TELAAH NOVEL DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH (Kajian Analisis Deskriptif Kemampuan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam Mengapresiasi Novel).

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 13

C. Tujuan Penulisan ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Sistematika Penulisan ... 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 19

A. Peran Novel Sejarah dalam Pembelajaran Sejarah ... 22

1. Telaah Novel dalam Kaitannya Tujuan Pembelajaran Sejarah ... 22

2. Zeitgeist (Jiwa Zaman) dalam Novel ... 33

3. Historical Thinking dan Historical Understanding ……….. 36

4. Langkah-Langkah Pembelajaran ……….. 40

5. Resureksi dalam Pembelajaran Sejarah ………. 44

B. Definisi dan Karakteristik Novel Sejarah ... 49


(2)

D. Hubungan Sastra dan Sejarah ... 71

1. Perdebatan Mengenai Hubungan Sastra dan Sejarah ... 71

2. Sastra dalam Pandangan Historiografi Postmodern... 79

3. Linguistic Turn dan Narrative Turn ……… 81

E. Teori-Teori untuk Menganalisis Novel Sejarah ……… 84

1. Teori Postkolonial ... 84

2. Sosiologi Sastra ... 89

3. Realisme Sosialis ... 92

4. Semiotika ... 97

5. Resepsi Sastra ... 98

F. Aliran-Aliran Novel Sejarah………. 99

G. Apresiasi Novel Sejarah ………... 108

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………. 112

A. Pendekatan, Metode, dan Teknik Penelitian ... 112

B. Subjek dan Tempat Penelitian ... 126

C. Prosedur Penelitian ... 127

D. Metode Analisis Data ... 129

BAB IV HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 133

A. Data Penelitian ……… 135

1. Data Responden ………... 135


(3)

3. Kemampuan Mahasiswa Menganalisis Novel Sejarah ………. 148

a. Kemampuan Mahasiswa Memahami Hubungan Sastra dan Sejarah ... 148

b. Kemampuan Mahasiswa Membedakan Fakta dan Fiksi dalam Novel .... 152

c. Kemampuan Mahasiswa Menganalisis Realitas (Seting Sosial, Ekonomi, Politik, dan Budaya) dalam Novel ... 155 d. Kemampuan Mahasiswa Menganalisis novelis ……….. 169

4. Persepsi Mahasiswa Mengenai Penggunaan Novel dalam Pembelajaran Sejarah ... 178 5. Pengaruh Analisis Novel Sejarah terhadap Persepsi Mahasiswa Mengenai Sejarah dan Pembelajaran Sejarah ... 184 a. Persepsi Mengenai Pihak yang Berperan dalam Sejarah………... 184

b. Historical Thinking ……….. 185

c. Historical Understanding ………... 190

d. Pembentukan Sikap Mahasiswa ………. 191

e. Persepsi Mahasiswa Mengenai Pembelajaran Sejarah Di Sekolah dan Perguruan Tinggi Setelah Kajian Novel Sejarah ... 196 B. Analisis dan Pembahasan Penelitian ... 198

1. Kategorisasi Kemampuan Mahasiswa Mengapresiasi Novel Sejarah ... 198

a. Mahasiswa Idealis ... 200

b. Mahasiswa Skeptis ... 203


(4)

2. Kelemahan-Kelemahan Mahasiswa dalam Menganalisis Novel Sejarah 210 a. Kelemahan Pemahaman Mahasiswa Mengenai Hubungan Sastra dan

Sejarah ... 210

b. Kelemahan Pemahaman mengenai Fakta dan Fiksi dalam Novel ... 211

c. Kelemahan Pemahaman Mahasiswa Mengenai Realitas (Seting Sosial, Ekonomi, Politik, dan Budaya) dalam Novel ... 212 d. Kelemahan Pemahaman dan Analisis Mahasiswa Mengenai novelis ... 214

e. Kelemahan Pemahaman Mahasiswa Mengenai Penggunaan Novel dalam Pembelajaran Sejarah ... 215 3. Upaya-Upaya meningkatkan Kemampuan Mahasiswa dalam Mengapresiasi Novel Sejarah ... 215 a. Memahami Konsep Apresiasi Sastra ... 216

b. Peningkatan Budaya Membaca dan Pengetahuan Sejarah ... 218

c. Peningkatan Pengetahuan dan Pemahaman Mahasiswa Mengenai Teori-Teori Sastra ... 229 c. Penggunaan Teori Sastra dalam Menganalisis Novel Sejarah ... 232

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 249

DAFTAR PUSTAKA ... 262

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 270


(5)

Hasil Wawancara ……….. 273

Format Kuisioner ... 278

Contoh Isian Kuisioner dan Analisis Novel Mahasiswa …... 289


(6)

DAFTAR TABEL

NO NAMA TABEL HAL

3.1 Panduan Tugas Mahasiswa 124

4.1 Jenis Kelamin Informan 136

4.2 Indeks Prestasi Sementara Informan 137

4.3 Judul Novel Dalam Negeri yang Dianalisis Informan 138 4.4 Judul Novel Luar Negeri (terjemahan) yang Dianalisis Informan 139 4.5 Penilaian Mahasiswa Mengenai Pembelajaran di Sekolah 142 4.6 Penilaian Mahasiswa Mengenai Pembelajaran di Universitas 145 4.7 Analisis Seting Sosial, Ekonomi, Politik dan Budaya dalam Novel 160

4.8 Nama Pengarang Novel 169

4.9 Nilai-nilai yang Dianut oleh Pengarang 174

4.10 Kategori Nilai-nilai yang Dianut oleh Pengarang 175 4.11 Penggunaan Novel Sejarah dalam Pembelajaran di Sekolah 179 4.12 Penggunaan Novel Sejarah dalam Pembelajaran di PT 179 4.13 Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Novel 180

4.14 Manfaat Novel 196

4.15 Perbandingan Tipe idealis, Skeptis, dan Pragmatis (Realis) 208

4.16 Intensitas Membaca 218

4.17 Bacaan 219


(7)

4.19 Intensitas Datang ke Perpustakaan 220 4.20 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Membaca 221 4.21 Faktor-Faktor yang Membuat Malas Membaca 221 4.22 Mahasiswa Mengenal dan Memahami Teori Analisis Sastra 230


(8)

DAFTAR BAGAN

NO NAMA BAGAN HAL

4.1. Persepsi Mahasiswa mengenai Pembelajaran Sejarah di Sekolah 144 4.2 Persepsi Mahasiswa mengenai Pembelajaran Sejarah di PT 147 4.3 Ragam Pendapat Mahasiswa mengenai Perbandingan buku teks

dan Novel

186

4.4 Pengaruh Novel dalam Pembentukan Kepribadian 194 4.5

Historical Thinking dan Historical Understanding

195 4.6 Hubungan Rendahnya Budaya membaca dan Pengetahuan

Sejarah dengan Kemampuan Menganalis Novel Sejarah

229

4.7 Model Analisis Novel dengan Menggunakan Teori Sosiologi Sastra

246

4.8 Model Analisis Novel menggunakan Teori Postkolonial 247 4.9 Model Analisis Novel dengan Menggunakan Teori Realisme

Sosial


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Penelitian

Sejarah sebagaimana yang diungkap Taupik Abdulah (1999), menyimpan pengalaman berharga yang dapat memberikan kearifan. Oleh sebab itulah, sejarah penting dipelajari agar seseorang dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi di masa lampau. Pendapat tersebut diperkuat oleh Sam Wineburg (2007: 6) yang mengungkapkan sejarah perlu diajarkan di sekolah karena memiliki potensi untuk menjadikan manusia lebih berkeperikemanusiaan, hal yang tidak dilakukan oleh semua kurikulum pembelajaran lainnya di sekolah. Tanpa sejarah, masa lalu hanya digunakan untuk kepentingan praktis saja dan kita menjadi terputus dari berbagai pengalaman kehidupan manusia (P.J. Lee, 1984: 5).

Namun pada prakteknya di lapangan, terdapat persoalan yang dirasakan baik dalam pembelajaran sejarah maupun penulisan sejarah dalam buku teks. Dalam pembelajaran sejarah, peningkatan kemampuan intelektual (ranah kognitif) berupa hapalan materi menjadi tujuan yang paling utama sementara pembelajaran nilai (ranah afektif) menjadi sesuatu yang terabaikan, padahal muatan nilai begitu besar dalam sejarah (Wiriaatmadja, 2002: 149). Pendidikan Indonesia saat ini lebih banyak mengandalkan intuisi kognitif saja, tanpa memperhatikan aspek perkembangan lain


(10)

yang dapat menunjang kinerja otak. Kebiasaan tersebut menjadi turun temurun sehingga menjadikan para pelajar Indonesia hanya mampu ‘menghafal’ atau ‘peniru’ dibandingkan kemampuan dalam hal memecahkan persoalan baru. Buku teks merupakan sumber utama yang selama ini digunakan oleh guru-guru dalam proses pembelajaran si kelas lebih banyak memuat fakta-fakta yang membuat siswa-siswa terbenam dalam lautan fakta. Akibatnya, siswa menjadi merasa jenuh membaca buku teks dan hal tersebut diperparah dengan kondisi buku teks yang bahasanya kering dan kurang emotif. Lalu bagaimana bisa mencapai tujuannya jika sejarah direduksi hanya menjadi kumpulan fakta saja?

Dengan demikian, benarlah apa yang diungkap oleh Tolstoy yang berpendapat bahwa sejarah tidak lain dari sekedar kumpulan cerita yang tak berguna (Suherti, 2010). Tolstoy menginginkan adanya suatu wacana tentang masa lampau yang bersifat universal dan filosofis, bukan hanya menyibukkan diri dengan hal-hal partikulatif dan kering yang berfungsi hanya sekedar "pelipur lara" saja (Tadjudin, 2004, Suherti, 2010). Hal senada diungkap oleh Foucolt (Saruf, 2008:89-91) yang menganggap sejarah yang hanya terpaku pada “perayaan” tokoh dan peristiwa besar serta mengabaikan peristiwa-peristiwa biasa.

Hal tersebut merupakan kritik terhadap pandangan sebagian besar sejarawan yang menganggap mengenai keilmiahan sejarah yang hanya bisa dicapai melalui sejarah empirik, sejarah struktural, prinsif deskriptif analitis, dan penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam sejarah (Purwanto, 2008: 1-2). Maka wajar jika Stephen Greenblatt (Purwanto, 2008: 5) menilai historisisme lama dianggap bersifat monologis, hanya


(11)

tertarik untuk menemukan visi politik tunggal, percaya bahwa sejarah bukan hasil interpretasi sejarawan, dan juga dianggap sebagai hasil kepentingan kelompok sosial tertentu dalam pertentangannya dengan kelompok lain.

Pendapat dari Tolstoy didasarkan pada keinginannya untuk menulis sejarah yang bersifat reflektif mengenai pergumulan manusia dengan nasibnya, yaitu dalam bentuk novel sejarah. Hal yang sama dilakukan oleh Sir Walter Scott yang karena menganggap sejarah sering terasa “palsu”, ia menulis Waverley. Inilah novel sejarah pertama yang terbit pada 1810. Sir Walter mengambil sepenuhnya karakter Alasdair Ranaldson MacDonell (1771-1828), seorang prajurit yang hampir tak tercatat dalam sejarah panjang klan Skotlandia, sebagai salah satu tokoh bernama Fergus Mac-Ivor. Sejak itu orang menulis tokoh-tokoh yang nyata, tempat yang benar-benar ada, ke dalam novel. Victor Hugo, Alexander Dumas, Charles Dickens adalah para penulis utama Eropa yang merekonstruksi realitas ke dalam fiksi (Bagja Hidayat, 2009).

Keresahan Tolstoy dan Walter Scott, dialami pula oleh Milan Kundera sastrawan Ceko, pemenang Nobel Kesusastraan. Ia berkata,

Langkah pertama untuk memusnahkan suatu bangsa cukup dengan menghapuskan memorinya. Hancurkan buku-bukunya, kebudayaannya dan sejarahnya, maka tak lama setelah itu, bangsa tersebut akan mulai melupakan apa yang terjadi sekarang dan pada masa lampau. Dunia sekelilingnya bahkan akan melupakannya lebih cepat”.(Priyatmoko, 2009)

Kalimat Kundera tersebut masih relevan karena banyak yang belum mau belajar dari sejarah dan para pelajar hanya terpaku pada hafalan sejarah. Tahun 1979, Milan Kundera, kelahiran Cekoslwakia, diusir dari negaranya karena novelnya yang


(12)

kontroversial; The Book of Laughter and Forgetting. Dalam novel tersebut terdapat kata-kata yang sangat terkenal yang berhubungan dnegan pentingnya belajar sejarah yaitu: ”perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa,”

Dalam struktur ilmu, sejarah dahulunya termasuk kelompok sastra karena memang sejak dahulu sejarah dituliskan dalam ungkapan yang tergolong sastra (Wiriaatmadja, 2009). Deskripsi peristiwa sejarah yang disajikan dalam bentuk laporan penelitian yang lugas, kredibel, objektif, seperti halnya penelitian fisika, matematika, dirasakan ada yang hilang dibandingkan dengan cara penulisan yang lama (Wiriaatmadja, 2009). Keberadaan novel sejarah secara teoritik didukung oleh kalangan sejarawan dekonstruksionis dalam aliran postmodernisme. Dalam pandangan filsafat postmodern, kita tidak bisa kembali ke masa lalu karena tidak punya akses ke the real past. Bagaimana sejarawan dapat mencek kisahnya itu “benar”?. Selain itu, dalam pandangan mereka, hakekat historis dari rekaman/arsip tidak bisa dihadirkan lagi secara objektif (absence presence). Kedekatan sastra dan sejarah dalam tradisi postmodernisme dikuatkan dengan konsep metahistori, puisi sejarah, linguistic turn, dan narrative turn.

Penggunaan novel sejarah dalam pembelajaran sejarah merupakan salah satu pendekatan yang mengembangkan keterampilan berpikir dan mengembangkan domain afektif. Menurut penelitian, yang menyebabkan sejarah dianggap “membosankan” disebabkan karena siswa tidak menggunakan emosinya sebanyak pikirannya ketika dia belajar (Sarah Heartz, 2009: 3). Ketika siswa menggunakan emosinya sebagaimana pikirannya dalam belajar, dia akan merasakan pembelajaran


(13)

sejarah lebih menyenangkan (Heartz, 2009: 4). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kama Abdul Hakam (2000: 40) bahwa belajar tanpa ada pengaruh unsur emosi tidak akan mempengaruhi perilaku, dan sistem pendidikan yang mengenyampingkan perasaan dan emosi jelas-jelas tidak efektif.

Penggunaan novel sejarah sepanjang digunakan bersamaan dengan buku teks dan sumber primer telah membuat sejarah menjadi lebih menyenangkan dan berkaitan dengan kehidupan siswa (Tarry Lindquist, 2008: 2). Dengan mengutip Scott, Djokosujanto (2001: 2) menguraikan fungsi novel sejarah adalah resureksi masa lalu, yaitu kemampuan untuk menghidupkan kembali masa lalu yang menjadi pokok ceritanya serta mampu memberikan informasi sejarah. Untuk dunia pendidikan, novel sejarah berfungsi dalam hal pembentukan manusia dan mendekatkan pada masa lalu bangsanya (Djokosujanto, 2001: 2).

Para peneliti menunjukan bahwa tempat dimana orang menyenangi sejarah adalah dalam bentuk cerita baik cerita sejarah keluarga, cerita sinetron maupun novel sejarah. Novel berguna untuk resureksi masa lalu karena ceritanya membantu ”others” dalam sejarah dirasakan nyata dan hadir dalam kelas (Lindquist, 2008: 1). Selain itu cerita juga berguna dalam membentuk rasa empati, kepedulian sosial, dan keterampilan sosial yang lain, serta membantu siswa melihat keterhubungan serta meningkatkan pemahaman mereka tentang orang lain dan juga dapat melatih menyelidiki berbagai kebudayaan dan berbagai pandangan tentang kejadian tertentu (Lindquist, 2008: 2). Cerita dapat memberikan makna pada berbagai pengalaman dalam sistem sosial, budaya, tempat dan berbagai hal lainnya yang abstrak. Selain itu


(14)

cerita dapat memperdengarkan suara yang tidak terdengar dalam pola sejarah yang ”Grand History” (Heartz, 2009: 4). Manfaat yang didapatkan dari bercerita adalah sebagai media pendidikan tanpa menggurui, media penumbuhkembangkan daya imajinasi, media apresiasi sastra, alat pemerolehan bahasa, media proses pematangan jiwa, dan media pengikat hubungan batin antara guru dan siswa.

Orang memiliki keterbatasan dalam mengingat berbagai fakta (nama, tempat, tanggal, dan peristiwa) dan manusia tidak memiliki ”instant recall” seperti komputer. Tetapi ketika fakta dihadirkan dalam bentuk narasi atau cerita, orang akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengingatnya karena narasi menyediakan konteks dimana pembaca atau pendengar dapat menghubungkannya (Heartz, 2009: 5). Dengan menyenangi pembelajaran sejarah diharapkan tujuan pembelajaran sejarah yang telah dirumuskan dapat tercapai dengan baik.

Novel-novel sejarah dapat membantu pendidik sejarah dalam mengisi kekurangan dalam menggali fakta fakta sosial atau fakta-fakta mental yang tidak terekam dalam sumber-sumber dokumen. Bahkan informasi dari karya-karya sastra dapat menjadi petunjuk bagi sejarawan untuk melacak lebih jauh tentang "kejadian yang sebenarnya" melalui penyelidikan lebih lanjut. Dengan demikian, sejarawan maupun pendidik sejarah perlu untuk mempelajari karya sastra termasuk novel dalam rangka lebih memahami potret masyarakat pada zamannya.

Dari uraian tersebut, dapat dipahami bahwa telaah novel dapat menyeimbangkan intelektual dan pembelajaran nilai, penggunaan emosi sebanyak pikirannya ketika belajar, kesempatan yang lebih baik untuk mengingat fakta-fakta


(15)

sejarah, pembelajaran sejarah lebih menyenangkan, dan mendekatkan siswa pada masa lalu bangsanya. serta mengisi kekurangan dalam menggali fakta fakta sosial atau fakta-fakta mental. Atas dasar itulah, maka di Jurusan Pendidikan Sejarah UPI, dalam struktur kurikulumnya (tahun 2008) terdapat mata kuliah “Sastra dalam Pembelajaran Sejarah” yang mempersiapkan mahasiswanya untuk memiliki kemampuan menganalisis karya sastra termasuk novel serta menggunakannya dalam pembelajaran sejarah.

Pembelajaran sejarah yang menggunakan telaah novel sejarah akan dapat mencapai tujuan yang diinginkan jika diawali oleh kemampuan gurunya dalam mengapresiasi novel tersebut. Mahasiswa Jurusan pendidikan sejarah yang dipersiapkan untuk menjadi seorang guru (tenaga pendidik) diharapkan memiliki kemampuan mengapresiasi novel dan paham penggunaannya dalam pembelajaran sejarah di sekolah dengan optimal. Apresiasi sebagai sebuah istilah dalam bidang sastra dan seni pada umumnya sebenarnya lebih mengacu pada aktivitas memahami, menginterpretasi, menilai, dan pada akhirnya memproduksi sesuatu yang sejenis dengan karya yang diapresiasikan. Karena itu, kegiatan apresiasi tidak hanya bersifat reseptif: menerima sesuatu secara pasif. Tetapi, yang lebih penting, apresiasi juga bersifat produktif: menghasilkan sesuatu secara aktif (Tarigan,1995: 84).

Upaya mengapresiasi karya sastra tidak dapat dilepaskan dari masalah membaca. Aminudin (2009: 20) mengemukakan dua konsep membaca yang berkaitan dengan apresiasi sastra, yaitu: membaca estetis dan membaca kritis. Membaca estetis adalah kegiatan membaca yang dilatarbelakangi tujuan menikmati dan menghargai


(16)

unsur-unsur keindahan yang terpapar dalam suatu teks sastra. Membaca kritis bukan hanya bertujuan memahami, menikmati, dan menghayati saja melainkan juga memberikan penilaian.

Namun, sejauh pengamatan lapangan dan analisis dokumen tugas mahasiswa pada mata kuliah “Sastra dalam Pembelajaran Sejarah” dan “Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia”, terdapat problem pada hasil analisis mereka terhadap novel sejarah, yaitu:

1. analisis mahasiswa cenderung dangkal dan terkesan “hanya membuat ringkasan” dari novel tersebut. Bahkan dari penelaahan lebih dalam, ada beberapa mahasiswa yang “copy paste” hasil analisis orang lain terhadap novel tesebut yang terdapat di artikel-artikel di internet;

2. hanya sebagian kecil saja mahasiswa yang membaca novel tersebut sepenuhnya bahkan ada yang tidak membacanya sama sekali sehingga tidak semua bagian mereka ungkap. Dengan demikian, ada masalah dalam hal minat membaca mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah;

3. mahasiswa kesulitan dalam membedakan fakta dan fiksi dalam novel dan sepertinya tidak memiliki pengetahuan sejarah yang cukup untuk membandingkan cerita sejarah di novel dengan yang terdapat di buku teks;

4. mahasiswa kesulitan dalam mengungkap seting sosial, budaya, ekonomi, dan politik serta latar belakang sejarah yang terdapat dalam novel tersebut;


(17)

5. sebagian besar mahasiswa tidak dapat memahami cara berpikir pengarang baik itu ideologi atau nilai yang dianut novelis, cara pandangnya terhadap realitas, apalagi membandingkan cara kerja novelis dengan sejarawan;

6. mahasiswa tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang teori-teori sastra baik itu teori struktural, sosiologi sastra, postkolonialisme, kajian semiotika, realisme sosialis, dan teori-teori sastra lainnya.

Salah satu faktor yang membuat rendahnya minat membaca mahasiswa adalah rendahnya motivasi belajar mahasiswa. Rendahnya motivasi belajar sejarah tersebut berkorelasi terhadap rendahnya pemahaman sejarah dikalangan pelajar. Menurut Gagne (Isjoni, 2007), proses belajar yang baik diawali dari fase dorongan atau motivasi. Alasannya, dari motivasilah akan muncul harapan-harapan terhadap apa yang dipelajari. Demikian halnya pada mahasiswa, jika ia memiliki motivasi dan harapan tinggi, kelak ada kemungkinan ia akan berhasil dalam proses belajarnya. Sebaliknya, jika mahasiswa tidak memiliki motivasi, dipastikan ia tidak akan berhasil atau tidak bisa meraih hasil optimal. Di kalangan mahasiswa, ada kecenderungan penurunan motivasi belajar dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kunjungan mahasiswa ke perpustakaan yang semakin menurun (Marjohan, 2009: 91). Banyak dijumpai mahasiswa yang berada di warnet untuk sekedar chating daripada untuk mengakses informasi atau bahan belajar yang berguna untuk keperluan studinya. Marjohan mengungkapkan lebih dalam lagi tentang kebiasaan mahasiswa dalam membaca.


(18)

Tidak dapat dipungkiri bahwa karakter anak didik masih terperangkap dalam budaya lisan. Sementara itu, budaya tulisan (membaca dan menulis) terasa sebagai beban. Sepanjang hari, aktivitas mereka hanya mengobrol, bercanda, dan berdebat kusir. Mereka cenderung menjadi orang yang berpikiran dangkal dan mengambang (floating thinking). Berbeda dengan orang-orang yang membiasakan diri dengan budaya tulisan. Mereka tentu akan menjadi manusia dengan pola pikir yang kritis dan analitis (Marjohan, 2009: 91).

Data yang dirilis World Bank No.16369-IND dan Studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Education Achievement) di Asia Timur (2000) mengungkapkan bahwa kebiasaan membaca anak-anak Indonesia peringkatnya paling rendah (skor 51,7). Skor ini dibawah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0), dan Hongkong (75,5) (Abdulkarim, 2010). Kemampuan anak-anak Indonesia dalam menguasai bahan bacaan juga rendah, yaitu hanya 30 % dan kemampuan rata-rata membaca siswa SD dan SMP di Indonesia menduduki urutan ke-38 dan ke-34 dari 39 negara (Abdulkarim, 2010). Tesis ini akan meneliti faktor-faktor apa saja yang membuat minat membaca mahasiswa pendidikan sejarah rendah dan mencoba menganalisis kaitannya dengan kemampuan menelaah novel sejarah.

Problem kedua yang berkenaan dengan kurang mendalamnya analisis mahasiswa dalam menelaah novel adalah rendahnya pengetahuan sejarah mahasiswa. Hal tersebut memang konsekuensi logis dari rendahnya minat membaca mahasiswa. Pengetahuan sejarah mahasiswa diperlukan dalam menelaah novel sejarah untuk menganalisis realitas yang diuraikan novelis. Riset sejarah para novelis dilakukan untuk membangun karakter, percakapan, adegan, dan konflik-konflik sehidup mungkin dan semeyakinkan mungkin. Di tangan novelis, data-data sejarah diperlakukan sebagai bahan mentah yang diolah sedemikian rupa dengan


(19)

mengerahkan imajinasinya yang boleh saja tanpa pembatasan (Sugito, 2008). Dengan demikian, tanpa pengetahuan sejarah yang cukup, maka mahasiswa akan kesulitan menganalis novel sejarah tersebut lebih mendalam

Problem ketiga yang penulis identifikasi sebagai faktor yang menyebabkan kurang mendalamnya analisis novel yang dilakukan mahasiswa adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai teori-teori sastra. Hal tersebut dapat dipahami karena mereka tidak mendapatkannya diperkuliahan. Mata kuliah sastra dan pembelajaran sejarah dalam silabusnya hanya menekankan pada teori postkolonialisme. Padahal, pemahaman teori-teori sastra tersebut dapat digunakan sebagai “pisau” analisis ketika mengkaji novel.

Novelis mengkonstruksi budaya suatu masyarakat melalui karya sastranya. Setiap novelis memotret dan memaknai kehidupan di sekitarnya untuk kemudian diekspresikan melalui karya sastra. Karena itu, setiap karya sastra yang dihasilkan oleh siapa pun sangatlah penting, terlepas dari apakah karya sastra itu termasuk karya sastra yang serius ataupun karya sastra populer. Sebab, bagaimanapun, setiap novelis memiliki cara pandang dan cara bertutur yang unik, yang berbeda-beda. Ada yang serius, ada yang santai, ada yang main-main. Namun, kita melihatnya karya itu merupakan potret masyarakat pada zamannya. (Asep Sambodja, 2009)

Corak intelektual novelis yang berbeda akan mewarnai karya-karyanya termasuk dalam memotret realitas masyarakat pada zamannya dan setiap karya sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial-politik-kultural (Mahayana, 2007). Dalam sudut pandang Pramoedya Ananta Toer (2003: 126), karya-karya


(20)

Abdoel Moeis dinilai banyak ditunggangi kepentingan kolonial dan hanya sedikit mengungkap objektivitas sosial masanya. Sementara itu, Sutan Takdir banyak mengkritik karya-karya sastra yang beraliran realisme sosial dakam konferensi kebudayaan (1950) seperti yang nampak pada karya-karya Pramoedya dengan ungkapan ”dalam kebudayaan tidak ada permusuhan”. Pramoedya (2003: 124) banyak mengkritik Sutan Takdir karena dalam karya-karyanya yang dinilai menolak sama sekali realitas sosial yang ada, yakni kenyataan akan pergulatan bangsa untuk memenangkan kemerdekaan. Sutan Takdir dinilai tidak banyak mengkritik imperalisme dan kolonialisme malah arah kebudayaannya senafas dengan Barat.

Tesis ini akan difokuskan pada kajian tentang kemampuan mahasiswa pendidikan sejarah dalam mengapresiasi novel beserta pengaruh dan kelemahan-kelemahan yang muncul dari kajian novel tersebut. Penulis mengindikasikan ada beberapa hal yang menjadi penyebab munculnya kelemahan dalam analisa novel mahasiswa, yaitu pemahaman mengenai makna apresiasi karya sastra, rendahnya minat dan budaya baca mahasiswa, pengetahuan sejarah mereka yang tidak mendalam, dan pengetahuan serta pemahaman teori-teori sastra yang minim sehingga pada akhirnya akan dapat dirumusPkan berbagai upaya yang dapat dilakukan agar dapat lebih memaksimalkan kemampuan mahasiswa dalam mengapresiasi novel sejarah.


(21)

B.

Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini secara makro adalah “Bagaimana kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah mengapresiasi novel dalam pembelajaran sejarah?”. Mengingat begitu luasnya rumusan masalah tersebut, penulis susun dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan mahasiswa dalam mengapresiasi aspek-aspek yang berhubungan dengan materi sejarah dan pembelajaran sejarah yang terdapat dalam novel sejarah?

2. Bagaimana konstruksi realitas yang berkenaan dengan kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam mengapresiasi novel sejarah?

3. Apa saja yang menjadi kelemahan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam menelaah novel sejarah?

4. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam mengapresiasi novel sejarah?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan tesis ini adalah diharapkan kita dapat mengetahui, menganalisis, dan mendeskripsikan lebih jauh lagi mengenai:

1. kemampuan mahasiswa dalam memahami, menginterpretasi, dan menilai aspek-aspek yang berhubungan dengan materi sejarah dan pembelajaran sejarah yang terdapat dalam novel sejarah, yaitu mengenai seting sosial, seting ekonomi,


(22)

seting politik, seting budaya, fakta dan fiksi, perbandingan dengan buku teks, corak pemikiran novelis, dan cara pandang novelis terhadap realitas, nilai-nilai yang terkandung di novel dan relevansinya sebagai sumber pembelajaran serta pengaruh analisis novel sejarah terhadap persepsi mahasiswa mengenai sejarah dan pembelajaran sejarah.

2. konstruksi realitas yang melahirkan berbagai kategori kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam mengapresiasi novel sejarah yang didasarkan pada tipe pembaca, tingkat apresiasi, pengaruh yang didapatkan, respon intelektual dan emosional yang muncul, pendekatan yang digunakan, serta kemampuan menggali informasi sejarah dan nilai yang terdapat dalam novel sejarah.

3. kelemahan-kelemahan mahasiswa dalam menganalisis novel sejarah, baik kelemahan pemahaman mahasiswa mengenai hubungan sastra dan sejarah, kelemahan pemahaman mengenai fakta dan fiksi dalam novel, kelemahan pemahaman mahasiswa mengenai realitas dalam novel, kelemahan pemahaman dan analisis mahasiswa mengenai novelis, dan kelemahan pemahaman mahasiswa mengenai penggunaan novel dalam pembelajaran sejarah.

4. upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam mengapresiasi berupa peningkatan kemampuan memahami konsep apresiasi, peningkatan minat membaca, kemampuan memahami konteks sejarah, dan kemampuan memahami teori-teori sastra.


(23)

D.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan tesis ini diharapkan kita dapat mengetahui lebih jauh lagi mengenai:

1. Manfaat teoritis

a. Memberikan kerangka teoritis pentingnya menggunakan novel sejarah sebagai sumber pembelajaran sejarah untuk lebih memahami fakta sosial dan fakta mental sehingga dapat menjelaskan perubahan atau semangat zaman yang sedang berlangsung pada periode sejarah tertentu dan dalam rangka lebih memahami potret masyarakat pada zamannya.

b. Menggali nilai-nilai yang terkandung di novel dan relevansinya sebagai sumber pembelajaran sejarah.

c. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai seting sosial, seting ekonomi, seting politik, seting budaya, fakta dan fiksi yang terdapat dalam novel sejarah, perbandingan dengan buku teks, corak pemikiran novelis, dan cara pandang novelis terhadap realitas, serta yang berhubungan pembelajaran sejarah, yaitu nilai-nilai yang terkandung di novel dan relevansinya sebagai sumber pembelajaran.

d. Kelebihan dan kekurangan, serta hambatan-hambatan yang muncul dalam proses pembelajaran dengan metode telaah novel sejarah


(24)

e. Memberikan informasi mengenai kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam menggunakan pengetahuan sejarah dan teori-teori sastra untuk menganalis dan menghayati novel sejarah.

2. Manfaat praktis

a. Mendapatkan nilai-nilai yang penting dalam novel sebagai sarana mewujudkan pembelajaran sejarah yang tidak hanya mengedepankan kemampuan intelektual tetapi juga pembelajaran sejarah yang mengandung muatan afektif.

b. Memberikan bekal pengetahuan bagi penulis dan guru sejarah pada umumnya dalam menggunakan novel sejarah dalam pembelajaran sejarah. c. Mencari upaya untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan

kemampuan mahasiswa dalam menganalisis novel sejarah.

E.

Sistematika Penulisan

Bab I membahas pendahuluan. Bab ini menguraikan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian yang memuat maksud-maksud dari pemilihan masalah tersebut. Bab ini menggambarkan keresahan peneliti tentang permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan analisis novel sejarah.

Bab II membahas tinjauan pustaka. Bab ini mencoba menguraikan tentang berbagai buku dalam memahami berbagai masalah pembelajaran sejarah, definisi dan


(25)

karakteristik novel sejarah, hubungan sastra dan sejarah (perdebatan mengenai hubungan sastra dan sejarah, sastra dalam pandangan historiografi postmodern,

linguistic turn dan narrative turn), peran novel sejarah dalam pembelajaran sejarah (telaah novel dalam kaitannya tujuan pembelajaran sejarah, zeitgeist (jiwa zaman) dalam novel, historical thinking dan historical understanding, resureksi dalam pembelajaran sejarah), langkah-langkah pembelajaran, contoh novel sejarah, teori-teori untuk menganalisis novel sejarah, aliran-aliran novel sejarah, dan apresiasi novel sejarah.

Bab III membahas metode penelitian. Bab ini menguraikan tentang metode penelitian yang akan digunakan dalam penulisan tesis ini, yaitu penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Peneliti akan melakukan pengamatan secara langsung dan tidak langsung tentang proses pembelajaran sejarah yang dilakukan dosen dengan menggunakan novel sejarah dan peneliti akan menyebarkan kuisioner dan melakukan wawancara mendalam terhadap mahasiswa. Selain itu, peneliti akan melakukan analisis dokumen berupa hasil tugas yang dikerjakan mahasiswa berupa makalah penilaian terhadap novel.

Bab IV membahas hasil penelitian mengenai data penelitian, baik data responden, persepsi mahasiswa mengenai pembelajaran sejarah di sekolah dan perguruan tinggi, persepsi mahasiswa mengenai novel sejarah (hubungan sastra dan sejarah, fakta dan fiksi dalam novel, realitas dalam novel, novelis), persepsi mahasiswa mengenai penggunaan novel dalam pembelajaran sejarah, dan pengaruh analisis novel sejarah terhadap persepsi mahasiswa mengenai sejarah dan


(26)

pembelajaran sejarah. Selain itu, pada bab ini akan dianalisis data yang berkenaan kategorisasi kemampuan mahasiswa mengapresiasi novel sejarah, kelemahan-kelemahan mahasiswa dalam menganalisis novel sejarah, dan upaya-upaya meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengapresiasi novel sejarah.

Bab V menguraikan kesimpulan. Bab ini akan menguraikan secara singkat berbagai temuan yang didapatkan sehingga mampu menjawab beberapa pertanyaan penelitian yang berkenaan dengan kemampuan mahasiswa dalam mengapresiasi aspek-aspek yang berhubungan dengan materi sejarah dan pembelajaran sejarah yang terdapat dalam novel sejarah menurut pandangan mereka sendiri, konstruksi realitas yang berkenaan dengan kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam mengapresiasi novel sejarah, kelemahan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam menelaah novel sejarah, dan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam mengapresiasi novel sejarah.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini, penulis akan menguraikan metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang akan dikaji dalam tesis ini. Metode penelitian tersebut digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan kajian Telaah Novel dalam Pembelajaran Sejarah (Kajian Analitis Deskriptif Kemampuan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam Mengapresiasi Novel). Bab ini akan membahas mengenai pendekatan, metode, dan teknik penelitian, subjek dan tempat penelitian, prosedur penelitian, dan metode analisis data

A.

Pendekatan, Metode, dan Teknik Penelitian

1.

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu berawal pada data dan bermuara pada kesimpulan. Metode penelitian kualitatif yang dimaksud penulis adalah sebagaimana yang diungkap oleh Bogdan dan Taylor (1982:1-2) yang mendefinisikan metode penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa-kata-kata tertulis atau lisan dari dan perilaku yang dapat diamati. Tujuan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif adalah untuk mencari gambaran yang kompleks dan holisitik mengenai subjek permasalahan yang


(28)

diteliti dalam hal ini mengenai kemamampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam mengapresiasi novel. Hal tersebut didasarkan pada pendapat Creswell (1998: 1) yang menguraikan tujuan penelitian kualitatif adalah untuk memahami suatu masalah kemanusiaan atau kemasyarakatan, yang didasarkan pada penyusunan suatu gambaran yang kompleks dan holistik menurut pandangan yang rinci dari para informan, serta yang dilaksanakan di tengah seting ilmiah. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna dan pemahaman dari dalam (verstehen), penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan secara secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Creswell, 1998: 2, Moleong, 2006: 2).

Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir. Oleh karena itu, urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Hal tersebut dirasakan oleh peneliti karena pada awalnya akan meneliti mengenai persepsi mahasiswa mengenai novel sejarah. Namun, seiring terkumpulnya data, maka penelitian diarahkan pada pengaruh kajian novel sejarah pada pembentukan historical thinking dan historical undesrtanding. Ketika semua data telah terkumpul, ternyata peneliti menemukan banyak kelemahan dan masalah dari hasil kajian novel yang dilakukan mahasiswa. Peneliti menjadi tertarik untuk meneliti lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, peneliti mencoba


(29)

mengidentifikasi kelemahan-kelemahan mahasiswa dalam menganalisis novel sejarah dari segi minat dan budaya baca, pengetahuan dan pemahaman sejarah (konteks sejarah), dan pengetahuan serta pemahaman teori-teori sastra.

2.

Metode Penelitian

Penelitian kualitatif bertujuan untuk melakukan penafsiran terhadap fenomena sosial. Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi. Bagi penganut paradigma ini, realitas sosial yang menjadi obyek penelitian tidak mesti bersifat perilaku sosial yang kasat mata saja, melainkan juga keseluruhan makna kultural yang simbolik termasuk tindakan yang tidak kasat mata. Peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi pada proses pengumpulan data baik pada saat observasi, wawancara, maupun pada saat pembagian kuisioner serta pada saat menganalisis dan menafsirkan data-data yang ada. Peneliti menggunakan fenomenologi untuk menggali persepsi, gagasan, imajinasi, emosi, hasrat, kemauan, sampai tindakan yang muncul ketika mereka melakukan analisis novel sejarah. Dengan demikian, peneliti akan mendapatkan data tentang persepsi mereka mengenai novel sejarah dan penggunaannya dalam pembelajaran, pengaruh analisis novel sejarah terhadap persepsi mahasiswa mengenai sejarah dan pembelajaran sejarah, kelemahan-kelemahan mahasiswa dalam menganalisis novel sejarah beserta faktor-faktor yang menyebabkannya.


(30)

Peneliti mengamati, menelusuri, dan menyaksikan, upaya-upaya pembelajaran sejarah dilakukan dengan menelaah novel sejarah. Sasaran atau obyek penelitian dibatasi agar data yang diambil dapat digali sebanyak mungkin serta agar penelitian ini tidak dimungkinkan adanya pelebaran obyek penelitian. Oleh karena itu, maka kredibilitas dari peneliti sendiri menentukan kualitas dari penelitian ini (Bungin, 2001:26). Fenomenologi berkenaan dengan makna pengalaman hidup bagi individu atau kelompok sosial. Fenomenologi, dengan meminjam pengertian Creswell (1998:51) adalah usaha untuk mengeksplorasi tentang struktur kesadaran dalam pengalaman hidup manusia. Kuswarno (2009: 22) mengungkapkan bahwa fenomenologi mempelajari struktur tipe-tipe kesadaran yang terentang dari persepsi, gagasan, memori, imajinasi, emosi, hasrat, kemauan, sampai tindakan, baik itu tindakan sosial maupun dalam bentuk bahasa. Kajian fenomenologi berkenaan dengan aspek-aspek psikologis dan sosial individu atau kelompok dalam melakukan interaksi sosial secara sadar (caring interaction) untuk mencapai tujuan-tujuan dan makna tertentu dalam kehidupannya.

Kajian fenomenologi yang berkenaan dengan aspek-aspek psikologis dan sosial individu atau kelompok dalam melakukan interaksi sosial secara sadar (caring interaction) untuk mencapai tujuan-tujuan dan makna tertentu dalam kehidupannya (Kuswarno, 2009: 22). Studi seperti ini menggambarkan beberapa karakteristik dasar seperti: peneliti menunjukkan struktur esensial dari interaksi sosial yang sadar; peneliti melaporkan tentang perspektif filosofis mengenai pendekatan fenomenologi; peneliti memfokuskan kajiannya pada fenomena tunggal; peneliti membatasi diri


(31)

pada pra konsepsinya sehingga tidak terpengaruh oleh hipotesis, pertanyaan dan pengalaman pribadi dalam studinya; dan peneliti kembali kepada dasar filosofis tentang akhir dari sebuah studi, yakni fenomenologi.

Aspek fenomenologis berkenaan dengan pemaknaan realitas (Alwasilah: 2000: 18). Aliran fenomenologi lebih banyak memusatkan perhatiannya pada aspek makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam teks sastra dengan cara memahami realitas tersurat yang digambarkan pengarang serta mampu mengasosiasi dan mengabstraksikannya (Aminuddin, 2009: 51). Pendekatan ini akan digunakan dalam mengkaji pandangan, makna-makna, dan nilai tentang realitas sosial yang tergambarkan dalam novel sejarah serta pandangan dari mahasiswa yang mengkaji berbagai realitas sosial yang digambarkan dalam novel sejarah tersebut.

Ada beberapa ciri-ciri pendekatan fenomenologi sebagaimana diungkap oleh Suwarno (2009: 36) yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini, yaitu:

a. menggali nilai-nilai yang didapatkan mahasiswa dalam pengalaman mereka membaca dan menelaah novel.

b. fokus penelitian adalah pada keseluruhan, yaitu kemampuan mahasiswa mengapresiasi novel yang diperuntukan untuk lebih memahami sejarah dan berguna untuk pembelajaran sejarah.

c. tujuan dari penelitian adalah menemukan makna dan hakikat dari pengalaman mahasiswa ketika menelaah novel.

d. memperoleh gambaran mengenai novel dari sudut pandang pembacanya dalam hal ini mahasiswa Jurusan Pendidikan sejarah.


(32)

e. data yang diperoleh adalah dasar bagi pengetahuan ilmiah untuk memahami perilaku manusia.

Studi fenomenologi dalam melihat karya sastra akan didukung pendekatan historis dan sosiopsikologis. Pendekatan itu digunakan dalam mengapresiasi karya sastra bertolak dari tujuan dan apa akan diapresiasi. Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa-masa terwujudnya cipta sastra yang dibaca (Aminuddin, 2009: 46). Sementara pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial-budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat cipta rasa itu diwujudkan (Aminuddin, 2009: 46). Dalam kajian teks sastra, dua landasan teori yang mendukung pendekatan historis dan pendekatan sosiopsikologis adalah teori hermeneutika dan teori fenomenologi. Fenomenologi dan hermeneutika adalah teori pengalaman atau lebih khususnya teori tentang bagaimana kata-kata berhubungan dengan pengalaman (Sarwono, 2009).

Tujuan utama dari fenomenologi adalah mempelajari bagaimana fenomena dialami dalam kesadaran, pikiran, dan dalam tindakan, seperti bagaimana fenomena tersebut bernilai atau diterima secara estetis atau dengan kata lain bagaimana memahami pengalaman melalui dirinya sendiri. Dengan demikian, fenomenologi digunakan untuk meneliti bagaimana mahasiswa memahami, memaknai, dan menghayati pengalaman mereka membaca dan menelaah novel sejarah yang


(33)

ditujukan untuk lebih memahami sejarah dan berguna untuk pembelajaran sejarah. Fenomenologi mempelajari hubungan antara kesadaran dan objek sehingga mampu mendefinisikan dan mengklasifikasikan beragam tipe fenomena mental, baik itu persepsi, pendapat, dan emosi. Karena itulah, maka fenomenologi digunakan oleh penulis sebagai metode dalam mengkaji proses pemaknaan mahasiswa terhadap novel sejarah yang dibaca dan ditelaah mahasiswa.

Fenomenologi berusaha memahami pemahaman informan terhadap fenomena yang muncul dalam kesadarannya ketika mereka mengkaji novel, baik berbentuk persepsi mengenai novel sejarah maupun persepsi mahasiswa mengenai penggunaan novel dalam pembelajaran sejarah. Dengan fenomenologi, penulis hendak memahami pemaknaan mereka terhadap novel dari sudut pandang mahasiswa (orang yang mengalaminya secara langsung) atau yang berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang ditempelkan padanya.

3.

Teknik Penelitian

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, kuisioner, dan dokumentasi. Kesemua teknik ini diharapkan dapat melengkapi dalam memperoleh data yang diperlukan. Dengan demikian, penelitian ini akan berisi data berupa kutipan-kutipan, baik yang berasal dari hasil studi literatur, wawancara, catatan-lapangan, poto, rekaman vidoe-tape, dokumen pribadi, catatan/memo, dokumen resmi dan lain-lainnya. Dalam memperoleh data


(34)

yang dibutuhkan sebagai bahan pembuatan laporan penelitian, ada beberapa teknik, cara atau metode yang dilakukan oleh peneliti dan disesuaikan dengan jenis penelitian kualitatif yaitu :

a. Teknik Pengamatan

Pengamatan (observation) merupakan cara yang sangat baik untuk meneliti tingkah laku manusia. Dalam melakukan pengamatan sebaiknya peneliti sudah memahami terlebih dahulu pengertian-pengertian umum dari objek penelitiannya. Apabila tidak maka hasil pengamatannya menjadi tidak tajam. Dalam penelitian naturalistik, pengamatan terhadap suatu situasi tertentu harus dijabarkan dalam ketiga elemen utamanya, yaitu lokasi penelitian, pada pelaku atau aktor, dan kegiatan atau aktivitasnya.

Observasi dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang sesuai dengan sifat penelitian karena mengadakan pengamatan secara langsung atau disebut pengamatan terlibat, dimana peneliti juga menjadi instrumen atau alat dalam penelitian. Sehingga peneliti harus mencari data sendiri dengan terjun langsung atau mengamati dan mencari langsung ke beberapa informan yang telah ditentukan sebagai sumber data. Pada metode ini, penulis menjadi bagian dari setiap aktivitas yang ada dalam organisasi sasaran. Peneliti melakukan observasi pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah semester IV yang mengontrak mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional. Terdapat 90 mahasiswa (terlampir) yang mengontrak mata kuliah tersebut yang terdiri dari dua kelas, yaitu, kelas A dan kelas B. Dosen pengampu mata kuliah tersebut adalah Dr. Dadang Supardan. M.Pd, Drs. Ayi Budi


(35)

Santosa, M.Si, dan Encep Supriatna M.Pd. Mata kuliah tersebut dilaksanakan setiap senin (kelas A berlangsung Pk. 09.30 12.00 WIB dan kelas B Pk. 13.00 WIB-15.30 WIB). Peneliti melakukan 32 kali observasi di dua kelas tersebut dari bulan Februari 2010 sampai Mei 2010. Selama observasi peneliti mencatat berbagai hal mengenai proses pembelajaran khususnya yang berkenaan dengan penggunaan novel sejarah dalam mata kuliah tersebut (terlampir).

Dalam mata kuliah tesebut, telaah novel sejarah yang berkaitan dengan masa pergerakan nasional Indonesia adalah tugas wajib yang harus dikumpulkan sebelum Ujian Tengah Semester. Setelah UTS, ada dua tema yang berkenaan dengan novel sejarah yang dijadikan bahan diskusi kelompok, yaitu tema kesusastraan pada masa pergerakan nasional dan masalah perkembangan kebudayaan pada masa pergerakan nasional di Indonesia.

b. Teknik Wawancara

Wawancara merupakan suatu bentuk percakapan antara peneliti dengan subjek penelitian dengan tujuan untuk menggali data/informasi yang diperlukan bagi pemecahan masalah penelitian. Dalam percakapan ini, biasanya pada awalnya, peneliti menggunakan wawancara yang tidak berstruktur, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian. Setelah diketahui, maka selanjutnya peneliti menggunakan pedoman wawancara untuk memandu agar pembicaraan tidak terlalu menyimpang dari masalah yang sedang dibahas sehingga data/informasi yang


(36)

diperlukan mudah untuk digali karena pembicaraan sudah sesuai dengan fokus masalah dalam penelitian.

Lincoln dan Guba (1985: 160-171) membagi wawancara menjadi (a) wawancara oleh tim atau panel, (b) wawancara tertutup dan wawancara terbuka, (c) wawancara riwayat secara lisan, dan (d) wawancara terstuktur dan tidak terstuktur. Dari segi pertanyaan yang diajukan pada responden, maka wawancara dapat diperoleh menjadi wawancara bebas, terpimpin dan bebas terpimpin. Wawancara bebas, yaitu wawancara bebas menanyakan pertanyaan apapun pada responden, namun, pertanyaannya bisa cenderung tidak terkendali. Wawancara terpimpin adalah wawancara yang dilakukan, sementara pewawancara telah mempersiapkan daftar pertanyaannya. Dalam pelaksanaannya kedua teknik tersebut bisa dikombinasikan, yaitu pertanyaan telah disiapkan, namun dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi responden. Wawancara juga merupakan suatu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide/pedoman wawancara.

Wawancara akan dilakukan setelah mahasiswa mengumpulkan tugas telaah novel sejarah tersebut (setelah UTS). Pertanyaan-pertanyaan wawancara dirancang untuk lebih memperjelas pemahaman meraka terhadap novel yang tidak terekam dalam tugas tertulis. Pada tanggal 11 Mei 2010, peneliti melakukan wawancara sebagai triangulasi data dari wawancara pertama, analisis dokumen, dan kuisioner


(37)

yang telah dilakukan pada bulan Maret 2010. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, antara lain:

1) Kedudukan novel sejarah dalam ilmu sejarah? Hubungan sastra dan sejarah? 2) Bagaimana proses kamu menelaah novel tersebut?

3) Apa hambatan-hambatan yang muncul saat menelaah novel sejarah tersebut? 4) Bagaimana tanggapan perasaan kamu mengenai novel tersebut?

5) Bagaimana pendapatmu mengenai pengarang novel tersebut? Apakah pengarang memiliki cara pandang baru mengenai tokoh sejarah atau peristiwa sejarah tertentu?

6) Bagaimana kamu membandingkan novel dengan buku teks baik itu tokohnya, isinya dan seting sosialnya?

7) Pengaruh analisis novel sejarah terhadap persepsi mahasiswa mengenai sejarah?

8) Persepsi mahasiswa mengenai penggunaan novel sejarah untuk pembelajaran. 9) Kelemahan-kelemahan mahasiswa dalam penggunaan pengetahuan sejarah

untuk menganalisis novel sejarah.

10)Kelemahan-kelemahan mahasiswa dalam penggunaan teori-teori sastra untuk menganalisis novel sejarah.

Namun, sebelumnya, dari Bulan Februari 2010 sampai Mei 2010, peneliti intens wawancara dengan mahasiswa setiap selesai perkuliahan baik di kelas A maupun B mengenai bagaimana mereka melakukan kajian novel dan


(38)

hambatan-hambatan yang muncul. Selain itu, interaksi peneliti dan informan cukup intensif di luar kelas karena peneliti selalu diminta bantuan oleh informan mengenai penjelasan berbagai tugas. Selain itu, proses wawancara juga terjadi pada saat peneliti menjadi pengajar di kelas berhubung dosen utamanya ada halangan. Selama satu semester, peneliti mendapat kesempatan mengajar sebanyak tiga kali di kelas A, dan empat kali di kelas B.

Mengenai angkatan 2006, peneliti melakukan wawancara dengan mahasiswa pada situasi yang informal. Pada saat ini, hampir semua mahasiswa angkatan 2006 sedang melaksanakan PLP. Dengan demikian intensitas mereka datang ke Jurusan relatif jarang. Wawancara peneliti lakukan pada saat mereka bimbingan PLP atau skripsi serta ketika ada hal yang harus mereka selesaikan di Jurusan. Selain itu, peneliti menggunaikan berbagai media untuk mewawancarai mereka, termasuk menggunakan facebook.

c. Teknik Dokumenter

Metode atau teknik dokumenter adalah teknik pengumpulan data dan informasi melalui pencarian dan penemuan bukti-bukti. Lincoln dan Guba (1985: 228) membedakan antara record dan dokumen. Record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa. Dokumen adalah setiap bahan tertulis atau film, lain dari record. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data dan dimanfaatkan untuk menguji dan menafsirkan.


(39)

Kajian novel dilakukan secara berkelompok (masing-masing terdiri dari 3 orang) dengan jumlah kelompok 15 kelompok di kelas A dan 16 kelompok di kelas B. Setiap kelompok harus mengkaji satu novel yang berbeda dengan panduan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Panduan Tugas Mahasiswa

Tugas Mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia

Telaah Novel (kemukakan unsur-unsur berikut)

1. Identitas buku

2. Biografi pengarang beserta cara pandangnya terhadap realitas zamannya (seting pemikirannya)

3. Unsur intrinsik novel (tema,pembabakan, seting waktu dan tempat, plot/alur) 4. Analisis (seting sosial, seting ekonomi, seting politik, seting budaya, perbedaaan

fakta dan fiksi yang digambarkan novel)

5. perbandingan dengan buku teks (karya sejarawan mengenai Zaman Pergerakan Nasional)

6. Nilai-nilai yang terkandung dalam Novel

7. Relevansi novel sebagai sumber pembelajaran sejarah (bagaimana memasukan novel dalam pembelajaran sejarah)

Novel Pergerakan nasional Indonesia 1. De Winst (Afifah Afra)

2. Bumi Manusia (Pramoedya Ananta Toer)

3. Anak Semua Bangsa (Pramoedya Ananta Toer)

4. Jejak Langkah (Pramoedya Ananta Toer)

5. Rumah Kaca (Pramoedya Ananta Toer)

6. Salah asuhan (Abdoel Moeis)

7. Burung-Burung Manyar. (Y. B. Mangunwijaya)

8. Menang dan Kalah (Sutan Takdir Alisjahbana) 9. Layar Terkembang (Sutan Takdir Alisjahbana) 10.Negeri Van Oranje (Wakyuningrat dkk) 11.Manusia Baru (Armin Pane)

12.Gadis Tangsi (Suparto Brata)

13.Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Hamka)


(40)

Novel yang ditulis tokoh pergerakan nasional

1. Ken Arok Ken Dedes (Muhammad Yamin)

2. Airlangga (Muhammad Yamin)

3. Surapati (Abdoel Moeis)

4. Robert Anak Surapati (Abdoel Moeis)

5. Di Bawah Lindungan Ka'bah (Hamka)

6. Dian Tak Kunjung Padam (Sutan Takdir Alisjahbana) 7. Student Hidjo (Mas Marco Kartodikromo)

8. Hikayat Kadirun (Semaoen)

Dengan demikian, peneliti akan mendapat sekitar 31 dokumen tugas mahasiswa menelaah novel sejarah. Selain itu, dokumen telaah novel penulis dapatkan dari mata kuliah “sastra dalam pembelajaran sejarah” sebanyak 60 dokumen tugas pribadi dan 10 dokumen tugas kelompok. Jumlah tersebut dirasakan cukup untuk bahan analisis memahami bagaimana persepsi mahsiswa sejarah terhadap realitas sosial yang digambarkan dalam novel sejarah tersebut.

d. Kuisioner

Kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang sangat populer dalam penelitian deskriptif yang hendak mendeskripsikan karakteristik atau ciri-ciri kelompok, kejadian atau fenomena (Alwasilah, 2008: 151). Kuisoner yang dibuat peneliti berbentuk pertanyaan terbuka dan pilihan ganda. Hal-hal yang ingin diketahui dalam survai antara lain: Identitas informan, kebiasaan membaca informan, pemahaman mahasiswa mengenai cara menganalisis novel sejarah, persepsi mahasiswa mengenai realitas sosial dalam novel, persepsi mahasiswa mengenai


(41)

novelis, dan persepsi mahasiswa mengenai penggunaan novel untuk pembelajaran. (Kuisoner lengkapnya terlampir).

B.

Subjek dan Tempat Penelitian

Penelitian kualitatif ini akan coba dilaksanakan di Jurusan Pendidikan Sejarah FPIPS UPI Bandung. Peneliti menggunakan tempat tersebut dengan beberapa alasan.

Pertama. Jurdik Sejarah FPIPS UPI dalam kurikulumnya memuat mata kuliah ”Sastra dalam Pembelajaran Sejarah” dengan dosen, yaitu Prof. Dr. Rochiati Wiriaatmadja, MA, dan Dr. Nana Supriatna, M,Ed. Serta mata kuliah ”Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia” dengan dosen Dr. Dadang Supardan M.Pd, Drs. Ayi Budi Santosa, M.Si, dan Encep Supriatna, M.Pd. Kedua, pembelajaran dalam mata kuliah tersebut menggunakan metode analisis karya sastra termasuk novel sejarah.

Informan adalah orang yang berada pada lingkup penelitian, artinya orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Subyek penelitian atau informan adalah Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah yang mengontrak Mata Kuliah “Sastra Dalam Pembelajaran Sejarah” tahun akademik 2008-2009 berjumlah 40 orang dan mahasiswa yang mengontrak mata kuliah ”Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia” yang berjumlah 80 orang.


(42)

C.

Prosedur Penelitian

Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa angket atau kuesioner (Kountur, 2004, 113). Satu-satunya instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. (Bungin 2001:71). Sifat naturalistik menuntut supaya diri sendiri atau manusia lain menjadi alat pengumpul data utama. Sebab, jika memanfaatkan instrumen yang bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu, maka akan menemukan kesulitan untuk mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Di samping itu, komunikasi dengan responden dan sekaligus memahaminya berdasarkan konteksnya, hanya mungkin dilakukan oleh manusia.

Nilai lebih lain dari “manusia sebagai instrumen” adalah sifatnya yang responsif, adaptif, lebih holistik, memiliki suatu kesadaran pada konteks yang tak terkatakan, mampu mengklarifikasi, menjelajahi jawaban dan menggali pemahaman yang mendalam. Peneliti yang mengadakan penelitian terhadap pembelajaran dengan menggunakan novel sejarah, misalnya, ia tidak saja akan mengamatinya ketika mereka berinteraksi di ruang belajar, tetapi juga di beberapa tempat lain yang biasanya dijadikan tempat berkumpul baik ketika mengerjakan tugas, seperti perpustakaan, kantin, dan sebagainya.

Dalam penelitian kualitatif sampel diambil secara purposive dengan maksud tidak harus mewakili seluruh populasi, sehingga sampel memiliki pengetahuan yang cukup serta mampu menjelaskan keadaan sebenarnya tentang obyek penelitian.


(43)

Sampel oleh Moleong (199:165) diartikan untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya. Sehingga tujuannya bukanlah memusatkan diri pada adanya perbedaan-perbedaan yang nantinya digeneralisasikan. Tapi untuk merinci kekhususan yang ada kedalam ramuan konteks yang unik dari informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Sifat naturalistik menghindari pengambilan sampel acak (random sampling), yang menekan kemungkinan munculnya kasus menyimpang. Pilihan sampel secara porposive atau teoretik ini, karena sejumlah hal yang dicari dapat dipilih pada kasus-kasus ekstrim, sehingga hal-hal yang dicari tersebut tampil menonjol dan lebih mudah digali maknanya.

Berikut prosedur penelitian natrualistic inquiry yang dikemukan oleh Lincoln dan Guba (1985: 226-248), yaitu:

1. Menentukan fokus penelitian, 2. Menentukan Paradigma peneltian,

3. menentukan teori yang digunakan untuk memandu penelitian, 4. menentukan dimana dan dari siapa data akan dikumpulkan, 5. menentukan urutan dan tahap-tahap penelitian,

6. menentukan instrumen,

7. merencanakan pengumpulan data dan teknik recording,

8. menentukan prosedur analisis data, dan


(44)

D.

Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan (Nasution, 1996; 126). Peneliti melakukan analisis data dengan mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. Menurut Irawan (1999: 108), metode penelitian naturalitic inquiry menggunakan metode induktif. Secara sederhana pengertian metode induktif ini adalah metode pengambilan kesimpulan yang dimulai dari pemahaman terhadap kasus-kasus khusus ke dalam bentuk kesimpulan umum. Sifat naturalistik lebih menyukai analisis induktif daripada deduktif, karena dengan cara tersebut konteksnya akan lebih mudah dideskripsikan.

Sifat naturalistik memiliki kriteria keterpercayaan sesuai dengan karakteristiknya sendiri. Khusus metodologi positivistik membedakan empat kriteria keterpercayaannya berupa validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas dan obyektivitas. Dalam naturalistik keempatnya diganti oleh Guba sebagaimana dikutip Muhadjir (1998: 126-130) dengan istilah kredibilitas, transferbilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas.

1. Kredibilitas

Menurut Moleong (2006: 324), pada dasarnya kredibilitas menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kredibilitas berfungsi: pertama,


(45)

melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai. Kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Ada beberapa yang dipakai naturalis untuk menguji kredibilitas suatu studi, yaitu: a) Menguji terpercayanya temuan

Dalam hal ini dapat dilakukan dengan cara memperpanjang waktu tinggal bersama mereka, observasi lebih tekun, dan menguji secara triangulasi. Pemahaman mengenai informan sudah dilakukan peneliti semenjak mereka masih semester satu dan baik angkatan 2008 maupun angkatan 2006 pernah peneliti ajar pada mata kuliah Pengantar ilmu Sosial, Studi Masyarakat Indonesia, Sejarah Lokal, dan Pengantar Antropologi. Dengan demikian, peneliti sudah akrab dan mengenal informan. Selain itu, observasi yang awalnya direncanakan dilakukan setengah semester diperpanjang menjadi satu semester.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Untuk mekanisme yang triangulasi, Denzin (1978) menyarankan empat modus triangulasi, yakni: menggunakan sumber ganda, metode ganda, peneliti ganda dan teori yang berbeda-beda. Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti antara lain dilakukan dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, kuisioner dan analisis dokumen; (2) membandingkan apa yang dikatakan secara tertulis (pada kuisioner dan tugas) dengan apa yang dikatakan secara lisan pada saat wawancara; (3) menanyakan proses pengkajian novel pada saat


(46)

wawancara dengan perwakilan kelompok dan membandingkannya dengan apa yang tertulis di dokumen.

b) Pertemuan pengarahan dengan kelompok peneliti untuk mengatasi bias

Menurut Moleong (2006: 332), teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi dengan rekan-rekan sejawat. Hal ini dipandang penting karena ia berguna diantaranya untuk mencari kesamaan sudut pandang dalam pembuatan tafsir dan makna. Di samping itu juga bermanfaat guna mengembangkan insiatif, mengembangkan desain dan memperjelas pemikiran para peneliti, membuat peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran, menguji hipotesis kerja yang muncul dari pemikiran peneliti. Hal tersebut dilakukan peneliti dengan mendiskusikannya dengan pembimbing tesis maupun dosen lain seperti Dr. Agus Mulyana, Dr. Dadang Supardan, dan Drs. Syarief Moeis.

c) Menguji kembali data hasil observasi, wawancara, kuisioner, dan analisis dokumen.

2. Transferabilitas, Dependabilitas dan Konfirmabilitas

Istilah transferabilitas (keteralihan) bagi naturalis, merupakan analog dengan generalisasi bagi positivis. Tidak seperti teknik generalisasi/ prediksi yang dinyatakan dalam batas keterpercayaan sekian persen. Sebaliknya, naturalis hanya berani menyajikan hipotesis kerja disertai deskripsi yang terkait pada waktu dan konteks. Menurut Moleong (2006: 324), konsep transferabilitas berarti generalisasi suatu


(47)

penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili populasi itu. Keteralihan menurut Moleong (2006: 337) dapat dilakukan dengan cara uraian rinci (thick description). Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil penelitiannya sehingga uraiannya itu dilakukan seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian diselenggarakan. Sedangkan konsep reliabilitas (positivistik) diistilahkan dependabilitas pada naturalistik. Karena studi dengan paradigma naturalistik memandang bahwa realitas itu terkait erat dengan konteks dan waktu, maka menjadi tidak mungkin melakukan replikasi hasil studi. Selain melalui teknik triangulasi yang telah disebutkan tadi, tampaknya teknik audit juga dapat diterapkan dalam kasus ini. Teknik audit dilakukan baik terhadap proses maupun terhadap hasil keluaran.

Adapun Konfirmabilitas erat kaitannya dengan paradigma naturalistik yang memandang bahwa kebenaran itu bersifat value-bound, terkait pada nilai. Itulah sebabnya, untuk menghindari konotasi yang tidak tepat, aliran naturalistik tidak menggunakan istilah obyektif-subyektif–seperti positivistik-, tetapi konfirmabilitas. Di sinilah bedanya, bagi positivis yang obyektif itu bersifat publik, universal dan tidak memihak; sedangkan yang subyektif itu menjadi mempribadi dan memihak. Di sisi lain, naturalis memandang realitas itu ganda, dalam arti memiliki banyak perspektif, dan erat kaitannya dengan keterikatan pada konteks dan waktu.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.

KESIMPULAN

Pada bagian ini akan diuraikan berbagai temuan dan kesimpulan mengenai ”Telaah Novel dalam Pembelajaran Sejarah (Kajian Analitis Deskriptif Kemampuan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah dalam Mengapresiasi Novel). Masalah yang diangkat dalam tesis ini berkaitan tentang ”bagaimana kemampuan mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah mengapresiasi novel dalam pembelajaran sejarah?”.

Aspek-aspek sejarah yang ditangkap dan dipahami mahasiswa dengan baik berkaitan dengan realitas yang tergambarkan dalam novel, baik itu seting sosial, politik, budaya, dan ekonomi yang digambarkan dalam novel tersebut. Mahasiswa cukup lengkap menguraikan berbagai realitas yang ada dalam novel tersebut meskipun masih miskin dalam hal analisisnya. Sementara itu, mahasiswa masih belum mampu mengungkapkan dengan baik mengenai hubungan antara sejarah dan sastra, kedudukan novel sebagai sumber sejarah, perbedaan fakta dan fiksi dalam novel, perbandingan novel dan buku teks, nilai-nilai yang dianut novelis, dan cara pandangnya terhadap realitas.

Memahami keterkaitan sejarah dan sastra diperlukan agar mahasiswa memahami kedudukan roman atau novel dalam ilmu sejarah dan pemahaman tersebut


(49)

diperlukan sebagai landasan keilmuan pentingnya pengkajian novel sejarah baik sebagai sumber sejarah maupun sumber pembelajaran sejarah. Mengenai novel sebagai sumber sejarah, sebagian besar mahasiswa menganggap novel dapat digunakan sebagai sumber sejarah namun mereka belum dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pemanfaatan novel sebagai sumber sejarah.

Sementara itu mengenai fakta dan fiksi yang terdapat dalam novel, mahasiswa menilai perbedaan antara fakta dan fiksi tidak jelas sehingga sulit mengidentifikasi fakta dan fiksi dengan tegas dalam novel. Kesulitan membedakan fakta dan fiksi dalam novel membuat mahasiswa menilai buku teks lebih banyak membantu dalam memahami sejarah ketimbang novel. Walaupun demikian, sebagian mahasiswa menilai meskipun mereka kesulitan membedakan fakta dan fiksi dalam novel, namun novel banyak membantu untuk lebih memahami sejarah karena menggambarkan semangat zaman dan realitas yang detail.

Dalam persepsi mahasiswa, sebagai media pembelajaran, novel lebih interaktif dibandingkan dengan buku teks. Novel lebih mudah dijiwai karena memperlihatkan unsur pribadi dan emosi yang mewarnai peristiwa sejarah. Novel lebih menyentuh secara emosional dibanding buku teks sehingga mempermudah menyelami pemikiran tokoh sejarah dan peristiwa sejarah. Menurut mereka, novel membuat mereka mampu menempatkan diri dan seperti ikut terlibat kedalam peristiwa sejarah tertentu.

Dalam analisisnya, mahasiswa mampu mengungkapkan seting sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang digambarkan novel disebabkan karena novel


(50)

bersifat deskriptif dan detail dalam menguraikan sesuatu, baik itu tokoh, peristiwa, maupun setiing sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Menurut mereka, dalam novel, kondisi geografis dan kondisi sosial diungkap dengan detail oleh novelis sehingga terkesan riil dan merangsang imajinasi pembaca.

Dari hasil kajian seting sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang dilakukan mahasiswa, ditemukan berbagai konsep dan tema yang dapat juga digunakan dalam pembelajaran sejarah. Konsep-konsep dan tema itu antara lain: konflik, kesenjangan ekonomi, kesenjangan sosial, nasionalisme, budaya feodal, diskriminasi, stratifikasi sosial, diferensiasi sosial, kapitalisme dan liberalisme ekonomi, sistem kekerabatan, perubahan sosial-budaya, mobilitas sosial, masyarakat pedesaan, masyarakat kota, etnosentrisme, adat perkawinan, westernisasi, dan emansipasi.

Mengenai tokoh dalam novel, mahasiswa menilainya sebagian besar adalah tokoh khayalan dan hanya sebagian saja novel yang menggambarkan dan menguraikan tokoh historis. Meskipun demikian, mahasiswa lebih mudah menyelami pemikiran tokoh sejarah dan merasakan suasana zaman dari berbagai hal yang dialami oleh tokoh dalam novel termasuk konflik psikologis yang mereka hadapi. Mahasiswa merasa kesulitan dalam menganalisis nilai-nilai yang dimiliki oleh novelis termasuk cara pandangnya terhadap realitas. Menurut mereka hal tersebut disebabkan karena mereka tidak banyak membaca karya-karya novelis tersebut. Meskipun demikian, novelis-novelis yang populer seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Pramoedya, Abdoel Moeis, dan lainnya dapat mereka analisis karena karya-karyanya mudah didapatkan dan sudah sering mereka baca.


(51)

Sementara itu, aspek-aspek yang ditangkap dan dipahami mahasiswa yang berhubungan dengan pembelajaran sejarah, yaitu mengenai penggunaan novel dalam pembelajaran sejarah, nilai-nilai yang terdapat dalam novel dan relevansinya dalam pembelajaran sejarah. Novel sejarah dapat menyeimbangkan ranah afektif dan kognitif dalam pembelajaran sejarah karena disatu sisi mahasiswa diajarkan untuk kritis terhadap novel, namun disisi lain mereka banyak mendapatkan nilai-nilai yang bermakna dalam hidupnya dan mahasiswa tersentuh unsur emosionalnya ketika mereka menelaah novel.

Sebagian besar mahasiswa menilai bahwa novel sejarah dapat digunakan dalam pembelajaran sejarah. Meskipun demikian, terdapat tiga pendapat mengenai penggunaan novel dalam pembelajaran sejarah baik di perguruan tinggi maupun di sekolah, yaitu yang menganggap penting, kurang penting, dan yang menilai masih lebih penting menggunakan buku teks daripada novel. Selain itu, mahasiswa menilai penggunaan novel dalam pembelajaran lebih baik digunakan untuk tingkat sekolah daripada perguruan tinggi karena pembelajaran sejarah di PT masih lebih memerlukan buku teks. Menurut mahasiswa, pentingnya penggunaan novel baik di sekolah maupun perguruan tinggi tidak lain disebabkan karena kebutuhan akan pembelajaran nilai dan strategi agar pembelajaran sejarah lebih menyenangkan.

Kajian mahasiswa mengenai novel sejarah membuat mereka mulai melihat pentingnya peranan wong cilik dalam sejarah yang selama ini terlupakan. Tokoh-tokoh yang diangkat novel memang biasanya merupakan Tokoh-tokoh dari kalangan masyarakat biasa meskipun sebagian juga mengangkat tokoh historis yang selama ini


(52)

sering dibahas dalam buku teks sejarah. Novel sejarah juga membantu mahasiswa dalam pembentukan historical thinking. Historical thinking berkenaan dengan epistemologi sejarah. Historical thinking yang dapat dilatih pada peserta didik dengan menggunakan novel adalah dalam hal kemampuan menjelaskan peristiwa masa lalu, pemahaman waktu, membantu mengidentifikasi urutan waktu, membantu memahami kontinuitas sejarah dan perubahan, membantu mempertanyakan isi novel dan mengevaluasi bukti sejarah, membantu membandingkan dengan buku teks, membantu memahami perbedaan masyarakat dari faktor sejarah, dan membantu memahami berbagai pengalaman, keyakinan, motif tradisi, harapan dari masyarakat. Namun, dalam pandangan mahasiswa, novel sejarah tidak banyak membantu dalam menginterpretasi sejarah menurut versi sendiri.

Selain itu, novel sejarah membantu mahasiswa meningkatkan historical understanding yang berkenaan dengan pemaknaan terhadap peristiwa sejarah, yaitu mempermudah memahami sejarah, memperoleh nilai-nilai penting dalam kehidupan dalam novel, merasakan dan menghayati para tokoh, aneka konflik dan masalah manusia lainnya. Novel dalam pandangan mahasiswa membantu mereka untuk memahami proses perubahan sosial dalam masyarakat, membantu memahami lebih mendalam diri sendiri, membantu memahami lebih mendalam keluarga sendiri, membantu memahami lebih mendalam sejarah masyarakat dilingkungannya, membantu memahami lebih mendalam sejarah bangsa, membantu seolah-olah mengalami sendiri peristiwa masa lalu, dan novel sejarah membantu mahasiswa untuk memahami kebudayaan masyarakat.


(53)

Kajian novel juga berpengaruh dalam hal pembentukan sikap mahasiswa terutama berkenaan dengan kesadaran bagaimana seharusnya mereka bersikap. Namun, terdapat juga mahasiswa yang menilai novel tidak berpengaruh terhadap pembentukan kerpibadian karena menurut mereka, cara berpikir dan cara bersikap tidak cukup hanya dengan novel dan perlu membaca banyak novel lainnya agar wawasan semakin bertambah. Selain itu, mereka merasa tidak terlalu serius dalam membaca novel karena hanya untuk mengerjakan tugas dan dianggap hanya alat hiburan saja.

Novel dirasakan mahasiswa berpengaruh terdapat pembentukan kerpibadiannya disebabkan karena secara psikologis mereka berada dalam usia mencari identitas dan mahasiswa melihat sosok ideal dari manusia pada diri tokoh-tokoh yang ditampilkan novel (reference group). Selain itu, mahasiswa dalam usia yang secara psikologis sangat dekat dengan dunia percintaan dan dari novel mereka bisa memahami berbagai hal yang berkenaan dengan hal tersebut. Novel banyak memberikan inspirasi dan semangat untuk menjadi manusia yang maju dan berguna bagi orang banyak. Novel juga memberikan keyakinan bahwa hidup adalah perjuangan untuk mewujudkan idealisme dan hidup ini bukan hanya untuk memperjuangkan diri sendiri, namun juga lebih indah jika berjuang untuk orang banyak. Dengan novel, mahasiswa memahami pentingnya menyaring budaya yang datangnya dari luar termasuk dari Barat dan mereka mencoba untuk tidak alergi lagi dengan perbedaan, baik itu perbedaan budaya, ras, maupun agama.


(54)

Novel banyak memberikan manfaat secara intelektual dan emosional. Manfaat secara intelektual antara lain: menambah pengetahuan dan informasi sejarah, melihat dari sisi lain dari sejarah yang tidak terdapat di buku teks, mengembangkan imajinasi, dan memahami semangat zaman, referensi dan sumber sejarah, lebih memahami aspek psikis tokoh sejarah dan masyarakat, pembelajaran lebih menyenangkan, bahan perbandingan dengan buku teks, detil dalam menggambarkan peristiwa sejarah, melatih daya analisis siswa dengan cara membandingkannya dengan isi buku teks, dan menumbuh-kembangkan kreatifitas dan sumber inspirasi. Manfaat secara emosional, antara lain: menghidupkan kembali masa lalu, memahami hakikat berhasil, gagal, dan kekecewaan dalam berbagai peristiwa sejarah, nilai-nilai yang terkandung didalamnya, merangsang minat baca dan meneliti lebih dalam sejarah, menggugah kesadaran akan keunikan sejarah dan larut dalam suasana emosinya

Berkaitan dengan manfaat novel untuk pembelajaran sejarah, mahasiswa mengungkapkannya sebagai berikut: nilai-nilai yang terkandung didalamnya, latar belakang sejarahnya bisa dijadikan sumber pembelajaran, novel mengambarkan suasana dan situasi yang tidak digambarkan oleh buku ajar sejarah dan memudahkan menjelaskan tokoh sejarah, tambahan buku teks dan sumber allternatif informasi sejarah, memahami cara hidup dan pandangan hidup orang lain, bisa dijadikan daya tarik bagi pembelajaran sejarah, sumber bacaan dan merangsang minat baca dan meneliti lebih dalam sejarah, menggugah kesadaran akan keunikan sejarah dan larut dalam suasana emosinya, melatih daya analisis siswa dengan cara


(1)

Esten, M. (1981). Sastra Indonesia dan Tradisi Subkultur. Bandung: Penerbit Angkasa.

Farid, H. (2008). Pramoedya dan Historiografi Indonesia. Dalam buku ”Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Faruk. (2002). Novel-Novel Indonesia Tradisi Balai Pustaka 1920-1942. Yogyakarta: Gama Media.

Foulcher, K. dan Toni, D. (2008). Sastra Indonesia Modern (Kritik Postkolonial). Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Given, B. K. (2002). Brain Based Teaching. Bandung: Kaifa. Gottschalk, L. (1985). Mengerti Sejarah. Jakarta. UI Press Hakam, K. A. (2000). Pendidikan Nilai. Bandung: CV Maulana

Hamka.(1963). Tenggelamnya Kapal Van Der Wijjck. Jakarta. Bulan Bintang

Hasan, S.H. (1996) . Pendidikan Ilmu Sosial . Jakarta: Dirjendikti, Depdikbud Republik Indonesia.

---(1999) “Pendidikan Sejarah Untuk Membangun Manusia Baru Indonesia”, dalam Mimbar Pendidikan, Nomor 2 Tahun XVIII, Bandung IKIP Bandung, hlm.4-11.

Hatley, B. (2008). Postkolonialitas danm Perempuan dalam Sastra Indonesia Modern. Dalam buku Sastra Indonesia Modern (Kritik Postkolonial). Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Herlinatiens. (2006). Koella: Bersamamu dan Terluka. Yogyakarta: Pinus Books Hermawan, S. (2003). Kompleksitas Penggunaan Teks Sastra sebagai sumber Kajian

Sejarah: Catatan dari Kajian Hikayat bandjar J.J.Ras. Makalah tidak dipublikasikan

Hertz, S. K. Using Historical Fiction in The History Classroom. tersedia di

www.yale-new haven.edu[online]. Diakses tanggal 15 April 2009

Hill, W.F. (2009). Theories of Learning (Teori-teori Pembelajaran, Konsepsi, Komparasi, dan Signifikansi). Bandung: Nusa Media.


(2)

Hidayat, Bagja. (2009). Apabila Sejarah Menemukan Wajah. tersedia di

www.ruangbaca.com .[online]. Diakses tanggal 1 Agustus 2010.

Hunter, T. (2008). Indo sebagai Orang Lain. Dalam buku Sastra Indonesia Modern (Kritik Postkolonial). Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Isjoni. (2007). Pembelajaran Sejarah pada Satuan Pendidikan. Alfabeta: Bandung. Ismaun (2005). Filsafat Sejarah: Sebuah Paparan Pengantar. Bandung Historia

Utama Press.

---. (2000). Pengantar Ilmu Sejarah. Modul Jurusan Pendidikan Sejarah UPI Jabrohim (Ed). (2002). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita

Jarolimek, J. (1986). Sosial Studies in Elemetary Eduction. New York (USA): Macmillan Publishing.

Kelana, P. (1983). Ibu Sinder. Jakarta: Sinar Harapan.

---. (1992). Subang Zamrud Nurhayati. Jakarta: Gramedia.

Kelly, D. Using Literature to Teach History: An Eric/ChESS Sample. tersedia di

http://www.oah.org/pubs/magazine/literature/kelly.html.25 Mei 2009. [online]. Diakses tanggal 15 April 2009

Kartodirdjo, S. (1992) Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta: Gramedia.

---. (1982). Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia. Jakarta: Gramedia

Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. ---. (2005). Metodologi Sejarah. Yogyakarta. PT Tiara Wacana ---. (2008). Penjelasan Sejarah. Yogyakarta. PT Tiara Wacana

Levstik, Linda S and Keith C. (1997). Doing History. New Jersey (USA): Lawrence Publisher


(3)

Lindquist, T. (2008). Why and How I Teach with Historical Fiction. tersedia di http

www.teacher.scholastic.com [online]. Diakses tanggal 15 April 2009.

Lincoln, Y.S. & E.G. Guba. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Sage Publications

Mahayana, M.S. (2009). Fakta Dan Fiksi : Pertalian Sastra Dan Sejarah. Tersedia di http mahayana-mahadewa.com. [online]. Diakses tanggal 1 Agustus 2010. Maier, H. (2008) Suara Gagap dan Pintu yang Berderit (Tulisan Pramoedya dalam

Bahasa Melayu). Dalam buku Sastra Indonesia Modern (Kritik Postkolonial). Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Mangunwijaya, J.B. (1994). Roro Mendut. Gramedia. Jakarta.

Marjohan.(2009). School Healing (Menyembuhkan Problem Sekolah). Yogyakarta: Pustaka Iman Madani.

Massofa. (2009). Aliran Sastra. tersedia di http. massofa.wordpress.com. [online].

Diakses tanggal 1 Agustus 2010.

Miles, M.B. dan A.M.l Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Moeis, A. (1984). Robert Anak Surapati. Jakarta: PT Balai Pustaka

Moleong, L. J. (2006). Metode penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda

Muhammad, R. (2008). Sastra dan Sejarah. tersedia di http.

www.pawonsastra.blogspot.com. [online]. Diakses tanggal 15 April 2009. Muhadjir, N. (1998). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Nasution, S. (1996) . Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif . Bandung:

Tarsito.

Prayitno. (1984). Nilai dan pendidikan. Kertas kerja Seminar Pendidikan Nilai, anjuran Pusat Kurikulum dan Sarana Pendidikan, Balitbang Dikbud.

Purwanto. (2006). Gagalnya Historiografi Indonesia Sentris. Yogyakarta: Penerbit Ombak


(4)

Ratna, N.K. (2008). Postkolonialisme Indonesia Relevansi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Respati, T. (2009). Sejarah: Sekilas Pandang. Tersedia di http. tedirespati.blogspot.com.

[online]. Diakses tanggal 1 Agustus 2010.

Robertson, I. (2009). Misteri Pikiran Manusia. Yogyakarta: Gerailmu.

Rusyana, R. (1984. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung:Diponogoro.

Salam, A. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Program Pasca Sarjana UNM, Makassar

Said, E. (2001). Orientalisme. Bandung: Penerbit Putaka

Sarup, M. (2008). Postrukturalisme dan Posmodernisme. Bandung. Jalasutra. Samekto. (1998). Ikhtisar Sejarah Kesusasteraan Inggris. Jakarta: Daya Widya Segers, R. (2000). Evaluasi Teks Sastra, Sebuah Penelitian Eksperimental

Berdasarkan Teori Semiotik dan Estetika Resepsi. Yogyakarta: Adicita. Sharma, S.K. (2008). Teaching of History. Lotus Press (New Delhi, India) Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak

---. (2008). Pembelajaran Sejarah: Refleksi dan Prospek. Dalam Sejarah Sebuah Penilaian (Refleksi 70 Tahun Prof. Dr. H.Asmawi Zainul, M.Ed. Jurdik Sejarah UPI: Bandung.

Soedarso. (2006). Speed Reading: Sistem membaca cepat dan Efektif. Gramedia Pustaka Utama (Jakarta).

Sugito, Z.R. (2008). Mistifikasi Novel Sejarah. Harian Jawa Pos tanggal 18 Mei 2008. Suharno. (2009). Membudayakan Penulisan Novel Sejarah. Tersedia di http. staff.undip.ac.id.

[online]. Diakses tanggal 1 Agustus 2010.

Sumantri, E. dan Sofyan, S. (2007). Pendidikan nilai Kontemporer. Bandung: Citra Praya.


(5)

---. (2004). Pembelajaran Sejarah Berbasis Pendekatan Multikultural dan Perpektif Sejarah Lokal, Nasional, Global Untuk Integrasi Bangsa. (Studi Kuasi Eksperimental Terhadap Siswa SMU di Kota Bandung). Desertasi Doktoral Sekolah Pascasajana UPI: Tidak dipublikasikan

Suprayogo, I. dan Tobroni. (2001). Metodologi Penelitian sosial Agama. Bandung Rosdakarya

Supriatna, N. (2007). Rekontruksi Pembelajaran Sejarah Kritis. Historia Utama Press. Bandung.

---. (2000). Pengajaran Sejarah Yang Konstruktivistik . Historia; Jurnal Pendidikan Sejarah 11 (3).

Surur, M. Mengais Realitas dalam Novel Sejarah. Harian Jawa Pos tanggal 30 Maret 2008.

Sutherland, H. (2008) Meneliti Sejarah Penulisan Sejarah. Dalam Nordholt (Ed). Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta. Yayasan obor

Sutikno, M.S. (2007). Pendidikan Sekarang dan Masa Depan (Suatu Reflekasi untuk Mewujudkan Pendidikan yang Bermakna. NTP Press: Mataram.

Tadjudin, M. (2004). Kumpulan Terjemahan Karya Sastra Rusia. Bandung: PT Alumni

Tarigan, H.G. (1995). Dasar-Dasar Psikosastra. Bandung; Angkasa.

Tickell, P. (2008). Cinta di Masa Kolonialisme (Ras dan Percintaan dalam Sebuah Novel Indonesia Awal) Dalam buku Sastra Indonesia Modern (Kritik Postkolonial). Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Toer, P.A. (2001). Bumi Manusia. Hastra Mitra ---. (1996). Anak Semua Bangsa. Hastra Mitra ---. (1999). Arok Dedes. Hastra Mitra.

---. (2003). Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia. Jakarta: Lentera Dipantara Weiner, R.G. (2001). History: Teaching and Methode. Texas Tech University

White, H. (1985). Metahistory: The Historical Imagination In nineteenth-Centrury Europe. London: The Jhon Hopkins University Press


(6)

Wineburg, S. (2006). Berpikir Historis: Memetakan Masa Depan, Mengajarkan Masa Lalu. Jakarta: Yaysan Obor Indonesia.

Winkel, W.S. (1987). Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Gramedia.

Wiriaatmadja, R. (2002). Pendidikan Sejarah, Sikap kebangsaan, identitas nasional, sejarah lokal, masyarakat multikulktural. Historia Utama Press: Bandung. ---. (2009). Sastra dalam Pembelajaran Sejarah. Makalah.