Analisis dan Eksperimental Perhitungan Daktilitas Balok Beton Bertulang.

(1)

vi Universitas Kristen Maranatha

ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PERHITUNGAN

DAKTILITAS BALOK BETON BERTULANG

Grinaldo Dita NRP: 0621042

Pembimbing: Yosafat Aji Pranata, ST., MT.

ABSTRAK

Beton merupakan material bangunan yang paling banyak digunakan di dunia. Sampai tahun 2005 saja, telah diproduksi sekitar 6 milyar m3 beton setiap tahun

[Hidayat 2009].Agar aplikasinya lebih luas, material beton harus dipadukan dengan rangkaian baja tulangan. Beton dan baja merupakan dua jenis material yang bersifat saling mendukung dan sangat interaktif. Dalam upaya untuk lebih meningkatkan kemampuan konstruksi beton bertulang dalam memikul beban-beban diperlukan analisa dan kajian untuk balok, kolom, pelat dan pondasi. Salah satu bagian struktural suatu konstruksi yang memiliki peran yang signifikan adalah balok, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada balok adanya geseran dan lendutan yang dapat menyebabkan retak pada balok.

Tujuan penelitian Tugas Akhir adalah mempelajari daktilitas peralihan balok beton bertulang, dengan cara analitis dan numerik, dan dibandingkan dengan hasil uji eksperimental.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perhitungan daktilitas peralihan dengan cara analitis dengan model tegangan-regangan beton Hognestad dan model tegangan-regangan baja bilinier menghasilkan daktilitas peralihan yang mendekati hasil eksperimental. Hasil program Response 2000 dengan kuat tarik diabaikan hasilnya mendekati hasil eksperimental. Pada konsisi lendutan ultimit, model tegangan-regangan beton hognestad dan model tengan-regangan baja bilinier yang dihitung dengan cara numerik menghasilkan beban ultimit yang mendekati hasil eksperimental. Pada kondisi beban ultimit, model tegangan-regangan beton hognestad dan model tengan-regangan baja bilinier menghasilkan beban ultimit yang mendekati hasil eksperimental. Nilai daktilitas peralihan balok beton bertulang hasil uji eksperimental adalah sebesar 5,6. Menurut peraturan Gempa Indonesia SNI 1726-2002 struktur balok termasuk dalam kategori SPRMK

(daktilitas ≥ 5,2), sehingga balok beton bertulang memenuhi persyaratan struktur

tahan gempa, dan dapat digunakan sebagai komponen/elemen struktur gedung untuk kategori sampai dengan wilayah gempa 6 di Indonesia.

Kata kunci: Balok beton bertulang, Daktilitas kurvatur, Daktilitas peralihan, Uji


(2)

vii Universitas Kristen Maranatha

ANALYSIS AND EXPERIMENTAL

DUCTILITY COMPUTATION

OF REINFORCED CONCRETE BEAM

Grinaldo Dita NRP: 0621042

Advisor: Yosafat Aji Pranata, ST., MT.

ABSTRACT

Concrete is a building material most widely used in the world. Until 2005, has produced about 6 billion m3 of concrete per year [Hidayat, 2009]. To have a wider application, the concrete material must be combined with Steel. Concrete and steel are two types of materials that are mutually supportive and very interactive. In an effort to further improve the ability of reinforced concrete construction in the carry loads needed for the analysis and study of beams, columns, slabs and foundations.

The objectives of this research are study ductility of reinforced concrete beam, by comparison with analytical and experimental test results

Results obtained from this reseach showed that the calculation of displacement ductility analytical method with the stress-strain Hognestad model and the model stress-strain bilinear steel producing close to switching displacement ductility experimental results. Results Response 2000 with negligible tensile strength close to the experimental results. At ultimate displacement, hognestad concrete stress-strain model and bilinear steel stress-stress-strain model give more accurate prediction against experimental result. At ultimate load, hognestad concrete stress-strain model and bilinear steel stress-strain model give more accurate prediction against experimental result. Displacement ductility of reinforced concrete beam from experimental result is 5,6. According to SNI 1726-2002 regulations Indonesian

Eartquake beam structure include to SPRMK (ductility ≥ 5,2), so that the beams reinforced to meet the requirements of earthquake resistant structures, and can be used as a component / element of the building structure for the category up to 6 in Indonesian quake area.

Keywords: Reinforced concrete beam, Curvature ductility, Displacement


(3)

viii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Surat Keterangan Tugas Akhir ii

Surat Keterangan Selesai Tugas Akhir iii

Lembar Pengesahan iv

Pernyataan Orisinalitas Laporan Tugas Akhir v

Abstrak vi

Abstract vii

Prakata viii

Daftar Isi x

Daftar Gambar xii

Daftar Tabel xiv

Daftar Notasi xv

Daftar Lampiran xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penelitian 2

1.3 Ruang Lingkup Penelitian 2

1.4 Sistematika Penulisan 3

BAB II TINJAUAN LITERATUR 4

2.1Beton 4

2.1.1 Material Penyusun Beton 4

2.1.2 Hubungan Tegangan-Regangan Beton 6

2.1.3 Modulus Elastisitas Beton 7

2.1.4 Kuat Tekan Beton 9

2.2 Baja 10

2.2.1 Pembuatan Baja 10

2.2.2 Jenis Baja 11

2.3 Elemen Struktur Balok Beton Bertulang 12

2.4 Hubungan Beban-Lendutan 12

2.5 Menghitung Beban -lendutan 14

2.5.1 Metode Numerik 14

2.5.2 Metode Analitis 16

2.6 Daktilitas 18

2.6.1 Daktilitas Kurvatur 18

2.6.2 Daktilitas Peralihan 19

2.7 Mix Design 20

2.8 Metode Numerik Bi-Section 23

2.9 Metodologi Penelitian 25

BAB III STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN 29


(4)

ix Universitas Kristen Maranatha 3.2 Perhitungan Momen-Kurvatur dan Daktilitas Kurvatur 30

3.2.1 Model Tegangan-Regangan A 30

3.2.2 Model Tegangan-Regangan B 38

3.3 Perhitungan Beban-Lendutan dengan Metode Eksak dan

Daktilitas Peralihan 40

3.3.1 Model AN 41

3.3.2 Model BN 52

3.4 Perhitungan Beban-Lendutan dengan Metode Analitis dan

Daktilitas Peralihan 56

3.4.1 Model A 56

3.4.2 Model B 58

3.5 Perhitungan dengan Perangkat Lunak 59

3.5.1 Langkah-langkah Perhitungan dengan Response2000 59

3.5.2 Hasil Analisis 67

3.6 Uji Eksperimental 69

3.6.1 Kurva Beban-Lendutan dan Daktilitas Peralihan 69

3.7 Pembahasan 71

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 74

4.1 Kesimpulan 74

4.2 Saran 74

Daftar Pustaka 76


(5)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Tegangan-Regangan Beton ... 6

Gambar 2.2 Hubungan Tegangan-Regangan Beton... 7

Gambar 2.3 Modulus Tangen dan Sekan Beton ... 8

Gambar 2.4 Hubungan Beban Ledutan ... 13

Gambar 2.5 Ilustrasi Metode Momen Area ... 15

Gambar 2.6 Balok Dibagi Menjadi 18 Segmen ... 16

Gambar 2.7 Balok dengan Berat Sendiri ... 17

Gambar 2.8 Penentuan Kurvatur Saat Leleh Pertama dan Ultimit ... 19

Gambar 2.9 Penentuan Lendutan Saat Leleh Pertama dan Ultimit ... 19

Gambar 2.10 Penentuan Lendutan Saat Leleh Pertama dan Ultimit ... 20

Gambar 2.11 Metode Bi-section ... 23

Gambar 2.12 Bagan Alir Penelitian ... 25

Gambar 2.13 Bagan Alir Perhitungan Daktilitas Kurvatur ... 26

Gambar 2.14 Bagan Alir Perhitungan Daktilitas Peralihan ... 27

Gambar 2.15 Bagan Alir Perhitungan Momen Kurvatur ... 28

Gambar 3.1 Penampang Balok ... 29

Gambar 3.2 Kurva Momen Kurvatur Model Tegangan-Regangan A... 34

Gambar 3.3 Penentuan Kurvatur Leleh dan Ultimit Model A ... 36

Gambar 3.4 Menghitung Luas Momen-Kurvatur Model A ... 36

Gambar 3.5 Menghitung Luas Momen-Kurvatur Bisection Model A ... 37

Gambar 3.6 Kurva Momen Kurvatur Model Tegangan-Regangan B ... 38

Gambar 3.7 Penentuan Kurvatur Leleh dan Ultimit Model A ... 40

Gambar 3.8 Balok dengan Berat Sendiri ... 41

Gambar 3.9 Hubungan Momen-Bentang dengan Berat Sendiri ... 43

Gambar 3.10 Kurva Kurvatur-Bentang Model AN ... 46

Gambar 3.11 Kurva Kurvatur-Bentang Model AN ... 49

Gambar 3.12 Luasan Kurvatur-Bentang Segmen 1 ... 50

Gambar 3.13 Luasan Kurvatur-Bentang Segmen 7 ... 50

Gambar 3.14 Penentuan Lendutan Leleh dan Ultimit Model AN ... 52

Gambar 3.15 Kurva Kurvatur-Bentang Model BN ... 52

Gambar 3.16 Penentuan Lendutan Leleh dan Ultimit Model BN ... 55

Gambar 3.17 Kurva Beban-Lendutan Model AA ... 57

Gambar 3.18 Penentuan Lendutan Leleh dan Ultimit Model AA ... 57

Gambar 3.19 Kurva Beban-Lendutan Model BA ... 58

Gambar 3.20 Penentuan Lendutan Leleh dan Ultimit Model BA ... 59

Gambar 3.21 Tampilan Response2000 ... 60

Gambar 3.22 General Definitions ... 60

Gambar 3.23 Basic Properties ... 61

Gambar 3.24 Concrete Details dengan Kuat tarik diperhitungkan ... 62

Gambar 3.25 Concrete Details dengan Kuat tarik diabaikan ... 62

Gambar 3.26 Rebar Details ... 63

Gambar 3.27 Penampang dan Dimensi Balok ... 63

Gambar 3.28 Penampang Balok dan Tulangan ... 64


(6)

xi Universitas Kristen Maranatha

Gambar 3.30 Define Longitudinal Reinforcement ... 66

Gambar 3.31 Define Loading ... 66

Gambar 3.32 Full Member Properties ... 67

Gambar 3.33 Sectional Response ... 67

Gambar 3.34 Kurva Momen-Kurvatur dari Program Response2000 ... 68

Gambar 3.35 Kurva Beban-Lendutan dari Program Response2000 ... 68

Gambar 3.36 Kurva Beban-Lendutan Hasil Uji Eksperimental ... 69

Gambar 3.37 Kurva Beban-Waktu Hasil Uji Eksperimental ... 69

Gambar 3.38 Kurva Beban-Regangan Baja Hasil Uji Eksperimental ... 70

Gambar 3.39 Penentuan Lendutan Leleh dan Ultimit dari Program Response2000 ... 70

Gambar 3.40 Kurva Beban-Regangan Gabungan ... 71

Gambar 3.41 Kurva Beban-Lendutan Gabungan ... 71

Gambar L1.1 Penampang balok ... 77

Gambar L1.2 Penampang Balok Tulangan Ganda dan Distribusi Tegangan-Regangan ... 77

Gambar L1.3 Distribusi Tegangan dan Regangan Balok Asumsi ... 78

Gambar L1.4 Distribusi Tegangan dan Regangan Balok Sebenarnya ... 79

Gambar L3.1 Kurva Distribusi Ukuran Butir Agregat Halus ... 96

Gambar L3.2 Hasil uji tekan silinder ... 100

Gambar L4.1 Kurva Tegangan-Regangan Baja Hasil Uji Tarik ... 101

Gambar L4.2 Output MINITAB ... 101

Gambar L5.1 Bekisting yang Digunakan ... 102

Gambar L5.2 Permukaan Tulangan Diamplas Untuk Menempatkan Strain Gauge ... 103

Gambar L5.3 Strain Gauge di lem Menggunakan Power Glue ... 104

Gambar L5.4 Strain Gauge Telah Dilem ... 104

Gambar L5.5 Strain Gauge Diberi Selotip ... 104

Gambar L5.6 Strain Gauge Diberi Aspal ... 105

Gambar L5.7 Tes Slump ... 105

Gambar L5.8 Adonan Beton Dicetak Dalam Bekisting ... 106

Gambar L5.9 Balok Telah Dicetak ... 106

Gambar L5.10 alok Dipasang Strain Gauge Beton ... 107

Gambar L5.11 niversal Testing Machine ... 107

Gambar L5.12 Balok Diset pada Alat Uji ... 108

Gambar L5.13 Strain Gauge Baja dan Beton ... 108

Gambar L5.14 Strain Gauge Baja dan Beton disambung pada instumen Smart Dynamic Strain Recorder (DC104R Controller) ... 109

Gambar L5.15 Beban Terpusat Dibagi Menjadi Dua Beban Terpusat ... 109


(7)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Model Hubungan Tegangan-Regangan ... 30

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Momen-Kurvatur Model Tegangan- Regangan A ... 35

Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Momen Kurvatur Model Tegangan- Regangan B ... 39

Tabel 3.4 Model Perhitungan Beban-Lendutan dengan Berbagai Pendekatan ... 40

Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Kurvatur-Bentang Model Tegangan- Regangan AN ... 47

Tabel 3.6 Perhitungan Lendutan Model AN ... 49

Tabel 3.7 Beban-Lendutan Model AN ... 51

Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Kurvatur-Bentang Model Tegangan- Regangan BN ... 53

Tabel 3.9 Beban-Lendutan Model BN ... 55

Tabel 3.10 Beban-Lendutan Model AA ... 56

Tabel 3.11 Beban-Lendutan Model BA ... 58

Tabel 3.12 Tabel Daktilitas Kurvatur ... 72

Tabel 3.13 Tabel Daktilitas Peralihan ... 72

Tabel 3.14 Tabel Lendutan Ultimit ... 72

Tabel 3.15 Tabel Beban Ultimit ... 73

Tabel L3.1 Penurunan Semen Bergantung pada % Air ... 90

Tabel L3.2 Penurunan Semen dengan Prosentase Air 27 % ... 91

Tabel L3.3 Warna Larutan ... 92

Tabel L3.4 Penyerapan Agregat Halus ... 92

Tabel L3.5 Bulking Factor ... 93

Tabel L3.6 Kadar Air ... 94

Tabel L3.7 Kadar Lumpur dan Kadar Lempung ... 94

Tabel L3.8 Spesific Gravity ... 95


(8)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR NOTASI

As = Luas tulangan tarik, mm2. As’ = Luas tulangan tekan, mm2. b = Lebar penampang, mm.

c = Jarak serat tertekan ke sumbu netral, mm. Cc = Gaya tekan pada penampang beton, N.

Cs = Gaya tekan pada penampang beton akibat tulangan tekan, N.

d = Tinggi efektif penampang, jarak serat tekan ke pusat tulangan tarik, mm. d’ = Jarak dari serat tekan ke pusat tulangan tekan, mm.

Ec = Modulus elastisitas beton, MPa.

Es = Modulus elastisitas baja, MPa.

f’c = Kuat tekan beton pada umur 28 hari, MPa. fcr = Kuat tarik langsung, MPa.

fcu = Kuat tekan beton pada kondisi ultimit fr = Modulus keruntuhan, MPa.

fs = Tegangan baja pada kondisi beban kerja, MPa. f’t = Kuat tarik beton, MPa.

fy = Kuat leleh baja tulangan, MPa.

h = Tinggi penampang, mm.

I = Momen inersia penampang, mm4. L = Panjang bentang, m.

Mretak = Momen pada saat pertama kali retak, Nmm.


(9)

xiv Universitas Kristen Maranatha P = Beban, kgμ.

s = Deviasi standar.

Sr = Deviasi standar rencana.

T = Gaya tarik pada penampang beton akibat tulangan tarik, N. w = Kerapatan beton, kg/m3.

Wh = Perkiraan jumlah air untuk agregat halus. Wk = Perkiraan jumlah air untuk agregat kasar.

_

y = Jarak titik berat penampang ke sisi atas penampang, mm. ybottom = Jarak titik berat penampang ke sisi bawah penampang, mm.

= Lendutan, mm. c = Regangan beton.

s = Regangan baja.

cu = Regangan beton pada kondisi ultimit. γbeton = Berat jenis beton, kg/m3

μφ = Daktilitas Kurvatur μ = Daktilitas Peralihan

φretak = Kurvatur, kelengkungan, rad/mm. ρ = rasio tulangan tarik.


(10)

xv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran L1 Preliminary Design Balok ... 77 Lampiran L2 Perhitungan Momen-Kurvatur ... 81 Lampiran L3 Hasil Analisis Semen dan Agregat serta Perhitungan

Mix Design ... 89 Lampiran L4 Hasil Uji Tarik Baja ... 101 Lampiran L5 Hasil Uji Eksperimental ... 102


(11)

77

LAMPIRAN I

PRELIMINARY DESIGN BALOK

Balok beton bertulang dengan penampang b = 100 mm dan h = 200 mm menggunakan tulangan ganda. Tulangan tekan (As’) dan tulangan tarik (As) menggunakan masing-masing dua buah tulangan diameter 8 mm. Tulangan sengkang menggunakan diameter 10 mm. Mutu beton fc= 30 MPa dan mutu tulangan fy= 250 MPa. Selimut beton setebal 20 mm. Penampang balok seperti Gambar L1.1. Penampang menerima momen positif, yaitu tarik pada sisi bawah. Maka kekuatan momen nominal dapat dihitung seperti di bawah ini:

Gambar L1.1 Penampang balok

Gambar L1.2 Penampang Balok Tulangan Ganda dan Distribusi Tegangan-Regangan


(12)

78

0,5. 200 6 0,5.8 190

sengkang tulangan

d h dd     mm

' sengkang 0,5. tulangan 20 6 0,5.8 30

dselimutdd     mm

Perhitungan luas tulangan tekan As’ dan tulangan tarik As adalah sebagai berikut:

2 2

1 1

2. . . 2. . .8 100,571

4 4

s tul

A   d    mm2

2 2

1 1

' 2. . . 2. . .8 100,571

4 4

s tul

A   d    mm2

100,571 0, 005293 . 100.190 s A b d    ' 100,571

' 0, 005293

. 100.190 s

A b d

   

' 0,005293 0,005293 0

    

1

0,85. ' 600 0,85.30 600

. . 0,85. . 0, 0612

600 250 600 250

c b y y f f f       min

30 1, 4 1, 4

0, 005477 0, 0056

4. 4.250 250

c

y y

f

f f

      

Maka pakai min 0, 0056

min 0, 0056 0, 005293

   

maka di cek jika tulangan tekan sudah leleh:

1

0,85. . ' 600 0,85.30.30 600

' 0 . . 0,85. . 0, 02347

. 600 250.190 600 250

c

y y

f d

f d f

   

Pakai kompatibilitas regangan:


(13)

79 Dari segitiga regangan Gambar L1.3 regangan εs’ dapat dirumuskan sebagai berikut:

0, 003. ' 0, 003. 30

' s

c d c

c c

    

0, 003. 30 600. 30

' . ' 200000.

s s s

c c f E c c       0 

H , maka '

s c s

T  C T

. 0,85. . . '. '

s y c s s

A ff a bA f

600.

30

100,571.250 0,85.30. 0,85. .100c 100,571. c

c

  



 

2

2290,325.c 35199,85.c18102780

c = 21,9 mm atau c = -38,14 mm, gunakan c = 21,9 mm

Karena c = 21,9 mm < d’ = 30 mm, maka gambar kompatibilitas regangan harus diperbaiki, yaitu sebagai berikut:

Gambar L1.4 Distribusi Tegangan dan Regangan Balok Sebenarnya

 

c c c c d s   

 0,003. ' 0,003.30 ' 

c c c c

fs' 600.30  600.30 As fy + As’ fs’ = 0,85 fc’ a b

0,85.300,85. .100

) 30 .( 600 . 571 , 100 ) 250 . 571 , 100 ( c c c         


(14)

80

2

2290,325.c 35199,85.c18102780 c = 21,9 mm < d’= 30mm

0,85. 0,85.21,9 18,615

ac  mm

0, 003. ' 0, 003. 21, 9 30

' 0, 00111

21, 9 s

c d

c

      

' . ' 200000. 0, 00111 222

s s s

fE      MPa < fy = 250 MPa Kontrol:

. 100,571.250 25142,75

s s y

TA f   N

' '. ' 100,571. 222 22326, 762

s s s

TA f     N

0,85. . . 0,85.30.18, 615.100 47468, 25

c c

Cf a b  N

' 25142, 75 22326, 762 47468, 25 1, 262

s s c

H T T C

        N

' 30

' 600 . 600 600 . 600 250 465, 789

190

sb y

d

f f

d

       MPa

' 465,789 250

sb y

f MPa f MPamaka fsb' fy 250 MPa max

' 250

0, 75. '. 0, 75.0, 0612 0, 005293. 0, 051193 0, 005293 250 sb b y f f         

Mn = . '.

'

2

c s

a

Cd T dd

 

= 47468, 25. 190 18,9

22326, 762. 190 30

2

 

 

= 4998110,618 Nmm Pn =

429089, 4 4998110, 618 429089, 4

5076, 69 900

n

M L


(15)

81

LAMPIRAN II

Perhitungan Momen-Kurvatur

L2.1 Metode Tegangan-Regangan A

Model regangan diselesaikan secara eksak. Model tegangan-regangan menggunakan kurva tegangan tegangan-regangan beton Hognestead, yaitu kurva tegangan regangan berbentuk parabola. Balok menggunakan kurva tegangan baja riil hasil uji tarik baja.

1. Pada saat pertama kali retak (first cracking) dari beton

Analisis dilakukan dengan menggunakan teori elastik dan transformasi penampang, dimana baja tulangan ditransformasikan menjadi suatu luasan beton ekivalen [Park and Paulay, 1975].

Persamaan transformasi penampang, 200000

13,333 15000

s c E n

E

  

    

. 1 . s s'

 

100.200

 

13,333 1 . 100,571 100,571

 

Ab h  n AA    

= 22480,762 mm2 Menghitung

_

y ,

 

. .

( .

 

1 ).

. (

'.

 

1 ). '

2 s s

h

b h A n d A n d

y

A

 

 

 

=

250

100.250 . (100,571. 13,33 1 ).180 . (100,571. 13,33 1 ).20

2

A

 

 

 

= 100 mm

200 100 100 bottom


(16)

82 Menghitung momen inersia penampang,

 

2

  

2

  

2

3 1

. . . 1 . '. 1 . '

12 2 s s

h

I b h  b h y A ndyA nyd

   

2

 

2

3

1 200

.100.200 100.200 . 100 100, 571. 13, 333 1 . 180 100

12 2               

 

2

100,571. 13,333 1 . 100 20

  

= 82543542,857 mm4 Menghitung modulus rupture (fr),

0, 7.

r c

ff = 0, 7. 30 = 3,834 MPa

r r

c f E

  = 3,834

15000 = 0,0002556

Momen dan kelengkungan dapat dihitung sebagai berikut, Mcrack =

bottom r

y I f .

= 3,834.82543542,857

100 = 3164767,228 Nmm

crack  = bottom c r y E f /

= 3,834 / 15000

100 = 0,000002556 rad/mm 2. Pada saat pertama kali leleh (first yield) dari baja tulangan tarik

Contoh perhitungan Momen-Kurvatur untuk kondisi baja pertama leleh, dalam subbab ini ditampilkan untuk nilai fs1 = 250 MPa.

fs1 = fy = 250 MPa

1

s

 = 0,00125

Mencari nilai c dengan Metode Numerik Bi-section pada program Microsoft Excel. Contoh perhitungan:

c = 37,105 mm

1 c  = c d c s  . 1  = 105 , 37 180 105 , 37 . 00125 , 0

 = 0,00032

fc1’ =

               2 1 1 . 2 '. c c c c c f    =                    2 002 , 0 00032 , 0 002 , 0 00032 , 0 . 2 . 35


(17)

83 2 s  = c d c c ' . 1   = 105 , 37 20 105 , 37 00032 ,

0  = 0,000149

fs2 = εs2.Es = 0,000149.200000= 29,927 MPa Cc = .c .fc '.b

3 2

1

2 = .37,105.8,947.100

3 2

= 22133,3N

Cs = As'.fs2= 100,571.29,927= 3009,77N

T = As.fs1= 100,571.250= 25142,857 N H

 = Cc Cs T = 22133,33009,7725142,857=0,213 N 0

 MT

. '

0

8 . 3

.    1

       

 d c C d d M

Cc s

M1 =

.

'

8 . 3

. d c C d d

Cc  s

        

=

3009,77.

180 20

8 105 , 37 . 3 180 . 3 ,

22133  

         =4157473Nmm  = c c1= 105 , 37 0.00032 = 0,00000875rad/mm

3. Kondisi setelah baja pertama leleh sampai kondisi ultimit

Contoh perhitungan Momen-Kurvatur untuk kondisi baja setelah leleh, dalam subbab ini ditampilkan untuk nilai c1 = 0,0035.

Mencari nilai c dengan metode bi-section pada program Microsoft Excel. Contoh perhitungan:

c = 17.253 mm c1 = .c

3 1

= .17,253 3

1

= 5,7509 mm c2 = 2 c = 2. 5,7509 = 11,5018 mm . 1

fc1 = fc. 1

100.

 c1 c

= 30. 1

100. 0, 0035 0, 002

= 25,5 MPa


(18)

84 2 s  = c d c c ' . 1 

 = 0, 0035.17, 253 20 17, 253

= -0,0005573

1 s  = c c d c  . 1

 = 0, 0035.180 17, 253 17, 253

= 0,0033

03 , 0 006

,

0 s  maka fs 203,313575.s318423.s2 fs1 =

2 . 318423 . 13575 3 ,

203  s s

= 203,313575.0,0033318423.0,00332 = 304,392 MPa

fs2 = εs2.Es = -0,0005573.200000= -111,469 MPa Cc1 = 1. .1

1

.

2 c fcfc b=

1

.5, 751. 30 25,5 .100

2  = 1293,975 N

Cc2 = c f b1. c1. = 5,751.25,5.100 = 14665,05 N

Cc3 = 2

2 . . . 3 c f b = c

2

.11, 502.30.100

3 = 23004 N

Cs = As'.fs2= 100,571. 111, 469 = -11210,628 N

T = As.fs1= 100,571.235, 411= 23675,519 N ΣH = 0,001

0  MT

. '

0

8 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 1 2 1 3 1 2 1

1    

                            

 d c C d c C d c c C d d M

Cc c c s

M1=

.

'

8 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 2 1 3 1 2 1

1 C d d

c c d C c d C c d

Cc c cs

                              

M1= 1239, 975. 180 2.5, 751 14665, 05. 180 1.5, 751

3 2                 

3.11, 502

23004. 180 60 11210, 628. 180 20

8

     

 

 

M1 = 5858481,978 Nmm

 =

c

c1

= 0, 0035


(19)

85

L2.2 Model Tegangan-Regangan B

Perhitungan Momen-Kurvatur sebagai berikut: 1. Pada saat pertama kali retak (first cracking) dari beton

Analisis dilakukan dengan menggunakan teori elastik dan transformasi penampang, dimana baja tulangan ditransformasikan menjadi suatu luasan beton ekivalen [Park, 1975].

Persamaan transformasi penampang, 200000 13,333 15000 s c E n E   

    

. 1 . s s'

 

100.200

 

13,333 1 . 100,571 100,571

 

Ab h  n AA    

= 22480,762 mm2

Menghitung

_

y ,

 

. .

( .

 

1 ).

. (

'.

 

1 ). '

2 s s

h

b h A n d A n d

y A       =

250

100.250 . (100,571. 13,33 1 ).180 . (100,571. 13,33 1 ).20

2

A

 

 

 

= 100 mm

200 100 100 bottom

y   h y   = 200-100 = 100 mm Menghitung momen inersia penampang,

 

2

  

2

  

2

3 1

. . . 1 . '. 1 . '

12 2 s s

h

I b h  b h y A ndyA nyd

   

2

 

2

3

1 200

.100.200 100.200 . 100 100, 571. 13, 333 1 . 180 100

12 2               

 

2

100,571. 13,333 1 . 100 20

  

= 82543542,857 mm4 Menghitung modulus rupture (fr),

0, 7.

r c

ff = 0, 7. 30 = 3,834 MPa

r r

c f E

  = 3,834


(20)

86 Momen dan kelengkungan dapat dihitung sebagai berikut,

Mcrack = bottom

r

y I f .

= 3,834.82543542,857

100 = 3164767,228 Nmm

crack  = bottom c r y E f /

= 3,834 / 15000

100 = 0,000002556 rad/mm 2. Pada saat pertama kali leleh (first yield) dari baja tulangan tarik

Contoh perhitungan Momen-Kurvatur untuk kondisi baja pertama leleh, ditampilkan untuk nilai c1 = 0,000325.

fc1 =

2

1 1

2.

. c c

c

c c

f  

                = 2

2.0, 000325 0, 000325

30.

0, 002 0, 002

 

 

 

 

= 8,947 MPa

Dari diagram regangan diperoleh hubungan:

1

c c

s1

d c    1 s  = c c d c  . 1

 = 0, 000325.180 c c

= 0, 0585 0, 000325.c c

fs1 = s1.Es=

0, 0585 0, 000325.

.200000 c

c

= 11700 65.c

c  1 c c  2 ' s c d    2 s  = c d c c ' . 1 

 = 0, 000325.c 20 c

= 0, 000325.c 0, 0065 c

fs2 = s2.Es=

0, 000325. 0, 0065

.200000 c

c

= 65.c 1300

cCc = 2. . 1.

3 c c f b

= 2. .8, 947.100 3 c

= 596,467.c Cs = As'.fs2=

65. 1300 100, 571. c

c

= 6537,115.c 130742, 3 c

T = As.fs1=

11700 65.

100, 571. c

c

= 1176680, 7 6537,115.c c  0  H 0   C T


(21)

87 6537,115. 130742,3 1176680, 7 6537,115.

596,467.c c c 0

c c

 

  

59,044

c  mm atau c37,106 mm Pakai c = 37,106 mm

1 s  = c c d c  .

 = 0, 000325.180 37,106 37,106

= 0,00125

2 s  = c d c c ' . 

 = 0, 000325.37,106 20 37,106

= 0,00015

fs1 = s1.Es= 0,00125.200000 = 250 MPa fs2 = s2.Es= 0,00015.200000 = 29,927 MPa Cc = 2. . 1.

3 c c f b

= 2.37,106.10, 588.100

3 = 22133,424 N

Cs = As'.fs2= 100,571.29,927 = 3009,793 N

T = A .s fy= 100,571.250= 25142,857N 0

 MT

. '

0

8 . 3

.    1 

      

 d c C d d M

Cc s

M1 =

.

'

8 . 3

. d c C d d

Cc  s

        

M1 = 22133, 424. 180 3.37,106

3009, 793. 180 20

8

  

 

 

M1 = 4157605,7 Nmm

 =

c

c1

= 0, 000325

37,106 = 0,000008748 rad/mm

3. Kondisi setelah baja pertama leleh sampai kondisi ultimit

Contoh perhitungan Momen-Kurvatur untuk kondisi baja setelah leleh, dalam subbab ini ditampilkan untuk nilai c1 = 0,0035. Dari diagram

tegangan-regangan beton Model B, setelah mencapai c = 0,002, maka untuk mencari nilai fc dapat menggunakan Persamaan 2.5 sebagai berikut:


(22)

88 Mencari nilai c dari metode numerik Bi-section dengan Microsoft Excel. Dari hasil perhitungan Metode Numerik Bi-section dapat diperoleh bahwa pada langkah iterasi ke-24 telah diperoleh hasil nilai c yang konvergen. Maka iterasi dihentikan. Setelah diperoleh nilai c, maka perhitungan Momen-Kurvatur dapat dilanjutkan.

c = 16,214 mm c1 = .c

3 1

= 1.16, 214

3 = 5,405 mm

c2 = 2 c = 2.5,405 = 10,809 mm . 1

Cc1 = 1. .1

1

.

2 c fcfc b =

1

.5, 405. 30 25, 2 .100

2  = 1216,125 N

Cc2 = c f b1. c1. = 5,405.25,2.100 = 13782,75 N

Cc3 = 2

2 . . . 3 c f b = c

2

.10,809.30.100

3 = 21618 N

1 s  = c c d c  . 1

 = 0, 0035.180 16, 214 16, 214

= 0,0354

2 s  = c d c c ' . 1 

 = 0, 0035.16, 214 20 16, 214

= -0,000817

fs1 = 250 MPa

fs2 = s2.Es= -0,000817.200000 = -163,436 MPa Cs = As'.fs2= 100,571. 163, 436 = -16436,945 N

T = As.fs1= 100,571.250= 25142,857 N ΣH = -0,005

0  MT

. '

0

8 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2

. 2 1

1 3

1 2

1

1    

                           

 d c C d c C d c c C d d M

Cc c c s

M1=

.

'

8 . 3 . 2 . 1 . 3 . 2 . 2 1 3 1 2 1

1 C d d

c c d C c d C c d

Cc c cs

                              

M1= 1216,125. 180 2.60 13782, 75. 180 1.60 21618. 180 60 3.120

3 2 8

       

     

     

16436, 945. 180 20


(23)

89

LAMPIRAN III

HASIL ANALISIS SEMEN DAN AGREGAT SERTA

PERHITUNGAN MIX DESIGN

L3.1 Hasil Analisis Semen dan Agregat L3.1.1 Semen

1. Hasil Perhitungan Pengujian Berat Jenis Semen Diketahui:

Suhu Awal : 25°C Semen : 64 gram Piknometer I

a. Berat semen : 64 gram b. Volume I zat cair : 0,2 ml c. Volume II zat cair : 18,5 ml d. Berat isi air : 1 gr/cm3 Berat jenis Semen = a .d

c b =

64 .1

18,5 0, 2 = 3,49 gr/cm 3

Piknometer II

a. Berat semen : 64 gram b. Volume I zat cair : 1,1 ml c. Volume II zat cair : 19,5 ml d. Berat isi air : 1 gr/cm3 Berat jenis Semen = a .d

c b =

64 .1

19,5 1,1 = 3,47 gr/cm 3

Berat jenis rata-rata = 2

47 , 3 49 ,

3 

= 3,48 gr/cm3


(24)

90 2. Hasil Perhitungan Pengujian Konsistensi Normal Semen

Diketahui:

Berat Semen : 400 gram Ø Jarum Vicat : 10 mm Suhu : 27°C

Tabel L3.1 Penurunan Semen Bergantung pada % Air

Air (%)

Penurunan Tiap 30 Detik (mm)

25 17

26 22

27 30

28 42

29 45

30 48

Dari Tabel L3.1 dapat dilakukan perhitungan berat air dapat mengunakan rumus sebagai berikut:

Berat air = Konsistensi.Berat semen

a. 25 % → 25 .400 100 100

100 grgrcc

b. 26 % → 26 .400 104 104

100 grgrcc

c. 27 % → 27 .400 108 108

100 grgrcc

d. 28 % → 28 .400 112 112

100 grgrcc

e. 29 % → 29 .400 116 116

100 grgrcc

f. 30 % → 30 .400 120 120

100 grgrcc

Dalam perhitungan selanjutnya digunakan prosentase air sebesar 27 % (Tabel L3.2), maka penurunan semen dapat dihitung sebagai berikut:

Jumlah Air = 27 .400 108 108


(25)

91

Tabel L3.2 Penurunan Semen dengan Prosentase Air 27 %

Waktu Penurunan Air (menit)

Penurunan Tiap 15 menit (mm)

0 50

15 50

30 50

45 50

60 48

75 47

90 47

105 47

120 40

135 39

150 37

165 35

180 27

195 24

210 23

L3.1.2 Agregat Kasar

1. Hasil Perhitungan Pengujian Kadar Air Agregat Kasar Agregat Kasar 1

Diketahui:

a. Berat Wadah = 0,036 kg

b. Berat Wadah + Benda uji = 0,236 kg c. Berat Benda Uji (b-a) = 0,2 kg d. Berat Benda Uji Kering = 0,186 kg Kadar air = c d.100%

d

= 0, 2 0,186

.100% 7,5269% 0,186

Agregat Kasar 2

a. Berat Wadah = 0,031 kg

b. Berat Wadah + Benda uji = 0,531 kg c. Berat Benda Uji (b-a) = 0,5 kg d. Berat Benda Uji Kering = 0,466 kg Kadar air =c d.100%

d

= 0,5 0, 466

.100% 7, 2961% 0, 466


(26)

92 2. Hasil Perhitungan Pengujian Analisa Spesific Gravity dan Penyerapan Agregat

Kasar Diketahui:

a. Berat contoh SSD = 1200 gram

b. Berat contoh dalam air = 653 gram c. Berat contoh kering udara = 1015 gram Apparent Specific Grafity = c

c b = 1015 653 2,84

1015   Bulk Specific Grafity kondisi kering = c

a b = 1200 653 1,87

1015   Bulk Specific Grafity kondisi SSD = a

a b = 1200 653 2,19

1200   % Penyerapan Air = a c.100%

a

= 1200 1015

.100% 18, 20% 1015

Dari hasil pengujian diperoleh penyerapan agregat kasar sebesar 18,20%.

L3.1.3 Agregat Halus

1. Menentukan Kadar Organik dalam Agregat Halus

Tabel L3.3 Warna Larutan

Nomor Dibandingkan dengan Sampel Warna Larutan Standar

1 Lebih muda

2 Lebih muda

3 Lebih muda

Dari hasil pengujian tersebut (Tabel L3.3) dapat disimpulkan bahwa agregat halus memenuhi standar dan dapat langsung digunakan. Kadar senyawa organik yang terdapat dalam larutan tersebut lebih kecil dari standar maksimum yang diijinkan. 2. Hasil Perhitungan Penyerapan Agregat Halus

Tabel L3.4 Penyerapan Agregat Halus

Nomor I II III IV

Sampel Pasir Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D

Berat sampel SSD

100 100 100 100


(27)

93

Tabel L3.4 Penyerapan Agregat Halus (Lanjutan)

Berat container (gram) 30 41 29 31

Berat sampel kering

122 133 122 123

+ container (gram) Berat sampel kering

92 92 93 92

(Y gram) Absorpsi =

8.6 8.6 7.5 8.6

(X-Y)/Y.100 % Absorpsi

8.315 rata-rata (%)

Dari hasil pengujian pada Tabel L3.4 diperoleh penyerapan agregat halus sebesar 8,315%. Harga penyerapan agregat halus yang disyaratkan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 kurang dari 3%. Maka kadar penyerapan agregat halus terlalu tinggi.

3. Bulking Factor

Hasil pengujian Bulking Factor ditampilkan selengkapnya pada Tabel L3.5.

Tabel L3.5 Bulking Factor

Nomor I II III IV

Gelas Ukur Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D

1. Isi pasir lembab:

300 310 300 305

(X ml)

2. Isi pasir dalam air:

195 205 195 200

(Y ml)

3. Bulking Factor

53.84 51.22 53.84 52.5

(X-Y)/Y.100 %

Bulking Factor

52.85 rata-rata (%)

Dari hasil pengujian diperoleh Bulking Factor rata-rata agregat halus sebesar 52,85%.

4. Menentukan Kadar Air Agregat Halus

Hasil pengujian kadar air agregat halus ditampilkan selengkapnya pada Tabel L3.6.


(28)

94

Tabel L3.6 Kadar Air

Nomor I II III IV

Sampel Pasir Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D

Berat container (gram) 30 37 35 35

Sampel + container (gram) 130 137 135 135

Berat sampel (X gram) 100 100 100 100

Berat sampel kering + container (gram) 123 130 128 128

Sampel kering (Y gram) 93 93 93 93

Kadar air = (X-Y)/Y.100 % 7 7 7 7

Kadar air rata-rata (%) 7

Dari hasil pengujian diperoleh kadar air rata-rata agregat halus sebesar 7%. 5. Menentukan Kadar Lumpur dan Kadar Lempung Agregat Halus

Hasil pengujian kadar lumpur dan kadar lempung agregat halus ditampilkan pada Tabel L3.7.

Tabel L3.7 Kadar Lumpur dan Kadar Lempung

Nomor I II III IV

Sampel Pasir Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D

Berat container (gram) 30 37 35 35

Berat awal sampel kering + container (gram) 123 130 128 128

Berat awal sampel kering (X gram) 93 93 93 93

Berat sampel kering + container (gram) 122 128 127 126

Berat Akhir Sampel kering (Y gram) 92 91 92 91

Kadar lumpur dan lempung = (X-Y)/Y.100 % 1.0869 2.1978 1.0869 2.1978 Kadar lumpur dan lempung rata-rata (%) 1.6424

Dari hasil pengujian didapat kadar lumpur rata-rata dalam agregat halus sebesar 1,6424 %. Kadar lumpur yang diijinkan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 tidak boleh lebih besar dari 5%. Maka kadar lumpur dalam agregat halus memenuhi persyaratan.


(29)

95 6. Menentukan Spesific Gravity

Hasil pengujian Spesific Gravity agregat halus ditampilkan pada Tabel L3.8.

Tabel L3.8 Spesific Gravity

Nomor I II III IV

Sampel Pasir Sampel A Sampel B Sampel C Sampel D

Berat sampel SSD

100 100 100 100

(X gram)

Berat gelas + air + sampel

920 916 908 917

(Y gram) Berat gelas + air

860 868 864 860

(Z gram)

Spesific Gravity =

2.5 1.923 1.786 2.326

(X-Y)/Y.100 %

Spesific Gravity

2.13 rata-rata (%)

7. Menentukan Analisis Ayak Agregat Halus

Hasil pengujian analisis ayak agregat halus ditampilkan pada Tabel L3.9.

Tabel L3.9 Analisis Ayak Agregat Halus

Nomor dan Berat tertahan Berat tertahan Berat tertahan Berat lolos

Ukuran ayakan (gram) (%) kumulatif (%) kumulatif (%)

No. 4 (4.76 mm) 71 14.2284 14.2284 85.7716

No. 8 (2.40 mm) 68 13.6272 27.8556 72.1444

No. 16 (1.20 mm) 68 13.6272 41.4828 58.5172

No. 30 (0.60 mm) 67 13.4268 54.9096 45.0904

No. 50 (0.30 mm) 67 13.4268 68.3364 31.6636

No. 100 (0.15 mm) 68 13.6272 81.9636 18.0364

Pan 90 18.0364 - -

Total 499 100 288.7764 -

Dari analisis ayak agregat halus dapat dibuat kurva distribusi ukuran butir seperti pada Gambar L3.1


(30)

96

Gambar L3.1 Kurva Distribusi Ukuran Butir Agregat Halus

L3.2 Perhitungan Mix Design

Perhitungan Mix Design direncanakan berdasarkan SNI 03-2834-1993 adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan (fc’) pada umur tertentu. Dalam eksperimental direncanakan menggunakan kuat tekan beton fc’ = 40 MPa pada umur 28 hari dengan benda uji berupa silinder.

2. Penetapan nilai deviasi standar (s)

Karena tidak ada catatan, maka nilai margin diambil 12 MPa. 3. Perhitungan nilai tambah (M)

Karena nilai margin sudah diambil 12 MPa, maka dari butir 2 langsung ke butir 4.

4. Penetapan kuat tekan rata-rata yang direncanakan (f’cr) M

f fcrc

' '

'

40 12 52 cr

f    MPa

5. Penetapan jenis Semen Portland

Pada uji eksperimental ditetapkan jenis semen yang digunakan adalah Semen Portland tipe I.

6. Penetapan jenis agregat

Agregat halus yang digunakan adalah pasir Galunggung wilayah 1 dengan ukuran butir maksimum 40 mm dan Berat jenis pasir sebesar 2400 kg/m3.


(31)

97 Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dengan Berat jenis agregat kasar sebesar 2840 kg/m3.

7. Penetapan faktor air-semen (fas)

Penetapkan faktor air semen menggunakan cara I yang berlaku untuk benda uji silinder beton. Telah dihitung kuat tekan rata-rata rencana fcr' 52 MPa pada umur beton 28 hari. Maka perpotongan antara sumbu kuat tekan dan kurva 28 hari garis menerus (karena semen tipe I, jadi bukan garis putus-putus) menghasilkan nilai fas sebesar 0,32.

8. Penetapan fas maksimum

a. Struktur beton akan digunakan di luar ruang bangunan, namun terlindung dari hujan dan terik matahari langsung sehingga fas maksimum = 0,60 b. Struktur beton tidak berhubungan dengan tanah yang mengandung sulfat c. Struktur beton tidak berada di dalam air

Fas yang dipakai adalah fas yang paling rendah antara butir 7 dan butir 8, sehingga digunakan fas sebesar 0,32.

9. Penetapan nilai slump

Dijelaskan bahwa struktur beton untuk fondasi telapak tidak bertulang sehingga:

15 7,5

3, 75 2

slump   cm = 37,5 mm 10.Penetapan ukuran butir agregat maksimum

Diketahui tebal pelat = 12 cm, maka:

Ukuran agregat maksimum = 4 cm = 40 mm. 11.Menghitung jumlah air yang diperlukan

Untuk ukuran agregat maksimum 40 mm, jenis agregat kasar batu pecah dan nilai slump 32,5 mm, maka kebutuhan air adalah sebesar 190 liter.

Karena digunakan pasir alami (pasir Muntilan), maka dipakai rumus: 0, 67. h 0,33. k

AAA

Dengan diameter maksimum 10 mm dan slump 37,5 mm sehingga Ah = 205 liter, sedangkan Ak sudah diketahui 190 liter, maka:

A = 0,67.205 + 0,33.190 = 200,05 liter 12.Menghitung berat semen yang diperlukan


(32)

98 Berat semen = jumlah air dari butir 11 : fas yang dipakai

Sehingga:

Berat semen = 200,5 : 0,32 = 625,1563 kg 13.Menghitung kebutuhan semen minimum

Kebutuhan semen minimum merujuk pada Tabel 6.8, 6.9, dan 6.10

Dijelaskan bahwa: struktur beton akan digunakan di luar ruang bangunan, namun terlindung dari hujan dan terik matahari langsung sehingga kebutuhan semen minimum = 275 kg/m3.

14.Penyesuaian kebutuhan semen

Oleh karena berat semen dari butir 12 > dari berat semen butir 13, maka dipakai berat semen butir 12, yaitu 625,1563 kg.

15.Penyesuaian jumlah air atau fas

Tidak ada penyesuaian fas karena jumlah semen yang dipakai tetap 625,1563 kg (karena berat semen dari butir 12 > dari berat semen butir 13), sehingga fas tetap 0,32.

16.Penentuan gradasi agregat halus

Menurut analisa hasil ayakan diketahui masuk wilayah 1. 17.Menghitung perbandingan agregat halus dan kasar

Bila pasir termasuk wilayah 1 dan fas 0,4, serta nilai slump 32,5 mm, maka titik perpotongan antara sumbu fas dan kurva garis miring wilayah gradasi pasir, maka diperoleh proporsi pasir sebesar 34%.

18.Menghitung berat jenis campuran

. .

100 100

P K

BJ campuranBJ agregat halusBJ agregat kasar

34 66

.2400 .2840

100 100

BJ campuran  = 2690,4 kg/m3 dimana:

P = prosentase pasir terhadap campuran = 58% K = (100-34)% = 66%

19.Menghitung berat jenis beton

Berat jenis campuran 2690,4 kg/m3 = 2,6904 ton/m3 ~ 2,7 ton/m3, kandungan air 200,5 liter, maka berat jenis beton merupakan titik perpotongan antara


(33)

99 kurva miring berat jenis campuran dan sumbu kandungan air, yaitu sebesar 2410 kg/m3.

20.Menghitung kebutuhan agregat campuran

pasir+kerikil beton

WW  A S

2410 200,5 625,1563 pasir+kerikil

W    = 1584,344 kg/m3

21.Menghitung kebutuhan agregat halus .

100

pasir pasir kerikil P

WW

Wpasir = 34 .1584, 344

100 = 538,6769 kg/m

3

22.Menghitung kebutuhan agregat kasar kerikil pasir kerikil pasir

WW W

Wkerikil = 1584,344-538,6769 = 1045,667 kg/m3

Jadi, untuk 1 m3 beton, kebutuhan untuk campuran beton adalah: Air = 200,5liter

Semen = 625,1563 kg/m3 Pasir = 538,6769 kg/m3 Split = 1045,667 kg/m3


(34)

100

(a). Benda uji usia 14 hari

(b). Benda uji usia 28 hari


(35)

101

LAMPIRAN IV

HASIL UJI TARIK BAJA

L4.1 Hasil Uji Tarik Tulangan Baja dengan Universal Testing Machine

Uji tarik baja menghasilkan kurva tegangan-regangan baja yang digunakan pada Model A. Hasil uji tarik baja tampak pada Gambar L4.1.

Kurva Tegangan-Regangan Baja

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0.0000 0.0100 0.0200 0.0300 0.0400 0.0500

Regangan

T

egan

gan

(

M

p

a)

Gambar L4.1 Kurva Tegangan-Regangan Baja Hasil Uji Tarik

Sedangkan untuk Model B digunakan kurva bilinier seperti gambar L4.2

Gambar L4.2

O A B

C


(36)

102

LAMPIRAN V

HASIL UJI EKSPERIMENTAL

L5 Pembuatan Benda Uji

Pembuatan benda uji dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan setelah dilakukan pengetesan Adapun beberapa tahap sebelum diadakan pengujian balok adalah sebagai berikut:

L5.1 Persiapan Bekisting

Dalam uji eksperimental, balok yang dibuat berdimensi 100x200 mm dengan bentang 3000 mm, maka dibuat bekisting berdimensi serupa, yang terbuat dari kayu dan multiplek setebal 18 mm. Lalu, bekisting diberi oli di permukaan dalamnya.

Gambar L5.1Bekisting yang Digunakan

L5.2 Persiapan Material

3000 mm 200 mm

200 mm


(37)

103 Selain bekisting material-material penyusun beton seperti agregat kasar, agregat halus, dan semen dipersiakan. Agregat kasar (kerikil) dicuci terlebih dahulu agar kadar lumpurnya berkurang. Kerikil dengan kadar lumpur tinggi akan mengurangi kuat tekan betonnya. Agregat halus (pasir) disaring dengan ayakan agar terpisah dari batuan. Agregat kasar, agregat halus, semen, dan air ditimbang sesuai hasil perhitungan mix design.

Selain material penyusun beton, rangkaian baja tulangan juga dipersiapkan. Strain Gauge dipasanag baja pada tulangan utama seperti pada Gambar L5.2. Permukaan tulangan yang akan dipasang Strain Gauge diamplas.

Gambar L5.2 Permukaan Tulangan Diamplas Untuk Menempatkan

Strain Gauge

Setelah permukaan tulangan diamplas, Strain Gauge ditempel pada permukaan tulangan menggunakan lem Power Glue yang mengandung α -cyanoacrylate. Pengeleman Strain Gauge seperti pada Gambar L5.3. Setelah dilem, Strain Gauge direkatkan kembali dengan selotip, selotip juga berfungsi melindungi Strain Gauge adonan beton (Gambar L5.5). terakhhir, Strain Gauge dilapisi oleh lapisan aspal supaya kedap air (Gambar L5.6).


(38)

104

Gambar L5.3 Strain Gauge di lem Menggunakan Power Glue

Gambar L5.4 Strain Gauge Telah Dilem


(39)

105

Gambar L5.6 Strain Gauge Diberi Aspal L5.3 Persiapan Pengecoran

Dalam pengecoran diperlukan peralatan seperti molen, tes slump, tongkat pemadat, wadah untuk menampung, ember, dan sekop. Setelah peralatan siap, pengecoran dilaksanakan dengan memasukkan agregat kasar, agregat halus, semen, dan air yang telah ditimbang kedalam molen. Setelah adonan beton tercampur rata adonan beton dikeluarkan dam dilakukan tes slump untuk mengetahui kekentalan adonan beton (Gambar L5.7).


(40)

106 Lalu, adonan beton dimasukan ke dalam bekisting sambil dipadatkan dengan menggunakan tongkat pemadat seperti pada Gambar L5.8. Setelah bekisting terisi penuh maka permukaan atas beton diratakan.

Gambar L5.8 Adonan Beton Dicetak Dalam Bekisting

Gambar L5.9 Balok Telah Dicetak

L5.4 Perawatan

Balok beton dapat dikeluarkan dari bekisting setelah 24 jam dan dipasang Strain Gauge beton pada permukaan atas balok (Gambar L5.10). Kondisi perawatan beton dilakukan dengan menutupi balok dengan karung, kemudian dilakukan penyiraman dengan air secara berkelanjutan setiap hari.


(41)

107

Gambar L5.10 Balok Dipasang Strain Gauge Beton

L5.5 Pengujian

Sebelum balok diuji, permukaan depan dan belakang balok digambar kotak-kotak sebesar 5 cm untuk membaca retak saat diuji. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Universal Testing Machine (Gambar L5.11).


(42)

108

Gambar L5.12 Balok Diset pada Alat Uji


(43)

109

Gambar L5.14Strain Gauge baja dan beton disambung pada instrumen Smart Dynamic Strain Recorder (DC104R Controller)


(44)

110

Gambar L5.16 Komputer yang membaca DC104R Controller dan UTM

Record data Universal Testing Machine berupa file data lendutan-beban-waktu dapat disimpan untuk selanjutnya digunakan untuk olah data lebih lanjut. Sedangkan Record data Smart Dynamic Strain Recorder (DC104R Controller) berupa file data regangan baja dan regangan beton.


(45)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan struktur banyak dipengaruhi oleh peningkatan jumlah manusia dan kebutuhan dari manusia itu sendiri. Disamping peningkatan kuantitas untuk memenuhi kebutuhan yang diminta, diperlukan juga peningkatan dari kualitas untuk keamanan dan kenyamanan penggunanya. Pemilihan jenis bahan struktur sangat beragam seperti kayu, baja, beton, dan beton bertulang. Pemilihan ini dipengaruhi oleh kekokohan, keindahan, kenyamanan dan biaya.

Beton merupakan material bangunan yang paling banyak digunakan di dunia. Sampai tahun 2005 saja, telah diproduksi sekitar 6 milyar m3 beton setiap tahun, atau setara dengan 1m3 untuk setiap manusisa di muka bumi. Hal tersebut sangat beralasan karena material beton mempunyai beberapa keunggulan teknis dari material struktur lain. Bahan baku pembuatan beton, seperti semen, pasir, dan batu pecah sangat mudah diperoleh di toko bahan bangunan, baik di kota maupun di pelosok. Bahan penunjang lainnya yaitu air, sangat mudah diperoleh. Keunggulan lain yang dimiliki beton dibanding material lainnya adalah mempunyai kuat tekan dan stabilitas volume yang baik dan biaya perawatannya relatif murah. Selain itu material beton lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan, tidak mudah terbakar dan lebih tahan terhadap suhu tinggi.

Namun dibalik keunggulannya, beton mempunyai beberapa kelemahan, yaitu respon terhadap beban tarik sangat rendah. Nilai kuat tariknya hanya berkisar sepersepuluh kuat tekan. Di era abad ke-19, nama-nama seperti Coignet, Lambot, Hyatt, Graf, dan Dischinger dapat disebut sebagai perintis dalam mengembangkan konsep struktur beton bertulang [Hidayat 2009]

Agar aplikasinya lebih luas, material beton harus dipadukan dengan rangkaian baja tulangan. Beton dan baja merupakan dua jenis material yang bersifat saling mendukung dan sangat interaktif. Baja tulangan berperan sebagai


(46)

2 Universitas Kristen Maranatha penguat yang akan merespon beban tarik yang bekerja, sedangkan beton lebih kuat terhadap beban tekan dan mempunyai durabilitas yang lebih baik.

Dalam upaya untuk lebih meningkatkan kemampuan struktur beton bertulang dalam memikul beban-beban, perlu kiranya terus menerus dilakukan analisa maupun kajian baik itu pada balok, kolom, pelat maupun pondasi. Salah satu bagian struktural suatu konstruksi yang memiliki peran yang signifikan adalah balok, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada balok adanya geseran dan lendutan yang dapat menyebabkan retak pada balok.

1.2 Tujuan Penelitian Tugas Akhir

Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari daktilitas balok beton bertulang.

2. Menghitung daktilitas balok beton bertulang dengan cara analitis. 3. Membandingkan hasil uji eksperimental dengan metode analitis.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian Tugas Akhir

Ruang lingkup penelitian yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Struktur balok yang ditinjau adalah balok beton bertulang, bentuk penampang persegi dengan ukuran penampang 100 mm x 200 mm, menggunakan tulangan ganda 2D8, dan tulangan geser D6-100.

2. Beban yang bekerja adalah beban terpusat pada jarak L/3 dan 2L/3 bentang. 3. Perhitungan menggunakan data kuat tekan beton fc sebesar 30 MPa dan

tegangan leleh baja fy sebesar 250 MPa.

4. Data mix design diambil dari laporan struktur yang terdapat pada Lampiran I 5. Model diagram tegangan-regangan beton yang digunakan adalah model

Hognestad, model diagram tegangan-regangan baja digunakan model bilinier dan model lengkap [Park, 1975; MacGregor, 2009].

6. Perhitungan Momen-Kurvatur menggunakan metode numerik.

7. Perhitungan Beban-Lendutan menggunakan metode eksak dan metode analitis.


(47)

3 Universitas Kristen Maranatha 8. Perhitungan daktilitas yang ditinjau adalah daktilitas kurvatur dan daktilitas

peralihan.

9. Tegangan tarik beton dalam diagram hubungan tegangan-regangan beton diabaikan.

10.Pemodelan lendutan yang ditinjau adalah lendutan jangka pendek.

11.Pembacaan informasi beban-peralihan dilakukan dengan alat Universal Testing Machine, pengujian dilakukan di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

12.Pembacaan informasi regangan pada baja tulangan dilakukan dengan menempatkan dua buah strain gauges pada lokasi tulangan bawah di tengah bentang balok, dan dibaca oleh alat Strain Recorder.

1.4 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penelitian adalah sebagai berikut:

BAB I, berisi pendahuluan, tujuan penelitian tugas akhir, ruang lingkup penelitian tugas akhir, dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II, berisi tinjauan literatur mengenai beton, baja, elemen struktur balok beton bertulang, hubungan beban-lendutan, menghitung beban-lendutan, mix design, metode numerik bi-section dan metodologi penelitian.

BAB III, berisi studi kasus, perhitungan momen-kurvatur dan daktilitas kurvatur, perhitungan beban-lendutan dengan metode eksak dan daktilitas peralihan, perhitungan beban-lendutan dengan metode analitis dan daktilitas peralihan, perhitungan dengan perangkat lunak, uji eksperimental, dan pembahasan.

BAB IV, berisi kesimpulan dan saran hasil dari penelitian/penulisan Tugas Akhir.


(48)

74 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan daktilitas peralihan dengan cara analitis dengan model tegangan-regangan beton hognestad dan model tegangan-tegangan-regangan baja bilinier menghasilkan daktilitas peralihan yang mendekati hasil Eksperimental (Lihat Tabel 3.13).

2. Dari Hasil Program Response2000 dengan kuat tarik diabaikan hasilnya mendekati hasil uji eksperimental seperti dapat dilihat pada Tabel 3.13.

3. Untuk kondisi beban dan lendutan ultimit, model tegangan-regangan beton hognestad dan model tengan-regangan baja bilinier yang dihitung dengan cara numerik menghasilkan beban ultimit dan lendutan ultimit yang mendekati hasil Eksperimental (Lihat Tabel 3.14 dan Tabel 3.15).

4. Nilai daktilitas peralihan balok beton bertulang hasil uji eksperimental adalah sebesar 5,6. Menurut peraturan Gempa Indonesia SNI 1726-2002 struktur balok termasuk dalam kategori SPRMK (daktilitas ≥ 5,2), sehingga balok beton bertulang memenuhi persyaratan struktur tahan gempa, dan dapat digunakan sebagai komponen/elemen struktur gedung sampai dengan wilayah gempa 6 di Indonesia.

4.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Informasi daktilitas aktual dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut terutama analisis struktur bangunan gedung tahan gempa, antara lain metode pushover.


(49)

75 Universitas Kristen Maranatha 2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dimensi balok-balok yang

berbeda.

3. Perencanaan mix design sangat penting, untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton sesuai yang diharapkan.


(50)

76 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

1. Collins, P., 2000. Response 2000, University of Toronto, Canada.

2. Gere, J.M., 2001, Mechanics of Materials, Brooks/Cole, Thomson Learning. 3. Hibbeler, R.C., 1997. Mechanics of Materials, 3rd Edition, Prentice-Hall, Inc. 4. Hidayat, S., 2009. Semen Jenis Dan Aplikasinya, PT. Kawan Pustaka.

5. MacGregor, J.G., Wight, J.K., 2009. Reinforced Concrete Mechanics And Design, 5th Edition, Prentice-Hall, Inc.

6. Nawy, Edward. G., 2009. Reinforced Concrete, A Fundamental Approach, 6st Edition, Prentice-Hall, Inc.

7. Park, R., Paulay, T., 1975. Reinforced Concrete Structures, John Wiley and Sons, Inc., Canada.

8. Peraturan Beton Bertulang Indonesia, 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.I.-2, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. 9. Standar Nasional Indonesia, 2002. SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan

Beton untuk Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia.

10.Standar Nasional Indonesia, 2002. SNI 1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia.

11.Standar Nasional Indonesia, 1993. SNI 03-2834-1993 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Standar Nasional Indonesia.

12.Tanuwijaya, P.S., 2010. Analisis Dan Eksperimental Perhitungan Momen Kurvatur Balok Beton Bertulang, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha.

13.Yokoo, Y & Nakamura, T. 1977 Non-Stationary Hysteretic Uniaxial Stress-Strain Relation Of Wide Flange Steel Part II: Empirical Formula, Transaction Of AIJ (260).


(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan struktur banyak dipengaruhi oleh peningkatan jumlah manusia dan kebutuhan dari manusia itu sendiri. Disamping peningkatan kuantitas untuk memenuhi kebutuhan yang diminta, diperlukan juga peningkatan dari kualitas untuk keamanan dan kenyamanan penggunanya. Pemilihan jenis bahan struktur sangat beragam seperti kayu, baja, beton, dan beton bertulang. Pemilihan ini dipengaruhi oleh kekokohan, keindahan, kenyamanan dan biaya.

Beton merupakan material bangunan yang paling banyak digunakan di dunia. Sampai tahun 2005 saja, telah diproduksi sekitar 6 milyar m3 beton setiap tahun, atau setara dengan 1m3 untuk setiap manusisa di muka bumi. Hal tersebut sangat beralasan karena material beton mempunyai beberapa keunggulan teknis dari material struktur lain. Bahan baku pembuatan beton, seperti semen, pasir, dan batu pecah sangat mudah diperoleh di toko bahan bangunan, baik di kota maupun di pelosok. Bahan penunjang lainnya yaitu air, sangat mudah diperoleh. Keunggulan lain yang dimiliki beton dibanding material lainnya adalah mempunyai kuat tekan dan stabilitas volume yang baik dan biaya perawatannya relatif murah. Selain itu material beton lebih tahan terhadap pengaruh lingkungan, tidak mudah terbakar dan lebih tahan terhadap suhu tinggi.

Namun dibalik keunggulannya, beton mempunyai beberapa kelemahan, yaitu respon terhadap beban tarik sangat rendah. Nilai kuat tariknya hanya berkisar sepersepuluh kuat tekan. Di era abad ke-19, nama-nama seperti Coignet, Lambot, Hyatt, Graf, dan Dischinger dapat disebut sebagai perintis dalam mengembangkan konsep struktur beton bertulang [Hidayat 2009]

Agar aplikasinya lebih luas, material beton harus dipadukan dengan rangkaian baja tulangan. Beton dan baja merupakan dua jenis material yang bersifat saling mendukung dan sangat interaktif. Baja tulangan berperan sebagai


(2)

2 Universitas Kristen Maranatha penguat yang akan merespon beban tarik yang bekerja, sedangkan beton lebih kuat terhadap beban tekan dan mempunyai durabilitas yang lebih baik.

Dalam upaya untuk lebih meningkatkan kemampuan struktur beton bertulang dalam memikul beban-beban, perlu kiranya terus menerus dilakukan analisa maupun kajian baik itu pada balok, kolom, pelat maupun pondasi. Salah satu bagian struktural suatu konstruksi yang memiliki peran yang signifikan adalah balok, beberapa hal yang perlu diperhatikan pada balok adanya geseran dan lendutan yang dapat menyebabkan retak pada balok.

1.2 Tujuan Penelitian Tugas Akhir

Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Mempelajari daktilitas balok beton bertulang.

2. Menghitung daktilitas balok beton bertulang dengan cara analitis. 3. Membandingkan hasil uji eksperimental dengan metode analitis.

1.3 Ruang Lingkup Penelitian Tugas Akhir

Ruang lingkup penelitian yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Struktur balok yang ditinjau adalah balok beton bertulang, bentuk penampang persegi dengan ukuran penampang 100 mm x 200 mm, menggunakan tulangan ganda 2D8, dan tulangan geser D6-100.

2. Beban yang bekerja adalah beban terpusat pada jarak L/3 dan 2L/3 bentang. 3. Perhitungan menggunakan data kuat tekan beton fc sebesar 30 MPa dan

tegangan leleh baja fy sebesar 250 MPa.

4. Data mix design diambil dari laporan struktur yang terdapat pada Lampiran I 5. Model diagram tegangan-regangan beton yang digunakan adalah model

Hognestad, model diagram tegangan-regangan baja digunakan model bilinier dan model lengkap [Park, 1975; MacGregor, 2009].

6. Perhitungan Momen-Kurvatur menggunakan metode numerik.

7. Perhitungan Beban-Lendutan menggunakan metode eksak dan metode analitis.


(3)

8. Perhitungan daktilitas yang ditinjau adalah daktilitas kurvatur dan daktilitas peralihan.

9. Tegangan tarik beton dalam diagram hubungan tegangan-regangan beton diabaikan.

10.Pemodelan lendutan yang ditinjau adalah lendutan jangka pendek.

11.Pembacaan informasi beban-peralihan dilakukan dengan alat Universal Testing Machine, pengujian dilakukan di Laboratorium Struktur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

12.Pembacaan informasi regangan pada baja tulangan dilakukan dengan menempatkan dua buah strain gauges pada lokasi tulangan bawah di tengah bentang balok, dan dibaca oleh alat Strain Recorder.

1.4 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penelitian adalah sebagai berikut:

BAB I, berisi pendahuluan, tujuan penelitian tugas akhir, ruang lingkup penelitian tugas akhir, dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II, berisi tinjauan literatur mengenai beton, baja, elemen struktur balok beton bertulang, hubungan beban-lendutan, menghitung beban-lendutan, mix design, metode numerik bi-section dan metodologi penelitian.

BAB III, berisi studi kasus, perhitungan momen-kurvatur dan daktilitas kurvatur, perhitungan beban-lendutan dengan metode eksak dan daktilitas peralihan, perhitungan beban-lendutan dengan metode analitis dan daktilitas peralihan, perhitungan dengan perangkat lunak, uji eksperimental, dan pembahasan.

BAB IV, berisi kesimpulan dan saran hasil dari penelitian/penulisan Tugas Akhir.


(4)

74 Universitas Kristen Maranatha

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Perhitungan daktilitas peralihan dengan cara analitis dengan model tegangan-regangan beton hognestad dan model tegangan-tegangan-regangan baja bilinier menghasilkan daktilitas peralihan yang mendekati hasil Eksperimental (Lihat Tabel 3.13).

2. Dari Hasil Program Response2000 dengan kuat tarik diabaikan hasilnya mendekati hasil uji eksperimental seperti dapat dilihat pada Tabel 3.13.

3. Untuk kondisi beban dan lendutan ultimit, model tegangan-regangan beton hognestad dan model tengan-regangan baja bilinier yang dihitung dengan cara numerik menghasilkan beban ultimit dan lendutan ultimit yang mendekati hasil Eksperimental (Lihat Tabel 3.14 dan Tabel 3.15).

4. Nilai daktilitas peralihan balok beton bertulang hasil uji eksperimental adalah sebesar 5,6. Menurut peraturan Gempa Indonesia SNI 1726-2002 struktur balok termasuk dalam kategori SPRMK (daktilitas ≥ 5,2), sehingga balok beton bertulang memenuhi persyaratan struktur tahan gempa, dan dapat digunakan sebagai komponen/elemen struktur gedung sampai dengan wilayah gempa 6 di Indonesia.

4.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Informasi daktilitas aktual dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut terutama analisis struktur bangunan gedung tahan gempa, antara lain metode pushover.


(5)

2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk dimensi balok-balok yang berbeda.

3. Perencanaan mix design sangat penting, untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton sesuai yang diharapkan.


(6)

76 Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

1. Collins, P., 2000. Response 2000, University of Toronto, Canada.

2. Gere, J.M., 2001, Mechanics of Materials, Brooks/Cole, Thomson Learning. 3. Hibbeler, R.C., 1997. Mechanics of Materials, 3rd Edition, Prentice-Hall, Inc. 4. Hidayat, S., 2009. Semen Jenis Dan Aplikasinya, PT. Kawan Pustaka.

5. MacGregor, J.G., Wight, J.K., 2009. Reinforced Concrete Mechanics And Design, 5th Edition, Prentice-Hall, Inc.

6. Nawy, Edward. G., 2009. Reinforced Concrete, A Fundamental Approach, 6st Edition, Prentice-Hall, Inc.

7. Park, R., Paulay, T., 1975. Reinforced Concrete Structures, John Wiley and Sons, Inc., Canada.

8. Peraturan Beton Bertulang Indonesia, 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.I.-2, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik. 9. Standar Nasional Indonesia, 2002. SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perhitungan

Beton untuk Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia.

10.Standar Nasional Indonesia, 2002. SNI 1726-2002 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung, Standar Nasional Indonesia.

11.Standar Nasional Indonesia, 1993. SNI 03-2834-1993 Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal, Standar Nasional Indonesia.

12.Tanuwijaya, P.S., 2010. Analisis Dan Eksperimental Perhitungan Momen Kurvatur Balok Beton Bertulang, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Kristen Maranatha.

13.Yokoo, Y & Nakamura, T. 1977 Non-Stationary Hysteretic Uniaxial Stress-Strain Relation Of Wide Flange Steel Part II: Empirical Formula, Transaction Of AIJ (260).