Tinjauan hukum pidana islam terhadap keadilan restoratif delik kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2015.

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP
KEADILAN RESTORATIF DELIK KUMPUL KEBO
DALAM RUU KUHP TAHUN 2015
SKRIPSI

Oleh:
Miftahul Jannah
NIM. C03213032

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
2017

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian normatif atau kepustakaan yang
membahas masalah mengenai keadilan restoratif pada delik kumpul kebo yang
dianalisis melalui hukum pidana Islam. Dalam hal ini menjawab bagaimana
deskripsi tentang keadilan restoratif? dan bagaimana analisis hukum pidana
Islam tentang keadilan restoratif delik kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun

2015?
Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (text
reading) selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif normatif. Secara teknis,
metode ini dipergunakan di dalam penelitian hukum, yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka yang ada. Sehingga dapat ditemukan tujuan untuk
mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum, serta untuk mendapatkan hukum subjektif
(hak dan kewajiban).
Adapun hasil penelitian menyimpulkan bahwa, dalam hukum pidana
Islam segala persetubuhan laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki legalitas
dalam perkawinan tetap disebut sebagai perilaku zina. Hukuman tersebut
terdapat dua sanksi, pertama, sanksi zina muhsan dan sanksi zina ghairu muhsan.
Berbeda dengan Indonesia, zina memiliki arti sendiri yang diatur dalam KUHP,
dengan demilkian kumpul kebo dapat dikiaskan sebagai zina ghairu muhsan.
Selanjutnnya mengenai keadilan restoratif yang menitikberatkan pada pemulihan
hukum dapat ditemukan pada pelaku zina ghairu muhsan atau dalam hal ini
tentang kumpul kebo atas dasar pengakuan taubat sebelum ada putusan dan
pemaafan dari masyarakat sosial. Jadi kumpul kebo dalam pandangan hukum
pidana Islam dapat dilakukan dengan restorasi atau pemulihan dari pelaku,
korban dan masyarakat.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, perlu diketahui bahwa banyak
mudharat yang ditimbulkan oleh pelaku kumpul kebo sekalipun pada dasarnya
tidak diatur dalam hukum positif. Namun dalam pandangan sosial tindak kumpul
kebo tetap tidak dibenarkan, sebab akan merusak norma susila dalam likungan
masyrakat. Maka untuk memulihkan delik kumpul kebo, masyarakat harus tahu
bahwa keadilan restoratif memberikan manfaat hukum daripada
mempertimbangkan secara keadilan retributif maupun restetutif.

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................


iii

PENGESAHAN ......................................................................................

iv

ABSTRAK ..............................................................................................

v

KATA PENGANTAR .............................................................................

vi

MOTO .....................................................................................................

vii

PERSEMBAHAN ...................................................................................


viii

DAFTAR ISI ...........................................................................................

ix

DAFTAR TRANSLITERASI ..................................................................

xi

BAB I

PENDAHULUAN .....................................................................

1

A. Latar Belakang ....................................................................

1


B. Identifikasi Masalah ............................................................

6

C. Batasan Masalah .................................................................

6

D. Rumusan Masalah ...............................................................

7

E. Kajian Pustaka.....................................................................

7

F. Tujuan Penelitian ................................................................

9


G. Kegunaan Hasil Penelitian ..................................................

9

H. Definisi Operasional ............................................................

9

I. Metode Penelitian ...............................................................

11

J. Sistematika Pembahasan .....................................................

15

BAB II HAD ZINA DALAM HUKUM ISLAM .....................................

17


A. Pengertian Had ....................................................................

17

B. Zina dalam Hukum Islam.........................................................

18

C. Spesifikasi Hukum Pidana Islam dalam Perzinaan ..............

30

BAB III PENERAPAN KEADILAN RESTORATIF DELIK
KUMPUL KEBO ....................................................................

35

A. Pendekatan Restoratis Sebagai Pemulihan Keadilan .........

35


1. Realitas Sanksi Pidana .................................................

40

2. Peran Masyarakat dalam Keadilan ..............................

42

B. Gambaran Umum Delik Kumpul Kebo dalam RUU KUHP

44

1. Delik Kumpul Kebo dalam RUU KUHP .....................

45

C. Keadilan Restoratif Terhadap Delik Kumpul Kebo ...........

49


BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG KEADILAN
RESTORATIF DALAM DELIK KUMPUL KEBO ...................

53

A. Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Delik Kumpul Kebo

53

1. Sanksi Hudud Terhadap Delik Kumpul Kebo .............

54

2. Macam-macam Sanksi Hudud dalam Delik Kumpul Kebo

56

B. Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Keadilan Restoratif
dalam Delik Kumpul Kebo..................................................


59

BAB V PENUTUP .................................................................................

66

A. Kesimpulan ..........................................................................

66

B. Saran ....................................................................................

67

DAFTRAR PUSTAKA ...........................................................................

70

LAMPIRAN ............................................................................................


1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman merupakan keniscayaan dalam kehidupan, terutama
dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat sebagai lingkungan yang majemuk
dan heterogen sangat mudah terpengaruh dan berubah. Perubahan itu terjadi
karena adanya norma sebagai kontrol sosial tidak mampu untuk menahannya.
Pergaulan masyarakat adalah salah satu hal yang selalu berubah, terutama di
kalangan anak muda saat ini, meskipun terdapat aturan yang mengekang dan
ilmu agama yang dimiliki, akan tetapi dengan lajunya perkembangan sosial yang
semakin tidak terkendali, pengetahuan agama tidak menjadi kuat dalam
mengukuhkan prinsip, khususnya dalam kebutuhan seksual.
Pengaruh lingkungan, tayangan televisi dan media sosial lainnya menjadi
pemicu perubahan, terutama dalam hal hubungan asmara, pacaran, hubungan dua
anak manusia yang berlainan jenis. Berpacaran dikalangan anak muda saat ini
adalah hal yang lazim, tetapi akan sangat tabu jika sudah masuk ke ranah
hubungan intim. Hal itu tentu bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku
di masyarakat, terutama norma agama dan norma kesusilaan.
Pasangan kekasih yang saling mencintai itu sudah biasa, tetapi akan
berbeda jika sepasang kekasih yang belum dipersatukan dalam hubungan
pernikahan yang sah, kemudian karena dorongan hawa nafsunya keduanya
melakukan hubungan intim, apalagi tinggal dalam satu atap namun belum
disahkan oleh agama dan negara. Praktek melakukan hubungan intim yang

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

demikian itu dikalangan masyarakat dikenal dengan istilah kumpul kebo1, hal ini
dipersamakan dengan kerbau (binatang) yang hidup dalam satu kandang namun
belum menikah. Bagi sebagian masyarakat memaknai sebagai perbuatan yang
negatif karena pola hubungan di antara dua orang yang belum menikah
merupakan hal yang tidak dibenarkan oleh aturan agama, masyarakat dan negara.
Jejak tentang kumpul kebo bisa ditelusuri dalam masyarakat modern,
perkembangan zaman mempengaruhi pola pergaulan sepasang kekasih yang
mengajak untuk mempercayai cinta sebagai dasar tindakan. Konsep kebutuhan
manusia memang perlu seks dan cinta, tetapi mereka enggan dengan
legalisasinya. Maka tidak usah heran apabila kumpul kebo tumbuh subur, sebab
itulah jalan menyenangkan bagi perasaan mereka. Sehingga akan ada potensi
untuk diulangi kembali, karena melalui kumpul kebo tersebut mereka (sepasang
kekasih) akan mendapatkan cinta sekaligus seks.
Pada dasarnya mereka mengerti akan konsekuensi atas tindakan mereka
(sepasang kekasih), hanya saja mereka masih mengedepankan nafsu sesaat
daripada memikirkan akibat yang akan ditimbulkan. Selama ini banyak
pembicaraan mengenai kumpul kebo. Tidak mengherankan apabila jawabannya
tunggal, yakni bahwa kumpul kebo adalah sesuatu yang buruk dan harus
dihindari. Hubungan tanpa legalisasi dari agama dan negara yang dijalani oleh
kalangan anak muda zaman sekarang ini adalah hal tabu yang harusnya tidak
1

Istilah yang asli dahulunya adalah koempoel gebouw. Dalam bahasa Belanda, gebouw bermakna
bangunan atau rumah, jadi koempoel gebouw maksudnya adalah berkumpul di bawah satu atap
rumah. Istilah gebouw berubah menjadi kebo, sehingga menjadi kumpul kebo. Sementara,
kohabitasi adalah kata pinjam dari Latin via Inggris, "cohabitation" (dalam Latin orisinil cohabitare, tinggal bersama). https://id.wikipedia.org/wiki/Kumpul_kebo Diakses Kamis, 16 Maret
2017.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

dibiarkan berkembang begitu saja, karena tidak sesuai dengan aturan hukum
yang ada serta dari pandangan agama.
Hal tabu yang dimaksud mengacu pada pandangan sosial yang dianggap
negatif dan juga tidak dibenarkan oleh agama. Dalam hukum positif delik
kumpul kebo masih belum ada aturan normatif yang mengikatnya, karena dalam
hukum positif hal ini tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran dan tentu tidak
dihukum, selama tidak ada yang merasa dirugikan. Sebagai salah satu delik
kesusilaan, sangat sulit dibuktikan unsur kerugiannya apalagi jika dilakukan
dengan kerelaan kedua belah pihak. Sementara perbuatan kumpul kebo yang
dimaksud masih dalam rancangan undang-undang, mengenai penjelasan tentang
kriteria delik kumpul kebo dan unsur yang ada di dalam delik tersebut juga masih
belum teperinci.
Dari sisi lain, hal yang lebih penting lagi dari kumpul kebo adalah
bagaimana pengaruhnya terhadap para pelaku kumpul kebo itu sendiri. Kiranya
hal tersebut lebih objektif untuk menilai apakah kumpul kebo itu baik atau buruk.
Jika memang pelaku kumpul kebo memperoleh manfaat positif dari perilakunya
mengapa mereka harus dikecam lalu diberantas. Sebaliknya jika memang
memperoleh manfaat negatif yang lebih banyak maka selayaknya kumpul kebo
ditekankan untuk dihindari.
Bagaimanapun

fakta

membuktikan,

bahwa

kumpul

kebo

lebih

memberikan efek negatif. Sebagai perbandingan di Amerika yang kulturnya
sangat permisif dengan kumpul kebo, hal ini diakui tidak lebih baik daripada

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

menikah padahal disana kumpul kebo dilazimkan. 2 Apalagi di Indonesia yang
jelas-jelas memandang kumpul kebo sebagai hal yang tabu. Tentunya kumpul
kebo di Indonesia akan berefek lebih buruk bagi pelakunya daripada di Amerika.
Dalam pandangan hukum pidana Islam, tidak ada pembahasan yang
spesifik mengenai tindak pidana kumpul kebo. Namun jika dilihat dari unsur
deliknya yaitu adanya persetubuhan antara sepasang kekasih yang diharamkan
dan kesengajaan bersetubuh atau niat melakukan sesuatu yang diharamkan tadi.
Maka, perbuatan ini dalam hukum pidana Islam dapat dikategorikan ke dalam
jarimah zina, karena jarimah zina adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki
dengan seorang peremuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan
perkawinan.3
Hukum Islam melarang keras segala perbuatan yang mengarah pada zina,
baik dilakukan oleh orang yang belum menikah atau orang yang telah menikah,
selama persetubuhan tersebut berada di luar kerangka pernikahan. Sekalipun
Alquran dan hadis, tidak menjelaskan secara rinci terhadap delik kumpul kebo
yang wajib dijatuhi hukuman, namun Alquran dan hadis memberikan penjelasan
terhadap sanksi yang harus dijatuhkan kepada pelaku, dan tentunya masih
banyak pendapat para ulama yang menjelaskan tentang kriteria kumpul kebo
yang wajib dijatuhi hukuman.
Dengan demikian, persoalan di atas mengundang perhatian untuk
melakukan penelitian. Di mana penelitian ini ingin menitikberatkan pada
2

http://smartpsikologi.blogspot.co.id/2007/08/kumpul-kebo-itu.html Diakses Kamis, 16 Maret
2017.
3
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika 2009), 37.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

pandangan hukum pidana Islam. Delik kumpul kebo sengaja dipilih, sebab kajian
ini tersebut masuk dalam kajian hukum pidana Islam pada kategori zina ghairu

muhs}an, yang sanksinya berupa hukuman jilid atau dera seratus kali dan
diasingkan selama 1 (satu) tahun.
Namun yang menjadi perhatian dalam fenomena ini, apakah jilid atau
dera tersebut bisa diatasi dengan perbaikan, yakni dengan cara restorasi bagi para
pelaku. Karena tidak sedikit dari masyarakat saat diketahui anak atau kerabatnya
melakukan hubungan di luar nikah sampai dengan hamil, maka mereka lebih
memberikan jalan dengan menikahkan mereka secara sah lewat lembaga
perkawinan, supaya lebih terpelihara kehormatan dari pelaku maupun
kehormatan keluaga dan masyarakat.
Cara itu sebenarnya menjadi alternatif bagi masyakat yang menunjukkan
pemulihan atas perilaku kumpul kebo menjadi hubungan yang sah sebagai suami
dan istri. Telaah ini juga menjadi kajian sebagai kearifan lokal (local wisdom) di
berbagai teritorian masyarakat tertentu, hingga bila ditarik pada pandangan

qawa̅idul fiqh hal tersebut merupakan paradigma masyarakat sebagaimana
al’adatu muhakkamatun.
Secara tidak langsung, solusi ini juga dikenal dengan restorative justice
sebagai konsep pemulihan atas perilaku yang menyimpang atau melanggar
hukum. Kumpul kebo merupakan tindakan suka sama suka, alasan ini kemudian
menjawab, yang menjadi celah mereka kumpul kebo karena tidak diikat dengan
perkawinan yang sah. Karena persoalannya tidak memiliki hubungan yang sah
maka solusinya adalah dinikahkan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Sekalipun dalam kumpul kebo merupakan perbuatan pidana, namun
terdapat pula unsur perdata yang memungkinkan memilih atau memutuskan
untuk menikah agar selamat dari sanksi moral dan agama. Maka apakah dengan
hukum pidana Islam ini delik kumpul kebo dapat diselesaikan dengan cara
restorasi tanpa harus disanksi pidana? Dengan ini, penulis sengaja menggunakan
tema dengan judul "tinjauan hukum pidana Islam terhadap keadilan restoratif
delik kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2015."
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas ada beberapa identifikasi masalah yang perlu dikaji
serta tidak menutup kemungkinan ada batasan tertentu untuk pendisiplinan
pembahasan, hal ini ditemukan identifikasi masalah diantaranya:
1. Banyaknya perilaku kumpul kebo di kalangan masyarakat.
2. Delik kumpul kebo masih dalam RUU KUHP.
3. Tidak terdapat konsep keadilan restoratif pada delik kumpul kebo.
4. Dasar hukum atau redaksi hukum pidana Islam mengenai keadilan restoratif
dalam delik kumpul kebo masih belum spesifik.
C. Batasan Masalah
Dengan adanya identifikasi masalah tersebut, perlunya batasan-batasan
yang sekiranya tidak keluar dari pembahasan yang lain. Maka dari itu dalam
rancangan penulisan ini kami membatasi beberapa batasan masalah, yaitu:
1. Upaya keadilan restoratif bagi delik kumpul kebo.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

2. Hukum pidana Islam terhadap keadilan restoratif delik kumpul kebo dalam
RUU KUHP Tahun 2015.
D. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan, penulis telah merumuskan masalah
yang akan dikaji sebagaimana berikut:
1. Bagaimana deskripsi tentang keadilan restoratif?
2. Bagaimana analisis hukum pidana Islam terhadap keadilan restoratif delik
kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2015?
E. Kajian Pustaka
Pada bagian ini berisi kajian pustaka pendukung yang berkaitan dengan
konsep, teori, data atau temuan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti dan yang mendasari penelitian yang sedang
dijalankan.4 Dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis masih memandang
bahwa, restorasi bagi pelaku kumpul kebo masih dalam perspektif para tokoh
atau ulama. Belum pula menemukan penelitian atau tulisan yang spesifik
mengkaji tentang tinjauan hukum pidana Islam terhadap keadilan restoratif delik
kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2015. Berdasarkan penelitian yang telah
penulis lakukan, ada karya tulis yang hampir serupa mengkaji mengenai kumpul
kebo, namun tidak menggunakan pendekatan hukum keadilan restoratif dalam
pemasalahan tersebut, di antara skripsi yang ditemui yaitu:

4

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2006), 254.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

1. Skripsi yang ditulis oleh A. Arwani yang berjudul “Zina dan Kumpul Kebo
dalam Perspektif hukum Islam (Studi atas Delik Zina dan kumpul Kebo
dalam RUU KUHP 2005). Skripsi ini diterbitkan pada tahun 2008 dan
berdasarkan isi skripsi tersebut menguraikan atau menjelaskan pada
pandangan hukum Islam bahwa, hukum Islam tetap menghukumi dosa bagi
para pelaku zina.5
2. Skripsi yang ditulis oleh Zainur Ridlo, yaitu tentang “Kebijakan Hukum
Pidana Tentang Delik Kesusilaan: Studi Terhadap Pasal 485 RUU KUHP
Tentang Hidup Bersama Sebagai Suami Istri di Luar Perkawinan yang
Sah.”6
Sedangkan pembahasan dalam penelitian ini berbeda dengan pembahasan
yang dilakukan sebelum-sebelumnya, karena selama melakukan peninjauan
pustaka, penulis sama sekali belum menemukan penelitian tentang keadilan
restoratif dalam delik kumpul kebo. serta metode pengambilan hukumnya dalam
hukum pidana Islam, supaya hukum pidana Islam bisa menyikapi hal tersebut
dengan keadilan restoratif bagi delik kumpul kebo itu lebih baik atau tetap
menjalani hukuman sebagaimana sanksi yang terdapat dalam hukum pidana
Islam.

5

A. Arwani, Zina dan Kumpul Kebo dalam Perspektif hukum Islam, Studi atas Delik Zina dan
kumpul Kebo dalam RUU KUHP 2005, (Skripsi UIN—Sunan Kalijaga Jogyakarta, 2008).
6
Zainur Ridlo, Kebijakan Hukum Pidana Tentang Delik Kesusilaan: Studi Terhadap Pasal 485
RUU KUHP Tentang Hidup Bersama Sebagai Suami Istri di Luar Perkawinan yang Sah,
(Skripsi: Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2014).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

Maka, penulis membahas masalah tersebut dengan judul “Tinjauan
Hukum Pidana Islam Terhadap Keadilan Restoratif Delik Kumpul Kebo Dalam
RUU KUHP Tahun 2015. Sekalipun hampir menyerupai dengan judul di atas
namun secara teknis dan substansi bahkan objek yang digunakan berbeda.
F. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang diharapkan tercapai pada penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui deskripsi konsep keadilan restoratif (restorative justice).
2. Untuk mengetahui pandangan hukum pidana Islam terhadap keadilan
restoratif delik kumpul kebo dalam RUU KUHP Tahun 2015.
G. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai salah satu sumber teoritis dalam hukum pidana Islam terhadap
keadilan restoratif delik kumpul kebo dalam RUU KUHP tahun 2015, dan
dengan adanya karya tulis ini upaya dijadikan referensi bagi pembaca guna
meningkatkan pendidikan bagi masyarakat.
2. Sebagai dasar praktis guna memperkaya wawasan atau memperdayakan
masyarakat dalam melakukan tindakan preventif terhadap tindakan seksual
para remaja diluar pernikahan atas dasar suka sama suka.
H. Definisi Operasional
Untuk menghindari munculnya salah pengertian terhadap masalah yang
dibahas, maka perlu dijelaskan istilah-istilah teknis sebagaimana berikut:

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

1. Hukum pidana Islam, yang dimaksud hukum pidana Islam di sini adalah
hukuman yang berkaitan dengan jarimah. Jarimah (tindak pidana) menurut
Imam al-Mawardi adalah segala larangan syara’ (melakukan hal-hal yang
dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam
dengan hukum had atau takzir.7 Dalam hal ini jarimah yang dimaksud lebih
menitikberatkan pada jarimah had. Sehingga secara spesifik hukum pidana
Islam dalam pembahasan ini lebih diorientasikan pada teori maupun konsep
tentang perzinaan.
2.

Keadilan resoratif (restorative justice) adalah penyelesaian perkara dengan
melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang
terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian

yang adil dengan

menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan
pembalasan.8
3.

Kumpul kebo merupakan kata majemuk yang disatukan antara kumpul dan
kebo. Kata kebo sendiri berawal dari kata yang diciptakan oleh masyarakat
yang digunakan sebagai bahasa daerah, kendati demikian berangsurnya
perkembangan kata kebo sendiri mulai banyak diketahui oleh masyarakat
luas sehingga kata kebo tersebut telah dan terdapat di Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), di mana kata tersebut disamakan dengan dengan kerbau.9
Penyatuan kata kumpul dan kebo merupakan istilah yang sudah lama
masyarakat ketahui. Kumpul kebo adalah praktek hubungan intim yang

7

Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthoniyah, 1973, 219.
Pasal 1 angka 6 UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sisitem Peradilan Anak
9
http://kbbi.web.id/kebo Diakses Rabu, 26 April 2017.
8

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

dilakukan antara sepasang kekasih yang belum menikah, hal ini
dipersamakan dengan kerbau (binatang) yang hidup dalam satu kandang
namun belum menikah 10 atau dalam kalimat lain kumpul kebo belum
melakukan akad baik secara formal dan non formal. Mengenai aturan hukum
delik kumpul kebo masih dalam RUU KUHP.

I. Metode Penelitian
1. Data yang Dikumpulkan
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka penulis menggunakan
metode penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif atau
metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau cara yang
dipergunakan di dalam penelitian hukum, yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka yang ada.11 Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum, serta untuk mendapatkan hukum
subjektif (hak dan kewajiban).
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan
gejala-gejala di lingkungan masyarakat terhadap suatu kasus yang diteliti,
pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata

10

https://id.wikipedia.org/wiki/Kumpul_kebo Diakses Kamis, 16 Maret 2017.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Cetakan ke 11, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), 13-14.

11

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. 12 Dengan tujuan untuk
mengerti atau memahami gejala yang diteliti.
Dengan demikian perlunya data yang harus dikumpulkan yang
meliputi, data pustaka yang berkaitan dengan keadilan restoratif yang secara
spesifik membahas tentang hukum perzinahan. Sehingga data mengenai
keadilan restorasif dapat menjawab rumusan masalah bagaimana deskripsi
tentang keadilan restoratif?
Jadi dalam objek penelitian ini, data yang dibutuhkan adalah
mengenai data kumpul kebo (RUU KUHP Tahun 2015). Hal ini menjadi
telaah

analisis

dengan

pandangan

hukum

pidana

Islam

dan

mempertimbangkan tentang keadilan restorasi agar nantinnya dapat
menjawab rumusan masalah yang kedua yaitu bagaimana analisis hukum
pidana Islam tentang keadilan restoratif dalam delik kumpul kebo?
2. Sumber Data
Dalam penelitian yuridis, sumber utamanya adalah bahan hukum
bukan data atau fakta sosial karena dalam penelitian ilmu hukum yang dikaji
adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat kepustakaan.13
Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari:
a. Sumber Bahan Hukum Primer:
Bahan hukum primer yang dimaksud adalah Alquran, Hadis, serta RUU
KUHP Nasional.

12
13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, UI Press, 1986), 32.
Bangbang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Raja Grafindo Persada, 2006), 112.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

b. Sumber Bahan Hukum Sekunder:
Bahan hukum sekunder yang dimaksud adalah bahan hukum yang
memberikan tinjauan luas tentang pokok persoalan dan mengidentifikasi
perundang-undangan (statutes), regulasi (regulations), ketentuanketentuan pokok (constitutional provision) dan kasus-kasus penting
yang berkaitan dengan topik penelitian, jenis-jenis bahan hukum
sekunder berupa:14
1) Buku-buku ilmu hukum.
2) Jurnal tentang hukum
3) Internet dan bahan yang terkait dengan permasalahan yang dibahas.
4) Kamus hukum.
5) Ensiklopedia hukum.
6) Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
3. Objek Kajian
Objek kajian terhadap hubungan kumpul kebo (kohabitasi) ini,
dilakukan pendekatan keadilan restoratif dalam pandangan hukum pidana
Islam.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif ini
dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan
hukum primer, maupun bahan hukum sekunder.

14

Dyah Ochtorina Susanti dan A’an Efendi, Penelitian Hukum (Legal Research), (Jakarta: Sinar
Grafika,2015), 90.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

5. Teknik Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap sumbersumber data akan diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing yaitu memeriksa kembali lengkap atau tidaknya data-data yang
diperoleh dan memperbaiki bila terdapat data yang kurang jelas atau
meragukan.15 Teknik ini betul-betul menuntut kejujuran intelektual

(intelektual honestly) dari penulis agar nantinya hasil data konsisten
dengan rencana penelitian.
b. Organizing yaitu mengatur dan menyusun sumber dokumentasi
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
dengan

rumusan

masalah,

serta

mengkelompokkan

data

yang

diperoleh.16 Dengan teknik ini diharapkan penulis dapat memperoleh
gambaran secara jelas tentang keadilan restorasi bagi delik kumpul
kebo.
6. Teknik Analisis Data
Hal ini merupakan metode deduktif yang digunakan untuk mencari
dasar-dasar ketentuan undang-undang untuk diterapkan pada kasus. Secara
khusus teknik analisis ini merupakan deskriptif normatif yaitu uraian apa
adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum
atau non-hukum. Hal ini dapat dilakkukan dengan cara:
a. Evaluatif yaitu melakukan penilaian/mengevaluasi tepat atau tidak
tepat, benar atau tidak benar, sah atau tidak sah terhadap sesuatu
15
16

Moh. Kasiram, Metodelogi Penelitian, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 125.
Cholid Narbukodan abu Ahmadi, Metodelogi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 153.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan baik yang
tertera dalam bahan hukum primer, sekunder maupun tersier.
b. Interpretatif adalah menggunakan jenis penafsiran menurut dasar hukum
yang digunakan (hukum pidana Islam).
c. Kontruksi yaitu pembentukan kontruksi-kontruksi yuridis dengan
melakukan analogi dan pembalikan proposisi.
J. Sistematika Pembahasan
Pembagian penulisan akan disusun secara sistematis, agar pembaca
mudah memahami isi dari karya ilmiah ini, yang diatur sebagai berikut:
Bab pertama pendahuluan yakni menjelaskan tentang latar belakang
masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab yang kedua membahas tentang landasan teori, mengenai had zina
dalam hukum Islam yang meliputi: pengertian, dasar hukum, unsur-unsur,
macam-macam, sanksi dan pelaksanaan sanksi.
Bab yang ketiga membahas objek penelitian yaitu tentang data mengenai
deskripsi keadilan restoratif, begitu pula data mengenai kumpul kebo yang masih
dalam RUU KUHP. Kemudian merupakan implementasi keadilan restoratif
dalam menyikapi delik kumpul kebo, hal ini meliputi adanya wacana yang sudah
menjadi rahasia umum pada era kini terkait seksual di luar pernikahan yang
melibatkan para gadis dan jejaka, serta keadaan hukum adat setempat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Bab yang keempat merupakan inti dari karya tulis ilmiah yaitu memuat
analisis hukum pidana Islam tentang keadilan restoratif pada delik kumpul kebo.
Kajian ini juga mendeskripsikan dinamika hukum yang tentunya bersinggungan
dengan keadilan restoratif.
Bab yang kelima yaitu bab yang memuat kesimpulan akhir terhadap
proses fakta, data yang diambil dari pembahasan sebelumnya yang menjadi
jawaban atas permasalahan yang ada, dan juga berisi saran-saran penelitian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

BAB II
HAD ZINA DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Had
Had artinya larangan, biasa juga digunakan sebagai kata yang bermakna
“pembatas antara dua hal”, atau “yang membedakan sesuatu dari selainnya”.
Adapun menurut istilah syariat, had adalah sanksi yang ditentukan dalam syariat.
Keduanya (yakni “sanksi” dan “yang ditentukan”) adalah untuk membendung
tindakan dosa demi menjaga hak Allah, misalnya sanksi pada zina atau bisa juga
untuk hal di mana terpadu hak Allah dan hak hamba, seperti sanksi pada tuduhan
zina tanpa bukti.1
Adapun had, menurut pengertian Pembuat syariat, adalah lebih umum
daripada itu. karena yang dimaksud dengannya adakalanya sebagai sanksi, dan
adakalanya yang dimaksud adalah pelanggaran itu sendiri, seperti firma Allah
Swt.:

‫وو الل ِ َ َي تَ ْق َربُو َ ا‬
ُ ُ ‫تِْل َ ُا‬
“Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.”
(Abaqarah: 187)2

Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah- Jilid 5, (Jakarta: Pustaka atTazkia), 3.
2
Alquran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, (Bandung: Syaamil Quran), 29.

1

FV17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

Selain itu pengertian hukuman had, sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Qadir
Audah adalah:3

ً
‫الى‬
َ َ َ‫َواْل َ ُ َو اْل ُ ُق ْوبَ ُ اْل ُ َق َرةُ َاقا للّ ت‬
“Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara’ dan
merupakan hak Allah.”
Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa ciri khas jarimah hudud
itu adalah sebagai berikut:4
1. Hukumannya tertentu dan terbatas, dalam arti bahwa hukuman tersebut
telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal.
2. Hukuman tersebut merupakan hak Allah semata-mata, atau kalau ada hak
manusia di samping hak Allah maka hak Allah yang lebih dominan.

B. Zina dalam Hukum Islam
Sebelum jauh membahas mengenai zina dalam hukum Islam tentunya
terlebihdulu mendeskripsikan secara induktif bagaimana hukum Islam itu sendiri
dan selanjutnya merincikan berbagai hukum di dalamnya.Hukum adalah
seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku
manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat
dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa
hukum yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis

3
4

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidan Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). x.
Ibid., x.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia
untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda.
Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi
bagian dari agama Islam. Konsepsi hukum Islam, dasar, dan kerangka hukumnya
ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia
dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan
manusia dengan benda alam sekitarnya.
Sehubungan begitu kompleksnya hukum Islam maka perlunya mengambil
salah satu hukum sebagai fokus pembahasan ini.Dengan demikian hukum Islam
juga terdapat hukum pidana yang juga mengatur secara spesifik tingkah laku
manuasia. Hukum pidana ini merupakaninstrumen agar dapat menjastifikasi
terhapat peristiwa pelanggaran atau kejahatan. Berdasarkan istilah yang dipakai,
hukum pidana ini juga diistilahkan sebagaijarimah/jinayah.
Hukum pidana Islam merupakan terjemah dari kata fiqh jinayah. Fiqh
jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan
kriminal yang dilakukan orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani
kewajiaban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci
dari Alquran dan hadis. Tindakan kriminal dimaksud adalah tindakan-tindakan
kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan
peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Alquran dan hadis. Hukum
pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Syariat Islam dimaksud, secara
materiil

mengandung

kewajiban

asasi

bagi

setiap

manusia

untuk

melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat yaitu menempatkan Allah
sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada
pada orag lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiaban memenuhi
perintah Allah. Perintah Allah dimaksud, harus ditunaikan untuk kemaslahatan
dirinya dan orang lain. 5
Hukum pidana Islam dapat pula diistilahkan dengan jarimah. Jarimah
mempunyai arti larangan-larangan syara’ yang diancam dengan hukuman had,

qishas, atau ta’zir.6 Larangan yang dimaksud adalah mengerjakan perbuatan yang
dilarang atau meninggalkan perbuatan yang diperintahkan, karena perintah dan
larangan tersebut datang dari syara’.
Para fuqaha’ sering menggunakan kata jinayah untuk jarimah. Mereka
mengartikan jinayah dengan suatu perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik
perbuatan tersebut mengenai harta, jiwa dan lainnya. Selain itu terdapat beberapa

fuqaha’

yang

membatasi

kata

jarimah

pada

jarimah

hudud

dengan

mengesampingkan perbedaan pemakaian kata jinayah dan jarimah, sehingga
dapat dikatakan kedua istilah tersebut mempunyai makna yang sama.
Untuk mengetahui suatu perbuatan itu dapat dipandang sebagai jarimah,
dalam fiqih jinayah unsur-unsur jarimah dapat dibedakan menjadi tiga bagian:7

5

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), 1.
A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Cet., Ke 2, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), 9.
7
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amzah 2013), 2.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

1. Al-rukn al-syar´î atau unsur formil ialah unsur yang menyatakan bahwa
seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku jarimah jika ada undang-undang
yang secara tegas melarang dan menjatuhkan sanksi kepada pelaku tindak
pidana.
2. Al-rukn al-mâdî atau unsur materiil ialah unsur yang menyatakan bahwa
seseorang dapat dijatuhkan pidana jika ia benar-benar terbukti melakukan
sebuah jarimah, baik yang bersifat positif, maupun yang bersifat negatif
(pasif dalam melakukan sesuatu).
3. Al-rukn al-adabî atau unsur moril ialah unsur yang menyatakan bahwa
seseorang dapat dipersalahkan jika ia bukan orang gila, anak di bawah umur,
atau sedang berada di bawah ancaman.
Hukum kepidanaan atau yang disebut jarimah dalam hukum Islam
diklasifikasikan dalam dua masalah pokok, diantaranya sebagai berikut:8
1. Jarimah kisas yang terdiri atas:
a. Jarimah pembunuhan.
b. Jarimah penganiayaan.
2. Jarimah hudud yang terdiri atas:
a. Jarimah zina.
b. Jarimah qad}f (menuduh orang baik-baik berbuat zina).
c. Jarimah shurb al-khamr (meminum minuman keras).
d. Jarimah al-baghyu (pemberontakan).
e. Jarimah al-riddah (murtad).
8

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amzah 2013), 3-4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

f. Jarimah al-sariqah (pencurian).
g. Jarimah al-hirabah (perampokan).
Jarimah kisas/diat, meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan semi
sengaja, pembunuhan karena kesalahan, penganiayaan sengaja, penganiayaan
semi sengaja. Imam Malik membagi pembunuhan menjadi dua macam:
pembunuhan sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Alasannya Alquran
hanya mengenal kedua jenis jarimah tersebut.
Adapun jarimah takzir terbagi menjadi tiga bagian:9
1. Jarimah hudud dan kisas/diat yang subhat atau tidak memenuhi syarat,
namun sudah merupkan maksiat. Misalnya, percobaan pencurian, percobaan
pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga, dan pencurian aliran listrik.
2. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Alquran dan Hadis, namun tidak
ditentukan

sanksinya.

Misalnya,

penghinaaan,

saksi

palsu,

tidak

melaksanakan amanah, dan menghina agama.
3. Jarimah-jarimah yang ditentukan oleh Ulul Amri untuk kemaslahatan umum.
Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan penentuan
kemaslahatan umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara rinci diuraikan
dalam bidang studi us}ul fiqh. Misalnya, pelanggaran atas peraturan lalulintas.
Sebungan lebih menitikberatkan pada jarimahsebagai maka perlunya untuk
mengetahui bahwa, salah satu jarimah yang terdapat dalam hudud adalah jarimah
zina, berikut pengertian zina oleh para ulama:10
9

H.A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 1997), 13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

1. Ulama Malikiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan mukalaf yang
menyetubuhi farji anak Adam yang bukan miliknya secara sepakat (tanpa
ada syubhat) dan disengaja.
2. Ulama Hanafiyah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan lelaki yang
menyetubuhi perempuan di dalam kubul tanpa ada milik yang menyerupai
milik.
3. Ulama Syafi’iyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukkan zakar ke
dalam farji yang haram tanpa ada syubhat dan secara naluri mengundang
syahwat.
4. Ulama Hanabilah mendefinisikan bahwa zina adalah perbuatan keji pada
kubulatau dubur.
5. Ulama Zahiriyah mendefinisikan bahwa zina adalah menyetubuhi orang yang
tidak halal dilihat, padahal ia tahu hukum keharamannya, atau persetubuhan
yang diaramkan.
6. Ulama Zaidiyah mendefinisikan bahwa zina adalah memasukkan kemaluan
ke dalam kemaluan orang hidup yang diharamkan, baik ke dalam
kubulmupun duburtanpa ada syubhat.
1. Unsur-unsur Jarimah Zina
Dari beberapa definisi yang ada, jelaslah bahwa para fukaha memberi
definisi yang berbeda tentang zina. Akan tetapi mereka sepakat bahwa

10

Amirullah at al,Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Kharisma Ilmu), 153-154.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

jarimah zina adalah persetubuhan yang diharamkan dan disengaja. Atas dasar
inilah, mereka sepakat bahwa jarimahzina mempunyai dua unsur yaitu:11
a. Persetubuhan yang diharamkan.
b. Kesengajaan bersetubuh atau niat melakukan jarimah.
2. Dasar Hukum Larangan Jarimah Zina
Islam telah mengatur segala hal dalam Alquran dan hadis, kedua
sumber hukum Islam tersebut adalah sumber pokok dalam penentuan suatu
perbuatan larangan atau perintah dalam Islam. Termasuk perbuatan zina,
juga mempunyai dasar hukum sebagai perbuatan yang dilarang. Karena
perbuatan zina adalah perbuatan yang diharamkan dan termasuk dosa besar
yang paling keji, tidak ada satu agama pun yang menghalalkannya.
Terdapat beberapa ayat Alquran yang mengharamkan jarimahzina,
diantaranya sebagai berikut:12

ِ
‫اا َ ِ ًي‬
َ َ ‫َوََ تَ ْق َربُوا ال ّزنَا ۖ ِن ُ َ ا َن َاا َ ً َو‬
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isra’
(17): 32)13
Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:

َِ ُ ‫َوال ِذ َ ََ َ ْ ُو َن َ َ الل ِ ِلَهاً َخ َر َوََ َ ْق ُ لُو َن الن ْ َ الِي َارَم الل‬
‫ْق أَثَا ا‬
َ ‫بِاْل َ ّق َوََ َ ْزنُو َن َوَ َ ْ َ ْل ذَلِ َ َل‬

11

Ibid.,154.
M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Amzah 2013), 18-19.
13
Alquran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, (Bandung: Syaamil Quran), 285.

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta
Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak
berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia
mendapat (pembalasan) dosa(nya). (QS. Al-Furqan (25): 68)14

3. Macam-macam Jarimah Zina dan Sanksinya
Terdapat dua jenis jarimah zina, yaitu zina muhs}an dan zina ghairu.
Zina muhs}an ialah zina yang pelakunya berstatus suami, istri, duda atau
janda. Artinya pelaku adalah orang yang masih dalam status pernikahan atau
pernah menikah secara sah. sedangkan zina ghairu muhs}an ialah zina yang
pelakunya masih berstatus perjaka atau gadis. Artinya, pelaku belum pernah
menikah secara sah dan tidak sedang dalam ikatan pernikahan.
Syariat Islam memberlakukan dua sanksi yang berbeda terhadap
kedua jenis jarimah tersebut. Sanksi bagi pelaku zina muhs}an adalah rajam,
yaitu pelaku dilempari batu hingga meninggal. Adapun sanksi bagi pelaku
zina ghairu muhs}an adalah dicambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan
selama satu tahun.
Dasar hukuman bagi pelaku zina ghairu muhs}an yaitu:15

ٍ
ِ
ٍِِ
ِ َ ‫الزانِ ُ والزانِي‬
ِ ‫ْخ ْذ ُ بِ ِه ا رأْ َ ٌ ِي ِو ِ الل‬
ْ
َ َ ْ ُ َ‫اجل ُ وا ُ ل َواا ْن ُه َ ا ائَ َ َج ْل َ ة ۖ َوََ ت‬
َ َ
ِ ِ
ِ ِ
ِ ِ ِ
ِِ
َ ‫ِ ْن ُ ْن ُ ْ تُ ْؤ نُو َن بالل َواْلَ ْوم ْاْخ ِر ۖ َوْلَ ْ َه ْ َ َذابَ ُه َ ا َائ َ ٌ َ اْل ُ ْؤ ن‬
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap orang dari mereka seratus kali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kalian dari menjalankan agama
14
15

Alquran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 366.
H.A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: PT Raja Grafindo 1997), 41-42.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disakikan oleh sekumpulan dari
orang-orang yang beriman.” (QS. an-Nuur: 2)16

ِ
ِِ
ِ
‫ب‬
َ َُ ْ َ
َ ‫صل اه ل و لّ ؛ ذَاأُنْ ِز َل َلَْ ُ ِر‬
ّ ‫ قال؛ َ ا َن نَ ّي‬، ‫او َة بْ ِ الصا ت رض اه ن‬
ِ
ِ ٍ َ ‫ قال ؛ نْ ِز َل َلَ ِ َذ‬، ‫لِ َذالِ َ و تَ رب َ لَ وجه‬
‫ي َ ْن ُ قال ؛‬
ْ
ُُْ َ ُ َ َ
َ ‫ َ لَ ا ُ ّر‬، َ ‫ َ لُق َي َ َذال‬،‫ات َ ْوم‬
ِِ ِ
ِ
ِ
ُ‫ ث‬، ٍ‫ب َج ْل ُ ِ ة‬
ُ ّ ‫ الث‬، ‫ْر‬
ُ ‫ الث ّب بالث ّب َواْل كْر باْل ك‬، ‫ َ َق ْ َج َل اه لَ ُه ٍ ََ َ ْي‬،‫ُخ ُذو َنّى‬
ِ ِ‫ر ْج بِاْل ِ َ ارة‬
‫ْر َج ْل ُ ِ ةٍ ثُ نَ ْ ُى َ نَ أخرج سل‬
َ َ
ٌ َ
ُ ‫واْل ك‬،
Diriwayatkan dari Ubadah bin Ash-Shamit r.a., dia berkata, “Apabila
turun ayat kepada Nabi s.a.w. beliau sering mengalami kepayahan,
dan wajah beliau pun langsung berubah. Pada suatu hari wahyu turun
kepada beliau dan kondisi beliau pun berubah seperti kebiasaannya
ketika menerima wahyu. Maka, ketika wahyu itu telah turun beliau
bersabda, ‘Ambillah (hukum) dariku. ‘Ambillah (hukum) dariku.
Allah telah membuat jalan untuk mereka (para pezina). Jejaka berzina
dengan gadis hukumannya seratus cambukan dan diasingkan setahun.
Duda berzina dengan janda hukumannya seratus cambukan dan
dirajam”. (HR. Muslim 1690. An-Nawawi 11/337-338).17

Berdasarkan uraian tentang sanksi dari perbuatan zina di atas dapat
ditarik garis besar sebagai berikut:
a. Sanksi zina bagi wanita dan/atau laki-laki yang berstatus pemudi
dan/atau pemuda adalah hukuman cambuk seratus kali.
b. Sanksi zina bagi yang sudah menikah, berlaku juga untuk duda dan janda
akan dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan kemudian
dirajam.
16

Alquran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 350.

17

Abdul Qawi Al-Mundziri, RingaksanShahihMuslim, (Surakarta: Insan Kamil, 2012), 514.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

4. Pelaksanaan Hukuman zina
Hukuman terhadap pelaku zina dapat dilaksanakan apabila telah
melalui beberapa tahapan untuk memperoleh kebenaran tentang perbuatan
zina tersebut. Perbuatan zina harus dapat dibuktikan sebelum akhirnya
dilakukan proses hukuman agar tidak terjadi tuduhan palsu. Untuk
membuktikan hal tersebut yang perlu diperhatikan adalah alat bukti zina.
Dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai berikut:18
a. Saksi
Berdasarkan firman Allah, ulama menyepakati bahwa perbuatan
zina dapat dibuktikan dengan empat orang saksi, yaitu:

ِ
ِ ِ ِ ِ
ِ ِ
ْ ‫َوالّ ي َْت َ اْل َ اا َ َ ْ ن َسائ ُك ْ َا ْ َ ْ ِه ُ وا َلَْ ِه أ َْربَ َ ً ْن ُك‬
Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,
hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya) (QS an-Nisa’: 15).19

Saksi ini juga mempunyai syarat-syarat umum untuk menjadi
saksi yang sah. Diantaranya yaitu baligh, berakal, Al-Hifzhu (dapat
dipercaya perkataannya), dapat berbicara, bisa melihat, adil dan Islam.
Untuk persaksian terhadap perbuatan zina sendiri terdapat beberapa
syarat khusus, yaitu sebagai berikut:
18
19

H.A. Djazuli Fiqih Jinayah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo 1997), 44-60.
Alquran dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 80.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

1) Laki-laki
Jumhur ulama mengisyaratkan untuk persaksian zina semua saksinya
harus orang laki-laki, sesuai kata arba’ah yang menunjukkan empat
orang laki-laki.
2) Menyaksikan secara langsung
Para saksi itu menyaksikan dengan mata kepala sendiri terhadap
peristiwa perzinaan itu dan dengan penuh keyakinan bahwa perzinaan
itu terjadi sesuai definisinya.
3) Tidak kadaluwarsa
Untuk hal ini terdapat perbedaan karena ada ulama yang
mengisyaratkan untuk batas waktu selama enam bulan, tapi ada juga
yang tidak mengenal kadaluarsa.
4) Persaksian diberikan dalam satu majelis
Para saksi zina dihadapkan dan mengucapkan persaksiannya dalam
satu majelis persidangan.
b. Pengakuan
Zina dapat ditetapkan dengan pengakuan. Pengakuan ini
disyaratkan harus empat kali, karena diqiyaskan dengan empat orang
saksi, juga atas dasar riwayat Abu Huraira, bahwa telah datang seorang
kepada Rasulullah SAW, yang mengulang pengakuannya sampai empat
kali. Tetapi ada pula yang mengisyaratkan cukup sekali pengakuan,
karena pengakuan itu adalah berita dan berita itu tidak memerlukan
pengulangan. Pengakuan itu harus disampaikan di depan siding dengan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id dig