TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH KOMUNITAS ANGKLUNG MANG UDJO SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN TANGGUNG JAWAB KEWARGAAN.

(1)

NO. DAFTAR FPIPS: 1533/UN.40.2.2/PL.2013

TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH KOMUNITAS ANGKLUNG MANG UDJO SEBAGAI DASAR

PENGEMBANGAN TANGGUNG JAWAB KEWARGAAN SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Oleh RANI KARNITA

0900641

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG


(2)

TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH KOMUNITAS ANGKLUNG MANG UDJO SEBAGAI DASAR

PENGEMBANGAN TANGGUNG JAWAB KEWARGAAN

Oleh: Rani Karnita

0900641

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Pendidikan

Kewarganegaraan

Rani Karnita, 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

MEI 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, foto copy atau dengan cara lainnya tanpa seijin Penulis


(3)

RANI KARNITA

TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH KOMUNITAS ANGKLUNG MANG UDJO SEBAGAI DASAR

PENGEMBANGAN TANGGUNG JAWAB KEWARGAAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing 1

Prof.Dr. Karim Suryadi, M.Si NIP. 19700814 199402 1 001

Pembimbing II

Dra. Hj. Dartim Nan Sati NPP. 13051477600

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Syaifullah, S.Pd., M.Si NIP. 19721112 199903 1 001


(4)

Skripsi ini telah di uji pada,

Hari, Tanggal : Jum’at, 31 Mei 2013

Tempat : Gedung FPIPS UPI

Panitia ujian sidang terdiri atas:

1. Ketua :

Prof. Dr. H. Karim Suryadi, M.Si NIP. 19700814 199402 1 001

2. Sekretaris :

Syaifullah, S.Pd., M.Si NIP. 19721112 199903 1 001

3. Penguji : 3.1

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si NIP. 19620316 198803 1 003

: 3.2

Dra. Iim Siti Masyitoh, M.Si NIP. 19620102 198608 2 001 : 3.3

Dr. Prayoga Bestari, S.Pd., M.Si NIP. 19750414 200501 1 001


(5)

(6)

ABSTRAK

RANI KARNITA (0900641). “TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA RUMAH KOMUNITAS ANGKLUNG MANG UDJO SEBAGAI DASAR PENGEMBANGAN TANGGUNG JAWAB

KEWARGAAN”

Penelitian ini bertolak dari keresahan Penulis akan guncangan mengenai budaya daerah. Budaya modern masuk ke Indonesia tanpa bisa dicegah, sehingga nilai-nilai budaya daerah tergerus hingga akhirnya hilang. Sikap masyarakat cenderung acuh terhadap keberadaan budaya daerah, sehingga masyarakat perlu mengimbanginya untuk bertanggung jawab terhadap pelestariannya. Daya tarik Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo yang dikenal dominan dengan kearifan budaya lokalnya sangat menarik untuk dikaji ketika dikaitkan dengan tanggung jawab kewargaan dalam mempertahankan kearifan lokal hingga saat ini. Penelitian ini berfokus pada nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo terkait dengan tanggung jawab kewargaan. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan nilai-nilai kearifan lokal pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo sebagai sarana transformasi nilai dalam membangun tanggung jawab kewargaan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi dan studi literatur. Penelitian ini mengungkapkan beberapa hal, diantaranya: (1) bahwa nilai-nilai kearifan lokal pada Rumah komunitas angklung Mang Udjo adalah nilai kebersamaan, nilai kepemimpinan, nilai gotong royong, nilai kemandirian yang merupakan sarana transformasi dalam membangun tanggung jawab kewargaan untuk tetap menjaga hasil kebudayaan lokal. (2) Bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo melalui program beasiswa khusus anak-anak untuk mempelajari angklung, program pelatihan khusus bagi tenaga pengajar, program magang khusus bagi mahasiswa, riset untuk seni budaya Sunda, dan dokumentasi seni budaya Sunda. Program tersebut diharapkan mampu memperkuat rasa tangggung jawab kewargaan dalam menjaga hasil budaya lokal. (3) berdasarkan sumber literatur dan wawancara, cara mengimplementasikan seni angklung melalui beberapa diplomasi angklung yang dilakukan oleh Mang Udjo hingga angklung sebagai hasil karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi dari UNESCO sejak November 2010. Hal tersebut merupakan tanggung jawab kewargaan dari Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo dalam melestarikan seni angklung sebagai media transformasi nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari. Rekomendasi yang diberikan Penulis pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo adalah tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal dengan mengembangkan keanekaragaman inovasi dan kreativitas dalam menyokong budaya lokal.


(7)

ABSTRACT

RANI KARNITA (0900641). “TRANSFORMATION OF THE VALUES OF LOCAL WISDOM IN THE COMMUNITY HOUSE OF ANGKLUNG MANG UDJO AS THE BASIC OF DEVELOPMENT OF CIVIC RESPONSIBILITY”

This study is originated from Writers’s concerns about local culture. Modern culture inevitably comes to Indonesia, so that the values of local culture is eroded and will eventually disappear. Public attitudes tend to be indifferent to the existence of local culture, so people need to be responsible to compensate for its preservation. The appeal of the community house of Angklung Udjo which is prominently known with the wisdom of local culture is really interesting to study when it is associated with civic responsibility in maintaining local wisdom lately. This study focuses on the values of local wisdom in the Community House of Angklung Mang Udjo related to civic responsibility. In general, this study aims to reveal the values of local wisdom in the Community House of Angklung Mang Udjo as a means of value transformation in building the value of civic responsibility. The approach used in this study is a qualitative approach with the case study method. Data collection is obtained through some deep interviews, observation, documentation and literature studies. This study reveals several things, including: (1) that the values of local wisdom in the community house of Angklung Mang Udjo is the value of togetherness, leadership values, the value of mutual cooperation, the value of self-reliance which is a means of transformation in building a civic responsibility to keep maintaining the results of local culture. (2) The forms of coaching which is done in the community house of Angklung Mang Udjo through a special scholarship program for the children who learn angklung, special training programs for faculty, special internship program for students, research for Sundanese culture, and documentation of Sundanese culture. The program is expected to reinforce a civic responsibility in maintaining results of the local culture. (3) based on literature sources and interviews, the way to implement the art of angklung through some angklung diplomacy conducted by Angklung Mang Udjo as an oral and non-material heritage of UNESCO since November 2010. It would be a civic responsibility of the community house of Angklung Mang Udjo in preserving art of angklung as a media transformation of the values of local wisdom in everyday life.


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 9

E. Struktur Organisasi Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... ...12

A. Tinjauan Umum Tentang Nilai ... 12

1. Pengertian Nilai ... 12

2. Sumber Nilai ... 13

3. Kategorisasi Nilai ... 14

B. Tinjauan Umum Tentang Kearifan Lokal ... 15

1. Pengertian Kearifan Lokal ... 15

2. Dimensi-dimensi Kearifan Lokal ... 18

3. Ciri dan Fungsi Kearifan Lokal ... 19

C. Angklung ... 21

1. Pengertian Angklung ... 21

2. Sejarah Angklung ... 21

3. Jenis Angklung ... 22

D. Angklung sebagai Media Pengembangan Nilai Budaya dan Tanggung Jawab Kewargaan ... 24


(9)

viii

E. Konsep Tanggung Jawab Kewargaan ... 30

1. Tanggung Jawab Kewargaan ... 30

2. Jenis-jenis Tanggung Jawab Kewargaan ... 32

F. Transformasi Nilai-nilai Kearifan Lokal sebagai Dasar Pengembangan Tanggung Jawab Kewargaan ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 39

1. Lokasi penelitian ... 39

2. Subjek Penelitian ... 39

B. Desain Penelitian ... 40

1. Tahap Pra Penelitian ... 40

2. Tahap Persiapan Penelitian ... 41

3. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 41

C. Metode Penelitian ... 42

D. Definisi Operasional ... 44

E. Instrumen Penelitian ... 45

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Analisis Data ... 50

H. Validitas Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

A. Deskripsi Umum Lokasi penelitian ... 58

1. Sejarah Singkat Saung Angklung Udjo ... 58

2. Profil Saung Angklung Udjo ... 59

3. Penghargaan yang diterima Saung Angklung Udjo ... 62

4. Fasilitas Saung Angklung Udjo ... 62

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 64

1. Transformasi Nilai-nilai Kearifan Lokal yang menjadi Fokus Pengembangan Tanggung Jawab Kewargaan ... 64

2. Bentuk-bentuk Pembinaan Nilai-nilai Kearifan Lokal di Saung Angklung Udjo untuk Memupuk Rasa Tanggung Jawab Kewargaan ... 71 3. Cara Mengimplementasikan Seni Angklung sebagai Media


(10)

Pengembangan Nilai Kearifan Lokal bagi Penguatan Tanggung

Jawab Kewargaan ... 78

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 81

1. Transformasi Nilai-nilai Kearifan Lokal yang menjadi Fokus Pengembangan Tanggung Jawab Kewargaan ... 81

2. Bentuk-bentuk Pembinaan Nilai-nilai Kearifan Lokal di Saung Angklung Udjo untuk Memupuk Rasa Tanggung Jawab Kewargaan ... 91

3. Cara Mengimplementasikan Seni Angklung sebagai Media Pengembangan Nilai Kearifan Lokal bagi Penguatan Tanggung Jawab Kewargaan ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107 LAMPIRAN


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Perkembangan karakter suatu masyarakat terbentuk dari nilai-nilai, norma, adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang berada di wilayah setempat. Begitu pula halnya dengan masyarakat Sunda, Provinsi Jawa Barat. Nilai-nilai, tradisi, norma, dan adat istiadat itu merupakan hasil kebudayaan dan kebiasaan masyarakatnya. Seperti yang dikemukakan oleh Taylor (Soelaeman, 2010: 19) adalah:

Kebudayaan atau pun yang disebut peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat (kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat.

Berdasarkan pendapat di atas, budaya hadir berdasarkan karakter masyarakat setempat. Budaya daerah merupakan salah satu identitas dari sebuah masyarakat setempat. Budaya daerah juga merupakan jati diri dalam menunjukkan budaya nasional. Budaya daerah merupakan budaya lokal yang sama pentingnya yang harus dijaga dan dilestarikan. Menurut Ranjabar (2006: 150) menyatakan bahwa budaya Lokal adalah merupakan bagian dari sebuah skema dari tingkatan budaya hierarkis bukan berdasarkan baik dan buruk. Lebih lanjut, Judistira (2008: 141) menegaskan bahwa kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan regional, dan kekayaan kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan kebudayaan nasional.

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh pendapat di atas, memberikan pemahaman bahwa budaya lokal tetap harus dijaga dan dilestarikan, karena merupakan perwujudan kebudayaan nasional, dengan kata lain, adanya kebudayaan nasional bersumber pada kebudayaan lokal.

Budaya daerah setempat yang terdapat di daerah Jawa bagian Barat, dikenal dengan budaya Sunda. Budaya Sunda sebagai basis budaya di Jawa Barat,


(12)

memiliki banyak norma atau nilai budaya-budaya lokal. Norma atau nilai yang bersifat positif disebut sebagai kearifan lokal budaya Sunda. Kearifan lokal adalah nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan dan sikap keteladanan lainnya yang mempengaruhi cara berfikir dan bertindak sebagian besar anggota masyarakat. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap situasi geografis-politik, historis, dan situasional yang bersifat lokal (Permana, 2005: 1).

Kearifan lokal dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat “local wisdom” atau pengetahuan setempat “local knowledge” atau kecerdasan setempat “local genious”. kearifan lokal dapat pula didefinisikan sebagai hasil dari nilai-nilai luhur yang terdapat di dalam masyarakat yang berupa tradisi, nilai-nilai bagaimana cara bertingkah laku di dalam masyarakat dan lingkungannya, dan semboyan hidup. Salah satu ungkapan dari kearifan lokal adalah alon-alon waton kelakon (biar lambat asal tujuan tercapai) dalam budaya Jawa, atau semboyan marsiadap ari (saling membantu dalam melakukan suatu pekerjaan) dalam budaya Batak (Permana, 2010: 4)

Dewasa ini masyarakat Indonesia telah telah terjadi proses modernisasi, yang ditandai dengan masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang berimplikasi pada fenomena yaitu ditinggalkannya nilai-nilai luhur yang terkandung pada masyarakat Indonesia sendiri. Sejalan dengan itu, terjadi pula proses transformasi nilai-nilai budaya, Kayam mengungkapkan (Adrianto, 2004: 176):

transformasi nilai-nilai itu mengandaikan suatu proses peralihan total dari suatu bentuk baru yang akan mapan yang notabene merupakan tahapan terakhir dari suatu perubahan yang muaranya menuju era globalisasi. Dengan begitu, transformasi tersebut dapat dibayangkan sebagai titik balik yang relatif cepat

Bertolak pada pendapat diatas, memberikan sebuah pemaknaan bahwa transformasi merupakan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh globalisasi. Begitu pula halnya dengan relatia yang ada di lapangan, transformasi tata nilai dalam masyarakat Jawa Barat juga mengalami perubahan, hal ini ditandai pada masyarakat kota yang telah bergerak kearah individual hingga menjalar ke


(13)

3

polosok desa. Tradisi gotong royong pada masyarakat desa telah luntur seiring dengan masuknya globalisasi. Pendidikan rendah masyarakat desa menjadikan masyarakat desa menelan mentah-mentah terhadap masuknya globalisasi tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh T.Jacob yang dikutip oleh Sudjoko (Syaifullah dan Wuryan, 2009: 158) yang menyatakan bahwa:

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sangat pesat dewasa ini telah menimbulkan persoalan-persoalan yang ternyata berdampak sebagai anti manusia atau mengganggu keseimbangan antara individu dengan masyarakat serta lingkungannya

masalah kompleks akibat modernisasi, bukan hanya terdapat pada ruang lingkup nilai-nilai tradisi dalam gotong royong, kasus lainnya juga terjadi pada generasi muda. Budaya global pun masuk tanpa bisa dicegah, membuat sebagaian besar kalangan usia muda takluk dan tunduk terhadap perubahan globalisasi. Munculnya pola pikir generasi muda yang mengganggap bahwa gaya model pakaian model-model khas artis hollywood yang dipakai, lebih trendi dan gaul bila dibandingkan dengan menggunakan pakaian tradisional.

Bukan hanya pada gaya berpakaian, selain itu modernisasi juga merambah pada makanan dan pada film. Makanan yang digandrungi anak muda zaman sekarang adalah makanan siap saji ditandai dengan menjamurnya Mcd, Cafe Break, Starbucks dan lain-lain pada pusat perbelanjaan. Hal lainnya juga terjadi pada film, film hollywood yang bermunculanpun kian marak seiring dengan bioskop-bioskop yang ada di pusat perbelanjaan di kota Bandung. Pada akhirnya, membuat masyarakat yang datang juga hanya mengenal pusat perbelanjaan yang menghadirkan sejumlah food, fashion dan film yang saat ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pola perilaku masyarakat.

Transformasi nilai luhur dalam masyarakat juga terjadi pada bidang seni di daerah Jawa Barat atau Sunda. Pada saat ini tidak sedikit orang Sunda (Jawa Barat), khususnya di kota yang kurang menghargai keseniannya sendiri. Kenyataan ini mengganggap bahwa teknologi Barat membuat kagum dan iri bangsa Timur, khusunya masyarakat Indonesia. Hal ini memang tidak sepenuhnya bermasalah, karena Barat memiliki keunggulan dalam bidang-bidang tertentu.


(14)

Hingga munculnya penilaian kebudayaan Barat lebih superior dan dan kemudian fenomena masyarakat Indonesia pada umumnya meninggalkan kebudayaannya sendiri.

Hal senada juga dikemukakan oleh pakar komunikasi yakni Alwi Dahlan (Syaifullah dan Wuryan, 2009: 142) mengatakan bahwa proses globalisasi berjalan dengan sangat cepat, sehingga mendorong perubahan para lembaga, pranata, dan nilai-nilai sosial budaya. Bahkan, Dedy Djamaluddin Malik (Syaifullah dan Wuryan, 2009: 160) mengatakan bahwa gaya hidup serba Amerika selalu menjadi acuan banyak orang di belahan dunia mana pun.

Globalisasi yang seharusnya dapat menjadikan sebuah perubahan yang bermakna dalam bidang kehidupan masyarakat, justru sebaliknya globalisasi juga dapat menjadikan perubahan yang negatif dalam bidang kehidupan masyarakat. Hal ini mengindikasikan bahwa, masyarakat harus mampu menyaring budaya-budaya global yang masuk sebagai akibat dari globalisasi, tanpa menghilangkan nilai-nilai kebudayaan yang ada di masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Alwi Dahlan (Syaifullah dan Wuryan, 2009: 141) mengetengahkan makna globalisasi yang didekati dari dua pemaknaan, yaitu: pertama, globalisasi diartikan sebagai sebuah proses meluas atau mendunianya kebudayaan manusia, karena difasilitasi media komunikasi dan informasi yang mendukung kearah perluasan kebudayaan itu. Dalam konteks ini globalisasi merupakan proses meluasnya jangkauan wilayah budaya atau nilai budaya masyarakat yang merupakan milik seluruh bangsa dan negara.

Pemakanaan kedua, globalisasi diartikan proses menyempitnya ruang

gerak budaya manusia. Kata “sempit” disini diartikan sebagai dunia yang

mengecil atau mengerucut, hingga jarak atau batas-batas geografis menjadi suatu hal yang tidak berarti, bahkan terasa dekat sekali. Dengan kata lain, Featherstone dkk (Abdullah, 2010: 3) media komunikasi yang semakin canggih telah menyebabkan masyarakat terintegrasi ke dalam suatu tatanan yang lebih luas, dari yang bersifat lokal menjadi global.

Era globalisasi dewasa ini menjadikan kita sebagai warga negara untuk turut serta dalam pengembangan nilai-nilai kearifan lokal. Pentingnya


(15)

5

pengembangan nilai-nilai kearifan lokal sebagai usaha dalam pengendalian dan memberikan arah terhadap perkembangan kebudayaan tersebut. Peran warga negara sangat penting terhadap pelaksanaan perkembangan budaya daerah, karena budaya daerah baik juga akan selalu berpijak pada jati diri, serta menyegarkan dan memperluas makna pemahaman kebangsaan kita dan mengurangi berbagai dampak negatif yang muncul.

Tantangan-tantangan di era globalisasi tersebut, dapat kita minimalisir, jika warga negara mampu untuk mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap budaya-budaya lokal dan budaya nasionalnya. Tanpa adanya rasa tanggung jawab dapat menghilangkan rasa kecintaan warga negara Indonesia untuk ikut serta dan memahami nilai-nilai kearifan lokal. Tanggung jawab itu sendiri yang juga dikemukakan oleh Ridwan Halim (Nurmalina & Syaifullah, 2008: 43) adalah sebagai suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Hal senada juga dikemukakan oleh Purbacaraka (Nurmalina & Syaifullah, 2008: 44) berpendapat bahwa tanggung jawab bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan tiap orang untuk menggunakan hak atau/dan melaksanakan kewajibannya. Rasa pengembangan tanggung jawab itu penting untuk dikembangkan, karena melihat bahwa rasa tanggung jawab itu merupakan salah satu nilai-nilai kearifan lokal yang harus tetap terpelihara dalam masyarakat Jawa Barat, sebagai perwujudan dalam melangkah menjadi warga negara yang baik.

Sunda merupakan suku bangsa yang dominan di Jawa Barat, juga salah satu suku bangsa yang terdapat di Indonesia. Suku bangsa lainnya, seperti Aceh, Medan, Minangkabau, dan lain-lain tersebar pada pulau-pulau di Indonesia. Hal ini terbukti bahwa Indonesia beraneka ragam suku bangsa, di mana setiap suku bangsa di Indonesia melahirkan kesenian, adat istiadat, norma dan nilai tersendiri. Menurut Soekanto dan Taneko serta tulisan Nasikun (Muthalib, 2006: 396) sampai kini belum terdapat kepastian jumlah suku. Sementara itu, M.A Jaspan pada jurnal civicus yang berjudul Masalah Perbedaan Suku Bangsa, Persatuan dan Kesatuan Bangsa, dan Kepemimpinan di Indonesia (Muthalib, 2006: 396) dengan mengambil patokan kriteria bahasa daerah, kebudayaan serta susunan


(16)

masyarakat, menyebutkan bahwa di Indonesia terdapat sebanyak 364 suku bangsa.

Suku bangsa di Indonesia tersebut memiliki berbagai macam kesenian, salah satunya adalah suku bangsa Sunda, dimana salah satu keseniannya adalah angklung. Alat musik angklung ini merupakan alat musik tradisional masyarakat Jawa Barat dan telah sewajarnya, masyarakat Jawa Barat tidak hanya mengenal angklung tersebut, tetapi lebih berupaya untuk bisa memainkan alat musik angklung tersebut. Peranan dan tanggung jawab warga negara juga ikut andil dalam pelestariannya. Rasa tanggung jawab yang terlahir dari hati sanubari setiap warga negara, khususnya generasi muda harus tetap terpelihara, mengingat angklung merupakan warisan budaya lokal yang ada, hingga pada akhirnya angklung dapat terus dikenal oleh generasi-generasi selanjutnya.

Sikap-sikap dalam mengembangkan hasil kebudayaan lokal adalah tantangan masyarakat Jawa Barat untuk mengembangkan rasa tanggung jawab hingga pada akhirnya mencintai alat musik khas tradisionalnya. Namun, perubahan tata kehidupan dan kepercayaan masyarakat mengakibatkan fungsi angklung pun mengalami perubahan.

Bermula pada asal usul terciptanya angklung, berdasarkan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya. Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy, yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau. Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh subur .

Seiring perkembangan zaman, pergeseran fungsi angklung menjadi bertambah mengarah ke seni tontonan dalam aneka hajatan. Pada daerah perkotaan, angklung menjadi seni tontonan sebagai komoditi untuk menghasilkan uang misalnya dalam kepariwisataan. Perubahan pada fungsi angklung tersebut


(17)

7

dapat dijumpai pada Rumah komunitas angklung mang Udjo sebagai tempat wisata yang merupakan komoditi dalam menghasilkan uang, selain itu rumah komunitas angklung mang Udjo merupakan sarana pendidikan dan tempat memelihara kebudayaan Sunda khususnya pada alat musik angklung. Rumah komunitas angklung Udjo ini berdiri di atas tanah seluas 1,2 hektare di tengah-tengah pemukiman warga.

Para pengunjung pun hadir di rumah komunitas angklung mang Udjo ini. Jumlah pengunjung rumah komunitas angklung mang Udjo ini, juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Adapun data pengunjung lokal dari kurun waktu 2001-2011 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1.1

Jumlah Pengunjung lokal Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo

Sumber: Sekretaris PT Saung Angklung Udjo, 2012 Berdasarkan tabel di atas, jumlah pengunjung lokal (masyarakat Indonesia) mengalami kenaikan dari tahun ke tahunnya, hal ini dapat mengidentifikasikan bahwa tanggung jawab kewargaan dari masing-masing masyarakat Indonesia, dan masyarakat Jawa Barat khususnya mengalami kenaikan, meskipun para pengunjung belum menyerap pemahaman yang berarti mengenai nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung di dalam rumah komunitas angklung mang Udjo ini. Pengunjung hanya sekedar mengetahui seni pertunjukan

Tahun Lokal

2011 151,938

2010 110,458

2009 77,767

2008 69,323

2007 45,270

2006 28,787

2005 19,104

2004 9,350

2003 24,820

2002 15,495


(18)

angklung, dan tidak menitikberatkan pada pengetahuan mengenai asal-usul angklung dan cara bermain angklung.

Angklung adalah alat musik multitonal (bernada ganda) yang secara tradisional, dan terbuat dari bahan bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar maupun kecil. Angklung terdaftar sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi Manusia dari UNESCO sejak November 2010.

Perjalanan angklung untuk terdaftar sebagai Karya Agung manusia dari UNESCO sejak November 2010, tidaklah mudah, perjuangan dan semangat yang harus dilakukan untuk mewujudkan suatu karya besar tersebut. Dimana, terdapatnya Rumah komunitas angklung mang Udjo apakah dapat menjadi solusi terbaik sebagai penguatan tanggung jawab kewargaan berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Jawa Barat. Sebagaimana dikemukakan oleh Margalit dan Raz (Kymlicka, 2011: 134), apabila suatu kebudayaan secara umum tidak dihormati, maka martabat dan rasa harga diri para anggotanya juga akan terancam.

Berangkat dari adanya rumah komunitas angklung mang Udjo, penulis mencoba mengkaji nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat di rumah komunitas angklung mang Udjo terkait pada penguatan rasa tanggung jawab kewargaan terhadap hasil kesenian budaya lokal. Penulis mencoba untuk mengetahui jawabannya melalui suatu penelitian yang berjudul “Transformasi Nilai-nilai Kearifan Lokal Pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo sebagai Dasar

Pengembangan Tanggung Jawab Kewargaan”. B.Identifikasi dan Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana transformasi nilai-nilai kearifan lokal pada rumah komunitas angklung mang Udjo sebagai dasar pengembangan tanggung jawab kewargaan”.


(19)

9

Mengingat begitu luas dan kompleksnya rumusan masalah tersebut, maka diperlukan adanya pembatasan masalah, sebagai berikut :

1. Nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang menjadi fokus pengembangan tanggung jawab kewargaan di rumah komunitas angklung mang Udjo?

2. Bagaimana bentuk pembinaan nilai-nilai kearifan lokal di rumah komunitas angklung mang Udjo untuk memupuk rasa tanggung jawab kewargaan?

3. Bagaimana cara mengimplementasikan seni angklung sebagai media pengembangan nilai kearifan lokal bagi penguatan rasa tanggung jawab kewargaan di rumah komunitas angklung mang Udjo?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan hal utama yang menyebabkan seseorang melakukan tindakan. Dengan tindakan, tindakan akan terarah secara fokus, begitupun dalam penelitian ini, memiliki tujuan tertentu. Sesuai dengan perumusan masalah, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali, mengidentifikasikan, menggambarkan, mengetahui tentang pengembangan nilai-nilai kearifan lokal pada rumah komunitas angklung mang Udjo sebagai dasar tanggung jawab kewargaan. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi fokus pengembangan rasa tanggung jawab kewargaan di rumah komunitas angklung mang Udjo 2. Untuk mengetahui bentuk pembinaan nilai-nilai kearifan lokal di rumah

komunitas angklung mang Udjo dalam membina rasa tanggung jawab kewargaan

3. Untuk mengetahui cara mengimplementasikan seni angklung sebagai pengembangan nilai kearifan lokal bagi penguatan rasa tanggung jawab kewargaan di rumah komunitas angklung mang Udjo

D.Manfaat/Signifikansi Penelitian

Kualitas serta kapasitas suatu penelitian dapat dilihat dari segi kegunaan yang diberikan dari hasil penelitian. Dengan diadakan penelitian ini, maka


(20)

diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan maupun bagi masyarakat umum.

Adapun kegunaan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat secara teoritis

Dapat memberikan kontribusi berupa informasi (data, fakta, analisis) terhadap studi yang terkait dengan kajian nilai-nilai kearifan lokal, yang mengidentifikasi bagaimana pengembangan nilai-nilai kearifan lokal pada rumah komunitas angklung mang Udjo sebagai dasar tanggung jawab kewargaan

b. Manfaat secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : a) Penulis

Memberikan bekal dan manfaat bagi penulis untuk mengkaji dan memahami khazanah nilai-nilai kearifan lokal pada rumah komunitas angklung mang Udjo

b) Pemain dan Pengunjung

Memberikan bekal bagi pemain angklung dan pengunjung guna mewujudkan nilai kearifan lokal sebagai dasar tanggung jawab terhadap budaya yang ada di daerahnya

c) Pemilik

Sebagai landasan dan acuan untuk meningkatkan kembali cara-cara yang kreatif guna meningkatkan antusiasme masyarakat luas mengenai keberadaan rumah komunitas angklung mang Udjo.

E.Struktur Organisasi Skripsi :

BAB I Pendahuluan, memuat tentang latar belakang masalah yaitu masalah-masalah yang terjadi di lapangan kemudian diangkat oleh peneliti sebagai bahan rujukan untuk penulisan skripsi. Pada bab I ini juga memuat identifikasi dan perumusan masalah mengenai pokok-pokok permsalahan yang dirangkum secara khusus untuk memudahkan peneliti berdan di lapangan. Tujuan


(21)

11

penelitian sebagai tolak ukur peneliti dalam melakukan penelitian. Metode penelitian bertujuan untuk memudahkan peneliti dalam mengelola data yang telah ditemukan di lapangan. Manfaat penelitian berguna bagi peneliti, pembaca, dan pihak-pihak yang terkait terhadap hasil penelitian.

BAB II Kajian Pustaka berisi teori-teori, konsep-konsep, dalil-dalil, hukum-hukum, penelitian yang terdahulu dan relevan yang sesuai dengan bidang yang diteliti. Istilah-istilah yang digunakan dalam skripsi ini adalah nilai-nilai, kearifan lokal, dan tanggung jawab kewargaan

BAB III Metode Penelitian, memuat secara terperinci mengenai metode penelitian, termasuk beberapa komponen, yaitu lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, desain penelitian, metode penelitian yang digunakan, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data dan alasan rasionalnya serta analisis data sebagai hasil dari data-data penelitian yang telah ditemukan di lapangan.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, memuat tentang pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan serta pembahasan dan analisis temuan yang berdasarkan prosedur penelitian kualitatif. Bagian pembahasan atau analisis temuan merujuk pada temuan-temuan yang ada di lapangan dan menjawab terhadap rumusan masalah.

BAB V Kesimpulan dan Saran, memuat tentang kesimpulan yang disesuaikan dengan jawaban dari rumusan masalah. Kesimpulan berupa pinter-pointer yang dipaparkan secara singkat, jelas dan padat. Saran memuat kekurangan-kekurangan yang ditemui oleh Penulis dan pendapat Penulis untuk memberikan komentar mengenai hal-hal yang dianggap kurang.


(22)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Obyek penelitian menurut Spradley (Sugiyono, 2008:68) terdiri atas tiga komponen, yaitu place (tempat), actor (pelaku), dan activities (aktivitas). Lokasi (place) penelitian merupakan sasaran penelitian atau tempat di mana pelaksanaan penelitian akan berlangsung. Lokasi penelitian yang dipilih oleh Peneliti adalah rumah komunitas angklung mang Udjo. Penentuan lokasi ini, menimbang bahwa rumah komunitas angklung mang Udjo merupakan salah satu tempat wisata angklung yang dapat dikunjungi oleh turis lokal maupun mancanegara. Rumah komunitas ini merupakan tempat pertunjukan angklung. Angklung sebagai hasil kebudayaan daerah masyarakat Sunda telah selayaknya dikenal oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat mancanegara. Hal ini mendorong Peneliti, tertarik meneliti secara langsung.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan aktor atau orang-orang yang memegang peranan dalam mendapatkan sejumlah informasi yang diharapkan. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah

a. Pemilik

Pemilik merupakan seorang informan yang dianggap benar-benar mengetahui mengenai seluk beluk yang akan Peneliti teliti. Sehingga data-data yang diperlukan dapat akurat dan kredibel.

b. Pelatih

Pelatih adalah orang yang terjun langsung ke lapangan dalam melatih, membimbing dan mengajarkan anak-anak dalam bermain angklung. Dengan kata lain, Pelatih dapat dikatakan sebagai guru yang mampu melihat perkembangan anak-anak dalam bermain angklung, sifat dan karakter yang diberikan anak tersebut dalam bermain angklung.


(23)

40

c. Pengunjung

merupakan informan penunjang terhadap data-data yang diperlukan. Menimbang bahwa pengunjung mampu menangkap manfaat yang terkandung dalam pertunjukan angklung di Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo

d. Peserta

Peserta ini merupakan anak-anak yang tertarik dalam belajar bermain angklung dan berusia SD, SMP, maupun SMA serta mahasiswa yang dilatih dalam bermain angklung di rumah komunitas angklung mang Udjo. Menimbang bahwa peserta merupakan subjek yang terjun langsung dalam latihan bermain angklung dan mampu menyerap sejumlah manfaat, nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam permainan angklung.

B.Desain Penelitian

1. Tahap Pra Penelitian

Tahap pra penelitian merupakan langkah awal Peneliti dalam merumuskan masalah, menetapkan subjek dan lokasi penelitian, menentukan judul, studi pendahuluan, mengumpulkan data dan langkah selanjutnya adalah membuat proposal penelitian. Adapun prosedur yang harus ditempuh sebelum melaksanakan penelitian, adalah sebagai berikut:

a. Prosedur Administrasi Penelitian

Prosedur perizinan yang peneliti tempuh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) mengajukan surat pengantar dari Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dalam bentuk surat permohonan izin mengadakan observasi penelitian dan selanjutnya diteruskan kesubag akademik Pembantu Dekan I FPIPS UPI.

2) mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada Dekan FPIPS melalui Pembantu Dekan I untuk kemudian diteruskan kepada Rektor UPI melalui BAAK.


(24)

3) selanjutnya Pembantu Rektor I atas nama Rektor UPI mengeluarkan surat permohonan surat izin penelitian untuk disampaikan kepada pemimpin rumah komunitas angklung mang Udjo

4) Peneliti memberikan surat izin dari UPI pada bagian humas di rumah komunitas angklung mang Udjo sekaligus memberitahukan bahwa Penulis akan melakukan penelitian di rumah komunitas angklung mang Udjo.

b. Tahap Persiapan Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, Penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1) menyusun instrumen wawancara yang dibuat secara sistematis sesuai dengan subjek penelitian

2) rumusan instrumen wawancara yang telah dibuat kemudian dikonsultasikan melalui bimbingan secara intensif untuk direvisi kekurangan dan kelemahannya.

3) mempersiapkan perizinan yang diperlukan untuk kelancaran penelitian.

c. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap pelaksanaan penelitian ini, Peneliti terjun langsung ke lapangan guna mengumpulkan data-data yang sesuai dengan permasalahan yang Peneliti kaji. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian antara lain:

1) menghubungi bagian humas di rumah komunitas angklung mang Udjo untuk meminta izin dalam pelaksanaan penelitian

2) menentukan informan yang akan di wawancarai antara lain

pemilik (keturunan Mang Udjo, pelatih angklung, pengunjung dan anak-anak yang berlatih angklung di Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo


(25)

42

4) mengadakan wawancara dengan informan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

5) membuat studi dokumentasi dan catatan yang diperlukan dan dianggap berkaitan dengan masalah yang akan diteliti

C. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan salah satu pedoman bagi Peneliti dalam mengumpulkan data di lapangan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (Mulyana, 2010: 145) metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi merupakan hal yang penting bagi Peneliti dalam melakukan hal penelitiannya.

Pada penelitian ini, Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif didasarkan pada dua alasan. Pertama, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah transformasi nilai-nilai kearifan lokal sebagai rasa tanggung jawab kewargaan, dimana penelitian ini merupakan penelitian yang berlatar belakang alamiah atau bersifat kealamiahan dan tidak bisa dilakukan di laboraturium, melainkan harus terjun langsung ke lapangan. Kedua, penelitian ini berkaitan dengan subjek primer yang berada langsung di lapangan untuk mendapatkan hasil data-data yang akurat dan diinterpretasikan melalui penjelasan dan kata-kata yang sesuai dengan peneluan yang ada di lapangan.

David Williams (Moleong, 2010: 5) mengemukakan bahwa pendekatan kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang yang mempunyai perhatian alamiah. Hal senada juga dikemukakan oleh Ikbar (2012: 114) penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian seperti perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagi metode ilmiah.


(26)

Bertolak dari pendapat di atas juga dikuatkan oleh Nasution (Sugiyono, 2008: 205) penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Moleong (Ikbar, 2012: 146) 11 karakteristik pendekatan kualitatif adalah sebagai berikut:

menggunakan latar alamiah, menggunakan manusia sebagain instrumen utama, menggunakan metode kualitatif (pengamatan, wawancara atau studi dokumen) untuk menjaring data, menganalisis data secara induktif, menyusun teori dari bawah ke atas (misalnya: grounded theory), menganalisis data secara deskriptif, lebih mementingkan proses daripada hasil, membatasi masalah, penelitian berdasarkan fokus, menggunaka kriteria tersenderi (seperti triangulasi, pengecekan sejawat, uraian rinci dan sebagainya) untuk memvalidasi data, menggunakan desain sementara (yang dapat disesuaikan dengan kenyataan di lapangan) dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama oleh manusia yang dijadikan sebagai sumber data.

Peneliti juga memilih metode studi kasus, menurut pandangan Frey dkk (Mulyana, 2008: 202) karena studi kasus menerapkan prinsip umum terhadap situasi-situasi spesifik atau contoh-contoh, yang disebut kasus-kasus. Tujuan penelitiannya adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat-sifat serta karakter-karakter yang khas dari kasus. Analisis pada studi kasus juga berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti, hal tersebut diperkuat oleh Dedy Mulyana (2008: 201) studi kasus adalah

uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program atau suatu situasi sosial. melalui metode pengamatan, wawancara, dan studi sokumentasi.

Melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus diharapkan Penulis mampu untuk memahami objek yang diteliti secara khusus sebagai suatu kasus, serta mengungkapkan kekhasan atau keunikan karakteristik yang terdapat didalam kasus yang diteliti. Pada penelitian ini, Peneliti menjadikan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo sebagai objek penelitian. Menimbang


(27)

44

bahwa rumah Komunitas Angklung Mang Udjo memiliki karakteristik dan kekhasan tersendiri dalam menghadirkan sejumlah pertunjukan khas budaya Sunda.

D.Definisi Operasional

Banyak definisi yang telah dirumuskan terhadap istilah yang sama, tergantung kapada sudut pandang orang yang meninjaunya. Menghindari penafsiran yang berbeda itu, maka peneliti berusaha menjelaskan makna dari konsep-konsep tersebut sehingga menjadi jelas dan dapat dipahami oleh setiap pembaca.

Adapun istilah-istilah tersebut perlu didefinisikan secara operasional dalam skripsi ini, adalah sebagai berikut :

1. Transformasi

Transformasi pada penelitian ini berarti menularkan nilai-nilai kearifan lokal yang masih relevan untuk diterapkan pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Nilai

Jack R. Fraenkel (Djahiri, 1985: 20) mengemukakan nilai adalah ide atau konsep abstrak tentang apa yang dipikirkan seseorang atau yang dianggap penting oleh seseorang. Nilai juga dapat berasal dari akar budaya bangsa yang diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Nilai merupakan segala sesuatu yang baik menurut pandangan orang banyak, diantaranya adalah nilai keberanian, kerjasama, tanggung jawab dan lain-lain

3. Kearifan Lokal

Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih dan semboyan hidup (Permana, 2010:4). Lebih lanjut, kearifan lokal merupakan kekuatan budaya lokal untuk tetap bertahan dalam atau sejumlah budaya yang masih tetap relevan hingga saat ini.

4. Tanggung Jawab Kewargaan

W.J.S Poerwadarminta (Depdikbud, 1997: 101) dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala


(28)

sesuatunya, sementara itu kewargaan merupakan status individu yang merupakan bagian dari masyarakat dan harus berperan serta ikut serta dalam melestarikan budaya daerahnya sehingga mampu bertahan pada era globalisasi saat ini.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian pada penelitian kualitatif merupakan salah satu pemegang yang paling dominan yang mencakup keseluruhan proses dalam penelitian yang merupakan perencana, pelaksana, pengumpulan data, analisis, penafisi data dan pada akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Sugiyanto (Hasan, 2002: 76) instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Peneliti utama dalam penelitian kualitatif ini, diharapkan siap untuk melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Sejalan dengan pendapat Maryaeni (2005: 68) salah satu karakteristik penelitian kualitatif adalah keterlibatan peneliti dalam rangka mengumpulkan data penelitian. Hal-hal yang harus dipersiapkan adalah penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti. Dalam hal instrumen penelitian kualitatif, Lincoln dan Guba (Sugiyono, 2008: 60) menyatakan bahwa:

The instrument of choice in naturalistic inquiry is the human. We shall see the other forms of instrumentation may be used in later phases of the inquiry, but the human is the initial and continuing mainstay. But if the human instrument has been used extensively in earlier stegs of inquiry, so that an instrument can be condtructed that is grounded in the data that the human instrument has product.

Selanjutnya Nasution (Sugiyono, 2008: 60) menyatakan :

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama, alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalh, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya.


(29)

46

Sesuai dengan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah Peneliti itu sendiri, posisi ini menuntut kualitas Peneliti yang benar-benar memahami metodologi penelitian, mencatat segala seuatu atau semua gejala selama proses penelitian, didukung dengan pengalaman yang cukup dalam melakukan penelitian, agar mampu menghasilkan penelitian yang bermutu.

F. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik-teknik pengumpulan data pada penelitian kualitatif adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2006: 180). Definisi tersebut, sejalan dengan pendapat Esterberg (Sugiyono, 2008: 72) wawancara adalah a meeting of two persons to exchange information and idea throughy question and responses, resulting in communication and join construction of meaning about a particular topic.

Tujuan utama melakukan wawancara adalah untuk bisa menyajikan konstruksi saat sekarang dalam suatu konteks mengenai para pribadi, peristiwa, aktivitas, organisasi, perasaan, motivasi, tanggapan atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan, dan sebagainya, untuk merekonstruksi beragam hal seperti itu sebagai bagian dari pengalaman masa lampu, dan memproyeksikan hal-hal itu yang dikaitkan dengan harapan yang bisa terjadi di masa yang akan datang (H.B. Sutopo, 2006: 68).

Pelaksanaan dalam wawancara dilakukan secara mendalam, sesuai dengan informan yang benar-benar memahami terhadap permasalahan yang dihadapi penulis. Adapun sejumlah informan yang diwawancarai oleh Penulis di lapangan adalah pemilik Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo yang merupakan ketua yayasan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo, sekretaris Perusahaan Rumah komunitas Angklung Mang Udjo, Sekretaris yayasan Rumah Komunitas


(30)

Angklung Mang Udjo, tida pelatih angklung yang merupakan masyarakat sekitar, pengunjung Rumah Komunitas Angklung mang Udjo yang berasal dari Jakarta hingga Makasar, serta peserta dalam bermain angklung.

2. Observasi

Nasution (Sugiyono, 2008: 64) observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Melalui pengamatan, seorang Peneliti dapat berpartisipasi dalam kegiatan subjek penelitian baik mengamati apa yang mereka lakukan, mendengarkan apa yang mereka katakan, dan menanyai orang-orang lainnya disekitar mereka selama jangka waktu tertentu. Hasil kegiatan observasi bisa berupa catatan, rekaman atas suatu peristiwa (Maryaeni, 2005: 69).

Pada pelaksanaan observasi, Peneliti bisa melakukan observasi secara terselubung, eksplisit atau menggabungkan penggunaan teknik observasi dengan teknik yang lain, misalnya wawancara dengan catatan lapangan. Adapun prinsip-prinsip dalam kegiatan observasi menurut Maryaeni (2005: 69) adalah sebagai berikut:

a) Peneliti hanya mencatat apa yang dilihat, didengar, atau dirasakan dan tidak memasukkan sikap dan pendapat pada catatan observasi yang dituliskannya. Dengan kata lain, catatan observasi hanya berisi deskripsi fakta tanpa opini.

b) Jangan mencatat sesuatu yang hanya merupakan perkiraan karena memang belum dilihat, didengar atau dirasakan secara langsung

c) Diusahakan agar catatan observasi menampilkan deskripsi fakta secara holistis sehingga konteks fakta yang dicatat terpahami

d) Ketika melakukan observasi jangan melupakan target karena mungkin saja ketika melakukan observasi, peneliti menemukan fakta lain yang menarik, tetapi tidak menjadi bagian dari penelitiannya

Menurut Patton dan Nasution (Sugiyono, 2008: 67), dinyatakan bahwa manfaat observasi adalah :

1) Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh

2) Dengan observasi maka diperoleh pengalaman langsung, sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau discovery


(31)

48

3) Dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak akan terungkapkan dalam wawancara.

4) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama lembaga

5) Dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang diluar persepsi responden, sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif

6) Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan daya yang kaya, tetapi juga memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

Merujuk pada pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, observasi yang dilakukan oleh Peneliti memiliki peranan yang sangat penting, karena pada teknik observasi, Peneliti benar-benar terjun langsung ke lapangan, mengamati, meneliti, mencermati hal-hal apa saja yang menjadi fokus permasalahan yang akan diteliti, seyogyanya Peneliti harus memperhatikan prinsip-prinsip pada penelitian. Observasi yang dilakukan oleh Peneliti dalam penelitian ini adalah di rumah komunitas angklung mang Udjo dan dilakukan selama 3 bulan, berawal dari bulan Januari-april tahun 2013. Observasi yang dilakukan Peneliti adalah mengamati pada saat pelatih mengajarkan angklung, pertunjukan angklung yang mengahdirkan demonstrasi wayang golek, tari kesenian khas Jawa Barat, serta angklung interaktif. Peneliti juga mencatat hal-hal yang penting yang berkenaan dengan permasalahan yang terdapat pada rumusan masalah.

3. Studi Dokumentasi

Schatzman dan Strauss (Mulyana, 2006: 195) menegaskan bahwa dokumen historis merupakan bahan penting dalam penelitian kualitatif. Karena, hasil penelitian akan lebih valid, jika didukung oleh sejarah pribadi kehidupan di masa kecil, di sekolah, di tempat kerja, di masyarakat, autobiografi dan sejumlah foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada.

Dokumen digunakan bagi peneliti sebagai sumber data, karena dokumen dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Guba dan Lincoln (Moleong, 2010: 216) mendefinisikan dokumen adalah setiap


(32)

bahan tertulis ataupun film. Pada penelitian ini, jenis dokumentasi sebagai alat pengumpulan data adalah biografi, autobiografi dan laporan media masssa, untuk mempertajam hasil data.

Ketika penelitian berlangsung, Peneliti diberikan perizinan untuk merekam dan mengambil gambar-gambar pada saat pertunjukan angklung dan saat berrlatihpeserta berlatih bermain angklung. Sejumlah gambar tersebut memberikan kekuatan data agar penelitian ini memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.

4. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan dengan mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal, karya ilmiah, skripsi atau pun tesis yang berhubungan dengan penelitian sehingga dapat memperoleh data secara teoritis sebagai penunjang penelitian.

Pada saat penelitian berlangsung, peneliti memperoleh data-data yaitu mengenai profil Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo, data perbandingan jumlah pengunjung lokal dengan pengunjung mancanegara, serta telah tersedianya buku mengenai udjo diplomasi angklung yang menceritakan perjalanan Mang Udjo saat mendirikan Saung Angklung Udjo hingga perjalanan Udjo hampir ke seluruh dunia untuk mendiplomasi angklung. Skripsi juga menjadi bahan rujukan Peneliti sebagai penunjang penelitian. Sejumlah buku-buku, skripsi dan data yang diperoleh di lapangan, kemudian peneliti mencermati, menelaah dalam menjawab rumusan masalah dan melaporkan data hasil penelitian

5. Triangulasi

Triangulasi merupakan salah satu cara yang paling penting untuk menguji keabsahan data. Sugiyono (2011: 241) mengatakan bahwa triangulasi adalah: “teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada”. Peneliti mengumpulkan data dan mencatat data secara detail dan terperinci sesuai dengan permasalahan yang di angkat oleh Peneliti. Hal ini sejalan dengan pendapat Patton (Sugiyono, 2011: 241) melalui triangulasi “can build on the strengths of each type of data collection while minimazing the weakness in any single approach”. Melalui


(33)

50

triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data, bila dibandingkan dengan satu pendekatan.

Pada saat penelitian berlangsung, peneliti juga mewawancarai kepada beberapa narasumber yang berkompeten, dan berulang kali mengadakan wawancara dengan narasumber yang sama untuk menghasilkan data yang akurat. Dokumentasi juga peneliti lakukan ditengah-tengah pertunjukan yang diadakan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo serta peneliti juga membaca beberapa literatur dari penelitian terdahulu, serta melakukan observasi. Melalui triangulasi, diharapkan data-data tersebut memiliki keakuratan yang tinggi sehingga dapat dipercaya oleh para pembaca.

G. Analisis Data

Pada penelitian kualitatif, analisis dilakukan secara bersamaan dengan proses pengumpulan data. Alasan tersebut didasari agar Peneliti tidak merasa kebingungan terhadap data-data yang telah terkumpul. Hal tersebut, sejalan dengan pendapat Matthew B. Miles pada buku karangan Hamid Patilima (2004: 100) dijelaskan bahwa pada analisis kualitatif, data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan rangkaian angka.

Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2010: 248) analisis data kualitatif adalah

upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, mimilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.

Analisis data merupakan “proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain” (Sugiyono, 2008: 89).


(34)

Pada Penelitian kualitatif, Peneliti diharapkan mampu untuk mengetahui objek dan permasalahan yang dikaji dan ditelaah sebelum menghasilkan kesimpulan akhir. Lebih tegasnya Sugiyono (2011: 245) analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Menimbang bahwa analisis data penelitian dilakukan untuk menggali kembali terhadap data-dat yang ada di lapangan, karena penelitian kualitatif bersifat sementara dan dapat berubah sesuai dengan data yang ada di lapangan. Nasution (Sugiyono, 2011: 245) menyatakan analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Peneliti dalam melaksanakan analisis data adalah sebagai berikut:

1. Analisis sebelum di lapangan

Pada tahap ini, penelitian kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Fokus penelitian masih bersifat sementara akan terus berubah serta berkembang sesuai dengan data yang ada di lapangan.

2. Analisis data di lapangan

Pada penelitian kualitatif, analisis data dapat dilakukan bersamaan saat pengumpulan data. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban, yang diwawancarai belum memuaskan, maka Peneliti dapat mendalami atau melanjutkan pertanyaan-pertanyaan seputar masalah yang ingin diteliti, hingga datanya jenuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011: 246) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh.

Pada pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan pada saat peneliti melakukan analisi data sebelum di lapangan dan analisis data di lapangan, selanjutnya data-data tersebut ditarik


(35)

52

kesimpulan berkenaan terhadap masalah-masalah yang diteliti. Adapun tahapan-tahapan atau langkah-langkah dalam penyusunan laporan akhir. Tiga komponen utama teknik analisis data menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2008: 247-253) yaitu :

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Melalui reduksi, mka peneliti merangkum, mengambil data yang pokok dan penting, membuat kategorisasi, berdasarkan huruf besar, huruf kecil, dan angka.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah melakukan reduksi data, pada penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejensinya, namun yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Conclusion Drawing/Verification

Langkah ke tiga dalam teknik analisis data adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif harus dapat menjawab rumusan masalah. Temuan penelitian dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga diteliti menjadi jelas.

Sesuai dengan langkah-langkah di atas menurut analisis yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman, diharapkan Peneliti mampu untuk menganalisis data sesuai dengan langkah-langkah dan landasan teori tersebut, sehingga mampu menarik kesimpulan berdasarkan data-data yang di lapangan agar penelitian ini berakhir dengan keabsahan yang dapat dipertanggungjawabkan.

H. Validitas Data

Pada penelitian kualitatif, derajat kepercayaan sangat penting setelah melaporkan hasil data yang telah ditemui oleh Peneliti. Peneliti diharapkan untuk memeriksa terhadap keabsahan data yang digunakan untuk menyanggah balik, bila penelitian ini dikatakan tidak ilmiah, serta keabsahan data merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan oleh penelitian kualitatif.


(36)

Adapun pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi 4 teknik:

1. Kredibilitas (Credibility)

Kriteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan. Cara-cara pengujian kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatakan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi teman sejawat, analisis kasus negatif, dan membercheck. Lebih terperincinya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.1

Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Uji

Kredibilitas data

Analisis Kasus Negatif

Diskusi dengan teman sejawat Triangulasi Peningkatan Ketekunan Perpanjangan Pengamatan


(37)

54

Gambar 3.1 Uji Kredibilitas dalam penelitian Kualitatif (Sugiyono, 2011: 270)

a. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan dilakukan Peneliti untuk mengetahui dan mengecek kembali terhadap kebenaran data yang di lapangan. Pada tahap awal peneliti memasuki lapangan, peneliti masih dianggap mencurigakn atau dianggap orang asing oleh narasumber. Sehingga data atau informasi yang diperoleh belum dapat dikatakan kredibel. Berkenan dengan hal tersebut, Peneliti diharuskan untuk mengecek kembali data ke lapangan, melalui pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya.

Perpanjangan pengamatan dilakukan tergantung pada kedalaman, keluasan dan kepastian data. Kedalaman artinya apakah peneliti ingin menggali data sampai pada tingkat makna. Makna berarti data yang tampak. Keluasan berarti, banyak sedikitnya informasi yang diperoleh. Data yang pasti adalah data yang valid yang sesuai dengan apa yang terjadi.

b. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat, sistematis dan berkesinambungan. Meningkatkan ketekunan dapat dikatakan sebagai untuk meningkatkan kredibilitas data yang telah diperoleh. Meningkatkan ketekunan juga dapat dilakukan dengan cara membaca buku melalui berbagai referensi maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti.

c. Triangulasi

William Wiersma (Sugiyono, 2011: 273) triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency of the data according to the convergence of multiple data sources or multiple data collection procedures. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.


(38)

Triangulasi sumber data untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh dari berbagai narasumber. Berbagai informasi yang dilakukan dari berbagai narasumber, maka Peneliti harus mengecek kembali, mengorganisasikan dan memilah data apa saja yang penting dan yang tidak penting.

Triangulasi teknik dilakukan untuk menguji kredibilitas dan dilakukan dengan cara mengecek kepada sumber data yang dilakukan yaitu wawancara, dokumen, dan observasi.

Gambar 3.2

Triangulasi dengan Sumber Data

Pemilik Pelatih

Peserta

Sumber: Diadopsi dari Sugiyono (2011: 273)

Gambar 3.3

Triangulasi dengan Tiga Teknik Pengumpulan Data

Wawancara Observasi


(39)

56

Sumber: Diadopsi dari Sugiyono (2011: 273) d. Analisis Kasus Negatif

Kasus yang bertentangan atau berbeda dengan hasil penelitian hingga pada saat tertentu. Bila tidak ada lagi data yang berbeda, maka atau bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya. Tetapi, bila Peneliti masih mendapatkan data-data yang bertentangan dengan temuan, berarti data yang ditemukan sudah dapat dipercaya.

e. Menggunakan bahan referensi

Data pendukung yang ditelah ditemukan oleh Peneliti. Misalnya, hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi manusia, atau gambaran suatu keadaan perlu didukung oleh foto-foto. Pada laporan penelitian, sebaiknya data-data yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya. f. Mengadakan Membercheck

Membercheck adalah proses yang dilakukan Peneliti dalam pengecekan data. Suatu data harus dicek ulang untuk menemukan kredibilitas data. Kredibilitas data ditentukan oleh Peneliti bersama informan terhadap data yang diperoleh, apabila data yang ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus merubah temuannya, dan harus menyesuaikan dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Pada penelitian ini, kegiatan dalam mengadakan membercheck kepada subyek penelitian, sehingga Peneliti melakukan wawancara kembali pada informan mengenai permasalahan yang terdapat dalam rumusan masalah yaitu nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo yang menjadi fokus pengembangan tanggung jawab kewargaan.


(40)

Laporan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditransfer pada peneliti lainnya untuk memtuskan dapat atau tidaknya mengaplikasikan hasil penelitian tersebut di tempat lainnya. Laporan dalam penelitian harus diuraikan secara rinci, jelas, sistematis dan dapat dipercaya.

3. Pengujian dependabilitas (Dependability)

Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Kriteria ini digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak, dengan cara menelusuri atau mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian yaitu merancang rumusan masalah, memasuki lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan uji keabsahan data, hingga membuat kesimpulan.

4. Pengujian konfirmabilitas (confirmability)

Pengujian kofirmabilitas dan dependabilitas dapat dilakukan secara bersamaan. Pentingnya pengujian konfirmabilitas menilai mutu atau tidaknya hasil penelitian. Bila hasil penelitian merupakan proses penelitian yang dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar konfirmabilitas.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan sejumlah temuan penelitian yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

1. Rumah komunitas Angklung Mang Udjo sebagai tempat wisata bagi seluruh masyarakat yang menghadirkan kretivitas seni musik angklung yang dikolaborasikan pada seni musik modern, menjadikan daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Mengusung konsep seni, pendidikan dan alam serta mampu menampilkan kekhasan susasana tatar Pasundan, merupakan transformasi nilai-nilai kearifan lokal. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung melalui seni musik angklung yaitu nilai kebersamaan, nilai kepemimpinan, nilai gotong royong, nilai demokrasi dan nilai kepemimpinan. Nilai-nilai tersebut mengindikasikan bahwa Saung Angklung Udjo mampu untuk membangun semangat tanggung jawab kewargaan dalam melestarikan budaya lokal. Transformasi nilai pada rumah komunitas angklung Mang Udjo juga tampak pada pergeseran fungsi dari alat musik angklung, bermula dari nilai ritual menjadi nilai ekonomi dan pendidikan.

2. Bentuk-bentuk pembinaan yang dihadirkan oleh Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo seperti pertunjukan bambu petang yang berisi beberapa penampilan pendek yang spektakuler, antara lain demonstrasi wayang golek, tari tradisional, angklung pemula, angklung orkestra, masal arumba dan angklung interaktif. Demonstrasi wayang golek menggambarkan rasa cinta terhadap kebudayaan daerah, inovatif dan kreatif. Tari tradisional seperti tari merak menggambarkan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang disesuaikan dengan irama, gerakan tersebut menggambarkan ketekunan dan kecermatan. Angklung orkestra membawa filosofi Angklung sebagai alat pemersatu yang dipercaya dapat menumbuhkan semngat patriotik, sehingga terkadang dapat menggugah sisi emosional penonton. Arumba merupakan sebuah bentuk


(42)

inovasi baru dari instrumen bambu. Menggunakan tanda nada diatonik, sehingga arumba mampu memainkan beragam jenis musik yang berbeda, dari tradisional, klasik hingga kontemporer. Kolaborasi angklung orkestra menggambarkan rasa kerjasama dan kebersamaan pemain angklung untuk memainkan nada secara harmoni. Lagu yang disuguhkan adalah lagu yang berasal dari sabang hingga merauke. Hal tersebut merupakan penghantar untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya masing-masing daerah serta mampu untuk menghadirkan rasa kebersamaan, kerjasama, ketekunan, kecermatan dan nilai sosial untuk berinteraksi antara pemain dan pengunjung. Pertunjukan ini juga mampu untuk memupuk rasa tanggung jawab kewargaan dalam hal melestarikan budaya lokal.

3. Implentasi seni angklung sebagai media pengembangan nilai kearifan lokal melalui program diplomasi angklung, pengakuan angklung oleh UNESCO sebagai hasil karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi, serta menjadikan angklung sebagai sarana media pembelajaran seni suara di taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi, akan dapat membentuk penguatan rasa tanggung jawab kewargaan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, penulis mengemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut:

1. Rumah Komunitas Angklung

a. Meningkatkan kerjasama pada pemerintah kota Bandung dan Dinas Pariwisata Kota Bandung

b. Merangkul seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya masyarakat sekitar Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo dalam melestarikan kesenian daerah khas Jawa Barat

2. Pemerintah Kota Bandung

a. Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kendala yang dihadapi oleh Rumah Komunitas Angklung mang Udjo dalam hal infrastruktur dan sarana prasarana


(43)

106

b. Menjalin kerjasama yang baik antara Pemerintah Kota Bandung dengan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo

3. Dinas Pariwisata Kota Bandung

a. Dinas Pariwisata Kota Bandung sebaiknya lebih strategies dalam melaksanakan fungsinya terkait mempromosikan keberadaan Rumah Komunitas Angklung mang Udjo melalui media social maupun media elektronik ke seluruh pelosok tanah air

b. Menjalin kerjasama yang baik antara dinas pariwisata Kota Bandung dengan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo

4. Pengunjung

a. Pengunjung sebagai penonton sebaiknya mampu untuk mengambil manfaat dan nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan angklung, antara lain nilai kerjasama, nilai sosial, nilai kepemimpinan dan demokrasi.

b. Menyerap nilai-nilai kerjasama, demokrasi, kepemimpinan dan nilai sosial untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari 5. Jurusan PKn

a. Menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dalam bermain angklung antara lain nilai kedisiplinan, nilai kerjasama dan nilai kemandirian agar mampu diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

b. Jurusan PKn diharapkan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mengenai budaya-budaya lokal yang masih tetap relevan hingga saat ini c. Mengimplementasikan rasa cinta terhadap budaya lokal dengan


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. (2010). Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azhari, A dan Asri A. (2011). Jurus Kilat Jago Main Angklung untuk Pemula & Profesional. Jakarta: Laskar Aksara

Astuti, D. (2009). Lagu dan Alat Musik Tradisional Provinsi Jawa Barat. Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa.

Budimansyah, D. dan Karim, S. (2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Chodijah, Imas Siti. (2011). Kajian tentang Nilai-nilai Budaya dalam Upacara Seba di Situs Kabuyutan Ciburuy (studi deskriptif di situs Kabuyutan Ciburuy Kecamatan Bayongbong Garut). Skripsi pada FPIPIS Bandung: Tidak diterbitkan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1997). Pembinaan Nilai Budaya melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (2006). Nilai Budaya pada Karya Sastra Sunda. Bandung: Departemen Kebudayaan & Pariwisata

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (1997). Pembinaan Nilai Budaya dalam Lingkungan Keluarga. Yogyakarta: Depdikbud

Engkoswara. (2007). Revitalisasi Budaya Bangsa Menuju Indonesia Sejahtera 2020. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI

Garna, Judistira K. (2008). Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan. Bandung: Lemlit Unpad

Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia

Herawati, I. dkk. (2004). Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Using Banyuwangi Jawa Timur. Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata

Ikbar, Yanuar. (2012). Metode Penelitian Sosial Kualitatif: Panduan Membuat Tugas Akhir/Karya Ilmiah. Bandung: PT. Refika Aditama


(1)

Rani Karnita, 2013

Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjon Sebagai Dasar Pengembangan Tanggung Jawab Kewarganegaraan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

inovasi baru dari instrumen bambu. Menggunakan tanda nada diatonik, sehingga arumba mampu memainkan beragam jenis musik yang berbeda, dari tradisional, klasik hingga kontemporer. Kolaborasi angklung orkestra menggambarkan rasa kerjasama dan kebersamaan pemain angklung untuk memainkan nada secara harmoni. Lagu yang disuguhkan adalah lagu yang berasal dari sabang hingga merauke. Hal tersebut merupakan penghantar untuk menanamkan rasa cinta terhadap budaya masing-masing daerah serta mampu untuk menghadirkan rasa kebersamaan, kerjasama, ketekunan, kecermatan dan nilai sosial untuk berinteraksi antara pemain dan pengunjung. Pertunjukan ini juga mampu untuk memupuk rasa tanggung jawab kewargaan dalam hal melestarikan budaya lokal.

3. Implentasi seni angklung sebagai media pengembangan nilai kearifan lokal melalui program diplomasi angklung, pengakuan angklung oleh UNESCO sebagai hasil karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Nonbendawi, serta menjadikan angklung sebagai sarana media pembelajaran seni suara di taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi, akan dapat membentuk penguatan rasa tanggung jawab kewargaan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan, penulis mengemukakan beberapa saran-saran sebagai berikut:

1. Rumah Komunitas Angklung

a. Meningkatkan kerjasama pada pemerintah kota Bandung dan Dinas Pariwisata Kota Bandung

b. Merangkul seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya masyarakat sekitar Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo dalam melestarikan kesenian daerah khas Jawa Barat

2. Pemerintah Kota Bandung

a. Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap kendala yang dihadapi oleh Rumah Komunitas Angklung mang Udjo dalam hal infrastruktur dan sarana prasarana


(2)

106

Rani Karnita, 2013

Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjon Sebagai Dasar Pengembangan Tanggung Jawab Kewarganegaraan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b. Menjalin kerjasama yang baik antara Pemerintah Kota Bandung dengan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo

3. Dinas Pariwisata Kota Bandung

a. Dinas Pariwisata Kota Bandung sebaiknya lebih strategies dalam melaksanakan fungsinya terkait mempromosikan keberadaan Rumah Komunitas Angklung mang Udjo melalui media social maupun media elektronik ke seluruh pelosok tanah air

b. Menjalin kerjasama yang baik antara dinas pariwisata Kota Bandung dengan Rumah Komunitas Angklung Mang Udjo

4. Pengunjung

a. Pengunjung sebagai penonton sebaiknya mampu untuk mengambil manfaat dan nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan angklung, antara lain nilai kerjasama, nilai sosial, nilai kepemimpinan dan demokrasi.

b. Menyerap nilai-nilai kerjasama, demokrasi, kepemimpinan dan nilai sosial untuk kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari 5. Jurusan PKn

a. Menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dalam bermain angklung antara lain nilai kedisiplinan, nilai kerjasama dan nilai kemandirian agar mampu diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

b. Jurusan PKn diharapkan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mengenai budaya-budaya lokal yang masih tetap relevan hingga saat ini c. Mengimplementasikan rasa cinta terhadap budaya lokal dengan


(3)

107 Rani Karnita, 2013

Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Rumah Komunitas Angklung Mang Udjon Sebagai Dasar Pengembangan Tanggung Jawab Kewarganegaraan

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Irwan. (2010). Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azhari, A dan Asri A. (2011). Jurus Kilat Jago Main Angklung untuk Pemula & Profesional. Jakarta: Laskar Aksara

Astuti, D. (2009). Lagu dan Alat Musik Tradisional Provinsi Jawa Barat. Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa.

Budimansyah, D. dan Karim, S. (2008). PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan

Chodijah, Imas Siti. (2011). Kajian tentang Nilai-nilai Budaya dalam Upacara Seba di Situs Kabuyutan Ciburuy (studi deskriptif di situs Kabuyutan Ciburuy Kecamatan Bayongbong Garut). Skripsi pada FPIPIS Bandung: Tidak diterbitkan

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1997). Pembinaan Nilai Budaya melalui Permainan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Depdikbud

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (2006). Nilai Budaya pada Karya Sastra Sunda. Bandung: Departemen Kebudayaan & Pariwisata

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (1997). Pembinaan Nilai Budaya dalam Lingkungan Keluarga. Yogyakarta: Depdikbud

Engkoswara. (2007). Revitalisasi Budaya Bangsa Menuju Indonesia Sejahtera 2020. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan UPI

Garna, Judistira K. (2008). Budaya Sunda: Melintasi Waktu Menantang Masa Depan. Bandung: Lemlit Unpad

Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia

Herawati, I. dkk. (2004). Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Using Banyuwangi Jawa Timur. Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata

Ikbar, Yanuar. (2012). Metode Penelitian Sosial Kualitatif: Panduan Membuat Tugas Akhir/Karya Ilmiah. Bandung: PT. Refika Aditama


(4)

108

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. (2005). Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Nelayan Jepara Jawa Tengah. Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. (2005). Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Nelayan Madura.Yogyakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

Kosasih-Djahiri, A. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan Kusherdyana. (2011). Pemahaman Lintas Budaya dalam Konteks Pariwisata dan

Hospitalitas. Bandung: Alfabeta.

Kymlicka, Will. (2011). Kewargaan Multikultural. Jakarta: LP3ES.

Malihah, E. Setiadi, Hakam A Kama & Effendi Ridwan. (2010). Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Malihah, E. dan Usman K. (2011). Pengantar Antropologi. Bandung: CV Maulana Media Grafika.

Maryaeni. (2005). Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT. Bumi Aksara Masunah, J. Dkk. (2003). Angklung di Jawa Barat sebuah Perbandingan.

Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional (PAST UPI).

Moleong, Lexy. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Mulyana, Yoyo. (2011). Pendidikan Sastra dan Karakter Bangsa. Bandung:

jurdik sastra asia FPBS UPI

Munandar, Soelaeman M. (2000). Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT Refika Aditama.

Mutakin, A. Dasim, B. Dan Gurniwan, K.P. (2004). Dinamika Masyarakat Indonesia. Genesindo: Bandung

Nurmalina, K. dan Syaifullah. (2008). Memahami Pkn. Bandung: Laboratorium PKn UPI.


(5)

Patilima, Hamid. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Permadi, Dadi & Arifin Daeng (2010). Kepemimpinan Transformasional Kepsek dan Komite Sekolah. Bandung: PT Sarana Panca Karya Nusa

Permana, R.C.E. (2010). Kearifan Lokal Masyarakat Baduy Dalam Mitigasi Bencana. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Prasetya, Hikmat Bhawika. (Bhawikah@gmail.com). (2012, 17 Maret). Penelitian. E-mail kepada Rani Karnita (ranikarnita@rocketmail.com). Putri, N.R.C. (2008). Pembelajaran Angklung dalam Kegiatan Ekskul di SMP

Negeri 3 Bandung. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Radmila, Samita. (2011). Kearifan Lokal: Benteng Kerukunan. Jakarta: PT Gading Inti Prima

Rahmat dkk. (2010). Pembelajaran PKn. Bandung : Laboratorium PKn UPI. Ranjabar, Jacobus. (2006). Sistem Sosial Budaya Indonesia suatu Pengantar.

Bogor: Gholia Indonesia

Sachari, Agus dan Yan yan, S. (2000). Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya. Bandung: ITB

Sary, T.N. (2011). Pembelajaran Angklung Pada Kegiatan Ekstrakurikuler di SMP Negeri 1 Subang. Skripsi pada FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sapriya, Rahmat dan Sundawa, D. (2010). Konsep Dasar PKn Edisi Revisi. Bandung : Laboratorium PKn UPI.

Sudirwo, Daeng. (2005). Pendidikan Kewargangeraan Pada Perguruan Tinggi. Bandung: CV Randu Alas Bandung

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.

Syafii, Sulhan. (2009). Udjo Diplomasi Angklung. Jakarta : PT Grasindo.

Wahab, Abdul Aziz., dan Sapriya. (2011). Teori dan Landasan PKn. Bandung: Alfabeta


(6)

110

Wuryan, S. dan Syaifullah. (2009). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Bandung: Laboratorium PKn UPI.

Jurnal

Abdul-Muthalib, Suriakusumah. (2006). “Masalah Perbedaan Suku Bangsa, Persatuan dan Kesatuan Bangsa, dan Kepemimpinan di Indonesia. Jurnal Civicus. (1), (6), 393-401.

Adrianto, Ambar. (2004). “Pengaruh Teknolohi Informasi terhadap Relasi Sosial Kasus di Desa Kecemen. Jurnal Patra Widya Seri Sejarah dan Budaya.

(5), (2), 176.

Sadilah, E. (2009).”Kearifan Lokal Masyarakat Petani Cengkeh di Ngebel,

Ponorogo Jawa Timur”. Jurnal Patra Widya Seri Sejarah dan Budaya. 10, (1), 143-178.

Saleh, F. (2010). “Orientasi Nilai Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh dalam Perspektif Kearifan Lokal Budaya Sunda sebagai Landasan Pembangunan CSR di Jawa Barat”. Warta Bapeda Provinsi Jawa Barat. 15, (4), 29-36. Setiawan, Deny. (2009). “Paradigma PKn Demokratis di Era Global”. Jurnal

Civicus. (2), (2), 128.

Sujarno. (2009). “Upacara Tradisional Hak-hakan Fungsi dan Nilainya Bagi Masyarakat Pendukungnya (Sebuah Kajian Kearifan Lokal)”. Jurnal Patra Widya. 10, (2), 315-337.