TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU.

(1)

TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL

MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia

oleh

Puji Nurharyanto 1100777

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2015


(2)

TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Sosiologi

Oleh: Puji Nurharyanto

1100777

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Puji Nurharyanto 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,


(3)

TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M. Hum., NIP. 1967092401990031001

Pembimbing II

Mirna Nur Alia A, S.Sos. M.Si NIP. 198303122010122008

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi

Hj. Siti Komariah, M.Si., Ph.D NIP. 196804031991032002


(4)

ABSTRAK

TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU Puji Nurharyanto

1100777

Era informasi menjadikan dunia menjadi satu jaringan informasi besar yang memungkinkan segalanya saling bertautan karena masyarakat dinamis demikian pula dengan budaya, hal tersebut menstimulus masyarakat untuk mengikuti proses transformasi sebagai akibat dari era informasi. Penelitian ini dilatar belakangi oleh meningkatnya partisipasi pendidikan anak-anak masyarakat adat Cireundeu dan tidak diakuinya Sunda wiwitan sebagai agama oleh Pemerintah. Penelitian ini dilakukan di Kampung Cireundeu Rukun Warga 10, Kelurahan Leuwigajah, Kota Cimahi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proses transformasi yang terjadi pada nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Memakan rasi merupakan puasa bagi masyarakat adat Cireundeu penganut kepercayaan Sunda wiwitan namun tidak semua penganut kepercayaan Sunda wiwitan memakan rasi sebagai makanan pokoknya. Pemahaman masyarakat adat Cireundeu terhadap agama merupakan pemaknaan budaya. 2) Mulai meningkatnya partisipasi pendidikan masyarakat adat Cireundeu membuat mereka harus ikut serta mempelajari mata pelajaran agama tertentu di sekolah karena belum terdapatnya pengajar khusus bagi siswa penganut keyakinan Sunda wiwitan dan sebagai antisipasi agar tidak terpengaruh oleh keyakinan lain, para tokoh pemuda masyarakat adat Cireundeu mengadakan diskusi surasa sebagai pengganti mata pelajaran agama di luar sekolah yang dilaksanakan di Bale Adat setiap hari Sabtu jam lima sore. 3) Masyarakat adat Cireundeu mulai membuka diri untuk menikah dengan penganut agama lain sebagai upaya dalam menjamin masa depan mereka dan mendapatkan hak warga negara, selain itu masyarakat adat Cireundeu percaya bahwa pernikahan tidak bisa dipaksakan berdasarkan kehendak orang tua karena urusan jodoh merupakan takdir Tuhan. Tata cara pemakaman masyarakat adat Cireundeu penganut kepercayaan Sunda wiwitan mendapat pengaruh dari ajaran agama Islam dan agama Kristen. Berdasarkan hasil penelitian ini maka nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Cireundeu telah mengalami perubahan/transformasi.


(5)

ABSTRACT

TRANSFORMATION OF INDIGENOUS KNOWLEDGE OF INDIGENOUS PEOPLE OF CIREUNDEU

Information era makes the world become big network information which is possible to link one another due to society and cultural are dynamic, it stimulates society and cultural to transform. This study is based on the higher of education participation indigenous people of Cireundeu and due to Sunda wiwitan is not considered as religion by the government. This study takes place in Kampung Cireundeu Rukun Warga 10, Kelurahan Leuwigajah, Kota Cimahi. The aim of this study is to find out transformation process on indigenous knowledge of indigeneous people of Cireundeu. This study is descriptive method with qualitative approach. Data is collected through observation, depth interview and documentation. The result of this study shows that (1) Eating rasi (cassava) is “fasting” for indigeneous people of Cireundeu who are believer of Sunda wiwitan but not all of Sunda wiwitan eat rasi as their main food. Their understanding about religion is to mean very deeply their ancient culture. (2) The higher of participation on indigenous people of Cirendeu in getting education makes them study some certain religion studies in school yet there is no special teacher for those who have faith in Sunda wiwitan and to get rid of children from other religion influences, adult figure in indigenous people of Cireundeu hold on discussion of surasa as the change their religion study outside school which is held on in Bale Adat every Saturday noon (5 pm). (3) Indigenous people of Cireundeu open themselves to marry other people who have different faith from them as attempt to guarantee their future and to get their civil right as citizen. Besides that, they believe that marriage can

not be forced by their parent’s will due to mate is god’s will not human’s. Indigenous people of Cireundeu’s way of funeral who have faith in Sunda wiwitan get affected by Islam and Christian’s

way of funeral. Based on conclusion of this study, indigenous knowledge of indigenous people of Cireundeu has transformed into new shape and new function.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Struktur Organisasi Skripsi ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

2.1 Teori Tindakan ... 8

2.2 Kerangka Teori Tindakan ... 8

2.3 Transformasi ... 9

2.4 Nilai ... 13

2.5 Kearifan Lokal ... 14

2.6 Masyarakat Adat ... 16

2.7 Kebudayaan ... 18

2.8 Sistem Kepercayaan Sebagai Salah Satu Unsur Kebudayaan ... 20

2.9 Sunda Wiwitan ... 21

2.10 Tradisi ... 23

2.11 Penelitian Terdahulu ... 26

2.12 Kerangka Berpikir ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Desain Penelitian ... 30

3.2 Metode Penelitian ... 31


(7)

3.4 Pengumpulan Data ... 33

3.5 Analisis Data ... 37

3.6 Pengujian Validitas ... 39

3.7 Tahap Penelitian ... 42

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 44

4.1 Profil Lokasi Penelitian ... 44

4.2 Sejarah Kampung Cireundeu ... 46

4.3 Temuan Penelitian ... 47

4.4 Pembahasan Penelitian ... 77

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ... 97

5.1 Simpulan ... 103

5.2 Implikasi dan Rekomendasi ... 105

DAFTAR PUSTAKA ... 107

LAMPIRAN Lampiran 1 Display Data, Hasil Observasi dan Instrumen Penelitian ... 110

Lampiran 2 Hasil Wawancara ... 128

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ... 150


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Saat ini arus informasi sangat mudah didapatkan karena semakin meningkatnya kemampuan manusia dalam mengembangkan intelektualnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin sederhananya cara memperoleh informasi membuat setiap individu perlu berhati-hati dalam menyerap informasi agar tidak terjebak dalam kotak pemikirannya sendiri dan terbawa opini publik karena era informasi menjadikan sikap ketidakpedulian sebagai suatu pilihan.

Mudahnya untuk memperoleh informasi menandakan akan semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi manusia, yang mana setiap jenis pekerjaan menjadi semakin terspesialisasi karena mudahnya dalam memperoleh informasi yang akan diikuti dengan mobilitas masyarakat. Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat itu dinamis, selalu ingin memodifikasi situasi yang tidak sesuai dengan harapannya untuk terus berjuang menghadapi tantangan alam.

Masyarakat yang dinamis menuntut setiap anggotanya bahkan apa yang merupakan bagian dari masyarakat atau dengan kata lain, kebudayaan perlu menyesuaikan diri juga dengan keadaan yang baru dari sebelumnya. Era informasi yang menguatkan masyarakat ke arah dinamis menuntut adanya suatu transformasi dalam masyarakat. Daszko & Sheinberg (2005, hlm.1) menjelaskan mengenai transformasi bahwa “transformation is the creation and change of a whole new form, function or structure. To transform is to create something new that has never existed before and could not be predicted from the past”. Transformasi berarti perubahan ke dalam suatu bentuk, fungsi atau pun struktur yang baru. Transformasi berarti menciptakan sesuatu yang baru yang belum pernah ada sebelumnya. Pendapat tersebut mengungkapkan bahwa transformasi terjadi bukan akibat dari prediksi masa lalu. Atau dengan kata lain adanya tuntutan pada masa sekarang membuat perubahan perlu dilakukan.

Transformasi yang disoroti oleh penulis dalam hal ini yaitu perubahan kebudayaan. Seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat (2009, hlm. 144)


(9)

dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri

dengan belajar”. Artinya bahwa budaya merupakan karya buatan manusia atau produk yang diciptakan oleh manusia melalui proses belajar. Untuk memudahkan

pemahaman akan pengertian budaya dapat dikatakan pula “culture is the way of life of a people” (Perry, 1980, hlm. 90). Artinya bahwa budaya secara sederhana

dapat diartikan sebagai cara hidup suatu kelompok masyarakat. Seperti yang sudah disinggung sebelumya karena adanya perubahan atau peningkatan harapan atau tuntutan manusia maka masyarakat dan kebudayaannya mengalami perubahan. Secara kuantitatif perubahan pada tradisi terjadi pada jumlah penganut dan pendukungnya sedangkan secara kualitatif perubahan terjadi pada kadar tradisi seperti gagasan, simbol dan nilai tertentu yang ditambahkan dan dibuang.

Karl Mainheim (dalam Astid, 1983, hlm. 160) mengungkapkan ‘jelaslah bahwa proses perubahan masyarakat dalam intinya ialah perubahan norma-norma masyarakat karena perubahan norma dan proses pembentukan norma baru merupakan inti dari usaha mempertahankan persatuan hidup berkelompok’. Pendapat tersebut mempertegas argumen penulis bahwa inti dari perubahan yaitu terjadi dalam produk masyarakatnya yaitu budaya yang berisikan norma dan nilai-nilai yang luhur demi mempertahankan kelangsungan hidup berkelompok.

Provinsi Jawa Barat yang secara historis penuh dengan filosofi kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakatnya masih mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal sebagai wujud dari penghormatan kepada nenek moyang atas kebudayaan yang sudah dibentuk dan diwariskan secara turun-temurun. Masyarakat yang masih memaknai secara mendalam nilai-nilai kearifan lokal yaitu masyarakat adat. Menurut data Dinas Pariwisata dan Budaya Kab./Kota Jawa Barat pada tahun 2012 terdapat 27 kampung adat yang terdapat di Provinsi Jawa Barat, salah satunya terdapat satu kampung adat yang berada di Kota Cimahi yaitu Kampung Adat Cireundeu. Hal ini seperti terlihat dalam tabel berikut ini :


(10)

3

Tabel 1.1 Data Kampung Adat Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Masyarakat adat Cireundeu yang melekat dengan aliran kepercayaan Sunda wiwitan dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kearifan lokalnya mengalami proses transformasi. Permasalahan yang dialami masyarakat adat Cireundeu yaitu masih sulitnya masyarakat dalam mendapatkan pengakuan kependudukan secara administrasi dari pemerintah. Pengakuan kependudukan secara administratif diperlukan oleh masyarakat adat Cireundeu untuk menjamin hak-haknya sebagai warga negara dalam memperbaiki kehidupannya. Meski permasalahan tersebut sudah mulai diakomodir tetapi pengakuan secara administratif belum sepenuhnya didapatkan.

Terlepas dari masalah yang dialami, masyarakat adat Cireundeu masih menjaga tradisi nilai-nilai kearifan lokalnya. Masih dipertahankannya nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu sebagai upaya transmisi budaya untuk generasi selanjutnya. Sudah tentu bahwa dalam mewariskan tradisi dari satu generasi ke generasi berikutnya akan mengalami perubahan meskipun perubahan tersebut tidak secara keseluruhan terjadi pada tradisi atau nilai yang diwariskan tetapi bisa juga terjadi pada pola pewarisannya atau agen sosialisasinya karena masyarakat dan budaya bersifat dinamis mengikuti perubahan zaman. Analogi yang disampaikan oleh Perry (1980, hlm. 90) menunjukkan bahwa masyarakat dan budaya pasti mengalami perubahan, seperti analogi berikut ini


(11)

For purpose of contrast, we can view culture and society in a theatrical context. Society can be considered as a group of actors who play roles befitting their statuses. The script that the actors use in playing their roles is culture. This script has been written for the actors by generations of their predecessors. Each generation, including the present, has added, deleted, changed, or modified some parts of the script.

Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh Achdiani (2012) yang

berjudul “Sosialisasi dan Enkulturasi Tradisi Penganut Madraisme Dalam Keluarga Di Kampung Cireundeu, Kota Cimahi”. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa proses sosialisasi dan enkulturasi tradisi leluhur telah ditanamkan sejak anak-anak sampai dewasa, dengan tujuan agar anak memiliki kemampuan hidup dalam tataran era lebih luas atau global tanpa harus meninggalkan jati dirinya, proses sosialisasi dalam keluarga berlangsung dari mulai anak-anak sampai dewasa, dalam suasana kehidupan yang harmonis, kharismatik dan terhormat, dengan isi pembelajaran mengenai etika pergaulan, norma, adat istiadat ke-Sundaan, dan ajaran kepercayaan.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses sosialisasi dan pola pewarisannya lebih memusatkan pada lembaga keluarga. Yang terjadi saat ini adalah mulai banyak masyarakat adat Cireundeu yang menyekolahkan anaknya ke sekolah formal. Meskipun dengan resiko anak-anak mereka yang mendapatkan pendidikan di sekolah formal harus ikut mempelajari mata pelajaran agama tertentu atau tidak mendapatkan mata pelajaran mengenai keyakinan agama yang dianutnya, tetapi tidak menyurutkan langkah mereka untuk mendapatkan pendidikan. Dari situlah penulis beranggapan bahwa proses penanaman nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu mengalami proses transformasi dengan argumen bahwa agen sosialisasi pun mulai dirubah seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas hidupnya melalui pendidikan.

Teori yang digunakan oleh penulis dalam hal ini yaitu teori tindakan yang dikemukan oleh Talcott Parsons. Haferkamp & Smelsera (dalam Sztompka, 2011,

hlm. v) mengungkapkan bahwa “setiap teori ilmu sosial, apa pun titik tolaknya

konseptualnya, tentu akan tertuju pada perubahan yang menggambarkan realitas


(12)

5

penelitian ini hanya sebagai wadah untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi di Masyarakat Adat Cireundeu.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik melakukan penelitian pada transformasi yang terjadi pada masyarakat adat Cireundeu. Kajian masalah yang diteliti menyangkut perubahan yang terjadi pada masyarakat dan nilai-nilai kearifan lokalnya yang dijadikan sebuah penelitian yang berjudul

“Transformasi Nilai –Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cireundeu”.

1.2 Rumusan Masalah

Untuk memudahkan pembahasan masalah pokok penelitian tersebut, maka peneliti merumuskan dalam beberapa sub masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat adat Cireundeu?

2. Apakah terjadi perubahan agen sosialisasi dalam upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal di lingkungan masyarakat adat Cireundeu?

3. Bagaimana proses internalisasi yang dilakukan Masyarakat Adat Cireundeu terhadap nilai-nilai atau pola-pola baru setelah terjadinya proses transformasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengemukakan tentang proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Cireundeu.

Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan: 1. Proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat

adat Cireundeu.

2. Perubahan agen sosialisasi sebagai upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal di lingkungan masyarakat adat Cireundeu.

3. Proses internalisasi yang dilakukan oleh masyarakat adat Cireundeu terhadap nilai-nilai atau pola-pola baru setelah terjadinya proses transfromasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu :

1. Secara teoritis, penelitian ini untuk mengungkapkan proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan, sehingga dapat memberikan masukan


(13)

kepada warga Masyarakat Adat Cireundeu mengenai transformasi budaya dan sosialisasi budaya.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat melihat cara yang dilakukan oleh Masyarakat Adat Cireundeu dalam mengajarkan nilai-nilai yang terkandung dalam kepercayaan Sunda wiwitan sekaligus mempertahankan eksistensinya.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memahami alur pikir dalam penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan penelitian ini (UPI, 2014, hlm. 16) yaitu sebagai berikut :

Bab I berisi Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi. Latar belakang penelitian berfungsi sebagai penjelasan dalam alasan peneliti melaksanakan suatu penelitian. Identifikasi dan perumusan masalah berisi mengenai rumusan dan analisis masalah penelitian beserta identifikasi variabel penelitian. Tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan. Manfaat penelitian dapat dilihat dari aspek atau segi teori dan praktik.

Bab II berisi tinjauan pustaka, kerangka pemikiran. Tinjauan pustaka memiliki peran yang cukup penting. Tinjauan pustaka berfungsi sebagai landasan teori dalam menyusun pertanyaan penelitian.

Bab III berisi mengenai penjelasan yang rinci mengenai metode penelitian dalam skripsi. Komponen dalam metode penelitian terdiri dari lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, proses pengembangan instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, serta analisis data penelitian.

Bab IV berisi hasil penelitian dari pengolahan atau analisis data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam bagian pembahasan, hasil temuan penelitian dikaitkan dengan dasar teoritik yang telah dibahas dalam Bab II dan temuan sebelumnya.

Bab V berisi kesimpulan dan saran yang menyajikan tentang penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian. Penulisan kesimpulan skripsi berupa sebuah jawaban pertanyaan penelitian atau rumusan masalah. Dalam kesimpulan tidak memasukan angka atau data statistik. Saran ditujukan


(14)

7

kepada para pembuat kebijakan, kepada pengguna hasil penelitian, praktisi pendidikan, kepada peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya.

Daftar pustaka memuat semua sumber yang pernah dikutip dan digunakan dalam penulisan skripsi. Keseluruhan sumber yang tercetak atau dikutip tercantum dalam daftar pustaka. Lampiran berisi semua dokumen yang digunakan dalam penelitian. Setiap lampiran diberikan nomor urut sesuai dengan penggunaannya.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2000, hlm. 3) ‘penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati’.

Ada beberapa asumsi yang menjadi landasan dalam penelitian kualitatif sebagaimana yang dikatakan Merriam (dalam Creswell, 1994, hlm. 145). Asumsi-asumsi tersebut ialah sebagai berikut:

a. Peneliti kualitatif lebih memiliki perhatian pada proses daripada hasil atau produk;

b. Peneliti kualitatif tertarik pada makna, yaitu bagaimana orang berusaha memahami kehidupan, pengalaman, dan struktur lingkungan mereka; c. Peneliti kualitatif merupakan instrumen utama dalam pengumpulan dan

analisis data. Data diperoleh melalui instrumen manusia daripada melalui inventarisasi (inventories), kuesioner, ataupun melalui mesin;

d. Penelitian kualitatif sangat berkaitan dengan fieldwork. Artinya, peneliti secara fisik terlibat langsung dengan orang, latar (setting), tempat, atau institusi untuk mengamati atau mencatat perilaku dalam latar alamiahnya; e. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif, dalam arti peneliti tertarik pada

proses, makna, dan pemahaman yang diperoleh melalui kata-kata atau gambar-gambar;

f. Proses penelitian kualitatif bersifat induktif dalam arti peneliti membangun abstraksi, konsep, hipotesis, dan teori.

Berdasarkan asumsi dan pendapat di atas, maka penulis memilih menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal dengan alasan bahwa perilaku dan pengalaman yang dialami oleh suatu kelompok masyarakat tidak dapat dihitung dengan menggunakan angka. Selain itu, penulis berkeinginan untuk mengetahui makna dibalik suatu proses transformasi yang terjadi karena nilai-nilai kearifan lokal penuh dengan unsur pemaknaan yang mendalam dari para pelakunya dalam hal ini masyarakat adat Cireundeu. Oleh karena itu, dibutuhkan keterlibatan langsung peneliti dalam memahami makna dan untuk mencari tahu alasan suatu transformasi nilai-nilai kearifan lokal perlu dilakukan.


(16)

31

3.2 Metode Penelitian

Untuk mendapatkan data guna menjawab permasalahan seperti yang dikemukakan di atas, peneliti menggunakan metode deskriptif. Nasution (1992, hlm. 32) berpendapat bahwa penelitian deskriptif, digunakan untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi-situasi sosial. Selanjutnya Nasution menyebutkan bahwa penelitian deskriptif lebih spesifik dengan memusatkan perhatian kepada aspek-aspek tertentu dan sering menunjukkan hubungan antara berbagai variabel.

Metode yang digunakan dalam penelitian transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu yaitu metode deskriptif, suatu metode yang mampu menggambarkan situasi atau kejadian atau pengalaman yang dialami oleh subjek penelitian yaitu masyarakat adat Cireundeu. Dengan menggunakan metode ini diharapkan dapat diperoleh informasi secara lengkap mengenai masalah transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu dengan menggunakan langkah-langkah yang tepat.

3.3 Partisipan dan Tempat Penelitian 3.3.1 Partisipan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dan dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi Spradley (dalam Sugiyono, 2009, hlm. 49) menyebutnya

Social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen yaitu

tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang semuanya berinteraksi secara sinergis. Menggunakan situasi sosial, peneliti menggali informasi yang dibutuhkan dalam penelitian melalui situasi sosial dengan menggunakan pengamatan secara mendalam terhadap aktivitas (activity) orang-orang (actor) yang berada pada suatu tempat (place). Situasi sosial ini mengacu pada keluarga dan aktivitasnya, atau orang-orang yang sedang melakukan aktivitas di manapun tempatnya.

Partisipan dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu merupakan pihak-pihak yang dianggap dapat mewakili keseluruhan anggota masyarakat, memahami permasalahan yang dialami anggota masyarakatnya berkenaan dengan masalah yang sedang diteliti.


(17)

Terdapat dua cara dalam memperoleh informan yaitu dengan cara

snowball dan key person. Namun pengambilan informan dalam penelitian ini

dilakukan dengan cara snowball dengan langkah sebagai berikut:

1. Menentukan gatekeeper, orang pertama yang ditemui kemudian

gatekeeper menunjuk orang yang lebih mengetahui informasi dan paham

terhadap objek penelitian.

2. Hasil penunjukkan untuk melengkapi informasi dan menunjuk yang lain lagi.

3. Terus menerus hingga data lengkap atau jenuh.

Bagan 3.1 Proses pengambilan sumber data dengan teknik snowball

Adapun subjek penelitian yang peneliti jadikan sumber data adalah sebagai berikut :

1. Ketua Adat Kampung Cireundeu 2. Tokoh Adat Kampung Cireundeu 3. Aparat pemerintah Desa Leuwi Gajah 4. Masyarakat Adat Kampung Cireundeu

Hal ini dilakukan agar terdapat perbandingan antara pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain. Selain itu juga penulis berkesempatan memperoleh informasi dari informan lain yang dapat menambah dan memperkuat data.

3.3.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Kampung Adat Cireundeu Rukun warga 10, Kelurahan Leuwi Gajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Alasan pemilihan lokasi ini adalah penganut kepercayaan Sunda wiwitan berdomisili di Rw 10 dan dari keseluruhan 20 Rw yang terdapat di Kelurahan Leuwigajah hanya Rw 10 yang dikenal sebagai Kampung Cireundeu yang masyarakatnya memiliki ciri khas yakni makanan pokoknya berupa Rasi, selain itu peneliti ingin melihat bagaimana proses transformasi tersebut terbentuk. Dengan mulai meningkatnya

I G

B

J

A D E H


(18)

33

tingkat kesadaran masyarakat setempat untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah formal sehingga penulis tertarik untuk menelitinya.

3.4 Pengumpulan Data 3.4.1 Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2005, hlm. 59), menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Selanjutnya Nasution (dalam Sugiyono, 2005, hlm. 60-61), menyatakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.

Berdasarkan dua pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalahnya yang akan dipelajari jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen.

Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 224) peneliti sebagai instrumen penelitian serasi untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa test atau angket yang dapat menagkap keseluruhan situasi, kecuali manusia. 4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami

dengan pengtahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita

5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera untuk menentukan arah pengamatan, untuk menguji hipotesis yang timbul seketika.

6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau pelakan.

7. Dalam penelitian dengan menggunakan test atau angket yang bersifat kuantitatif yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar


(19)

dapat diolah secara statisktik, sedangkan yang menyimpang dari itu tidak dihiraukan. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Masalah dapat dipahami dengan keterlibatan peneliti secara langsung karena manusia memiliki kepekaan dalam merespon suatu data yang menyimpang untuk mengadakan perbaikan dan menentukan arah pengamatan.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data

Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada peneliti, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada peneliti, misalnya melalui orang lain (pendapat) atau dokumen. Maka dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, pengumpulan data dilakukan dengan cara mendapatkan sumber primer dan sekunder karena dibutuhkan data yang akurat dan berkesinambungan agar data yang terkumpul dapat dipertanggungjawabkan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dokumentasi, dan catatan lapangan.

1. Observasi

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teknik observasi terlebih dahulu. Metode survei (observasi) adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah (Nazir, 1988, hlm. 65). Selanjutnya Marshall (dalam Sugiyono, 2009, hlm. 226) menyatakan bahwa ‘through observation, the researcher learn about behavior and the meaning

attached to those behavior’. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku,

dan makna dari perilaku tersebut.

Dengan observasi yang dilakukan peneliti, diharapkan kajian mengenai transformasi yang terjadi pada nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat


(20)

35

Cireundeu dapat dipahami melalui pemaknaan perilaku yang dilakukan masyarakat adat Cireundeu yang mengarah pada alasan terciptanya proses transformasi terjadi atau dilakukan pada nilai-nilai kearifan lokal.

Teknik observasi yang dilakukan dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu yaitu dengan menggunakan teknik obsevasi partisipatif. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang dijadikan sebagai sumber data penelitian, seperti cara membuat rasi atau mengikuti permainan tradisional yang dilakukan oleh warga masyarakat adat Cireundeu sebagai bagian dari proses penanaman nilai-nilai kearifan lokal dimulai. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data (informan) dan ikut merasakan masalah yang sedang dihadapi informan mengenai transformasi nilai-nilai kearfian lokal masyarakat adat Cireundeu. Dengan observasi partisipan ini, menjadikan data yang diperoleh lebih lengkap, akurat, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak pada masyarakat adat Cireundeu.

2. Wawancara Mendalam

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. (Moleong, 2000, hlm. 150).

Selanjutnya Esterburg (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 232) menyatakan bahwa ‘interviewing is at the heart of social research. If you look through almost any sociological journal, you will find that much social research is based on interview, either standardized or more in-depth’. Dalam penelitian mengenai

transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, peneliti menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan wawancara kepada mayarakat adat Cireundeu, yang terdiri dari ketua mayarakat adat Cireundeu, tokoh masyarakat adat Cireundeu dan anggota mayarakat adat Cireundeu. Tipe wawancara yang digunakan dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu yaitu dengan menggunakan teknik


(21)

wawancara tak berstruktur. Wawancara tak berstruktur memposisikan pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis besar permasalahan.

Dalam melakukan wawancara tidak terstruktur, pada awal wawancara, topik yang dibicarakan oleh peneliti adalah hal-hal yang tidak terkait dengan masalah penelitian, dan bila sudah terbuka kesempatan untuk menanyakan sesuatu yang menjadi tujuan wawancara dilakukan yaitu mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, maka peneliti segera menanyakan masalah tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari rasa canggung informan ketika saat diwawancara. Yang menjadi subjek wawancara dalam penelitian transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu yaitu : ketua masyarakat adat Cireundeu, dua orang tokoh adat masyarakat Cireundeu, dua orang tokoh pemuda masyarakat adat Cireundeu dan dua orang anggota masyarakat ada Cireundeu.

3. Studi Dokumentasi

Dalam penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, teknik pengumpulan data selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan studi dokumentasi. Danial dan Warsiah (2009, hlm. 79) mengemukakan mengenai studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, jumlah dan nama pegawai, data siswa, data penduduk; grafik, gambar, surat-surat, foto, akte, dsb.

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang yang berkaitan dengan penelitian mengenai transformasi nilai-nilai kearfian lokal masyarakat Cireundeu yang secara khusus mengenai bagaimana perubahan bentuk atau pola pewarisan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, perubahan agen sosialisasi dalam upaya transmisi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu dan bagaimana proses internalisasi yang dilakukan oleh masyarakat adat Cireundeu setelah terjadinya transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu.


(22)

37

Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif transformasi nilai-nilai kearfian lokal masyarakat Cireundeu.

Bagan 3.2: Teknik Pengumpulan Data

3.5 Analisis Data

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008, hlm. 246), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

1. Data Reduction

Reduksi data adalah proses analisis yang dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan hasil penelitian dengan menfokuskan pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti, dengan kata lain reduksi data bertujuan untuk memperoleh pemahaman-pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkum mengklasifikasikan sesuai masalah dan aspek-aspek permasalahan yang diteliti. Langkah yang dilakukan dalam reduksi data ini yaitu pengorganisasian data, penulis melihat kembali pada pedoman wawancara, fokus pada pertanyaan penelitian yang coba dijawab oleh penulis yang berkaitan dengan transformasi nilai-nilai kearfian lokal masyarakat Cireundeu.

2. Data Display

Penyajian data (data display) adalah sekumpulan informasi tersusun yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya.

Teknik Pengumpulan Data

Observasi Wawancara

Mendalam

Studi Dokumentasi


(23)

Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci namun menyeluruh akan memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil penelitian yang diperoleh. Langkah yang dilakukan dalam penyajian data ini yaitu hasil dari observasi dan wawancara diidentifikasi dan dipindahkan dalam suatu bagan hasil observasi dan wawancara agar seluruh informasi dapat terlihat oleh penulis, pendapat informan mana yang merujuk pada masalah mengenai transformasi nilai-nilai kearfian lokal masyarakat Cireundeu.

3. Conclusion Drawing Verification

Conclusion drawing verification merupakan upaya untuk mencari arti,

makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data-data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dengan mengacu kepada tujuan penelitian. Langkah yang dilakukan yaitu dengan meyimpulkan data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara setelah seluruh informasi yang didapatkan diidentifikasi dan dipindahkan ke dalam bagan hasil observasi dan wawancara.

Demikian prosedur yang dilakukan peneliti dalam pelaksanaan penelitian transformasi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu. Dengan melakukan tahapan-tahapan ini diharapkan penelitian yang dilakukan ini dapat memperoleh data yang memenuhi kriteria suatau penelitian yaitu derajat kepercayaan, maksudnya data yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.


(24)

39

Bagan 3.3 Komponen Analisis Data : Model Interaktif

3.6 Pengujian Validitas

Proses pengembangan instrumen bertujuan untuk menjabarkan lebih lanjut mengenai instrumen dalam penelitian yang telah direncanakan. Pengembangan instrumen akan membantu peneliti dalam mengkaji hasil penelitian melalui cara yang sesuai dengan masalah penelitian, sehingga hasil yang didapat akan lebih mudah untuk ditafsirkan dan lebih akurat.

Pengujian kesahihan data (validitas data), dibutuhkan agar data yang diperoleh memenuhi kriteria kredibilitas data. Penelitian mengenai transformasi nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu merupakan penelitian yang menggunakan deskripsi kualitatif, oleh karena itu keabsahan data akan diuji melalui cara-cara yang dilakukan dalam penelitian kualitatif, yaitu sebagai berikut.

1. Triangulasi Data

Sugiyono (2009, hlm. 83) menyebutkan bahwa:

Triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

Triangulasi data merupakan teknik pemerikasaan keabsahan data hasil penelitian dengan mengumpulkan data-data yang didapat dari sumber yang sama

Data collection

Data reduction

Data display

Conclusion : Drawing/verifying


(25)

tetapi menggunakan teknik yang berbeda-beda. Teknik yang biasa digunakan dalam triangulasi data adalah observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi.

Penelitian mengenai transformasi nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu menggunakan teknik yang berbeda-beda dalam mendapatkan data dari sumber yang sama yaitu masyarakat adat Cireundeu itu sendiri. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi teknik dan sumber.

Seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2009, hlm. 83) dan Sugiyono (2010, hlm 330) bahwa

Triangulasi teknik, berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.Triangulasi sumber, berarti untuk mendapat data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.

Langkah dalam melakukan triangulasi data adalah sebagai berikut.

a) Triangulasi data dilakukan dengan pihak yang berkompeten yaitu para informan yang dibutuhkan dan sesuai dengan penelitian, yaitu beberapa tokoh masyarakat adat Cireundeu. Hal ini perlu dilakukan agar keseluruhan proses penelitian dapat berlangsung dengan tepat sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian dan menghindari terjadinya bias dalam interpretasi data.

b) Data mengenai transformasi nilai kearifan lokal pada masyarakat adat Cireundeu dikumpulkan, selanjutnya data mengenai transformasi nilai kearifan lokal pada masyarakat adat Cireundeu ini diperiksa kembali ketepatan dan kelengkapannya. Ketepatan dan kelengkapan data penelitian dapat diperiksa dengan cara sebagai berikut:

a) membaca dan menelaah kembali sumber data penelitian sehingga diperoleh pemahaman makna;

b) membaca dan mengkaji dengan teliti berbagai sumber hasil penelitian terdahulu mengenai transformasi nilai kearifan lokal pada masyarakat adat Cireundeu sebagai bahan informasi;

c) melakukan pengamatan secara terus-menerus, tekun, ajeg, berkesinambungan, cermat dan terperinci terhadap berbagai fenomena


(26)

41

yang berhubungan dengan transformasi nilai kearifan lokal pada masyarakat adat Cireundeu.

Bagan 3.1: Proses Triangulasi

Observasi mengenai transformasi nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu dilakukan melalui pengamatan langsung oleh peneliti terhadap aktivitas, tingkat pendidikan masyarakat dan penganalisaan perubahan agen sosialisasi atau pola pewarisan nilai-nilai kearifan lokal.

Peneliti akan berpartisipasi aktif dalam kegiatan masyarakat adat Cireundeu, baik itu yang dilakukan oleh tokoh adat secara khusus maupun yang dilakukan oleh anggota masyarakat adat Cireundeu secara umum. Peneliti juga mengikuti jalannya ritual yang dilakukan oleh masyarakat adat Cireundeu, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pemahaman transformasi nilai kearifan lokal pada masyarakat adat Cireundeu, serta dapat membantu dalam penelaahan makna yang terkandung dalam nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini dijalankan oleh masyarakat adat Cireundeu.

Proses triangulasi dilakukan karena dalam penelitian bukan tidak mungkin peneliti akan mendapatkan hasil yang masih membingungkan. Untuk meminimalisir hal tersebut maka peneliti melakukan triangulasi data dengan cara mengumpulkan dan mengkaji hasil penelitian yang didapat dari observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Tujuan ahirnya adalah mendapatkan data-data akurat yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

Observasi mengenai transformasi nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu melalui pengamatan aktivitas,tingkat pendidikan.

Studi dokumentasi sebagai penguat hasil penelitian. Wawancara mendalam

mengenai transformasi nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu dalam pandangan tokoh masyarakat adat tersebut.

Sumber Data yaitu ketua adat, tokoh masyarakat adat, masyarakat kampung adat Cireundeu, aparat pemerintahan kampung Cireundeu dan Kelurahan Leuwi Gajah.


(27)

3.7 Tahap Penelitian

Untuk melancarkan penelitian ini, maka peneliti merancang penelitian ini melalui pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Persiapan penelitian

a. Mengurus Perizinan

Dalam tahapan ini diharapkan upaya pencarian data dapat dimudahkan, langkah-langkah yang dilakukan untuk mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

1) Mengajukan surat izin penelitian Kepada Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi.

2) Melanjutkan surat izin ke sub bagian akademik Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia.

3) Melanjutkan surat izin Kepada Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Kota Cimahi dengan izin No. 850/UN40.2D1/PL/2015 Tanggal, 07 April 2015 untuk mengadakan penelitian.

4) Melanjutkan surat izin Kepada Kepala Kelurahan Leuwigajah Kota Cimahi dengan izin No. 070.1/158/Kesbang tanggal 08 April 2015. 5) Setelah mendapatkan izin dari Kantor Kesatuan Bangsa Kota Cimahi dan

Kelurahan Leuwigajah, peneliti mendatangi tempat penelitian yaitu Kampung Cireundeu Rukun Warga 10, Kelurahan Leuwigajah, Kota Cimahi.

2. Pra Penelitian

Tahapan ini merupakan tahap agar peneliti dapat mengenal lokasi penelitian, baik lingkungan sosial atau pun fisik dari subjek yang akan diteliti. Pada tahap ini peneliti berusaha memasuki lapangan dengan menjalin hubungan baik pada informan secara formal atau pun informal. Pra penelitian dilakukan pada tanggal 30 Maret 2015. Peneliti melihat keadaan lokasi penelitian, peneliti menetapkan fokus permasalahan pada gambaran transformasi nilai-nilai kearifan lokal Masyarakat Adat Cireundeu di Kampung Cireundeu. Setelah menetapkan titik lokasi penelitian yang berkaitan dengan transformasi nilai-nilai kearfian lokal Masyarakat Adat Cireundeu maka peneliti mengidentifikasi beberapa informan


(28)

43

yaitu sesepuh adat, tokoh pemuda Masyarakat Adat Cireundeu, dan anggota Masyarakat Adat Cireundeu.

Tahapan yang selanjutnya adalah peneliti melakukan pedoman observasi dan pedoman wawancara. Hal ini dilakukan agar pertanyaan yang dibutuhkan dalam pencarian data mendapatkan data yang valid dari informan. Pedoman observasi adalah sebuah pedoman yang digunakan peneliti untuk melihat semua kejadian yang terjadi dalam transformasi nilai-nilai kearifan lokal Masyarakat Adat Cireundeu di Kampung Cireundeu. Selain itu, pedoman wawancara adalah membuat pertanyaan sesuai dengan permasalahan transformasi nilai-nilai kearifan lokal Masyarakat Adat Cireundeu.

3. Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini peneliti melakukan penelitian terhadap sesepuh adat, tokoh pemuda Masyarakat Adat Cireundeu, dan anggota Masyarakat Adat Cireundeu untuk melihat transformasi nilai-nilai kearifan lokal Masyarakat Adat Cireundeu di Kampung Cireundeu. Penelitian dilakukan dengan cara wawancara antara peneliti dan informan. Peneliti mengajukan pertanyaan dengan tujuan menggali jawaban lebih lanjut dari informan yang telah difokuskan dalam pedoman wawancara.

Setelah melakukan wawancara dengan informan, maka peneliti mengumpulkan data hasil penelitian seperti hasil wawancara yang disusun kembali dalam bentuk narasi di dalam deskripsi wawancara. Sama halnya dengan hasil observasi yang disusun dalam bentuk lain di dalam penelitian. Dan hal ini terus dilakukan oleh peneliti hingga data yang telah dihasilkan mencapai titik jenuh.


(29)

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

Secara umum penelitian ini mengungkapkan transformasi yang terjadi pada nilai-nilai kearifan lokal masyarakat adat Cireundeu, apakah terjadi secara alami, direncanakan atau dipaksakan. Berikut ini penulis menyimpulkan dan memberikan beberapa rekomendasi kepada pihak yang terkait, yakni:

5.1 Simpulan

Berdasarkan temuan, hasil dan analisis penelitian yang telah penulis paparkan dalam bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan berdasarkan rumusan masalah yang terdapat pada bab I yaitu:

1. Proses transformasi nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat adat Cireundeu diawali oleh leluhur atau sesepuhnya terdahulu yang mengembara untuk mencari kebenaran spiritual. Hasil pengembaraannya diamalkan dalam kehidupan pribadinya yang kemudian disebarkan pada saudara dan warga masyarakat Cireundeu lainnya.

Hal tersebut membuat masyarakat adat Cireundeu memiliki suatu keyakinan yang berbeda dan diimplementasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari yakni dengan berpuasa memakan beras sebagai makanan pokoknya. Yang membedakan masyarakat adat Cireundeu dengan masyarakat Indonesia lainnya adalah keyakinan Sunda wiwitan yang mereka anut dan rasi sebagai makanan pokoknya.

Persepsi masyarakat awam mengenai masyarakat adat Cireundeu bahwa penduduk Cireundeu semuanya penganut keyakinan Sunda wiwitan dan memakan rasi sebagai makanan pokoknya yang membuat Kampung Cireundeu terkenal hingga mendapatkan banyak bantuan dari pihak Pemerintah maupun swasta, namun persepsi tersebut keliru karena yang menjadi dominan penduduk Cireundeu adalah muslim dan tidak semua warga Kampung Cireundeu memakan rasi sebagai makanan pokoknya tetapi hanya para penganut keyakinan Sunda wiwitan.

Hal lain yang dapat penulis simpulkan adalah meskipun memakan beras merupakan pantangan bagi penganut kepercayaan Sunda wiwitan tetapi


(30)

104

tidak semua penganut keyakinan Sunda wiwitan pun memakan rasi sebagai makanan pokoknya karena tidak bisa dipaksakan juga apabila seorang penghayat menolak memakan rasi. Penolakan tersebut terjadi ketika seorang penghayat menikah dengan penganut agama lain.

2. Perubahan agen sosialisasi pada masyarakat adat Cireundeu dalam upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal mengalami proses transformasi juga secara alami karena meningkatnya partisipasi pendidikan anak-anak penganut kepercayaan Sunda wiwitan. Selain itu, mereka membutuhkan pendidikan dan informasi agar tidak tergusur oleh zaman seperti dalam pepatah sunda yang selalu mereka pegang “ngindung ka waktu mibapa ka zaman” (harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman).

Kebutuhan akan informasi dan perubahan membuat masyarakat adat Cireundeu khususnya para penganut keyakinan Sunda wiwitan harus menempuh resiko perubahan yakni para penganut keyakinan Sunda wiwitan yang menyekolahkan anak mereka di sekolah formal harus ikut serta dalam mempelajari mata pelajaran agama tertentu karena belum adanya pengajar khusus untuk para penghayat di sekolah formal, ditambah alasan yang tidak diakuinya kepercayaan Sunda wiwitan sebagai agama secara administratif kependudukan oleh Pemerintah. Hal tersebut yang mendorong para tokoh pemuda masyarakat adat Cireundeu untuk membuat kegiatan diskusi surasa yang bertujuan agar anak-anak penganut keyakinan Sunda wiwitan tidak terpengaruh oleh agama lain atau berpindah keyakinan.

Meskipun hanya sebatas diskusi, tetapi surasa memiliki makna mendalam bagi para penganut keyakinan sunda wiwitan yakni sebagai media atau kegiatan dalam mengenal diri, cara ciri bangsa, dan cara ciri manusia dalam filosofis dikersakeun (menerima kodrat Tuhan) sebagai orang Sunda sekaligus untuk mengingat dan mendekatkan diri dengan Tuhan.

3. Internalisasi yang dilakukan setelah proses transformasi yang dialami oleh masyarakat adat Cireundeu yaitu para penganut keyakinan Sunda wiwitan yang mulai tidak membatasi diri untuk menikah dengan penganut agama lain, hal tersebut dilakukan untuk menjamin masa depan mereka dalam


(31)

mendapatkan hak sebagai warga negara. Untuk para penduduk di luar Kampung Cireundeu yakni wanita yang menikah dengan pemuda masyarakat adat Cireundeu penganut keyakinan Sunda wiwitan maka mereka diharuskan mengikuti surasa dan memakan rasi sebagai makanan pokoknya, namun ketika anak perempuan penganut keyakinan Sunda wiwitan yang menikah dengan pria penganut agama lain maka wanita tersebut akan mengikuti agama suaminya dan mulai memakan beras sebagai makanan pokoknya.

5.2 Implikasi dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yakni dengan judul penelitian

“Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cireundeu ”. Penulis

memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Masyarakat Adat Cireundeu

Meskipun Kampung Cireundeu sudah terkenal bahkan dinobatkan sebagai desa percontohan ketahanan pangan namun menjadi sebuah ironi ketika Rw 10 Kampung Cireundeu merupakan tiga besar dari 20 Rw di Kelurahan Leuwi Gajah yang mendapatkan bantuan raskin. Ketika terlalu banyak bantuan yang diberikan hanya kepada sebagian golongan atau kelompok saja maka akan terjadi suatu ketimpangan di masyarakat. Masyarakat adat Cireundeu penganut keyakinan sunda wiwitan atau pun bukan, seharusnya dapat bekerja sama dalam mensejahterakan diri karena bukanlah suatu masyarakat jika tak bisa menyatukan dan mensejajarkan setiap diri mereka masing-masing seperti yang terdapat dalam pepatah sunda dan filosofis awal mula nama Cireundeu yang dikemukakan oleh sesepuh mereka “sareundeu saigel, saketek sabeakna sauyunan” (semua hal harus dilakukan secara bersama-sama).

2. Pihak Kelurahan Leuwi Gajah

Kelurahan merupakan pihak pemerintah yang terdekat dengan masyarakat adat Cireundeu seharusnya berinisiatif untuk membuat surat pencatatan pernikahan secara adat meski hanya sebatas dalam domain kelurahan karena dikhawatirkan ketika pihak kelurahan membiarkan pernikahan secara adat tidak dicatatkan maka akan semakin banyak masyarakat adat Cireundeu khususnya para penganut keyakinan Sunda wiwitan akan berpindah keyakinan dan tidak lagi


(32)

106

memakan singkong (rasi) sebagai makanan pokoknya sebagai akibat dari pernikahan dengan penganut agama lain untuk menjamin masa depan mereka.

3. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau rujukan dan atau bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, dengan pembahasan yang terkait dengan perubahan atau nilai-nilai kearifan lokal. Sebagai saran dari penulis bahwa Cireundeu tidak perlu digali atau diteliti lagi karena jika semakin terkuak masalah yang terdapat di Kampung Cireundeu maka Cireundeu tidak akan menjadi istimewa lagi, tetapi bila peneliti selanjutnya tetap merasa tertarik untuk meneliti tentang masyarakat adat Cireundeu maka penulis menyarankan untuk meneliti mengenai mobilitas para penganut keyakinan sunda wiwitan dan atau hubungan kekerabatan para penganut sunda wiwitan di Cireundeu dengan penganut sunda wiwitan lainnya di Garut, Majalengka, dan Kuningan.


(33)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Ahmadi, Abu. (2007). Sosiologi Pendidikan.. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Astid, Phil, S. Soesanto. (1983). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta

Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.

Daryanto. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern. Surabaya: Apollo Danial, Endang dan Wasriah, Nanan.(2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah.

Bandung: Laboratorium PKn, Universitas Pendidikan Indonesia.

Djahiri, K. (1984). Startegi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games

dalam VCT. Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung.

Ekadjati, Edi S. (1995). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Prakasa.

Fraenkel, J.R. (1997). How to Teach about Values: An Analytic Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Hamilton, Peter. (1990). Talcott Parsons dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Hakam, A.K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Kartapradja, Kamil. (1985). Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Masagung.

Keraf, A.S. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antopologi. Jakarta: Rineka Cipta Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat. (Edisi Paripurna). Yogyakarta:

Tiara Wacana.

Moleong, J.X. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir, Muhammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.


(34)

108

Nuffic, The Hague, The Netherlands, and UNESCO/Most. (2002). Best Practice

Using Indigeneous Knowledge. Paris, France. All Rights Reserved. ISBN:

90-5464-032-4.

Nurdjana, IGM. (2009). Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di

Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Organisasi Perburuhan Internasional. (2010). Hak-hak Masyarakat Adat yang

Berlaku; Pedoman untuk Konvensi ILO 1969 (Edisi Bahasa Indonesia,

Cetakan Pertama). Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional. ISBN: 979-92-2-822379-8.

Permana, R. Cecep Eka. (2005). Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagad. Jakarta: Wedyatama Widya Sastra.

Perry. (1980). Contemporary Society: an Introduction to Sovial Scirence, Third Edition. Copyright by Harper & Row, Publisher, Inc.

Sztompka, Piotr. (2011). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. Pujileksono, S. (2009). Antropologi (Edisi Revisi). Malang: UMM Press.

Sajogyo, Pudjiwati.(1985). Sosiologi Pembangunan: Ciri-ciri Masyarakat

Tradisional dan Ciri-ciri Masyarakat Modern. Jakarta:Fakultas Pasca

Sarjana IKIP Jakarta

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jakob. (2003). Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda - Tafsir- tafsir

Pantun Sunda. Bandung: Kelir.

Syafi’ie, M & Umiyati, Nova. (2012). To Fulfill and To Protect: Membaca Kasus-Kasus Aktual tentang Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII.

Wagiran. (2009). Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal di Wilayah

Provinsi DIY dan Mendukung Perwujudan Visi Pembangunan DIY menuju Tahun 2025. Yogyakarta: Setda Provinsi DIY.

Yunus, Rasid. (2014). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter


(35)

Sumber Jurnal, Skripsi dan Tesis:

Achdiani, Yani. (2012). Sosialisai dan Enkulturasi Tradisi Penganut Madraisme

dalam Keluarga di Kampung Cireundeu, Kota Cimahi. Indonesian Journal

of Dialectics: UNPAD Bandung, 2 (3), hlm 153-158.

Dixon, L. Roger. (2000). Sejarah Suku Sunda. Jurnal: Teologi dan Pelayanan. 1(2), hlm. 203-213.

Graburn, Nelson, H. H. (2001). What is tradition ?. Journal: Museum Anthropology, 2(3), hlm. 6-11.

Haimatul, Aris Syafa’ati. (2014). Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Budaya Lokal (Studi Pemikiran Emha Ainun Najib).Yogyakarta:

Jurusan Kependidikan Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga. Indrawardana, Ira. (2014). Berketuhanan Dalam Perspektif Kepercayaan Sunda

Wiwitan. Jurnal: Melintas, 30(1), hlm. 109-112.

Milyartini, Rita. (2011). Model Transformasi Nilai Budaya Melalui Pembinaan

Seni Angklung Studi Kasus di Saung Angklung Udjo. Desertasi Doktor

Pendidikan Umum/Nilai Pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Dokumen atau Laporan:

Direktorat Politik dan Komunikasi. (2012). Peran Masyarakat Adat Dalam

Perumusan Kebijakan Publik. Laporan Akhir Kajian Tahun 2012. Jakarta:

Kementerian PPN/Bappenas.

Ernawi, I. S. (2009). ‘Kearifan Lokal dalam Perspektif Penataan Ruang’,

Prosiding Seminar Nasional Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan. Malang: Teknik Arsitektur Universitas

Merdeka Malang.

Muhsin, Z. Mumuh. dkk. (2011). Kajian Identifikasi Permasalahan Kebudayaan

Sunda Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa yang akan Datang. Bandung:

Universitas Padjadjaran.

Sumber Internet:

Barrett, Richard. (2010). Fundamentals of Cultural Transformation Implementing

Whole System Change. [Online]. Diakses dari http://www.valuescentre.com

Darsa, Undang Ahmad. (2009). Sunda Wiwitan Cireundeu Kepercayaan Baduy Versi Lain [Forum Online]. Diakses dari http://www.kompas.com

Daszko, Marcia. & Sheinberg, Sheilla. (2005). Survival is Optional, Only Leaders

With Knew Knowledge Can Lead The Transformation. [Online]. Diakses


(1)

104

tidak semua penganut keyakinan Sunda wiwitan pun memakan rasi sebagai makanan pokoknya karena tidak bisa dipaksakan juga apabila seorang penghayat menolak memakan rasi. Penolakan tersebut terjadi ketika seorang penghayat menikah dengan penganut agama lain.

2. Perubahan agen sosialisasi pada masyarakat adat Cireundeu dalam upaya pewarisan nilai-nilai kearifan lokal mengalami proses transformasi juga secara alami karena meningkatnya partisipasi pendidikan anak-anak penganut kepercayaan Sunda wiwitan. Selain itu, mereka membutuhkan pendidikan dan informasi agar tidak tergusur oleh zaman seperti dalam pepatah sunda yang selalu mereka pegang “ngindung ka waktu mibapa ka zaman” (harus selalu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman). Kebutuhan akan informasi dan perubahan membuat masyarakat adat Cireundeu khususnya para penganut keyakinan Sunda wiwitan harus menempuh resiko perubahan yakni para penganut keyakinan Sunda wiwitan yang menyekolahkan anak mereka di sekolah formal harus ikut serta dalam mempelajari mata pelajaran agama tertentu karena belum adanya pengajar khusus untuk para penghayat di sekolah formal, ditambah alasan yang tidak diakuinya kepercayaan Sunda wiwitan sebagai agama secara administratif kependudukan oleh Pemerintah. Hal tersebut yang mendorong para tokoh pemuda masyarakat adat Cireundeu untuk membuat kegiatan diskusi surasa yang bertujuan agar anak-anak penganut keyakinan Sunda wiwitan tidak terpengaruh oleh agama lain atau berpindah keyakinan.

Meskipun hanya sebatas diskusi, tetapi surasa memiliki makna mendalam bagi para penganut keyakinan sunda wiwitan yakni sebagai media atau kegiatan dalam mengenal diri, cara ciri bangsa, dan cara ciri manusia dalam filosofis dikersakeun (menerima kodrat Tuhan) sebagai orang Sunda sekaligus untuk mengingat dan mendekatkan diri dengan Tuhan.

3. Internalisasi yang dilakukan setelah proses transformasi yang dialami oleh masyarakat adat Cireundeu yaitu para penganut keyakinan Sunda wiwitan yang mulai tidak membatasi diri untuk menikah dengan penganut agama lain, hal tersebut dilakukan untuk menjamin masa depan mereka dalam


(2)

mendapatkan hak sebagai warga negara. Untuk para penduduk di luar Kampung Cireundeu yakni wanita yang menikah dengan pemuda masyarakat adat Cireundeu penganut keyakinan Sunda wiwitan maka mereka diharuskan mengikuti surasa dan memakan rasi sebagai makanan pokoknya, namun ketika anak perempuan penganut keyakinan Sunda wiwitan yang menikah dengan pria penganut agama lain maka wanita tersebut akan mengikuti agama suaminya dan mulai memakan beras sebagai makanan pokoknya.

5.2 Implikasi dan Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yakni dengan judul penelitian “Transformasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Adat Cireundeu ”. Penulis memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Masyarakat Adat Cireundeu

Meskipun Kampung Cireundeu sudah terkenal bahkan dinobatkan sebagai desa percontohan ketahanan pangan namun menjadi sebuah ironi ketika Rw 10 Kampung Cireundeu merupakan tiga besar dari 20 Rw di Kelurahan Leuwi Gajah yang mendapatkan bantuan raskin. Ketika terlalu banyak bantuan yang diberikan hanya kepada sebagian golongan atau kelompok saja maka akan terjadi suatu ketimpangan di masyarakat. Masyarakat adat Cireundeu penganut keyakinan sunda wiwitan atau pun bukan, seharusnya dapat bekerja sama dalam mensejahterakan diri karena bukanlah suatu masyarakat jika tak bisa menyatukan dan mensejajarkan setiap diri mereka masing-masing seperti yang terdapat dalam pepatah sunda dan filosofis awal mula nama Cireundeu yang dikemukakan oleh sesepuh mereka “sareundeu saigel, saketek sabeakna sauyunan” (semua hal harus dilakukan secara bersama-sama).

2. Pihak Kelurahan Leuwi Gajah

Kelurahan merupakan pihak pemerintah yang terdekat dengan masyarakat adat Cireundeu seharusnya berinisiatif untuk membuat surat pencatatan pernikahan secara adat meski hanya sebatas dalam domain kelurahan karena dikhawatirkan ketika pihak kelurahan membiarkan pernikahan secara adat tidak dicatatkan maka akan semakin banyak masyarakat adat Cireundeu khususnya para penganut keyakinan Sunda wiwitan akan berpindah keyakinan dan tidak lagi


(3)

106

memakan singkong (rasi) sebagai makanan pokoknya sebagai akibat dari pernikahan dengan penganut agama lain untuk menjamin masa depan mereka.

3. Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau rujukan dan atau bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya, dengan pembahasan yang terkait dengan perubahan atau nilai-nilai kearifan lokal. Sebagai saran dari penulis bahwa Cireundeu tidak perlu digali atau diteliti lagi karena jika semakin terkuak masalah yang terdapat di Kampung Cireundeu maka Cireundeu tidak akan menjadi istimewa lagi, tetapi bila peneliti selanjutnya tetap merasa tertarik untuk meneliti tentang masyarakat adat Cireundeu maka penulis menyarankan untuk meneliti mengenai mobilitas para penganut keyakinan sunda wiwitan dan atau hubungan kekerabatan para penganut sunda wiwitan di Cireundeu dengan penganut sunda wiwitan lainnya di Garut, Majalengka, dan Kuningan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Ahmadi, Abu. (2007). Sosiologi Pendidikan.. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Astid, Phil, S. Soesanto. (1983). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Jakarta: Binacipta

Creswell, J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publication.

Daryanto. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia Modern. Surabaya: Apollo Danial, Endang dan Wasriah, Nanan.(2009). Metode Penulisan Karya Ilmiah.

Bandung: Laboratorium PKn, Universitas Pendidikan Indonesia.

Djahiri, K. (1984). Startegi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: Laboratorium PMPKN IKIP Bandung.

Ekadjati, Edi S. (1995). Masyarakat Sunda dan Kebudayaannya. Bandung: Girimukti Prakasa.

Fraenkel, J.R. (1997). How to Teach about Values: An Analytic Approach. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Hamilton, Peter. (1990). Talcott Parsons dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Hakam, A.K. (2007). Bunga Rampai Pendidikan Nilai. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Kartapradja, Kamil. (1985). Aliran Kebatinan dan Kepercayaan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Masagung.

Keraf, A.S. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antopologi. Jakarta: Rineka Cipta Kuntowijoyo. (2006). Budaya dan Masyarakat. (Edisi Paripurna). Yogyakarta:

Tiara Wacana.

Moleong, J.X. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexy J. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Nazir, Muhammad. (1988). Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.


(5)

108

Nuffic, The Hague, The Netherlands, and UNESCO/Most. (2002). Best Practice Using Indigeneous Knowledge. Paris, France. All Rights Reserved. ISBN: 90-5464-032-4.

Nurdjana, IGM. (2009). Hukum dan Aliran Kepercayaan Menyimpang di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Organisasi Perburuhan Internasional. (2010). Hak-hak Masyarakat Adat yang Berlaku; Pedoman untuk Konvensi ILO 1969 (Edisi Bahasa Indonesia, Cetakan Pertama). Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional. ISBN: 979-92-2-822379-8.

Permana, R. Cecep Eka. (2005). Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagad. Jakarta: Wedyatama Widya Sastra.

Perry. (1980). Contemporary Society: an Introduction to Sovial Scirence, Third Edition. Copyright by Harper & Row, Publisher, Inc.

Sztompka, Piotr. (2011). Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada. Pujileksono, S. (2009). Antropologi (Edisi Revisi). Malang: UMM Press.

Sajogyo, Pudjiwati.(1985). Sosiologi Pembangunan: Ciri-ciri Masyarakat Tradisional dan Ciri-ciri Masyarakat Modern. Jakarta:Fakultas Pasca Sarjana IKIP Jakarta

Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jakob. (2003). Simbol-simbol Artefak Budaya Sunda - Tafsir- tafsir Pantun Sunda. Bandung: Kelir.

Syafi’ie, M & Umiyati, Nova. (2012). To Fulfill and To Protect: Membaca Kasus-Kasus Aktual tentang Hak Asasi Manusia. Yogyakarta: PUSHAM UII. Wagiran. (2009). Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal di Wilayah

Provinsi DIY dan Mendukung Perwujudan Visi Pembangunan DIY menuju Tahun 2025. Yogyakarta: Setda Provinsi DIY.

Yunus, Rasid. (2014). Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter Bangsa: Studi Empiris Tentang Huyula. Yogyakarta: Deepublish.


(6)

Sumber Jurnal, Skripsi dan Tesis:

Achdiani, Yani. (2012). Sosialisai dan Enkulturasi Tradisi Penganut Madraisme dalam Keluarga di Kampung Cireundeu, Kota Cimahi. Indonesian Journal of Dialectics: UNPAD Bandung, 2 (3), hlm 153-158.

Dixon, L. Roger. (2000). Sejarah Suku Sunda. Jurnal: Teologi dan Pelayanan. 1(2), hlm. 203-213.

Graburn, Nelson, H. H. (2001). What is tradition ?. Journal: Museum Anthropology, 2(3), hlm. 6-11.

Haimatul, Aris Syafa’ati. (2014). Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Budaya Lokal (Studi Pemikiran Emha Ainun Najib).Yogyakarta: Jurusan Kependidikan Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga. Indrawardana, Ira. (2014). Berketuhanan Dalam Perspektif Kepercayaan Sunda

Wiwitan. Jurnal: Melintas, 30(1), hlm. 109-112.

Milyartini, Rita. (2011). Model Transformasi Nilai Budaya Melalui Pembinaan Seni Angklung Studi Kasus di Saung Angklung Udjo. Desertasi Doktor Pendidikan Umum/Nilai Pada Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Tidak diterbitkan

Dokumen atau Laporan:

Direktorat Politik dan Komunikasi. (2012). Peran Masyarakat Adat Dalam Perumusan Kebijakan Publik. Laporan Akhir Kajian Tahun 2012. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.

Ernawi, I. S. (2009). ‘Kearifan Lokal dalam Perspektif Penataan Ruang’, Prosiding Seminar Nasional Kearifan Lokal dalam Perencanaan dan Perancangan Lingkungan Binaan. Malang: Teknik Arsitektur Universitas Merdeka Malang.

Muhsin, Z. Mumuh. dkk. (2011). Kajian Identifikasi Permasalahan Kebudayaan Sunda Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa yang akan Datang. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Sumber Internet:

Barrett, Richard. (2010). Fundamentals of Cultural Transformation Implementing Whole System Change. [Online]. Diakses dari http://www.valuescentre.com Darsa, Undang Ahmad. (2009). Sunda Wiwitan Cireundeu Kepercayaan Baduy

Versi Lain [Forum Online]. Diakses dari http://www.kompas.com

Daszko, Marcia. & Sheinberg, Sheilla. (2005). Survival is Optional, Only Leaders With Knew Knowledge Can Lead The Transformation. [Online]. Diakses dari http://www.Theory of Transformation.