Pembelajaran Matematika Dengan Metode Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Dasar (Studi Kuasi Eksperimen pada Siswa Kelas V SDN dalam Gugus 1 di Kecamatan Rokan IV Koto Kabupaten Rokan Hul
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Definisi Operasional ... 8
F. Hipotesis Penelitian ... 9
G. Metode Penelitian ... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika ... 11
B. Metode Penemuan Terbimbing ... 17
C. Pemahaman Konsep ... 22
D. Kemampuan Penalaran Matematik ... 26
E. Teori Belajar yang Berkaitan dengan Pembelajaran Metode Penemuan Terbimbing 29 F. Pembelajaran Konvensional ... 32
G. Sikap Siswa terhadap Matematika ... 34
H. Penelitian yang Relevan... 36
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 40
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 42
C. Waktu dan Tahap Penelitian ... 48
D. Instrumen Penelitian ... 50
E. Pengembangan Bahan Ajar ... 56
F. Teknik Pengumpulan Data... 57
G. Teknik Pengolahan Data ... 57
H. Teknik Analisis Data ... 60
I. Prosedur Penelitian ... 60 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
(2)
B. Hasil Penelitian ... 79 C. Temuan dan Pembahasan... 111 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 129 B. Saran... ... 130
DAFTAR PUSTAKA ... 133 LAMPIRAN
A. Alat Pengumpul Data B. Data Penelitian C. Foto-foto Penelitian D. Surat-surat
(3)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan sarana yang penting untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan intelektual. Matematika juga merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi pada masa mendatang diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Sehingga mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan-kemampuan yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan pendidikan matematika secara nasional menggambarkan pentingnya pelajaran matematika mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah sebagaimana tercantum dalam kurikulum 2006 yaitu: (1). Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah; (2). Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3). Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4). Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; (5). Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
(4)
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006).
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian kegiatan guru dan siswa atas dasar timbal balik yang berlangsung secara edukatif. Interaksi atau hubungan timbal balik antar guru dan siswa merupakan cara utama untuk kelangsungan proses pembelajaran. Perubahan tingkah laku siswa dapat dilihat pada proses akhir pembelajaran yang mengarah pada hasil belajar siswa dan tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses pembelajaran (Sudjana, 2005).
Pembelajaran matematika di sekolah dasar merupakan dasar bagi penerapan konsep matematika pada jenjang selanjutnya. Oleh karena itu, pembelajaran matematika di sekolah dasar perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Hal ini penting sebab hasil-hasil penelitian masih menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di sekolah dasar masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran matematika pada pendidikan formal di Indonesia dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap dan pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran matematika. Beberapa indikator seperti International Mathematical Olympiad (IMO) misalnya masih menunjukkan hasil yang jauh dari menggembirakan (Siregar, 2009), kemudian berdasarkan laporan Terends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2000 (Siregar, 2006), Indonesia berada pada peringkat ke-34 dari
(5)
38 negara dalam kontes matematika pada tingkat internasional. Hal ini dapat dilihat juga dari rata-rata hasil belajar matematika siswa yang senantiasa masih rendah dibandingkan dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran yang lain . Data yang diperoleh dari UPTD Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kecamatan Rokan IV Koto tahun ajaran 2008/2009 menunjukkan bahwa hasil belajar matematika rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) dimana rata-rata hasil belajar matematika untuk SDN di Kecamatan Rokan IV Koto adalah 6,00, berada di urutan terakhir dari ketiga mata pelajaran yang diujikan. Hal ini merupakan indikator yang menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa masih rendah.
Agar hasil belajar siswa meningkat perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran. Menurut Ruseffendi (2006: 328), selama ini matematika yang dipelajari siswa di sekolah diperoleh melalui pemberitahuan (dengan cara ceramah/ekspositori), bacaan, meniru, melihat, mengamati dan sebagainya, bukan diperoleh melalui penemuan. Hal ini menyebabkan terjadinya berbagai kesalahan yang dilakukan siswa. Salah satu kesalahan siswa adalah siswa lupa (keliru) menggunakan rumus yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah. Lebih lanjut kesalahan disebabkan karena kecenderungan siswa yang hanya menghapal rumus, bukan memahami bagaimana rumus itu terjadi, sehingga apa yang dipelajarinya mudah terlupakan. Hal ini berarti bahwa belajar siswa tidak bermakna, karena tidak didasarkan pada pembelajaran yang baik.
Herman (2004: 37) mengatakan, bahwa pemahaman dalam kegiatan pembelajaran matematika sudah sejak lama menjadi isu penting dan esensinya
(6)
tidak akan pernah berhenti untuk dibicarakan. Hal ini karena memang matematika adalah ilmu yang tersusun dari konsep-konsep yang abstrak, hierarkis dan saling terkait. Jika siswa telah memahami konsep, maka untuk mempelajari konsep selanjutnya siswa akan merasa lebih mudah. Namun jika siswa tidak memahami satu konsep saja, maka akan menjadikan siswa kesulitan dalam memahami konsep yang lain.
Lebih lanjut, Herman (2004: 39) menyatakan bahwa terdapat sejumlah konsekuensi sebagai dampak dari proses mental yang terjadi apabila pembelajaran difokuskan pada pemahaman dan pemaknaan. Konsekuensi tersebut adalah menyokong daya ingat, mengurangi jumlah yang harus diingat, meningkatkan transfer, mempengaruhi beliefs siswa terhadap matematika.
Selain pemahaman, kemampuan lain yang cukup penting agar siswa merasa lebih mudah mempelajari matematika adalah penalaran. Penalaran merupakan sebuah kemampuan yang meliputi: (1) kemampuan menemukan penyelesaian masalah, (2) kemampuan menarik kesimpulan deduktif, dan (3) kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan antara benda-benda dan ide-ide, kemudian mempergunakan hubungan itu untuk memperoleh benda-benda atau ide-ide lain. Penelitian yang dilakukan Wahyudin (1999) menunjukkan bahwa kemampuan penalaran merupakan salah satu kelemahan siswa dalam menyelesaikan persoalan atau soal-soal matematik.
Mengingat pentingnya pemahaman konsep dan kemampuan penalaran bagi siswa dalam mempelajari matematika, maka guru harus menentukan metode pembelajaran yang tepat sehingga dapat mempermudah siswa memahami konsep
(7)
matematika dan mengembangkan kemampuan penalaran matematiknya. Pembelajaran tersebut harus membudayakan siswa untuk membuat pengertian melalui penemuan, siswa dapat belajar dengan pengertian agar konsep dan rumus yang dipelajari dapat dimengerti oleh siswa dan dapat bertahan lama dalam ingatannya. Salah satu metode yang bisa dilakukan adalah dengan menerapkan metode penemuan (discovery learning).
Pembelajaran dengan metode penemuan merupakan salah satu cara untuk menyampaikan ide/gagasan dengan proses menemukan. Dalam proses ini siswa berusaha sendiri menemukan konsep atau rumus dan semacamnya dengan bimbingan guru. Karena siswa sendiri yang menemukan konsep, rumus dan semacamnya tentu siswa akan lebih memahami, ingat lebih lama sehingga tidak akan lupa (keliru) dalam menetapkan rumus yang akan digunakan dalam menyelesaikan soal.
Metode penemuan adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Pada metode penemuan, bentuk akhir dari yang akan ditemukan itu tidak diketahuinya (Ruseffendi, 2006: 329).
Metode penemuan merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa, sehingga dalam pelaksanaannya tentu akan memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan metode ekspositori. Kemampuan siswa akan sangat mempengaruhi lamanya waktu yang dibutuhkan. Untuk mengurangi masalah ini Ruseffendi (2006: 329) menyarankan agar pembelajaran penemuan dibawakan
(8)
melalui sedikit ekspositori dan dilakukan dalam bentuk kerja kelompok. Di samping itu, proses penemuan tersebut juga dilakukan dengan diiringi petunjuk-petunjuk atau bimbingan dari guru yang selanjutnya disebut metode penemuan terbimbing.
Studi ini akan meneliti pembelajaran matematika dengan menggunakan metode penemuan terbimbing untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka secara umum dapat dirumuskan pokok permasalahan penelitian sebagai berikut: Apakah pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa sekolah dasar? Rumusan masalah di atas dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa sekolah dasar?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
(9)
3. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematik antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
4. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menelaah apakah pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa sekolah dasar.
2. Menelaah apakah terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
3. Menelaah apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematik antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 4. Mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
metode penemuan terbimbing.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan dapat atau tidaknya pembelajaran matematika dengan metode penemuan
(10)
terbimbing dalam mengembangkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa sekolah dasar sehingga dapat dijadikan acuan bagi guru dalam mengembangkan kemampuan lainnya yang erat kaitannya dengan pembelajaran matematika. Memberikan gambaran tingkat pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:
1. Metode penemuan terbimbing adalah metode yang mengatur pembelajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahui dengan bantuan dan bimbingan dari guru. Langkah-langkah metode penemuan terbimbing yang digunakan dalam penelitian ini adalah langkah-langkah dari Ibrahim dan Nur (2000: 13) yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa dalam belajar, (3) membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, (4) menyajikan/mempresentasikan hasil kegiatan, (5) mengevaluasi kegiatan.
2. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami arti/konsep, situasi serta fakta yang diketahui, serta dapat menjelaskan dengan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya dengan tidak mengubah arti. Pemahaman konsep yang dimaksud penulis dalam penelitian ini meliputi kemampuan menyatakan ulang konsep yang telah
(11)
dipelajari, menerapkan konsep secara algoritma, merumuskan strategi penyelesaian, melakukan perhitungan sederhana, mengubah suatu bentuk ke bentuk lain yang berkaitan dengan bangun ruang, serta mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi tidaknya persyaratan membentuk konsep tersebut.
3. Kemampuan penalaran matematik adalah kemampuan siswa dalam mengemukakan argumen logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Kemampuan penalaran matematik yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi kemampuan memperkirakan jawaban dan proses solusi serta kemampuan menyusun argumen yang valid.
4. Sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing adalah kecenderungan siswa untuk merespon positif atau negatif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing.
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka hipotesis penelitiannya adalah:
1. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematik antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.
(12)
Untuk kepentingan penelitian ini, maka kedua hipotesis tersebut selanjutnya diuji dan dianalisis menggunakan statistik. Berdasarkan perhitungan statistik ini, selanjutnya dilakukan analisis dan pembahasan lebih lanjut, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih bermakna dan rinci.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol pretes-postes. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua kategori yaitu instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes meliputi pretes dan postes untuk pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik, sedangkan instrumen non tes meliputi angket skala sikap, lembar observasi, dan pedoman wawancara.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rokan IV Koto Kabupaten Rokan Hulu, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN dalam Gugus 1 di Kecamatan Rokan IV Koto Kabupaten Rokan Hulu yang masing-masing mewakili kualifikasi sekolah rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan kualifikasi sekolah dilakukan berdasarkan nilai akreditasi sekolah dan nilai UASBN mata pelajaran matematika tahun 2009.
(13)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada penelitian ini ada dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dan kelompok kontrol melakukan pembelajaran konvensional. Kedua kelompok diberikan pretes dan postes, dengan menggunakan instrumen tes yang sama. Sudjana dan Ibrahim (2009: 44) menyatakan bahwa penelitian kuasi eksperimen adalah suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dalam kondisi yang tidak terkontrol secara ketat atau penuh, pengontrolan disesuaikan dengan kondisi yang ada (situasional). Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tidak bebas. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing, sedangkan variabel tidak bebasnya yaitu pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran tentang pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretes-postes kelompok kontrol tanpa acak (Sudjana dan Ibrahim, 2009) dengan rancangan seperti pada Tabel 3.1 berikut:
(14)
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelompok Pretes Perlakuan Postes
E O1 X O2
C O1 O2
Ket: O1 = Pretes dan O2 = Postes (tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik)
X = Pembelajaran matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:
1. Tanpa acak dipilih dua kelompok dari subjek penelitian yang tersedia, yaitu dari masing-masing kualifikasi sekolah 2 kelas, selanjutnya subjek yang terpilih masing-masing sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. 2. Memberikan pelatihan kepada guru tentang metode penemuan terbimbing,
dan membuat kesepakatan bahwa pembelajaran dilaksanakan oleh guru yang bersangkutan, peneliti bertugas sebagai observer dan partner guru, dan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan. Pelatihan dilaksanakan tanggal 17 sampai dengan 22 Maret 2010.
3. Setiap kelompok diberikan pretes kemudian menentukan nilai rerata dan simpangan baku dari tiap-tiap kelompok untuk mengetahui kesamaan tingkat penguasaan kedua kelompok terhadap pemahaman konsep dan penalaran matematik.
4. Memberikan perlakuan kepada tiap-tiap kelompok, perlakuan yang diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing sedangkan kepada kelompok kontrol diberikan perlakuan dengan pembelajaran konvensional.
(15)
5. Kemudian kepada setiap kelompok diberikan postes/tes akhir untuk mengetahui pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik. 6. Menggunakan uji t, untuk mengetahui perbedaan peningkatan pemahaman
konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa antara yang menggunakan pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dengan yang menggunakan pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang terletak di pulau Sumatera. Provinsi Riau memiliki luas area sebesar 8.915.015,09 Hektar. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai dengan Selat Malaka, terletak antara 01o05'00’’ Lintang Selatan sampai 02o25'00’’ Lintang Utara atau antara 100o00'00’’ Bujur Timur sampai 105o05'00’’ Bujur Timur. Provinsi Riau memiliki sumber daya alam yang melimpah, dalam bumi terkandung minyak, nikel dan batu bara sedangkan di alam terbuka terdapat kebun kelapa, kelapa sawit dan karet. Namun sumber daya alam yang tersedia belum dapat dikelola dengan maksimal. Salah satu penyebab kurangnya sumber daya manusia tersebut adalah kurangnya tenaga pengajar yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang keahliannya. Hal ini mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut dengan membuat kebijakan untuk mengirimkan siswa-siswa terbaik dan guru-guru
(16)
berprestasi untuk me dalam dan luar negeri
Secara geogra dilaksanakan termasu terdiri atas 16 Keca Rokan IV Koto deng sekitar ± 300 km dar IV Koto ini dilakuk Metode Penemuan T Kemampuan Penalara
melanjutkan pendidikan ke berbagai perguruan eri.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian grafis, Kabupaten Rokan Hulu tempat di man
suk ke dalam wilayah Provinsi Riau. Kabupat camatan, salah satu Kecamatan tersebut ada engan Ibu Kota Kecamatan berada di Rokan.
ari Pekanbaru, Ibu Kota Propinsi Riau. Di Ke ukan penelitian tentang “Pembelajaran Mate Terbimbing untuk Meningkatkan Pemahama aran Matematik Siswa Sekolah Dasar”.
uan tinggi terbaik
ana penelitian ini paten Rokan Hulu adalah Kecamatan an. Rokan terletak Kecamatan Rokan atematika dengan man Konsep dan
(17)
2. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri (SDN) dalam gugus 1 di Kecamatan Rokan IV Koto. Dari sebanyak 28 sekolah, terlebih dahulu digolongkan sekolah ke dalam tiga kategori, yaitu sekolah dengan kualifikasi rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan urutan hasil perolehan nilai rata-rata matematika UASBN tahun 2009 dan nilai akreditasi dari masing-masing sekolah. Dari setiap kualifikasi dipilih satu atau dua sekolah, yaitu: SDN C yang mewakili sekolah kualifikasi rendah dengan nilai rata-rata 4,44 dan terakreditasi C; SDN B dan SDN Bk yang mewakili sekolah kualifikasi sedang dengan nilai rata-rata 5,17 dan 5,21 serta terakreditasi C untuk masing-masing sekolah; SDN A dan SDN Ak yang mewakili sekolah kualifikasi tinggi dengan nilai rata-rata 6,97 dan 6,35 serta terakreditasi C dan B (UPTD Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kecamatan Rokan IV Koto).
Dari kelima sekolah tersebut ditentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah SDN C kelas V-B (sekolah kualifikasi rendah), SDN B (sekolah kualifikasi sedang), dan SDN A (sekolah kualifikasi tinggi). Sedangkan kelompok kontrol adalah SDN C kelas V-A (sekolah kualifikasi rendah), SDN Bk (sekolah kualifikasi sedang), dan SDN Ak (sekolah kualifikasi tinggi).
SDN C beralamat di desa Rokan Koto Ruang. Nomor Induk Statistik sekolahnya 101140704009. Sekolah ini mempunyai rombongan belajar sebanyak 9 kelas, kelas 1, 2 dan 5 terdiri atas 2 rombongan belajar (A dan B), kelas 3, 4 dan 6 terdiri atas 1 rombongan belajar dengan jumlah siswa setiap kelasnya rata-rata
(18)
19 orang. Pada sekolah ini diambil dua kelas penelitian, yaitu kelas V-B sebagai kelas eksperimen berjumlah 15 orang siswa (8 siswa laki-laki dan 7 siswa perempuan) dan kelas V-A sebagai kelas kontrol berjumlah 16 orang siswa (7 siswa laki-laki dan 9 siswa perempuan). Kedua kelas ini memiliki siswa dengan karakteristik yang relatif sama, baik dari segi kemampuan (rendah), latar belakang orang tua (petani, pedagang, Pegawai Negeri Sipil) maupun jenis kelamin (jumlah siswa laki-laki dan perempuan). Proses belajar mengajar dilaksanakan pada pagi hari. Semua ruang kelas SD dalam kondisi baik. Sekolah ini dipimpin oleh Kepala Sekolah bergelar sarjana pendidikan. Proses belajar mengajar dilaksanakan oleh guru yang semuanya berjumlah 16 orang guru kelas dan guru bidang studi (Pend. Agama, Olah Raga, Bahasa Inggris). Pendidikan terakhir dari guru-guru belum semuanya sarjana. Hanya 2 orang yang sudah menamatkan pendidikan sarjananya, 14 orang tamatan D2 PGSD. Untuk guru yang mengajar di kelas VA lulusan D2 PGSD dan kelas VB juga lulusan D2 PGSD.
SDN B beralamat di Jalan Ranah Piang Rokan. Nomor Induk Statistik sekolahnya 101140602022. Sekolah ini mempunyai rombongan belajar sebanyak 6 kelas, dengan jumlah siswa setiap kelasnya rata-rata 10 orang. Pada sekolah ini diambil satu kelas penelitian sebagai kelas eksperimen yaitu kelas V dengan jumlah siswa sebanyak 9 orang (4 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan). Siswa pada kelas ini memiliki kemampuan yang tergolong ke dalam kategori sedang dan berasal dari keluarga petani, pedagang dan Pegawai Negeri Sipil. Proses belajar mengajar dilaksanakan pada pagi hari. Semua ruang kelas dalam kondisi sedang. Sekolah ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah bergelar Sarjana Pendidikan.
(19)
Proses belajar mengajar dilaksanakan oleh guru yang semuanya berjumlah 14 orang guru kelas dan guru bidang studi (Pend. Agama, Olah Raga, Bhs Inggris). Pendidikan terakhir dari guru-guru belum semuanya sarjana. Hanya 3 orang yang sudah menyelesaikan pendidikan sarjananya (kepala sekolah dan 2 orang Guru), dan 8 orang tamatan D2 PGSD, 2 orang tamatan PGA, dan 1 orang tamatan SGO. Guru yang mengajar di kelas V tamatan D2 PGSD.
SDN Bk beralamat di Jalan Ujung Batu-Rokan Dusun Pasir Rambah Desa Rokan Timur Kecamatan Rokan IV Koto. Nomor induk sekolahnya 101140602012. Sekolah ini mempunyai rombongan belajar sebanyak 6 kelas, kelas V yang dijadikan sebagai kelas kontrol terdiri dari satu rombongan belajar, dengan jumlah siswa 5 orang (3 siswa laki-laki dan 2 siswa perempuan). Siswa pada kelas ini memiliki kemampuan dengan kategori sedang dan memiliki latar belakang orang tua sebagai petani, pedagang dan Pegawai Negeri Sipil. Proses belajar mengajar dilaksanakan pada pagi hari. Semua ruang kelas dalam kondisi baik. Sekolah ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah bergelar Magister Pendidikan. Proses belajar mengajar dilaksanakan oleh 12 orang guru kelas dan guru bidang studi (Pend. Agama, Olah Raga, Bahasa Inggris). Pendidikan terakhir dari guru-guru belum semuanya sarjana. Terdapat 1 orang tamatan S2 (Kepala Sekolah), 2 orang guru tamatan S1, 5 orang tamatan D2 PGSD, dan 4 orang tamatan SMA. Guru yang mengajar di kelas V hanya tamatan SMA.
SDN A beralamat di Jalan Sutan Panglimo Dalam Kelurahan Rokan. Nomor Induk Statistik sekolah 101140602001. Sekolah ini mempunyai rombongan belajar sebanyak 8 kelas, kelas 1 dan 3 terdiri atas 2 rombongan
(20)
belajar (A dan B), dan kelas 2, 4, 5 dan 6 yang masing-masing terdiri atas 1 rombongan belajar dengan jumlah siswa setiap kelasnya rata-rata 20 orang, untuk kelas V yang dijadikan sebagai kelas eksperimen sebanyak 22 orang (12 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan). Siswa pada kelas ini memiliki kemampuan yang dikategorikan tinggi dengan latar belakang orangtua sebagai Pegawai Negeri Sipil, pedagang dan petani. Proses belajar mengajar dilaksanakan pada pagi hari. Semua ruang kelas dalam kondisi baik. Sekolah ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah bergelar sarjana pendidikan. Proses belajar mengajar dilaksanakan oleh guru yang semuanya berjumlah 8 orang guru kelas, 8 orang guru bidang studi (Pend. Agama, Olah Raga, Bhs Inggris). Pendidikan terakhir dari guru-guru belum semuanya sarjana. Hanya 5 orang yang sudah menamatkan pendidikan sarjananya (kepala sekolah dan 4 orang Guru), 12 orang tamatan D2 PGSD. Untuk guru yang mengajar di kelas V, menyelesaikan studi pendidikan sarjananya di Universitas Terbuka, lulus tahun 2007. Sekarang ia sedang melanjutkan studi S2 jurusan Teknologi Pendidikan di Universitas Riau.
SDN Ak beralamat di Lubuk Bendahara Timur. Nomor Induk Statistik sekolah 101140602004. Sekolah ini mempunyai rombongan belajar sebanyak 7 kelas dengan jumlah siswa setiap kelasnya rata-rata 24 orang, untuk kelas V yang dijadikan sebagai kelas kontrol sebanyak 25 orang (14 siswa laki-laki dan 11 siswa perempuan). Siswa pada kelas ini memiliki kemampuan yang tergolong ke dalam kategori tinggi dan berasal dari keluarga Pegawai Negeri Sipil, pedagang dan petani. Proses belajar mengajar dilaksanakan pada pagi hari. Semua ruang kelas dalam kondisi baik. Sekolah ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah
(21)
bergelar sarjana pendidikan. Proses belajar mengajar dilaksanakan oleh guru yang semuanya berjumlah 11 orang. Pendidikan terakhir dari guru-guru belum semuanya sarjana. Hanya 2 orang yang sudah menamatkan pendidikan sarjananya (kepala sekolah dan 1 orang Guru), 7 orang tamatan D2 PGSD, 2 orang tamatan SMA. Untuk guru yang mengajar di kelas V, menyelesaikan studi pendidikan sarjananya di D2 PGSD.
C. Waktu dan Tahap Penelitian a. Waktu Penelitian
Penelitian mulai dari perencanaan (pembuatan proposal) hingga penyelesaian laporan penelitian (tesis) dilakukan mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Adapun pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas eksperimen dengan metode penemuan terbimbing dan di kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional dilakukan mulai tanggal 24 Maret 2010 hingga tanggal 21 April 2010.
b. Tahap Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap kegiatan yaitu: tahap persiapan penelitian, tahap penelitian, dan tahap analisis data.
1. Tahap Persiapan Penelitian
Tahap ini diawali dengan kegiatan studi kepustakaan mengenai pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing, pemahaman konsep, dan kemampuan penalaran matematik siswa. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun instrumen penelitian yang disertai dengan proses bimbingan
(22)
dengan dosen pembimbing, mengujicoba instrumen penelitian, mengolah data hasil ujicoba, membuat rencana pembelajaran untuk kelompok eksperimen dan menentukan sekolah tempat penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan memberikan pretes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dalam pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik. Setelah pretes dilakukan, dilanjutkan dengan melaksanakan pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing 6 kali pertemuan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional di kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen, selama pembelajaran berlangsung dilaksanakan observasi, bertindak sebagai observer adalah peneliti.
Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan postes pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Postes bertujuan untuk mengetahui besarnya peningkatan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa. Selain postes kepada siswa kelompok eksperimen diberikan angket skala sikap serta dilakukan wawancara kepada guru dan siswa.
3. Tahap Analisis Data
Data-data yang diperoleh selama penelitian dianalisis hingga diperoleh suatu kesimpulan. Teknik analisis data statistik yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis.
(23)
D. Instrumen Penelitian
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, digunakan empat macam instrumen, yang terdiri dari: (a) soal tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik (b) lembar observasi siswa dan guru, (c) angket skala sikap, dan (d) pedoman wawancara untuk mengetahui respon siswa dan guru terhadap metode penemuan terbimbing. Instrumen ini dikembangkan melalui beberapa tahap, yaitu: tahap pembuatan instrumen, tahap penyaringan dan tahap ujicoba instrumen (untuk tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik). Sebelum soal diujicobakan, peneliti mendiskusikan terlebih dahulu dengan rekan-rekan S2 angkatan 2008, mahasiswa matematika S3 dan guru matematika kelas VI SDN 6 Cibogo Bandung, kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Pada awalnya instrumen tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik diujicobakan secara terbatas kepada 5 orang siswa kelas 6 SD. Naskah tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik yang diujicobakan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.2 Kemudian hasilnya dianalisis menggunakan Anates Versi 4.0.5. Namun berdasarkan hasil analisis tersebut masih terdapat 2 butir soal yang belum valid, yaitu butir soal nomor 1 dan 2. Hal ini dikarenakan redaksi soal yang belum bisa dimengerti oleh siswa. Setelah itu penulis kembali mendiskusikan hal tersebut dengan dosen pembimbing dan sepakat untuk tetap menggunakan keseluruhan soal tes dengan mengubah redaksi soal terlebih dahulu. Naskah tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik setelah direvisi dapat dilihat pada Lampiran 3.3 dan Lampiran 3.4. Selanjutnya instrumen tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran
(24)
matematik diujicobakan di luar kelas subjek penelitian. Kelas yang menjadi tempat ujicoba instrumen yaitu kelas VI SDN 6 Cibogo Bandung, karena materi tersebut belum diajarkan di kelas V.
Ujicoba instrumen dilakukan untuk melihat validitas butir tes, reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran butir tes. Selanjutnya data hasil ujicoba instrumen kemudian dianalisis dengan menggunakan program Anates Versi 4.0.5. Hasil ujicoba tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3.5. Berdasarkan hasil ujicoba di luar kelas penelitian tersebut telah diperoleh bahwa semua butir soal adalah valid dan layak untuk dijadikan sebagai instrumen penelitian. Setiap instrumen penelitian ini selanjutnya dibahas sebagai berikut:
a. Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematik
Tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data kuantitatif berupa kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pemahaman pada materi Bangun Ruang. Tes yang digunakan berbentuk soal uraian sebanyak 10 soal dengan maksud untuk melihat proses pengerjaan yang dilakukan siswa, agar dapat diketahui sejauh mana siswa memahami materi pelajaran yang diberikan.
Kriteria pemberian skor untuk tes pemahaman konsep berpedoman pada
Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996:
141) yang kemudian diadaptasi. Kriteria skor untuk soal tes pemahaman konsep dapat dilihat pada Tabel 3.2.
(25)
Tabel 3.2
Kriteria Skor Pemahaman Konsep
Respon siswa Skor
Tidak ada jawaban/ salah menginterpretasikan. 0
Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah 1
Jawaban kurang lengkap (sebagian petunjuk diikuti) penggunaan algoritma lengkap, namun mengandung perhitungan yang salah
2 Jawaban hampir lengkap (sebagian petunjuk diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, namun mengandung sedikit kesalahan.
3
Jawaban lengkap ( hampir semua petunjuk soal diikuti), penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar
4
Diadaptasi dari Cai, Lane, dan Jakabcsin (1996: 141)
Pedoman penskoran untuk mengukur kemampuan penalaran matematika diadaptasi dari Carroll (1999) yang disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematik
Skor Indikator
0 • Tidak ada jawaban, atau
• Menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan, atau • Tidak ada jawaban yang benar
1 • Hanya sebagian penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
• Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal • Menarik kesimpulan logis dengan benar
2 • Hampir semua penjelasan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan
• Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal • Menarik kesimpulan logis dengan benar
3 • Semua penjelasan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan • Mengikuti argumen-argumen logis dalam menyelesaikan soal • Menarik kesimpulan logis dengan lengkap (jelas) dan benar
1. Validitas butir soal
Pengujian validitas bertujuan untuk melihat tingkat keandalan atau kesahihan (ketepatan) suatu alat ukur. Menurut Sugiyono (Akdon, 2008), suatu
(26)
instrumen dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang seharusnya diukur . Pengujian validitas dilakukan dengan analisis faktor, yaitu mengkorelasikan antara skor butir soal dengan skor total dengan menggunakan rumus Pearson
Product Moment.
Dengan bantuan program ANATES Versi 4.0.5. dapat diperoleh secara langsung koefisien korelasi setiap butir soal. Setelah diketahui koefisien korelasi (rXY), maka langkah selanjutnya adalah mengonsultasikannya dengan nilai r
product moment table pada interval kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan
n – 2 . Menurut Muhidin dan Abdurahman (Siregar, 2009), setiap butir soal dikatakan valid jika nilai rXY lebih besar daripada nilai rtabel. Hasil analisis validitas tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik disajikan pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4
Analisis Validitas Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematik
Nomor Soal rXY rtabel Keterangan
1 0,502 0,330 Valid
2 0,492 0,330 Valid
3 0,453 0,330 Valid
4 0,433 0,330 Valid
5 0,534 0,330 Valid
6 0,623 0,330 Valid
7 0,796 0,330 Valid
8 0,589 0,330 Valid
9 0,875 0,330 Valid
10 0,886 0,330 Valid
Dari Tabel 3.4 dapat disimpulkan bahwa walaupun koefisien korelasi (rXY) berbeda namun tetap lebih besar jika dibandingkan dengan nilai rtabel. Dengan
(27)
demikian, semua butir soal dalam tes pemahaman konsep dan penalaran matematik adalah valid.
2. Reliabilitas butir soal
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengukur ketetapan instrumen atau ketetapan siswa dalam menjawab alat evaluasi tersebut. Suatu alat evaluasi (instrumen) dikatakan baik bila reliabilitasnya tinggi. Untuk mengetahui apakah suatu tes memiliki reliabilitas tinggi, sedang atau rendah dapat dilihat dari nilai koefisien reliabilitasnya.
Berdasarkan hasil ujicoba reliabilitas butir soal secara keseluruhan diperoleh koefisien reliabilitas tes sebesar 0,91 yang berarti bahwa tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik mempunyai reliabilitas yang sangat tinggi. 3. Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu alat evaluasi (tes) dapat membedakan antara siswa yang berada pada kelompok atas (kemampuan tinggi) dan siswa yang berada pada kelompok bawah (kemampuan rendah).
Daya pembeda untuk tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik dapat disajikan dalam Tabel 3.5.
(28)
Tabel 3.5
Analisis Daya Pembeda Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematik
Nomor Soal
Daya Pembeda (%)
Interpretasi Daya Pembeda
1 70,00 Sangat Baik
2 50,00 Sangat Baik
3 56,67 Sangat Baik
4 26,67 Cukup
5 70,00 Sangat Baik
6 75,00 Sangat Baik
7 86,67 Sangat Baik
8 50,00 Sangat Baik
9 80,00 Sangat Baik
10 81,43 Sangat Baik
Dari Tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa dari sepuluh soal yang terdapat pada tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik hanya satu soal yang mempunyai daya pembeda cukup sedangkan yang lainnya mempunyai daya pembeda yang sangat baik.
4. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran soal diperoleh dengan menghitung persentase siswa dalam menjawab butir soal dengan benar. Semakin kecil persentase menunjukkan bahwa butir soal semakin sukar dan semakin besar persentase menunjukkan bahwa butir soal semakin mudah.
Tingkat kesukaran untuk tes kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik disajikan dalam Tabel 3.6.
(29)
Tabel 3.6
Analisis Tingkat Kesukaran Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematik
Nomor Soal
Tingkat Kesukaran (%)
Interpretasi Tingkat Kesukaran
1 38,33 Sedang
2 25,00 Sukar
3 35,00 Sedang
4 20,00 Sukar
5 55,00 Sedang
6 62,50 Sedang
7 46,67 Sedang
8 25,00 Sukar
9 40,00 Sedang
10 40,71 Sedang
Dari Tabel 3.6 dapat disimpulkan bahwa dari sebanyak sepuluh soal tes pemahaman konsep dan penalaran matematik terdapat tiga soal dengan kategori soal sukar sedangkan selebihnya merupakan soal dengan kategori soal sedang.
Berdasarkan hasil analisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran maka tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik yang telah diujicobakan dapat digunakan sebagai instrumen pada penelitian ini. Hasil analisis uji instrumen yang diperoleh dari program ANATES Versi 4.0.5 serta klasifikasi interpretasi reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran secara lengkap disajikan pada Lampiran 3.5.
E. Pengembangan Bahan Ajar
Pembelajaran ditunjang dengan menggunakan bahan ajar dalam bentuk Lembar Kegiatan Siswa (LKS), yang berisikan tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa. Tugas berbentuk uraian dan berupa soal yang disusun sedemikian rupa sehingga memenuhi indikator pemahaman konsep dan
(30)
kemampuan penalaran matematik yang ditentukan dalam penelitian ini. Selain itu, tugas disusun agar siswa dapat mengerjakan secara bersama-sama dalam kelompok.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan melalui tes, lembar observasi, angket skala sikap, dan wawancara. Data yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa dikumpulkan melalui tes (pretes dan postes). Sedangkan data yang berkaitan dengan sikap siswa dalam belajar matematika sebagai akibat pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, dikumpulkan melalui angket skala sikap, lembar observasi dan wawancara.
G. Teknik Pengolahan Data
a. Data Hasil Tes Pemahaman Konsep dan Kemampuan Penalaran Matematik Data yang diperoleh dari hasil tes selanjutnya diolah melalui tahap sebagai berikut.
1. Memberikan skor jawaban siswa sesuai dengan kunci jawaban dan sistem penskoran yang digunakan.
2. Membuat tabel skor tes hasil belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
3. Peningkatan kompetensi yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus:
(31)
g = e Maks e Post S S S S Pr Pr − −
(Hake dalam Meltzer, 2002)
Keterangan:
SPost = Skor Postes
SPre = Skor pretes SMaks = Skor maksimum
Hasil perhitungan N-Gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi dari Hake dalam Meltzer yaitu:
Tabel 3.7
Klasifikasi N-Gain (g)
Basarnya g Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g < 0,3 Rendah Sumber: Hake dalam Meltzer (2002)
Untuk menentukan uji statistik yang digunakan, terlebih dahulu ditentukan normalitas data dan homogenitas varians dengan menggunakan SPSS versi 17.0
4. Menguji normalitas data skor tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik menggunakan uji statistik Kolmogorov Smirnov Z
5. Menguji homogenitas varians tes pemahaman konsep dan kemampuan penalaran menggunakan uji Levene.
6. Jika sebaran data normal dan homogen, kemudian dilakukan uji signifikansi dengan uji t menggunakan uji statistik Compare Mean Independent Samples
(32)
b. Data Hasil Observasi
Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Mengenai yang dilaporkan dalam lembar observasi adalah sesuatu yang ada dalam keadaan wajar (Ruseffendi, 2005). Namun demikian tetap ada kelemahannya, yaitu subjektivitas observer, misalnya: observer dapat bertindak kurang objektif, kurang cekatan, lupa, tidak terawasi, dan lain-lain.
Tujuan dari lembar observasi tersebut adalah untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pada tindakan pembelajaran sebelumnya dan sesuai dengan skenario yang telah dibuat. Lebih jauh lagi, lembar observasi ini digunakan juga untuk mengejar lebih jauh tentang temuan yang diperoleh secara kuantitatif dan kualitatif.
Dalam penelitian ini dilakukan observasi setiap tindakan, yang dicatat yaitu aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen. Lembar observasi ini hanya digunakan pada kelas eksperimen, karena indikator-indikator pengamatan yang dikembangkan dibuat hanya untuk memonitor pelaksanaan pembelajaran melalui metode penemuan terbimbing. Observasi tersebut dilakukan oleh peneliti.
(33)
H. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data statistik yang digunakan yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis. Hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H0: µ1 = µ2 H1: µ1≠µ2
Uji hipotesis menggunakan uji t dengan menggunakan uji statistikCompare Mean Independent Samples Test, setelah sebelumnya dilakukan uji Normalitas
dan uji Homogenitas Varians dengan SPSS versi 17.0.
I. Prosedur penelitian
Prosedur penelitian ini dikelompokkan dalam tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data. Prosedur penelitian ini dirancang untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, disajikan pada Bagan 3.2 berikut.
(34)
Pelaksanaan Pembelajaran Biasa (Konvensional)
Postes
Kesimpulan Studi Kepustakaan
Rancangan Pembelajaran Biasa (Konvensional)
Penyusunan Rancangan Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing
Analisis Data Observasi, angket
skala sikap dan wawancara
Pengumpulan Data
Penyusunan, ujicoba, revisi, dan pengesahan instrumen
Penentuan subjek penelitian
Pelaksanaan Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing
Bagan. 3.2 Prosedur Penelitian Pretes
(35)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa sekolah dasar.
2. Terdapat perbedaan peningkatan pemahaman konsep antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Siswa pada kelas penemuan terbimbing mengalami peningkatan pemahaman konsep yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas konvensional.
3. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematik antara siswa yang belajar menggunakan metode penemuan terbimbing dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Siswa pada kelas penemuan terbimbing mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematik yang lebih tinggi daripada siswa pada kelas konvensional.
4. Sebagian besar siswa menunjukkan sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing. Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan aktivitas siswa yang semakin lama semakin baik selama pembelajaran, sehingga memungkinkan untuk meningkatkan lagi pemahaman
(36)
konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa yang menuju pada peningkatan hasil belajar.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
Bagi Guru:
1. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah-sekolah pada umumnya masih konvensional. Matematika yang dipelajari siswa di sekolah diperoleh melalui pemberitahuan (dengan cara ceramah/ekspositori), bacaan, meniru, melihat, mengamati dan sebagainya, bukan diperoleh melalui penemuan. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika. Siswa cenderung hanya menghapal konsep, bukan memahami bagaimana konsep itu terjadi, sehingga apa yang dipelajarinya mudah terlupakan. Bruner (dalam Ruseffendi, 2005) menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar, salah satunya melalui metode penemuan. Dengan metode penemuan siswa dapat menemukan konsep-konsep melalui proses mentalnya sendiri sehingga konsep tersebut bertahan lama dan mudah diingat, selain itu siswa juga lebih aktif berpikir dan menggunakan kemampuan penalarannya dalam menemukan konsep tersebut. Mengingat metode penemuan terbimbing lebih baik dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa sekolah dasar, maka peneliti menyarankan agar metode penemuan
(37)
terbimbing dapat dijadikan salah satu alternatif metode pembelajaran yang dapat diterapkan dalam meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik siswa sekolah dasar.
2. Untuk menerapkan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing, sebaiknya guru membuat sebuah skenario dan perencanaan yang matang, sehingga pembelajaran dapat terjadi secara sistematis sesuai dengan rencana, dan pemanfaatan waktu yang efektif dan tidak banyak waktu yang terbuang oleh hal-hal yang tidak relevan.
b. Bagi Peneliti Lain
1. Bahasan matematika yang dikembangkan dalam penelitian ini hanya terdiri dari dua kompetensi dasar yaitu menghitung volume balok dan kubus serta menentukan jaring-jaring balok dan kubus. Masih terbuka peluang bagi peneliti lain untuk bereksperimen pada standar kompetensi yang lainnya. 2. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa SDN dalam gugus 1 di Kecamatan
Rokan IV Koto Kabupaten Rokan Hulu yang jumlah siswanya relatif sedikit. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut pada sekolah-sekolah lain yang jumlah siswanya lebih banyak dengan melakukan pembiasaan terlebih dahulu terhadap para siswa agar hasilnya lebih maksimal.
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman konsep dan kemampuan penalaran matematik saling berkorelasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Suherman, dkk (2001) yang menyatakan pembelajaran melalui penemuan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan penalaran
(38)
matematik sekaligus. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut tentang hal ini. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengembangan kemampuan matematik lainnya sehingga diperoleh gambaran menyeluruh untuk semua kemampuan matematik yang dikembangkan.
(39)
DAFTAR PUSTAKA
Akdon. (2005). Aplikasi Statistik dan Metode Penelitian untuk administrasi &
Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.
Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi). Jakarta. Pt Reneka Putra.
Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.
Asbullah. (2005). Upaya Sekolah dalam Meningkatkan Kualitas Lulusan di SMPN 29
Pekanbaru. Laporan Field Studi PPS UPI. Tidak diterbitkan.
Atencio, D. J. (2004). “Structured Autonomy or Guided Participation? Constructing Interest and Understanding in a Lab Activity”. Early Childhood Educational
Journal. 31, (4), 233-239.
Bahri, S. (2003). Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pemberian Bahan
Ajar pada Topik Rangkaian Listrik Arus Searah. Tesis PPS UPI. Bandung:
Tidak diterbitkan.
Bell, F. H. (1991). Teaching and Learning Mathematics (In Secondary School). Iowa: Wm. C. Brown Company Publisher.
Bisri, A. M. (2008). Sekitar Pembelajaran Efektif. [Online]. Tersedia:
http://pendis.depag.go.id/madrasah/Insidex.php?i_367=at02100015. [26 Maret 2008]
Cai, J., Lane, S., dan Jakabcsin, M. S. (1996). “The Role of Open-Ended Tasks and Holistic Scoring Rubrics: Assessing Students’ Mathematical Reasoning and Communication”. Dalam Portia C. Elliott dan Margaret J. Kenney (Eds.), (h. 137-145). Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.
Carrol, W. M. (1999). “Using Short Questions to Develop and Assess Reasoning”. Dalam Developing Mathematical Reasoning in Grades K-12. Virginia: NCTM.
(40)
Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar/
Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.
Guntur, M. (2004). Efektifitas Model Pembelajaran Latihan Inkuiri dalam
Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Konsep Ekologi siswa Kelas I SMU. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Haji, S. (2004). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap hasil Belajar
Matematika Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak
diterbitkan.
Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah Siswa SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Tesis PPS-UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Herman, T. (2004). Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman, Jurnal
Mimbar Pendidikan No.1 Tahun XXIII. Bandung: University Press UPI.
Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Desertasi PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Hudoyo, H. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di
Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.
Hudoyo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi P2LPTK.
Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud.
Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Ibrahim, M., dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Kariadinata, R. (2001). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi
Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis UPI Bandung. Tidak
(41)
Kardi, S., dan Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: UNESA University Press.
Lie, A. (2002). Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di
Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lutfan. (2008). Teknik Penyajian Discovery [Online]. Tersedia di www.indoskripsi.com.
Ma, X. (1997). “Assessing the Relationship Between Attitude Toward Mathematics and Achievement in Mathematics: A Meta-Analisis”. Journal for Research in
Mathematics Education. 28, (1), 26-47.
Maesarah. (2007). Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Menggunakan
Tugas Superitem untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI Bandung. Tidak
diterbitkan.
Mandrin, P. A., dan Preckel, D. (2009). “Effect of Similarity-Based Guided Discovery Learning on Conceptual Performance”. Journal of School Science
and Mathematics. 109, (3), 133-145.
Martin, W. G., dan Kasmer, L. (2010). “Reasoning Senses Making”. Dalam Teaching
Children Mathematics, Vol. 16 Issue 5, (h.284-291). United States: NCTM.
Masingila, J. O., dan Wisniowska, E. P. (1996). “Developing and Assessing Mathematical Understanding in Calculus through Writing”. Dalam Portia C. Elliott dan Margaret J. Kenney (Eds.), (h.95-104). Communication in
Mathematics, K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.
Mayer, R. E. (2004). “Should There Be a Three-Strikes Rule Against Pure Discovery Learning? The Case for Guided Methods of Instruction”. Journal of American
Psychologist. 59, (1), 14-19.
Meltzer, D.E. (2002). “The Relantionship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics”. American Journal of Physics. 70, (7). NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Virginia: Reston.
(42)
Nirmala. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Nurhadi., dan Senduk. (2003). Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Nur, M., dan Wikandari, P, R, (2000). Pengajaran Berpusat Kepada siswa dan
Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Olson, J. C. (2007). “Developing Students’ Mathematical Reasoning: through Games”. Teaching Children Mathematics. 13, (9), 464-471. United States: NCTM.
Padiya. (2008). Model-model Pembelajaran: Pembelajaran Penemuan Terbimbing [Online]. Tersedia di www.e-dukasi.net.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas
3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi UPI
Bandung: Tidak diterbitkan.
Ritter, S. (2006). “Math Council Seeks Balance Between Fluency and Conceptual Understanding”. Dalam Electronic Education Report. 13, (18), 1-8. Pittsburgh: Carnegie Learning Inc.
Ruseffendi, E. T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta
Lainnya. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.
(Edisi Revisi). Bandung: Tarsito.
Shadiq, F. (2004). Empat Objek Langsung Matematika Menurut Gagne [Online]. Tersedia di www.fadjar3g.wordpress.com.
Shadiq, F. (2007). Penalaran atau Reasoning Mengapa Perlu Dipelajari oleh Para
(43)
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktik). Bandung: Nusa Media.
Siregar, S. N. (2009). Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar.
Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Sudihartini, E. (2009). Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematis
Siswa Sekolah Atas Melalui Pembelajaran Menggunakan Teknik
Solo/Superitem.Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Sudjana, W. (1986). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud.
Sudjana, N., dkk (1994). Model Pengajaran Berkadar CBSA dalam Bidang Studi IPA
di Sekolah Dasar. Bandung: Jurnal Penelitian Pendidikan Depdikbud.
Sudjana. N. (2002). Metode Statistika. Jakarta: Tarsito.
Sudjana, N., dkk (2004). Kumpulan Materi Pelatihan Metode Penelitian Tingkat
Nasional Bagi Peneliti Dan Calon Peneliti Pendidikan Di Pusat dan Daerah. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sudjana, N., dan Ibrahim. (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Suherman, E., dkk. (2001). Startegi Pembelajaran Matematika Komtemporer. JICA. UPI Bandung.
Sukirwan. (2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis
UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sukmadinata, N. S. (1998). Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
(44)
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika dengan
Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar. Disertasi IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan
Penelitian IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (1999). Implementasi Kurikulum Matematika 1993 pada Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian, IKIP Bandung.
Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika. Makalah
disampaikan pada pelatihan Nasional Training of Trainer bagi Guru Bahasa Indonesia dan Matematika SLTP. Bandung.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius. Suryadi, D., dan Herman, T. (2008). Eksplorasi Matematika. Pembelajaran
Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.
Suryadi, D. (2005). Penggunan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung dan
Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP.
Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Suwangsih, E., dan Tiurlina. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press.
Swaak, J., Jong, T., dan Joolingen, W. (2004). “The Effects of Discovery Learning and Expository Instruction on The Acquisition of Definitional and Intuitive Knowledge”. Journal of Computer Assisted Learning. 20, (4), 225-234.
Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. Bandung: UPI Press.
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran. (2002). Kurikulum
Pembelajaran. Bandung: UPI Press.
Trisnadi. (2006). Pembelajaran Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi Siswa Sekolah Menengah. Tesis
(45)
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika
(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka.
Turmudi. (2008). Taktik dan Srategi Pembelajaran Matematika (Berparadigma
Eksploratif dan Investigatif). Bandung: PT. Leuser Cita Pustaka.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan
Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi UPI Bandung: Tidak
diterbitkan.
Wassahua. S. (2009). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended
untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
White, P., dan Mitchelmore, M. (1996). “Conceptual Knowledge in Introductory Calculus”. Journal for Research in Mathematics Education. 27, (1), 79-95. Wragg, E. C. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: Grasindo.
(1)
Depdiknas. (2006). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Tingkat Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Media Pustaka.
Guntur, M. (2004). Efektifitas Model Pembelajaran Latihan Inkuiri dalam Meningkatkan Keterampilan Proses Sains pada Konsep Ekologi siswa Kelas I SMU. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Haji, S. (2004). Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap hasil Belajar Matematika Sekolah Dasar. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak diterbitkan.
Hamalik, O. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Siswa SLTP Melalui Belajar dalam Kelompok Kecil dengan Strategi Think-Talk-Write. Tesis PPS-UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Herman, T. (2004). Mengajar dan Belajar Matematika dengan Pemahaman, Jurnal Mimbar Pendidikan No.1 Tahun XXIII. Bandung: University Press UPI. Herman, T. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Desertasi PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Hudoyo, H. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional.
Hudoyo, H. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi P2LPTK.
Hudoyo, H. (1990). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Proyek Pengembangan LPTK Depdikbud.
Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Ibrahim, M., dan Nur, M. (2000). Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Kariadinata, R. (2001). Peningkatan Pemahaman dan Kemampuan Analogi Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
(2)
Kardi, S., dan Nur, M. (2000). Pengajaran Langsung. Surabaya: UNESA University Press.
Lie, A. (2002). Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Lutfan. (2008). Teknik Penyajian Discovery [Online]. Tersedia di www.indoskripsi.com.
Ma, X. (1997). “Assessing the Relationship Between Attitude Toward Mathematics and Achievement in Mathematics: A Meta-Analisis”. Journal for Research in Mathematics Education. 28, (1), 26-47.
Maesarah. (2007). Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Menggunakan Tugas Superitem untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Mandrin, P. A., dan Preckel, D. (2009). “Effect of Similarity-Based Guided Discovery Learning on Conceptual Performance”. Journal of School Science and Mathematics. 109, (3), 133-145.
Martin, W. G., dan Kasmer, L. (2010). “Reasoning Senses Making”. Dalam Teaching Children Mathematics, Vol. 16 Issue 5, (h.284-291). United States: NCTM.
Masingila, J. O., dan Wisniowska, E. P. (1996). “Developing and Assessing Mathematical Understanding in Calculus through Writing”. Dalam Portia C. Elliott dan Margaret J. Kenney (Eds.), (h.95-104). Communication in Mathematics, K-12 and Beyond. Virginia: NCTM.
Mayer, R. E. (2004). “Should There Be a Three-Strikes Rule Against Pure Discovery Learning? The Case for Guided Methods of Instruction”. Journal of American Psychologist. 59, (1), 14-19.
Meltzer, D.E. (2002). “The Relantionship Between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics”. American Journal of Physics. 70, (7). NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Virginia: Reston.
(3)
Nirmala. (2009). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Nurhadi., dan Senduk. (2003). Kontekstual dan penerapannya dalam KBK. Malang: UM Press.
Nur, M., dan Wikandari, P, R, (2000). Pengajaran Berpusat Kepada siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pembelajaran. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Olson, J. C. (2007). “Developing Students’ Mathematical Reasoning: through Games”. Teaching Children Mathematics. 13, (9), 464-471. United States: NCTM.
Padiya. (2008). Model-model Pembelajaran: Pembelajaran Penemuan Terbimbing [Online]. Tersedia di www.e-dukasi.net.
Priatna, N. (2003). Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Ritter, S. (2006). “Math Council Seeks Balance Between Fluency and Conceptual Understanding”. Dalam Electronic Education Report. 13, (18), 1-8. Pittsburgh: Carnegie Learning Inc.
Ruseffendi, E. T. (1998). Statistik Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung.
Ruseffendi, E. T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan & Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E. T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. (Edisi Revisi). Bandung: Tarsito.
Shadiq, F. (2004). Empat Objek Langsung Matematika Menurut Gagne [Online]. Tersedia di www.fadjar3g.wordpress.com.
Shadiq, F. (2007). Penalaran atau Reasoning Mengapa Perlu Dipelajari oleh Para Siswa di Sekolah [Online]. Tersedia di www.fadjar3g.wordpress.com.
(4)
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, R. E. (2009). Cooperative Learning (Teori, Riset dan Praktik). Bandung: Nusa Media.
Siregar, S. N. (2009). Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Sudihartini, E. (2009). Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Atas Melalui Pembelajaran Menggunakan Teknik Solo/Superitem.Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Sudjana, W. (1986). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka Depdikbud.
Sudjana, N., dkk (1994). Model Pengajaran Berkadar CBSA dalam Bidang Studi IPA di Sekolah Dasar. Bandung: Jurnal Penelitian Pendidikan Depdikbud.
Sudjana. N. (2002). Metode Statistika. Jakarta: Tarsito.
Sudjana, N., dkk (2004). Kumpulan Materi Pelatihan Metode Penelitian Tingkat Nasional Bagi Peneliti Dan Calon Peneliti Pendidikan Di Pusat dan Daerah. Jakarta: Balitbang Depdiknas.
Sudjana, N. (2005). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Sudjana, N., dan Ibrahim. (2009). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Suherman, E., dkk. (2001). Startegi Pembelajaran Matematika Komtemporer. JICA. UPI Bandung.
Sukirwan. (2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sukmadinata, N. S. (1998). Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
(5)
Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar-Mengajar. Disertasi IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (1994). Suatu Alternatif Pengajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMA di Kodya Bandung. Laporan Penelitian IKIP Bandung. Tidak diterbitkan.
Sumarmo, U. (1999). Implementasi Kurikulum Matematika 1993 pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Laporan Penelitian, IKIP Bandung.
Sumarmo, U. (2003). Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika. Makalah disampaikan pada pelatihan Nasional Training of Trainer bagi Guru Bahasa Indonesia dan Matematika SLTP. Bandung.
Suparno, P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius. Suryadi, D., dan Herman, T. (2008). Eksplorasi Matematika. Pembelajaran
Pemecahan Masalah. Jakarta: Karya Duta Wahana.
Suryadi, D. (2005). Penggunan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung dan Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi PPS UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
Suwangsih, E., dan Tiurlina. (2006). Model Pembelajaran Matematika. Bandung: UPI Press.
Swaak, J., Jong, T., dan Joolingen, W. (2004). “The Effects of Discovery Learning and Expository Instruction on The Acquisition of Definitional and Intuitive Knowledge”. Journal of Computer Assisted Learning. 20, (4), 225-234.
Syaban, M. (2009). Menumbuhkembangkan Daya Matematis Siswa. Bandung: UPI Press.
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran. (2002). Kurikulum Pembelajaran. Bandung: UPI Press.
Trisnadi. (2006). Pembelajaran Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Generalisasi Siswa Sekolah Menengah. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
(6)
Turmudi. (2008). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cipta Pustaka. Turmudi. (2008). Taktik dan Srategi Pembelajaran Matematika (Berparadigma
Eksploratif dan Investigatif). Bandung: PT. Leuser Cita Pustaka.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika dan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Wassahua. S. (2009). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Dasar. Tesis UPI Bandung. Tidak diterbitkan.
White, P., dan Mitchelmore, M. (1996). “Conceptual Knowledge in Introductory Calculus”. Journal for Research in Mathematics Education. 27, (1), 79-95. Wragg, E. C. (1997). Keterampilan Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: Grasindo.