ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TOLERANSI 10 % DALAM JUAL BELI SAHAM SYARIAH DI BURSA EFEK INDONESIA.
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TOLERANSI 10 % DALAM
JUAL BELI SAHAM SYARIAH DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Oleh:
Rendy K.H
NIM. C22211148
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari
’
ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syari
’
ah(Muamalah)
SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
v ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil dari penelitian lapangan dan kajian pustaka tentang
“Analisis Hukum Islam Terhadap Toleransi 10% Dalam Jual Beli Saham Syariah Di bursa Efek Syariah”, dengan tujuan untuk menjawab permasalahan tentang : Bagaimana
praktek toleransi 10% dalam jual beli saham syariah di pasar modal?, Bagaimana analisis hukum Islam terhadap toleransi 10% di pasar modal syariah?
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yang menggunakan teknik observasi dan wawancara untuk pengumpulan data. Selanjutnya data yang telah diperoleh dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian terhadap praktek toleransi 10% efek syariah di bursa efek Indonesia menyimpulkan beberapa hal yaitu : pertama, toleransi 10% terhadap konsep pasar modal syariah terdapat beberapa karateristik khusus yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, dalam proses seleksi emiten rasio total pendapatan Bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%. Kedua, jika ditinjau dari segi hokum Islam maka toleransi 10% terhadap pendapatan non halal masuk dalam shubhat, maka hal yang mengandung unsur shubhat harus dihindari karena masih adanya percampuran antara yang halal dan haram.
Sejalan dengan kesimpulan yang diatas, maka kepada pihak-pihak yang terkait dengan bursa efek Indonesia, disarankan : pertama, investor harus lebih teliti dalam hal untuk memilih perusahaan yang sepenuhnya menerapkan prinsip syariah. Kedua, pihak Bapepam dan Lembaga keuangan dalam membuat keputusan tentang peraturan –
peraturan mengenai efek syariah hendaknya selaras dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) – MUI. Terutama mengenai keputusan ketua bapepam dan lembaga keuangan tersebut harus diubah.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
COVER DALAM ...……… i
PERNYATAAN KEASLIAN ……… ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. iii
PENGESAHAN ……….. iv
ABSTRAK ……….. v
KATA PENGANTAR ……… vi
DAFTAR ISI ………..… ix
DAFTAR TRANSLITERASI ……… xi
BAB I PENDAHULUAN ……….. 1
A. LatarBelakangMasalah ……… 1
B. IdentifikasidanBatasanMasalah ………. 7
C. RumusanMasalah ……….. 8
D. KajianPustaka ……….. 9
E. TujuanPenelitian ………. 12
F. KegunaanHasilPenelitian ……….... 12
G. DefinisiOperasional ……….. 13
H. MetodePenelitian ………. 14
I. SistematikaPembahasan ……… 19
BAB II PASAR MODAL SYARIAH, FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO. 80/DSN-MUI/2011 DAN KONSEP SHUBHAT DALAM HUKUM ISLAM……… 21
(8)
B. KonsepPasar Modal Syariah……… 23
C. PengenalanProdukSyariah di Pasar Modal ……… 24
D. EmitendanPengawasan ……… 26
E. Fatwa DewanSyariah Nasional ……… 28
F. KonsepShubhatdalamHukum Islam ………. 39
1. Pengertiansyubhat ……… 39
2. Syubhatmenurutulama ……… 42
3. Penyebabkesamaan ………. 44
4. Akibatterjerumusdalamperkaransyubhat ……… 46
BAB III TOLERANSI 10% DALAM JUAL BELI SAHAM SYARIAH DI BURSA EFEK INDONESIA ……… 48
A. SejarahPasar Modal ………. 48
B. LatarBelakangToleransi 10% ……… 57
C. FaktorToleransi 10% ……… 58
D. ProsesScreeningDES ……….. 61
1. Kriteriakegiatanusaha ……….. 62
2. Kriteriarasiokeuangan ………. 62
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TOLERANSI 10% DALAM JUAL BELI SAHAM SYARIAH DI BURSA EFEK INDONESIA ……… 64
A. AnalisisToleransi 10 % ………. 64
B. Analisa Kesesuaian AturanToleransi 10% terhadap Fatwa DSN …...……….. 66
BAB V PENUTUP……… 71
A. Kesimpulan ……… 71
B. Saran ……….. 71
DAFTAR PUSTAKA ………. 73
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan pasar modal berbasis syariah di Indonesia cukup dinamisbaik dilihat dari beragamnya efek syariah yang diterbitkan, indeks syariah yangdiluncurkan maupun Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) terkait pasar modal dan peraturan Bapepam-LK yang mengatur mengenai pasarmodal berbasis syariat. Perkembangan pasar modal berbasis syariat sampai dengan saat ini ditandai dengan banyaknya produk yang diterbitkan seperti penerbitan sukuk (obligasi syariah), reksa dana syariah, saham yang memenuhi kriteria sebagai efek syariah, dan peluncuran Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu terdapat produk syariah lainnya berupa Surat BerhargaSyariah Negara (SBSN) yang telah diatur melalui Undang-Undang SBSN Nomor 19Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara.1
Beragamnya produk syariah di pasar modal tersbut memerlukan adanyakepastian hukum khususnya terkait aspek kesyariahannya. Untuk itu DSN-MUI telahmenerbitkan Fatwa No. 80/DSNMUI/III/2011 tentangPenerapan Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek BersifatEkuitas di Pasar Reguler
1
TIM Bapepam – LK, “Kajian tentang Fatwa DSN-MUI Mengenai Penerapan Prinsip-prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal” ,http://www.bapepam.go.id/syariah/publikasi/riset/pdf/Kajian-
(10)
2
Bursa Efek.2
Saham Syariah tidak mengenal riba (bunga) seperti halnya saham konvensional, melainkan mengadopsi sistem bagi hasil dan risiko (nisbah) antara investor dan emiten perusahaan publik yang mengeluarkan surat berharga untuk diperdagangkan di pasar modal. Sistem semacam itu dikenal pula dengan istilah musy>arakah atau syirka>h. Bila perusahaan publik yang didanai oleh investor menuai untung, investor ikut menikmati keuntungannya. Sebaliknya, jika perusahaan terkait mengalami kerugian, investor pun harus ikut menanggung kerugian.
Meskipun nilai keuntungan yang akan diperoleh nasabah bersifat fluktuatif atau naik-turun mengikuti performa perusahaannya, namun pembagian porsi dari untung yang akan didapat ataupun risiko yang akan ditanggung oleh investor dan emiten (misalnya 60% untuk investor dan 40% untuk emiten) telah disepakati di awal melalui janji akad. Kondisi tersebut memang berbeda dengan saham konvensional yang menerapkan sistem bunga tetap sehingga dapat memberikan nilai keuntungan yang lebih stabil bagi investor karena tak terpengaruh oleh performa emiten.
Dari tampilan fisik, tak ada perbedaan antara jenis saham syariah dan konvensional. Namun, saham dapat dikategorikan halal jika diterbitkan oleh emiten yang bergerak di bidang usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat, misalnya bukan perusahaan minuman keras atau rokok. Karena itu, dari sekitar 400 jenis saham yang beredar di Bursa Efek Jakarta, hanya sekitar 270
2
(11)
3
saham yang dinyatakan tidak bertentangan degan syariat Islam berdasarkan hasil seleksi Bapepam.3
Untuk memenuhi prinsip pertama, diperlukan suatu acuan atau kriteria yang dapat digunakan dalam proses seleksi target perusahaan. Para ahli syariat (sharia scholars) memiliki pendapat yang beragam dalam menentukan bahwa suatu perusahaan dianggap memenuhi syariat atau tidak. Hal ini mengakibatkan perbedaan dalam menentukan kriteria yang digunakan dalam proses penyeleksian untuk menentukan bahwa suatu kegiatan usaha dianggap tidak bertentangan dengan prinsip syariat.
Sebagian besar ulama sepakat bahwa secara prinsip untuk menentukan bahwa suatu perusahaan tidak bertentangan dengan prinsip syariat adalah perusahaan tersebut tidak melakukan kegiatan usaha yang terkait dengan produksi dan atau distribusi barang haram yaitu, minuman beralkohol, babi atau makanan mengandung babi, transaksi riba, perjudian (maisir>), dan transaksi yang mengandung ketidakjelasan (ghara>r).4
Namun demikian, beberapa ahli syariat berpendapat bahwa selain dari seleksi kegiatan usaha tersebut, juga perlu dilakukan seleksi dengan menggunakan rasio-rasio keuangan tertentu. Rasio keuangan ini bertujuan untuk mengukur tingkat kesehatan perusahaan dan atau mengetahui ada tidaknya unsur ribawi dalam pengelolaan keuangan perusahaan. Di samping itu, rasio keuangan juga bertujuan untuk mengukur unsur kontribusi pendapatan nonhalal di perusahaan tersebut dibandingkan dengan pendapatan perusahaan.
3
TIM Bapepam-LK, “Kajian Pengembangan Produk Syariah ”, http://www.bapepam.go.id /syariah/publikasi/riset/pdf/Kajian_Pengembangan_Produk_Syariah_(Islamic_Private_Equity_Fund). pdf, di akses 01 januari 2015.
4
(12)
4
Lebih jauh dari itu, beragam pendapat juga timbul pada komponen rasio yang harus dihitung serta batasan rasio yang dianggap memenuhi kriteria syariat. Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menerapkan komponen rasio hutang ribawi berbanding total ekuitas dengan batasan maksimal 82%. DSN-MUI juga menerapkan komponen rasio pendapatan nonhalal dibandingkan Total Pendapatan dengan batasan toleransi sebesar maksimal 10%.
Menurut ungkapan Deputi Komisioner OJK Bagian Pengawas Pasar Modal I Sarjito menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengakui kriteria sebuah perusahaan bisa masuk Daftar Efek Syariah (DES) masih sangat longgar dan belum sepenuhnya menaati aturan Islam. Pasalnya, dari beberapa syarat, terdapat syarat yang memperbolehkan pendapatan non halal sebesar 10% dari total pendapatan. Di belahan dunia manapun ada toleransi. Ada yang 5%, kalau Malaysia toleransinya bertingkat 5%, 10%, sampai 25%. Iran yang sudah menerapkan 100% halal karena di sana semua perusahaan harus syariat.5
Sebagai perbandingan, berdasarkan data dari OJK, di Securities Commission (SC) Malaysia terdapat toleransi pendapatan non halal bertingkat. Untuk perbankan dan asuransi, perjudian, minuman keras, makanan nonhalal, dan hiburan nonsyariat maka toleransi pendapatan nonhalal sebesar 5%.
Sementara untuk perusahaan rokok, dan sebagainya, toleransi pendapatan nonhalal sebesar 10%. Untuk perusahaan seperti rental, toleransi pendapatan nonhalal sebesar 20%, perusahaan seperti hotel dan resort mendapatkan toleransi pendapatan non halal sebesar 25%.
5Ramdania, “Bursa Efek Indonesia Dibanjiri Emiten Syariah”,
http://www.dream.co.id /dinar /alhamdulillah-bursa-efek-indonesia-dibanjiri-emiten-syariah-140523n.html, diakses pada tanggal 11 mei 2015
(13)
5
Bahkan,The Financial Times Stock Exchange (FTSE) atau Bursa Saham London memiliki persyaratan non permissible income di luar pendapatan bunga kurang 5% dibandingkan total pendapatan. Begitu pun dengan Katilim Index atau Bursa Saham Turki.6
FTSE mengemukakan bahwa saham perusahaan yang dimasukkan ke dalam indeks Islam tidak boleh bergerak dalam bidang perbankan dan bisnis keuangan lainnya yang terkait dengan bunga (interest), alkohol, rokok, judi, pabrik senjata, asuransi jiwa, peternakan babi, pengepakan dan pengolahan atau hal-hal lainnya yang terkait dengan babi, sektor/perusahaan yang signifikan dipengaruhi oleh hal-hal yang disebutkan tadi, dan perusahaan yang memiliki beban utang ribawi dengan persentasinya terhadap aset perusahaan melebihi batas-batas yang diizinkan hukum Islam.
Tidak jauh berbeda dengan bursa saham London, Dow Jones Islamic Market Index atau bursa saham syariat Amerika Serikat dalam websitenya membuat kriteria saham yang tidak boleh dimasukkan ke dalam perhitungan Indeks Pasar Islam (DJ Islamic Market Indexes), yaitu perusahaan yang bergerak dalam produksi alkohol (minuman keras), babi dan yang terkait dengannya, jasa keuangan konvensional/kapitalis, seperti bank dan asuransi, industri hiburan, seperti hotel, kasino dan perjudian, bioskop, media porno dan industri musik.
Ahli syariah lain, yang memberikan pendapatnya pada institusi keuangan syariat yang tersebar di beberapa negara juga menerapkan standar yang berbeda. Sementara itu ahli syariat lainnya berpendapat bahwa untuk menentukan perusahaan tersebut tidak bertentangan dengan prinsip syariat, selain kegiatan
6
Ramdania, “ Bursa Efek Syariah Indonesia Masih Longgar”,http://www.dream.co.id /dinar/kriteria-bursa-efek-syariah-indonesia-masih-longgar-140526a.html, di akses 26 mei 2014.
(14)
6
usaha utamanya tidak bertentangan dengan prinsip syariat, semua utang ribawi maupun semua unsur pendapatan nonhalal harus juga dibersihkan. Sebagaimana firman Allah Swt. :
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.7
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.8
Perbedaan pendapat ini disebabkan masing-masing ahli syariat memiliki interpretasi masing-masing dengan melakukan penafsiran (ijtiha>d) terhadap hukum-hukum fikih yang ada. Walaupun perbedaan pendapat merupakan hal yang wajar di kalangan ahli syariah namun hal tersebut memiliki dampak
7
Depag RI,Al-Quran dan Terjemahan, (Surabaya: Duta Ilmu, 2002 ), 32.
8
(15)
7
menjadikan level proses seleksi menjadi tidak setara. Seleksi tersebut hanya setara pada level kegiatan usaha (core business) saja.
Dengan adanya diterbitkan fatwa MUI No.80/DSN-MUI/VI/2011 yang di putuskan oleh ulama besar Indonesia maka akan menjadikan investor saham konvesional beralih ke saham syariah. Karena sebagian besar investor juga akan mencari pendapatan atau keuntungan yang sepenuhnya halal. Namun di dalam kenyaatannya sepenuhnya halal tidak dapat dicapai dikarenakan masih adanya toleransi 10% terhadap produk–produk syariah yang di mana perusahaan emiten menawarkan efek syariah. Dengan adanya toleransi tersebut maka akan ada percampuran yang bergerak dibidang yang halal dan yang haram di perusahaan emiten, dan investor akan menerima pendapatan di mana yang telah dianggap syubhat.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalahnya dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Penentuan toleransi 10% terhadap produk-produk emiten yang mengeluarkan efek syariah.
2. Alasan–alasan MUI menentukan toleransi 10%.
3. Pasar modal yang berbasis syariat lebih mengedepankan prinsip-prinsip hukum islam.
(16)
8
5. Jual beli efek yang mengandung percampuran halal dan haram suatu emiten yang menerbitkan saham syariah dalam pasar modal yang berbasis syariat. 6. Praktek toleransi 10 % dalam jual beli saham syariah di pasar modal. 7. Hukum Islam terhadap toleransi 10% di pasar modal syariah.
Supaya tidak terjadi kesalah pahaman terhadap penulisan proposal ini, maka penulis perlu membatasi permasalahannya sebagai berikut:
1. Praktek toleransi 10 % dalam jual beli saham syariah di pasar modal. 2. Analisis hukum Islam terhadap toleransi 10% di pasar modal syariah.
C. Rumusan Masalah
Dari berbagai pertimbangan dan analisis di atas, maka permasalahan utama dalam penelitian analisis hukum Islam terhadap fatwa MUI No.80/DSN-MUI/VI/2011 tentang saham konvesional di bursa efek indonesia yang berupa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana praktek toleransi 10 % dalam jual beli saham syariah di pasar modal ?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap toleransi 10% di pasar modal syariah ?
D. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan
(17)
9
atau duplikasi dari kajian/penelitian yang telah ada. Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus dijelaskan9.
Penelitian tentang pasar modal syariah ini bukanlah yang pertama kali dan bahkan yang kesekian kali. Namun judul yang hampir mirip atau pantas dijadikan kajian pustaka hanyalah beberapa judul saja.
Ada beberapa penelitian yang mengangkat judul yang hampir sama, yakni: 1. “Pasar Modal Analisis Pendapatan Bunga dan Pedapatan tidak Halal dalam
Perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional” oleh Saputra, M. Nasyah Agus ,2010, IAIN Sunan Ampel Surabaya. di mana dalam penelitian tersebut menekankan Berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-314/BL/2007 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah pada angka 2 huruf e: efek berupa saham, termasuk Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Syariah dan Waran Syariah, yang diterbitkan oleh Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolahan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip syariat sepanjang Emiten atau Perusahaan Publik tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut, tidak melebihi rasio keuangan yakni : total pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan dengan total pendapatan (revenue) tidak lebih dari 10%. Maka emiten tersebut oleh Bapepam dan Lembaga Keuangan dianggap sebagai emiten syariat dan efeknya dianggap efek syariah serta dapat dimuat dalam daftar efek syariah. Pendapatan bunga dan pendapatan tidak halal, dua hal tersebut tidak selaras dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No:
40/DSN-9
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, 2014). 8
(18)
10
MUI/X/2003. Bunga (interest) sendiri berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia.10
2. “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pengelolaan Reksadana Campuran (Descretonary Fund)” oleh Linawati, Linawati ,2009, IAIN Sunan Ampel Surabaya. yang inti pembahasannya yaitu pengelolaan reksa dana Campuran (Discretionary Fund) pada Manajemen Investasi adalah tidak dibenarkan dalam prespektif hukum Islam (haram).11
3. “Pasar modal : analisis pendapatan bunga pendapatan tidak halal dalam
perspektif fatwa Dewan Syariah Nasional” oleh Saputra, M. Nasyah A.,
2010, IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dalam pembahasan skripsi ini memuat inti bahwa pendapatan yang tidak halal tidak halal berarti pendapatan yang berasal dari sesuatu yang tidak halal yakni pendapatan yang berasal dari sesuatu yang telah jelas haram hukumnya, baik itu haram karena zatnya ( hara>m li-z|a>tihi ) dan haram bukan karena zatnya ( hara>m li-gayrihi ), yang mengandung unsur d{arar, garar, dan maysir, tiga unsur tersebut haram hukumnya. dalam tinjauan Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai rasio keuangan yang disebutkan pada angka angka 2 huruf e butir 4) b), tidak dapat dianggap emiten syariah, dan efek yang diterbitkannya bukanlah efek syariah serta tidak dapat dimuat dalam daftar efek syariah. Sehingga hal – hal yang dijelaskan dalam
10
Saputra, M. Nasyah Agus,“Pasar Modal Analisis Pendapatan Bunga Dan Pedapatan Tidak Halal Dalam Perspektif Fatwa Dewan Syariah Nasional”(Thesis -- IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2010), 3.
11
Linawati, Linawati, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Reksadana Campuran (Descretonary Fund)” (Thesis -- UIN Sunan Ampel Surabaya, 2009), 1.
(19)
11
Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan tersebut tidak selaras dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional.12
Dalam penelitian Analisis Hukum Islam terhadap toleransi10% dalam jual beli saham syariah di Bursa Efek Indonesia. Perbedaan dari penelitian ini adalah titik tekannya terhadap proses tentang bagaimana diizinkannya produk-produk efek syariah dengan toleransi nonhalal sebesar 10% dalam perdagangan saham di pasar modal. Kemudian lebih fokus kepada analisis dikeluarkannya fatwa terbaru tentang pasar modal syariah MUI No.80/DSN-MUI/VI/2011 yang tidak selaras dengan adanya toleransi produk nonhalal sebesar 10%. Sedangankan dalam hukum Islam sendiri memperbolehkan jual beli suatu barang yang benar-benar 100% halal dan tidak diperbolehkannya ada campuran suatu barang yang haram hukumnya, dan akan menjadi riba ketika seseorang mengambil suatu keuntungan dari jual beli yang mengandung haram atau nonhalal.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang tertera di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana Praktek toleransi 10 % dalam jual beli saham syariah di pasar modal.
2. Untuk mengetahui bagaimana penerapan fatwa MUI No.80/DSN-MUI/VI/2011
di pasar modal berbasis syariah.
12
Saputra, M. Nasyah A., “Pasar modal : analisis pendapatan bunga pendapatan tidak halal dalam perspektif fatwa Dewan Syariah Nasional” ( Skripsi-- UIN Sunan Ampel Surabaya , 2010), 68.
(20)
12
3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap fatwa MUI
No.80/DSN-MUI/VI/2011 di pasar modal berbasis syariah.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan di atas, penulis membagi manfaat penelitian ini ke dalam dua poin, yaitu:
1. Secara teoritis
Kajian tentang Analisis Hukum Islam Terhadap toleransi 10% dalam
jual beli saham syariah di Bursa Efek Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Memberikan sumbangsih pemikiran yang bernuansa Islami terhadap pasar modal di Indonesia khususnya di BEI.
b. Sebagai acuan atau refrensi untuk mahasiswa jika hendak meneliti judul yang sama.
2. Secara praktis
a. Peneliti, memberikan pengetahuan lebih jauh, karena yang diteliti bukan merupakan hal yang baru untuk pengkajian keIslaman.
b. Nasabah, dengan sistem yang Islami, tidak ada yang merasa dirugikan. c. Masyarakat, dapat dijadikan sebagai pedoman dalam mensosialisasikan
terhadap masyarakat, bahwa transaksi keuangan syariat seperti Pasar Modal yang memberikan keuntungan kepada masyarakat adalah untuk membantu masyarakat yang menginvestasikan dananya yang lebih ke pasar modal.
(21)
13
Dalam definisi operasional ini, peneliti berusaha menjelaskan apa makna yang terkandung dalam variabel-variabel pada judul yang telah diangkat oleh peneliti. Dan inilah uraian tentang judul adalah:
1. Pasar modal syariat
Pasar modal syariat adalah pasar modal yang sesuai dengan syariat Islam atau dengan kata lain instrumen yang digunakan berdasarkan pada prinsip syariat dan mekanisme yang digunakan juga tidak bertentangan dengan prinsip syariat antara lain tidak boleh ada riba, gharar dan masyir, dimana di bidang muamalah ini mempunyai kekhususan seperti perdagangan saham di pasar modal 13. Dalam hal ini, hukum Islam yang di maksud dari peneliti ialah Hukum Islam yang berkaitan dengan Fiqih Muamalah tentang jual beli saham syariat14.
2. Bursa efek Indonesia
Adalah lembaga fasilitator perdagangan jual beli bursa efek antara emiten dan investor, transaksi jual beli antara investor yang menjalankan transaksi perdagangan saham di bursa efek dalam studi kantor perwakilan BEI Surabaya.
3. Toleransi 10% dalam jual beli saham syariat
Toleransi 10% adalah toleransi penadapatan non halal oleh perusahaan yang memcatatkan efeknya di bursa efek Indonesia kemudian disebut emiten yang saham diperjualbelikan dengan fluktuatif.
13
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya,Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN SA Press, 2011), 51-55.
14
(22)
14
H. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini yaitu berupa penelitian lapangan dan kemudian dilanjutkan dengan penelitian kajian pustaka. Penelitian lapangan yaitu mengambil data secara langsung di tempat sumber data guna untuk mendapatkan data dengan lengkap dan mengetahui praktek di lapangan. Peneltian kajian pustaka yaitu analisis data bersumber dari buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini.15
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Maka berikut ini akan dibahas mengenai data yang dikumpulkan, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknis analisis data :
1. Data yang dikumpulkan
a. Fatwa MUI No.80/DSN-MUI/VI/2011 tentang penerapan prinsip syariat dan mekanisme perdagangan secara ekuitas.
b. Data tentang toleransi 10% dalam jual beli emiten saham syariah. 2. Sumber data
Sumber Data primer merupakan sumber data yang pokok/utama dari pihak yang bersangkutan di lapangan. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang relah ada baik dari perpustakaan atau dari laporan-laporan penelitian terdahulu.
Sumber data terdiri dari: a. Sumber primer
15
(23)
15
1. Data dari BEI yaitu data emiten syariah yang tercatat di BEI perwakilan Surabaya.
2. Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No.80/DSN-MUI/VI/2011 tentang Prinsip Pasar Modal syariah dan Penerapan Prinsip Syariah Di Pasar Modal.
3. Mentor atau konsultan pasar modal syariah. b. Sumber sekunder
1) Nafik, HR Muhammad,bursa efek dan investasi syariah 2) Hidayat, Taufik,buku pintar investasi syariah
3) Sholihin, Ifham Ahmad,ekonomi syariah 3. Teknik pengumpulan data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilandaskan pada aturan yang baku yang telah menjadi bahan didalam penelitian kualitatif yang mana pengompulan datanya dengan cara pengamatan atau observasi daninterviewatau wawancara16.
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melakukan kajian penelitian, maka penelitian ini melakukan pengumpulan data dengan menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Obsevasi
Observasi adalah suatu cara mengadakan penyelidikan dengan menggunakan pengalaman terhadap suatu objek dari suatu peristiwa atau kejadian yang akan diteliti17. Dalam penelitian ini di gunakan observasi sistematis, dimana peneliti melakukan langkah sistematis dalam
16Buna’i,
Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan, (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2006), 19.
17
(24)
16
mengamati objek penelitian dengan menggunakan pedoman instrumen observasi, sehingga dapat menghasilkan data yang sesuai dengan fokus masalah yang telah ditetapkan.18
Adapun data yang ingin diperoleh dengan menggunakan metode observasi ini adalah:
1) Kondisi objek penelitian.
2) Prosedur atau tata cara penerapan syariat di pasar modal. b. Interview(wawancara)
Interview(wawancara) adalah teknik mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada ahli19 pasar modal dan konsultan BEI Surabaya, percakapan itu dilakukan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang bertugas sebagai orang yang mengajukan pertanyaan dan yang dikenai pertanyaan atau orang yang menjawab dari pertanyaan tersebut. Berikut narasumber yang di wawancarai :
1. bapak Asikin Ashar M. EI, mentor BEI
2. Bapak Isma Swadjaja, Mentor BEI dan Dosen UIN Sunan Ampel
Surabaya.
3. Bapak Nafik Mubarok, Wakil Ketua Umum Kadin Jatim.
4. Teknik pengolahan data
Dilakukan sebuah mengelola data dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik pengeditan data dan pengorganisasian data. Setelah
18
Suharsimi Arikunto,Prosedur Penelitian Suatu Praktek, (Jakarta: Reneka Cipta, 2006), 166.
19
(25)
17
penelitian selesai atau telah terkumpul, maka diperlukan sebuah pengelolaan data-data yang terkumpul dengan mengadakan beberapa proses, antara lain: a. Pengeditan data atau editing adalah pengecekan atau pengoreksian data
yang telah dikumpulkan atau memeriksa kembali informasi yang telah diterima peneliti20. Yakni memeriksa data yang terkumpul baik melalui observasi maupun wawancara terhadap para pialang saham, calon investor maupun pemilik perusahaan yang menerbitkan saham dari segi kelengkapan yang perlu di koreksi saja.
b. Pengorganisasian data dalam hal ini mendapatkan data-data yang jelas dan terorganisir dengan baik, sehingga dapat di analisis lebih lanjut guna perumusan deskriptif.
5. Teknik analisis data
Analisis data adalah salah satu tahapan yang dikerjakan setelah memperoleh informasi melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi temuan-temuan sehingga menjadi suatu data yang teratur dan akurat. Seperti yang dikemukakan oleh Boqdan dan Biklen dalam buku penelitian kualitatif mengatakan bahwa:
“Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan
20
(26)
18
apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain”21.
Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analistik yaitu dengan membuat gambaran mengenai toleransi 10% terhadap jual beli saham syariah atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat yang menggambarkan jawaban terhadap apa yang tercantum dalam rumusan masalah untuk dianalisis tentang toleransi pendapatan jual beli saham syariah dengan toleransi non halal sebesar maksimal 10% sesuai dengan data yang berhubungan dengan masalah tersebut.
Penelitian melakukan pendekatan dengan pola berfikir secara metode deduktif yaitu menekankan pada fenomena atau fakta secara lapangan melalui pengamatan yang kemudian menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan secara teori.
I. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini mengarah pada tujuan pembahasan, maka diperlukan sistematika pembahasan yang terdiri dari :
Bab pertama pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua ini memuat tentang konsep Pasar Modal menurut Hukum Islam yakni meliputi pengertian, landasan hukum Studi Teoritis yang membicarakan
21
(27)
19
tentang Dewan Syariah Nasional Dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.80/DSN-MUI/VI/2011 tentang Pasar Modal, Hukum Islamsyubha<t.
Bab ketiga Bab ini membahas tentang temuan studi di BEI dan Fatwa - DSN yakni mencakup sejarah, Produk, profil, tata cara, struktur dan bagaimana proses diijinkannya toleransi 10% pendapatan nonhalal di pasar modal.
Bab keempat Merupakan analisis terhadap judul Analisis Hukum Islam
Terhadap toleransi 10% dalam jual beli saham syariah di Bursa Efek Indonesia. Analisis ini meliputi bagaimana terhadap transaksi-transaksi perdagangan saham yang berbasis syariat dengan ketentuan hukum Islam tentang adanya produk efek syariah dengan toleransi nonhalal sebesar 10% yang ada berdasarkan dalil-dalil dari Alquran dan maupun ulama.
Bab kelima merupakan bab penutup. Pada bab ini berisi kesimpulan yang di dalamnya menjawab semua rumusan masalah dan juga berisi saran.
(28)
BAB II
PASAR MODAL SYARIAH, FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL NO.80/DSN-MUI/VI/2011 DAN KONSEP SYUBHAT DALAM HUKUM
ISLAM
A. Perkembangan Pasar Modal Syariah
Sejarah Pasar Modal Syariah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada 3 Juli 1997. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dananya secara syariat. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip syariat.18
Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah.
18
Nafik, HR. Muhammad,Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2009), 259.
(29)
22
Sejarah Pasar Modal Syariah juga dapat ditelusuri dari perkembangan institusional yang terlibat dalam pengaturan Pasar Modal Syariah tersebut. Perkembangan tersebut dimulai dari MoU antara Bapepam dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003. MoU menunjukkan adanya kesepahaman antara Bapepam dan DSN-MUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis syariat di Indonesia.
Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan menjadi unit setingkat eselon III.
Pada tanggal 23 Nopember 2006, Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam dan LK terkait Pasar Modal Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam dan LK pada tanggal 12 September 2007.
(30)
23
Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya UU Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan surat berharga syariah negara atau sukuk negara. Pada tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan SBSN seri IFR0001 dan IFR0002.
Pada tanggal 30 Juni 2009, Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.19
B. Konsep Pasar Modal Syariah
Secara umum, kegiatan pasar modal syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus pasar modal syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.20
Penerapan prinsip syariat di pasar modal tentunya bersumberkan pada Alquran sebagai sumber hukum tertinggi dan Hadis Nabi Muhammad saw. Selanjutnya, dari kedua sumber hukum tersebut para ulama melakukan penafsiran yang kemudian disebut ilmu fikih. Salah satu pembahasan dalam ilmu fikih adalah pembahasan tentang muamalah, yaitu hubungan di antara
19
TIM Bapepam – LK, “Sejarah Pasar Modal Syariah”, http://www.bapepam.go.id /syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html, di akses pada tanggal 20 mei 2015
20
(31)
24
sesama manusia terkait perniagaan. Berdasarkan itulah kegiatan pasar modal syariah dikembangkan dengan basis fikih muamalah. Terdapat kaidah fikih
muamalah yang menyatakan bahwa “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”21 Konsep inilah yang menjadi prinsip pasar modal syariah di Indonesia.
Dasar Hukum sebagai bagian dari sistem pasar modal Indonesia , kegiatan di Pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariat juga mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal berikut peraturan pelaksananaannya (Peraturan Bapepam-LK, Peraturan Pemerintah, Peraturan Bursa dan lain-lain). Bapepam-LK selaku regulator pasar modal di Indonesia, memiliki beberapa peraturan khusus terkait pasar modal syariah, sebagai berikut:
1. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efeek Syariah.
2. Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah.
3. Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan
Efek Syariah.22
C. Pengenalan Produk Syariah di Pasar Modal
Secara konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep
21
Nafik, HR. Muhammad,Bursa Efek dan Investasi Syariah, 199.
22
TIM Bapepam – LK, “Introduction”, http://www.bapepam.go.id/syariah/introduction.html, Di akses pada tanggal 20 mei 2015
(32)
25
penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariat.
Namun demikian, tidak semua saham yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
a. Emiten dan Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat.
b. Emiten dan Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariat, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
i. kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariat sebagaimana diatur dalam peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:23
perjudian dan permainan yang tergolong judi.
perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa.
perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu.
23
(33)
26
bank berbasis bunga.
perusahaan pembiayaan berbasis bunga.
jual beli risiko yang mengandung unsur ketidak pastian (garar) dan/atau judi (maysi>r), antara lain asuransi konvensional.
memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa hara>m zatnya (haram lidzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram lighairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).
ii. rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%.
iii. rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.24
D. Emiten dan Pegawasan
Di dalam pasar modal terdapat istilah emiten, yang dimaksud dengan emiten adalah perusahaan publik yang melakukan penawaran umum atau penawaran efek untuk menjual efek kepada masyarakat. Perseroan yang sahamnya dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 ( tiga ratus) pemegang saham
24
(34)
27
dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan pemerintah.25
Gambar 1.126
Skema diatas menerangkan bahwa OJK bersama Dewan Syariah Nasional mengawasi dan mengontrol berjalannya saham syariah di pasar perdana maupun di pasar sekunder. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan investor kepada bursa efek yang sebagai penyedia layanan jual beli dipasar saham syariah agar emiten agar emiten yang sudah terdaftar di DES (daftar Efek Syariah) agar tetap berjalan sesuai prinsip-prinsip syariat, dan tidak melanggar yang telah diatur sesuai fatwa dan undang-undang tentang pasar modal syariah.27
25
Yustria, Desi,Sekolah Pasar Modal Syariah Level I, (Surabaya : P.T Bursa Efek Indonesia., 2014), 40.
26
Ibid., 60.
27
Ibid., 60.
OJK ( OTORITAS JASA KEUANGAN )
Dewan Syariah Nasional ( DSN-MUI)
Pasar Perdana Pasar sekunder
Dewan Pengawas Syariah (DPS) Tim Ahli Syariah
(35)
28
E. Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 80/DSN-MUI/III/2011 Tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Regular Bursa Efek.
Landasan hukum pasar modal syariah adalah fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia ( DSN – MUI) No. 80/DSN-MUI/III/201128, tentang ayat menimbang bahwa di kalangan masyarakat muncul pertanyaan mengenai kesesuaian syariat atas mekanisme Perdagangan Efek bersifat ekuitas di pasar Reguler Bursa Efek di Pasar Modal, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dikemukakan dalam huruf a, DSN-MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang penerapan prinsip syariat dalam mekanisme perdagangan efek bersifat ekuitas di pasar regular bursa efek untuk dijadikan pedoman.29Mengingat firman Allah Swt. :
a.
QS. albaqarah ayat 275:
28Swajaja, Isma,Sekolah pasar modal level II, 89.
29
Fatwa Dewan Syariah Nasional no.80/DSN-MUI/III/2011, Tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Regular Bursa Efek.
(36)
29
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya30
b. QS. Albaqarah ayat 278:
“Hai orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa ribajika kamu orang yang beriman.”31
Dari firman Allah telah menjelaskan bahwasannya kita sebagai manusia telah diperbolehkan untuk jual beli atau melakukan aktifitas perniagaan, namun Allah melarang perniagaan yang mengandung unsur riba. Hendaknya kita sebagai umat muslim yang taat untuk selalu meninggalkan sesuatu hal yang hukumnya riba karena riba adalah haram. Hadis Nabi saw yang menjelaskan tentanng riba :
30
Depag RI,Al-Quran dan Terjemahan, (Surabaya: Mekar Surabaya, 2002), 58.
31
(37)
30
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al- Khudri, sesungguhnya rasullah
bersabda : “janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali keduanya
sama dan janganlah kalian melebihkan sebagiannya itu sebagian yang lain. Janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali keduanya sama, dan janganlah kalian melebihkan sebagiannya atas yang lain, dan janganlah kalian menjual yang belum ada barangnya dengan yang sudah ada
(diutangkan)”(diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada kitab ke-34 jual beli ke-78 bab menjual dengan perak).32
Kemudian dalam ketentuan umum dalam pasar modal syariah dalam fatwa ini yang dimaksud dengan33:
• Pasar Reguler adalah pasar di mana Perdagangan Efek di Bursa Efek dilaksanakan berdasarkan proses tawar menawar yang berkesinambungan (bay’ al-Musawa>mah) oleh Anggota Bursa’
Efek dan penyelesaian administrasinya dilakukan pada hari bursa ketiga setelah terjadinya Perdagangan Efek di Bursa Efek.
• Bursa Efek adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan/atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka.34
32Baqi, Abdul Fu’ad Muhammad, Hadits shaih Bukhari Muslim,
Terjemahan Mutiara Hadits Shahih Bukhari Muslim penerjemah Arif Rahman Hakim, (depok : Palapa, 2014), 458.
33
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.80/DSN-MUI/III/2011, Tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Regular Bursa Efek.
34
(38)
31
• Anggota Bursa Efek adalah Perusahaan Efek yang telah memperoleh izin usaha dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) sebagai Perantara Pedagang Efek sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal dan telah memperoleh persetujuan keanggotaan bursa untuk mempergunakan sistem dan atau sarana bursa dalam rangka melakukan kegiatan Perdagangan Efek di Bursa Efek sesuai dengan peraturan Bursa Efek.
• Riba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang rib>awi> (al-amwa>l al-riba>wi>yah) dan tambahan yang diberikan atas pokok utang dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak.35
• bay’ adalah akad pertukaran harta yang bertujuan memindahkan
kepemilikan harta tersebut.
• bay’al-Musawa>mahadalah akad jual beli dengan kesepakatan harga
pasar yang wajar.
• Garar adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas atau kuantitas obyek akad maupun mengenai penyerahannya.
• Dharar adalah tindakan yang dapat menimbulkan bahaya atau kerugian pihak lain.36
35
Ibid.
36
(39)
32
Mekanisme perdagangan bersifat ekuitas di pasar regular Bursa Efek boleh dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan Khusus37. Ketentuan khusus tersebut berisi :
1. Perdagangan efek
a. Perdagangan Efek di Pasar Reguler Bursa Efek menggunakan akad jual beli (bay’).
b. Akad jual beli dinilai sah ketika terjadi kesepakatan pada harga serta jenis dan volume tertentu antara permintaan beli dan penawaran jual.
c. Pembeli boleh menjual efek setelah akad jual beli dinilai sah sebagaimana dimaksud dalam huruf b, walaupun penyelesaian administrasi transaksi pembeliannya (settlement) dilaksanakan di kemudian hari, berdasarkan prinsipqabdh hukmi.
d. Efek yang dapat dijadikan obyek perdagangan hanya Efek Bersifat Ekuitas Sesuai Prinsip Syariat.
e. Harga dalam jual beli tersebut dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan yang mengacu pada harga pasar wajar melalui mekanisme tawar menawar yang berkesinambungan (bay’ al-musawa>mah).
37
(40)
33
f. Dalam perdagangan efek tidak boleh melakukan kegiatan dan/atau tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip syariat sebagaimana dimaksud dalam angka 3.
2. Mekanisme perdagangan efek38
a. Bursa Efek boleh menetapkan aturan bahwa:
1. Perdagangan Efek hanya boleh dilakukan oleh Anggota Bursa Efek.
2. Penjual dan Pembeli Efek yang bukan Anggota Bursa Efek dalam melaksanakan Perdagangan Efek harus melalui Anggota Bursa Efek.
b. Akad antara penjual atau pembeli efek yang bukan Anggota Bursa Efek dengan Anggota Bursa menggunakan akadju’a>lah.
c. Bursa Efek wajib membuat aturan yang melarang terjadinya dhara>r dan tindakan yang diindikasikan tidak sesuai dengan prinsip syariat dalam Perdagangan Efek yang berdasarkan prinsip syariat di Bursa Efek.
d. Bursa Efek menyediakan sistem dan/atau sarana perdagangan Efek, termasuk namun tidak terbatas pada peraturan bursa dan sistem dalam rangka melakukan pengawasan perdagangan efek, antara lain untuk
38
(41)
34
mendeteksi dan mencegah kegiatan atau tindakan yang diindikasikan tidak sesuai dengan prinsip syariat.
3. Tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip syariat
Pelaksanaan Perdagangan Efek harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi, manipulasi, dan tindakan lain yang di dalamnya mengandung unsur dhara<r, ghara>r, riba>, maysi>r, risywa>h, maksiat dan kedzaliman,taghri>r, ghisy, najasy,
ihtikar, bay‘ al-ma’dum, talaqqi al-rukban, ghabn, riba dan tadli>s. Tindakan-tindakan tersebut antara lain meliputi39:
a. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategoriTadli>santara lain:
1. Front running yaitu tindakan Anggota Bursa Efek yang
melakukan transaksi lebih dahulu atas suatu Efek tertentu, atas dasar adanya informasi bahwa nasabahnya akan melakukan transaksi dalam volume besar atas Efek tersebut yang diperkirakan mempengaruhi harga pasar, tujuannya untuk meraih keuntungan atau mengurangi kerugian.
2. Misleading information (informasi menyesatkan), yaitu
membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga Efek di Bursa Efek.
b. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategoriTaghrirantara lain:
39
(42)
35
1. Wash sale (perdagangan semu yang tidak mengubah
kepemilikan) yaitu transaksi yang terjadi antara pihak pembeli dan pe njual yang tidak menimbulkan perubahan kepemilikan dan/atau manfaatnya (beneficiary of ownership) atas transaksi saham tersebut. Tujuannya untuk membentuk harga naik, turun atau tetap dengan memberi kesan seolah-olah harga terbentuk melalui transaksi yang berkesan wajar. Selain itu juga untuk memberi kesan bahwa Efek tersebut aktif diperdagangkan.40
2. Pre-arrange trade yaitu transaksi yang terjadi melalui
pemasangan order beli dan jual pada rentang waktu yang hampir bersamaan yang terjadi karena adanya perjanjian pembeli dan penjual sebelumnya. Tujuannya untuk membentuk harga (naik, turun atau tetap) atau kepentingan lainnya baik di dalam maupun di luar bursa.
c. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Najasy antara lain:
1. Pump and dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek diawali oleh pergerakan harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan
40
(43)
36
serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Tujuannya adalah menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.
2. Hype and dump, yaitu aktivitas transaksi suatu Efek yang diawali oleh pergerakan harga uptrend yang disertai dengan adanya informasi positif yang tidak benar, dilebih-lebihkan, misleading dan juga disebabkan oleh serangkaian transaksi inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi, melakukan serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan dapat mendorong penurunan harga. Pola transaksi tersebut mirip dengan pola transaksi pump and dump, yang tujuannya menciptakan kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh keuntungan.41
3. Creating fake demand/supply (Permintaan/Penawaran
Palsu), yaitu adanya 1 (satu) atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order beli/jual pada level harga terbaik, tetapi jika order beli/jual yang dipasang sudah mencapai best price maka order tersebut di-delete atau
di-41
(44)
37
amend (baik dalam jumlahnya dan/atau diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat demand/suplpy yang tinggi sehingga pasar terpengaruh untuk membeli/menjual.
d. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ikhtikar antara lain42:
1. Pooling interest, yaitu aktivitas transaksi atas suatu Efek yang terkesan liquid, baik disertai dengan pergerakan harga maupun tidak, pada suatu periode tertentu dan hanya diramaikan sekelompok Anggota Bursa Efek tertentu (dalam pembelian maupun penjualan). Selain itu volume transaksi setiap harinya dalam periode tersebut selalu dalam jumlah yang hampir sama dan/atau dalam kurun periode tertentu aktivitas transaksinya tiba-tiba melonjak secara drastis. Tujuannya menciptakan kesempatan untuk dapat menjual atau mengumpulkan saham atau menjadikan aktivitas saham tertentu dapat dijadikan benchmark.
2. Cornering, yaitu pola transaksi ini terjadi pada saham dengan kepemilikan publik yang sangat terbatas. Terdapat upaya dari pemegang saham mayoritas untuk menciptakan supply semu yang menyebabkan harga menurun pada pagi hari dan menyebabkan investor publik melakukan short selling.
42
(45)
38
Kemudian ada upaya pembelian yang dilakukan pemegang saham mayoritas hingga menyebabkan harga meningkat pada sesi sore hari yang menyebabkan pelaku short sell mengalami gagal serah atau mengalami kerugian karena harus melakukan pembelian di harga yang lebih mahal.
e. Tindakan-tindakan yang termasuk dalam kategori Ghishsh antara lain:
1. Marking at the close (pembentukan harga penutupan), yaitu penempatan order jual atau beli yang dilakukan di akhir hari perdagangan yang bertujuan menciptakan harga penutupan sesuai dengan yang diinginkan, baik menyebabkan harga ditutup meningkat, menurun ataupun tetap dibandingkan harga penutupan sebelumnya.
2. Alternate trade, yaitu transaksi dari sekelompok Anggota Bursa tertentu dengan peran sebagai pembeli dan penjual secara bergantian serta dilakukan dengan volume yang berkesan wajar. Adapun harga yang diakibatkannya dapat tetap, naik atau turun. Tujuannya untuk memberi kesan bahwa suatu efek aktif diperdagangkan.43
f. Tindakan yang termasuk dalam kategori ghabn fahisy, antara lain:
insider trading (perdagangan orang dalam), yaitukegiatan ilegal di lingkungan pasar finansial untuk mencari keuntungan yang biasanya
43
(46)
39
dilakukan dengan cara memanfanfaatkan informasi internal, misalnya rencana-rencana atau keputusan-keputusan perusaha‘an yang belum dipublikasikan.
g. Tindakan yang termasuk dalam kategori Bay al-ma’dum, antara lain:
short selling (bay‘ al-maksyuf /jual kosong), yaitu suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham yang belum dimiliki dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali pada saat harga turun.
h. Tindakan yang termasuk dalam kategori riba, antara lain: margin trading (transaksi dengan pembiayaan), yaitu melakukan transaksi atas Efek dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga (riba) atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek.
F. Konsep Syubhat Dalam Hukum Islam
1. Pengertian syubhat
Syubuhat, atau Subhat merupakan istilah di dalam Islam yang menyatakan tentang keadaan yang samar tentang kehalalan atau keharaman dari sesuatu.44Syubhatjuga dapat merujuk kepada sebuah keadaan kerancuan berpikir dalam memahami sesuatu hal, yang mengakibatkan sesuatu yang salah terlihat benar atau sebaliknya.45 Dalam permasalahan kontemporer seringkali umat yang awam menghadapi permasalahan yang belum jelas dan meragukan sehingga dibutuhkan keterangan atau penelitian lebih lanjut, syariat Islam menuntut segala sesuatu dilakukan atas dasar keyakinan bukan
44
Huda, Nurul,Investasi pasar Modal Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), 29.
45
(47)
40
keragu-raguan. Sering kali dibutuhkan fatwa dan ijtihad ulama untuk menentukan status hukumnya.
Syubhat berbeda dengan perkara yang sudah jelas pengharamannya, atau dengan halal, makruh, wajib, dan sunat. Syubhat muncul karena ketidaktahuan, bukan dari pengetahuan. Kondisi tersebut akan terus meragukan dan tidak akan pernah melahirkan kemantapan dalam menentukan sikap, hingga datangnya penjelasan dari ulama. Kondisi seperti ini umumnya dialami kebanyakan oleh kelompok awam. Syubhat sesungguhnya menggambarkan pengetahuan objektif sebagian besar orang terhadap status hukum suatu perkara. Sebab, dalam pandangan hukum syariat, tidak ada satu pun masalah yang tidak memiliki status hukum. Sekalipun kadang-kadang diperdebatkan, ketidakjelasannya bukan karena keraguan, tapi berlandaskan keilmuan yang jelas. Seseorang yang masih ragu-ragu terhadap hukum suatu perkara, dan belum jelas mana yang benar baginya, maka perkara itu dianggap syubhat baginya, dia harus menjauhi perkara tersebut hingga jelas baginya status kehalalannya.46 Sedangkan bagi orang yang tahu (faham/berilmu), status perkaranya sudah jelas, walau kadang terdapat perbedaan pendapat dikalangan Ahlul ilmi (ulama), utamanya di antara mazhab-mazhab fikih.
“Dari Al-Husain bin Ali r.a ia berkata : Saya selalu ingat pada sabda Rasulullah saw, yaitu: Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu dan kerjakanlah sesuatu yang tidak meragukanmu.(Riwayat Tirmidzi).47
46
Huda, Nurul,Investasi Pasar Modal Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008),30.
47
(48)
41
Sebagian yang lain berpendapat bahwa hal yang syubhat itu
hukumnya halal dengan alasan sabda Rasulullah, “seperti penggembala yang menggembala di sekitar daerah terlarang” kalimat ini menunjukkan
bahwa syubhat itu pada dasarnya halal, tetapi meninggalkan yang syubhat
adalah sebagaian sifat yang wara’. Sebagian lain lagi berkata bahwa syubhat yang tersebut pada hadits ini tidak dapat dikatakan halal atau haram, karena Rasulullah menempatkannya diantara halal dan haram, oleh karena itu kita memilih diam saja.
“Barangsiapa meninggalkan perkara-perkara syubhat, maka ia mencari keterbebasan untuk agamanya dan kehormatannya”.48
Kalimat, “maka siapa yang menjaga dirinya dari yang syubhat itu, berarti ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya” maksudnya
membentengi diri dari perkara yang syubhat.Kalimat, “siapa terjerumus
dalam wilayah syubhat maka ia telah terjerumus kedalam wilayah yang
haram” hal ini dapat terjadi dalam dua hal:
•Orang yang tidak bertaqwa kepada Allah dan tidak memperdulikan perkara syubhat maka hal semacam itu akan menjerumuskannya kedalam perkara haram, atau karena sikap sembrononya membuat dia berani melakukan hal yang haram, seperti kata sebagian orang:
“Dosa-dosa kecil dapat mendorong perbuatan dosa besar dan dosa
besar mendorong pada kekafiran”
48
(49)
42
•Orang yang sering melakukan perkara syubhat berarti telah
menzhalimi hatinya, karena hilangnya cahaya ilmu dan sifat wara’
kedalam hatinya, sehingga tanpa disadari dia telah terjerumus kedalam perkara haram. Terkadang hal seperti itu menjadikan
perbuatan dosa jika menyebabkan pelanggaran syari’at.49
Islam mengajarkan umatnya untuk menjalankan aktivitas yang baik dan yang halal serta meinggalkan yang hara>m. Islam juga menyuruh kita menghindari sesuatu yang samar antara halal dan hara>m (syubhat). Rasullah saw. Bersabda :
“sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang hara>m telah
nyata. Antara keduanya terdapar perkara yang diragukan yang tidak diketahui kebanyakan orang. Maka, siapa yang menjaga dirinya untuk tidak mengerjakan perkara yang diragukan, selamatlah, agama dan pribadinya. Tetapi siapa yang jatuh ke dalam syubhat, berarti ia jatuh ke dalam yang hara>m, tak ubahnya seperti gembala yang mengembala di tepi tanah larangan, khawatir ia jatuh ke dalam. Ketahuilah, setiap kerajaan itu memiliki larangan dan larangan Allah ialah segala yang dihara>mkan-Nya. Ketahuilah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal darah, jika baik gumpalan itu, rusak pulalah tubuh seluruhnya. Ketahuilah gumpalan darah
itu ialah hati.”(HR.Muslim)50 2. Syubhat Menurut Ulama
49
Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram dalam Islam, Terjemahan Arif Rahman Hakim ( Surabaya : Bina Ilmu, 2010), 35.
50
Baqi, Abdul Fu’ad Muhammad,Hadits shahih Bukhari Muslim, terjemahan Mutiara Hadits shahih Bukhari Muslim penerjemah Arif Rahman Hakim, ( Jakarta : Serambil Ilmu semesta, 2009),460.
(50)
43
a. Imam Ahmad menafsirkan bahwa syubhat ialah perkara yang berada
antara halal dan haram yakni yang betul-betul halal dan betul-betul haram. Dia berkata, "Barangsiapa yang menjauhinya, berarti dia telah menyelamatkan agamanya. Yaitu sesuatu yang bercampur antara yang halal dan haram."
b. Ibnu Rajab berkata, "Masalah syubhat ini berlanjut kepada cara bermuamalah dengan orang yang di dalam harta bendanya bercampur antara barang yang halal dan barang yang haram. Apabila kebanyakan harta bendanya haram, maka dia berkata, 'Dia harus dijauhkan kecuali untuk sesuatu yang kecil dan sesuatu yang tidak diketahui.' Sedangkan ulama-ulama yang lain masih berselisih pendapat apakah muamalah dengan orang itu hukumnya
makruh ataukah haram”
c. Al-Shan'ani berpendapat bahwa yang dimaksud dengan syubhat adalah hal-hal yang belum diketahui status halal dan haramnya hingga sebagian besar orang yang tidak tahu (awam) menjadi ragu antara halal dan haram. Hanya para ulama yang mengetahui status hukumnya dengan jelas, baik berdasarkan nash ataupun berdasarkan ijtihad yang mereka lakukan dengan metode qiyas, istishb, dan sebagainya. Adapun menurut Taqiyuddin An-Nabhani arti dari syubhat adalah ketidakjelasan atau kesamaran, sehingga tidak bisa diketahui halal haramnya sesuatu secara jelas. Syubhat
(51)
44
terhadap sesuatu bisa muncul baik karena ketidakjelasan status hukumnya, atau ketidakjelasan sifat atau faktanya.51
3. Penyebab kesamaran ( Syubhat )
Secara umum, kesamaran hukum suatu perkara itu bisa ditimbulkan karena kesamaran yang terjadi pada salah satu dari dua sebab atau karena keduanya. Hal ini tidak lepas dari dua hal, ada dan kemungkinan yang lebih kuat daripada kemungkinan yang lain. Jika kedua kemungkinan itu seimbang, hukumnya sesuai dengan apa yang diketahui sebelumnya, lalu hukum itu diambil dan tidak boleh ditinggalkan meski ada keraguan. Sebaliknya, jika salah satu kemungkinan lebih kuat daripada kemungkinan yang lain, misalnya muncul bukti yang bisa dijadikan pegangan, hukumnya adalah menurut kemungkinan yang lebih kuat.52Berikut beberapa masalah-masalahnya.
a. Kehara>man diketahui lalu muncul keraguan tentang sebab pengahalalannya. Inilah syubhat yang wajib dihindari dan hara>m didahulukan. Diriwayatkan bahwa nabi saw. Bangun pada suatu
malam, istrinya bertanya, “engkau bangun, ya rasullah?” beliau menjawab : “ya, aku telah mengambil sebutir kurma dan aku khawatir kurma itu dari harta sekedah(zakat)”(HR Ahmad).53
51
Qardhawi, yusuf,Halal dan haram Dalam Islam, 24.
52
Edidarmo, Totok, karya Imam Al Ghazali diterjemahkan dari Al-Hallil Al-Harim,Rahasia Halal-Haram:Hakikat Batin perintah dan Larangan Allah, (Bandung: penerbit Mizan Pustaka, 2007), 50.
53
(52)
45
b. Kehalalan diketahui, tetapi ada keraguan tentang kehara>mannya. Dalam hal ini, yang pokok adalah halal. Dan hukumnya berdasarkan hukum pokoknya. Misalnya, apabila kesucian air telah diyakini, lalu muncul keraguan tentang kenajisannya, air tersebut boleh digunakan untuk berwudhu, akan tetapi tidak boleh diminum. Apabila air itu boleh diminum, dapat diterima pernyataan bahwa keyakinan akan hadas adalah seperti wudhu dengan air milik sendiri. Tidak jelas pengaruh dari perbedaan dan persamaan pemilikan. Oleh karena itu wajiblah memperkuat sebuah petunjuk untuk menolak keyakinan tentang kesuciannya.54 c. Hukum pokoknya adalah hara>m, tetapi muncul sesuatu yang
mewajibkan penghalalannya dengan dugaan kuat. Hal ini diragukan karena yang galib adalah tentang kehalalannya jika dugaan kuat itu didasarkan pada suatu sebab yang dipercaya menurut ketentuan syariat, maka dipilihlah kehalalannya. Namun, menghindari termasuk sikap warak. Diriwayatkan tentang pesan Nabi saw. Kepada adi bin hatim tentang anjing pemburunya, “jika
anjing itu telah memakannya, jangan kamu memakannya, sebab, aku khawatir anjing itu mengambil buruan untuk dirinya
sendiri”(HR Al-Bukhari dan Muslim). Padahal, pada galibnya, anjing pemburu tidak buas dan menahan buruan untuk tuannya. Namun, Nabi SAW. Tetap melarang Adi Bin Hatim memakan buruannya. Pelarangan ini membuktikan bahwa kehalalan dapat
54
(53)
46
dijadikan pegangan selama ada penyebab sempurna, yaitu penyebab pasti bagi kematian binatang buruan itu.
Dan penjelasan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa perkara -perkara yang samar (syubhat) tidak diketahui oleh banyak manusia, menunjukkan bahwa ada banyak manusia lain yang mengetahui hakikat perkara ini apakah termasuk halal ataukah haram. Sehingga, perkara syubhat itu bersifat relatif, yakni samar bagi sebagian orang namun tidak bagi yang lain. Atau samar bagi sebagian orang dalam jangka waktu tertentu sampai akhirnya perkara itu menjadi jelas karena adanya keterangan-keterangan yang menunjukkan pada hukum yang sebenarnya.55 4. Akibat terjerumus dalam perkara syubhat
Pertama, syubhat yang dilakukan tersebut --dengan keyakinan bahwa apa yang dilakukan adalah syubhat-- merupakan penyebab baginya untuk melakukan sesuatu yang haram --yang diyakini bahwa perkara itu adalah hara>m.
Kedua, sesungguhnya orang yang memberanikan diri untuk melakukan sesuatu yang masih syubhat baginya, dan dia tidak mengetahui apakah perkara itu halal ataukah haram. maka tidak dijamin bahwa dia telah aman dari sesuatu yang hara>m. Dan oleh karena itu dia dianggap telah melakukan sesuatu yang hara>m walaupun dia tidak mengetahui bahwa hal itu hara>m.
Dari beberapa penjelasan diatas, bahwa setiap orang yang terjerumus kedalam perkara syubhat maka:
55
(54)
47
• Banyak melakukan syubhat akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan hara>m.
• Dia termasuk orang yang terjerumus dalam sesuatu perkara yang hara>m.
• Tidak akan sempurna keimanan dan ketaqwaannya.
• Dia tidak menjaga kehormatan diri dan agamanya.
• Berkurangnya kebaikan perbuatan dan kebaikan hati.
Itulah seharusnya tindakan yang harus dilakukan oleh setiap orang sesuai dengan tingkatan keilmuannya. Ada orang yang tidak keberatan sama sekali untuk melakukan syubhat, karena dia telah tenggelam di dalam hal-hal yang haram, bahkan dalam dosa-dosa besar. Di samping itu, hal-hal yang syubhat harus tetap dalam posisi syar'inya dan tidak ditingkatkan kepada kategori haram yang jelas dan pasti. Karena sesungguhnya di antara perkara yang sangat berbahaya ialah meleburkan batas-batas antara berbagai tingkatan hukum agama, yang telah diletakkan oleh Pembuat Syariat agama ini, di samping perbedaan hasil dan pengaruh yang akan ditimbulkannya.
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Jika perkaranya syubhat
(samar), maka sepatutnya ditinggalkan. Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram, maka ia berarti telah berlepas diri. Jika ternyata halal, maka ia telah diberi ganjaran karena meninggalkannya untuk
(55)
48
maksud semacam itu. Karena asalnya, perkara tersebut ada sisi bahaya dan
sisi bolehnya.”56
56
Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al Asqolani Asy Syafi’i, Fathul Bari, (t.tp.,Darul Ma’rifah, thn 1379H), 291.
(56)
BAB III
TOLERANSI 10 % DALAM JUAL BELI SAHAM SYARIAH DI BURSA EFEK INDONESIA
A. Sejarah Pasar Modal Syariah
Dirunut berdasarkan sejahrahya, pasar modal idoesia memiliki jala yang panjang da telah dimulai sejak penjajaha Belanda. Menurut buku
“Effectengids” yang dikeluarkan Verenging voor den Effectenhandel pada tahun 1939, transaksi efek telah berlangsug sejak 1880 namu dilakukan tanpa organisasi resmi sehingga catatan tetag transaksi tidak lengkap.
• Tahun 1878 terbentuk perusahaan utuk perdagaga komunitas dan sekuritas, yakti Dunlop & Koff, cikal bakal PT. Perbanas.
• Tahun 1892, perusahaan perkebuan cultur Maatschappij Goalpara di Batavia mengeluarkan prospectus penjualan 400 saham dengan arga 500 gulden per saham24
• Tahu 1896 haria Het Centrum dari Djoejacarta juga mengeluarkan prospektur penjualan saham senilai 105 ribu gulden dengan harga perdana 100 gulden per saham. Tetapi, tidak ada keteranga apakah saham tersebut diperjual belikan. Menurut perkiraan, yang diperjualbelika adalah saham yang terdaftar di bursa Amsterdam tetapi ivestorya berada di Batavia, Surabaya dan semarang. Dapat dikatakan bahwa ini adalah periode permulaan sejarah pasar modal inonesia.
24
(57)
49
• Sekitar awal abad ke-19 pemeritah colonial belada mulai membangun perkebunan secara besar-besaran di indoesia. Sebagai salah satu sumber dana adalah dari para penabug yang terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari pengasila peduduk pribumi.
• Pada tanggal 14 desember 1912, pemeritah colonial mendirikan pasar modal. Setelah mengadakan persiapan, amsterdamse effectenhadel dan langsung memulai perdagangan. Di tingkat asia, bursa Batavia ini merupakan yang keempat tertua terbentuk setelah Bombay (1830), Hong Kong (1847), dan Tokyo (1878). Pada saat awal terdapat 13 anggota bursa yang aktif makelar) yaitu: Fa , Dunlop & Kolf : Fa. Gijselman & steup : Fa Monod & Co : Fa, Adree Witansi & Co : Fa, A.W. Deeleman: Fa: H. Jul Joostentz: Fa. Jeannette Wale; Fa. Wiekert & V.D. Linden; Fa Wallbrink & Co: Wieckert & V.D Linden: Fa Vermeys & Co: Fa. Cruyff dan Fa. Cruyff dan Fa. Gebroders.
• Pada tahun 1914 bursa di Batavia sempat ditutup karena adanya perang dunia25
• Pada tahun 1918 busa di buka kembali. Perkembangan pasar modal di Batavia tersebut begitu pesat sehingga menarik masyarakat kota lainnya.
• Pada tanggal 11 januari 1925 bursa dibuka di kota Surabaya dan anggota bursa di Surabaya waktu itu adalah: Fa. Dunlop & koff, Fa.
25
(58)
50
Gijsekman & Steup, V. Van Velsen , F. Beaukkerk & cop, dan N. koster.
• Pada tanggal 1 Agustus 1925 di semarang resmi didirikan bursa. Anggota bursa di semarang waktu itu adalah : Fa, Dunlop & Koff, Fa. Gijselman & steup, Fa. Monad & Co, Fa. Companien & Co, serta Fa, P.H. Soeters & Co.
• Pada resesi ekonomi tahun 1929 dan pecahnya perang dunia II (PD II) serta keadaan yang semakin memburuk membuat Bursa efek Surabaya dan semarang ditutup terlebih dahulu
• Pada 10 mei 1940 Bursa Efek Jakarta menyusul untuk ditutup
• Pada tanggal 3 juni 1952, Bursa Efek Jakarta dibuka kembali. Operasional bursa pada waktu itu dilakukan oleh PPUE (perserikatan perdagangan Uang dan Efek) yang beranggotaan bank negara ,Bank swasta dan para pialang efek26
• Pada tanggal 26 September 1952 dikeluarkan Undang-undang No 15 Tahun 1952 sebagai Undang-Undang Darurat yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Bursa. Namun kondisi pasar modal nasional memburuk kembali karena adanya nasionalisasi perusahaan asing, sengketa Irian Barat dengan Belanda, dan tingginya inflasi pada akhir pemerintahan Orde Lama yang mencapai 650%. Hal ini menyebabkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada pasar modal merosot tajam, dan dengan sendirinya Bursa Efek Jakarta tutup kembali.
26
(59)
51
• Pada tahun 1976, dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang pendirian Pasar Modal, membentuk Badan Pembina Pasar Modal, serta membentuk Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM), Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1976 tentang penetapan PT Danareksa sebagai BUMN pertama yang melakukango-publicdengan penyertaan modal negara Republik Indonesia sebanyak Rp. 50 miliar.dan adanya kebijakan untuk memberikan keringanan perpajakan kepada perusahaan yanggo-publicdan kepada pembeli saham atau bukti penyertaan modal.
• Pada tahun 1977 s/d 1987 pasar modal mengalami kelesuan. Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.27
• Pada periode awal 1987, gairah di pasar modal kembali meningkat. Hal ini sebagai akibat dari dikeluarkannya Paket Kebijaksanaan Desember 1987 atau yang lebih dikenal dengan Pakdes 1987 , yang merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Kebijakan ini juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.
27
(60)
52
• Pada Oktober 1988 dikeluarkan kembali Paket Kebijakan Oktober atau disingkat Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito. Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.
• Pada Desember 1988, Pemerintah mengeluarkan paket yang ketiga, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1988 atau Pakdes 88 yang pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa. Hal ini memudahkan investor yang berada di luar Jakarta.28
• Pada tahun 1989 diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1055/KMK.013/1989. Investor asing diberikan kesempatan untuk memiliki saham sampai batas maksimum 49% di pasar perdana, maupun 49 % saham yang tercatat di bursa efek dan bursa paralel.
• Pada tahun 1990 dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990 yang diubah lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1199/KMK.010/1991. Dalam keputusan ini dijelaskna bahwa tugas Bapepam yang semula juga bertindak sebagai penyelenggara bursa, maka hanya menjadi badan regulator. Selain itu pemerintah juga membentuk lembaga baru seperti Kustodian Sentral
28
(1)
70
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa praktek investasi pada bursa efek syariah yang masih adanya toleransi 10%, maka ditinjau dari segi hukum Islam toleransi 10% terhadap pendapatan nonhalal termasuk dalam kategori syubhat. Karena Islam mengajarkan umatnya untuk menjalankan aktivitas yang baik dan yang halal serta meninggalkan yang hara>m. Islam juga menyuruh kita menghindari sesuatu yang samar antara halal dan harian (Shubat). Sebagaimana Rassullah saw bersabda:
“ Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang hara>m telah
nyata. Antara keduanya terdapat perkara yang diragukan yang tidak diketahui kebanyakan orang, maka, siapa yang menjaga dirinya untuk tidak mengerjakan perkara yang diragukan, selamatlah, agama dan peribadinya. Tetapi siapa yang jatuh ke dalam syubhat, berarti ia jatuh ke dalam yang hara>m, tak ubahnya seperti gembala yang menggembala di tepi tanah larangan, khawatir ia jatuh ke dalam. Ketahuilah, setiap kerajaan itu memiliki larangan dan larangan allah ialah segala yang dihara>mkan-Nya. Ketahuilah, di dalam tubuh manusia terdapat segumpalan darah, jika baik gumpalan itu, rusak pulalah tubuh seluruhnya. Ketahuilah gumpalan darah itu ialah hati,”
(HR. Muslim)12
Jadi apa bila toleransi 10% terhadap pendapatan nonhalal, dan emiten yang telah melakukan penawaran umum di indeks syariah adalah termasuk syubhat maka sebisa mungkin untuk menghindari hal-hal yang syubhat, karena yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun juga sudah jelas.
12
Baqi, Abdul Fu`ad Muhammad, Hadist Shahih Bukhari Muslim, terjemahan Mutiara Hadist Shahih Bukhari musim penejemahan Arif Rahman Hakim,460.
(2)
BAB V PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari apa yang telah penulis paparkan dalam pembahasan skripsi ini, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam praktek yang dimaksud dengan toleransi 10% adalah ketika sebuah perusahaan publik ingin mencatatkan efeknya di daftar efek syariah maka harus melewati seleksi screening, dan di dalam proses screening tersebut ada toleransi pendapatan bunga atau nonhalal tidak lebih 10%. Setelah perusahaan lolos proses screening maka emiten tersebut dapat mencatatkan efeknya di DES (Daftar Efek Syariah). 2. Berdasarkan tinjauan hukum islam bahwa toleransi 10% yang ditetapkan
oleh berperan dan Ojk adalah haram. Karena toleransi tersebut merupakan percampuran halal dan haram dari segi pendapatan emiten yang tercacat di BES haram hukumnya. sedangkan pendapatan tidak halal sendiri mengandung unsur dha>rar, gha>rar, dan maysh>ir, yang mana tiga unsur tersebut juga haram hukumnya.
B. Saran
Berikut ini adalah saran yang dapat diberikan penulis dengan harapan dan dapat dijadikan pertimbangan oleh :\
(3)
72
dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Terutama mengenai keputusan ketua berperan dan lembaga keuangan tersebut harus diubah. 2. Kepada pembaca dan mahasiswa, penulis berharap agar penulisan ini
dapat digunakan sebagai bahan kajian atau rujukan untuk mengkaji lebih dalam lagi keputusan yang dikeluarkan oleh bapepam dan lembaga keuangan tentang peraturan-peraturan mengenai efek syariah.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Praktek, Jakarta: Reneka Cipta, 2006.
Baqi, Abdul fu’ad Muhammad, Hadist Shahih Bukhari muslim, Terjemahan Mutiara
Hadist Shahih Bukhari muslim penerjemah Arif Rahman Hakim, Depok: Palapa, 2014.
Buma’I Buku Ajar Metodologi Penelitian Pendidikan, pamekasan: STAIN pamekasan press, 2006.
Depang RI, Al-Quran dan terjemahan, Surabaya: mekar Surabaya,2002.
Edidarmo, Totok, karya imam Al Ghazali diterjemahkan dari Al-Halil Al harmin, rahasia Halal-Haram: hakikat batin perinta dan larangan Allah, Bandung: Mizan Pustaka, 2007.
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Sekripsi, Surabaya: Fakultas Syariah dan Ekonomi islam, 2014.
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 80 /DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Regular Bursa Efek.
Huda, Nurul, Investasi Pasar moda syariah, Jakarta: Kencana Penanda Media Group, 2008.
(5)
74
Hadi, Amirul,Metode Penelitian pendidikan,Bandung : Pustaka setia, 2005.
Imam Nawawi, Terjemahan Riyadus Shalihin Jilid I, Jakarta : pustaka Amini, ,1999.
Linawati, Linawati, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap pengelolaan reksadana Campuran (Descretonary Fund)’’, Thesis – UIN Sunan Ampel Surabaya, 2009.
Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, Surabaya: Hilai Pustaka, 2013, cet-2, yang dikutip dari bukunya Soerjono Soekanto, Penghatar penelitian hukum,Jakarta: UI Press, 1986 ,Moleong, Lexy, Metodologi penelitian Kualitif,Bandung: PT Rema Rosda Karya, 2004.
Nafik, HR. Muhammad, Bursa Efek dan Investasi Syariah, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2009.
Qardhawi, yusuf, Halal dan Haram Dalam Islam,terjemahan Arif Rahman Hakim, Surabaya: Bina Ilmu, 2010.
Ramndania, Kriteria Bursa Efek Syariah Indonesia Masih Longgar,
http://www.dream.co.id/dinar/kriteria-bursa-efek-syariah-indonesia-masih-longgar-140526a.html
Saputra, M. Nasyah Agus, ‘’Pasar Modal Analisis Pendapatan Bunga Dan
Pendapatan tidak Halal Dalam Prespektif Fatwa Dewan Syariah
(6)
75
Swajdaja, Isma, Sekolah Pasar Modal level II, Surabaya: PT bursa efek Indonesia, 2014.
Sholihin, ifham ahmad,Ekonomi Syariah, Jakarta: kompas gramedia, 2010.
sugiono,Metode Penelitian Administrasi,Bandung: CV alfabeta, 1998.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, Surabaya: IAIN SA Press, 2011.
TIM Bapepam – LK, Sejarah Pasar Modal, http://www.bapepam.go.id/syariah/ sejarah_pasar_modal_syariah.html, di akses pada tanggal 20 mei 2015
TIM Bapepam – LK, Kajian tentang Fatwa DSN-MUI Mengenai Prinsip-prinsip Syariah di bidang Pasar Modal, http://www.bapcpam.go.id/syariah /publikasi/risct/pdf/kajian_tentang-fatwa-DSN-MUI-Mengenai-Penerapan-Prinsip-Prinsip-Syariah-di-Bidang-pasar-modal.pdf
TIM Bapepam – LK, Kajian Pengembangan Produk Syariah, http://www.
bapepam.go.id/syariah/publikasi/riset/pdf/kajian_pengembangan_produk_sy ariah_(Islamic_Private_Equity_Found).pdf
Yusitra, Deri, Sekolah Pasar Modal Syariah Level I, Surabaya: PT bursa efek Indonesia, 2014.