Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri Pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik Di Smp Swasta Betania Medan

(1)

HUBUNGAN PERAN TEMAN SEBAYA DENGAN KECEMASAN REMAJA PUTRI PADA MASA PUBERTAS DALAM MENGHADAPI

PERUBAHAN FISIK DI SMP SWASTA BETANIA MEDAN

   

         

SKRIPSI

Oleh Titin Christina

121121043

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Titin Christina

Nim : 121121043

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul : Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik di SMP Swasta Betania Medan adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan kepada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Medan, Februari 2014 Yang menyatakan,

Titin Christina NIM. 121121043


(3)

(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya yang melimpah hingga saat ini, sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Kecemasan Remaja Putri Pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan

Fisik di SMP Swasta Betania Medan”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diberikan baik bantuan materi maupun moral yang didapat penulis selama menyelesaikan penelitian ini, kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Erniyati S.Kp, MNS selaku Ketua Pelaksana Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Penguji I yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran.

4. Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(5)

iii 

6. Lufthiani, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran dan masukan.

7. Candra Nainggolan, M.Pd selaku Wakil Kepala sekolah di SMP Swasta Betania Medan yang telah memberikan izin penelitian dan memberikan data-data serta informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi.

8. Terima kasih kepada orangtua tercinta ayahanda Drs. Alludin Manalu dan ibunda Tiurmaida Sinaga yang selalu memberikan doa, bimbingan, motivasi, moril, serta nasehat yang diberikan kakanda Uli Manalu, Ence Manalu, S.Pd, Arly Manalu, S.P dan abanganda Brigadir. Gokroha Manalu, dr. Andi Manalu.

9. Kepada sahabat teristimewa Risma Dani Harahap, Nanda Noerlidia Yusma, Hanna Pratiwi Purba, Suryo Tampubolon, ST, Adileo Panjaitan, ST dan seluruh teman Fakultas Keperawatan Ekstensi USU Tahun 2012 yang membantu selama masa perkuliahan.

Penulis berharap, semoga skripsi ini ada manfaatnya bagi pembaca khususnya bagi diri penulis. Semoga Tuhan senantiasa melindungi kita semua dengan hati terbuka penulis meminta saran dan kritik atas kesempurnaan penelitian ini dan semoga penelitian ini bermanfaat dan menjadi bahan masukan bagi dunia pendidikan.

Medan, Januari 2014 Penulis

   


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Halaman Pengesahan ... i

Prakata ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... viii

Daftar Skema ... xi

Abstrak ... x

BAB 1. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 6

3. Tujuan Penelitian ... 6

4. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN TEORITIS 1. Konsep teman sebaya ... 8

1.1. Defenisi teman sebaya ... 8

1.2. Karakteristik berteman ... 9

1.3. Peran teman sebaya ... 10

1.4. Fungsi pertemanan ... 11

1.5. Aspek perkembangan remaja ... 12

1.6. Perkembangan sosial ... 13

1.7. Kuatnya teman sebaya ... 13


(7)

2. Masa pubertas ... 16

2.1. Defenisi masa pubertas ... 16

2.2. Perubahan fisik wanita pada masa pubertas ... 19

2.3. Perkembangan perilaku remaja ... 22

2.4. Masa transisi remaja ... 26

2.5. Masalah umum remaja ... 27

2.6. Defenisi kecemasan ... 28

2.7. Tanda-tanda umum kecemasan ... 30

2.8. Penyebab kecemasan pada remaja ... 32

2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi respon kecemasan ... 32

2.10. Faktor pencetus kecemasan ... 34

BAB 3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Kerangka konsep ... 38

2. Defenisi konseptual ... 38

3. Defenisi operasional ... 39

4. Hipotesa penelitian ... 40

BAB 4. METODELOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian ... 41

2. Populasi dan sampel penelitian ... 41

2.1. Populasi ... 41

2.2. Sampel ... 41

3. Lokasi dan waktu penelitian ... 42


(8)

5. Instrumen penelitian ... 43

6. Validitas dan reliabilitas instrumen ... 44

7. Prosedur pengumpulan data ... 45

8. Analisa data ... 46

BAB 5. PEMBAHASAN 1. Hasil penelitian ... 49

1.1. Deskriptif karakteristik responden ... 49

1.2. Deskriptif peran teman sebaya ... 50

1.3. Kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik ... 52

1.4. Hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik ... 54

2. Hasil pembahasan ... 54

2.1. Peran teman sebaya ... 55

2.2. Kecemasan remaja putri pada masa pubertas ... 56

2.3. Hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik ... 58


(9)

vii  BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ... 60

2. Saran ... 60

2.1. Untuk institusi pendidikan di sekolah ... 60

2.2. Untuk praktek keperawatan ... 61

2.3. Untuk masyarakat ... 61 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Informed concent 2. Instrumen penelitian 3. Tabel uji reliabilitas

4. Surat izin survey dan pengambilan data dari Fakultas Keperawatan 5. Surat izin survey dan pengambilan data dari sekolah SMP Betania Medan 6. Daftar riwayat hidup

7. Surat persetujuan komite etik


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi responden menurut karakteristik individu

remaja putri di SMP Swasta Betania Medan ... 49 Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentasi berdasarkan peran

teman sebaya ... 50 Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase peran teman sebaya ... 51 Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentasi berdasarkan kecemasan

remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi

perubahan fisik ... 52 Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase kecemasan remaja putri


(11)

ix 

DAFTAR SKEMA


(12)

Judul : Hubungan Peran Teman Sebaya dengan Kecemasan Remaja Putri pada Masa Pubertas dalam Menghadapi Perubahan Fisik di SMP Swasta Betania Medan

Nama Mahasiswa : Titin Christina

NIM : 121121043

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Dukungan teman sangat penting bagi remaja khususnya remaja putri untuk memperoleh informasi atau hal-hal yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Kebanyakan remaja akan menghabiskan waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama orangtuanya untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi yang terkait pada masa pubertas. Pada remaja putri yang telah mengalami menstruasi, akan mempengaruhi kondisi psikologis seperti cemas, stres, takut dan depresi akibat perubahan fisik yang terjadi menjelang menstruasi. Terdapat tiga kategori peran teman sebaya remaja putri yaitu sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga, sumber kognitif untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan, sumber emosional untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan teknik sampel total sampling. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa (71.7%) peran teman sebaya remaja putri baik dengan tingkat kecemasan sedang (78.3%). Hasil uji analisa secara statistik hubungan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai (ρ= 0.016). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti merekomendasikan agar pihak sekolah menambah materi pembelajaran bagi remaja tentang masa pubertas di sekolah.


(13)

xi 

Title : The Role of Peers Relationship with Young Women Anxiety at Puberty To Face Physical Changes in Private Junior High School of Betania Medan

Name of Student : Titin Christina Student Number : 121121043

Department : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Friends support is very important for teenage especially young women to get information or things related to reproduction health issues. Most of young women will spend the time with their peers than their parents to discuss about reproduction health issues in puberty. For young women who have experienced menstruation, this experience will influence their psychological conditions such as anxious, stressed, scared and depressed as the result of physical changes that occur before the menstruation. There are three roles that teenage peers as sources of information about the world outside the family, cognitive resources for problem solving and gain knowledge , to reveal the source of emotional self-express and identity. The research aims at identifying the role of peers relationship with young women anxiety at puberty to face physical changes. It is a quantitative research with descriptive correlation design using total sampling technique. The result of the research showed that (71.7%) the roles of teenage peers are good with medium level of anxiety (78.3%). Statistically the result of analysis test showed that the role of peers relationship with the young women anxiety at puberty to face physical changes using chi-square test obtained the value (ρ= 0.016) From the research it can be concluded there are significant relationship between the role of peers and level anxiety of young women at puberty. Based on the result, the researcher recommended to school management to add lesson materials for teenagers at puberty in school.

Keywords : Role of Peers, Young Women Anxiety, Puberty  


(14)

Judul : Hubungan Peran Teman Sebaya dengan Kecemasan Remaja Putri pada Masa Pubertas dalam Menghadapi Perubahan Fisik di SMP Swasta Betania Medan

Nama Mahasiswa : Titin Christina

NIM : 121121043

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2014

Abstrak

Dukungan teman sangat penting bagi remaja khususnya remaja putri untuk memperoleh informasi atau hal-hal yang terkait dengan kesehatan reproduksi. Kebanyakan remaja akan menghabiskan waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama orangtuanya untuk mendiskusikan masalah kesehatan reproduksi yang terkait pada masa pubertas. Pada remaja putri yang telah mengalami menstruasi, akan mempengaruhi kondisi psikologis seperti cemas, stres, takut dan depresi akibat perubahan fisik yang terjadi menjelang menstruasi. Terdapat tiga kategori peran teman sebaya remaja putri yaitu sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga, sumber kognitif untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan, sumber emosional untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif korelasional dengan menggunakan teknik sampel total sampling. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa (71.7%) peran teman sebaya remaja putri baik dengan tingkat kecemasan sedang (78.3%). Hasil uji analisa secara statistik hubungan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai (ρ= 0.016). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas. Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti merekomendasikan agar pihak sekolah menambah materi pembelajaran bagi remaja tentang masa pubertas di sekolah.


(15)

xi 

Title : The Role of Peers Relationship with Young Women Anxiety at Puberty To Face Physical Changes in Private Junior High School of Betania Medan

Name of Student : Titin Christina Student Number : 121121043

Department : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Friends support is very important for teenage especially young women to get information or things related to reproduction health issues. Most of young women will spend the time with their peers than their parents to discuss about reproduction health issues in puberty. For young women who have experienced menstruation, this experience will influence their psychological conditions such as anxious, stressed, scared and depressed as the result of physical changes that occur before the menstruation. There are three roles that teenage peers as sources of information about the world outside the family, cognitive resources for problem solving and gain knowledge , to reveal the source of emotional self-express and identity. The research aims at identifying the role of peers relationship with young women anxiety at puberty to face physical changes. It is a quantitative research with descriptive correlation design using total sampling technique. The result of the research showed that (71.7%) the roles of teenage peers are good with medium level of anxiety (78.3%). Statistically the result of analysis test showed that the role of peers relationship with the young women anxiety at puberty to face physical changes using chi-square test obtained the value (ρ= 0.016) From the research it can be concluded there are significant relationship between the role of peers and level anxiety of young women at puberty. Based on the result, the researcher recommended to school management to add lesson materials for teenagers at puberty in school.

Keywords : Role of Peers, Young Women Anxiety, Puberty  


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang diliputi dengan berbagai pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Disaat pengalaman manis, pahit, sedih, gembira dan lucu bahkan menyakitkan mungkin akan dialami oleh seorang remaja dalam rangka mencapai jati diri. Rasa ingin tahu dari para remaja kadang-kadang kurang disertai pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perubahan (Nurul, 2008).

Pada kondisi ini terjadi perubahan fisik dan emosi dimana mereka memasuki suatu masa yaitu masa pubertas. Masa ini dikenal sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa muda. Remaja memandang dunianya seperti apa yang ia inginkan, bukan sebagaimana adanya. Ciri perilaku yang menonjol pada usia-usia ini terutama terlihat pada perilaku sosial, dalam masa ini, teman sebaya mempunyai arti yang amat penting, seperti mereka ikut dalam klub, geng, teman sebaya yang perilaku dan nilai-nilai individu yang menjadi anggotanya. Inilah proses dimana individu membentuk pola perilaku dan nilai-nilai baru yang pada gilirannya bisa mengantikan nilai serta pola perilaku yang dipelajarinya di rumah (Latifah, 2008).

Remaja kini mulai merasakan dorongan-dorongan seksual dari dalam dirinya, sehingga keinginan untuk memperluas pergaulan. Kalau selama masa anak-anak


(17)

usia 6-12 tahun, mereka cenderung membentuk kelompok teman bermain yang berasal dari sesama jenis kelamin, maka ketika beranjak menjadi seperti orang dewasa, remaja mulai memperluas pergaulan dengan lawan jenis. Mereka berusaha saling memperhatikan karena tertarik pada jenis kelamin lain. Walau demikian, sebagian besar remaja masih bersifat malu-malu bila menjalin hubungan dengan lawan jenis secara terbuka. Dengan adanya pergaulan, seorang remaja akan memperoleh teman untuk bergaul, sehingga akan dapat mengembangkan keterampilan sosial, konsep diri, harga diri, dan akan memperoleh dukungan emosional bila menghadapi suatu masalah.

Pada saat seorang anak memiliki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi pertama pada anak perempuan, secara biologis anak remaja tersebut mengalami perubahan yang sangat besar. Anak perempuan akan mendapat menstruasi, tumbuhnya bulu di ketiak, pembesaran buah dada, dan lain sebagainya sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya sudah aktif. Permulaan menstruasi mungkin akan menjadi peristiwa yang menakutkan bagi beberapa remaja putri yang kurang mempersiapkan dirinya terlebih dahulu. Banyak remaja putri yang mengalami rasa sakit saat menstruasi walaupun tidak semua remaja putri mengalaminya. Selain rasa sakit yang mereka alami, banyak di antara mereka merasa direpotkan karena harus memakai pembalut dan menggantinya disaat-saat tertentu.

Menurut Garrison (dalam Utami, 2008), individu-individu memiliki kebutuhan-kebutuhan yang khas seperti kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan dihargai, dan kebutuhan akan penerimaan orang lain. Salah satu hubungan


(18)

interpersonal yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan psikologis-sosiologis pada anak pubertas adalah pertemanan. Kehadiran teman bagi anak perempuan khususnya pada masa pubertas akan sangat berarti bagi hidupnya. Garisson mengatakan bila teman-teman sebayanya hanya sedikit yang mau menerima kehadiran dirinya maka anak tersebut akan merasa kekurangan teman untuk bergaul.

Anak pubertas akan merasa cemas apabila dirinya tidak mempunyai teman, karena pengaruh masa puber yang berpengaruh pada perubahan kondisi fisik juga akan menimbulkan kecemasan. Hal tersebut dapat dilihat dari tidak adanya teman sebayanya yang akan mengajaknya pergi bermain bersama.

Menurut Kartono (2006) mengemukakan bahwa kecemasan adalah rasa ragu, gemetar/tidak berani terhadap hal-hal yang tidak nyata, semu, ataupun tidak jelas, selalu penuh dengan ketegangan emosionil, serta dipenuhi oleh bayangan-bayangan kesulitan yang ada dalam khayalan saja.

Sedangkan menurut Rathus (2001) mengatakan bahwa kecemasan didefinisikan sebagai keadaan psikologis yang ditandai oleh adanya tekanan, ketakutan, kegalauan dan ancaman yang berasal dari lingkungan. Oleh karena itu anak pada masa pubertas memerlukan seseorang untuk dapat dijadikan kawan berbincang dan tempat curahan suka dukanya, kawan untuk membagi rasa kecemasan dan bermusuhan, seta kawan untuk memikul rahasia dan rasa sedih. Dengan membagikan ataupun mencurahkan beban hati serta pikiran itulah maka akan terasa oleh para anak pubertas bahwa penderitaan atau kecemasannya akan


(19)

Perasaan dan berbagai respon yang muncul dari remaja putri saat menstruasi kadang memunculkan pengertian yang berbeda-beda pada setiap individu yang akan menghadapi masa pubertas. Hal ini terbukti dari penelitian Conger dalam Sriwindari (2004) bahwa reaksi emosi terhadap menstruasi pertama pada remaja putri adalah mereka biasa saja, sebagian merasa cemas, dan beberapa diantaranya merasa takut. Hanya 10% dari mereka yang menerima masa pubertas dengan perasaan antusias, penasaran, dan bangga dalam kategori emosi ringan. Hasil penelitian ini menunjukkan hampir sebagian remaja putri memberikan respon negatif terhadap masa pubertas.

Sebuah pertemanan dengan kualitas yang tinggi ditandai dengan tingginya tingkat perilaku tolong-menolong, keakraban dan perilaku positif lainnya, serta rendahnya tingkat konflik, persaingan dan perilaku negatif lainnya. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kualitas pertemanan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam interaksi sosial dengan teman sebaya (Berndt, 2009).

Kualitas pertemanan juga memiliki pengaruh langsung dalam mempengaruhi sikap dan perilaku karena dengan kualitas pertemanan yang tinggi dapat mengurangi rasa malu serta isolasi diri (Berndt, 2009).

Masa menstruasi bagi remaja putri adalah tanda remaja putri memasuki masa pubertas yang ditandai dengan banyak muncul perubahan secara fisiologis dan mental. Perubahan-perubahan tersebut dapat memicu timbulnya kecemasan, namun tingkat kecemasan yang timbul pada remaja putri yang mengalami menarche berbeda-beda setiap individu tergantung dari informasi yang diperoleh dan kemampuan adaptasinya.


(20)

Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa remaja putri di lingkungan sekolah tersebut mengatakan bahwa remaja putri mendiskusikan tentang pengalaman kecemasan terhadap perubahan fisik yang terjadi setelah menstruasi mereka yang pertama lebih banyak diperoleh dari teman sebayanya daripada ibunya. Penulis juga memperoleh informasi bahwa satu dari empat orang remaja putri mengatakan tidak mendiskusikan menstruasi pertamanya dengan orang lain. Sebagian remaja lagi mengatakan bahwa remaja putri di lingkungan sekolah tersebut tidak tahu tentang perubahan sik yang terjadi pada dirinya, sehingga menyebabkan munculnya reaksi wajah yang takut dan binggung. Hal ini terlihat dari respon remaja yang kurang menyenangkan dalam menanggapi pertanyaan tentang perubahan fisik masa pubertas yang diajukan peneliti, yaitu adanya reaksi wajah remaja putri yang tiba-tiba pucat dan menghindar saat di wawancara serta ada juga remaja yang mengalihkan topik pembicaraan lain di luar masalah pubertas. Kebanyakan dari remaja putri menunjukkan rasa khawatir jika pada saat mengalami menstruasi di sekolah, mereka tidak bisa bebas melakukan aktivitas sehari-hari, muncul rasa marah, merasa kurang nyaman, mengalami rasa sakit dan nyeri saat menstruasi.

Berdasarkan hal-hal yang diungkapkan diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul adakah “Hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik di SMP Swasta Betania Medan”.


(21)

Masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.

3. Tujuan Penelitian 1.3. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.

1.3. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi peran teman sebaya.

b. Mengidentifikasi kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.

c. Mengidentifikasi hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.

4. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian yang dilakukan ini di harapkan dapat bermanfaat bagi : 1.1. Pihak Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah materi pembelajaran bagi remaja tentang masa pubertas.


(22)

1.2. Praktek Keperawatan

Memberikan informasi terhadap perubahan fisik pada masa pubertas remaja putri.

1.3. Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan masyarakat mendapatkan informasi tambahan dalam menghadapi kecemasan remaja putri terhadap perubahan fisik yang terjadi.


(23)

BAB 2

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Teman Sebaya 1.1. Defenisi Teman Sebaya

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.

Pertemanan adalah suatu tingkah laku yang dihasilkan dari dua orang atau lebih yang saling mendukung. Pertemanan dapat diartikan pula sebagai hubungan antara dua orang atau lebih yang memiliki unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain, simpati, empati, kejujuran dalam bersikap, dan saling pengertian (Irwan Kawi, 2010). Dengan berteman, seseorang dapat merasa lebih aman karena secara tidak langsung seorang teman akan melindungi temannya dari apapun yang dapat membahayakan temannya. Selain itu, sebuah pertemanan dapat dijadikan sebagai adanya hubungan untuk saling berbagi dalam suka ataupun duka, saling memberi dengan ikhlas, saling percaya, saling menghormati, dan saling menghargai.


(24)

Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman sebayanya. Jadi dapat dimengerti bahwa sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku teman sebaya lebih besar pengaruhnya daripada keluarga. Di dalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan konsep dirinya. Disini ia dinilai oleh teman sebayanya tanpa memerdulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya (Depkes, 2012).

1.2. Karakteristik Berteman

Adapun karakteristik dari berteman (Parlee dalam Siregar, 2010) adalah sebagai berikut :

1. Kesenangan, yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman

2. Penerimaan, yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka 3. Percaya, yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu sesuai dengan

kesenangan individu

4. Respek, yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik 5. Saling membantu, yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga

melakukan hal yang demikian

6. Menceritakan rahasia, yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman

7. Pengertian, yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu


(25)

10 

8. Spontanitas, yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas.

1.3. Peran Teman Sebaya

Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima kawan sebaya atau kelompok. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh kawan-kawan sebayanya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting.

Menurut Santrock (2007) mengatakan bahwa peran terpenting dari teman sebaya adalah :

a. Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.

b. Sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan. c. Sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.

Melalui interaksi dengan teman-teman sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal-balik secara simetris. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Dari uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa teman sebaya sebagai lingkungan sosial bagi remaja mempunyai peranan


(26)

yang cukup penting bagi perkembangan kepribadiannya. Teman sebaya memberikan sebuah dunia tempat para remaja melakukan sosialisasi dalam suasana yang mereka ciptakan sendiri (Piaget dan Sullivan dalam Santrock, 2007).

1.4. Fungsi Pertemanan

Menurut Gottman dan Parker dalam Santrock (2003), mengatakan bahwa ada enam fungsi perteman yaitu :

1. Berteman (Companionship)

Berteman akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas.

2. Stimulasi Kompetensi (Stimulation Competition)

Pada dasarnya, berteman akan memberi rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya karena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial. Artinya melalui teman seseorang memperoleh informasi yang menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik.

3. Dukungan Fisik (Physicial Support)

Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah.


(27)

12  4. Dukungan Ego

Dengan berteman akan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang, apa yang dihadapi seseorang juga dirahasiakan, dipikirkan dan ditanggung oleh orang lain (temannya).

5. Perbandingan Sosial (Social Comparison)

Berteman akan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan ekspresi, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang.

6. Intimasi/Afeksi (Intimacy/Affection)

Tanda berteman adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban satu sama lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat untuk menyakiti orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan menghormati keberadaan orang lain.

1.5. Aspek Perkembangan Remaja

Terdapat dua konsep perkembangan remaja, yaitu nature dan nurture. Konsep nature mengungkapkan bahwa masa remaja adalah masa badai dan tekanan. Periode perkembangan ini individu banyak mengalami gejolak dan tekanan karena perubahan yang terjadi dalam dirinya. Konsep nurture menyatakan tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan tersebut. Hal tersebut tergantung pada pola asuh dan lingkungan di mana remaja itu tinggal (Kusmiran, 2011).


(28)

1.6. Perkembangan Sosial

Terjadinya tumpang tindih pola tingkah laku anak dan perilaku dewasa merupakan kondisi tersulit yang dihadapi remaja. Remaja diharuskan dapat menyesuaikan diri dengan peran orang dewasa dan melepaskan diri dari peran anak-anak. Remaja dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah.

1.7. Kuatnya Teman Sebaya

Keinginan menjadi mandiri akan timbul dari dalam diri remaja. Salah satu bentuk kemandirian itu adalah dengan mulai melepaskan diri dari pengaruh orangtua dan ketergantungan secara emosional pada orangtua.

Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki seperti menjadi egosentris, kebinggungan peran dan lain-lain, seseorang menghabiskan lebih banyak waktu bersama teman sebayanya dibandingkan bersama dengan orangtuanya, sehingga wajar saja jika tingkah laku dan norma/aturan-aturan yang dipegang banyak dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Namun, tampaknya remaja sangat bergantung pada teman sebayanya, pada remaja sendiri terdapat sikap ambivalen. Di satu sisi ingin membuktikan kemandiriannya dengan melepaskan diri dari orangtuanya, tetapi di sisi lain mereka masih tergantung kepada orangtuanya.

Remaja akan tetap meminta pertimbangan dari orangtuanya ketika menghadapi masalah yang berat atau harus menentukan sesuatu yang berkaitan dengan masa depannya yang berakibat jangka panjang. Hal ini merupakan bentuk ketergantungan remaja kepada orangtua. Ketergantungan pada teman sebaya lebih


(29)

14 

mengarah pada hal-hal yang berkaitan dengan relasi sosial atau penerimaan lingkungan (misalnya tingkah laku/kebiasaan sehari-hari, kesukaan, aktivitas yang dipilih, gaya bahasa dan lainnya).

Namun, perilaku mengikuti kelompok akan semakin berkurang sesuai dengan bertambahnya kematangan karena remaja semakin ingin menjadi individu yang mandiri dan unik serta lebih selektif dalam memilih sahabat.

Tingkat konformitas remaja dengan kelompok sebayanya bervariasi menurut kualitas relasi yang terjadi dalam keluarga. Remaja yang berasal dari keluarga yang terlalu hangat, memberikan perlindungan dan keamanan secara berlebihan, melibatkan emosi yang sangat kuat cenderung memengaruhi remaja menjadi malas menjalin ikatan lain di luar keluarga atau mengalami kesulitan dalam berinteraksi di lingkungan selain keluarganya. Umumnya remaja ini lebih senang menyendiri atau bergaul dengan orang-orang tertentu saja, ada juga yang menjadi minder dan sulit berinteraksi dengan sebayanya. Sementara keluarga yang tidak memberikan kehangatan dan ikatan emosi kepada anak, cenderung memengaruhi remaja berusaha keras mengikatkan diri pada lingkungan lain (yang berarti baginya) dan secara penuh mengikuti aturan kelompok tersebut (tanpa membedakan mana tingkah laku yang salah atau benar).

Keluarga yang memberikan kehangatan serta ikatan emosi dalam kadar yang tidak berlebihan dan senantiasa memberikan dukungan positif dapat membantu anak mengembangkan ikatan lain di luar keluarga secara lebih baik. Ia mampu menentukan kapan ia harus mengikuti kelompoknya dan kapan harus menolak


(30)

ajakan dari teman sebayanya sehingga remaja tersebut akan terbebas dari tekanan teman sebaya untuk melakukan hal-hal negatif.

Perubahan dalam perilaku sosial ditunjukkan dengan : a. Minat dalam hubungan heteroseksual yang lebih besar.

b. Kegiatan-kegiatan sosial yang melibatkan kedua jenis kelamin.

c. Bertambahnya wawasan sehingga remaja memiliki penilaian yang lebih baik serta lebih bisa mengerti orang lain. Remaja juga mengembangkan kemampuan sosial yang mendorongnya lebih percaya diri dan aktif dalam aktivitas sosial.

d. Berkurangnya prasangka dan diskriminasi, mereka cenderung tidak mempersoalkan orang yang tidak cocok latar belakang budaya dan pribadinya.

1.8. Aspek-aspek Kualitas Pertemanan

Menurut Mappiare dalam Handayani, 2006 aspek-aspek kualitas pertemanan adalah sebagai berikut :

a. Pengakuan dan Saling Menjaga

Yaitu remaja diakui teman, adanya perilaku saling menjaga, mendukung dan saling memberi perhatian.

b. Terjadinya Konflik

Yaitu munculnya perbedaan atau perselisihan faham hal-hal yang membangkitkan kemarahan dan ketidakpercayaan.


(31)

16  c. Pertemanan dan Rekreasi

Yaitu menghabiskan waktu bersama-sama teman, baik di luar maupun di dalam lingkungan sekolah.

d. Membantu dan Memberi Petunjuk

Yaitu usaha seorang teman untuk membantu temannya yang lain dalam menyelesaikan tugas rutin yang menantang.

e. Berbagi Pengalaman dan Perasaan

Yaitu adanya saling keterbukaan akan perasaan pribadi, berbagi pengalaman diantara remaja dan temannya.

f. Pemecahan Konflik

Yaitu munculnya perdebatan atau perselisihan faham dan adanya jalan keluar pemecahan masalah secara baik dan efisien.

2. Masa Pubertas

2.1. Defenisi Masa Pubertas

Bawaan pubertas bukanlah suatu insiden lingkungan, kemunculan pubertas telah diprogram di dalam gen setiap manusia (Adair dalam Santrock, 2010). Pubertas tidak berlangsung di usia 2 atau 3 tahun maupun di usia 20-an. Di masa depan, studi genetik molekuler mungkin dapat mengidentifikasi gen-gen spesifik yang berkaitan dengan muncul dan berkembangan pubertas. Meskipun demikian, faktor-faktor lingkungan juga turut mempengaruhi kemunculan dan lamanya masa pubertas yang pada sebagian individu berlangsung antara usia 9 hingga 16 tahun ini.


(32)

Menurut Salzman, remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orangtua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf, 2004). Batasan masa remaja meliputi; remaja awal : 12-15 tahun, remaja madya : 15-18 tahun, dan remaja akhir : 19-22 tahun (Konopka dalam Yusuf, 2004).

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10-19 tahun dan belum kawin. Menurut BKKBN adalah 10-19 tahun. Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan dan masa anak ke masa dewasa.

Pada masa remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik (organobiologik) secara cepat, dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya perubahan besar ini umumnya membinggungkan remaja yang mengalaminya. Dalam hal inilah bagi para ahli dalam bidang ini, memandang perlu akan adanya pengertian, bimbingan, dan dukungan dari lingkungan di sekitarnya, agar dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sehat, sehingga kelak


(33)

18 

sosial. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus (Yani, 2010).

Sebelum mencapai masa remaja, individu telah mengalami serangkaian-serangkaian perkembangan dan memperoleh banyak pengalaman. Tidak ada anak perempuan atau anak laki-laki yang memasuki masa remaja dalam bentuk daftar kosong, yang hanya memiliki kode genetik yang akan menentukan berbagai pikiran, perasaan, dan perilakunya. Namun kombinasi antara faktor keturunan, pengalaman masa kanak-kanak dan pengalaman masa remaja, menentukan rangkaian perkembangan remaja. Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Sebetulnya, masa depan dari seluruh budaya tergantung pada seberapa efektifnya pengasuhan itu (Larson dkk, 2002).

Pandangan lama mengatakan bahwa masa remaja merupakan satu-satunya periode transisi menuju dunia dewasa. Pendekatan baru menekankan variasi transisi dan peristiwa yang menentukan periode tersebut seperti halnya waktu dan urutannya (Larson ; Sarigiani dan Peterson dalam Santrock, 2007). Sebagai contoh, peristiwa pubertas dan peristiwa sekolah dipandang sebagai transisi pokok yang menandai masuknya masa remaja, menamatkan sekolah atau bekerja purna-waktu untuk pertama kalinya merupakan peristiwa transisi pokok yang menandai berakhirnya masa remaja dan masuknya orang ke masa dewasa.

Kini, para ahli berkembang tidak lagi percaya bahwa perubahan itu berakhir di masa remaja (Batles; Demick dan Andreoletti; Overton; Santrock, 2006). Ingatlah bahwa perkembangan didefinisikan sebagai suatu proses seumur hidup. Masa


(34)

remaja merupakan bagian dari rangkaian kehidupan dan bukan merupakan suatu periode perkembangan yang yang tidak berkaitan dengan periode-periode lainnya. Meskipun para remaja memiliki karakteristik yang unik, hal-hal yang terjadi selama masa remaja berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman di masa kanak-kanak maupun masa dewasa.

2.2. Perubahan Fisik Wanita pada Masa Remaja

Pubertas tidak sama dengan remaja, bagi sebagian besar di antara kita, masa pubertas berakhir jauh sebelum masa remaja selesai. Meskipun demikian, masa pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja. Pubertas (puberty) adalah sebuah periode di mana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal (Santrock, 2007).

Perubahan fisik yang terjadi di antaranya timbul proses pematangan organ reproduksi, selain itu juga terjadi perubahan secara psikologis. Salah satu tanda yang khas pada remaja adalah terjadinya pubertas. Pubertas pada anak perempuan akan muncul pada umur 10 sampai 16 tahun (Evelyn, 2006). Hal ini mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku seperti mulai memperhatikan penampilan diri, mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta yang kemudian akan timbul dorongan seksual. Karena pada masa remaja cenderung memiliki tingkat seksual yang tinggi sehubungan dengan mulai matangnya hormon seksual dan organ-organ reproduksi.


(35)

20 

Di antara perubahan tubuh yang menyolok, perubahan apakah yang pertama kali muncul? dari perubahan fisik pada perempuan : pertama, membesarnya payudara atau tumbuhnya rambut kemaluan. Selanjutnya, tumbuhnya rambut di ketiak. Seiring dengan perubahan ini, tubuh perempuan bertambah tinggi, pinggul berkembang menjadi lebih lebar dibandingkan tubuhnya. Menstruasi pertama (menarche) terjadi di akhir siklus pubertas. Awalnya, siklus menstruasi berlangsung sangat tidak teratur dan selama beberapa tahun pertama, remaja perempuan mungkin tidak mengalami ovulasi di setiap siklus. Dalam beberapa kasus, remaja perempuan belum subur sampai dua tahun setelah periode dimulai.

Perempuan tidak mengalami perubahan suara seperti yang dialami oleh laki-laki. Di akhir masa pubertas, payudara perempuan menjadi lebih penuh. Dua aspek yang paling terlihat selama perubahan masa pubertas perempuan adalah tumbuhnya rambut kemaluan dan berkembangnya payudara. Ingatlah bahwa dimulainya dan kecepatan pubertas antara individu yang satu dengan individu lainnya cenderung bervariasi (Santrock, 2007).

Pada masa remaja itu, terjadinya suatu pertumbuhan fisik yang cepat disertai banyak perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi. Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut dikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut (Yani, 2010).

1. Tanda-tanda Seks Primer pada Wanita

Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Tetapi tingkat kecepatan antara organ satu dan lainnya berbeda. Sebagai tanda kematangan organ


(36)

reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid. Ini adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari. Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa menopause.

2. Tanda-tanda Seks Sekunder pada Wanita a. Rambut

Rambut kemaluan pada wanita juga tumbuh seperti halnya remaja laki-laki. Tumbuhnya rambut kemaluan ini terjadi setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, labih kasar, lebih gelap dan agak keriting.

b. Pinggul

Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak di bawah kulit.

c. Payudara

Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan puting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat.


(37)

22 

Kulit, seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, pori-pori membesar. Akan tetapi berbeda dengan laki-laki kulit pada wanita tetap lebih lembut.

e. Kelenjar Lemak dan Kelenjar Keringat

Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif, sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.

f. Otot

Menjelang akhir masa puber, otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki.

g. Suara

Suara berubah semakin merdu, akan tetapi suara serak jarang terjadi pada wanita.

2.3. Perkembangan Perilaku Remaja

Perkembangan perilaku remaja pada masa pubertas ditandai dengan perubahan-perubahan akibat pubertas (Papalia, 2008) yaitu :

1. Perkembangan Perilaku Pengetahuan Remaja

Perkembangan pengetahuan remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan pengetahuan) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan pengetahuan. Pada periode ini, para remaja sudah memiliki pemikiran dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang nyata dan tidak nyata. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga


(38)

mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak cara pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasil yang diperoleh.

Para remaja bukan hanya menerima informasi apa adanya, akan tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengubahnya dengan pemikiran mereka sendiri. Para remaja juga mampu menggabungkan pengalaman masa lalu dan pangalaman sekarang untuk mengubahnya menjadi pendapat.

2. Perkembangan Perilaku Sosioemosional Remaja

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak, karena pada masa ini suasana hati bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan suasana hati para remaja yang mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja mengalami perubahan yang secara tiba-tiba dalam kesadaran diri mereka (self awareness). Para remaja sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena remaja menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan gambaran diri mereka sendiri.

Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak pada remaja perempuan daripada remaja laki-laki, sebagian disebabkan karena remaja perempuan biasanya lebih cepat matang daripada remaja laki-laki dan sebagian karena banyak hambatan-hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku remaja perempuan untuk membebaskan diri dari berbagai pembatasan. Perubahan pada masa puber akan mempengaruhi perilaku sebagian besar bergantung pada kemampuan dan


(39)

24 

kepada orang lain, sehingga dengan begitu ia dapat memperoleh pandangan yang baru dan yang lebih baik. Reaksi efektif terhadap perubahan terutama ditentukan oleh kemampuan untuk berkomunikasi. Remaja yang merasa sulit atau tidak mampu berkomunikasi dengan orang lain akan lebih banyak berperilaku negatif daripada remaja yang mampu dan mau berkomunikasi.

Akibat dari perubahan masa puber pada para remaja adalah sebagai berikut (Monks, 2009) :

1. Ingin Menyendiri

Saat perubahan pada masa puber mulai terjadi, remaja biasanya menarik diri dari teman-teman dan dari berbagai kegiatan keluarga dan seringnya bertengkar pada teman-teman dan pada anggota keluarga. Remaja puber sering melamun, sering tidak dimengerti dan diperlakukan dengan kurang baik. Gejala menarik diri ini mencakup ketidakinginan berkomunikasi dengan orang lain. Dalam masa remaja, remaja berusaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya ataupun identitas diri.

2. Bosan

Remaja pubertas akan merasa bosan dengan permainan yang sebelumnya sangat digemari, tugas-tugas sekolah, kegiatan-kegiatan sosial dan kehidupan pada umumnya. Remaja menjadi terbiasa untuk tidak mau berprestasi karena sering timbul perasaan akan keadaan fisik yang tidak normal.

3. Inkoordinasi

Pertumbuhan cepat dan tidak seimbang mempengaruhi pola koordinasi gerakan, dan remaja akan merasa tidak terbiasa bergaul dengan orang lain selama


(40)

beberapa waktu. Setelah pertumbuhan melambat, maka koordinasi tersebut akan kembali membaik secara bertahap.

4. Antagonisme Sosial

Remaja puber seringkali tidak mau bekerja sama, sering membantah, dan menentang. Permusuhan terbuka antara dua jenis kelamin yang berlainan diungkapkan dalam kritik, dan komentar-komentar yang merendahkan. Dengan berlanjutnya masa puber, remaja kemudian menjadi lebih ramah, lebih dapat bekerja sama dan lebih sabar kepada orang lain.

5. Emosi yang Tinggi

Munculnya reaksi murung, merajuk, ledakan amarah dan kecenderungan untuk menangis karena pengaruh yang sangat kecil merupakan ciri-ciri bagian awal masa puber. Pada masa ini remaja merasa khawatir, gelisah, dan cepat marah. Sedih, mudah marah, dan suasana hati yang negatif sangat sering terjadi selama masa pramenstruasi dan awal periode menstruasi. Dengan semakin matangnya keadaan fisik remaja, ketegangan lambat laun akan berkurang dan remaja sudah mulai mampu mengendalikan emosinya.

6. Hilangnya Kepercayaan Diri

Remaja yang tadinya sangat yakin pada diri sendiri akan menjadi kurang percaya diri dan takut akan kegagalan karena daya tahan fisik yang menurun dan karena adanya pengaruh yang negatif datang dari orangtua maupun dari teman-temannya.


(41)

26 

Perubahan tubuh yang terjadi selama masa puber menyebabkan remaja menjadi sangat sederhana dalam segala penampilannya karena takut orang lain akan memperhatikan perubahan yang dialaminya dan akan memberi komentar yang buruk.

2.4. Masa Transisi Remaja

Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut menurut Gunarsa dalam disertasi PKBI (2000) adalah sebagai berikut:

1. Transisi Fisik Berkaitan dengan Perubahan Bentuk Tubuh

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebinggungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten.

2. Transisi dalam Kehidupan Emosi

Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan hubungan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa ataupun marah-marah.

3. Transisi dalam Kehidupan Sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, di mana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran


(42)

ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri (melepaskan ikatan dengan keluarga).

4. Transisi dalam Nilai-nilai Moral

Remaja mulai meninggalkan nilai yang dianutnya dan menuju nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai-nilai sendiri. 5. Transisi dalam Pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.

2.5. Masalah Umum Remaja

Menurut McAllister membagi remaja menjadi beberapa kelompok yaitu : a. Remaja normal.

b. Remaja bermasalah.

c. Remaja bermasalah patologis.

Dua kelompok yang pertama merupakan problem teenager group dengan didasari asumsi bahwa tidak ada remaja yang tidak bermasalah dalam mengadapi transisi dalam berbagai aspek perkembangan serta menghadapi transisi dalam berbagai aspek perkembangan serta menghadapi lingkungan. Remaja memiliki masalah umum dibedakan dengan remaja yang memiliki masalah yang patologis (pathologic teenager). Berikut adalah masalah umum yang dialami remaja berkaitan dengan tumbuh kembangnya.


(43)

28 

1. Masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumahnya seperti relasi dengan anggota, keluarga, disiplin, dan pertentangan dengan orangtua. 2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekolah.

3. Kondisi fisik (kesehatan atau latihan), penampilan (berat badan, ciri-ciri daya tarik, bau badan, jerawat, kesesuaian dengan jenis kelamin).

4. Emosi (temperamen yang meledak-ledak, suasana hati berubah-ubah). 5. Penyesuaian sosial (minder, sulit bergaul, pacaran, penerimaan oleh teman

sebaya, peran pemimpin).

6. Masalah pekerjaan (pilihan pekerjaan, pengangguran).

7. Nilai-nilai (moral, penyalahgunaan obat-obatan, dan hubungan seksual). 8. Masalah yang berkaitan dengan hubungan lawan jenis (heteroseksual),

seperti putus pacar, proses pacaran, backstreet, sulit punya pacar, dan lain-lain.

2.6. Defenisi Kecemasan

Cemas (ansietas) merupakan hal yang akrab dalam hidup manusia. Ansietas bukanlah hal yang aneh karena setiap orang pasti pernah mengalami ansietas dengan berbagai variannya. Ansietas sangat berhubungan dengan perasaan tidak pasti dan ketidakberdayaan sebagai hasil penilaian terhadap suatu objek atau keadaan.

Menurut Sriwindari (2004), kecemasan dalam menghadapi masa pubertas dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pengetahuan yang didapat mengenai menstruasi dan faktor kesiapan. Perubahan fisik dan pentingnya peran teman atau


(44)

persahabatan pada remaja menggambarkan adanya penolakan pada diri sendiri yang berlangsung pada tubuh mereka setelah melalui proses pertumbuhan di masa kanak-kanak pertengahan dan akhir. Para remaja putri tersebut mengungkapkan rasa kecemasan mengenai perubahan fisik mereka.

Ansietas dapat menjadi suatu kekuatan motivasi untuk pertumbuhan dan perkembangan pada individu yang bersangkutan (Corey, 2005). Dapat pula ansietas menjadi suatu beban berat yang menyebabkan individu tersebut hidupnya selalu di bawah bayang-bayang ansietas yang terus berkepanjangan.

Manifestasi kecemasan menurut Sue (2010), terjadi dalam empat hal yaitu : 1. Kognitif

Kecemasan yang terwujud dalam pikiran seseorang seringkali memikirkan tentang malapetaka atau kejadian buruk yang akan terjadi.

2. Motorik

Kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti gemetar.

3. Somatik

Kecemasan terwujud dalam keadaan mulut kering, tangan dan kaki dingin, diare, sering BAK, ketegangan otot, peningkatan tekanan darah dan lain-lain. Hampir semua tekanan kecemasan menunjukkan peningkatan tekanan jantung, respirasi, keteganggan otot dan tekanan darah.


(45)

30 

Kecemasan diwujudkan dalam perasaan gelisah, dan perasaan tegang yang berlebihan.

2.7. Tanda-tanda Umum Kecemasan

Keluhan atau tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan oleh seseorang sangat bervariasi, tergantung dari beratnya kecemasan yang dirasakan oleh individu tersebut. Secara umum keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan antara lain adalah pernyataan cemas/ khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, takut sendirian, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menakutkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat. Keluhan-keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar, pendengaran berdenging, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, dan sakit kepala (Hawari, 2004).

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan perilaku. Intensitas perilaku meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat kecemasan.

Berikut adalah tingkat kecemasan yaitu : 1. Kecemasan Ringan

Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada, tetapi individu masih mampu untuk memecahkan masalah. Gejala-gejala yang ditemui pada kecemasan tingkat ringan ini adalah sesekali nafas pendek, nadi dan


(46)

tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar, lapangan persepsi meluas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, penyelesaian masalah secara efektif, tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meninggi.

2. Kecemasan Sedang

Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain, ditandai dengan sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare dan konstipasi, gelisah, lapangan persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsangan dari luar, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, gerakan tersentak-sentak atau meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak nyaman.

3. Kecemasan Berat  

Persepsi menjadi lebih sempit, individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan dan tuntunan ditandai dengan, napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan, lapangan persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, gerakan tersentak-sentak atau meremas tangan, bicara cepat, blokking, perasaan tidak nyaman.


(47)

32 

Menurut Mighwar (2006), secara psikologis kecemasan tersebut merupakan perkembangan-perkembangan negatif berbagai masalah sebelumnya yang semakin menguat yang diakibatkan oleh tiga hal, yaitu :

a. Kurangnya pengetahuan sehingga kurang mampu menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan serta tidak mampu menerima apa yang dialaminya.

b. Kurangnya dukungan dari orangtua, teman sebaya atau lingkungan masyarakat sekitar.

c. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan tekanan yang ada.

2.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah :

1. Usia

Usia mempengaruhi psikologi seseorang, semakin tinggi usia semakin baik tingkat emosi seseorang serta kemampuan dalam menghadapi persoalan.

2. Status Kesehatan Jiwa dan Fisik

Kelelahan fisik dan penyakit dapat menurunkan mekanisme pertahanan seseorang.


(48)

Nilai-nilai budaya dan spiritual mempengaruhi cara pemikiran seseorang. Religusitas yang tinggi menjadikan seseorang berpandangan positif atas masalah yang dihadapi.

4. Pendidikan

Tingkat pendidikan rendah pada seseorang akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan, semakin tinggi tingkat pendidikannya akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.

5. Mekanisme Koping

Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan, ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif sebagai penyebab tersedianya perilaku patologis.

6. Dukungan Sosial

Dukungan sosial dan lingkungan sebagai sumber koping, dimana kehadiran orang lain dapat membantu seseorang mengurangi kecemasan dan lingkungan mempengaruhi area berpikir seseorang.

7. Tahap Perkembangan

Pada tingkat perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stressor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress pada tiap perkembangan berbeda. Pada tingkat perkembangan individu membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stressor.


(49)

34 

Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi seseorang menghadapi stressor yang sama.

9. Pengetahuan

Ketidaktahuan dapat menyebabkan kecemasan dan pengetahuan dapat digunakan untuk mengatasi masalah.

2.10. Faktor Pencetus Kecemasan

Faktor yang dapat menjadi pencetua seseorang merasa cemas dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar dirinya (faktor eksternal).

Namun demikian pencetus ansietas dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu :

1. Ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan dalam melakukan aktivitas sehari-hari guna pemenuhan terhadap kebutuhan dasarnya.

2. Ancaman terhadap sistem diri yaitu adanya sesuatu yang dapat mengancam terhadap identitas diri, harga diri, kehilangan status/peran diri, dan hubungan interpersonal (Asmadi, 2008).

Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh berkembangnya kapasitas intelektual, stress dan harapan-harapan baru yang dialami remaja membuat remaja mudah mengalami gangguan baik berupa gangguan fikiran, perasaan maupun gangguan perilaku (Nur, 2010). Sehingga dalam periode ini terjadi perubahan yang sangat pesat dalam dimensi fisik, mental dan sosial. Umumnya proses kematangan fisik lebih cepat dari pematangan


(50)

psikososialnya. Karena itu seringkali terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan remaja sangat sensitif dan rawan terhadap cemas. Kecemasan sebagai salah satu bentuk dampak perubahan psikis yang di alami hampir setiap remaja.

Biasanya kecemasan muncul sebagai reaksi normal terhadap suatu yang menekan, dan karena itu berlangsung sebentar (Ramaiah, 2006). Kecemasan bisa berpengaruh buruk pada seseorang jika frekuensi timbulnya sering kali. Kecemasan dapat timbul dengan sendirinya atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi. Kecemasan suatu keadaan emosional yang ditandai oleh rangsangan fisiologis, perasaan-perasaan tegang yang tidak menyenangkan, perasaan ketakutan, persangkaan (firasat) serta perasaan ngeri terhadap masa depan (Semiun, 2006).

Dampak tersebut dapat mencakup keadaan fisik maupun psikis, antara lain : 1. Dari segi fisik akan berpengaruh pada penurunan kondisi kesehatan secara

umum, meliputi gangguan denyut jantung, peredaran darah, gangguan pernafasan, sistem daya tahan tubuh, sistem metabolisme dan seterusnya. 2. Dari segi psikis dapat memunculkan gejala-gejala tingkah laku, seperti

adanya kecenderungan menarik diri dari kehidupan sosial, berhalusinasi, berfantasi, menutup diri, pesimis, merasa tidak bahagia, cemas, depresi, merasa tidak dicintai, stress, kesulitan berkonsentrasi, agresif dan bertemperamen panas.


(51)

36 

secara berlebihan sering kali tanpa ada faktor pemicunya. Kecemasan sendiri lebih sering dialami wanita daripada pria (Ramaiah, 2006). Gejala-gejala gangguan kecemasan secara umum antara lain senantiasa diliputi ketegangan, rasa was-was yang sifatnya tidak menentu (diffuse unessinnes), terlalu peka (mudah tersinggung) dalam pergaulan, sering merasa tidak mampu, minder, depresi serba sedih, sulit konsentrasi dalam mengambil keputusan, serba takut salah, rasa tegang menjadikan yang bersangkutan bersikap tegang-lamban yakni bereaksi secara berlebihan terhadap rangsangan yang datang secara tiba-tiba, adanya keluhan otot tegang khususnya bagian leher dan sekitar bagian atas bahu, mengalami diare ringan yang kronik, sering buang air kecil, gangguan tidur berupa insomnia atau mimpi buruk, mengeluarkan keringat dan telapak tangan sering basah, sering berdebar-debar dan tekanan darah tinggi, sering mengalami gangguan pernafasan dan berdebar-debar tanpa sebab yang jelas (Supraktik, 2006).

Kecemasan merupakan gangguan mental yang digolongkan ke dalam gangguan kecemasan dan gejala-gejala khusus lainnya, seperti insomnia, berkurangnya kemampuan konsentrasi, dan berbagai macam gangguan sistem saraf otonom tidak merupakan gejala yang dominan. Kecemasan yang dialami bisa mengarah pada objek tertentu. Yang dimaksud dengan objek bisa berupa benda tetapi bisa juga berupa situasi. Ini biasanya mengarah pada phobia. Kecemasan juga bisa dialami meskipun objeknya tidak jelas atau tidak bisa dikenali. Jadi individu tiba-tiba merasa cemas tetapi tidak begitu memahami apa yang dicemaskannya. Gejala kecemasan juga bisa beralih dari satu objek ke objek lainnya. Ini yang menjadi


(52)

penanda, bahwa sebenarnya kecemasan terjadi karena adanya konflik dalam diri individu yang bersangkutan, bukan karena situasi riilnya. Ada juga kecemasan yang dipusatkan pada kesehatan tubuh dan fungsi-fungsinya. Penderitanya seringkali mengeluh mengalami gejala sakit pada bagian tubuh tertentu atau juga bisa berganti pada bagian tubuh lainnya. Atau penderitanya sering mengkuatirkan ada yang tidak beres dengan bagian tubuh tertentu (Siswanto, 2007).


(53)

38 

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Kerangka penelitian ini menggambarkan hubungan peran teman sebaya dengan perubahan fisik pada masa remaja, dimana variabel independent adalah peran teman sebaya dan variabel dependent adalah kecemasan remaja putri pada masa pubertas. Secara sistematis kerangka konsep penelitian ini adalah :

Skema 1. Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Hubungan dari variabel

2. Defenisi Konseptual

Kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya (Santrock, 2007).

Peran Teman Sebaya

a. Sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga.

b. Sebagai sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan.

c. Sebagai sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri.

Kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik

‐ Ringan ‐ Sedang ‐ Berat


(54)

Masa pubertas adalah terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, merupakan suatu bagian penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus (Widyastuti, 2010).

3. Defenisi Operasional

No. Variabel Definisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Kuantitatif 1. Variabel Dependent : Peran teman sebaya Peran teman sebaya merupakan dukungan moril dan perbuatan dari dua orang atau lebih, sehingga tercipta hubungan yang lebih dekat antara yang satu dengan yang lain. Bentuk kuesioner dalam penelitian ini ada 15 pertanyaan dengan mengguna kan skala guttman Hasil instrumen penelitian menunjukkan jika :

- peran teman sebaya tidak baik (skor 0-7)

- peran teman sebaya baik (skor 8-15) Skala ordinal dengan kriteria : - Ya -Tidak 2. Variabel Independent : Kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik Kecemasan merupakan perasaan was-was yang muncul dalam pikiran remaja berupa perubahan hormon dan matangnya organ reproduksi yang ditandai dengan adanya perubahan fisik. Bentuk kuesioner dalam penelitian ini ada 15 pertanyaan dengan mengguna kan skala guttman Hasil instrumen penelitian menunjukkan jika : - kecemasan remaja putri ringan (skor 0-5) - kecemasan remaja putri sedang (skor 6-11) - kecemasan remaja putri berat (skor 12-17) Skala Ordinal dengan kriteria : - Ya - Tidak


(55)

40 

Hipotesa dalam penelitian ini menurut Siregar (2013) merupakan jenis hipotesis asosiatif untuk menyatakan hubungan yang bersifat sebab akibat antara dua variabel atau lebih (kausal). Adapun cara merumuskan dan menguji hipotesis tersebut adalah hipotesis kerja/alternatif (Ha) dapat diterima, dimana nilai signifikan ρ< 0,05. Hipotesa dalam penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.


(56)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelasional, yang bertujuan untuk menguji hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.

2. Populasi dan Sampel Penelitian 2.1. Populasi

Populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian (Siregar, 2013). Populasi pada penelitian ini adalah semua remaja putri yang duduk di bangku kelas II di SMP Swasta Betania Medan, terdiri dari dua kelas yaitu kelas IIa yang berjumlah 23 orang dan kelas IIb berjumlah 22 orang. Maka

jumlah total populasi untuk penelitian ini sebanyak 45 orang siswi remaja putri di SMP Swasta Betania Medan.

2.2. Sampel

Sampel adalah suatu prosedur pengambilan data, dimana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan dipergunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi (Siregar, 2013). Menurut Arikunto, 2006 menjelaskan bahwa jika populasi kurang dari 100 orang sebaiknya sampel diambil


(57)

42 

semua. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 45 orang remaja putri di SMP Swasta Betania Medan. Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan cara teknik non random sampling secara total sampling yaitu semua remaja putri berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu. Adapun kriteria inklusi yang menjadi sampel peneliti adalah (1) Remaja putri dengan usia 13-15 tahun, (2) Remaja putri yang sudah mengalami menstruasi, (3) Bersedia menjadi responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Swasta Betania Medan, Jln. Tangguk Bongkar III No. 57 Perumnas Mandala Medan. Tempat penelitian ini dilakukan di SMP Swasta Betania Medan karena ciri-ciri subjek remaja putri tersebut memenuhi syarat, lokasi yang akan diteliti dekat dengan tempat tinggal peneliti, dan belum pernah dilakukan penelitian dengan topik seperti yang peneliti lakukan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2013.

4. Pertimbangan Etik

Etika penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Kepala sekolah SMP Swasta Betania. Untuk melindungi hak-hak subjektif dan menjamin kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden namun pada lembar pengumpulan data yang diisi namun hanya mencantumkan kode pada data oleh peneliti. Apabila calon responden bersedia, maka responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent tetapi jika calon responden tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan


(58)

diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Informasi yang akan disampaikan penulis nantinya akan dikembalikan lagi kepada pihak sekolah.

Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikologis. Data-data yang telah diperoleh dari responden hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian. Adapun hasil dari penelitian ini telah mendapat persetujuan oleh komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan pengumpulan data secara langsung melalui daftar pernyataan berupa kuesioner yang secara logis berhubungan dengan masalah penelitian, dan tiap pernyataan merupakan jawaban-jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesis (Nazir, 2011). Instrumen penelitian ini terdiri dari data demografi, peran teman sebaya dan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik. Data demografi ini meliputi usia, agama, suku bangsa, pekerjaan orangtua, penghasilan orangtua. Instrumen penelitian untuk peran teman sebaya berupa kuesioner yang terdiri dari 15 pernyataan positif, menggunakan dua kategori dalam bentuk pilihan pernyataan ya (skor 1), tidak (skor 0). Semakin tinggi skor menunjukkan semakin tinggi pula peran teman sebaya. Semakin rendah skor akan menunjukkan semakin rendah pula peran teman sebaya. Instrumen penelitian untuk kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik berupa kuesioner terdiri dari 15 pernyataan positif,


(59)

44 

dengan menggunakan dua kategori dalam bentuk pilihan ya (skor 1), tidak (skor 0). Semakin tinggi skor menunjukkan semakin tinggi pula tingkat kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik dan sebaliknya. Semakin rendah skor akan menunjukkan semakin rendah pula kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.

6. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Pengujian validitas penelitian ini merupakan alat ukur tersebut benar-benar mengukur apa yang akan diukur, yaitu dilakukan uji validitas isi yang merupakan suatu pendapat, baik pendapat sendiri ataupun pendapat orang lain (konsep) yang harus diukur (Nazir, 2011). Validitas dilakukan oleh dosen yang berkompeten dibidang peran teman sebaya remaja yaitu dosen Keperawatan anak Ibu Farida Linda Sari Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep dan Ibu Wardiyah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep dibidang kecemasan remaja. Uji reliabilitas menurut Nasir (2011) merupakan bila suatu alat ukur mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya, jika alat ukur itu mantap, dalam pengertian bahwa alat ukur tersebut stabil, dapat diandalkan (dependability) dan dapat diramalkan (predictability). Kemudian peneliti melakukan uji reliabilitas lagi kepada 20 orang remaja putri ditempat luar sekolah lain yaitu SMP Swasta Methodist Medan yang sesuai dengan kriteria penelitian, dengan menggunakan sistem komputerisasi teknik cronbach alpha (α) yang diperoleh hasilnya 0,864. Hasil penelitian ini dilakukan kepada 45 responden remaja putri yang sesuai dengan kriteria penelitian, kemudian dianalisa dengan menggunakan sistem komputerisasi yaitu koefisien


(60)

reliabilitas sehingga diperoleh hasil reliabilitasnya 0,746. Kuesioner penelitian ini telah reliabilitas, dikatakan reliabilitas jika α > 0,6 (Siregar, 2013).

7. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah peneliti mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapat izin dari Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara kemudian peneliti memberikan surat permohonan izin lagi kepada Kepala sekolah di SMP Swasta Betania Medan, untuk melaksanakan penelitian. Setelah peneliti mendapatkan izin untuk meneliti, pihak sekolah membawa peneliti diruang kelas remaja putri yang sesuai dengan kriteria penaliti yaitu sebanyak 45 remaja putri. Kemudian peneliti mengumpulkan siswi remaja putri tersebut dalam ruang aula sekolah yang posisi mejanya sudah diberi jarak oleh peneliti, sehingga responden tidak memiliki kesempatan untuk berdiskusi dengan teman remaja yang lain pada saat pengisian data penelitian. Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden terlebih dahulu peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian, dan menandatangani informed concent. Setelah responden menandatangani surat persetujuan, peneliti membagikan kuesioner kepada calon responden untuk diisi selama 15 menit sambil menjelaskan tentang tujuan, manfaat, dan cara pengisian kuesioner yang didampingi oleh peneliti. Tidak ada hal yang terlewatkan oleh peneliti serta responden diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pertanyaan yang kurang jelas. Setelah data kuesioner penelitian selesai diisi responden,


(61)

46 

peneliti mengumpulkan data tersebut pada masing-masing siswi remaja putri. Maka selanjutnya data tersebut dikumpulkan untuk dianalisa.

8. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data dalam kuesioner dikumpulkan. Untuk menentukan derajat hubungan yang terjadi dinamakan korelasi, yaitu : jika nilai-nilai suatu variabel menarik sedangkan nilai-nilai variabel yang lain menurun, maka kedua variabel tersebut mempunyai korelasi negatif. Sebaliknya, jika nilai-nilai suatu variabel menarik dan diikuti pula dengan menariknya nilai variabel lain, atau menurunnya nilai suatu variabel, kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif (Nasir, 2011). Setelah semua data terkumpul peneliti melakukan pengecekan terhadap kelengkapan identitas data responden serta memastikan semua jawaban telah diisi sesuai dengan petunjuk. Dilanjutkan dengan mengklarifikasi data dengan mentabulasi data yang telah dikumpulkan, kemudian dilakukan pengolahan data dengan mengunakan teknik komputerisasi (Siregar, 2013).

Pengolahan data dilakukan dengan cara editing merupakan proses pengecekan atau pemeriksaan data yang telah berhasil dikumpulkan dari lapangan, karena ada kemungkinan data yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak dibutuhkan. Kemudian data diberi coding merupakan kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk kategori yang sama. Kemudian penyajian data disajikan dalam bentuk tabel terbuka untuk responden data demografi, dan untuk tabel distribusi frekuensi, dengan responden terhadap peran


(62)

teman sebaya dan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.

Penilaian terhadap kuesioner kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik responden dilakukan berdasarkan total skornya 0-17. Berdasarkan rumus statistika menurut Nazir (2011), k =

i R

, dimana k merupakan jumlah interval kelas, dengan i merupakan besar interval kelas (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) sebesar 17 dan R merupakan range dibagi atas tiga kategori (ringan, sedang, berat) maka akan diperoleh interval kelas sebesar 15.

Dengan k = 17 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas ordinal pertama, maka kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik responden disajikan berdasarkan kelas interval sebagai berikut :

0-5 = kecemasan remaja putri rendah 6-11 = kecemasan remaja putri sedang 12-17 = kecemasan remaja putri berat

Penilaian terhadap peran teman sebaya responden dilakukan berdasarkan total skornya 0-17 dengan rumus statistika menurut Nazir (2011). Dengan pernyataan untuk sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga terdiri dari 5 pernyataan, sumber kognitif terdiri dari 5 pernyataan, sumber emosional terdiri dari 5 pernyataan. Maka besar interval kelas 15 dan range dibagi atas dua kategori kelas (tidak baik, dan baik), maka diperoleh interval kelas sebesar 15.


(63)

48 

Dengan k = 15 dan nilai terendah 0 sebagai batas bawah kelas pertama, maka peran teman sebaya responden disajikan berdasarkan kelas interval sebagai berikut :

0-7 = peran teman sebaya tidak baik 8-15 = peran teman sebaya baik

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik dilakukan dengan menguji total skor dengan menggunakan :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa univariat dalam penelitian ini untuk mengetahui variabel peran teman sebaya remaja putri yaitu peran teman sebaya baik dan peran teman sebaya tidak baik.

2. Analisa Bivariat

Analisa penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel independent yaitu peran teman sebaya dan dependent yaitu kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut peneliti menggunakan uji chi-square, dengan nilai signifikan syarat probabilitas (ρ) < 0,05 yang artinya Ha diterima. Maka dalam penelitian ini diperoleh hasil nilai signifikan 0,016 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik.


(64)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Proses penggumpulan data yang dilakukan terhadap 45 responden di SMP Swasta Betania Medan pada tanggal 30 November 2013, diperoleh bahwa ada hubungan peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik. Penyajian data meliputi karakteristik responden, deskriptif peran teman sebaya, deskriptif kecemasan remaja putri dan hubungan antara peran teman sebaya dengan kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik di SMP Swasta Betania Medan.

1.1. Deskriptif Karakteristik Responden

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karakteristik Individu Remaja Putri di SMP Swasta Betania Medan (n = 45).

Variabel Kategori Frekuensi %

Umur 13-15 tahun 13 tahun 14 tahun 15 tahun 9 21 15 19,6 45,7 32,6

Agama Kristen protestan

Kristen katolik

34 11

73,9 23,9 Suku bangsa Batak toba

Batak karo Batak simalungun Nias 16 6 6 17 34,8 13,0 13,0 37,0 Pekerjaan orangtua Wiraswasta PNS/ TNI/ POLRI Karyawan Bertani 33 3 7 2 71,7 65,5 15,2 4,3


(65)

50 

Lanjutan tabel 1

Pendidikan orangtua SD SMP SMA Sarjana/ S-1 12 18 13 2 26,1 39,1 28,3 4,3 Penghasilan orangtua

< Rp. 1.305.000 > Rp. 1.305.000

28 17

60,9 37,0 Responden penelitian ini merupakan siswi remaja putri dari SMP Swasta Betania Medan. Jumlah seluruh perolehan responden penelitian sebanyak 45 orang remaja putri, yang terbagi atas dua ruang kelas. Hasil penelitian data karakteristik responden menunjukkan bahwa responden terbanyak berusia 14 tahun (45,7%), agama Kristen Protestan (73,9%), suku bangsa Nias (37,0%) dan pekerjaan orang tua remaja putri wiraswasta (71,7%). Pendidikan terakhir orangtua (39,1%) tamat SMP, dan penghasilan orangtua berkisar < Rp. 1.305.000 (60,9%).

1.2. Deskriptif Peran Teman Sebaya

Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Berdasarkan Peran Teman Sebaya (n = 45).

Peran teman sebaya Frekuensi (n) Persentasi (%)

Baik 33 71,7

Tidak baik 12 26,1

Berdasarkan hasil penelitian peran teman remaja putri di kelas II menunjukkan bahwa mayoritas data peran teman sebaya baik (71,7%) dan peran teman sebaya tidak baik (26,1%).


(66)

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Peran Teman Sebaya (n = 45).

No. Pernyataan

Peran Teman Sebaya

Ya (1) Tidak (0) f (%) f (%) I. Sebagai sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga :

1. Saya pernah mendapatkan pelajaran tentang perubahan fisik pada masa pubertas

22 (48,9)

23 (51,1) 2. Saya pernah berdiskusi mengenai informasi

menstruasi dengan teman- teman sebaya di sekolah

33 (73,3)

12 (26,7) 3. Saya merasa lebih nyaman, berbicara dengan teman

sebaya mengenai masalah pada masa menstruasi

21 (46,7)

24 (53,3) 4. Orangtua saya tidak pernah memberikan informasi

mengenai perubahan fisik pada masa pubertas

32 (71,1)

13 (28,9) 5. Saya mencari informasi mengenai masa pubertas

dari media elektronik

17 (37,8)

28 (62,2)

II. Sebagai sumber kognitif, untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan :

6. Dengan berdiskusi bersama teman sebaya, saya dapat bertukar pengalaman dan pengetahuan tentang perubahan fisik pada masa pubertas

23 (51,1)

22 (48,9) 7. Saya mengetahui bagaimana menjaga kesehatan

saya saat mengalami nyeri haid

29 (64,4)

16 (35,6) 8. Saya mengetahui adanya perubahan fisik merupakan

salah satu tanda pubertas

7 (15,6)

38 (84,4) 9. Pertumbuhan rambut disekitar wajah, daerah ketiak

dan daerah kemaluan merupakan tanda dari pubertas

37 (82,2)

8 (17,8) 10. Kejadian menstruasi pertama sekali bukan

merupakan tanda pubertas

42 (93,3)

3 (6,7)

III. Sebagai sumber emosional, untuk mengungkapkan ekspresi dan identitas diri :

11. Saya menyadari bahwa berkelompok itu berperan dalam membentuk rasa percaya diri pada masa pubertas

30 (66,7)

15 (33,3) 12. Saya tahu bahwa keinginan untuk mencoba segala

sesuatu yang baru merupakan tanda dari pubertas

16 (35,6)

29 (64,4) 13. Dengan adanya perhatian orang lain, nyeri haid saya

dapat berkurang

15 (33,3)

30 (66,7) 14. Saya mengalami perubahan sikap pada masa

pubertas

30 (66,7)

15 (33,3) 15. Saya senang menyendiri, ketika mengalami nyeri

masa menstruasi 26 (57,8) 19 (42,2)


(67)

52 

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa peran teman sebaya, yang terdiri dari tiga bagian yaitu untuk peran teman sebaya sebagai sumber informasi menunjukkan bahwa (73,3%) remaja putri memilih berdiskusi mengenai informasi menstruasi dengan teman di sekolah dan 71,1% orangtua tidak pernah memberikan informasi mengenai perubahan fisik masa pubertas. Peran teman sebaya sebagai sumber kognitif menunjukkan bahwa (93,3%) menstruasi pertama sekali bukan merupakan tanda pubertas, dan 51,1% remaja putri berdiskusi bersama teman sebaya dengan bertukar pengalaman dan pengetahuan perubahan fisik masa pubertas. Untuk peran teman sebaya sebagai sumber emosional menunjukkan bahwa (66,7%) remaja putri menyadari kelompok itu berperan dalam membentuk rasa percaya diri pada masa pubertas.

1.3. Kecemasan Remaja Putri pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik

Tabel 4. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Berdasarkan Kecemasan Remaja Putri pada Masa Pubertas Dalam Menghadapi Perubahan Fisik (n = 45).

Kecemasan Remaja Putri

pada Masa Pubertas Frekuensi (n) Persentasi (%)

Ringan 4 8,7

Sedang 36 78,3

Berat 5 10,9

Hasil data penelitian menunjukkan bahwa remaja putri di kelas II yang memiliki usia 14 tahun merupakan kecemasan remaja putri yang berada pada kategori sedang (78,3%).


(68)

Tabel 5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kecemasan Remaja Putri pada Masa Pubertas dalam Menghadapi Perubahan Fisik

(n = 45).

No. Pernyataan

Kecemasan remaja putri pada masa pubertas dalam menghadapi perubahan fisik

Ya (1) Tidak (0) f (%) f (%)

1. Saya merasa malu saat mengetahui adanya perubahan bentuk tubuh pada masa pubertas

25 (55,6)

20 (44,4) 2. Saya merasa minder karena bentuk tubuh

saya berbeda dengan teman- teman yang lain

17 (37,8)

28 (62,2) 3. Saya gemetaran ketika ada teman laki- laki

yang memandangi saya

20 (44,4)

25 (55,6) 4. Saya menjadi sering marah-marah, ketika

mengalami menstruasi di sekolah

32 (71,1)

13 (28,9) 5. Saya keringatan saat mengalami menstruasi 17

(37,8)

28 (62,2) 6. Saya mudah tersinggung ketika mengalami

menstruasi

22 (48,9)

23 (51,1) 7. Saya sedih ketika teman- teman mengejek

perubahan bentuk tubuh saya

23 (51,1)

22 (48,9) 8. Saya gelisah belajar di sekolah ketika

mengalami menstruasi

31 (68,9)

14 (31,1) 9. Saya minder dan menjauhi teman- teman

ketika mengalami menstruasi di sekolah

23 (51,1)

22 (48,9) 10. Saya merasa kaget saat pertama kali

mengalami menstruasi

43 (95,6)

2 (4,4) 11. Saya merasa takut saat disekitar organ intim

saya mulai ditumbuhi bulu- bulu halus

29 (64,4)

16 (35,6) 12. Saya merasa malu dengan perubahan bentuk

pinggul

16 (35,6)

29 (64,4) 13. Saya menjadi tidak percaya diri ketika

jerawat mulai bermunculan di wajah

35 (77,8)

10 (22,2) 14. Saya cemas saat merasakan nyeri pada bagian

payudara yang mulai membesar

29 (64,4)

16 (35,6) 15. Saya merasa binggung dalam memilih

pakaian untuk menutupi bagian payudara yang mulai tampak membesar

27 (60,0)

18 (40,0) Hasil pengolahan data mayoritas kecemasan remaja putri masa pubertas menunjukkan bahwa (95,6%) remaja putri kaget saat pertama kali mengalami


(1)

72 


(2)

73 


(3)

74 


(4)

75 


(5)

76  Lampiran 6

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Titin Christina

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 01 Januari 1986

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Garuda 1 No. 08 Perumnas Mandala Medan

Riwayat Pendidikan :

1. TK Betania Medan (1991-1992)

2. SD RK Katolik Budi Luhur (1992-1998)

3. SLTP Negeri 29 Medan (1998-2001)

4. SMU Agkasa 2 Lanud Medan (2001-2004) 5. D III Keperawatan Universitas Sumatera Utara (2007-2010) 6. Program Studi Ekstensi Ilmu Keperawatan

Universitas Sumatera Utara (2012-2014)

Pengalaman lainnya :

1. Pernah Bekerja di Rumah Sakit EKA Hospital Pekanbaru Tahun 2010-2012


(6)

77 


Dokumen yang terkait

Hubungan Konsep Diri terhadap Penerimaan Perubahan Fisik Remaja Putri pada Masa Pubertas di SLTP Kemala Bhayangkari 1 Medan

12 128 56

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERUBAHAN-PERUBAHAN MASA PUBERTAS DI SMP N 2 GAMPING

1 6 174

Hubungan antara Kecemasan dengan Perubahan Perilaku Remaja Putri dalam Menghadapi Masa Pubertas di SMPN Sungai Sarik Kec. VII Koto Kab. Padang Pariaman Tahun 2010.

0 0 6

Hubungan Konsep Diri Dengan Penerimaan Perubahan Fisik Remaja Putri Pada Masa Pubertas di SLTP Kemala Bhayangkari 1 Medan

0 0 6

Hubungan Konsep Diri Dengan Penerimaan Perubahan Fisik Remaja Putri Pada Masa Pubertas di SLTP Kemala Bhayangkari 1 Medan

0 0 2

55 RESPON REMAJA PUTRI DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN FISIK SAAT PUBERTAS

0 1 6

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERUBAHAN FISIK PADA MASA PUBERTAS DENGAN TINGKAT STRES

0 0 12

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KECEMASAN REMAJA PUTRI USIA PUBERTAS DALAM MENGHADAPI MENARCHE DI SMP MUHAMMADIYAH 5 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kecemasan Remaja Putri Usia Pubertas dalam Menghadapi Menarche di SMP Mu

0 0 13

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SISWA KELAS IX DI SMP MUHAMMADIYAH 6 YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DALAM MENGHADAPI UJIAN NASIONAL PADA SI

0 2 20

TINGKAT KECEMASAN REMAJA MENGHADAPI PERUBAHAN FISIK MASA PUBERTAS PADA SISWI MTS PONDOK PESANTREN AS-SALAFIYYAH YOGYAKARTA

0 0 23