STUDI KOMPARATIF PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA, RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM

(1)

ABSTRAK

STUDI KOMPARATIF PEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA,

RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM

Oleh

PUNDAWA ADROSIN

Perbuatan zina atau yang sering di bahas dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah hubungan seksual di luar nikah, merupakan perbuatan yang melanggar norma, baik norma susila maupun norma agama. Di Indonesia pezina mendapatkan hukuman, baik secara adat, agama maupun hukum positif yang hidup dan berlaku di masyarakat. Pada KUHP yang berlaku di Indonesia sanksi pidana terhadap zina tidak sesuai dengan apa yang di timbulkan dari perbuatan zina itu sendiri. Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP, Rancangan KUHP tahun 2013 dan Hukum Islam sangat berbeda. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi adalah bagaimanakah perbandingan pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam dan bagaimanakah pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam.

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer dan data skunder dimana masing-masing data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan.Analisis data dideskripsikan dalam bentuk uraian kalimat dan analisis secara kualitatif, kemudian selanjutnya ditarik suatu simpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP menetukan subjek pelaku kepada orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan, atau salah satu dan pelaku sudah terikat dalam suatu perkawinan, diancam dengan hukuman penjara maksimal sembilan bulan, dan jenis delik yang di gunakan adalah delik aduan absolut. Rancangan KUHP tahun 2013 menentukan subjek pelaku kepada orang


(2)

sama lajang, diancam dengan hukuman penjara paling lama lima tahun, dan jenis delik yang di gunakan adalah delik aduan absolut. Hukum Pidana Islam menentukan setiap orang dapat menjadi subjek delik perzinaan tanpa membedakan status perkawinan, baik orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan atau pun belum terikat dalam perkawinan, pelaku zina muhshan dijatuhi pidana yang paling berat yaitu dirajam sampai mati, sedangkan pelaku zina ghaira mushan dijatuhi pidana berupa cambuk seratus kali dan ada yang berpendapat ditambah dengan hukuman diasingkan selama satu tahun, jenis delik yang di gunakan delik umum tetapi mewajibkan empat orang saksi laki-laki dewasa yang menyaksikan langsung. Pendapat ahli hukum, pidana yang diterapkan dalam KUHP terlalu ringan, sehingga belum dapat mencapai tujuan memberi efek jera kepada pelaku tindak pidana. Pendapat ahli hukum dalam Rancangan KUHP tahun 2013 sudah cukup berat tetapi masih berlakunya delik aduan absolut, itu membuat lambatnya penindakan kasus perzinaan oleh polisi. Pendapat ahli hukum, pidana yang terdapat dalam hukum pidana Islam sangat baik karena hukumnya berasal dari Allah SWT.

Adapun saran dalam penelitian ini adalah digunakan delik umum, sehingga tidak perlu adanya pengaduan dari suami atau istri saja. Mengingat bahwa Tindak Pidana Perzinaan merupakan tindakan yang dapat merusak moral dan merusak norma kesusilaan masyarakat, hendaknya dalam penetapan hukum pidananya perlu mempertimbangkan efek jera. Kepada para penyusun Rancangan KUHP disarankan untuk dapat mengadopsi hukum Islam bagi masyarakat yang menganut agama islam, khususnya dalam penetapan aturan tentang hukum pidana, agar pelaku Tindak Pidana tidak meremehkan hukum akibat dari ketetapan hukuman yang dinilai ringan.


(3)

(4)

STUDIKOMPARATIFPEMIDANAAN TINDAK PIDANA PERZINAAN DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA,

RUU KUHP, DAN HUKUM PIDANA ISLAM

SKRIPSI

Oleh

PUNDAWA ADROSIN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PEDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 10

E. Sistematika Penulisan 15

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Pengertian Pidana 17

2. Pengertian Pemidanaan 20

3. Pengertian Tindak Pidana Perzinaan 24

B. Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP dan RUU- KUHP 2013

1. Tindak Pidana Perzinaan Menurut KUHP 27

2. Tindak Pidana Perzinaan Menurut RUU-KUHP 2013 31 C. Tindak Pidana Perzinaan dalam Hukum Islam

1. Hukum Islam 36

2. Syari'at dan Fikih 37

3. Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Islam 39

III.METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah 50

B. Sumber dan Jenis Data 51

C. Penentuan Narasumber 52

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data 53


(6)

B. Perbandingan Pemidanaan Terhadap Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun

2013, dan Hukum Pidana Islam 57

C. Pendapat Ahli Hukum Mengenai Konsep Dasar Pemidanaan Terhadap Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana

Islam 68

V. PENUTUP

A. Simpulan 73

B. Saran 75

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

(8)

(9)

PERSEMBAHAN Bismillahirrohmannirrohim.

Teriring Doa’a dan Rasa Syukur kehadirat Allah SWT Atas rahmat dan Hidayah-Nya serta junjungan Tinggi Nabi Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi ini kepada:

Papa dan Mama, sebagai orang tua penulis yang telah mendidik, membesarkan, dan membimbing penulis menjadi sedemikian rupa yang selalu memberikan kasih dan sayangnya yang tulus serta memberikan nasihat dan diiringi dengan do’a yang tidak pernah putus untuk

setiap langkah yang penulis lewati serta yang tidak pernah meninggalkan penulis dalam keadaan terburuk sekalipun.Tanpa mereka disampingku, mungkin karya ini tidak akan pernah ada, terima kasih tuhan telah menjadikanku manusia yang beruntung karena terlahir

dari darah daging mereka.

Kakak- kakak ku Wanda Tejasati dan Jaka Putra yang selalu memberikan suport dan dukunagan kepada penulis untuk selalu berfikir maju dan sehat untuk masa depan yang jauh

lebih baik dari sekarang.

Serta kepada seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas do’a dan dukungannya dalam keberhasilan penulis. Kepada semua keluarga yang telah

membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Almamaterku tercinta Universitas Lampung


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal 20 Mei 1992, merupakan anak Ketiga dari Tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Badrudin, M.Si. dan Ibu Ir. Idawati Isyana.

Riwayat pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah, Sekolah Dasar Negeri 14 Pagi Jakarta Pusat diselesaikan pada Tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama Negeri 04 Kota Bekasi diselesaikan pada Tahun 2007. Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Bekasi diselesaikan pada Tahun 2010.

Pada Tahun 2010 Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Adi Luhur Kecamatan Panca Jaya Kabupaten Mesuji pada 17 Januari– 26 Februari tahun 2013. Kemudian pada tahun 2014 penulis menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.


(11)

MOTO

Anda tidak bisa mengubah orang lain, Anda harus menjadi perubahan yang Anda harapkan dari orang lain

(Mahatma Gandhi)

ْيتّ س ّ اتك ام دْعب اْ ّلضت ْنل ني ْيش ْمكْيف نْكرت

„’Aku tinggalkan dua pusaka. Kalian tidak akan sesat setelah (berpegang) pada keduanya,

Yaitu kitab allah dan sunahku.”

(HR.Hakim)

ناسّجمي ْ أ نارّص ي ْ أ نادّ ي ا بأف رْطفْلا ىلع دلْ ي دْ لْ م ّلك

ىق ي لا ا ر)

(

“Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang

menjadikan ia seorang Nasrani, Yahudi atau Majusi”

(HR. Baihaqi)

Setiap pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah bila dikerjakan tanpa keengganan.


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbuatan zina atau yang sering di bahas dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah hubungan seksual di luar nikah, merupakan perbuatan yang melanggar norma, baik norma susila maupun norma agama. Di Indonesia pezina mendapatkan hukuman, baik secara adat, agama maupun hukum positif yang hidup dan berlaku di masyarakat. Zaman dulu, tidak begitu banyak orang berani berzina, apalagi terang- terangan hidup serumah tanpa nikah.

Hubungan seksual di luar nikah bagi sebagian kalangan tertentu sudah dianggap wajar. Bahkan pelajar dan Mahasiswa diberitakan banyak yang sudah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Kalangan pejabat yang berada dipusat juga ada yang melakukan perbuatan zina, Contoh yang kasusnya pernah muncul sampai ke media adalah anggota DPR RI berinisial M juga dikalangan pejabat daerah pun terjadi perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan sebagai pejabat seperti dalam kasus Pada 17 April 2007, warga Kelurahan Liliba, sekitar pukul 00.00 Wita, mendapati oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten di provinsi NTT, berinisial S, dijumpai sedang berduaan dengan rekan sejawat berinisial L, di salah satu kamar rumah milik salah satu pelaku yang berinisial L dan warga menduga kuat keduanya sedang berzina. Kedua kalinya pasangan


(13)

berbeda jenis kelamin ini kedapatan berduaan, yaitu pada bulan Desember 2006 lalu, keduanya dipergoki istri L sedang berduaan dalam sebuah mobil di kawasan Jl Sudirman, Kuanino.1

Contoh kasus di atas merupakan beberapa kasus zina yang dilakukan pejabat dan masyarakat, dan sanksi pidana terhadap kasus di atas tidak pernah ditegakkan. Sanksi yang terlalu ringan yang di tetetapkan dalam KUHP sering membuat orang meremehkannya, sehingga banyak yang melanggarnya.

Pada sebagian kalangan artis-artis atau selebriti, kehidupan hidup bersama dengan lawan jenis di luar nikah sudah menjadi hal yang biasa dilakukan, karena itulah disinyalir banyak remaja-remaja sekarang yang meniru untuk melakukan hal tersebut. Dikalangan remaja khususnya pelajar dan Mahasiswa, hubungan seks diluar nikah membawa dampak seperti putus sekolah karena hamil, terjangkit penyakit menular seperti HIV/ AIDS, keguguran hingga abortus, masa depan yang suram karena putusnya sekolah dan perlakuan buruk masyarakat terhadapnya maupun keluarganya. Sementara pada orang dewasa, selain mengakibatkan hal tersebut di atas, juga dapat mengakibatkan hancurnya perkawinan bagi pelaku yang sudah menikah.

Norma agama Islam yang dianut oleh sebagian besar bangsa Indonesia, menetapkan bahwa perzinaan merupakan dosa besar, sebagaimana terdapat dalam Al-Quran Surat Al-Isra ayat 32:

1

Nahimungkar.com, Bukti Nyata Rendahnya Moral Mereka (1 dari 2 Tulisan) ,18 Februari 2014,, http,//www.nahimunkar.com/bukti-nyata-rendahnya-moral-mereka-1-dari-2-tulisan/,Pukul (23.00).


(14)

"Dan janganlah kamu mendekati Zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk".2

Sedangkan menurut agama Kristen, yang tercantum dalam Al- Kitab:

"Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzina, banci, orang pemburit.”3

Pelaku zina hanya dikenai hukuman oleh Tuhan di akhirat, akan tetapi secara duniawi sanksi hukumnya diserahkan pada kebijaksanaan negara atau penguasa setempat.

Hukum Adat yang berlaku di beberapa daerah di Indonesia, menetapkan pelaku zina mendapat hukuman dari pemangku adat setempat. Hukuman tersebut, dapat berupa dibuang dari persekutuan (pengucilan) atau dihukum bunuh karena dianggap telah melanggar kehormatan keluarga dan kampung tempat tinggalnya, dipersembahkan sebagai budak pada raja4, membayar denda pada pihak keluarga yang merasa dirugikan, mempersembahkan korban hewan pada Kepala Adat untuk melakukan upacara penyucian kampung dalam rangka memulihkan keseimbangan magis religius.5

Perkembangan hukum adat sedikit banyak dipengaruhi oleh norma-norma agama seperti Islam dan Kristen. Pembahasan mengenai hukum adat ini dianggap penting meski tidak mendalam, karena dalam teori hukum positif yang banyak

2

Departemen Agama Ri, Qur’an dan Terjemahannya, Semarang, PT. Kundasmoro Grafindo, 1994, hlm. 429.

3

Korintus 6, Alkitab Elektronik. 4

Soerojo Wibyodiputro, Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat, Bandung, Alumni, 1973, hlm. 126.

5


(15)

dianut, jalan masuk pengakuan hukum agama Islam sebagi hukum positif adalah apabila hukum agama tersebut telah di resepsi atau di serap oleh hukum adat yang hidup di Indonesia.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, yang merupakan peninggalan penjajah Belanda, mengatur mengenai perzinaan di Pasal 284 KUHP. Definisi perzinaan dalam Pasal 284 KUHP tersebut, terdapat perbedaan makna yang mendasar dengan pengertian perzinaan, menurut Hukum Islam dan Hukum adat yang hidup dan diyakini oleh sebagian besar masyarakat. Pasal 284 KUHP menyatakan bahwa perzinaan adalah hubungan seksual diluar nikah yang dilakukan oleh sepasang manusia berbeda kelamin, yang keduanya telah dewasa dan salah satu atau keduanya terikat pernikahan dengan pihak lain, penuntutan hanya dapat dilakukan dengan didahului pengaduan oleh pihak suami atau istri yang merasa dirugikan dan merupakan delik aduan absolut.6

Perbedaan perasaan hukum masyarakat dengan aturan hukum positif ini, dapat dipahami karena adanya perbedaan pandangan hidup, nilai dan norma yang dianut. Pemerintah Belanda sebagai pihak pembuat undang-undang, telah memaksakan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam pandangan "Barat" yang

individualistik-liberalistik, hak-hak dan kebebasan individu (termasuk bidang

hukum seksual/moral) sangat menonjol dan dijunjung tinggi; bahwa hubungan seksual itu bersifat individual, bebas, dan tanpa paksaan (suka sama suka), hal demikian dipandang wajar dan tidak tercela. Oleh karena itu, wajar perzinaan dan

6

R Soesilo, Kitab Undang-undang hukum Pidana, Serta Komentar Komentarnya lengkap Pasal Demi Pasal, ,Bogor, Politea, 1996,, hlm. 208.


(16)

lembaga perkawinan dipandang bersifat sangat pribadi. Konsekuensi logis selanjutnya, wajar pula perzinaan dipandang sebagai delik aduan.7

Masyarakat Indonesia memiliki pandangan dan struktur sosial budaya masyarakat yang bersifat kekeluargaan, kolektivistik dan monodualistik, perzinaan dan lembaga perkawinan, bukan semata-mata masalah privat dan kebebasan individual; tetapi terkait pula nilai-nilai dan kepentingan masyarakat, minimalnya kepentingan keluarga, kaum dan lingkungan. Hubungan dan proses perkawinan tidak hanya semata hubungan antar individu yang bersangkutan, tetapi juga terkait hubungan kekeluargaan, kekerabatan, bahkan lingkungan kedua belah pihak. Perzinaan dan perkawinan selain bersifat privat, juga memiliki unsur publik yang kental.

Uraian di atas, menjelaskan adanya perbedaan serta kesenjangan pandangan dan pengertian zina yang dapat dipidana, menurut KUHP dengan pengertian zina menurut norma-norma agama dan adat, yang diyakini sebagian besar bangsa Indonesia. Kesenjangan ini, tidak dapat diakomodasi dalam penegakan hukum pidana, karena Hukum Pidana Indonesia menganut asas legalitas, sehingga pada dasarnya norma-norma di luar undang-undang tidak dapat menjadi hukum positif, meskipun diakui keberadaannya oleh masyarakat.

Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman telah memberi kebebasan kepada hakim untuk menggali dan menemukan hukum berdasarkan hukum yang hidup di masyarakat, namun dalam pelaksanaannya, khususnya dalam hal penuntutan, pihak Kejaksaan terbentur pada asas legalitas sebagaimana telah diungkapkan di

7

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, ,Jakarta, PT. Citra Aditya Bakti, 1996,, hlm. 279.


(17)

atas. Hukum yang diakui hanya hukum adat sementara hukum agama tidak berlaku sepanjang belum diadopsi hukum adat. Berlakunya hukum adat sebagai hukum pidana positif apabila delik tersebut tidak dijumpai padanannya dalam KUHP, sementara hukum adat yang hidup di masyarakat setempat menuntut ditegakkannya hukum tersebut. Selain itu, di Indonesia yurisprudensi tidak mengikat hakim didalam memutuskan perkara, sehingga putusan hakim yang mencoba menggali nilai yang hidup di masyarakat tidak harus diikuti oleh hakim lainnya.

Kesenjangan antara keyakinan hukum masyarakat dengan perundang-undangan yang berlaku mengakibatkan keresahan di tengah masyarakat yang masih memegang teguh norma-norma agama dan adat. Celah hukum aturan perzinaan dalam KUHP mengakibatkan penegakan hukum terkadang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat, diluar hukum positif. Di daerah pelosok yang masih mengakui peran pemangku adat, pelaku zina dikenai pidana berdasarkan kebijakan pemangku adat dengan memperhatikan hukum adat yang berlaku di daerah tersebut, misalnya pelaku dikenai denda adat, menanggung upacara penyucian kampung, dikucilkan atau diusir. Di daerah yang tidak lagi memiliki pemangku adat, masyarakat seringkali main hakim sendiri, antara lain dengan memperlakukan penzina yang tertangkap basah diarak keliling kampung, dipukuli, lalu dipaksa nikah dengan pasangan zinanya.


(18)

Pada Kasus video asusila artis berinisial N alias A yang juga melibatkan artis berinisial CT dan LM.8 Secara pidana hubungan yang dilakukan dalam video antara LM dengan A tidak dapat di jerat dengan Pasal 284 KUHP tentang perzinaan, karena tidak terpenuhi unsur- unsurnya, sehingga Jaksa tidak dapat menuntut karena terbentur asas legalitas. Kasus tersebut berbeda dengan kasus video antara A dengan CT; dalam kasus ini seharusnya mereka juga dapat dituntut sesuai dengan Pasal 284 KUHP karena unsur- unsurnya terpenuhi yaitu hubungan badan yang dilakukan diluar perkawinan dan salah satunya masih dalam ikatan perkawinan.

Rancangan KUHP Tahun 2013, sebagai upaya reformasi Hukum Pidana Nasional untuk menciptakan aturan pidana yang lebih sesuai dengan jiwa bangsa, terdapat pasal-pasal yang mengatur delik perzinaan. Pasal-pasal ini memiliki perumusan baru mengenai perzinaan yang lebih sesuai dengan keyakinan hukum masyarakat. Pengertian perzinaan yang terkandung di dalam Rancangan KUHP Tahun 2013 lebih luas dari KUHP, yaitu tidak hanya menyangkut hubungan seksual di luar nikah antara pasangan yang salah satunya sudah terikat pernikahan dengan pihak lain, tetapi juga hubungan yang dilakukan oleh pasangan yang semuanya belum menikah.

Secara umum pasal- pasal tersebut adalah sebagai berikut : Pasal 483

(1) Dipidana karena zina, dengan pidan penjara paling lama 5 (lima) Tahun:

8Elin Yunita Kristanti, Beno Junianto., “Ariel Peterpan Divonis 3,5 Tahun, Adilkah?”, (19 februari 2014), http,//fokus.news.viva.co.id/news/read/202281-ariel-peterpan-divonis-3-5-Tahun--adilkah-, pukul (00.44) .


(19)

a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;

b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;

c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;

d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau

e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Studi Komparatif Pemidanaan Tindak Pidana Perzinaan dalam Hukum positif Indonesia, RUU KUHP dan Hukum Pidana Islam”.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan kondisi sebagaimana diuraikan di atas, dapat disampaikan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini yaitu:

a) Bagaimanakah perbandingan pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam?

b) Bagaimanakah pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam?


(20)

2. RuangLingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah merupakan kajian dalam Hukum Pidana yang mana membahas mengenai perbandingan pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam. Ruang lingkup wilayah penelitian yaitu, Polresta Bandar Lampung, Pondok Pesantren Nurul Huda Lampung Selatan dan Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a) Untuk mengetahui perbandingan pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam Hukum Pidana Islam, Hukum Positif Indonesia ( Pasal 284 KUHP), dan Pasal 483 RUU KUHP Tahun 2013.

b) Untuk mengetehui pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP Tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam.

2. Kegunaan Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai berikut : a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian ilmu pengetahuan hukum khususnya di dalam Hukum Pidana, dalam rangka memberikan penjelasan mengenai perbandingan pemidanaan tindak pidana


(21)

perzinaan dalam Hukum Pidana Islam, Hukum Positif Indonesia ( Pasal 284 KUHP), dan Pasal 483 RUU KUHP Tahun 2013.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi pembuat undang-undang, penegak hukum dan masyarakat umum mengenai studi komparatif pemidanaan tindak pidana perzinaan dalam Hukum Positif Indonesia, rancangan KUHP dan Hukum PidanaIslam.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah kerangka acuan yang pada dasarnya mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti dan merupakan abstraksi-abstraksi dari hasil pemikiran.9

Kerangaka teori yang digunakan di dalam penelitian ini adalah teori absolut dan teori studi komparatif Hukum Pidana. Teori absolut berorientasi kebelakang maksudnya adalah pembalasan harus setimpal dengan perbuatan. Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana. Pidana dalam hal ini merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan.10 Teori ini adalah teori yan digunakan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

9

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, ,Jakarta, Universitas IndonesiaPress, 1986,,. hlm.124-125

10

Erna Dewi, Sistem Minimum Khusus dalam Hukum Pidana Sebagai Salah Satu Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, ,Semarang , Pustaka Magister, 2011, hlm. 11.


(22)

Perbandingan hukum memiliki beberapa istilah, antara lain: Comparative Law,

Comparative Jurisprudece, Foreign Law (istilah Inggris), Droit Compare (istilah

Prancis), Rechtsgelikijking (istilah belanda), Rechverleichung atau Vergleichende

Rechlehre ( istilah jerman).

Menurut Rudolf D. Schlessinger dalam bukunya (Comparative Law, 1959) mengemukakan antara lain11 :

1. Comparative Law merupakan metode penyelidikan dengan tujuan untuk

memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu.

2. Comparative Law bukanlah perangkat peraturan dan asas- asas hukum dan

bukan merupakan suatu cabang hukum.

3. Comparative Law adalah teknik atau cara menggarap unsur hukum asing

yang aktual dalam suatu masalah hukum.

Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung arti, bahwa ia merupakan suatu cara pendekatan untuk lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti. Oleh karena itu sering digunakan istilah metode perbandingan hukum.

Salah satu kajian alternatif/ perbandingan yang sangat mendesak dan sesuai dengan ide pembaharuan hukum nasional saat ini ialah kajian terhadap hukum keluarga (law family) yang lebih dekat dengan karakteristik masyarakat dan sumber hukum di Indonesia. Karakteristik masyarakat Indonesia lebih bersifat

monodualistis dan pluralistis. Berdasarkan berbagai kesimpulan seminar nasional,

sumber hukum nasional diharapkan berorientasi pada nilai-nilai hukum yang

11

Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana,cet. Ke-3,, Jakarta , PT Raja Grafindo Persada, 1998,, hlm. 3-4.


(23)

hidup dalam masyarakat (living law), yang bersumber dan nilai-nilai hukum adat dan hukum agama. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian perbandingan dari sudut "keluarga hukum tradisional dan agama" (traditional and religius law family).

Kajian komparatif yang demikian tidak hanya merupakan suatu kebutuhan, tetapi juga suatu keharusan12. Lebih lanjut Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa keinginan dan usaha untuk melakukan kajian/ penggalian hukum yang hidup (yang bersumber dari nilai-nilai hukum agama dan hukum tradisional/ adat) telah sering dikemukakan dalam berbagai forum ilmiah. Keinginan itu menunjukkan kesadaran perlunya digali norma hukum yang bersumber dan berakar pada nilai-nilai budaya, moral dan agama. Di pihak lain, keinginan itu menunjukkan kecendrungan adanya ketidakpuasan, keprihatinan dan krisis kepercayaan terhadap sistem hukum dan kebijakan yang selama ini dilaksanakan.

Ketentuan tindak pidana kesusilaan tentang prilaku seksual yang dikenakan ancaman pidana di negara-negara Barat tidaklah terlampau liberal, sebagaimana dibayangkan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Hal yang sangat membedakannya dengan kondisi di Indonesia, yaitu terdapatnya nilai-nilai di masyarakat yang sangat mengedepankan individualisme dan tidak mau campur tangan dengan urusan orang lain. Hal inilah yang membawa warna khusus pada penerapan hukumnya.13

12

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta, PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 44-45.

13

Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia , Peluang, Prospek, Dan Tantangan, Pasar Mingggu, Pustaka Firdaus, 2001, hlm. 190.


(24)

Pelembagaan itu menunjukkan suatu kenyataan bahwa nilai dan pemikiran

(fikrah) umat Islam dalam bidang hukum dengan kewajiban bertahkim kepada

syariat Islam, secara sosiologis dan kultural tidak pernah mati dan selalu hadir dalam kehidupan umat dalam sistem politik manapun, baik masa kolonial maupun masa kemerdekaan dan pembangunan dewasa ini. Berkat kerja sama antar semua kekuatan umat dan kejelian pemerintah membaca aspirasi umat Islam dalam rangka pembangunan hukum nasional, maka hukum Islam yang melekat dan hidup pada masyarakat dilembagakan dalam sistem hukum nasional, khususunya yang berkaitan dengan kehidupan keluarga muslim. Hukum yang hidup kemudian menjadi hukum positif.14

Pada akhirnya, para pembentuk undang-undang tidak mungkin dapat mengesampingkan begitu saja perkembangan yang ada dalam masyarakat, sehingga ketentuan yang dihasilkan juga harus sesuai dengan nilai-nilai, norma dan fakta empiris di lapangan. Tanpa memenuhi persyaratan sosiologis semacam itu, sukar untuk membayangkan ketentuan yang dihasilkan dapat diterima.15

Teori pemidanaan/ tujuan pidana yang diungkapkan oleh beberapa sarjana antara lain sebagai berikut:16

a. Immanuel kant mengatakan bahwa seseorang harus dipidana oleh hakim karena ia telah melakukan kejahartan (Kategorische Imperatief).

b. Hagel mengatakan bahwa pidana merupakan keharusan logis sebagai konsekuensi dari adanya kejahatan. Kejahatan adalah pengingkaran terhadap ketertiban hukum negara yang merupakan wujud dari cita susila,

14

Ibid. 15

Ibid. 16


(25)

maka pidana merupakan peningkatan terhadap pengingkaran (Negation der Negation).

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan antara konsep-konsep khusus yang merupakan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang digunakan dalam penulisan atau penelitian.17

Dalam penulisan penelitian ini akan dijelaskan mengenai pengertian pokok-pokok istilah yang akan digunakan sehubungan dengan obyek dan ruang lingkup penulisan sehingga mempunyai batasan yang jelas dan tepat dalam penggunaannya. Adapun istilah serta pengertian yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Zina adalah perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yg tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan); perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.18

b. Zina dalam KUHP adalah laki-laki dan perempuan yang melakukan gendak

(Overspel).

c. Zina dalam Rancangan KUHP tahun 2013 adalah persetubuhan di luar ikatan pernikahan yang sah.

17

Ibid.. hlm.32. 18


(26)

d. Zina dalam Hukum Islam adalah penyaluran insting seksual yang dilakukan seseorang kepada lawan jenis yang tidak dalam ikatan perkawinan atau kepada sesama jenis atau kepada selain manusia.19

e. Tindak pidana menurut Moeljatno adah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 20

f. Perzinaan adalah perbuatan zina.21

g. Pemidanaan adalah tujuan dari pidana itu sendiri yaitu : (i)Pembalasan, membuat pelaku menderita;

(ii)Upaya preventif, mencegah terjadinya tindak pidana ; (iii)Merehabilitasi pelaku;

(iv) Melindungi masyarakat.22

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan memuat uraian keseluruhan yang yang akan disajikan dengan tujuan agar pembaca dapat dengan mudah memahami dan memperoleh gambaran menyeluruh tentang penelitian ini yang terdiri dari 5 bab, yaitu :

BAB I, PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang penulisan, dalam uraian latar belakang tersebut kemudian disusun pokok yang menjadi permasalahan dalam penulisan selanjutnya serta memberikan batasan-batasan penulisan, selain itu pada bab ini juga memuat tujuan dan kegunaan dari penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, serta sistematika penulisan.

19

Berdasarkan wawancara dengan Fatckutohman, Guru Pondok Pesantren Nurul Huda Lampung Selatan.

20

Tri Andrisman,Op.Cit., hlm. 54. 21

Kamus besar bahasa indonesia. Op.Cit., hlm. 1825. 22


(27)

BAB II, TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat beberapa pengantar dalam pemahaman dan pengertian umum tentang pokok bahasan mengenai definisi zina, unsur- unsur tindak pidana perzinaan, Pemidanaan tindak pidana perzinaan, pengaturan tentang perzinaan dalam Hukum Positif Indonesia , RUU KUHP, dan juga Hukum Pidana Islam.

BAB III, METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode-metode atau langkah-langkah yang dipakai dalam penulisan ini, meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data, serta analisis data.

BAB IV, PEMBAHASAN

Bab ini merupakan penjelasan dan pembahasan tentang permasalahan yang terdapat dalam penulisan ini yaitu, menjadi bahan acuan bagi masyarakat dan juga para peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut; juga sebagai referensi para penegak hukum di Indonesia untuk menegakan hukum yang seadil-adilnya di Indonesia terutama masalah tindak pidana perzinaan yang semakin banyak terjadi di Indonesia.

BAB V, PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, selanjutnya terdapat pula saran-saran penulis yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tindak Pidana

1. Pengertian Pidana

Hukum pidana adalah aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan pidana yang memenuhi syarat tertentu suatu akibat berupa pidana. Pengertian Hukum pidana menurut Mezger tersebut memiliki dua hal pokok yaitu aturan hukum yang mengatur tentang perbuatan yang memenuhi syarat tertentu dan pidana.19 Yang dimaksud dengan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu adalah perbuatan tertentu tersebut harus merupakan perbuatan yang dilarang, dan perbuatan tertentu tersebut harus dilakukan oleh orang. Sedangkan yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan atau nestapa yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu tersebut.20 Hukum pidana dapat pula diartikan sebagai keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan pidana.

Pengaturan pidana atau stelsel pidana menurut hukum positif Indonesia ditentukan dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang terdiri dan pidana

19

Tri Andrisman, Hukum Pidana , Bandar Lampung, Universitas lampung , 2005, hlm. 6. 20


(29)

pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dan pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda dan pidana tutupan. Sedangkan pidana tambahan terdiri dan pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Hukum pidana dapat dibagi menjadi Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil. Hukum pidana materiil adalah hukum pidana yang memuat aturan- aturan yang menetapkan dan merumuskan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, dan aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk dapat menjatuhkan pidana, serta ketentuan mengenai pidana. Sedangkan hukum pidana formil adalah hukum pidana yang mengatur kewenangan Negara melalui aparat penegak hukum melaksanakan haknya untuk menjatuhkan pidana.21

Selain itu hukum pidana dapat pula dibedakan menjadi Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus. Hukum Pidana Umum memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap orang, sedangkan hukum pidana khusus memuat mengenai aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari hukum pidana umum yang menyangkut golongan atau orang tertentu dan berkaitan dengan jenis-jenis perbuatan tertentu.

Hukum pidana memiliki fungsi umum dan fungsi khusus. Fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata kehidupan masyarakat, dan fungsi khusus dan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum dari perbuatan yang hendak mencederainya,

21


(30)

dengan sanksi pidana yang sifatnya lebih tajam dari sanksi cabang hukum lainnya. Fungsi khusus dan hukum pidana dapat dibagi menjadi 3 (tiga) fungsi, yakni22: a. Fungsi Primer, yaitu sebagai sarana dalam penanggulangan kejahatan atau

sarana untuk mengontrol atau mengendalikan masyarakat;

b. Fungsi Sekunder, yaitu untuk menjaga agar penguasa dalam menanggulangi kejahatan itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan yang digariskan dalam hukum pidana;

c. Fungsi Subsider, yaitu usaha untuk melindungi masyarakat dari kejahatan, hendaknya menggunakan sarana atau upaya lain terlebih dahulu. Apabila dipandang sarana atau upaya lain ini kurang memadai barulah digunakan hukum pidana.

Mempelajari hukum pidana perlu diketahui mengenai teori-teori tentang tujuan hukum pidana. Ada tiga teori yang menjelaskan mengenai tujuan hukum pidana yaitu teori klasik, teori modem, dan teori neo-klasik. Teori tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut23:

a. Menurut teori klasik, tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi individu atau warga masyarakat dan kekuasaan negara atau penguasa.

b. Menurut aliran modern hukum pidana bertujuan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan atau memberantas kejahatan. Aliran ini disebut juga sebagai aliran positif karena mencari sebab kejahatan menggunakan metode ilmu alam dan bermaksud untuk langsung mendekati dan mempengaruhi penjahat secara positif sejauh masih dapat diperbaiki. Aliran modern ini berpendapat bahwa manusia dalam melakukan perbuatannya selalu dipengaruhi oleh berbagai

22

Ibid.hlm. 18. 23


(31)

faktor dari luar diri manusia tersebut seperti faktor biologis dan lingkungan, sehingga manusia tersebut tidak bebas dalam menentukan kehendaknya.

c. Menurut aliran Neo-Klasik yang berkembang pada awal abad ke-19 memiliki basis yang sama dengan aliran klasik, yaitu kepercayaan pada kebebasan kehendak manusia dalam melakukan perbuatannya (paham Indeterminisme). Dalam penjatuhan hukuman tidak semata-mata bersifat pidana, tapi dapat pula berupa pembinaan atau tindakan yang bermanfaat bagi penjahat.

2. Pengertian Pemidanaan

Pengertian Pemidaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses, cara, perbuatan memidana. Pada hukum pidana dikenal pula teori-teori yang berusaha mencari dasar hukum dan pemidanaan dan tujuannya, yaitu24:

1) Teori Absolut

Menurut teori ini dijatuhkannya pidana pada orang yang melakukan kejahatan adalah sebagai konsekuensi logis dan dilakukannya kejahatan. Dengan demikian, orang yang melakukan kejahatan harus dibalas pula dengan penjatuhan penderitaan kepada orang tersebut. Teori ini dikenal juga dengan nama Teori Pembalasan.

2) Teori Relatif

Menurut teori ini tujuan dari pidana itu terletak pada tujuan pidana itu sendiri. Oleh karena itu teori ini dikenal pula dengan nama teori tujuan. Selanjutnya dijelaskan pula oleh teori ini, bahwa tujuan dari pidana adalah untuk perlindungan masyarakat atau memberantas kejahatan. Jadi menurut teori ini,

24


(32)

pidana mempunyai tujuan tertentu tidak semata untuk pembalasan saja. Teori relatif ini dibagi lagi menjadi dua teori yaitu :

a. Teori Prevensi Umum

Menurut teori ini, tujuan pidana adalah untuk pencegahan yang ditujukan kepada masyarakat umum, agar tidak melakukan kejahatan, yaitu dengan ditentukan pidana pada perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang. Oleh karena tujuan dari pidana ini adalah untuk menakuti masyarakat, maka dibuat undang- undang yang mengaturnya dan pelaksanaan pidananya dilakukan dimuka umum.

b. Teori Prevensi Khusus

Menurut teorti ini tujuan pidana adalah untuk mencegah si penjahat mengulangi lagi kejahatannya. Menurut teori ini pidana harus dimodifikasi dan diorientasikan kepada penjatuhan tindakan-tindakan yang dapat merubah dan mendidik penjahat menjadi baik.

3) Teori Gabungan

Menurut teori ini pidana hendaknya merupakan gabungan dan tujuan pembalasan dan perlindungan masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan dan keadaan si pembuatnya. 4) Teori Integrative

Teori integrative ini diperkenalkan oleh Muladi tujuan pemidanaan adalah untuk memperbaiki kerusakan individu dan sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Hal ini terdiri dari seperangkat tujuan pemidanaan yang harus dipenuhi, dengan catatan bahwa tujuan manakah yang merupakan titik berat sifatnya kasuitis. Perangkat tujuan yang dimaksud adalah pencegahan umum


(33)

dan khusus, perlindungan masyarakat, memelihara solidaritas masyarakat, dan pengimbalan atau pengimbangan.

Pada Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana dijelaskan pula mengenai tujuan pemidanaan pada Pasal 54sebagai berikut:

1) Pemidanaan bertujuan:

a. Mencegah dilakukannva tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat;

b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;

d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat manusia.

Anseim Von Feuerbach berpendapat bahwa asas yang penting bagi pemberian ancaman pidana yakni setiap penjatuhan pidana oleh hakim haruslah merupakan suatu akibat hukum dan suatu ketentuan menurut Undang-undang dengan maksud menjamin hak-hak yang ada pada setiap orang. Undang-undang harus memberikan suatu ancaman pidana berupa suatu penderitaan kepada setiap orangyang melakukan pelanggaran hukum.25 Berdasarkan ketentuan tersebut maka ada tiga hal penting yang dikaitkan dengan pemidanaan26:

a. Nulla Poena Sine Lege (Setiap penjatuhan pidana harus didasarkan Undang-

undang);

25

Jan Rammelink, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal- Pasal Terpenting dari KUHP Belanda dan Pidananya dalam KUHP Indonesia, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 605. 26

Suhariyono, Pembaharuan Pidana Denda di Indonesia , Jakarta, Papas Sinar Sinanti, 2012, hlm. 59.


(34)

b. Nulla Poena Sine Crimine (Suatu penjatuhan pidana hanya dapat dilakukan jika perbuatan yang bersangkutan telah diancam dengan suatu pidana oleh Undang- undang),

c. Nullum Crimen Siena Poena Legali (Perbuatan yang telah diancam dengan

pidana oleh Undang-undang dan jika dilanggar dapat berakibat dijatuhkannya pidana seperti yang diancamkan oleh Undang-undang terhadap pelanggarnya).

Pada hakikatnya pidana bertujuan selain melakukan perlindungan terhadap masyarakat juga bertujuan melakukan pembalasan atas perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Disamping itu pidana diharapkan sebagai suatu proses pendidikan untuk menjadikan orang dapat diterima kembali dalam masyarakat. Herbert L. Packer merinci teori yang berusaha memberikan pembenaran pemidanaan yakni Retribution, (Utilitarian Prevention, Special Deterrence, Behavioral Prevention Incapacitation Behavioral Prevent ion

Rehabilitation 27

Pidana penyekapan (Behavioral Prevention: Incapacilation), sebagai sesuatu yang harus dilakukan agar yang bersangkutan tidak dapat lagi melakukan atau meneruskan anti sosialnya, artinya dengan dijatuhi pidana maka yang bersangkutan tidak lagi berada dalam kapasitas untuk melakukan kejahatan. Hukuman ini juga dikenal sebagai isolasi. Prinsip isolasi ini adalah daya besar dibelakang metode penyekapan dan pengasingan dari Lembaga Pemasyarakatan yang diwujudkan dalam susunan benteng dan tindakan keamanan yang ketat.

27


(35)

Behavioral Prevention Rehabilitation, pemidanaan dilakukan untuk memudahkan dilakukannya pembinaan. Pembinaan itu sendiri ditujukan untuk merehabilitasi terpidana sehingga ia dapat mengubah kepribadiannya agar menjadi orang baik yang taat pada hukum dikemudian hari. Teori rehabilitasi ini lebih berorientasi kepada pelanggar daripada pelanggarannya sendiri.

3. Pengertian Tindak Pidana Perzinaan

Tindak Pidana, merupakan suatu istilah yang berasal dari bahasa Belanda, het

strafbare feit. Istilah lain dari delik adalah perbuatan yang dapat atau boleh

dihukum, peristiwa pidana atu perbuatan pidana. Menurut Simon delik adalah: “Suatu tindakan/ perbuatan(handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangn dengan hukum (onrechmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang bertanggung jawab.”28

Muljatno mendefinisikan delik sebagai suatu perbuatan yang melanggar hukum tersebut merugikan masyarakat, karena bertentangan atau menghambat terlaksnanya suatu tatanan kehidupanpergaulan masyarakat yang baik dan adil. Beliau menegaskan bahwasannya delik atau tindak pidana merupakan suatu tindakan yang anti-sosial. Oleh karena itulah tindakan–tindakan tersebut dilarang atau pantang di lakukan.29

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif).30 Kejahatan atau perbuatan jahat dalam arti yuridis normatif adalah

28

S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannnya, cet.4, Jakarta, Alumni Ahaem-Petehaem, 1996, hlm.201.

29

Moeljatno, Azas-azas HukumPidana, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1980), hlm. 2. 30


(36)

perbuatan seperti in–abstracto dalam praturan pidana. Sedangkan kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi norma yang hidup di masyarakat secara konkrit. Mengenai pengertian tindak pidana (strafbaar feit) beberapa sarjana memberikan pengertian yang berbeda yaitu menurut Moeljatno “ perbuatan pidana (tindak pidana) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut “.31

Menurut Vos tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana oleh peraturan undang–undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana32. Tindak pidana mengandung unsur subjektif dan unsur objektif yaitu :

1. Berdasarkan unsur subjektif:

a. Orang yang mampu bertanggung jawab;

b. Adanya kesalahan, perbuatan ini har us dilakukan dengan kesalahan, kesalahan ini dapat berhubungan dengan perbuatan dan keadaan darimana perbuatan itu dilakukan.

2. Berdasarkan Unsur Objektif : a. Perbuatan manusia;

b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan tersebut;

c. Keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu (seperti dalam Pasal 281 KUHP).

Pompe memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) definisi, yaitu:33

 Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum

31Moeljatno “ perbuatan pidana ( tindak pidana ) adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman ( sanksi ) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut “.1987. hlm.54

32Vos tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia diancam pidana oleh peraturan undang– undang, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana (Bambang Poernomo,1981, hlm. 86).

33


(37)

 Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian / feit yang oleh peraturan undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.

Menurut P.A.F. Lamintang, Tindak Pidana Perzinaan harus dilakukan secara sengaja untuk melakukan perzinaan. Artinya unsur kesengajaan dari si pelaku harus terbukti. Apabila unsur tersebut tidak terbukti, maka hakin harus memberi putusan bebas dari tuntutan hukum.34

Kitab Undang- undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan penjelasan mengenai perbuatan yang bagaimana yang dapat dikategorikan sebagai zina. Menurut kamus bahasa Indonesia oleh W.J.S. Poerwadarminta, zina berarti perbuatan bersetubuh35 yang tidak sah seperti bersundal, bermukah, bergodok, dan sebagainya.36 Menurut Andi Hamzah, zina adalah bersetubuh dengan wanita di luar perkawinan.37 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Topo Santoso, Zina adalah:

"...perbuatan bersenggama antara laki-laki, perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan). Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan laki-laki yang bukan suaminya."38

Zina menurut beberapa literatur, adalah persetubuhan yang dilakukan antara seorang laki-laki dan seorang permpuan diluar ikatan perkawinan yang sah. Sedangkan menurut Neng Dzubaedah dalam bukunya, Zina adalah :

34

P.A.F. Lamintang, Delik-delik khusus: Tindak Pidana –Tindak Pidana Melanggar Norma-norma Kepatutan, Bandung, Penerbit Mandar Maju, 1990, hlm. 87-88.

35

Bersetubuh/ Bersenggama, menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia adalah mengadakan hubungkan kelamin. ( Tim Penyusun Kamus Pusat pembinaan dan Pengembang Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet.1, Jakarta, Balai pustaka, 1988, hlm. 964.)

36

Ibid., hal. 93. 37

Andi Hamzah, Kamus Hukum, cet. 1, Jakarta, Ghalia, 1986, hlm. 640. 38


(38)

“Hubungan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuanyang tidak terikat dalam perkawinann yang sah secara syariah Islam, atas dasar suka sama suka antara kedua belah pihak, tanpa keraguan

(syubhat) dari pelaku atau para pelaku zina bersangkutan.39

Menurut Ensiklopedia Hukum Islam, zina adalah:

“Hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak atau belum diikat dalam perkawinan tanpa disertai unsur keraguan dalam hubungan seksual tersebut dan tidak ada hubungan pemilikan seperti tuan dengan hamba sahaya wanitanya.”40

B. Tindak Pidana Perzinaan dalam KUHP dan RUU KUHP 2013

1. Tindak Pidana Perzinaan Menurut KUHP

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur zina (Overspel)41 dalam Buku II Bab XIV tentang tindak pidana terhadap kesusilaan Pasal 284. Pada dasarnya, menurut Harkristuti Harkisnowo, tindak pidana terhadap kesusialan ini merupakan suatu tindak pidana yang berhubungan dengan prilaku seksual. Prilaku seksual merupakan suatu hal yang bersifat sangat pribadi.42

Adapun ketentuan Pasal 284 KUHP adalah:

Pasal 284

1) “Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1.a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya,

b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa Pasal 27 BW berlaku baginya;

2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

39

Neng Bjubaedah, Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam, cet. 1, Jakarta, Kencana, 2010, hlm. 119.

40

Abdul Aziz Dahlan, et al.. Ensiklopedia Hukum Islam, jilid. 6, cet. 1, Jakarta, Ichtiar Baru van Hoven, 1996, hlm. 2026.

41

Sebenarnya kurang Tepat menerjemahkan istilah Overspel dengan zina, karena zina sebenarnya mencakup baik persetubuhan tidak sah (dilakukan di luar perkawinan sah) yang dilakukan oleh orang yang sudah terikat dalam perkawinan maupun orang yang masih lajang. Sedangkan overspel merupakan persetubuhan tidak sah yang dilakukan oleh dua orang atau salah satunya sudah terikat dalam perkawinan yang sah.

42

Jaenal Aripin dan M. Arskal Salin, G.P., Pidana Islam Di Indonesia: Peluang, Prospek, dan Tantangan, Cet.l., Jakarta, Pustaka Firdaus, 2001, hlm. 180-181.


(39)

b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan Pasal 27 BW berlaku baginya.

2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku Pasal 72, 73, dan 75.

4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

5) Jika bagi suami-istri berlaku Pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.”43

Ketentuan Pasal 284 dapat secara jelas dapat dikemukakan bahwa konsep perzinaan menurut KUHP adalah suatu persetubuhan yang dilakukan oleh dua orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan dan dilakukan dengan orang selain dari suami atau isterinya. Perzinaan yang dilakukan oleh dua orang yang masih sama-sama lajang, dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah fornication. Sedangkan perzinaan yang dilakukan oleh dua orang yang sudah menikah atau salah satunya sudah nenikah, dikenal dengan istilah adultery.44 Zina artinya mencakup adultery dan fornication. Jadi, menurut KUHP, suatu perzinaan baru dianggap sebagai delik apabila para pelakunya atau salah satu dari mereka adalah orang yang terikat dalam perkawinan dengan orang lain. Yang dapat dipidana menurut KUHP adalah perzinaan dalam konteks adultery. Apabila para pelaku masih sama-sama lajang, menurut KUHP, sama sekali bukan tindak pidana perzinaan.45

Isi Pasal 27 BW (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie):

43

KUHAP dan KUHP , cet. 9, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hlm.97-98. 44

Tahir Mahmood et. al., Criminal Law in Islam and The Muslim World: A Comparative Perspective, 1 ed., New Delhi, Istitute of Objective Studies, 1996, p. 223.

45


(40)

“Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orangperempuan saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.”

Sesuai ketentuan Pasal 284 KUHP, unsur-unsur zina dapat dirumuskan menjadi : 1. Laki-laki dan Perempuan

Suatu perzinaan merupakan delik yang dilakukan bersama sama, artinya dilakukan oleh dua orang. Delik ini tidak mungkin dilakukan oleh satu orang saja. Selain itu, dua orang yang melakukan delik tersebut harus berlainan jenis kelamin. Menurut Simons, persetubuhan yang dilakukan oleh dua orang berjenis kelamin sama (laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan) bukan merupakan perzinaan seperti yang diatur dalam Pasal 284 KUHP.46

2. Mengetahui Status Pasangan Zinanya dalam Perkawinan

Unsur ini merupakan unsur kesengajaan. Jadi para pelaku delik harus mengetahui bahwa pasangan zinanya sudah terikat dalam suatu perkawinan.

3. Melakukan Persetubuhan

Persetubuhan dilakukan dengan sempurna. Menurut R. Soesilo, Persetubuhan adalah: 47

“... peraduan antara anggota kemaluan laki-laki dan perempuan yang biasa dijalankan untuk mendapatkan anak, jadi anggota laki-laki harus masuk kedalam anggota perempuan, sehingga mengeluarkan air mani, sesuai dengan Arrest Hooge 5 Pebruari 1912.

46

Lamintang, Op.cit., hlm. 89. 47


(41)

Menurut Simons, persetubuhan tersebut harus dilakuka sampai selesai. Artinya, persetubuhan tersebut harus dilkukan sampai terjadinya ejakulasi.48 Yang dimaksud dengan ejakulasi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah keluarnya air mani dari lubang alat kelamin laki- laki.

4. Adanya Pengaduan

Delik ini hanya dapat diproses secara hukum apabila suami atau isetri dari para pezina mengadukan terjadinya delik kepada yang berwajib. Pengaduan hanya bisa dilakukan oleh suami atau isteri dari para pelaku delik, tidak bisa dilakukan oleh orang lain.

Menurut R. Soesilo, pengaduan yang dilakukan dalam suatu delik perzinaan tidak boleh dibelah karena tindak pidana ini merupakan delik aduan

absolut.49 Pengaduan absolut ini diperlukan untuk menuntut peristiwa

perzinaan yang dilakukan oleh para pelakunya. Oleh karena itulah semua orang yang terlibat dalam tindak pidana perzinaan ini harus dituntut. Dalam delik aduan absolut, semua orang yang melakukan, membujuk, maupun membantu suatu delik harus dituntut.50 Artinya, dalam kasusu perzinaan, apabila seorang isteri mengadukan suaminya telah berzina dengan seorang perempuan, maka kedua-duanya harus dituntut. Si istri tadi tidak boleh hanya menuntut pasangan zina suaminya sedangkan suaminya tidak dituntut. Begitu juga sebaliknya apabila seorang suami mengadukan isterinya melakukan perzinaan. Apabila si istri melakukan suatu pengaduan, ia harus menuntut suaminya dan pasangan zinanya sekaligus.

48

Lamintang , Op.Cit. hlm. 89 49

Soesilo. Op.Cit., hlm. 209. 50


(42)

Menurut Pasal 284 KUHP. Seseorang yang didakwa telah melakukan delik perzinaan diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sambilan bulan. Ancaman hukuman ini Jika dibandingkan dengan ancaman hukuman delik-delik lainnya yang diatur dalam Bab XIV KUHP termasuk ringan. Dalam Bab XIV KUHP ancaman hukuman penjara yang paling ringan adalah tiga bulan dan yang terberat adalah lima belas tahun. Ancaman hukuman teringan diancamkan atas delik penganiayaan binatang yang diatur dalam Pasal 302 KUHP. Sedangkan ancaman hukuman terberat diancamkan atas delik pemerkosaan, menyetubuhi perempuan yang sedang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, menyetubuhi perempuan di bawah umur, pencabulan dengan kekerasan, dan pencabulan terhadap orang yang pingsan atau tidak berdaya atau orang di bawah umur, yang mengakibatkan kematian sebagaimana diatur dalam Pasal 291 Ayat (2) KUHP.

Ancaman hukuman tindak pidana perzinaan sama seperti ancaman hukuman tindak pidana menawarkan, menyerahkan, menyampaikan, atau mempertunjukkan kepada orang yang belum sampai berusia 17 tahun suatu tulisan, gambar, atau barang yang bertentangan dengan kesopanan (bersifat cabul)51, yang diatur juga dalam Pasal 283 Ayat (1) KUHP.

2. Tindak Pidana Perzinaan Menurut RUU-KUHP Tahun 2013

Seperti yang telah dijabarkan sebelumnya, ketentuan hukum pidana yang diterapkan kepada pelaku tindak pidana zina adalah Pasal 284 KUHP yang kukumannya sangat ringan, yaitu 9 (sembilan) bulan. Hukuman yang ringan tersebut merupakan gambaran pandangan masyarakat Barat atau orang Barat,

51


(43)

yang diwujudkan dalam KUHP, bahwa mereka dalam menilai Zina adalah perbuatan yang tidak memerlukan hukuman berat, meskipun termasuk dalam kejahatan (misdrijven). Perbuatan yang mereka lakukan dinilai tidak merusak ketertiban dan keamanan tidak bersifat publik tetapi privat. 52

Pasal 483 RUU-KUHP 2013 telah melakukan perubahan dan perbaikan dalam menentukan pelaku zina dan hukumannya. Pasal 483 Ayat (1) huruf e menentukan bahwa Kedua pelaku zina itu termasuk Orang-orang yang tidak terikat

perkawinan. Deliknya pun disebutkaan secara tegas sebagai delik zina. Hukuman

yang di tentukan dalam Pasal 483 RUU-KUHP 2013 pun telah lebih berat, yaitu paling lama 5 tahun, bukan 9 bulan.Beberapa Pasal di bawah ini adaklah Pasal-pasal RUU-KUHP 2013 yang memuat ketentuan perzinaan:

a. Larangan Zina :53

Pasal 483

(1) Dipidana karena zina, dengan pidan penjara paling lama 5 (lima) tahun: a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan

persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;

b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;

c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;

d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau

e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar.

(3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28.

52

Neng Dzubaedah, Op.Cit.,hlm. 84. 53

Kementrian Hukum dan HAM, Direktorat Hukum dan Perundang-undangan, Rancangan Undang-undang Repulik Indonesia Nomor ... Tahun ... Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan 2013, hlm. 125.


(44)

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Pasal 484

Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan anak-anak, dipidana dengan penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Kategori IV dan paling banyak Kategori VI.

b. Larangan Kumpul Kebo :54

Pasal 485

Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri diluar perkawinan yang sah, dipidana pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori II.

c. Larangan Bergelandangan untuk Pelacuran :55 Pasal 486

Setiap orang yang bergelandangan dan berkeliaran di jalan atau di tempat umum dengan tujuan melacurkan diri, dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I.

d. Larangan Incest (Sumbang):56

Pasal 487

(1) Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan seseorang yang diketahuinya bahwa orang tersebut anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau ke samping sampai derajat ketiga, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Suatu hal yang dapat di tekan dalam Laranga Zina dalam Pasal 483 RUU-KUHP 2013 adalah ini juga merupakan delik aduan. Artinya aparat penegak hukum baru dapat melakukan tindakan hukum kepada pelaku delik hanya apabila ada pengaduan. Yang dapat mengadukan delik ini adalah Suami, Istri, atau pihak ketiga yang tercemar. Tanpa pengaduan dari Orang-orang tersebut, delik ini tidak dapat diproses secara hukum.

54 Ibid. 55

Ibid. 56


(45)

Unsur-unsur Zina dalam RUU-KUHP 2013 adalah sebagai berikut: a. Pasal 483

1) Laki-laki atau perempuan yang berada dalam Ikatan perkawinan.

2) Melakukan persetubuhan dengan laki-laki atau perempuan yang bukan istrinya atau bukan suaminya.

Atau

3) Laki-laki atau perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan.

4) Melakukan persetubuhan dengan laki-laki atau permpuan yang diketahui bahwa laki-laki atau perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan.

Atau

5) Laki-laki atau perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan yang sah. 6) Melakukan persetubuhan dengan lawan jenisnya tanpa ikatan perkawinan

yang sah.

7) Adanya pengaduan dari suami, atau istri, atau dari pihak ketiga yang tercemar. Orang / Orang-orang yang merasa tercemar tersebut melakukan pengaduan kepada pihak yanh berwajib. Pengaduan ini merupakan suatu unsur mutlak yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang ditunjuk oleh RUU-KUHP supaya delik perzinaan ini dapat diproses secara hukum.apabila pihak-pihak tadi tidak melakukan pengaduan, maka delik ini tidak dapat diproses secara hukum.

Menurut penjelasan RUU-KUHP tahun 2013, Pasal 483 mengatur mengenai tindak pidana permukahan, dengan tidak membedakan antara mereka yang telah kawin dan yang belum kawin, tetapi salah satu pasangan zinanya terikat dalam perkawinan. Begitu pula tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan tindak pidana permukahan tersebut.

8) Melakukan persetubuhan.

Artinya, persetubuhan telah dilakukan dengan sempurna. Persetubuhan tersebut dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin laki-laki (penis) ke dalam alat kelamin wanita (vagina) sampai terjadi ejakulasi.

b. Pasal 484

1) Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan, persetubuhan dengan lawan jenis.

2) Melakukan persetubuhan. Artinya, persetubuhan telah dilakukan dengan sempurna. Persetubuhan tersebut dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin laki-laki (penis) ke dalam alat kelamin wanita (vagina) sampai terjadi ejakulasi.

c. Pasal 485

1) Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami isteri di luar perkawinan yang sah.


(46)

2) Delik ini merupakan suatu delik yang hanya dapat dilakukan bersama-sama, artinya dilakukan oleh dua orang. Dua orang ini jenis kelaminnya harus berlainan sat sama lain, yaitu satu laki-laki dan satu perempuan. Tidak bisa dilakukan oleh dua orang laki-laki atau dua orang perempuan. Ke dua orang tersebut melakukan hidup bersama sebagaimana layaknya sepasang suami isteri, hanya saja mereka sebelumnya tidak pernah melakukan perkawinan secara sah sebagaimana disyaratkan undang-undang perkawinan.

3) Delik yang diatur dalam Pasal 485 RUU-KUHP ini adalah mengenai hidup bersama di luar perkawinan yang sah atau yang dalam masyarakat dikenal dengan istilah “kumpul kebo” atau dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah “samen leven” atau dalam bahasa Inggris “living together”. Dalam KUHP, yang berlaku pada saat ini, kumpul kebo tidak digolongkan sebagai delik. Hal ini disebabkan karena dalam KUHP perbuatan tersebut tidak secara tegas dilarang. Dalam kumpul kebo atau samen leven atau living together terdapat unsur suka sama suka dan masing-masing tidak terikat perkawinan dengan orang lain. Dalam Kumpul kebo tidak ada unsur paksaan.

d. Pasal 486

1) Setiap orang yang bergelandangan dan berkeliaran di jalan atau di tempat umum dengan tujuan melacurkan diri.

2) Delik ini menentukan setiap orang, maka yang di maksud adalh laki-laki maupun perempuan yang melacurkan dirinya.

e. Pasal 487

1) Persetubuhan yang di lakukan anggota keluarga sedarah.

2) Hubungan darah dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga. Atau

3) Dilakukukan oleh laki-laki kepada permpuan yang belum berumur18 (delapan belas) tahun dan belum kawin.

4) Persetubuhan yang di lakukan anggota keluarga sedarah.

5) Hubungan darah dalam garis lurus atau kesamping sampai derajat ketiga. Ancaman hukuman dari setiap Pasal yang terdapat delik perzinaan adalah sebagai berikut:

i. Pasal 483

Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun ii. Pasal 484

Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, dan pidana denda paling sedikit Kategori IV sebesar Rp 75.000.000,-


(47)

(tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Kategori VI sebesar Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah berdasarkan ketentuan Pasal 80 Ayat (3) RUU-KUHP 2013.

iii. Pasal 485

Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Kategori IV sebesar Rp 75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah).

iv. Pasal 486

Pidana denda paling banyak Kategori I sebesar Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).

v. Pasal 487

(1) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun.

(2) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

C. Tindak Pidana dalam Hukum Islam

1. Hukum Islam

Kata Islam berasal dari bahasa Arab yang merujuk kepada ketundukan dan ketaatan yang sepenuhnya kepada Allah.57 Seorang muslim adalah orang yang menerima petunjuk Allah dan menyerahkan diri untuk mengikuti kemauan Illahi (Allah).58 Setiap muslim wajib melaksanakan perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Setiap perintah Allah dinamakan hukum, dalam bahasa Indonesia dinamakan ketentuan, keputusan, undang-undang, atau peraturan yang kemudian dikenal dengan istilah hukum.59 Dari uraian tersebut, maka hukum Islam dapat diartikan

57

Topo Santoso, Menggasa Hukum Pidana Islam, cet. 1, Bandung, Asy Syamil, 2000, hlm. 36. 58

Mohamad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia, ed.6, cet.8, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persana, 2000, hlm. 19.

59


(48)

sebagai keseluruhan perintah Allah yang wajib ditaati oleh seorang muslim.60 Hukum Islam merupakan bagian dari agama Islam.

2. Syariah dan Fikih

Seperti telah disebutkan sebelumnya, hukum Islam mencakup kehidupan dunia dan akhirat. Ketentuan-ketentuan tentang tata cara kehidupan dunia dan akhirat ini dinamakan syari'at61 (syariah). Dasar hukumnya adalah Al Qur'an surat An Nisa Q.S. (4) :59 yang berbunyi:

ش يف ْمتْع ا ت ْ ف ْمكْ م رْمأا يل أ سّرلا ا عي أ ّّ ا عي أ ا مآ ني ّلا ا ّيأ اي

ء ْي

سّرلا ّّ ىل ّدرف

اي ْأت نسْحأ رْيخ كل رخآا ْ يْلا ّّاب مْ ت ْمتْ ك ْ

Artinya:

“Hai Orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik Akibatnya.”62

Sumber pokok syariah adalah Al Our'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW (Hadis). Nabi Muhammad SAW (Nabi) adalah Rasul diutus oleh Allah SWT (Rasulullah) untuk menyebarkan Islam kepada seluruh ummat manusia di dunia.

Al Qur'an merupakan sumber utama dari syariah. Al Our'an adalah Kitab Suci umat Islam. Al Qur'an berisi wahyu yang disampaikan oleh Allah SWT kepada Rasulullah untuk diteruskan kepada seluruh ummat manusia di dunia. Hadis merupakan penjelasan dari Nabi mengenai isi ajaran Al Qur'an yang dijelaskan

60 Ibid. 61

Frans Maramis , Perbandingan Hukum Pidana, cet.1, Jakarta Pustaka Sinar Harapan, 1994, hlm. 71.

62Yayasan Penyelengara Penterjemah Al Qur’an, Al Qur’an dan Terjemahannya, ed.Baru,


(49)

secara lisan, perbuatan, maupun dengan sikap diam. Hadis dapat dikatakan sebagai penafsiran autentik dari Al Qur'an.63

Untuk memahami, mendalami dan merinci syariah, telah dikembangkan suatu ilmu yaitu ilmu fikih. Tujuan utama dari pengembangan ilmuh fikih ini adalah untuk dapat merumuskan syariah menjadi kaidah konkrit yang dapat diterapkan dalam kehidupan bemasyarakat.64 Ilmu fikih memusatkan perhatiannya pada perbuatan (hukum) manusia mukallaf yaitu manusia yang berkewajiban untuk melaksanakan hukum Islam karena telah dewasa dan berakal sehat.65 Orang yang menguasai ilmu fikih disebut fakih yang berarti ahli atau ahli hukum (fikih) Islam.66

Bagi ummat Islam, Syariah merupakan suatu pengetahuan dan hal yang suci, sehingga orang perlu berhati-hati dalam pendekatannya, menganalisa dan menarik kesimpulannya.67 Kesalahan dalam menganalisa dan menarik kesimpulan mengenai syariah dapat mengakibatkan dosa.68 Oleh karena itu, dalam melakukan pendekatan, analisa, dan penarikan kesimpulan mengenai syariah, diperlukan alat bantu yaitu usul al- fiqh.69

Usul al fiqh merupakan suatu ilmu yang membantu ilmu fikih dalam menentukan

sumber-sumber syariah, kaedah-kaedah atau dalil-dalil sebagai prasarana analisa

63

Ibid., hlm. 88-89. 64

Ibid., hlm. 33. 65

Ibid., hlm. 42. 66

Ibid. 67

Yaidus Syahar, Asas-asas Hukum Islam ( Kumpulan Kuliah), cet. 5, Bandung, Alumni, 1986, hlm. 26

68 Ibid. 69


(50)

dan sebagainya.70Usul al fiqh merupakan cabang dari ilmu fikih yang berfungsi sebagai alat bantu agar dalam menarik suatu kesimpulan mengenai syariah agar terjamin kebenarannya.71

3. Tindak Pidana Perzinaan Menurut Hukum Islam

Menurut hukum Islam pelaku zina baik yang sudah terikat perkawinan maupun yang masih lajang harus dihukum. Zina termasuk jinayat72 yang diancam dengan hukum hudud / had73.Islam memandang zina sebagai perbuatan yang sangat keji dan terkutuk. Berikut ini adalah pandangan Muhammad Iqbal Siddiqi mengenai zina atau yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah adultery:

“ Adultery is an evil which opens the road to other evils. Adultery is not only shameful in itself and inconsistent with any self-respect or respect forothers, but it induces to invite many other evils. Itdestroys the basis of the family: it works against theinterests of children born to be born: or may lead tomurders an feuds an loss of reputationandproperty,and may also loosenpermanently the bonds of society.Not only should it be avoided as a

sin, hut any approachor temptation to it should be avoided. "74

("Zina adalah perbuatan keji yang dapat membuka jalan bagi terjadinya perbuatan keji lainnya. Zina merupakan perbuatan yang memalukan dan merendahkan martabat diri manusia dan menenggelamkan manusia ke dalam perbuatan keji lainnya. Zina merusak dasar pembentukan keluarga dan keturunan, juga masyarakat, zina harus dijauhi dan bahkan hal-hal yang mendekati zina pun patut dihindari").

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa zina merupakan suatu dosa yang sangat besar, yang dapat menimbulkan bebagai macam dosa-dosa lainnya dan malapetaka-malapetaka yang akan membawa ummat manusia di

70 Ibid. 71 Ibid. 72

Jinayat adalah Istilah Hukum Islam untuk tindak pidana. Selain jinayat juga digunakan istilaj Jarimah. Jinayat berati pelanggaran yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam mengambil hak Allah, hak sesama manusia, dan hak makhluk lainnya, yang atas perbuatanya dikehendaki ada pembalasan seimbang dari Allah. (Djamali, Op.Cit., hlm. 190.)

73

Hukuman yang dijatuhkan atas hudud, yaitu kejahatan yang merupakan pelanggaran terhadap hak-hak Allah SWT dan Hak Masyarakat. ( Santoso, Menggagas..., Op.Cit., hlm. 147.)

74

Muhammad Iqbal Siddiqi, The Penal Law of Islam, 2nded., Pkistan, Kazi Publication, 1985, hlm. 53.


(51)

dunia ke jurang kehancuran. Firman Allah dalam surat Al Israa' Q.S. (17) : 32 yang berbunyi:

اي س ءاس شحاف اك ّن انّ لا ا برْقت ا

Artinya:

"Dan janganlah kamu mendekati (perbuatan) zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."75

Perzinaan yang lazim dilakukan oleh ahli maksiyat dengan melibatkan laki-laki dan perempuan, tetapi sesungguhnya banyak juga penyaluran insting seksual yang tidak wajar dan juga tergolong dosa besar yang benar- benar harus dijauhi dan dihindari, antara lain :

1. Senggama dengan sejenis (Homoseksual)

Sesuai dengan sabda Rasulullah dalam Hadis yang diriwayatkan oleh At-Tobroni : “Dari Abi Huroiroh, darai Nabi ShollAllahu „alaihi wasalam, “Ada empat golongan, di pagi hari dimurkai Allah dan Sore hari mereka dibenci Allah.” Lalu Ada sohabat yang bertanya, “Siapakah mereka itu ya rosulAllah?” Beliau menjawab, “Yaitu orang laki- laki yang menyerupakan dirinya dengan orang wanita, dan orang perempuan yang menyerupakan dirinya dengan orang laki- laki dan orang yang bersetubuh dengan binatang, dan orang melakukan homoseksual”

Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, RosulAllah bersabda: “Dari Abi Huroiroh, dari nabi SholAllahu „alaihi wasalam; di dalam urusan orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Nabi berkata “Rajamlah yang atas dan yang bawah, rajamlah keduanya, semuanya.”

Dalam Hadis lain yang diriwayatkan oleh At-Tobroni, Rosullaloh bersbda:

“Senggama antara wanita (Lesbian) adalah suatu perzinaan antara keduanya”

75Yayasan Penyelengara Penterjemah Al Qur’an,


(1)

74

c) Hukum Pidana Islam menentukan pelaku Tindak Pidana Perzinaan kepada setiap orang dapat menjadi subjek delik perzinaan tanpa membedakan status perkawinan, baik orang yang sudah terikat dalam suatu perkawinan atau pun belum terikat dalam perkawinan, baik perzinaan dalam konteks adultery maupun fornication, sama-sama harus dihukum. Pelaku zina muhshan dijatuhi pidana yang paling berat yaitu dirajam sampai mati, sedangkan pelaku zina ghaira muhshan dijatuhi pidana berupa cambuk seratus kali dan ada yang berpendapat ditambah dengan Hukuman diasingkan selama satu tahun dan merupakan delik umum, tetapi mewajibkan adanya 4 (empat) orang saksi laki-laki dewasa yang menyaksikan langsung.

2. Pendapat ahli hukum mengenai konsep dasar pemidanaan terhadap tindak pidana perzinaan menurut Hukum Positif Indonesia (KUHP), RUU KUHP tahun 2013, dan Hukum Pidana Islam berbeda. Para ahli hukum berpendapat, bahwa pemidanaan tindak pidana perzinaan yang diterapkan dalam KUHP di Indonesia pada saat ini dinilai masih terlalu ringan, yaitu KUHP menetapkan hukuman hanya selama 9 (sembilan) bulan penjara, sehingga para pelaku zina masih meremehkan hukum yang diberlakukan tersebut. Hukum pidana yang diterapkan tersebut belum dapat mencapai tujuan memberikan efek jera atau nestapa kepada pelaku tindak pidana, padahal seharusnya hukum itu membuat orang yang akan melakukan tindak pidana berfikir terhadap akibat yang ditimbulkan, baik kepada dirinya sendiri maupun orang lain.


(2)

75

Dalam RUU KUHP 2013 hukum yang mengatur tentang Perzinaan sudah cukup berat, dimana dalam Pasal 483 Rancangan KUHP tahun 2013 menentukan hukuman paling lama 5 (lima) tahun penjara, akan tetapi masih terdapat kekurangan yaitu masih diberlakukannya delik aduan absolut, itu yang membuat penangana kasus perzinaan lambat untuk ditindak oleh polisi karena perlu adanya pengaduan dari pihak yang ditunjuk dalam rancangan KUHP tersebut. Hukum Pidana Islam dalam Rancangan KUHP tahun 2013 belum dapat diterapkan, karena belum menjadi hukum positif Indonesia. Delik yang diterapkan dalam hukum pidana Islam adalah delik umum yang dapat dilaporkan oleh siapa saja yang melihat kejadian tindak pidana tersebut, akan tetapi mempersyaratkan adanya 4 (empat) orang saksi yang melihat kejadian zina tersebut secara langsung.

Hukum Pidana Islam menerapkan hukum yang tegas terhadap tindak pidana hudud/ Had dimana zina termasuk didalamnya, dan hukuim pidana Islam yang menerapkan sanksi berat terhadap suatu tindak pidana dan itu merupakan tujuan dari pidana itu sendiri. Diamana pidana dibuat untuk membuat seseorang pelaku tindak pidana merasa jera dan orang lain yang akan melakukan tindak pidana tersebut akan takut melakukannya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan sebagai berikut:

1. Pada Tindak Pidana Perzinaan, sebaiknya digunakan delik umum, sehingga tidak perlu adanya pengaduan dari suami atau istri saja.


(3)

76

2. Mengingat bahwa Tindak Pidana Perzinaan merupakan tindakan yang dapat merusak moral dan merusak norma kesusilaan masyarakat, hendaknya dalam penetapan hukum pidananya perlu mempertimbangkan efek jera.

3. Kepada para penyusun Rancangan KUHP disarankan untuk dapat mengadopsi hukum Islam bagi masyarakat yang menganut agama islam, khususnya dalam penetapan aturan tentang hukum pidana, agar pelaku Tindak Pidana tidak meremehkan hukum akibat dari ketetapan hukuman yang dinilai ringan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku.

Andrisman. Tri. Hukum Pidana: Asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung . Bagian Hukum Pidana Universitas Lampung. 2005.

Al-Allamah. Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin baz dan Muhammad Shalih Al-Munajjid. Dosa-dosa Yang Diremehkan. diterjemahkan oleh Syamsuddin Tu. cet.1. Jakarta. Pustaka Al-kautsar. 1995.

Ali. H. Zainuddin. Hukum Pidana Islam. Jakarta. Sinar Grafika. 2007.

Ali. Mohamad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia. ed.6. cet.8. Jakarta. Pt. Raja Grafindo Persana. 2000. Aripin . Jaenal dan M. Arskal Salin G.P.. ed.. Pidana Islam Di Indonesia.

Peluang, Prospek, dan Tantangan. cet.l. Jakarta. Pustaka Firdaus. 2001.. Asshiddiqie. Jimly. Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia. ed.2. cet. 4. Bandung.

Angkasa. 1996.

Bjubaedah. Neng. Perzinaan dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau dari Hukum Islam. cet. 1. Jakarta. Kencana. 2010. Dahlan. Abdul Aziz. et al.. Ensiklopedia Hukum Islam. jilid. 6. cet. 1. Jakarta.

Ichtiar Baru van Hoven. 1996.

Departemen agama Ri Qur’an dan Terjemahannya. Semarang. PT. Kundasmoro Grafindo. 1994.

Dewi. Erna, Sistem Minimum Khusus dalam Hukum Pidana Sebagai Salah Satu Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia.Semarang . Pustaka Magister, 2011.

Djamali. R. Abdu. Hukum Islam. cet.3. Bandung. Mandar Maju. 2002.

Ghofar. Asyhari Abd.. Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinana Sesudah Hamil: Suatu Pergeseran Nilai Sosial. cet. 3. Jakarta. Andes Utama. 1996.

Hamzah. Andi. Kamus Hukum. cet. 1. Jakarta. Ghalia. 1986.

Hanafi. Ahad. Asas-asa Hukum Pidana Islam. cet. 5. Jakarta. Bulan Bintang. 1993.


(5)

___________. Pengantar dan Sedjarah Hukum Islam. Jakarta. Bulan Bintang. 1970.

Harjono.Anwar. Hukum Islam: Keluasan dan Keadilanja. Jakarta. Bulan Bintang. 1968.

Lamintang. P.A.F.. Delik-delik khusus: Tindak Pidana –Tindak Pidana Melanggar Norma-norma Kepatutan. Bandung. Penerbit Mandar Maju. 1990.

Mahmood. Tahir et. al.. Criminal Law in Islam and The Muslim World. A Comparative Perspective. 1 ed.. New Delhi. Istitute of Objective Studies. 1996.

Maramis. Frans. Perbandingan Hukum Pidana. cet.1. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. 1994.

Moeljatno. Azas-azas Hukum Pidana Yogyakarta. Gajah Mada University Press. 1980.

Muchtar. Kamal. Asas-asas Hukm Islam tentang Perkawinan. Jakarta. Bulan bintang.

Muslich. Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta. Sinar Grafika. 2005. Nawawi Arief. Barda. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta. PT.

Citra Aditya Bakti. 1996.

_________________. Perbandingan Hukum Pidana. cet. Ke-3. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 1998.

Rammelink. Jan. Hukum Pidana: Komentar atas Pasal- Pasal Terpenting dari KUHP Belanda dan Pidananya dalam KUHP Indonesia. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. 2003.

Santoso.Topo. Menggasa Hukum Pidana Islam. cet. 1. Bandung. Asy Syamil. 2000.

___________. Seksualitas dan Hukum Pidana. cet. 1. Depok. Ind-Hillco.. 1997. Sianturi. S.R. . Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannnya. cet.4.

Jakarta . Alumni Ahaem-Petehaem. 1996.

Soekanto. Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Universitas Indonesia Press. 1986.

Soesilo. R.. Kitab Undang-undag Hukum Pidana. Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. cet. ulang. Bogor. Politeia. 1996.

Sudarsono. Pokok-pokok Hukum Islam. Jakarta. PT. Rineka Cipta. 1992.

Suhariyono . Dr. Pembaharuan Pidana Denda di Indonesia. Jakarta., Papas Sinar Sinanti. 2012.

Suma. Muhammad Amin. Pidana Islam di Indonesia : Peluang, Prospek, Dan Tantang., Pasar Mingggu. Pustaka Firdaus. 2001.

Syahar. Yaidus. Asas-asas Hukum Islam ( Kumpulan Kuliah). cet. 5. Bandung . Alumni. 1986.


(6)

Wibyodiputro. Soerojo. Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat. Bandung. Alumni. 1973.

Yayasan Penyelengara Penterjemah Al Qur’an. Al Qur’an dan Terjemahannya.

Semarang. CV. Toha Putra Semarang. 1989.

Peraturan Perundang – Undangan .

Undang – Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga.2002. Balai Pustaka. Jakarta Kitab Undang – Undang Hukum Pidana

Kementrian Hukum dan HAM. Direktorat Hukum dan Perundang-undangan. Rancangan Undang-undang Repulik Indonesia Nomor ... Tahun ... Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan 2013

Internet .

Nahimungkar.com. Bukti Nyata Rendahnya Moral Mereka (1 dari 2 Tulisan). (18 Februari 2014). http.//www.nahimunkar.com/bukti-nyata-rendahnya-moral mereka-1-dari-2-tulisan/.

Korintus 6. Alkitab Elektronik

Elin Yunita Kristanti, Beno Junianto., “Ariel Peterpan Divonis 3,5 Tahun, Adilkah?”,(19-02-2014), http.//fokus.news.viva.co.id/news/read/202281-ariel-peterpan-divonis-3-5-tahun--adilkah-,