan tertentu. Sering kali orang atau organisasi berusaha agar pihak lain menampilkan tindakan tertentu pada saat pihak lain tidak menginginkan untuk melakukan itu, namun bila orang lain menampilkan perilaku tersebut maka itu disebut konformitas. Baron dan Byrne (2005) mengemukakan konformitas adalah suatu sikap individu untuk mengubah perilakunya dengan mengambil norma yang ada dengan menerima ide-ide atau aturan yang menunjukan bagaimana individu harus bersikap dalam kondisi tertentu.

Myers (2010) menyatakan bahwa pengaruh konformitas pada kelompok menghasilkan suatu perubahan kepercayaan sebagai akibat dari tekanan kelompok, terlihat dari adanya kecenderungan sese orang untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap perilaku kelompok, sehingga terhindar dari keterasingan maupun celaan Baron, Bans dan Brans combe (dalam Sarwono, 2009) memberi pengertian bahwa konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial di mana individu merubah sikap dan tingkah


(45)

lakunya agar sesuai dengan norma sosial. Sedangkan Sarwono (2009) menambahkan bahwa konformitas adalah perilaku sama orang lain yang didorong oleh keinginannya sendiri.

Myers (1999) mengemukakan bahwa konformitas berarti tunduk pada tekanan kelompok meskipun tidak ada permintaan langsung untuk mengikuti apa yang telah diperbuat oleh kelompok.Konformitas mencerminkan perubahan perilaku sebagai hasil tekanan kelompok secara nyata atau hanya imajinasi. Hal ini dapat terlihat dari kecenderungan seseorang untuk selalu menyamakan perilakunya terhadap kelompok sehingga dapat terhindar dari celaan, keterasingan, maupun cemoohan. Baron & Byrne (2004) berpendapat bahwa seseorang konform terhadap kelompok terjadi jika perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Keinginan dari remaja untuk selalu berada dan diterima oleh kelompoknya akan mengakibatkan remaja bersikap konformitas terhadap kelompoknya.

Sears, (1994) mengungkapkan sebab-sebab seseorang melakukan konformitas adalah pertama, perilaku orang lain memberikan informasi yang bermafaat. Kedua, ketika bersikap konform sebab ingin diterima dalam kelompok sosial dan menghindari celaan. Semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk bersikap konform terhadap kelompok. Apabila individu berpendapat bahwa kelompok selalu benar,


(46)

maka individu tersebut akan mengikuti apapun yang dilakukan oleh kelompok tanpa mempedulikan pendapatnya sendiri. Menurut Sarwono (1999) faktor yang mempengaruhi konformitas adalah kohesi kelompok dan suara bulat. Monks, dkk. (1995) menambahkan faktor yang juga mempengaruhi konformitas adalah usia anggota. Pada usia tertentu individu lebih cenderung melakukan konformitas, yaitu pada masa remaja yakni sekitar usia 12-18 tahun. Sedangkan Baron dan Byrne (2004) mengemukakan bahwa konformitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (a) Adanya dukungan sosial, (b) Ukuran kelompok, (c) Jenis kelamin. Asch (dalam Monks dkk., 1995) menyatakan bahwa konformitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: (a) jumlah sebenarnya dari subyek suruhan, (b) kedudukan subyek suruhan, (c) kesulitan di dalam menjalankan tugas.

Konformitas sebagai bentuk perilaku untuk menyesuaikan diri dengan kelompok dapat terjadi hanya sebagai perilaku yang tampak atau hanya permukaan saja, tetapi konformitas dapat pula diinternalisasikan oleh seseorang. Perilakunya dengan kelompok, pikiran, perasaan ataupun sikapnya mengarah setuju dan selaras dengan kelompoknya. Sarwono (1999) membagi konformitas menjadi dua tipe, yaitu: (a) Compliance atau public compliance, (b) Acceptance atau private acceptance. Di samping ada kelompok yang konform dengan tuntutan kelompok, ada pula individu


(47)

yang tidak setuju, menentang, ataupun berbeda pendapatnya dengan kelompoknya.

Dengan kata lain konformitas adalah perilaku yang sama dengan orang lain yang didorong atas keinginannnya sendiri. Konformitas merupakan salah satu bentuk penyesuaian diri terhadap suatu kelompok yang diikuti. Seseorang melakukan konformitas karena ingin diakui dan dianggap oleh kelompok tersebut.

Sears (1994) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal sebagai berikut :

1) Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari keanggotaannya. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.

a) Penyesuaian diri


(48)

2) Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.

a) Kepercayaan

b) Persamaan pendapat

c) Penyimpangan terhadap pendapat kelompok 3) Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka konformitasnya akan tinggi juga.

a) Tekanan karena ganjaran, ancaman, atau hukuman b) Harapan orang lain

Jadi Konformitas adalah suatu bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan tingkah laku orang lain, sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik guna mencapai tujuan tertentu. konformitas juga dapat diartika juga sebagai sebuah perilaku yang sama dengan orang lain yang didorong atas keinginannya sendiri. Secara eksplisit konformitas terbentuk karena adanya tiga hal yaitu kekompakan, kesepakatan dan kekompakan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Konformitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas pada kelompok sebaya menurut Sears (1994) mengungkapkan, yakni:


(49)

1) Pengaruh Informasi

Pengaruh informasi di mana individu merasa kelompoknya memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai dunia sosialnya dibandingkan dengan dirinya sendiri, sehingga mengikuti pendapat atau opini dan perilaku kelompok sebagai panduan baginya.

2) Kepercayaan terhadap kelompok.

Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat, oleh karena itu semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, maka seseorang akan mengikuti apa pun yang dilakukan kelompok tanpa memperdulikan pendapatnya sendiri.

3) Kepercayaan yang lemah terhadap penilaiaan sendiri

Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika seseorang merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya.


(50)

4) Rasa takut terhadap celaan sosial.

Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan terhadap tingkat konformitas individu.

5) Rasa takut terhadap penyimpangan

Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar dalam semua situasi sosial. Rasa takut akan dipandang sebagai orang yang menyimpang ini diperkuat oleh tanggapan kelompok terhadap perilaku menyimpang.

c. Pengertian Konformitas kelompok Sebaya

Konformitas adalah suatu jenis pengaruh social dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma social yang ada. Aspek dari konformitas adalah kekompakan, ketaatan, dan kesepakatan (Baron & Birne. 2005). Sedangkan konformitas menurut Chaplin memiliki makna : 1. Kecenderungan untuk memperbolehkan tingkah laku seseorang yang dikuasai oleh sikap dan pendapat yang berlaku, 2. Cirri pembawaan kepribadian yang cenderung membiarkan sikap dan pendapat orang lain untuk menguasai dirinya.


(51)

Kelompok sebaya merupakan lingkungan kedua setelah keluarga. Kelompok sebaya sering diartikan sebagai kelompok yang terdiri dari beberapa orang sahabat dekat dan teman-teman luar lainnya, yang memiliki tingkat usia yang relatif sama untuk berbagi pengalaman. Kelompok sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu tempat teman sebayanya dapat melakukan sosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya, dan tempat dalam rangka menentukan jati dirinya (Santrock, 2003). Namun apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai negatif maka akan menimbulkan bahaya bagi perkembangan jiwa individu.

Horrock dan Benimoff (Hurlock.1980) menjelaskan pengaruh teman sebaya pada masa remaja, kelompok sebaya merupakan dunia nyata kawula muda, yang menyiapkan punggung dimana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain. Didalam kelompok sebaya ia merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya, disinilah ia dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak memaksakan sanksi- sanksi dunia dewasa yang justru ingin dihindari. Kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman sosialnya.


(52)

Peranan penting kelompok sebaya terhadap individu berkaitan dengan sikap, minat, dan perilaku remaja adalah perilaku meniru. Sehingga sangat penting bagi remaja untuk menyamakan perilaku dengan teman sebayanya agar mendapat kesempatan bagi dirinya untuk diterima oleh kelompok sebaya menjadi besar.

Konformitas teman sebaya adalah suatu bentuk tingkah laku menyesuaikan diri dengan tingkah laku orang lain, memalui teman sebaya dengan nilai-nilai yang dibuat oleh kelompok teman sebayanya sehingga menjadi kurang lebih sama atau identik. Pada masa ini remaja cenderung melakukan konformitas terlebih dengan teman sebanya. Seseorang melakukan konformitas karena ingin diakui oleh kelompoknya. Konformitas remaja ditandai dengan adanya tiga hal yaitu kekompakan, kesepakatan dan ketaatan. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan konformitas adalah karena adanya rasa saling percaya dalam kelompok tersebut, tadanya rasa takut karena dianggap menyimpang dalam kelompok, adanya rasa takut akan celaan sosial.

d. Hakikat kelompok Sebaya

1) Kelompok sebaya terbentuk dari kelompok informal keorganisasi. Semua individu yang bukan anggota kelompok sekarang menjadi anggota kelompok teman sebayanya. anak-anak yang sebaya akan


(53)

berinteraksi dengan anggota teman sebayanya sehingga ia tumbuh didalamnya.

2) Kelompok sebaya mempunyai aturan-aturan tersendiri baik kedalam atau keluar.

Hal ini jufga dimiliki oleh organisasi social lainnya dan merupakan harapan bagi anggota kelompoknya. Aturan-aturan itu misalnya bagaimana menolong teman sekelompoknya atau bagaimana memanggil teman apabila bertemu dijalan.

3) Kelompok sebaya menyatakan tradisi, kebiasaan, nilai, bahkan bahasa mereka.

Karena dalam kelompok sebaya terdapat aturan-aturan tersendiri, mereka juga ingin menunjukkan cirri khas kelompoknya dengan tadisi atau kebiasaan mereka. Dalam kelompok ada standart tertentu dalam berpakaian dan berbicara, dan bertingkah laku antar anggota kelompok.

4) Harapan kelompok sebaya sepenuhnya disetujui oleh harapan orang dewasa.

Pembetukan kelompok sebaya seperti kelompok bermain disekitar anak secara tidak langsung disetujui oleh orang tua, karena orang tua mudah mengawasinya. Atau kelompok teman disekolahnya disetujui oleh guru karena memenuhi harapan guru agar hubungan social anak berkembang.


(54)

5) Secara kronologis, kelompok sebaya adalah lembaga kedua yang utama untuk sosialisasi.

Biasanya antara usia 4-7 tahun, dunia social anak berubah secara radikal dari dunia yang sempit dalam keluarga menuju dunia yang lebih luas dalam kelompk sebaya. Jadi, anak berkembang dari lembaga pertama, yaitu keluarga menuju lembaga kedua dalam kelompok sebayanya (Santosa.2006).

e. Bentuk- bentuk Kelompok Teman Sebaya

Hurlock menyebutkan kelompok-kelompok social yang paling sering terjadi pada masa remaja:

1) Teman dekat

Biasanya remaja memiliki dua atau tiga orang teman dekat atau sahabat. Pada umumnya teman mereka terdiri dari jenis kelamin dan usia yang sama, mempunyai tujuan yang sama, keinginan yang sama, dan kemampuan yang sama. Teman dekat ini dapat mempengaruhi satu sama lain dalam bebagai hal yang terjadi dalam kehidupan remaja.

2) Kelompok kecil

Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok teman-teman dekat. Pada awalnya kelompok ini terdiri dari satu jenis kelamin yang sama, namun kemudian meliputi juga dari kedua jenis kelamin yang berbeda,


(55)

3) Kelompok besar

Kelompok ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman dekat. Kelompok ini berkembang dengan meningkatnya minat untuk bersenang- senang dan menjalin hubungan. Karena besarnya kelompok ini membuat penyesuaian minat berkurang diantara anggota-anggotanya, sehingga timbul jarak social yang besar diantara mereka.

4) Kelompok yang terorganisir

Kelompok ini merupakan kelompok binaan orang dewasa. Biasanya kelompok ini dibentuk oleh orang dewasa. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan social para remaja yang tidak memiliki kelompok besar.

5) Kelompok geng

Kelompok ini terbentuk karena tidak termasuk dalam kelompok kecil, kelompok besar dan merasa kurang puas dengan kelompok yang terorganisasi akan mengikuti kelompok gang. Anggotanya biasanya terdiri sari anak- anak sejenis yang minat utamanya mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman- teman melalui perilaku anti social.

Dari uraian diatas terdapat berbagai macam bentuk kelompok sebaya diantaranya adalah teman dekat, kelompok kecil, kelompok besar, kelompok terorganisir, dan kelompok geng. Teman dekat disini terdiri atas


(56)

2 atau 3 orang teman dekat, memiliki tujuan yang sama, dapat dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Kelompok kecil ini terdiri atas beberapa orang teman yang sejenis yang nantinya akan berkembang meliputi teman lawan jenisnya. Kelompok besar ini terdiri dari beberapa kelompok kecil dan teman dekat, kelompok ini berkembang dengan minatnya bersenag-senang dan menjalin hubungan, akantetapi dengan besarnya jumlah kelompok ini membuat jarak social dengan angota lainnya. Kemudian kelompok geng, kelompok ini terbentuk karena meraka merasa kurang puas dengan kelompok yang terorganisasi sehingga minat pada kelompok ini adalah menghadapi penolakan dengan bersikap anti sosial.

f. Fungsi teman sebaya

Kelly dan Hansen (dalam Desmita.2012) menyebutkan 6 fungsi dari teman sebaya, yaitu:

1) Mengontrol implus-implus negative. Interaksi dengan teman sebaya membuat remaja belajar bagaimana memecahkan masalah dengan cara-cara lain dengan tidak meluapkan kemarahan secara langsung. 2) Mendapatkan dukungan emosional dan social serta menjadi lebih

mandiri. Kelompok teman sebaya memberikan dukungan untuk mencoba peran dan tanggung jawab baru, hal ini membuat berkurangnya rasa ketergantungan mereka dengan keluarganya.


(57)

3) Meningkatkan keterampilan-keterampilan social, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara yang lebih dewasa.

4) Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin. Dari teman sebaya, rmaja belajar tentang tingkah laku dan sikap mereka dengan menjadi laki-laki dan perempuan muda. 5) Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai. Dalam kelompok,

remaja mencoba untuk mengambil keputusan menurut diri mereka sendiri. Mereka menilai sendiri nilai-nilai yang dimilikinya dan yang dimiliki temannya, selanjutnya mereka akan memutuskan mana yang benar menurut mereka. Hal ini dapat membantu remaja dalam mengembangkan kemampuan penalaran moral mereka.

6) Meningkatkan harga diri. Seorang remaja akan merasa nyaman dan senang ketika dirinya menjadi orang yang disukai dalam kelompoknya.

4. Pengetahuan Tentang Rokok

a. Pengertian Pengetahuan tentang rokok

Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang sudah diperoleh sebelumnya. Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindera manusia,


(58)

yaitu indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam dalam terbentuknya perilaku. Pengetahuan yang lebih menekan kan pada pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris. Pengetahuan ini didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Penegtahuan empiris juga bias didaptkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulang kali.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Dalam hal ini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:

1) Mengetahui ( know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bhahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comperhension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang dketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


(59)

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakn materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain.

5) Sintetis

Sintesis menujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagin didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (evaluation).

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Chotdijah (2012) mendefisikan pengetahuan tentang rokok adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang tentang seputar rokok, zat-zat yang terkandung dalam rokok, dampak dari rokok.

Jadi pengetahuan tentang rokok adalah pembuktian seseorang melelui pengingatan kembali informasi yang dimiliki oleh seseorang tentang seputar rokok, zat-zat yang terkandung dalam romok, dan dampak dari rokok.


(60)

b. Pengertian Rokok

Rokok adalah bahan olahan dari tembakau yang terbungkus serta mengandug nikotin dan tar baik dengan bahan tambahan lain atau tidak. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain. Rokok biasanya dijual dalam bungkusan berbentuk kotak atau kemasan kertas yang dapat dimasukkan dengan mudah kedalam kantong.

c. Kandungan Rokok

Memnurut Sarafino (dalam Dariyo.) rokok mengandung 3 unsur zat utama yaitu nikotin, tar, dan karbonmonoksida. Adapun bahan-bahan yang terkandung dalam rokok antaralain:

1) Nikotin

Nikotin terdapat dalam tumbuhan tembakau dengan kadar sekitar 1-4%. Dalam setiap batang rokok terdapat sekitar 1,1mg nikotin. Nikotin menimbulkan ketergantungan. Dalam tembakau terdapat ratusan jenis zat lainnya selain dari nikotin.

2) Tar

Tar adalah hidrokarbon aromatik polisiklik yang ada dalam asap rokok,tergolong dalam zat karsinogen, yaitu zat yang dapat


(61)

menumbuhkan kanker. Kadar tar yang terkandung dalam asap rokok inilah yang berhubungan dengan resiko timbulnya kanker. Sumber tar adalah tembakau, cengkeh, pembalut rokok dan bahan organik lain yang terbakar.

3) Karbon Monoksida

Karbon monoksida adalah gas yang bersifat toksin/ gas beracun yang tidak berwarna, zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Kandungannya yang ada di dalam asap rokok 2-6%.

4) Gas oksidan

Gas ini bisa bereaksi dengan oksigen. Keberadaannya pada tubuh lebih meningkatkan risiko stroke dan serangan jantung akibat penggumpalan darah.

5) Benzene

Zat yang ditambahkan ke dalam bahan bakar minyak ini bisa merusak sel pada tingkat genetik. Zat ini juga dikaitkan dengan berbagai jenis kanker seperti kanker ginjal dan leukimia.

6) Ammonia

Ammonia merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen. Zat ini sangat tajam baunya dan sangat merangsang. Begitu kerasnya racun yang ada pada ammonia


(62)

sehingga kalu disuntikkan sedikit pada peredaran darah akan mangakibatkan seseorang pingsan dan koma.

Gambar 1.

Kandungan Berbahaya dalam rokok

d. Dampak Rokok

1) Dampak rokok bagi kesehatan

Rokok mengandung tiga bahan utama yang berdampak bagi kesehatan yaitu tar, nikotin dan karbon monoksida. Jika seseorang merokok 15 sampai 20 batang rokok perhari maka resiko yang dihadapinya adalah 14 kali lebih besar resiko kematian karena kanker paru, tenggorokan dan mulut. Empat kali risiko kematian kanker usofagus dan dua kali risiko kematian kanker kandung kemih dan dua kali risiko serangan jantung dibandingkan bukan perokok (Djauzi.2009).

Dampak buruk rokok pada perokok tidak hanya sebatas perokok saja, tetapi juga pada orang disekitarnya yang bukan perokok. Orang-orang disekitar perokok ini disebut perokok pasif. Karena mereka ikut


(63)

menghisap asap rokok dari orang yang merokok. Perokok pasif dapat meningkatkan risiko kanker dan penyakit jantung, paru, dan pada anak dapat menimbulkan kematian mendadak (Djauzi.2009).

Sementara WHO menyebutkan bahwa rokok dapat menimbulkan

berbagai penyakit kanker, seperti kanker paru-paru, kanker mulut, kanker bibir, asma, kanker leher rahim, kanker darah, kanker hati, bronchitis, kematian mendadak pada bayi, bahaya rusaknya kesuburan bagi wanits dan impotensi bagi kaum pria, dsb. Merokok tidak hanya berdampak pada kesahatan saja akantetapi dampak psikologis dari merokok itu akan dirasakan oleh penggunanya.

Tabel 1

Dampak Kandungan rokok Bagi Kesehatan

Kandungan dalam rokok Dampak

Nikotin ¾ Menyebabkan kecanduan

¾ Merusak jaringan otak

¾ Menyebabkan darah cepat

membeku

¾ Mengeraskan dinding arteri

Tar ¾ Membunuh sel dalam

saluran darah

¾ Meningkatkan prioduksi

lender di paru-paru

¾ Menyebabkan kanker paru-paru

Karbon Monoksida ¾ Mengikat hemoglobin,

sehingga tubuh kekurangan oksigen

¾ Menghalangi transportasi dalam darah


(64)

kanker dalamtubuh

Zat Iritan ¾ Mengotori saluran udara

dan kantung udara dalam paru-paru

¾ Menyebabkan batuk

Jadi dapat disimpulkan rokok memiliki dampak bagi kesehatan. Baik yang perokok maupun yang bukan perokok. Dari kandungan zat yang ada dildalamnya seperti nikotin, tar dan karbon monoksida. Dampak rokok ini tidak hanya dirasakan oleh perokoknya saja, akan tetapi yang bukan perokok juga ikut merasakan dampaknya. Bagi perokok resiko terkena kanker dan penyakit jantung lebih besar dari pada yang bukan perokok. Bagi perokok pasif ia juga memiliki risiko terkena penyakit jantung dan kanker karena ikut menghisap asap rokok dari perokok tersebut.

2) Dampak Psikologis Merokok

Dampak merokok secara psikologis Dalam (Sarafino, 1990) mengatakan akibat dari merokok adalah agar seseorang dapat :

a) Memperoleh perasaan positif seperti rasa santai, rasa senang, atau sebagai penambah semangat.

b) Mengurangi perasaan yang negatif seperti rasa cemas atau rasa tegang.


(65)

Sebagai obat dari ketergantungannya secara psikologis yang mengatur keadaan emosional, baik yang positif maupun yang negatif. Seseorang merokok karena ketagihan nikotin dan tanpa nikotin hidupnya terasa hampa. Mereka menjadi terbiasa untuk merokok agar dapat merasa santai dan mereka menikmatinya sewaktu merokok. Perilaku merokok telah menjadi bagian dari perilaku sosial mereka, secara tidak langsung tanpa merokok mereka akan terasa hampa dan merokok merupakan penopang bermasyarakat. Mereka yang pemalu perlu mengambil tindakan tertentu untuk menutupi perasaan malunya di hadapan orang lain dengan merokok. Dampak psikologis dari merokok adalah timbulnya pengaruh terhadap pikiran, perasaan dan perilaku perokok (Sarafino. 1990). Dampak psikologis tersebut adalah:

1) Adiktasi (ketagihan) Nikotin dalam asap rokok merupakan bahan yang menimbulkan efek ketagihan (adiktif), sebagaimana kelompok zat adiktif lainnya seperti heroin (putau), morfin, cannabis (ganja) amfetamin (Extasy, shabu, inex ), alkhohol dan psikotropika lainnya.

2) Toleransi dan depends Efek ketagihan (adiktif) akan berkembang secara fisiologis mennjadi efek toleransi (penambahan dosis). Orang yang sudah bertahun-tahun menjadi perokok, kadar toleransi nikotin dalam tubuhnya telah cukup tinggi. Dan akhirnya secara psikologis perokok akan menimbulkan efek dependsi


(66)

(ketergantungan) yang menyebabkan perokok mengalami reaksi putus zat apabila di hentikan secara mendadak.

3) Gaya hidup perokok. Kondisi umum perokok di Indonesia saat ini adalah mulai merokok pada usia muda (15-19 tahun), sebagai gaya hidup supaya trendi , cool, macho, gaul dan lain-lain. Hal ini sangat mempengaruhi kondisi psikologis kelompok remaja.

Selain berdampak pada kesehatan, rokok juga memiliki dampak secara psikologis. Rokok dapat membuat seseorang bisa merasakan efek positifdari merokok,. merasakan mendapat ketenangan, rasa santai, dan juga bisa sebagai penambah semangat. Selain itu zat nikotin yang terkandung didalam rokok membuat seseorang itu merasa ingin mencoba lagi dan akan membuat ketagihan pada perokok tersebut. Dengan adanya zat itu seorang perokok yang sudah mengalami ketagihan jika ia tidak merokok maka hidupnya akan serasa hampa dan gelisah.

C. Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya dengan Perilaku Merokok Remaja.

Perilaku merokok merupakan masalah salah satu kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan kematian. Remaja perokok pada umumnya berpendapat merokok merupakan hal yang umum, di kalangan remaja,


(67)

meskipun merokok itu adalah kebiasaan buruk, namun merokok terlihat gaul, meningkatkan kejantanan, terasa nyaman dan mengurangi stress.

Brigham (1991) mengatakan bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan simbolisasi dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik terhadap lawan jenis. Remaja perokok mengatakan tidak merokok sama dengan tidak jantan, dan mereka tahu bahwa lebih mudah mencegah daripada berhenti merokok. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan rokok yaitu pada tembakau yang bersifat adiktif (kecanduan) .

Kurt Lewin (Komasari.2010) mengatakan banyak facktor yang melatar belakangi seseorang itu merokok. Perilaku merokok muncul karena adanya faktor internal (faktor biologis dan faktor psikologis yaitu perilaku merokok dilakukan untuk mengurangi stres) dan faktor eksternal (faktor lingkungan sosial yaitu terpengaruh oleh teman sebaya). Smet (1994) menggambarkan perilaku merokok kedalam tiga aspek diantaranya a) frekuensi (seberapa sering perilaku merokok itu dilakukan), b) lamanya berlangsung (seberapa lama seseorang itu menghisap dan menghabiskan rokok), c) intensitas (seberapa banyak seseorang itu menghisap rokok).

Smet (1994) menambahkan factor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok remaja adalah a) Social Environmen, b) Demographic variables, c) Socio cultural factor. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku merokok adalah Social Environmen (Faktor lingkungan) . Lingkungan disini termasuk didalamnya teman sebaya. Teman sebaya sering diartikan sebagai kelompok yang


(68)

terdiri dari beberapa orang sahabat dekat dan teman-teman luar lainnya, yang memiliki tingkat usia yang relatif sama untuk berbagi pengalaman. Kelompok sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu tempat teman sebayanya dapat melakukan sosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya, dan tempat dalam rangka menentukan jati dirinya (Santrock, 2003).

Konformitas sebagai bentuk perilaku untuk menyesuaikan diri dengan kelompok dapat terjadi hanya sebagai perilaku yang tampak atau hanya permukaan saja, tetapi konformitas dapat pula diinternalisasikan oleh seseorang. Perilakunya dengan kelompok, pikiran, perasaan ataupun sikapnya mengarah setuju dan selaras dengan kelompoknya. Selain itu Sears (1994) mengemukakan secara eksplisit tentang konformitas. Konformitas yang terjadi pada remaja ini ditandai dengan adanya: a) Kekompakan, b) Kesepakatan, c) Ketaatan. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain dalam hal terbentuknya konformitas teman sebaya.

D. Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Rokok dengan Perilaku Merokok Remaja

Selain konformitas teman sebaya, perilaku seseorang itu bisa dipengaruhi juga oleh pengetahuan tentang apa yang pernah ia dapat. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam dalam terbentuknya perilaku.

Penelitian yang dilakukan oleh kankel (Chotdijah.2012) menunjukkan bahwa diantara perilaku mengkonsumsi alcohol, merokok dan olah raga maka perilaku


(69)

merokoklah yang memiliki hubungan yang paling erat dengan pengetahuan tentang kesehatan. Sedangkan Lipperman-Kreda & Grube (Chotdijah. 2012) menemukan bahwa perilaku merokok pada remaja sebagian besar merupakan hasil dari proses kognitif bahwa mereka memiliki antisipasi terhadap konsekuensi terkait dengan perilaku-perilaku mereka.

Chotdijah (2012) mendefisikan pengetahuan tentang rokok adalah informasi yang dimiliki oleh seseorang tentang seputar rokok, zat-zat yang terkandung dalam rokok, dampak dari rokok. Dengan membekali sebuah pengetahuan sesoang dapat mengontrol dirinya dalam berperilaku, baik buruknya perilaku itu dilakukan. Pengetahuan disini meliputi tentang pengertian rokok, zat berbahaya apa saja yang terkandung dalam rokok tersebut, dampak merokok bagi kesehatan itu sendiri. Dampak merokok sendiri, tidak hanya pada kesehatan saja, akantetapi juga berdampak pada psikologis penggunanya. Sehingga ia dengan berbekal pengetahuan yang ia dapatkan, ia dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, dan biasa mengontrol dirinya untuk tidak melakukan conform.

E. Kerangka Teoritik

Kerangka teoritik adalah dukungan dasar teoritis sebagai dasar pemikiran dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi peneliti. Kerangka teoritik dari penelitian yang berjudul hubungan konformitas teman sebaya dan pengetahuan tentang rokok terhadap perilaku merokok remaja adalah sebagai berikut:


(1)

Santrock, J.W. Remaja Jilid I. Jakarta: Erlangga

Sarwono, S.W. 2001. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka Smet. B. 1994. Psikologi Kesehatan. Semarang: PT.Gramedia

Soeharto, Bohar. 1993. Pengertian, Fungsi- Format Bimbingan dan Cara Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Tarsito

Sofia, Hikma A. Kuswardani, Istiana. Desember 2009. Hubunganan atara Kepercayaan diri dengan Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikohumanika. Vol. II No.2, 43-54

Vahey, Nigel. Boles, Shawn. 2010. Mesuring Adolescents Smoking-related Social Identity Preferences With the Implicit Relational Assesment Procedure (IRAP) for the First Time: A Starting Point that Explains Later IRAP Evolution. Journal of Psychology and Psychological Therapy. Vol 10 No 3, 453-474.

Wang,Yang. Krisnakumar,Ambika. Narine,Lutchmie. 2014. Parenting Practices and Adolescent Smoking in Mainland China: The Mediating Effec of Smoking-Related Cognition.Journal of Adolescences. 915-925.

Yunus, Muhammad, BS. 2009. Kitab Rokok Bacaan Bagi Pecandu dan Pembenci. Yogyakarta: CV Kutub Wacana


(2)

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penelitin tentang hubungan konformitas teman sebaya dan pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok dapat penulis simpulkan bahwa:

1. Variabel konformitas teman sebaya dan pengetahuan tentang rokok secara bersama-sama tidak terdapat pengaruh dengan perilaku merokok remaja. Dengan sumbangsih yang diberikan sebesar 41%, dan 59% dipengaruhi oleh faktor lain.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku merokok remaja. Hal ini ditunjukkan dengan hasil nilai signifikansi sebesar 0.022 < 0.05, sehingga hipotesis menyatakan terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku merokok remaja. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.248.

3. Tidak terdapat hubugan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Hal iniditunjukkan dengan hasil nilai signifikansi sebesar 0.729 > 0.05 sehingga hipotesis menyatakan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan tentang rokok dengan perilaku merokok remaja. Dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,038.


(3)

B. SARAN

a. Bagi Remaja

Diharapkan agar remaja dapat menyaring dan tidak mudah terpengaruh, untuk mengikuti perilaku yang kurang baik baik pada teman sebayanya atau kelompoknya. Dan juga mengaplikasikan informasi yang telah didapat untuk selalu menjaga kesehatannya dari dampak merokok

b. Bagi Instasi

Diharapkan dapat memberikan penyuluhan kepada siswa ataupaun mengadakan evaluasi kepada para siswa yang membahas tentang bahaya rokok agar siswa dapat menambah pengetahuannya tentang bahaya rokok dan dapat menghindari rokok.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan untuk peneliti selanjutnya dalam melakukan try Out dilakaukan pada subjek yang berbeda, agar tidak terjadi pengulangan dalam pengisian. Dan pada skala perilaku merokok diberi kolom pengisian jarang, sering, dan tidak pernah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali,M.. Asrori,M. 2006. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara

Alisjahbana, S. Takdir. 1986. Antropologi Baru, Nilai-Nilai Sebagai tenaga Integrasi Dalam Pribadi Masyarakat dan Kebudayaan. Jakarta. PT. Dian Rakyat.

Andarini. Dkk. Tanpa tahun. Jurnal Efektivitas Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi terhadap penurunan Periaku Merokok pada Remaja Putri. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta.

Baron & Byrne. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2 edisi ke sepuluh. Jakarta: Erlangga Chaplin, J.P. 2009. Kamus Lengkap Psikologi ed 1-13. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada

Chodijah, Siti. Juli 2012. Pengetahuan tentangRokok, Pusat Kendali Kesehatan Eksternal dan Perilaku Merokok.Makara, Sosial Humaniora. Vol.16 No.1, 49-56

Danandjaja. 2012. Metodologi Penelitian Sosial. Yogyakarta:Graha Ilmu David, O. Sears, 1994. PsikologiSosial. Erlangga. Jakarta.

Desmita. 2012. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Pustaka Pelajar Djauzi, Samsuridjal. 2009. Raih Kembali Kesehatan. Kompas: Jakarta

Hall,Calvin S. Lindzey, Gardner. 1993. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius

Hames, Kara. Parker, Jenifer S, Dr. 2008. Personality and Social Differences of Cigarette Smoking Among Collage Students. Journal Spring. Vol 1,7-12. Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta: PT Bumi

Aksara

Hikmat, Mahi M.DR. 2011. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu


(5)

Hurlock. 1990. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

Komasari. dkk. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikologi. No. 1, 37-47.

Mercken, Liesbeth. Snijdres,Tom A.B. Steghlich, Christian. 2009. Dynamic of Adolescents Friendship Network and Smoking Behaviour: Social Network Analyses in Six Europan Countries. Journal Social Science & Medicine. XXX. 1-9.

Monks. 1987. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: UGM Press

Noor, Juliansyah.Dr. April 2012. Metodologi Penelitian: SKRIPSI,THESIS, DISERTASI, dan KARYA ILMIAH. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pratiwi, Ratna, Akhiroyani. 2009. Skripsi Hubungan Antara Konsep Diri dan Konformitas dengan Perilaku Merokok pada Remaja. Prodi Psikologi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Priyatno.2009. Mandiri Belajar SPSS Untuk Analisis Data dan Uji Statistik. Jakarta: PT Buku Kita.

Qaradhawi, Yusuf. 2008. Fatwa- fatwa Kontemporer 2. Jakarta : Gema Insani. Richardson,E., Papandonatos,G., Kazuraa,A,. 2002. Differentiating Stages Of

Smoking Intensity Among Adolescents: Stages-Spacific Psychological and Social Influence. Journal of Consulting and Clinical Psycholohgy. Vol.70,no 4. 998-1009.

Runtukahu, Gretty C. Sinolungan, Jehosua. Opod, Henry. Januari-April 2015. Hubungan Kontrol Diri dengan Perilaku Merokok Kalangan Remaja Di SMKN 1 Bitung. Jurnal e-Biomedik. Vol. 3 No.1, 84-92.


(6)

Santrock, J.W. Remaja Jilid I. Jakarta: Erlangga

Sarwono, S.W. 2001. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka Smet. B. 1994. Psikologi Kesehatan. Semarang: PT.Gramedia

Soeharto, Bohar. 1993. Pengertian, Fungsi- Format Bimbingan dan Cara Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Tarsito

Sofia, Hikma A. Kuswardani, Istiana. Desember 2009. Hubunganan atara Kepercayaan diri dengan Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal Psikohumanika. Vol. II No.2, 43-54

Vahey, Nigel. Boles, Shawn. 2010. Mesuring Adolescents Smoking-related Social Identity Preferences With the Implicit Relational Assesment Procedure (IRAP) for the First Time: A Starting Point that Explains Later IRAP Evolution. Journal of Psychology and Psychological Therapy. Vol 10 No 3, 453-474.

Wang,Yang. Krisnakumar,Ambika. Narine,Lutchmie. 2014. Parenting Practices and Adolescent Smoking in Mainland China: The Mediating Effec of Smoking-Related Cognition.Journal of Adolescences. 915-925.

Yunus, Muhammad, BS. 2009. Kitab Rokok Bacaan Bagi Pecandu dan Pembenci. Yogyakarta: CV Kutub Wacana